BAB II LANDASAN TEORITIS...Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh...

45
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1.Tentang Autis Sejarah munculnya terminologi autistik pertama kali dicetuskan oleh Eugen Bleuler seorang psikiotrik Swiss pada tahun 1911. Dimana terminology ini digunakan pada penderita schizophrenia anak remaja. 1 Pada tahun 1943, Dr. Leo Kanner dari Johns Hopkins University mendeskripsikan tentang autistik pada awal masa kanak- kanak. Penemuannya didasarkan pada hasil observasi dari 11 anak-anak dari tahun 1938-1943. Penemuan Leo Kanner ini diyakini menjadi penemuan pertama tentang apa itu autis. Kata autis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘autos’ yang berarti ‘Aku’. 2 Dalam pengertian non-ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut autistik. Berk dalam buku yang sama menyebutkan autis dengan istilah “Absorbed in the self “. 3 Dengan demikian autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asyik dengan dirinya sendiri. Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan 1 Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hal. 8 2 Monks dkk 1998 dalam Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hal. 24 3 Ibid, hal. 24

Transcript of BAB II LANDASAN TEORITIS...Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh...

  • BAB II

    LANDASAN TEORITIS

    2.1.Tentang Autis

    Sejarah munculnya terminologi autistik pertama kali dicetuskan oleh Eugen

    Bleuler seorang psikiotrik Swiss pada tahun 1911. Dimana terminology ini digunakan

    pada penderita schizophrenia anak remaja.1Pada tahun 1943, Dr. Leo Kanner dari

    Johns Hopkins University mendeskripsikan tentang autistik pada awal masa kanak-

    kanak. Penemuannya didasarkan pada hasil observasi dari 11 anak-anak dari tahun

    1938-1943. Penemuan Leo Kanner ini diyakini menjadi penemuan pertama tentang

    apa itu autis.

    Kata autis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘autos’ yang

    berarti ‘Aku’.2 Dalam pengertian non-ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua

    anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut autistik. Berk dalam buku yang

    sama menyebutkan autis dengan istilah “Absorbed in the self “.3 Dengan demikian

    autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asyik dengan

    dirinya sendiri. Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal

    bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan

    1Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

    Bandung, hal. 8

    2 Monks dkk 1998 dalam Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan

    Empirik, Penerbit Alfabeta, Bandung, hal. 24

    3Ibid, hal. 24

  • perilaku mereka. Ini tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia

    mereka.Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

    berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya

    sudah terlihat sebelum usia tiga tahun. Bahkan apabila autis infantil, gejalanya sudah

    ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam kehidupan mental dari

    kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-

    fungsi, antara lain persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan

    perasaan (feeling).4

    Autis juga dapat dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran

    sistematis (sistematic reasoning). Dalam suatu analisis ‘microsociological’ tentang

    logika pemikiran mereka dan interaksi dengan yang lain.Sunu mengatakan bahwa

    anak autis selektif terhadap stimulasi rangsangan dari lingkungan sehingga seringkali

    kesulitan menangkap informasi secara maksimal dari sekitarnya.5 Anak autis

    memiliki kekurangan pada ‘creative induction’ atau membuat penalaran induksi yaitu

    penalaran yang bergerak dari premis-premis khusus (minor) menuju kesimpulan

    umum. Namun memiliki kelebihan di dalam deduksi, yaitu bergerak pada kesimpulan

    khusus dari premis-premis (khusus) dan kuat di dalam abduksi yaitu peletakan

    premis-premis umum pada kesimpulan khusus. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

    kemampuan kognitif anak autis. Sebagai informasi terdapat sekitar 40% anak autis

    4Aquirre.Blaise. MD., Anjaly Sastry., (2012) : Parenting Anak Dengan Autisme. Solusi, Strategi dan

    Saran Praktis Untuk Membantu Keluarga Anda, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 24.

    5Sunu. Christoper.,( 2012) : Unlocking Autism,Panduan Memecahkan Masalah Autism, Griya Taman

    Asri Blok c-335, Yogyakarta, hal. 8

  • dengan IQ dibawah 50 dan 30% dengan IQ di antara 70.6Namun lebih dari hal itu

    kognitif yang dimaksud diatas adalah kemampuan yang mencakup aktifitas

    mengamati, menafsirkan, memperkirakan, mengingat, menilai dan lain sebagainya.7

    Diagnostic Statistical Manual (DSM IV) yang dikembangkan oleh para psikiater dari

    Amerika8 mendefinisikan anak autis melalui keadaan yang ada pada diri seseorang

    seperti di bawah ini.

    Melalui konsep bahwa keadaan anak tersebut mewakili paling sedikit enam

    pokok dari kelompok a, b dan c di bawah ini yang meliputi :

    a. Gangguan interaksi sosial yang meliputi (paling sedikit dua diantaranya) :

    1. Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku nonverbal seperti,

    kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh dan bahasa tubuh lainnya yang

    mengatur interaksi sosial.

    2. Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya

    atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan mentalnya.

    3. Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan secara

    spontan dengan orang lain (seperti, kurang tampak adanya perilaku

    memperlihatkan, membawa atau menunjuk objek yang menjadi minatnya).

    6Safaria. Triantoro., (2005) : Autisme, Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua,

    Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 7 7Yanuarita. Franc.Andri. S.Psi., (2014) :Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak, Teranova Books,

    Yogyakarta, hal. 66 8Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

    Bandung, hal. 149.

  • 4. Ketidakmampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang timbal

    balik.

    b. Gangguan dalam berkomunikasi yang meliputi (paling sedikit satu diantaranya) :

    1. Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak mampu

    (bukan disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya melalui cara-

    cara komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau lainnya).

    2. Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai

    pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain.

    3. Pemakaian bahasa yang stereotip atau berulang-ulang atau bahasa yang aneh

    (idiosyncantric).

    4. Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura secara

    spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan tahap

    perkembangan mentalnya.

    c. Gangguan minat perilaku yang terbatas, repetatif, dan stereotip yang meliputi

    (paling tidak satu diantaranya) :

    1. Keasyikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan stereotip

    baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.

    2. Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang khusus,

    atau yang tidak memiliki manfaat.

    3. Perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti, memukul-mukul

    atau menggerak-gerakkan tangannya atau mengetuk-ngetukkan jarinya, atau

    menggerakkan seluruh tubuhnya).

  • 4. Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda tanpa menyenangi

    bagian yang lain yang tidak dikenal.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak-anak yang

    mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak

    fungsi-fungsi otak. Keadaan ini terjadi sebelum mereka berusia tiga tahun dengan

    dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan

    terobsesi pada satu kegiatan atau obyek yang mana mereka memerlukan layanan

    pedidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.

    2.2. Faktor Penyebab Autis

    2.2.1. Faktor Genetik

    Berdasarkan kompleksitas dan keragaman serta jumlah gen yang

    bertanggungjawab atas pembentukannya, autis melibatkan banyak gen. Dari

    perspektif genetika, jika seorang anak menderita autism maka anak yang lain yang

    lahir dari ibu yang sama mempunyai risiko juga.9

    Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.

    Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis

    (17-58%) dan sindrom fragile-X(20-30%). Disebut fragile-X karena secara

    sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti

    patahan diujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile-X merupakan

    9Aquirre.Blaise. MD., Anjaly Sastry., (2012), op.cit., hal. 45

  • penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X.

    Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-

    linked lainnya, karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki

    dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).10

    2.2.2. Ganguan pada Sistem Syaraf

    Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada

    hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak

    kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye diotak kecil pada

    autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson,

    glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal. Sebaliknya

    pertumbuhan akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati.11 Otak

    kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit

    yang mengatur perhatian dan penginderaan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu

    maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya

    sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.

    2.2.3. Ketidakseimbangan Kimiawi

    Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan

    dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan

    10Faradz. MH., Sultana Dr. Ph.D, Jurnal Kesehatan Indonesia 2003 11Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K),2003

  • tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula,

    bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan

    pernyataan tersebut, selama tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan

    terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM

    IV. Rentang umur antara 1-10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan

    23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak- anak

    ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan

    pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa, 100 anak

    (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi

    terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan

    makanan lain.12

    Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal,

    peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang

    menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.

    2.3. Perilaku dan Hambatan Anak Autis

    2.3.1. Perilaku Sosial

    Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan

    berinteraksi dalam seting interaksi sosial. Anak-anak autis yang nonverbal telah

    diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan masalah

    umum dalam bergaul dengan orang lain secara sosial. Hal ini senada dengan apa yang

    12Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003

  • disebut oleh Yuwono13 bahwa perilaku sosial anak autis yang muncul sering sekali

    tidak sinkron dengan nilai-nilai sosial di lingkungannya. Ekspresi sosial mereka

    terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit, menangis atau

    tertawa yang sedalam-dalamnya. Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial

    atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap

    sama. Apabila terjadi perubahan, mereka cenderung lebih mudah marah, contohnya

    mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari

    yang biasa dilewati, atau posisi furniture di dalam kelas berubah dari semula. Anak-

    anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri (self-

    stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping), mengayun-ayun

    tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap (ngoceh), atau

    menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk, kadang

    sampai terluka dan menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri lebih sering

    terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial

    berbeda. Safaria,14 menyebut ini sebagai perilaku ritualistik yang pada beberapa anak

    memaksakan terlaksananya urutan peristiwa tertentu sebelum tidur.

    13Yuwono. Joko., (2012): Memahami Anak Autistik, Kajian Teoritik dan Empirik, Penerbit Alfabeta,

    Bandung, hal. 53 14Safaria. Triantoro., (2005) : Autisme, Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua,

    Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 6.

  • 2.3.2. Perilaku Komunikasi

    Anak autis sangat berbeda dengan anak yang lain dalam berbahasa dan

    berkomunikasi karena mereka kesulitan memproses dan memahami bahasa.15 Hal ini

    menjadi perilaku komunikasi yang menghambat perkembangan anak autis. Dalam

    meningkatkan perkembangan kecerdasan anak autis, peran bahasa atau komunikasi

    itu sangatlah penting. Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan

    untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu

    alasan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abstrak. Pemahaman

    bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi pendengaran yang

    baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan penerjemahan (interpreting) dan

    penggunaan bahasa dalam konteks sosial, fisik (physical) dan konteks linguistik.

    Pragmatis dan komunikasi berhubungan erat, untuk menjadi seorang komunikator

    yang berhasil, seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang bahasa yang

    dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia dan dimensi

    dunia yang bukan manusia. Bahasa meliputi ujaran, tulisan, symbol dan gesture tubuh

    yang semuanya dilihat dalam konteks dan setting. Bagi anak yang sulit menyerap,

    memproses dan mengintegrasikan informasi indra maka akan mengalami tantangan

    bagaimana komunikasi nonverbal bisa cocok dengan kata-kata.16

    15Thompson. Jenny., (2012) : Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (terj), Esensi Erlangga

    Indonesia, hal. 88.

    16Aquirre.Blaise. MD., Anjaly Sastry., (2012), op.cit., hal. 206.

  • Komunikasi adalah kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa

    yang diinginkan individu, menjelaskan tentang suatu kejadian kepada orang lain,

    untuk menggambarkan tindakan dan untuk mengakui keberadaan atau kehadiran

    orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi

    dapat dijalin melalui gerakan tubuh, melalui isyarat atau dengan menunjukkan

    gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung komunikasi menyatakan suatu situasi

    sosial antara dua individu atau lebih. Dalam komunikasi, orang yang membawa pesan

    disebut pemrakarsa (initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut

    penerima pesan. Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk

    memenuhi kemampuan (competent) dalam keterampilan pragmatis anak harus

    mengetahui, memahami dan mengerti kedua peran tersebut, sebagai pemrakarsa dan

    sebagai penerima pesan. Seorang ahli bedah otak bernama Penfield17 berkesimpulan,

    orang merasakan lagi emosi yang pada mulanya dihasilkan oleh keadaan dalam

    dirinya. Dia sadar akan interpretasi yang sama, benar atau salah, yang dia berikan

    terhadap pengalaman itu pada saat-saat pertama. Jadi, ingatan yang timbul bukanlah

    reproduksi fotografis atau fonografis adegan atau peristiwa masa lampau. Tepatnya,

    ingatan itu adalah reproduksi dari apa yang dilihat, didengar, dirasa dan dimengerti.18

    Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer,

    dalam hal ini terutama anak autis mengalami kegagalan menerima isi pesan.

    Komunikasi juga dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan dan kehangatan

    17Harris, (1987) hal. 21 18Rakhmat.Jalaluddin., ( 2008 ) : Psikologi Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdekarya,Yogyakarta, hal.

    13.

  • hubungan, namun pada kasus anak autis, kesenangan terhadap benda maupun

    manusia ditunjukkan dengan emosi yang mendalam.

    Faisal Yatim19 mengatakan kualitas komunikasi pada anak autis sangat buruk,

    mereka tidak mampu menganalisis dan memahami sistem komunikasi manusia.

    Kemampuan bicara mengalami keterlambatan, bahasa yang tidak lazim selalu

    diulang-ulang, dan tidak nampak usaha dari si anak untuk berkomunikasi dengan

    lingkungan sekitar. Mereka juga tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang

    sekitar dalam hubungan antar teman sepergaulan serta perilaku berkomunikasi.

    Menurut Hovland dalam Blake Haroldsenkomunikasi antarpribadi sebagai

    Interpersonalcommunication as interacting situation in whichan individual (the

    comunicator) transmit stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of

    other individuals (communicates) in face to face setting.20 Hovland berpendapat

    bahwa komunikasi antarpribadi sebagai suatu situasi interaksi, dimana individu

    (komunikator) mengirim stimulus (perangsang) berupa simbol verbal untuk

    mengubah perilaku individu-individu lain dalam situasi tatap muka.

    Wood21, berpendapat bahwa, “Skill interpersonal communication is directly

    linked to the quality of our lives. Interpersonal communication help us seek our

    personal goals, the prosess of intrapersonal communication is the basis of our

    relationships”.

    19Yatim. Faisal., (2003) : Autisme : Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, Pustaka Populer Obor,

    Jakarta, hal. 24. 20Psikologi, amarsuteja.blogspot.com 21 Wood., (1983) hal.6

  • Kemampuan komunikasi antar pribadi itu memberi pengaruh langsung

    terhadap kualitas hidup seseorang, dan membantu dalam bentuk suatu kesamaan dan

    menyesuaikan dengan yang lain. Kemampuan komunikasi antar pribadi

    memungkinkan seseorang mengatur perilaku sosial dalam usaha pencapaian dasar

    dari hubungan yang dilakukannya. Dengan memahami perilaku yang ada pada anak

    autis diatas maka anak autis sangat membutuhkan orang dewasa sebagai pemrakarsa.

    Pemrakarsa memberikan kesempatan anak autis untuk memberi respon atas apa yang

    diajukan oleh pemrakarsa tersebut. Respon yang dimaksud adalah baik itu melalui

    kata-kata yang bisa diucapkan atau juga respon secara nonverbal. Kemungkinan yang

    lebih biasa dengan keadaan anak autis adalah merespon dengan nonverbal. Yang

    harus dikuatkan adalah bagaimana agar anak autis merespon secara nonverbal dan

    mampu mengatakannya dengan gerakan. Memahami kesulitan diatas dan untuk

    memberikan efek terbaik dalam program pengembangan kecerdasan kinestetik

    jasmani anak autis sangat dibutuhkan peranan orang lain (orang dewasa, pekerja

    sosial, guru dan orangtua). Sangat sulit diharapkan inisiatif dari anak autis itu sendiri.

    Kalaupun ide itu ada namun sulit sekali mengkomunikasikannya. Dalam hal inilah

    peranan orang dewasa sangat dibutuhkan untuk dapat mencapai peningkatan yang

    maksimal.

    2.3.3. Hambatan Anak Autis

    Anak autis termasuk salah satu tipe anak yang mengalami gangguan

    perkembangan kompleks yang berdampak pada perkembangan sosial, komunikasi

  • perilaku dan emosi yang tidak berkembang secara optimal. Akibat gangguan

    perkembangan ini anak menjadi kurang memperhatikan lingkungannya dan asyik

    dengan dunianya sendiri. Gangguan tersebut bersumber pada gangguan otak yang

    terdapat pada bagian interaksi dan komunikasi sehingga para penyandang autism

    mengalami kesulitan pada komunikasi verbal dan nonverbal, interaksi sosial, aktivitas

    bermain. Kesulitan ini menyebabkan anak autis kesulitan melakukan interaksi dengan

    orang lain dan dunia luar.

    Kondisi anak autis tidak hanya mempengaruhi kehidupan anak itu sendiri

    namun juga berdampak pada orang tua dan anggota keluarganya serta lingkungan

    sosial dimana anak itu berada. Permasalahan yang utama yaitu ketidakmampuan anak

    untuk memahami informasi dan komunikasi.

    Dengan memperhatikan keterangan yang disebut diatas kita bisa melihat

    beberapa hal yang dikategorikan menjadi hambatan anak-anak autis. Hal ini mungkin

    belum mencakup keseluruhan secara sempurna namun cukup mewakili hambatan

    yang pada umumnya dimiliki anak autis. Lorna Wing22 mengelompokkannya dalam

    dua hal yaitu masalah dalam memahami lingkungan (problem in understanding the

    world) dan masalah gangguan perilaku dan emosi (difficult behaviour and emotional

    problems). Kalau kita jabarkan kedua hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi

    perhatian kita tentang hambatan pada anak autis23 yakni,

    22Wing. Lorna., ( 1974) : Autistic Children a Guide For Parents and Proffesionals, The Citadel Press,

    New Jersey, hal. 23 Konsep ini dipadu dengan data yang ada di id.wikipedia.org/wiki/Autisme dan

    file.upi.edu/Hambatan-Perkembangan.

  • 1. Sulit dalam memahami pembicaraan (difficulties in understanding speech).

    Anak autis tampak tidak menyadari bahwa pembicaraanmemiliki makna, tidak

    dapat mengikuti perintah verbal, mendengar peringatan atau paham apabila

    dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak anak autis yang

    mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan. Beberapa anak autis

    tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan sedikit

    kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain.

    Mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata sambung, tidak dapat

    menggunakan kata-kata secara fleksibel atau mengungkapkan ide.

    2. Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (poor pronounciation and voice

    control). Beberapa anak autis memiliki kesulitan untuk membedakan suara

    tertentu yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yang

    hampir sama, dan memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit.

    Mereka biasanya memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness)

    suara.

    3. Masalah dalam memahami benda yang dilihat (problems in understanding things

    that are seen).Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat

    terang, seperti cahaya lampu kamera (blitz).Anak autis mengenali orang atau

    benda dengan gambaran mereka yang umum tanpa melihat detil yang tampak.

    4. Indra peraba, perasa dan pembau (the senses of touch, taste and smell).Anak-

    anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa dan pembau

    mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin dan rasa sakit.

  • 5. Sikap menyendiri dan menarik diri (aloofness and withdrawal).Banyak anak

    autis yang berperilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis tidak

    merespon ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada orang yang

    berbicara padanya, hal itu terlihat dari ekspresi mukanya yang kosong.

    6. Menentang perubahan (resistance to change).Banyak anak autis yang menuntut

    pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki rutinitas mereka

    sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk, atau menempatkan objek

    dalam garis yang panjang.

    7. Ketakutan khusus (Special fears).Anak-anak autis tidak menyadari bahaya yang

    sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan

    konsekuensinya.

    8. Ketidakmampuan untuk bermain (Inability to play).Banyak anak autis bermain

    dengan air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak dapat bermain

    pura-pura. Anak-anak autis kurang dalam bahasa dan imajinasi, mereka tidak

    dapat melakukan permainan dengan anak-anak yang lain secara bersama-sama.

  • Hambatan-hambatan diatas harus mendapat perhatian dalam memberikan

    pendidikan atau pelatihan agar hasil yang akandicapai dapat maksimal. Bentuk

    hambatan yang telah disebut memberikan pengaruh besar dalam pembentukan

    kecerdasan kinestetik anak autis. Tentu sangat sulit karena adanya hambatan

    komunikasi dan hambatan berperan secara bersama. Kesulitan itu bukan berarti tidak

    mungkin, karena dengan kesungguhan dan kesabaran, sebesar apapun tantangannya

    tetap bisa diatasi.

    2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Terapi autis.

    Untuk membantu anak autis menjadi lebih “normal” dibutuhkan bantuan

    pengobatan dan terapi. Handojo dalam bukunya Autisma,24 menjelaskan metode

    terapi mempunyai tujuan untuk membantu anak autis dalam hal (1) Komunikasi dua

    arah yang efektif, (2) Sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum, (3)

    Menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar,(4) Mengajarkan

    materi akademik (5) Kemampuan Bantu/Bina Diri dan Ketrampilan lain. Ada

    beberapa jenis terapi untuk membantu anak autis menjadi lebih baik, antara lain.

    1. Terapi wicara

    Terapi wicara wajib diberikan kepada anak autis karena sebagian besar mereka

    tidak dapat berbicara atau berbahasa. Kecenderungan mereka tidak dapat berbicara

    bukan karena bisu, namun karena mereka tidak dapat merespon lingkungan sehingga

    24Handojo. Y., (2006) :Autisma, Intermasa Delphie Bandi, Jakarta, hal. 167.

  • tidak peduli dan tidak mau belajar apa-apa. Terapi ini perlu dilakukan secara intensif

    dan kontinyu dalam ruang yang aman, tenang dan dapat meningkatkan perhatian anak

    autis. Dalam berbagai artikel mengenai autisme, banyak dijelaskan bahwa gangguan

    berbahasa dan bicara pada autisme mempunyai gradasi dari yang terparah, tidak bisa

    bicara, hingga yang bisa bicara dengan baik. Hal ini juga tergantung dari

    perkembangan kognitif si penyandang. Mulai dari intelegensia rendah hingga yang

    tinggi.25 Latihan PECS (Picture Exchange Communication Sistem) dan Compic

    (Computerized Pictograph) atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan untuk anak autis.

    Selain bahasa gambar dapat dipakai bahasa isyarat dan bahasa tulisan atau ketika

    dengan mesin ketik atau komputer. Gangguan bahasa merupakan salah satu jenis

    kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi seseorang mengalami

    kesulitan atau gangguan dalam proses simbolis. Kesulitan atau gangguan simbolis

    mengakibatkan seseorang tidak mampu mengubah konsep pengertian menjadi

    simbol-simbol atau lambang-lambang yang dapat dimengerti oleh orang lain. Terapi

    wicara (speech therapy) adalah pengobatan atau penyembuhan kekurangan atau

    kesalahan yang berhubungan dengan pengekspresian ide-ide atau pikiran,

    mengucapkan bunyi atau suara yang mempunyai arti sebagai hasil penglihatan,

    pendengaran, pengalaman melalui gerakan-gerakan mulut, bibir serta organ bicara

    lain yang merupakan obyek belajar serta menarik perhatian. Tujuan yang hendak

    dicapai dalam terapi wicara (speech therapy) agar supaya anak dapat diajak bicara,

    25 Van Tiel, Julia Maria (2008), Anakku Terlambat Bicara, http://Katulistiwa.net, tanggal 24

    November 2014, hal. 205

    http://katulistiwa.net/

  • dapat mengembangkan kemampuan bicara/bahasanya secara baik sesuai dengan

    normabahasa yang berada dalam lingkungannya, serta dapat diterima oleh

    masyarakat. Demikian juga supaya anak dapat mengekspresikan perasaan serta

    kemauannya secara baik, dapat berkomunikasi dengan lingkungannya, baik secara

    lisan maupun tertulis.

    2. Terapi Okupasi

    Terapi ini diberikan kepada anak autis yang mengalami gangguan pada sensori

    halusnya untuk memperbaiki kekuatan koordinasi dan ketrampilannya. Hal ini

    memberi pengaruh amat besar bagi otot halus jari tangan agar dapat menulis. Terapi

    okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut penelitian, hampir

    semua kasus anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik

    halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang

    benda dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuapkan

    makanan ke dalam mulutnya, dsb. Dengan terapi ini anak dilatih untuk membuat

    semua otot dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.

    3. Terapi Sosialisasi.

    Terapi sosialisasi dilakukan dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar,

    dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, tata krama,dsb. Banyak anak autis

    memerlukan bantuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan

    dengan teman yang baru dan bahkan mengenali tempat bermainnya. Terapi

    kemampuan sosial ini membantu anak menciptakan atau memfasilitasi terjadinya

    interaksi sosial.

  • 4. Terapi Biomedik

    Terapi ini menggunakan obat-obatan, vitamin, mineral dan food supplements.

    Setiap individu membutuhkan terapi medis yang berbeda. Dasar pemikirannya yaitu

    gangguan dalam tubuh akan memunculkan gangguan perilaku sehingga bila

    gangguan dalam tubuh dapat diatasi maka gangguan perilaku yang ditampilkannya

    pun akan berkurang.

    5. Terapi Applied Behavior Analysis (ABA)

    ABA sering digunakan untuk penanganan anak autistik. Terapi ini sangat

    representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autisme. Terapi ABA

    memiliki prinsip yang terukur, terarah dan sistematis,termasuk variasi yang diajarkan

    sangat luas sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan

    motorik halus maupun kasar. Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang

    berkembang sejak puluhan tahun yang ditemukan oleh psikolog Amerika yang

    bernama Ivar. O. Lovaas dari Universitas California Los Angeles, Amerika

    Serikat.26Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah yaitu memecah keterampilan

    anak autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Pertama,

    terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah, yakni

    ada kurikulum yang jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur,

    yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur

    dengan berbagai cara, tergantung pada kebutuhan. Pada tataran praktis, menurut Ing

    26Handojo. Y., (2006) :Autisma, op.cit., hal. 50.

  • Darta R Wijaya, dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA27, terapi Applied

    Behavior Analysis (ABA) menggunakan teknik “discrete trials”, yaitu seluruh tugas

    (target-target perilaku) dipecah dalam tahap kecil. Belajar “diskret” berarti memerinci

    keterampilan ke dalam komponen kecil, mengajarnya sampai terkuasai, memberi

    pengulangan, menyediakan prompt (bantuan), menghilangkan ketergantungan dan

    pemberian pujian (reinforcerment).

    6. Terapi Sensori Integrasi

    Terapi ini diberikan kepada anak autis yang mengalami gangguan dalam

    memproses impuls yang diterima dari berbagai indera secara simultan. Terapi ini

    bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sensoris dan kemampuan merespon

    terhadap stimulus sensori tersebut. Untuk itu digunakan stimulus yang bervariasi

    antara lain ayunan, bola trampolin, sikat dan baju yang lembut, parfum, lampu

    berwarna-warni, pemijatan dan tekstur bervariasi.

    7. Terapi Bermain

    Merupakan usaha penyembuhan untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual,

    emosi dan sosial anak secara optimal. Suasana untuk terapi bermain suasana yang

    tidak membuat anak merasa tertekan, takut atau terpaksa bermain. Catron dan

    Allen28berpendapat bahwa tujuan bermain yang utama adalah untuk mengoptimalkan

    perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif.

    27 Wijaya. Ing Darta R., (2005) : di dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA , hal. 57 28 Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

    Merill Prentice Hall, New Jersey, hal. 30.

  • Dalam tulisan ini akan diteliti bagaimana melalui terapi bermain kecerdasan

    kinestetik anak autis meningkat. Dengan meningkatnya kecerdasan kinestetik jasmani

    anak autis diyakini mampu menyelaraskan pikiran dan perilaku mereka.

    2.5. Kecerdasan Kinestetik Jasmani

    2.5.1. Pengertian Kecerdasan Majemuk

    Pembahasan tentang kecerdasan telah banyak dikemukakan oleh pakarpsikologi

    dan kesehatan. Menurut Gunawan, diantaranya adalah Charles Spearman dengan teori

    General Intelligence, Raymond Cattel dan John Horn dengan teori Fluidand

    Crystalized Intelligence, dan Stenberg dengan teori

    TriarchicIntelligence.29Berikutnya Gardner dengan teori Multiple Intelligence,

    sedangkan Armstrong menyebutkan dengan Kinds of Smart, Multiple Intelligence.30

    Pada perkembangan selanjutnya muncul pakar kecerdasan, antara lain Goleman

    dengan teori Emotional Intelligence.31 Masing-masing pakar mengemukakan definisi

    kecerdasan. Dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut diketahui bahwa

    kecerdasan dinyatakan sebagai potensi yang perlu dikembangkan. Seiring dengan

    perkembangan teori kecerdasaan, perhatian orang terhadap pengertian kecerdasan

    telah bergeser dari kecerdasan sebagai kemampuan umum (g faktor) beralih kepada

    kecerdasan beberapa dan bahkan banyak domain. Peralihan perhatian tersebut juga

    29 Gunawan. Adi. W., (2003) :Genius Learning Strategy, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 218-

    222.

    30 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) :Kinds Of Smart, Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan

    Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, Gramedia, Jakarta, hal. 3 31 Gunawan. Adi. W., (2003)., op.cit, hal. 222.

  • menurut Semiawan terlihat dalam pengembangan individu yang mengacu kepada

    pendapat yang menunjukkan bahwa perkembangan manusia diwujudkan melalui

    beragam aspek yang berbeda.32 Hal tersebut merupakan pertanda bahwa teori

    kecerdasan majemuk (multiple intelligences) mulai mendapat perhatian untuk

    digunakan sebagai acuan dalam berbagai aktivitas untuk memacu perkembangan

    manusia termasuk aktivitas pembelajaran di sekolah-sekolah.

    Teori kecerdasan majemuk pertama kali dikemukakan oleh Howard Gardner

    dalam bukunya Frames of Mind.33 Gardner mengembangkan teori kecerdasan

    majemuk berdasarkan kriteria yang terdiri dari delapan faktor, yaitu,

    1. Adanya pembagian wilayah kecerdasan pada struktur otak, seperti central

    core, sistem limbik dan hemisfer serebral

    2. Terdapat kecerdasan yang menonjol pada orang tertentu (savant dan genius)

    3. Kecerdasan berkaitan dengan kebudayaan dan berkembang mengikuti pola

    perkembangan tertentu

    4. Memiliki konteks historis

    5. Memiliki hubungan dengan temuan psikometrik

    6. Memiliki hubungan dengan hasil penelitian psikologi eksperimental

    32 Semiawan. Conny. R., (2004) :“Perkembangan Anak Usia Dini”, makalah disampaikan pada

    Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Kerjasama Dirjen PLSP Depdiknas

    dengan UNJ, 9 – 11 Oktober 2004, Jakarta, hal. 9. 33 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences, Tenth-

    Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal. 63-69

  • 7. Cara kerja atau rangkaian cara kerja dasar dapat diidentifikasi

    8. Memiliki sistem penandaan atau simbol khas sendiri.

    Kriteria yang dikemukakan Gardner tersebut sebagai bukti bahwa teori

    kecerdasan majemuk tidak hanya dikembangkan berdasarkan hasil kajiannya sendiri,

    tetapi juga menggunakan dasar dan hasil kerja para pakar teori perkembangan dan

    kecerdasan yang muncul lebih dahulu. Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan

    adalah kemampuan yang berkaitan dengan tiga hal, yaitu kemampuan untuk,

    1. Memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

    2. Menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.

    3. Menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan memberikan

    penghargaan dalam budaya setempat.34

    Dalam bukunya yang lain Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai potensi

    biopsikologi yang digunakan sebagai pengolah informasi yang dapat dikembangkan

    sesuai dengan lingkungan budaya untuk memecahkan permasalahan atau

    menciptakan sesuatu (karya) yang bermanfaat bagi lingkungannya.35 Amstrong

    mengatakan bahwa kecerdasan itu merupakan kemampuan untuk menangkap situasi

    baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang.36

    34Ibid., hal. 66. 35Ibid., Hal. 45. 36 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002), op.cit., hal. 2.

  • Sebagai potensi biologis kecerdasan akanmeningkat sesuai dengan

    pertambahan usia dan mencapai puncaknya pada saat dewasa dan menurun pada saat

    tua, sedang kecerdasan sebagai potensi psikologis, kecerdasan akan berkembang

    akibat terjadinya proses belajar dan terbentuknya pengalaman hidup pada diri

    individu.

    Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa kecerdasan sebagai

    suatu kemampuan yang dimiliki individu yang dapat berkembang secara alami dan

    dapat pula dikembangkan melalui pembelajaran dan pengalaman. Ini berarti

    lingkungan dapat berperan dalam membantu individu untuk mengembangkan

    kemampuannya. Samples mengemukakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan

    melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam masyarakat di lingkungan sekitar.37

    Sedangkan Gottfredson yang dikutip Elliott, dkk mengemukakan bahwa kecerdasan

    merupakan kemampuan mental yang bersifat umum, yang diantaranya sebagai

    kemampuan untuk menelaah (toreason),merencanakan, memecahkan masalah,

    berpikir abstrak, mengemukakan ide-ide, belajar cepat dan belajar dari pengalaman.38

    Dua pendapat tersebut menegaskan bahwa kecerdasan sebagai suatu

    kemampuan. Kemampuan tersebut berfungsi untuk menelaah, merencanakan,

    memecahkan masalah, berpikir abstrak, mengemukakan ide ide serta yang terpenting

    adalah kemampuan tersebut berkaitan dengan belajar.

    37 Bob. Sampels.,(2002) : Revolusi Belajar untuk Anak Panduan Belajar Sambil Bermain untuk

    Membuka Pikiran Anak-Anak Anda, alih bahasa Rahmani Astuti, Penerbit Kaifa, Bandung, hal. 149. 38 Elliott. Stephen. N., dkk., (2000) : Educational Psychology Effective Learning Third Editor,

    McGraw Hill, New York, hal. 489.

  • Pendapat lain tentang kecerdasan dikemukakan oleh Lazear yang menyatakan

    bahwa seseorang yang cerdas adalah :

    1. Mereka yang dapat memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam

    hidupnya

    2. Mereka yang dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan kreatif

    3. Mereka yang dapat menghasilkan berbagai hal bermanfaat bagi dirinya dan

    orang lain.39

    Pendapat ini menunjukkan bahwa kecerdasan berkaitan dengan kemampuan untuk

    mengupayakan sesuatu, yaitu memecahkan masalah, menghadapi tantangan, dan

    menghasilkan sesuatu. Selanjutnya Lazear menambahkan dari definisi awal Gardner,

    bahwa kecerdasan itu adalah jalan atau cara yang dapat digunakan untuk mengetahui

    hal-hal apa yang kita ketahui, pahami, pelajari, bagaimana memproses informasi, dan

    memperoleh knowledge.40 Pendapat ini lebih memerinci bahwa kecerdasan berkaitan

    dengan kemampuan untuk mengetahui hal-hal apa yang sudah dimiliki individu

    sebagai suatu bentuk kemampuan.

    Berkaitan dengan kemampuan, Gagne, Leslie dan Wager menyatakan bahwa

    kemampuan merupakan suatu daya atau kekuatan sebagai hasil belajar yang dapat

    diketahui.41 Kemampuan dapat diperoleh setelah seseorang menyelesaikan kegiatan

    belajar. Kemampuan tersebut sebagai bentuk hasil belajar yang dapat ditingkatkan

    39 Lazear. David., ( 2000) : Pathways of Learning Teaching Students and Parents About Multiple

    Intelligences, Zephyr Press, Arizona, Tucson, hal. 18 40Ibid., hal. 18. 41 Wager. William.W.,dkk., ( 1992 ) : Principles of Instructional Design, Harcourt Brace Jovanovich,

    For Worth, hal. 43.

  • dan diketahui. Ini berarti, ada proses yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan

    menentukan kemampuan yang dimiliki seseorang. Berdasarkan uraian yang telah

    dikemukakan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengertian kecerdasan majemuk

    dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan yang dikembangkan melalui kegiatan

    pembelajaran. Pembatasan ini dilakukan dengan mengacu kepada Armstrong yang

    mengemukakan bahwa berbagai kegiatan dapat membantu anak untuk

    mengembangkan kecerdasan majemuk42 dan Gardner menegaskan bahwa kecerdasan

    majemuk dapat digunakan sebagai pendekatan dan tujuan (goal) dalam

    pembelajaran.43 Selanjutnya Gogri dkk mengemukakan bahwa kecerdasan majemuk

    dapat digunakan untuk membantu anak belajar dengan lebih baik.44 Dengan

    demikian, rancangan kegiatan belajar di Rumah Pintar Autis yang memperhatikan

    indikator setiap aspek kecerdasan majemuk dapat mengembangkan kemampuan anak

    sesuai dengan indikator pada setiap aspek kecerdasan majemuk. Gardner

    berkeyakinan bahwa semua manusia memiliki bukan hanya satu kecerdasan

    (inteligensi) melainkan groupabilities.45 Salah satu bentuk kecerdasan majemuk yang

    dimaksud diatas adalah kecerdasan kinestetik jasmani. Yaitu kecerdasan yang

    mengacu kepada kecerdasan olah tubuh manusia.

    42 Amstrong. Thomas., (2004 ) : Menerapkan Multiple Intelligences Di Sekolah, alih bahasa Yudhi,

    hal. 46. 43 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences, Tenth-

    Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal. 188 44 Gogri.Purvi, Reeta Sonawat., (2008) :Multiple Intelligences for Preschool Children, Multi-tech

    Publishing Co, Mumbai, hal. 5. 45 Gardner. Howard.,(1999) : Intelligence Reframed, hal. 8

  • 2.5.2. Kecerdasan Kinestetik Jasmani

    Menurut Gardner kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan yang

    berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh secara terampil untuk

    mengungkapkan suatu ide, pemikiran dan perasaan, mampu bekerja sama dengan

    baik dalam menangani dan memanipulasi objek.46 Kecerdasan ini juga meliputi

    keterampilan fisik dalam bidang koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan,

    kelenturan dan kecepatan. Kecerdasan ini sangat menonjol pada diri seorang penari,

    atlet, pematung, pemusik, aktor, mekanik atau dokter bedah.

    Kecerdasan kinestetik jasmani berkaitan dengan kemampuan menggunakan

    gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan

    menggunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu.47 Hal ini sebenarnya

    senada dengan apa yang diutarakan oleh Gardner bahwa kecerdasan ini meliputi

    kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan,

    kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima rangsang, sentuhan, dan

    tekstur. Kecerdasan kinestetikJasmani artinya kecerdasan melakukan gerakan tubuh

    dan atau anggota badan termasuk menggunakan gerakan tubuh sebagai ekspresi

    emosi. Kecerdasan ini menggunakan keahlian seluruh tubuh untuk mengekspresikan

    ide dan perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau

    mengubah sesuatu.

    46Gardner (1999), op.cit., hal. 16. 47Musfiroh.Tadkiroatun., (2008) : Cerdas Melalui Bermain, Cara Pengasuh Multiple Intellegences

    Pada Anak Usia Dini, Tiara Wacana, Yogyakarta, hal. 50.

  • Pergerakan tubuh kita banyak terkait dengan sistem saraf dan struktur tubuh

    kita. Pada dasarnya terdapat dua macam pergerakan dalam tubuh kita yaitu

    pergerakan tidak sadar dan pergerakan sadar. Pergerakan tidak sadar adalah

    pergerakan yang dilakukan di luar kesadaran atau dengan kata lain kita tidak dapat

    mengatur pergerakan tersebut sesuai keinginan kita. Sebaliknya, pada pergerakan

    sadar kita dapat mengatur dan mengoordinasikan gerakan kita, seperti saat kita berlari

    atau saat menulis. Pada kecerdasan kinestetik pergerakannnya adalah sadar karena

    berkaitan dengan kemampuan fisik untuk mengkoordinasikan gerakan tubuh serta

    kemampuan menerima rangsangan.

    Jasmine mengemukakan bahwa kecerdasan kinestetik sangat berhubungan

    dengan tubuh anak.48 Tubuh anak akan terlihat kelenturannya apabila sering

    melakukan gerak tubuh. Hal tersebut sangatlah diperlukan oleh manusia pada

    umumnya supaya gerak tubuhnya tidak terlihat kaku. Perkembangan pada tubuh

    manusia pada dasarnya akanmengembangkan kecerdasan kinestetik. Latihan-latihan

    anggota tubuh perlu dilakukan sejak usia dini, baik kekuatannya maupun

    kelenturannya yang akan terwujud melalui latihan dan kebiasaan sejak usia

    dini.Kebiasaan diperoleh melalui latihan-latihan menirukan dan melakukan

    pengulangan, peniruan dan segalanya akan berlangsung secara otomatis.

    48 Jasmine. Julia., (2007) : Mengajar dengan Kecerdasan Majemuk, Nuansa, Jakarta, hal. 127

  • Einon menyatakan bentuk kecerdasan kinestetik memungkinkan terjadinya

    kecerdasan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan dalam aktifitas seperti menari,

    olah raga dan drama.49 Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan untuk mengolah

    tubuh serta melakukan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan anggota tubuh

    tertentu. Pada hakikatnya sejak lahir seorang anak telah mempunyai kemampuan

    untuk bergerak, oleh sebab itu pendidik haruslah memberi kebebasan pada anak

    untuk bergerak. Perlu adanya suatu pembelajaran yang khusus untuk mengatasi

    ketidakaturan dalam proses gerak anak sehingga bisa mengarahkan anak untuk

    mengembangkan kecerdasan kinestetiknya.

    Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik memiliki koordinasi tubuh yang

    baik. Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan. Mereka cepat

    menguasai tugas-tugas motorik halus seperti menggunting, melipat, menjahit,

    menempel, merajut, menyambung, mengecat dan menulis. Secara artistik mereka

    mempunyai kemampuan menari dan menggerakan tubuh mereka dengan luwes dan

    lentur. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik dan dinamis.

    Menurut Gardner, kecerdasan gerak kinestetik mempunyai lokasi di otak

    serebeum (otak kecil), basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks.

    Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-

    komponen kekuatan dan fleksibilitas serta dominan seperti tari dan olahraga.

    49 Einon. Dorothy. Dr., (2010): Permainan Cerdas Jilid I Untuk Anak Usia 2-6 Tahun, Erlangga,

    Jakarta, hal. 12.

  • Lebih lanjut Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani

    adalah kemampuan menggunakan seluruh tubuh dan komponennya untuk

    memecahkan permasalahan, membuat sesuatu atau menggunakan beberapa macam

    produksi, dan koordinasi anggota tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan

    penampilan fisik.50

    Sedangkan Lazear menjelaskan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani

    berkaitan dengan aktivitas fisik dan dapat dilihat seperti dalam kegiatan mengenderai

    sepeda, memarkir mobil, menangkap sesuatu benda yang dilemparkan, dan mengatur

    keseimbangan tubuh saat bergerak atau berjalan.51 Dua pendapat tersebut

    menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani terdiri dari beberapa kemampuan

    yang berkaitan dengan jasmani dan gerak.

    Penjelasan lain tentang kecerdasan kinestetik jasmani dikemukakan oleh

    Armstrong yang menyatakan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani berkaitan dengan

    keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta

    keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.52

    Pendapat tersebut menekankan bahwa kecerdasan kinestetik jasmani meliputi

    kemampuan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan tubuh yang spesifik,

    kesanggupan memanipulasi objek dan memiliki keterampilan fisik seperti koordinasi,

    keseimbangan, kekuatan, kelenturan dan keterampilan. Anak-anak yang memiliki

    kecerdasan ini sering tidak mau diam saat sedang duduk, belajar atau atau sedang

    50 Gardner, (1999), op.cit., hal. 206. 51 Lazear. David., ( 2000), op.cit., hal. 2 52 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) , op.cit., hal. 33.

  • makan, dan biasanya merekalah yang nomor satu minta izin ke luar untuk bermain.

    Mereka memproses pengetahuan melalui sensasi tubuh. Mereka butuh kesempatan

    untuk belajar dengan bergerak atau memperagakan sesuatu.

    Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa

    kecerdasan kinestetik jasmani adalah kemampuan yang berkaitan dengan fisik dan

    gerak yang dapat digambarkan melalui ciri-ciri antara lain :

    1. Mudah bergerak dengan daya kontrol tubuh yang baik, seperti berjalan, lari,

    lompat, menangkap, melempar

    2. Menyentuh objek disekitarnya

    3. Memanipulasi benda, seperti kursi digunakan sebagai mobil

    4. Responsif terhadap lingkungan, misalnya menggerakkan tubuh atau tangan

    saat merasakan angin bertiup

    5. Berpikir mekanis

    6. Mengingat apa yang dilakukan

    7. Membuat kerajinan tangan

    8. Berolah raga.

    Dengan delapan gambaran yang dikemukakan diatas sebagai ciri-ciri berjalannya

    kecerdasan kinestetik dengan baik begitu besar harapan keselarasan pikiran dan

    perilaku anak autis dapat terwujud. Banyak hal yang ada pada diri anak autis akan

    berubah menjadi lebih baik dengan terciptanya peningkatan kecerdasan kinestetik

    yang dimaksud. Hal ini jugalah yang mendasari pemikiran peneliti dalam melakukan

    penelitian ini.

  • 2.5.3. Pengenalan Tentang Otak

    Sejak lahir semua kecerdasan telah ada di otak manusia. Meskipun demikian,

    bagaimanakah kecerdasan manusia itu dapat dikembangkan? Setiap otak manusia

    terbagi atas tiga bagian, yang disebut sebagai otak triune. Tiap-tiap bagian otak

    berkembang pada waktu yang berbeda, mempunyai syaraf tertentu, dan mengatur

    tugas tertentu pula. Yang pertama, Otak reptil atau batang otak merupakan bagian

    otak yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi motor-sensor, yakni pengetahuan

    tentang realitas fisik yang berasal dari panca indera. Disebut otak reptil karena otak

    ini berkaitan dengan insting mempertahankan hidup.53 Jika anak merasa tidak aman,

    otak reptil ini spontan bangkit dan bersiaga.Yang kedua adalah sistem limbik, yang

    terletak dibagian tengah otak. Bagian otak ini mempunyai fungsi emosi dan kognitif.

    Bagian ini disebut otak mamalia, karena sistem limbik yang sangat canggih ini juga

    merupakan bagian otak yang dimiliki mamalia. Otak ini menyimpan perasaan

    manusia, pengalaman yang menyenangkan, memori, dan kemampuan belajar.54Yang

    ketiga adalah neokorteks, merupakan materi otak terbesar (80% dari seluruh materi

    otak). Pada otak neokorteks inilah kecerdasan-kecerdasan manusia berada.

    Neokorteks mengatur proses bernalar, berfikir intelektual, membuat keputusan,

    bahasa, kendali motorik sadar, dan ciptakan gagasan nonverbal.55

    53 Yanuarita. Franc.Andri. S.Psi., (2014) :Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak, Teranova Books,

    Yogyakarta, hal. 39. 54Ibid., hal. 39. 55Ibid., hal. 32.

  • Ketika anak berusia 4-6 tahun, otak reptil dan otak mamalianya telah

    berkembang sekitar 80%. Pada saat itulah berbagai kecerdasan anak terbuka. Jika

    hingga usia 4-6 tahun anak diperlakukan dengan baik, terstimulasi dengan berbagai

    aktivitas jasmani yang menyenangkan dan berolah pikir, maka ketiga bagian otak

    akan berkembang dengan baik. Nutrisi yang baik, derajat kesehatan yang baik dan

    stimulasi yang memadai melaui aktivitas pendidikan jasmani yang baik membantu

    perkembangan otak reptil dan otak mamalia. Bahkan, karena aktivitas pendidikan

    jasmani mampu menggerakkan gagasan, memecahkan masalah, mendatangkan

    kegembiraan sekaligus, maka neokorteks anak pun semakin terangsang. Semakin

    terangsang otak anak dengan aktivitas intelektual dan interaksi lingkungan, semakin

    banyak jalinan yang terbentuk antarsel di dalam neokorteks.

    Selain teori otak triune di atas, otak manusia juga dibagi berdasarkan teori

    belahan otak, yakni otak kanan dan otak kiri. Cara berpikir otak kanan adalah acak,

    tidak teratur, holistik, dan intuitif. Otak kanan berkaitan dengan aspek perasaan,

    emosi, spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, humor, warna, imajinasi, dan

    kreativitas. Otak kiri bercara pikir logis, urut, sistematis, dan rasional. Otak kiri

    berkaitan dengan ekspresi bahasa, dan berpikir simbolis. Walaupun otak memiliki

    bagian-bagian yang diidentifikasi dari sudut bentuk dan fungsinya, kesemuanya

    merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, kesemuanya

    harus dipelihara dengan baik, melalui perawatan, stimulasi yang terus menerus, dan

    pemberian kesempatan yang memadai.

  • Masalah utama mengapa anak harus dirangsang melalui permainan yang

    mengasah semua kecerdasannya adalah karena tidak satu pun bagian otak yang

    bekerja secara sempurna tanpa adanya rangsang dari bagian yang lain. Howard

    Gardner melalui teori multiple intelligences menyatakan bahwa sembilan kecerdasan

    manusia berkaitan dengan semua bagian otak, terutama otak bagian kanan dan otak

    kiri.56 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecerdasan dapat berkembang

    dengan baik apabila terpenuhi syarat berikut, struktur saraf bagian bawah harus

    cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi, anak

    harus merasa aman secara fisik dan emosional, harus ada model pemberian

    rangsangan yang wajar.

    2.5.4. Stimulasi Terhadap Kecerdasan Kinestetik

    Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga

    hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu juga dalam

    suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk

    melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya. Anak bebas

    mengekspresikan gagasannya melalui khayalan, drama, bermain konstruktif dan

    sebagainya.57 Dalam hal ini anak dimungkinkan untuk mengembangkan perasaan

    56 Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences, Tenth-

    Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal.

    57 Yanuarita. Franc.Andri. S.Psi., (2014), op.cit., hal. 111.

  • bebas secara psikologis. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk

    meningkatkan keterampilan dan kecerdasan tertentu pada anak.

    Stimulasi kecerdasan kinestetik terjadi pada saat bermain. Pada saat bermain

    itulah anak berusaha melatih koordinasi otot dan gerak. Pada saat kegiatan bermain

    berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat terstimulasi dan

    berkembang dengan baik termasuk didalamnya perkembangan kreativitas. Hal senada

    sejalan dengan apa yang disebut oleh Catron dan Allen yang mengemukakan bahwa

    bermain dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap semua area

    perkembangan.58 Anak-anak dapat belajar tentang dirinya sendiri dan lingkungan,

    serta kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi dan menciptakan suatu bentuk

    kreativitas.

    Dalam hal yang dimaksud diatas stimulasi kinestetik terjadi dalam wilayah-

    wilayah berikut:

    1. koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis,

    memanipulasi objek, menaksir secara visual, melempar, menendang,

    menangkap

    2. keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris,

    meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak

    3. keterampilan nonlokomotor, seperti membungkuk, menjangkau, memutar

    tubuh, merentang, mengayun, berjongkok, duduk, berdiri

    58 Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

    Merill Prentice Hall, New Jersey, hal. 21

  • 4. kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan

    kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan,

    kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak,

    dan mengubah arah.

    Dunia anak adalah dunia bermain, karena selama rentang perkembangan usia

    dini, anak melakukan kegiatan dengan bermain, mulai dari bayi, balita hingga masa

    kanak-kanak. Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau

    tanpa mempergunakan alat. Bermain menghasilkan pengertian dan memberikan

    informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan imajinasi spontan anak dan

    tanpa beban. Kebutuhan atau dorongan internal (terutama tumbuhnya sel saraf di

    otak) sangat memungkinkan anak melakukan berbagai aktivitas bermain tanpa

    mengenal lelah. Selama ini jika anak sudah bersekolah, orangtua kebanyakan

    membebani anak dengan tuntutan yang berat. Seperti anak harus pandai menulis,

    berhitung dan membaca. Padahal anak masih dalam usia dini yaitu 0-6 tahun. Begitu

    juga dengan pihak sekolah, ada sebagian sekolah yang dalam kegiatan

    pembelajarannya tidak menggunakan konsep bermain dengan tepat, sehingga tujuan

    bermain bagi anak tidak tercapai. Seharusnya dalam aktivitas belajar benar-benar

    diterapkan konsep "bermain sambil belajar". Dengan demikian, anak benar-benar

    merasakan dunianya dengan sempurna, berkesempatan mengembangkan segala aspek

    kecerdasan yang ada pada dirinya. Ketika bermain, secara fisik anak juga belajar

    memahami bagaimana kerja tubuhnya, memperkuat dan mengembangkan otot dan

    koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halusnya dengan cara berlatih

  • menggunting kertas, menggambar, mengutak-atik benda, dan lain sebagainya. Begitu

    juga dengan motorik kasar dan keseimbangannya, seperti memanjat, berlari,

    melompat, berjalan dan lain-lain. Kegiatan tersebut mungkin saja akan tercipta pada

    anak apabila adanya suatu rangsangan atau pembelajaran khusus yang mengacu ke

    arah pengembangan kecerdasan kinestetik.

    Cara mendidik dan mengajar anak-anak, baik di rumah, maupun di sekolah

    masih kurang efektif. Pada dasarnya kemauan dan perasaan anak berbeda dengan

    orang dewasa. Oleh sebab itu, seorang anak harus dilatih dan dibiasakan melakukan

    segala sesuatu yang nantinya dapat dipergunakan sebagai bekal hidup di masa yang

    akan datang. Dengan demikian, pendidikan bagi anak usia dini harus dimulai dari

    dalam pikiran dan jiwa anak, dan harus berdasarkan kegiatan anak itu sendiri. Untuk

    itu, perlu motivasi bagi anak untuk berbuat sendiri dan bukan hanya menerima saja.

    Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, walaupun

    pengembangan kecerdasan kinestetik khususnya dalam gerak tubuh sudah

    dilaksanakan disekolah, akan tetapi dalam pelaksanaannya kurang optimal.

    Permainan hanya sekedar bermain, tanpa melakukan tindak lanjut pada olah gerak

    anak yang perlu untuk dikembangkan lagi seperti keterampilan tangan dan

    pembelajaran gerak tubuh. Dengan demikian aspek psikomotorik anak berkembang

    dengan optimaldan dapat merangsang kreativitas, imajinasi, dan olah pikir anak yang

    nantinya akan diungkapkan dalam bentuk gerak.

  • Anak yang memiliki kecerdasan gerak-kinestetik memiliki koordinasi tubuh

    yang baik dan mampu atau terampil menggunakan anggota tubuhnya.59 Gerakan-

    gerakan mereka terlihat seimbang, luwes, dan cekatan. Mereka cepat menguasai

    tugas-tugas motorik halus dan secara artistik kemampuan menari dan menggerakkan

    tubuh mereka luwes dan lentur.

    Guru dapat memfasilitasi anak-anak yang memiliki kecerdasan ini dengan

    memberi kesempatan pada mereka untuk bergerak. Pembelajaran dirancang

    sedemikian rupa sehingga anak-anak leluasa bergerak dan memiliki peluang untuk

    mengaktualisasikan dirinya secara bebas. Pembelajaran dapat dilakukan di luar

    ruangan seperti di ataspapan titian, berjalan satu kaki, senam irama, merayap, dan

    lari jarak pendek.60 Permainan yang bermuatan akademis sangat membantu anak-

    anak menyalurkan kebutuhan mereka untuk bergerak. Rangsangan terhadap

    kecerdasan kinestetik membantu perkembangan dan pertumbuhan anak. Sesuai

    dengan sifat anak, yakni suka bergerak, proses belajar hendaklah memperhatikan

    kecenderungan ini. Anak-anak dengan kecenderungan kecerdasan ini belajar dengan

    menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang

    bersifat kinestetik dan dinamis. Mereka membutuhkan akses ke lapangan bermain,

    lapangan rintangan, kolam renang, dan ruang olah raga. Oleh karena itu, proses

    59 Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) , op.cit., hal. 4. 60 Sujiono. Yuliani .M & Bambang Sujiono., (2010) :Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak, PT

    Indeks, Jakarta, hal. 59.

  • pembelajaran yang menuntut konsentrasi anak dalam konteks pasif (duduk tenang di

    kelas) hendaklah dikurangi.

    Kecerdasan kinestetik dapat dirangsang melalui permainan-permainan yang

    memungkinkan anak dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya

    melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan karena ketika

    bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya.61

    Dengan meningkatnya kecerdasan kinestetik maka akan semakin memberi

    kemungkinan untuk terjadinya koordinasi antara kognitif dan tindakan gerak.

    Semakin sering ini dilakukan dengan pola yang terarah maka koordinasi tadi menjadi

    keselarasan antara pikiran dan perilaku anak itu sendiri.

    2.6. Manfaat Bermain Dalam Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik

    2.6.1. Bermain dan Manfaatnya

    Menurut Solehuddin bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang

    bersifat volunteer, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara instrinsik,

    menyenangkan, aktif dan fleksibel.62 Semakin kuat ciri-ciri tersebut muncul dalam

    sebuah kegiatan maka semakin jelas bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan

    bermain.

    Hal yang tidak dipungkiri bahwa bermain merupakan kegiatan yang tidak

    terpisahkan pada kehidupan anak. Bermain merupakan aktivitas utama anak ketika ia

    61 Ibid, hal. 36. 62 Solehuddin. M., (1997) :Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah, IKIP, Bandung, hal. 77.

  • dalam keadaan terjaga, sebab melalui bermainlah anak belajar berbagai hal,

    memahami kehidupan dan mengumpulan informasi mengenai sesuatu. Sehingga

    dalam pendidikan anak, bermain merupakan alat belajar utama dalam mencapai

    tujuan pendidikan anak. Selain itu, bermain mempunyai multi fungsi dalam

    perkembangan dan pertumbuhan anak. Salah satu tujuan bermain seperti diuraikan

    Solehuddin adalah mengembangkan keterampilan-keterampilan motoriknya. Sebab

    dalam bermain biasanya mendorong anak untuk bergerak, seperti melompat, berlari,

    menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Wiyani menyebut bahwa bentuk

    permainan itu ada seperti bentuk permainan fungsional yang merupakan dasar

    kecerdasan kinestetik dengan melakukan gerakan otot berulang-ulang.63 Kemudian

    permainan konstruktif yang melatih keterampilan motorik halus dengan kegiatan

    menggambar atau melukis. Syamsuddin lebih tegas mengatakan bahwa ketika

    bermain seorang anak sedang belajar atau mengeksplorasi sesuatu, baik itu

    mengeksplorasi dirinya maupun sesuatu.64 Oleh karena itu bermain pada masa anak-

    anak merupakan sesuatu hal yang menyenangkan dan sekaligus saat yang bagus

    sekali untuk belajar. Tujuan kegiatan bermain adalah membantu meletakkan dasar ke

    arah perkembangan sikap pengetahuan, ketrampilan dan kreativitas yang diperlukan

    63 Wiyani. Novan., (2002) : Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain,Direktorat

    Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, hal. 56. 64 Syamsudin. Haeriah., (2014) : Brain Game untuk Balita, Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta,

    hal. 4.

  • oleh anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan

    dan perkembangan pada tahapberikutnya.65

    Landreth, mendefinisikan terapi bermain sebagai hubungan interpersonal yang

    dinamis antara anak dengan terapis. Hubungan itu terlatih dalam prosedur terapi

    bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih dan memfasilitasi

    perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk sepenuhnya

    mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran, pengalaman, dan

    perilakunya) melalui media bermain.66

    Gheart & Leovitt berpendapat bahwa bermain juga memegang peranan untuk

    mengembangkan kemampuan intelektual, khususnya merangsang perkembangan

    kognitif, membangun struktur kognitif, belajar memecahkan masalah, rasa kompetisi

    dan percaya diri, menetralisir emosi negatif, menyelesaikan konflik, menyalurkan

    agresivitas secara aman dan mengembangkan konsep diri secara realistik.67 Secara

    fisik, bermain juga mematangkan kecakapan motorik kasar dan halus, keterampilan

    jari jemari, serta koordinasi mata dan tangan. Kepekaan penginderaan juga

    berkembang, menguasai keterampilan motorik dan menyalurkan energi fisik.

    Pengembangan imajinasi dan kreativitas juga berkembang melalui aktivitas bermain.

    65 Sujiono. Yuliani .M & Bambang Sujiono., (2010) , op.cit., hal. 19 66 Academia : Terapi Bermain Anak, www.academia.edu/6573544/TerapiBermainAnak 67Gheart & Leovitt, (1985), Bermain Aktif, Jurna Psikologi Unair hal. 99.

    http://www.academia.edu/6573544/TerapiBermainAnak

  • Dari beberapa pendapat para ahli diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan

    bermain berperan untuk mengembangkan kemampuan fisik, intelektual, sosial dan

    emosional. Kegiatan ini sangat membantu dalam mengembangkan kemampuan anak

    autis. Dengan bermain kemampuan fisik anak autis diharapkan dapat dicapai secara

    maksimal.Bermain merupakan metode yang paling efektif untuk mematangkan

    perkembangan anak.68 Bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam

    periode perkembangan diri anak. Kegiatan bermain mempengaruhi perkembangan

    keenam aspek perkembangan anak, yaitu aspek kesadaran diri, emosional, sosial,

    komunikasi, kognisi dan keterampilan motorik.69

    Aktivitas-aktivitas di kelas yang diprakarsai dan dirancang guru dapat

    dikatakan menggunakan metode bermain apabila menyediakan berbagai pilihan bagi

    anak, menyenangkan, dan ada interaksi di antara anak. Sementara bagi guru, suatu

    kegiatan dapat dikatakan bermain apabila mengandung unsur eksplorasi,

    eksperimentasi, penemuan dan evaluasi.

    2.6.2. Bentuk-bentuk Permainan Yang Mendorong Kecerdasan Kinestetik

    Dalam dunia anak, proses pembelajaran merupakan kegiatan yang terpadu

    dengan tujuan yang integral pula. Artinya, guru tidak akan dapat memisahkan

    kegiatan-kegiatan secara spesifik, sebab tujuan-tujuan dalam satu kegiatan pun sangat

    68Indriana, Yeniar, (2008)Gorontologi & Progeria, Yogyakarata Pustaka Pelajar, hal.23. 69Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

    Merill Prentice Hall, New Jersey, hal. 76.

  • beragam, baik untuk mendorong perkembangan kognitif, emosi, maupun

    perkembangan motoriknya. Oleh karena itu, spesifikasi yang dilakukan dalam tesis

    ini hanyalah untuk memberi fokus yang lebih jelas terhadap masalah yang dikaji,

    sehingga pada hakikatnya satu permainan tidaklah hanya mempunyai satu tujuan

    perkembangan tetapi dapat pula mencakup tujuan perkembangan anak lainnya.

    Berikut beberapa bentuk permainan yang mampu meningkatkan keterampilan

    motorik anak, sehingga secara langsung maupun tidak langsung mampu merangsang

    kecerdasan kinestetik (tubuh) sebagaimana yang diungkapkan dalam teori Howard

    Gardner mengenai kecerdasan ganda.70

    1. Bermain Basket

    Tujuan permainan ini adalah memberikan kesempatan bagi anak-anak berlatih

    koordinasi mata dengan tangan. Dalam permainan ini anak dan tutor sama-sama

    aktif.

    Cara permainan:

    Hamparkan selembar kertas Koran di atas lantai sebagai titik pinalti atau

    pijakan anak dalam melempar. Dorong anak untuk melempar bola ke

    dalam “ring” dari titik pinalti tersebut.

    Buatlah bulatan dengan tangan (tutor) sebagai “ring”nya, kemudian

    tutor boleh bergerak, misalnya memutari anak, untuk melatih anak

    mengkoordinasikan pengamatannya.

    70

    Gardner. Howard.,(1993) : Frames Of Mind The Theory of Multiple Intelligences, Tenth-

    Anniversary Edition, Basic Books A Member of The Perseus Books Group, New York, hal.

  • Apabila anak merasakan kesulitan dalam memasukan bola ke dalam

    “ring”, gerakkan “ring” ke arah bola dengan sengaja sehingga bola

    masuk dan anak tidak menjadi frustasi.

    2. Bisbol Bola

    Tujuan permainan ini adalah supaya anak belajar tentang proses di dalam

    melakukan suatu gerakan. Dimulai dengan mata yang menatap kearah obyek,

    otak memerintahkan tangan untuk memukul, sampai tangan melaksanakan

    perintah tersebut.

    Cara permainan:

    Buatlah pemukul dari kertas koran yang digulung, atau benda lain yang

    tidak berbahaya. Jangan gunakan pemukul dari bahan-bahan keras

    seperti kayu, besi atau jenis lainnya.

    Berikan alat pemukul tersebut kepada anak yang harus digunakan untuk

    memukul balon yang terbang bergerak pelan.

    Jumlah balon disesuaikan dengan jumlah anak, dalam satu kali

    permainan, jumlah pemain jangan terlalu banyak supaya anak dapat

    bergerak dengan lebih bebas.

    3. Balapan unik

    Tujuan dari bentuk permainan fisik ini adalah agar anak-anak belajar

    mengendalikan tubuhnya untuk melakukan gerakan dengan cara tertentu. Selain

  • itu, mereka juga belajar mengatur dan memperkuat keseimbangannya dalam

    melakukan gerakan yang tidak biasa.

    Cara permainan:

    Diharapkan beberapa anak (misalnya 3-5 orang) untuk melakukan

    balapan dengan berjalan menggunakan bagian telapak kaki kaki bagian

    belakang sampai ke garis finish.

    Balapan juga dapat menggunakan alat tubuh lainnya, seperti berjalan

    memakai tumit, jongkok, balapan mundur, berjalan kepiting (berjalan

    menyamping) melompat satu kaki, melompat mundur, atau berjalan

    sambil berpegangan tangan.