BAB II LANDASAN TEORI -...

21
12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perencanaan Program Bimbingan & Konseling Perencanaan program BK memberikan manfaat yang penting bagi kelangsungan program (Nurihsan & Sudianto, 2005). Pertama, adanya kejelasan arah pelaksanaan program. Kedua, mempermudah pengontrolan dan pengevaluasian kegiatan bimbingan. Ketiga, terlaksananya program BK yang lancar, efektif, dan efisien. Program BK yang disusun tanpa ada perencanaan akan berbahaya bagi pelaksanaan dan hasil program BK itu sendiri. Dengan tidak adanya perencanaan, hasil program yang diharapkan juga tidak bisa ditetapkan dan diukur. Alokasi waktu, biaya, sumber, dan kegiatan pendukung tidak akan bisa dikendalikan efisiensi dan efektivitasnya. Fatalnya, kebutuhan siswa yang harus diakomodasi agar perkembangan kepribadian mereka berkembang dengan baik dapat tidak terakomodasi dalam program BK karena tanpa didahului perencanaan. Gysbers & Henderson (2006) menjelaskan bahwa perencanaan program BK merupakan sebuah proses asesmen terhadap program BK yang ada saat ini dengan cara mengkaji program dari berbagai sudut. Asesmen ini merupakan suatu proses untuk memperoleh gambaran yang konkret dan detail mengenai program. Dengan menilai program yang ada, guru BK akan mampu

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

12

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Perencanaan Program Bimbingan &

Konseling

Perencanaan program BK memberikan manfaat yang

penting bagi kelangsungan program (Nurihsan & Sudianto,

2005). Pertama, adanya kejelasan arah pelaksanaan

program. Kedua, mempermudah pengontrolan dan

pengevaluasian kegiatan bimbingan. Ketiga, terlaksananya

program BK yang lancar, efektif, dan efisien. Program BK

yang disusun tanpa ada perencanaan akan berbahaya bagi

pelaksanaan dan hasil program BK itu sendiri. Dengan

tidak adanya perencanaan, hasil program yang diharapkan

juga tidak bisa ditetapkan dan diukur. Alokasi waktu,

biaya, sumber, dan kegiatan pendukung tidak akan bisa

dikendalikan efisiensi dan efektivitasnya. Fatalnya,

kebutuhan siswa yang harus diakomodasi agar

perkembangan kepribadian mereka berkembang dengan

baik dapat tidak terakomodasi dalam program BK karena

tanpa didahului perencanaan.

Gysbers & Henderson (2006) menjelaskan bahwa

perencanaan program BK merupakan sebuah proses

asesmen terhadap program BK yang ada saat ini dengan

cara mengkaji program dari berbagai sudut. Asesmen ini

merupakan suatu proses untuk memperoleh gambaran

yang konkret dan detail mengenai program. Dengan

menilai program yang ada, guru BK akan mampu

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

13

menentukan apa yang benar-benar dibutuhkan dalam

menyusun sebuah program BK.

Terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan

dalam melakukan perencanaan program BK. Pertama,

mengumpulkan informasi mengenai siswa dan komunitas.

Kedua, mengidentifikasi keberadaan dan penggunaan

sumber yang ada. Ketiga, mempelajari penyampaian

program BK yang ada. Keempat, mengumpulkan persepsi

mengenai program (Gysbers & Henderson, 2006).

2.1.1 Mengumpulkan informasi mengenai siswa

dan komunitas

Informasi mengenai siswa berupa apa yang

mereka ketahui, mereka pelajari, dan mereka

butuhkan. Informasi komunitas yang dimaksud

adalah konteks dimana siswa tinggal seperti

etnisitas, bahasa, status sosio-ekonomi, dan latar

belakang keluarga. Informasi siswa dan komunitas

penting untuk menentukan tujuan layanan BK. Ini

merupakan langkah awal dalam menyusun program

BK. Kebutuhan siswa dalam program BK adalah

pencapaian tugas perkembangan dan pemberian

bantuan terhadap masalah siswa (Badrujaman,

2011). Tugas perkembangan siswa berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan psikologi dan sosial

siswa.

Pada usia siswa SLTA, sekitar 16-18 tahun,

tergolong sebagai remaja akhir (Berk, 2012) sehingga

tugas perkembangan siswa SLTA berhubungan erat

dengan permasalahan yang dihadapi remaja pada

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

14

umumnya. Salah satu contoh tugas perkembangan

pada periode usia ini adalah menerima keadaan fisik

sendiri. Setiap individu pada periode usia ini harus

belajar untuk melaksanakan tugas perkembangan

tersebut. Misalnya anak remaja dengan tubuh

pendek, ia harus belajar untuk menerima keadaaan

fisik tersebut. Jika ia tidak mampu atau gagal, ia

akan merasa tidak bahagia.

2.1.2 Mengidentifikasi keberadaan dan

penggunaan sumber yang ada

Terdapat tiga sumber yang seharusnya ada

dalam program bimbingan, yaitu sumber berupa

personel, keuangan, dan kebijakan.

a. Personel

Pada dasarnya personel BK yang

dimaksud adalah administrator BK dan

konselor itu sendiri tetapi di Indonesia yang

umum menjadi personel BK adalah guru BK.

Untuk menjadi guru BK yang profesional

terdapat beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi. Menurut Permendiknas No. 27

Tahun 2008, seorang konselor sekolah harus

minimal merupakan lulusan Program Strata 1

Studi Bimbingan & Konseling atau peserta

program Pendidikan Profesi Konselor dari

perguruan tinggi penyelenggara program

pengadaan tenaga kependidikan yang

terakreditasi. Dalam SK Bersama Menteri

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

15

Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan

Administrasi Kepegawaian Negara No.

04331/P/1993 dan No. 25/1993,

perbandingan konselor sekolah dan jumlah

siswa di setiap sekolah adalah 1:150 atau tidak

lebih dari 250 tiap tahun. Hasil penelitian di

SLTA di Missouri menunjukkan bahwa rasio

guru BK : siswa yang memadai menghasilkan

lulusan yang lebih baik dan menurunkan

pelanggaran kedisiplinan di kalangan siswa

(Lapan et al, 2012 ).

Seorang guru BK juga harus memenuhi

empat standar kompetensi, yaitu kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus

(1) Menguasai teori dan praksis pendidikan, (2)

Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan

psikologis serta perilaku konseli, dan (3)

Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan

konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang

satuan pendidikan. Dalam kompetensi

kepribadian, guru BK harus mampu (1)

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, (2) Menghargai dan menjunjung

tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas

dan kebebasan memilih, (3) Menunjukkan

integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat,

dan (4) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

16

Dalam kompetensi sosial, seorang guru

BK dharapkan mampu (1)

Mengimplementasikan kolaborasi intern di

tempat bekerja, (2) Berperan dalam organisasi

dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling,

dan (3) Mengimplementasikan kolaborasi

antarprofesi. Sejalan dengan pemikiran

Gysbers & Henderson (2006) bahwa seorang

guru BK haruslah seorang yang profesional

dan bersertifikat, kompetensi profesional

memberikan tuntutan yang paling banyak

dibanding dengan tiga kompetensi lainnya.

Guru BK harus mampu (1) Menguasai konsep

dan praksis asesmen untuk memahami

kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, (2)

Menguasai kerangka teoretik dan praksis

bimbingan dan konseling, (3) Merancang

program Bimbingan dan Konseling, (4)

Mengimplementasikan program Bimbingan

dan Konseling yang komprehensif, (5) Menilai

proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan

Konseling, (6) Memiliki kesadaran dan

komitmen terhadap etika profesional, dan (7)

Menguasai konsep dan praksis penelitian

dalam bimbingan dan konseling.

Pada kenyataan di lapangan, kompetensi

profesional ini menjadi hambatan terbesar

dalam melaksanakan program BK sekolah

(Winkel & Hastuti, 2004). Guru BK lebih

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

17

sering dianggap sebagai polisi sekolah

dibandingkan sebagai pembimbing karena

lebih sering bersikap pasif dengan hanya

menunggu siswa datang atau staf lain

memberikan tugas.

b. Keuangan

Pada praktiknya, anggaran untuk

program BK masih minim padahal sumber

keuangan ini akan memperlancar pelaksanaan

program. Kebanyakan konselor tidak memiliki

anggaran yang baik untuk program BK

(Schimdt dalam Badrujaman, 2011). Salah

satu alasan tidak terlaksananya evaluasi

program adalah karena terkendala anggaran

yang tidak mencukupi (Shertzer & Stone,

1981).

Kategori sumber keuangan meliputi

anggaran, material, perlengkapan, dan

fasilitas. Anggaran keuangan digunakan

antara lain untuk penyediaan media

bimbingan, seperti CD, buku, film, dan

penyediaan tes standar. Jika media tidak

dapat tersedia akibatnya kegiatan bimbingan

tidak akan bervariasi, guru BK akan lebih

banyak melakukan ceramah dibanding

kegiatan-kegiatan yang lebih mendukung

lainnya. Kegiatan evaluasi yang tertunda atau

bahkan tidak terlaksana akan mengakibatkan

minimnya perbaikan dalam program. Strategi

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

18

yang sudah dipersiapkan tidak akan

terlaksana tanpa adanya dukungan anggaran

keuangan.

c. Politik

Sumber politik yang dimaksud meliputi

kebijakan dari dinas pendidikan lokal dan

nasional, sekolah, dan standar dari asosiasi

BK. Contohnya adalah dukungan berupa

pemberian jam bimbingan klasikal terjadwal

dan pemberian ijin melakukan kegiatan

bimbingan dari kepala sekolah atau

diterbitkannya peraturan dari dinas

pendidikan atau menteri mengenai

pelaksanaan BK di sekolah.

Sebaiknya waktu yang disediakan bagi

konselor adalah delapan jam perhari. Waktu

tersebut dimaksudkan agar konselor bisa

menyediakan waktu sesudah jam pelajaran

sekolah usai. Kegiatan bimbingan dapat

dilakukan di dalam atau di luar jam pelajaran

tetapi kegiatan di luar jam pelajaran sebanyak-

banyaknya 50% dari keseluruhan kegiatan

bimbingan. Artinya, kegiatan bimbingan harus

lebih banyak dilakukan di dalam jam pelajaran

sekolah.

Dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling SMP dan SMA,

menyebutkan jam kerja guru BK adalah 18 jam

seminggu dengan rincian 12 jam untuk

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

19

kegiatan pendukung dan 6 jam untuk kegiatan

evaluasi.

2.1.3 Mempelajari penyampaian program BK yang

ada

Ada beberapa hal penting yang harus

diidentifikasi untuk mengetahui deskripsi mengenai

penyampaian program BK, yaitu:

a. aktivitas BK saat ini yang meliputi layanan dasar,

layanan responsif, perencanaan individu, dan

dukungan sistem

b. bagaimana kompetensi guru BK digunakan

c. siapa saja yang dilayani dalam program BK

d. hasil program sampai dengan saat ini

e. bagaimana guru BK menggunakan waktu mereka

f. jumlah siswa dan klien lain yang saat ini dilayani

g. jumlah siswa dan klien lain yang dilayani oleh sub

kelompok

h. jumlah siswa yang mencapai hasil yang

diharapkan sampai dengan saat ini.

2.1.4 Mengumpulkan persepsi mengenai program

Pendapat orang tua, guru, kepala sekolah, dan

siswa mengenai program BK merupakan informasi

yang sangat penting. Apa yang mereka pikirkan

mengenai program BK akan bermanfaat bagi guru

BK untuk mengetahui apa yang sudah tepat atau

apa yang perlu diperbaiki dan diubah mengenai

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

20

program BK. Persepsi mereka bisa diperoleh melalui

wawancara atau menyebarkan kuesioner.

2.2 Evaluasi Perencanaan Program Bimbingan &

Konseling

Evaluasi program merupakan sebuah metode yang

sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan

memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar

mengenai sebuah program (Wirawan, 2011). Evaluator

melakukan kegiatan evaluasi melalui prosedur atau

tahapan tertentu dalam mengumpulkan data. Prosedur

atau tahapan dimulai dari menentukan tujuan evaluasi

diikuti dengan memilih desain evaluasi, menentukan

instrumen dan teknik analisis evaluasi, dan diakhiri

dengan melaporkan hasil evaluasi. Prosedur tersebut

dilakukan berurutan, tidak dengan cara bebas

menentukan tahap mana terlebih dahulu yang ingin

dilakukan.

Evaluasi program Bimbingan & Konseling (BK)

merupakan sebuah proses pemberian penilaian terhadap

keberhargaan dan keberhasilan program BK yang

dilaksanakan melalui pengumpulan, pengolahan, dan

analisis data yang akan dijadikan dasar untuk membuat

keputusan (Badrujaman, 2011). Tujuan dilaksanakannya

evaluasi program BK adalah untuk memperbaiki praktik

penyelenggaraan program BK dan untuk meningkatkan

akuntabilitas program di mata stakeholder sekolah.

Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui kelebihan dan

kekurangan program. Ketika kelebihan dan kekurangan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

21

program dapat terdeteksi, program akan bisa

dikembangkan. Perbaikan dan pengembangan program

akan meningkatkan kepercayaan stakeholder. Program

yang akuntabel dapat memberikan informasi yang

memadai mengapa sebuah program dapat atau tidak dapat

dilaksanakan. Informasi akurat tersebut hanya bisa

disampaikan jika ada pelaksanaan evaluasi.

Berdasarkan pandangan mengenai evaluasi program

dan perencanaan program BK, maka evaluasi perencanaan

program BK dapat disimpulkan sebagai sebuah kegiatan

mengumpulkan dan menganalisis data mengenai

gambaran yang konkret dan detail tentang program BK

yang ada sehingga informasi yang diperoleh dapat

digunakan untuk membuat keputusan. Sebelum

perencanaan program BK dilaksanakan, harus ada

keterlibatan pihak lain selain guru BK yang memberikan

penilaian, seperti kepala sekolah, guru dan staf.

Keterlibatan ini akan menjadikan program BK sebagai

program yang familiar dan tidak hanya menjadi milik staf

BK karena pada pelaksanaannya, program BK akan

melibatkan semua warga sekolah (Gysbers & Henderson,

2006).

2.3 Program Bimbingan & Konseling Komprehensif

Program Bimbingan dan Konseling merupakan

program yang komprehensif karena menyediakan

serangkaian aktivitas dan layanan beragam yang

melibatkan tim dan bersifat developmental. Program

dilaksanakan dengan terencana dan sistematis untuk

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

22

mendampingi/membimbing perkembangan akademis,

karier, personal, dan sosial siswa. Untuk dapat

melaksanakan program BK dengan baik maka keterlibatan

seluruh warga sekolah sangat diperlukan. Guru BK tidak

bekerja sendiri dalam merencanakan dan melaksanakan

program BK, mereka bekerja sama dengan guru BK yang

lain, seluruh staf sekolah, orang tua, dan bahkan anggota

masyarakat.

Program BK Komprehensif memiliki empat elemen,

seperti yang tergambar di bawah ini:

Gambar 2.1

Elemen Program BK Komprehensif

Sumber: Gysbers & Henderson, 2006

Elemen pertama adalah Konten/Isi Program. Elemen ini

berisikan kompetensi atau standar siswa yang disesuaikan

dengan tujuan sekolah. Elemen ini mendeskripsikan apa

yang seharusnya siswa peroleh, ketrampilan apa yang

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

23

seharusnya siswa kembangkan, dan sikap apa yang

seharusnya terbentuk pada diri siswa setelah

berpartisipasi dalam keseluruhan program BK. standar

dan kompetensi siswa harus meliputi bidang akademik,

karier, pribadi, dan sosial siswa.

Elemen kedua adalah kerangka organisasi: struktur,

kegiatan, dan waktu. Komponen struktural meliputi

definisi, asumsi, dan rasionalisasi. Definisi yang dimaksud

adalah definisi tentang program BK menurut

daerah/sekolah tertentu. Program BK antara satu sekolah

dengan sekolah yang lain berbeda, untuk itu tiap

sekolah/daerah seharusnya memiliki definisi tersendiri

mengenai program mereka masing-masing. Asumsi

merupakan pernyataan-pernyataan mengenai kondisi

tertentu dari siswa, staf, dan program terkini. Contoh

asumsi mengenai siswa adalah bahwa setiap siswa di

sekolah kami memiliki akses yang merata terhadap

program BK; asumsi mengenai staf adalah guru BK yang

profesional sangat penting bagi sekolah; dan asumsi

mengenai program adalah tujuan penting dari program BK

adalah untuk membantu siswa sukses dalam bidang

akademis. Rasionalisasi fokus pada alasan-alasan

mengapa siswa perlu memperoleh kompetensi BK dan

memiliki akses terhadap bimbingan yang disediakan dari

program.

Komponen program terdiri dari empat hal, yaitu

layanan dasar, perencanaan individu, layanan responsif,

dan dukungan sistem. Layanan Dasar terdiri dari

kompetensi siswa yang ditetapkan sesuai dengan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

24

kebutuhan siswa dan kegiatan yang terstruktur yang dapat

dilaksanakan di dalam kelas ataupun di lingkungan

sekolah (di luar kelas). Perencanaan Individual

menyediakan kegiatan dan layanan BK untuk membimbing

semua siswa dalam merencanakan, memonitor, dan

mengelola perkembangan akademik, karier, personal, dan

sosial siswa. Perencanaan Individual diimplementasikan

melalui strategi penilaian individual, konseling individual,

perencanaan peralihan, dan tindak lanjut.

Layanan Responsif bertujuan untuk bekerja sama

dengan siswa yang permasalahan pribadinya mengancam

perkembangan pendidikan, karier, personal, dan pribadi

mereka. Permasalahan pribadi yang dimaksud misalnya

kekerasan dalam rumah tangga, kemungkinan drop-out,

tertekan, penggunaan zat-zat berbahaya, dan lain-lain.

Ada empat strategi dalam pelaksanaan layanan responsif,

yaitu konseling individu, konseling kelompok kecil,

konsultasi, dan referral. Referral merupakan kegiatan alih

tangan dari guru BK kepada pihak-pihak yang lebih ahli

jika permasalahan siswa dianggap membutuhkan layanan

yang lebih. Dukungan Sistem terdiri dari kegiatan

manajemen yang membangun, merawat, dan

mengembangkan program BK. Kegiatan manajemen

tersebut meliputi penelitian dan pengembangan,

pengembangan profesional, hubungan masyarakat, dewan

penasihat/komite, komunitas, manajemen program, dan

tanggung jawab berbagi tugas. Dukungan sistem ini akan

membantu ketiga komponen lainnya bekerja secara efektif.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

25

Komponen alokasi waktu menyajikan alokasi waktu

yang disarankan untuk didistribusikan oleh guru BK

dalam menjalankan komponen program. Untuk program

BK SLTA, disarankan 15-25 % waktu guru digunakan

untuk layanan dasar, 25-35% digunakan untuk

perencanaan individu, 25-35 % digunakan untuk layanan

responsif, dan 10-15% digunakan untuk dukungan sistem.

Distribusi waktu tersebut seharusnya berdampak pada

semakin minimnya kegiatan yang dilakukan oleh guru BK

yang merupakan kegiatan non-BK. alokasi waktu tersebut

tidak bersifat mengikat tetapi disesuaikan dengan situasi

dan kondisi di sekolah masing-masing. Elemen yang

ketiga adalah elemen sumber. Elemen sumber meliputi

sumber personel yang fokus pada kompetensi guru BK dan

staf; sumber keuangan yang mengatur alokasi anggaran

program BK; dan sumber politik yang berisikan kebijakan

dari sekolah atau dinas pendidikan.

Elemen yang keempat adalah pengembangan,

manajemen, dan akuntabilitas. Elemen ini berfokus pada

kegiatan manajemen program BK yang dimulai dari

perencanaan, desain, pelaksanaan, evaluasi, dan

pengembangan program. Kegiatan manajemen ini

merupakan serangkaian fase yang tidak terputus. Ketika

program telah dievaluasi, diharapkan ada pengembangan

program berdasarkan dari hasil evaluasi dan dalam

pengembangan program ini dibutuhkan lagi kegiatan

perencanaan. Serangkaian tugas manajemen tersebut

merupakan tuntutan akuntabilitas program yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

26

berdampak pada perkembangan akademik, karier, pribadi,

dan sosial siswa.

2.4 Alasan Tidak Dilaksanakannya Evaluasi Program

Bimbingan & Konseling

Evaluasi merupakan kegiatan yang masih tidak

umum di kalangan guru BK (Badrujaman, 2011; Cheramie

& Sutter dalam Brown & Trusty, 1993) karena guru BK

jarang, bahkan tidak pernah, melakukan evaluasi terhadap

programnya. Shertzer & Stone (1981) mengemukakan

tujuh kesulitan yang dihadapi guru BK dalam

mengevaluasi program BK:

a. Kekurangan waktu

Guru BK merasa kekurangan waktu sehingga tidak

sempat melakukan evaluasi, alasan ini dikemukakan oleh

Trevisan & Hubert dalam Brown & Trusty (2005). Evaluasi

yang mungkin bisa dilakukan adalah evaluasi non formal

yang biasanya tidak akurat. Tekanan dalam

melaksanakan tugas-tugas yang ada membuat guru BK

mengabaikan kegiatan evaluasi (Gysbers & Henderson,

2006). Guru BK terlibat hampir di semua aspek

operasional sekolah (Murray, 1995). Hal ini diperburuk

dengan guru BK yang terkadang kurang menyadari siapa

mereka, apa yang harus mereka lakukan di sekolah, dan

seperti apa kebutuhan sekolah terhadap mereka (Gray &

McCollum, 2003).

Tugas pokok guru BK adalah di area pengembangan

diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi,

bakat, minat, dan kepribadian mereka (Dirjen Peningkatan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

27

Mutu Pendidik & Tenaga Kependidikan, 2009). Guru BK

membantu perkembangan pendidikan, karier, personal,

dan sosial siswa yang dilayani dalam layanan orientasi,

informasi, penempatan & penyaluran, penguasaan konten,

konseling perorangan/kelompok, bimbingan

perorangan/kelompok, konsultasi, dan mediasi. Tetapi

kebanyakan kerangka organisasi (sekolah) menempatkan

BK sekolah sebagai tempat layanan dengan sederet daftar

tugas sehingga sering terjadi guru BK menerima tugas-

tugas yang bukan tugas BK karena tugas-tugas tersebut

dianggap sebagai pelayanan kepada seseorang, seperti

melayani pendaftaran siswa baru atau mengatur

perubahan jadwal.

Gysbers & Henderson (2006) menyarankan

prosentase pendistribusian waktu bagi guru BK dalam

melaksanakan program sebagai berikut: 15% - 25% untuk

kurikulum bimbingan, 25% – 35% untuk perencanaan

individu, 25% - 35% untuk layanan responsif, 15% - 20%

untuk dukungan sistem, dan 0% untuk kegiatan dan

layanan non bimbingan. Artinya, guru BK seharusnya

sesedikit mungkin melaksanakan tugas-tugas yang berada

di luar area bimbingan dan konseling.

b. Kurangnya pelatihan mengenai penelitian dan

evaluasi

Guru BK memiliki pengetahuan yang rendah

mengenai evaluasi. Pengetahuan tentang instrumen dan

metode evaluasi juga sangat minim. Sebagian guru BK

sama sekali tidak mengetahui bahwa terdapat bermacam-

macam instrumen yang dapat dimanfaatkan untuk

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

28

melakukan evaluasi. Instrumen tersebut dapat diperoleh

dengan membuat sendiri atau mengadaptasi dari

instrumen-instrumen yang sudah ada untuk disesuaikan

dengan kebutuhan sekolah (Gysbers & Henderson, 2006).

Rendahnya pengetahuan guru BK mengenai instrumen

evaluasi ini semakin menguat dengan tidak tersedianya

training bagi mereka. Guru BK bukannya tidak bersedia

mengevaluasi, mereka menunjukkan minat untuk

mengevaluasi program mereka secara formal dan detail

tetapi mereka membutuhkan pelatihan mengenai prosedur

evaluasi program (Astramovich, Coker, Hoskins, 2005).

c. Perilaku manusia tidak mudah diukur

Instrumen dan metode pengukuran pada area

personaliti, sikap, dan motivasi seringkali mengalami

hambatan. Hasil yang dicapai dari bimbingan kepada

siswa tidak dapat didefinisikan atau diukur secara tepat

karena berhubungan dengan perkembangan kepribadian

sehingga instrumen yang tepat atau setidaknya mendekati

ketepatan kurang dipahami guru BK. Evaluator

membutuhkan teknik atau alat yang mampu membuat

mereka tidak subyektif dalam mengevaluasi.

d. Terbatasnya data sekolah tentang siswa untuk

kepentingan evaluasi

Santoadi (2010) mengatakan ada dua macam data

yang penting untuk dijadikan dasar mengidentifikasi

kebutuhan siswa, yaitu (1) data personal, seperti berbagai

macam kemampuan diri (intelegensi, bakat, prestasi),

riwayat pendidikan, kepribadian, aspirasi karier, hobi, dan

catatan kesehatan) dan (2) data latar belakang sosial

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

29

budaya, seperti etnisitas, keluarga asal, dan komunitas

asal. Data-data tersebut penting untuk dimiliki sejak awal

siswa masuk sekolah karena akan sangat berguna ketika

evaluasi program BK dilaksanakan. Selain itu, setiap guru

BK harus mampu menunjukkan data yang konkret dan

dapat diukur mengenai hasil kerja mereka dengan siswa

sehingga stakeholder bisa melihat dengan jelas pentingnya

berpartisipasi dalam program BK (Dahir & Stone, 2003).

Sayangnya data mengenai siswa yang dikumpulkan

oleh sekolah biasanya hanya bersifat administratif,

berbeda dengan data yang dikumpulkan untuk keperluan

evaluasi. Hal ini menyebabkan kesulitan saat melakukan

evaluasi yang valid dan reliabel.

e. Dana

Masih menjadi anggapan umum bahwa riset,

termasuk di antaranya evaluasi, merupakan hal yang

mewah dan membutuhkan banyak dana, sehingga

anggaran untuk melakukan evaluasi program seringkali

ditiadakan. Administrator sekolah juga tidak cukup

memiliki keyakinan mengenai nilai dari hasil evaluasi

sehingga alokasi dana lebih sering digunakan untuk hal

lain.

f. Kesulitan menemukan kelompok kontrol

Penelitian eksperimental membutuhkan kelompok

kontrol dan kelompok ini sulit ditentukan karena harus

memiliki kesamaan kemampuan, usia, tingkat, prestasi,

jenis kelamin, latar belakang sosial-ekonomi, dan lain-lain.

Sehubungan dengan permasalahan ini, penelitian

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

30

longitudinal menjadi alternatif yang lebih akurat meskipun

akan lebih menguras dana dan waktu.

g. Kesulitan menentukan kriteria

Kriteria adalah standar yang dipilih untuk tujuan

perbandingan untuk menentukan jika terjadi perubahan.

Kriteria yang menjadi patokan dalam mengevaluasi masih

bersifat subyektif, dalam arti masih berupa pendapat dan

penafsiran pembimbing (Winkel & Hastuti, 2004).

Menentukan standar siswa dalam program BK harus

mempertimbangkan pengetahuan apa yang seharusnya

siswa peroleh, ketrampilan apa yang seharusnya siswa

kembangkan, dan sikap apa yang seharusnya terbentuk

pada siswa setelah berpartisipasi dalam program BK

(Gysbers & Henderson, 2006). Karena pada akhir program

standar siswa harus diukur tingkat pencapaiannya, maka

standar sejak awal harus dirancang sedemikian sehingga

bisa diukur pada akhirnya, tanpa lepas dari visi, misi, dan

tujuan program BK itu sendiri.

Badrujaman (2011) menyampaikan bahwa tiga hal

yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi perencanaan

program BK adalah tujuan program, strategi untuk

mencapai tujuan, dan sumber-sumber yang ada di

sekolah. Nurihsan & Sudianto (2005) juga mengemukakan

beberapa aspek kegiatan yang penting dilakukan dalam

perencanaan program BK, yaitu (1) analisis kebutuhan dan

permasalahan siswa, (2) penentuan tujuan program

layanan BK, (3) analisis situasi dan kondisi sekolah, (4)

penentuan jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan, (5)

penetapan metode dan teknik yang akan digunakan dalam

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

31

kegiatan, (6) penetapan personel yang akan melaksanakan

kegiatan, (7) persiapan fasilitas dan biaya, dan (8)

perkiraan tentang hambatan yang akan ditemui dan upaya

untuk mengatasi hambatan tersebut. Berdasarkan kedua

pendapat tersebut di atas maka dari ketujuh alasan yang

dikemukakan oleh Shertzer & Stone mengapa evaluasi

program BK tidak terlaksana, terdapat dua alasan yang

tidak digunakan dalam penelitian ini, yaitu alasan c

(perilaku manusia tidak mudah diukur) dan alasan f

(kesulitan menemukan kelompok kontrol).

Ketujuh alasan yang dikemukakan oleh Shertzer &

Stone tersebut meliputi alasan tidak terlaksananya

evaluasi muai dari perencanaan, pelaksanaan hingga hasil.

Mengukur perilaku manusia dan kebutuhan akan

kelompok kontrol merupakan aspek yang lebih tepat jika

digunakan dalam evaluasi hasil program BK, bukan

perencanaan program BK. Karena ranah penelitian ini

hanya berada pada evaluasi perencanaan program BK

maka alasan c dan f tersebut tidak digunakan untuk

analisis data.

2.5 Penelitian yang Relevan

Moyer (2011) melakukan penelitian mengenai efek

kegiatan non-BK, supervisi, dan rasio guru BK : siswa

terhadap burnout yang dialami oleh guru BK. Penelitian ini

relevan karena meskipun variabel yang digunakan tidak

sama persis, peneliti menggunakan teknik analisis data

yang sama, yaitu analisis faktor, hanya saja Moyer

menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6047/2/T2_942011087_BAB II.pdf · Dalam kompetensi pedagogik, guru BK harus (1) Menguasai teori

32

sementara penulis menggunakan Exploratory Factor

Analysis (EFA). Asumsinya adalah bahwa burnout yang

dialami oleh guru BK dalam penelitian Moyer dapat

mengakibatkan guru BK tidak melaksanakan evaluasi

program BK. Karena menggunakan CFA maka Moyer

terlebih dahulu harus menyajikan variabel-variabel

prediktor, dan Moyer menggunakan variabel kegiatan non-

BK, supervisi, dan rasio guru BK : siswa. Dalam salah

satu item skala sikap, peneliti juga menggunakan kegiatan

non-BK sebagai instrumen untuk mengumpulkan data.

Untuk variabel kegiatan non-BK, responden diminta untuk

memberikan respon mengenai jumlah waktu dalam

seminggu yang mereka habiskan untuk melakukan

kegiatan non-BK. Untuk variabel supervisi, responden

diminta mengindikasikan berapa banyak kegiatan

supervisi dilakukan dalam sebulan dan untuk variabel

rasio guru BK:siswa, responden diminta melaporkan

berapa banyak siswa yang dibimbing oleh seorang guru

BK.

Hasil penelitian Moyer (2011) menunjukkan bahwa

kegiatan non-BK yang dilakukan oleh guru BK menjadi

faktor paling besar yang mempengaruhi burnout guru BK

dan diikuti oleh faktor supervisi. Hasil menunjukkan

bahwa semakin banyak guru BK melakukan kegiatan non-

BK, semakin tinggi tingkat burnout mereka dan semakin

sering supervisi dilakukan, semakin tinggi tingkat burnout

mereka.