BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter...

13
BAB II LANDASAN TEORI II.A Resilience II.A.1 Pengertian Resilience Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau trauma. Menurut Papalia,olds dan Feldman (2003) resilience adalah sikap ulet dan tahan banting yang dimiliki seseorang ketika dihadapkan dengan keadaan yang sulit. Menurut Grotberg (1999) resilience adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan hambatan.Resilience bukan merupakan suatu keajaiban, tidak hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilience dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan dalam hidupnya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa resilience adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan mengatasi rintangan, hambatan dan kesulitan dalam hidup sehingga individu tersebut menjadi lebih kuat. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A Resilience

II.A.1 Pengertian Resilience

Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan atau

trauma. Menurut Papalia,olds dan Feldman (2003) resilience adalah sikap ulet dan

tahan banting yang dimiliki seseorang ketika dihadapkan dengan keadaan yang

sulit.

Menurut Grotberg (1999) resilience adalah kemampuan manusia untuk

menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan

hambatan.Resilience bukan merupakan suatu keajaiban, tidak hanya ditemukan

pada sebagian manusia dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari sumber

yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilience

dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan

hambatan dalam hidupnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa resilience

adalah kemampuan manusia untuk menghadapi dan mengatasi rintangan,

hambatan dan kesulitan dalam hidup sehingga individu tersebut menjadi lebih

kuat.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

II.A.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resilience

Grotberg (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi

resilience pada seseorang yaitu :

a. Temperamen

Temperamen mempengaruhi bagaimana seorang individu bereaksi

terhadap rangsangan . Apakah seseorang tersebut bereaksi dengan sangat

cepat atau sangat lambat terhadap rangsangan ?. Temperamen dasar

seseorang mempengaruhi bagaimana individu menjadi seorang pengambil

resiko atau menjdi individu yang lebih berhati-hati.

b. Intelegensi

Banyak penelitian membuktikan bahwa intelegensi rata-rata atau rata-rata

bawah lebih penting dalam kemampuan resilience seseorang. Namun

penelitian yang dilakukan oleh Grotberg (1999) membuktikan bahwa

kemampuan resilience tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor melainkan

ditentukan oleh banyak faktor.

c. Budaya

Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang

berbeda dalam mempromosikan resilience.

d. Usia

Usia anak mempengaruhi dalam kemampuan resilience. Anak-anak yang

lebih muda (dibawah delapan tahun) lebih tergantung pada sumber-sumber

dari luar ( the “I Have “ factor). Anak-anak yang lebih tua (delapan tahun

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

keatas) lebih bergantung pada kemampuan dalam dirinya ( the “I Can”

factor

e. Gender

Perbedaan gender mempengaruhi dalam perkembangan resilience. Anak

perempuan lebih pada kemampuan mencari bantuan, berbagi perasaan dan

lebih sensitif pada orang lain. Anak laki-laki lebih pragmatik, berfokus

pada masalah dan hasil dari tindakan yang mereka lakukan.

II.A.3 Kemampuan-kemampuan Dasar Resilience

Shatte dan Reivich (2002) mengemukakan beberapa kemampuan yang bisa

mengungkap kemampuan resilience pada individu yaitu :

1. Emotion Regulation

Merupakan kemampuan untuk tetap tenang ketika berada di bawah

tekanan. Individu yang resilient menggunakan kemampuan pengaturan

emosi agar bisa mengontrol emosi, perhatian dan perilaku mereka. Self-

regulation sangat penting untuk membentuk hubungan yang intim,

berhasil di tempat kerja dan memiliki fisik yang sehat. Sebaliknya,

individu yang tidak dapat mengontrol emosi maka mereka sering merasa

kelelahan secara emosional dan menunjukkan ketidakmampuan untuk

mengatur emosi dan tidak mampu untuk membina hubungan dengan orang

lain.

2. Impulse Control

Impulse Control adalah kemampuan untuk mengendalikan mengendalikan

dorongan-dorongan primitif yang ada dalam diri individu dan lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

mengutamakan pikiran-pikiran yang rasional. Ketidakamampuan untuk

menahan dorongan-dorongan bisa melibatkan pemikiran dan tindakan

yang salah.

3. Optimisme

Individu yang resilient adalah individu yang optimis. Mereka percaya

bahwa segala sesuatu bisa berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki

harapan untuk masa depan dan percaya bahwa mereka bisa mengatur

kehidupan mereka. Bila dibandingkan dengan individu yang pesimis,

orang-orang yang optimis secara fisik lebih sehat, tidak mudah mengalami

depresi dan lebih produktif di tempat kerja. Optimisme adalah suatu

keyakinan bahwa setiap bisa diatasi.

4. Causal Analysis

Causal Analysis adalah kemampuan seseorang untuk mengenali penyebab

dari masalah yang dialami. Jika individu tidak dapat menilai penyebab dari

setiap masalah yang mereka alami dengan baik, maka ia akan terperosok

untuk membuat kesalahan.

5. Empati

Empati adalah kemampuan untuk membaca keadaan emosi dan psikologis

seseorang. Beberapa inidividu mampu membaca melalui isyarat non verbal

seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh untuk membaca

pikiran dan persaan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

6. Self-efficacy

Self-efficacy adalah kemampuan yang menunjukkan bahwa seseorang bisa

memecahkan masalah yang dialami demi mencapai kesuksesan.

7. Reaching Out

Reaching Out adalah kemampuan untuk bertemu dengan orang-orang

baru, mencoba hal-hal baru, berani melakukan kegiatan yang

membutuhkan keberanian dan kekuatan dari dalam diri.

II.A.4 Tahapan Resilience

Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan empat tahapan-tahapan dari resilience

yaitu :

1. Overcome

Kemampuan resilience dibutuhkan mengatasi rintangan selama masa kanak-

kanak seperti perceraian, kemiskinan, pengabaian secara emosional atau

penyiksaan fisik. Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu dapat

mengatasi kerusakan yang terjadi di masa muda agar bisa mewujudkan masa

dewasa yang diinginkan.

2. Steer Through

Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu bisa mengatasi kesulitan

yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian menunujukkan bahwa

manfaat alami dari menguasai stres yang kronis adalah melalui self efficacy.

Orang-orang yang memiliki self efficacy yang tinggi adalah untuk

memecahkan masalah dalam hidup dan tidak mudah menyerah saat tidak

menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

3. Bouncing Back

Kemampuan resilience dibutuhkan agar individu mampu bangkit kembali dari

kesulitan yang dialami seperti perceraian, kemiskinan, bencana alam , ataupun

kehilangan anggota keluarga.

4. Reach Out

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh adalah individu dapat menilai resiko

yang dihadapi, dapat mengekspresikan pemikiran dan perasaannya serta dapat

menemukan arti dan tujuan dari hidup mereka.

II.A.5. Karakteristik dari anak-anak dan remaja yang resilient

Masten dan Coatswoth (dalam Papalia, old dan Feldman ) beberapa karakteristik

dari anak-anak dan remaja yang resilient yaitu :

1. Individu

Sumber yang berasal dari individu adalah memiliki fungi intelktual yang baik,

penuh pertimbangan, sociable, memiliki watak yang easy going, memiliki self

efficacy, self confidence, dan harga diri yang tinggi, berbakat dan beragama.

2. Keluarga

Sumber yang berasal dari keluarga adalah memiliki hubungan keluarga yang

harmonis, gaya pengasuhan yang authoritative, dan memiliki hubungan

dengan orang lain di luar keluarga.

3. Lingkungan di luar keluarga

Terlibat dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah, dan didukung sekolah yang

efektif.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

II. B Remaja

II.B.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata

bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh menjadi

dewasa “. Istilah adolescence mempunyai arti yang luas mencakup kematangan

mental,emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999).

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) masa remaja adalah usia di mana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam

masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan

masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.

II.B.2 Pembagian Masa Remaja

Hurlock (1999) membagi usia remaja menjadi dua bagian yaitu :

a. awal masa remaja usia 13 tahun – 16/17 tahun dan

b. akhir masa remaja 16/17 tahun -18 tahun.

Santrock (2002) menyebutkan bahwa masa remaja dimulai kira-kira usia 10-

13 tahun dan berakhir antara usia 18 -22 tahun. WHO membagi kriteria usia

remaja yaitu berkisar dari 10-19 tahun. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

kriteria usia yang dikemukakan oleh WHO yaitu 10 -19 tahun. Dengan dua

pembagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun

(Sarwono, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

II. B.3 Ciri-ciri Masa Remaja

Papalia, Olds dan Feldman (2003) menyebutkan bahwa perkembangan pada

masa remaja yaitu perkembangan fisik, kognitif dan psikososial.

Perkembangan fisik pada masa remaja, kebanyakan remaja berada pada

kondisi yang sehat. Masalah kesehatan yang muncul lebih sering berkaitan dengan

kemiskinan atau gaya hidup yang penuh dengan resiko. Perubahan dalam tinggi

badan, berat badan, perubahan dalam bentuk dan proporsi tubuh dan kematangan

seksual. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya

membentuk sikap, nilai dan minat baru. Kebanyakan remaja tidak memperoleh

tidur yang cukup, disebabkan oleh jadwal sekolah yang padat.

Perkembangan kognitif pada masa remaja berada pada tahap berpikir secara

possibility, fleksibel pada masalah, kematangan otak dan stimulasi lingkungaan

memainkan peranan yang penting pada masa remaja. Menurut Piaget, remaja

berada tahap operasional formal dimana remaja mampu menggunakan

pengetahuan yang didapat pada masa lampau untuk membuat rencana dimasa

yang akan datang. Kemampuan berbahasa yang berhubungan dengan pemikiran

abstrak yaitu remaja lebih mampu berpikir lebih fleksibel dalam memanipulasi

informasi yang datang kepadanya. Remaja juga lebih mampu dalam social

perspective – taking yaitu kemampuan untuk mengerti pemikiran orang lain.

Perkembangan Psikososial menurut Erik Erickson (dalam Papalia, 2003)

berada pada tahapan identity vs identity confusion. Pada masa ini, remaja mencari

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

identitas yang berkaitan dengan masalah tempat kerja, seksual dan nilai-nilai.

Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang

sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di

luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja laki-laki dan perempuan berbeda

dalam bentuk identitasnya. Pengaruh etnis juga memainkan peranan yang penting

dalam penemuan identitas diri pada remaja.

II. B.4 Tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu

periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan

rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas

berikutnya (Hurlock, 1999). Harvigurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan

beberapa tugas perkembangan masa remaja yaitu :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa

lainnya.

I.C. Bencana

II.C.1. Pengertian Bencana

Bencana alam adalah sesuatu yang disebabkan oleh suatu kekuatan dan

tidak di bawah kontrol manusia. Bencana tidak bisa diprediksi dan dikontrol.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

Menurut FEMA (The Federal Emergency Management Agency ) bencana adalah

angin tornado, badai, longsor, gelombang laut, tsunami,gempa bumi, letusan

gunung, kebakaran, ledakan yang bisa mengakibatkan kerusakan yang sangat

parah (Bell, 1996). Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban

dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan

sarana, prasarana, dan utilitas umum serta menimbulkkan gangguan terhadap tata

kehidupan dan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,

manusia atau keduanya yang tidak bisa diprediksi atau dikontrol serta bisa

mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda serta

menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan masyarakat.

II.C.2 Dampak Psikologis pada Korban Bencana Alam

Ehrenreich (2001) mengemukakan beberapa dampak psikologis yang dialamioleh

korban bencana yang berada pada usia sekolah yaitu :

1. Depresi

2. Menarik diri

3. Penolakan

4. Perilaku agresif

5. Suli untuk memiliki konsentrasi

6. Mengalami mimpi yang berulang-ulang

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

7. Kehilangan kontrol diri dan tidak bisa bertanggung jawab

8. Kehilangan pandangan tentang masa de[an

9. Memiliki perasaan malu yang berlebihan

II.D. Rumah Anak Madani

Rumah Anak Madani (RAM) merupakan salah satu lembaga sosial yang

didirikan oleh PT. Televisi Transformasi Indonesia. Yayasan yang menaungi

Rumah Anak Madani bernama Yayasan Wisma Anak Korban Bencana Alam

Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.

Yayasan ini mempunyai maksud dan tujuan di bidang sosial dengan menjalankan

kegiatan sebagai berikut :

1. Menampung anak-anak korban bencana alam Nangroe Aceh Darussalan

dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya

belajarnya, tetapi sangat lemah dalam pembiayaan untuk belajar

2. Mendirikan dan membangun sarana dan prasarana tempat penampungan

anak korban bencana alam dengan nama Rumah Anak Madani (RAM)

3. Mendidik dan menyekolahkan anak korban bencana alam di sekolah-

sekolah yang terletak di sekitar Rumah Anak Madani (RAM) guna

menjadikan anak korban bencana alam kelak menjadi manusia Indonesia

yang mandiri

4. Mencari dan menerima pendanaan yang tidak mengikat, termasuk- tetapi

tidak terbatas pada sumbangan , hibah dan wakaf, guna membiayai Rumah

Anak Madani dan kegiatan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

5. Melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak bertentangan dengan

maksud dan tujuan tersebut di atas.

II.E. Gambaran Resilience Remaja Korban Bencana yang berada di Rumah

Anak Madani

Bencana menimbulkan efek yang berbeda-beda pada setiap individu.

Namun, kerugian yang ditimbulkan seperti kehilangan harta benda, sanak saudara

serta perubahan perilaku dan efek yang timbul pasca terjadinya bencana. Banyak

pihak yang membantu untuk pemulihan kondisi pasca tsunami tersebut. Salah

satunya melalui pendirian Rumah Anak Madani yang diprakarsai oleh Televisi

Transformasi Indonesia (Trans TV). Anak-anak yang di tampung di Rumah Anak

Madani ini adalah anak-anak yang merupakan korban bencana yang miskin, yatim

piatu yang miskin, dan dhuafa (Profil Rumah Anak Madani)

Anak-anak yang diterima di Rumah Anak Madani ini adalah yang berusia 10

tahun-19 tahun. Menurut WHO, usia 10 -19 tahun termasuk dalam kriteria usia

remaja. Masa remaja merupakan periode yang cukup sulit karena mereka

mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. (Hurlock, 1999).

Banyak perubahan yang terjadi pada masa remaja ini. Peran orang tua sangat

diperlukan bagi perkembangan mereka. Remaja membutuhkan bantuan dan

bimbingan serta pengarahan dari orang tua atau orang dewasa lainnya untuk

menghadapi segala permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan proses

perkembangan, sehingga remaja dapat melalui dan menghadapi perubahan-

perubahan yang terjadi dengan wajar.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.A Resiliencerepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23229/3/Chapter II.pdf · dan Sumatera Utara dan anak-anak cerdas yang tinggi kemampuan daya belajarnya,

Hidup terpisah dengan keluarga dapat menjadi faktor beresiko tinggi untuk

menghasilkan remaja yang menderita psikopatologi dan mengakibatkan

perkembangan minimal pada remaja (Jackson dalam Mantavani, 2005). Namun,

anak-anak yang di besarkan di Rumah Anak Madani tidaklah dibesarkan oleh

orang tua mereka. Mereka berpisah dari orang tua karena harus tinggal di asrama.

Untuk menghadapi berbagai kondisi di atas, diperlukan suatu kemampuan

untuk menghadapi masalah dan bangkit dari kesulitan. resilience adalah

kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika

menghadapi rintangan dan hambatan. Resilience bukan merupakan suatu

keajaiban, tidak hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan

sesuatu yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki

kemampuan untuk menjadi resilience dan setiap orang mampu untuk belajar

bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan dalam hidupnya (Grotberg, 1999)

Resilience adalah kemampuan untuk bangkit dari kesulitan yang dihadapi.

Remaja yang resilence merupakan remaja yang bisa bangkit dari suatu kondisi

yang traumatik. Remaja yang resilience adalah remaja yang mampu beradaptasi,

bersahabat, tidak tergantung pada orang lain, dan memiliki empati yang tinggi.

Remaja yang resilience memiliki kepercayaan diri yang tinggi, harga diri yang

tingg, dan memiliki self efficacy yang tinggi (Shatte dan Reivich, 2002).

Universitas Sumatera Utara