BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN...

24
13 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODEL Konsep dan definisi konsep perlu untuk dikemukakan agar tidak terjadi kerancuan dan memperjelas makna konsep yang digunakan dalam penelitian. Melalui konsep tersebut, diharapkan pula akan dapat menjadi dasar dalam melakukan penelitian, sehingga dapat merumuskan karakteristik yang memadai secara teoretis untuk dapat diterapkan pada satu obyek tertentu (Ihalauw, 2008). Konsep yang telah dipilih akan didefinisikan dengan jelas agar hasil penelitian dapat dipahami tak hanya oleh kalangan tertentu saja, tetapi juga oleh masyarakat yang lebih luas. Beranjak dari hal di atas, maka pada bab ini akan dipaparkan mengenai landasan teori, perumusan proposisi, dan pengembangan model penelitian. 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Manajemen Pemasaran Jasa Lovelock dan Wright (2007) mendefinisikan jasa ( service) sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi konsumen dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri penerima jasa. Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa jasa sebagai suatu kegiatan yang terjadi dari interaksi dengan seseorang atau mesin yang akan menghasilkan kepuasan konsumen. Sedangkan Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tanwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi, dapat diartikan bahwa

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

13

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODEL

Konsep dan definisi konsep perlu untuk dikemukakan agar tidak

terjadi kerancuan dan memperjelas makna konsep yang digunakan

dalam penelitian. Melalui konsep tersebut, diharapkan pula akan dapat

menjadi dasar dalam melakukan penelitian, sehingga dapat

merumuskan karakteristik yang memadai secara teoretis untuk dapat

diterapkan pada satu obyek tertentu (Ihalauw, 2008). Konsep yang telah

dipilih akan didefinisikan dengan jelas agar hasil penelitian dapat

dipahami tak hanya oleh kalangan tertentu saja, tetapi juga oleh

masyarakat yang lebih luas. Beranjak dari hal di atas, maka pada bab

ini akan dipaparkan mengenai landasan teori, perumusan proposisi, dan

pengembangan model penelitian.

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Manajemen Pemasaran Jasa

Lovelock dan Wright (2007) mendefinisikan jasa (service)

sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi

konsumen dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam

diri penerima jasa. Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa jasa

sebagai suatu kegiatan yang terjadi dari interaksi dengan seseorang

atau mesin yang akan menghasilkan kepuasan konsumen.

Sedangkan Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan jasa sebagai

setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh satu pihak

kepada pihak lain, yang pada dasarnya tanwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi, dapat diartikan bahwa

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

14

jasa adalah suatu kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada

pihak lain yang menciptakan manfaat bagi pihak lain.

Menurut Kotler dan Keller (2007) terdapat empat karakteristik

jasa yang berdampak pada desain pemasaran jasa, sebagai berikut.

Ketanwujudan (intangibility) yang berarti jasa tidak dapat dilihat,

disentuh, dan dirasakan, maupun didengar sebelum jasa dibeli

konsumen. Perusahaan jasa berusaha menunjukkan kualitasnya

melalui bukti secara fisik. Misalnya, pengusaha hotel berusaha untuk

mengembangkan kualitasnya agar sesuai dengan nilai yang

diharapkan pelanggan melalui kebersihannya, kecepatan pelayanan,

maupun manfaat-manfaat lainnya. Karakteristik kedua adalah

ketakterpisahan (inseparability). Jasa umumnya diproduksi dan

dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika seseorang melakukan

pembelian jasa, maka penyedia jasa tersebut merupakan bagian dari

jasa. Konsumen selalu menunggu sampai jasa tersebut diproduksi,

sehingga interaksi penyedia jasa dan konsumen merupakan ciri

utama dari pemasaran jasa.

Jasa juga tergantung kepada siapa penyedia jasa tersebut dan

kapan serta di mana jasa diproduksi, mengakibatkan jasa memiliki

karakteristik keanekaraman (variability). Hal ini mengakibatkan

pembeli jasa sangat berhati-hati terhadap adanya perbedaan tersebut,

sehingga sering kali meminta pendapat dari orang lain sebelum

memilih suatu jasa. Karakteristik terakhir adalah ketaktahanlamaan

(perishability), yang berarti bahwa jasa tidak dapat disimpan.

Karakteristik ini tidak akan menjadi masalah jika permintaan tetap.

Namun, jika perusahaan berfluktuasi, maka perusahaan jasa

mengalami masalah. Misalnya, hotel yang harus melayani lebih

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

15

banyak tamu pada high seasons untuk memenuhi permintaan

konsumen.

Kombinasi produk, harga, promosi, dan saluran distribusi akan

membentuk suatu sinergi dan kombinasi yang dikenal sebagai

bauran pemasaran (marketing mix) melalui 4P {produk (product),

harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion)}. Morrison

(2002) menambahkan karakteristik orang (people), proses (process),

dan bukti fisik (physical evidence) untuk bauran pemasaran bidang

jasa, sehingga menjadi 7P. Bauran pemasaran tersebut merupakan

kumpulan dari peubah-peubah dalam bidang pemasaran yang dapat

dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk

mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran (Kotler dan Keller,

2007). Perusahaan jasa harus menggunakan berbagai strategi dalam

memasarkan produk dan fasilitas yang dimiliki, karena kondisi

persaingan pada industri jasa saat ini sangat ketat. Jika mereka tidak

menggunakan strategi yang tepat, maka perusahaan akan kalah

dalam persaingan merebut pangsa pasar (Budi, 2013).

2.1.2. Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku

konsumen sebagai “proses yang dilalui oleh seseorang dalam

mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak

pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa

memenuhi kebutuhannya”. Dengan kata lain, perilaku konsumen

merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan (individu,

kelompok, atau organisasi) membuat keputusan-keputusan beli atau

melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya

(Prasetijo dan Ihalauw, 2005). Selanjutnya, Schiffman dan Kanuk

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

16

(2000) menjabarkan bahwa studi perilaku konsumen merupakan

pembelajaran tentang bagaimana masing-masing individu membuat

keputusan dalam membelanjakan sumber dayanya (uang, waktu,

tenaga) melalui proses pemecahan masalah yang mengacu pada

tindakan bijaksana dan bernalar yang dijalankan untuk menghasilkan

pemenuhan kebutuhan.

Perilaku konsumen disebutkan oleh Schiffman dan Kanuk

(2000) sebagai proses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahap

pertama berupa tahap perolehan (acquisition) ketika konsumen

mencari (searching) dan membeli (purchasing). Tahap konsumsi

(consumption) merupakan tahap kedua ketika konsumen

menggunakan (using) dan mengevaluasi (evaluating). Tahap terakhir

berupa tindakan pasca beli (disposition), berkaitan dengan apa yang

dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau

dikonsumsi. Lebih lanjut lagi, Prasetijo dan Ihalauw (2005)

memusatkan perilaku konsumen pada bagaimana konsumen secara

individu membuat keputusan beli dengan menggunakan sumber-

sumber tersedia, yaitu waktu, uang dan upaya, untuk ditukar dengan

barang dan jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu, semua faktor

internal dan eksternal yang memengaruhi seseorang dalam membuat

keputusan beli, mengkonsumsi dan membuangnya, menjadi aspek-

aspek perilaku konsumen.

Secara khusus dalam bidang jasa perhotelan, perilaku positif

konsumen mengindikasikan bahwa hotel telah memberikan

pelayanan kepada para tamu secara baik dan memuaskan (Budi,

2013). Artinya, pelanggan menilai dari produk yang dapat

memuaskan kebutuhan mereka. Hal ini mnejadi penyebab di mana

hotel secara keseluruhan diukur dari keberhasilannya memberikan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

17

pelayanan kepada tamu. Pihak hotel selalu dituntut untuk

mengetahui pemahaman yang lebih lengkap mengenai perilaku

pembelian konsumennya, karena bagi perusahaan yang terenting

adalah bagaimana memahami keinginan dan kebutuhan konsumen,

serta bagaimana pihak manajemen dapat memenuhi keinginan dan

kebutuhan konsumen, sehingga konsumen terpuaskan.

Untuk dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen

tidaklah mudah karena banyak hal yang harus diperhatikan, seperti

bagaimana pengalaman dari tamu yang menginap, pendapatan tamu,

serta dari fasilitas kamar, fasilitas hotel, menu makanan dan

minuman, tarif kamar, media promosi, keramahan karyawan,

pelayanan, lokasi hotel, penanganan pemesanan kamar, cerita

pengalaman dari rekan yang sebelumnya telah menginap, dan

sebagainya (Budi, 2013).

Dengan memahami perilaku pembelian konsumen, maka

perusahaan dapat memenuhi keinginan mereka. Seorang pemasar

mempelajari perilaku konsumen untuk memungkinkan mereka

meramalkan bagaimana para konsumen bereaksi terhadap berbagai

pesan promosi dan untuk memahami cara mereka mengambil

keputusan dalam rangka pembeliannya.

2.1.3. Peubah-peubah yang Digunakan dalam Penelitian

2.1.3.1. Getok Tular

Menurut Word of Mouth Marketing Association pengertian

dari getok tular adalah usaha meneruskan informasi dari satu

konsumen ke konsumen lain (Sumardy, Silviana, dan Melone,

2011). Getok tular tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan, karena

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

18

getok tular dilakukan oleh konsumen dengan sukarela tanpa

mendapatkan imbalan (Wirtz dan Chew, 2002). Komunikasi

personal ini dipandang sebagai sumber yang lebih dapat

dipercaya atau dapat diandalkan ketimbang dengan informasi dari

nonpersonal. Selain itu, komunikasi ini dipandang sebagai jenis

aktivitas pemasaran paling efektif di Indonesia (Sumardy,

Silviana, dan Melone, 2011).

Menurut Brown, Barry, Dacin, dan Gunst (2005), getok

tular terjadi ketika pelanggan berbicara kepada orang lain

mengenai pendapatnya tentang suatu merk, produk, layanan atau

perusahaan tertentu pada orang lain. Apabila pelanggan

menyebarkan opininya mengenai kebaikan produk maka disebut

sebagai getok tular positif, tetapi bila pelanggan menyebarluaskan

opininya mengenai keburukan produk maka disebut sebagai

getok tular negatif.

Getok tular positif sangat penting ketika seseorang

melakukan bisnis dengan suatu perusahaan dan melakukan

rekomendasi kepada orang lain mengenai perusahaan tersebut.

Studi terdahulu menyatakan bahwa getok tular positif sembilan

kali lebih efektif dan merupakan bentuk periklanan tradisional

yang dapat merubah ketidaksenangan atau kenetralan seseorang

menjadi sikap positif terhadap suatu produk/ jasa (Babin, Lee,

Kim, dan Griffin, 2005).

Awalnya, komunikasi getok tular dipandang sebelah mata

karena sifatnya yang komunikasi “one to one”, tidak massal dan

hanya terbatas hanya pada suatu area tertentu saja (Sumardy,

Silviana, dan Melone, 2011). Namun, dewasa ini jumlah media

massa sudah sangat membludak dan teknologi komunikasi sudah

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

19

semakin maju, sehingga dapat menciptakan komunikasi “one to

many”. Komunikasi getok tular semakin diminati oleh pelaku

bisnis, karena mudah menyebar melalui media dan masyarakat

cenderung lebih mempercayai cerita orang lain yang telah

menjadi pelanggan suatu produk atau jasa sebelumnya,

ketimbang janji-janji perusahaan (Solomon, 2011).

Semakin banyaknya pilihan media dan kemajuan teknologi

internet menyebabkan konsumen dapat dengan mudah mencari

informasi mengenai suatu produk. Konsumen juga dapat dengan

mudah mengungkapkan rasa suka atau tidak sukanya terhadap

suatu produk baik melalui komunitas tradisional ataupun

komunitas di dunia maya seperti Facebook, Twitter, Instagram,

Path, serta jejaring-jejaring sosial yang akan terus semakin

berkembang. Getok tular yang memanfaatkan jejearing sosial

yang diakses melalui internet dikenal pula sebagai word of mouse

(Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011; Ihalauw, 2013).

Internet dan teknologi komunikasi dapat membuat

kesempatan baru bagi konsumen untuk berbagi pengalaman

tentang produk atau jasa yang dikonsumsi secara online. Hal

tersebut terjadi pada era new media, yang muncul di akhir abad

ke-20 yang mengacu pada permintaan akses ke media internet

kapan saja, di mana saja, melalui perangkat digital, serta terdapat

umpan balik yang sangat interaktif dari siapa saja pengguna

internet yang juga membuka konten yang sama (Neti, 2011).

Lebih lanjut, Solomon (2011) menjelaskan bahwa sejak tahun

2000 internet telah memasuki fase baru yang disebut Web 2.0, di

mana semua menjadi lebih interaktif dan telah menjadi area untuk

setiap orang yang terhubung dengan internet. Perkembangan fase

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

20

Web 2.0 secara tidak langsung mengarahkan model komunikasi

getok tular menjadi komunikasi “many to many” melalui jejaring-

jejaring sosial yang telah banyak diikuti masyarakat dengan

sangat mudah (Sumardy, Silviana, dan Melone, 2011).

Komunikasi getok tular dapat menjadi sangat berpengaruh

dalam suatu keputusan pembelian, sehingga menjadi sangat

penting dalam perusahaan bidang jasa yang bersifat intangible

(tanwujud) (Lovelock dan Wright, 2007). Alasannya adalah sulit

untuk mengevaluasi produk jasa sebelum melakukan pembelian

terhadap produk jasa tersebut. Lebih jauh lagi, Tjiptono (2012)

berpendapat bahwa jasa tidak memiliki standar ukuran tertentu,

sehingga jasa lebih berisiko ketimbang barang. Maka, pengelola

bisnis jasa perlu melakukan pengelolaan pelanggan agar

pelanggan melakukakan getok tular positif.

Getok tular merupakan suatu mekanisme tertua di mana

melaluinya dapat disebarluaskan, diekspresikan dan dibangun

mengenai opini seseorang terhadap produk, merk, dan jasa

(Cengiz dan Yayla, 2007). Arndt (Cengiz dan Yayla, 2007)

mendefinisikan getok tular sebagai komunikasi dari satu orang

kepada orang lain, di mana seseorang yang menjadi penerima

informasi tidak merasakan adanya nilai komersial ketika si

pemberi informasi merekomendasi hal-hal yang berkaitan dengan

merk, produk atau jasa tertentu. Studi yang dilakukan oleh

Cengiz dan Yayla (2007) tersebut mengembangkan model bahwa

getok tular dapat dipengaruhi oleh persepsi nilai, kepuasan, dan

kesetiaan pelanggan. Babin, Lee, Kim, dan Griffin (2005)

mempertegas bahwa pelayanan dapat memengaruhi getok tular

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

21

melalui kepuasan dan kesenangan pelanggan terhadap pelayanan

yang diperoleh.

2.1.3.2. Kegembiraan-Hati Pelanggan

Mascarenhas, Kesavan, dan Bernacchi mendefinisikan

kegembiraan-hati pelanggan (customer delight) pada

publikasinya tahun 2004 sebagai reaksi positif pelanggan ketika

mereka menerima suatu pelayanan atau produk yang memberikan

nilai melebihi harapan mereka. Mereka juga menjelaskan bahwa

untuk menciptakan kegembiraan-hati (delight), perusahaan harus

mengerti keinginan pelanggan, mengantisipasi kebutuhan

pelanggan, memberikan lebih dari apa yang diharapkan

pelanggan, dan membuat setiap aspek menjadi sesuatu yang

menyenangkan, atau menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Oliver, Rust, dan Varki (1997) menganggap delight sebagai

emosi yang kompleks, kombinasi “joy” dan “surprise”.

Pelanggan seperti ini mempunyai keterikatan emosi yang tinggi

dan kognisi positif..

Para manajer harus menciptakan kegembiraan-hati

pelanggan (customer delight), tidak hanya kepuasan pelanggan

(customer satisfaction) (Verma, 2003). Hasil penelitian Lovelock

(Raharso, 2008) membuktikan adanya korelasi yang rendah

antara kepuasan dengan loyalitas. Hanya pelanggan yang benar-

benar puas (=delight) yang akan loyal kepada perusahaan

(Kwong dan Yau, 2002). Hal tersebut berarti bahwa kepuasan

pelanggan tidak cukup dijadikan sebagai dasar untuk

memenangkan kompetisi dan meningkatkan penjualan.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

22

Dimensi keterkejutan diyakini sebagai prasyarat utama

pembentuk kegembiraan-hati. Karena responden yang sangat

senang oleh keterkejutan (pleasantly surprise) akan memberi

nilai yang lebih tinggi pada skala kepuasan, sedangkan responden

yang tidak berada dalam situasi tersebut akan memberikan nilai

kepuasan yang moderat (Kwong dan Yau, 2002). Selain surprise,

Raharso (2005) memasukkan 5 dimensi kegembiraan-hati yang

secara essensial merupakan kebutuhan dasar manusia, yaitu

justice, esteem, security, trust, dan variety. Hasil uji validitas dan

reliabilitas terhadap kelima dimensi tersebut menghasilkan tiga

domain kegembiraan-hati, yaitu justice, esteem, dan finishing

touch (Raharso, 2005).

2.1.3.3. Kualitas Layanan Jasa

Kualitas layanan oleh Tjiptono (2012) didefinisikan sebagai

penilaian pelanggan atas keunggulan/ keistimewaan suatu

produk/ jasa secara menyeluruh. Kualitas layanan dipandang

sebagai salah satu komponen penting yang perlu diwujudkan oleh

perusahaan untuk mendatangkan konsumen baru dan dapat

mengurangi kemungkinan pelanggan lama berpindah ke

perusahaan lain (Lovelock dan Wright, 2007). Kartajaya dan

Ridwansyah pada tahun 2012 menegaskan bahwa layanan yang

baik merupakan salah satu syarat kesuksesan pada perusahaan

jasa.

Riset kualitas layanan didominasi oleh instrumen

SERVQUAL yang didasarkan atas model kesenjangan

(Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1988). Ide sentral model ini

adalah kualitas layanan (perceived quality = Q) merupakan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

23

perbedaan skor antara persepsi (perception = P) dengan harapan

(expectation = E), sehingga Q = P – E. SERVQUAL dapat

digunakan dalam berbagai setting penelitian dengan adaptasi

pada beberapa instrumen sesuai konteks jasa yang diteliti.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988),

konsumen akan menilai kualitas jasa melalui lima dimensi

pelayanan sebagai tolok ukur sebagai berikut. Pertama,

keberwujudan (tangible) merupakan sesuatu yang tampak/ nyata,

misalnya penampilan para pegawai dan fasilitas-fasilitas fisik

lainnya, serta perlengkapan yang menunjang pelaksanaan

pelayanan. Kedua, keandalan (reliability) yang berupa

kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar jenis

pelayanan seperti telah dijanjikan kepada konsumen. Dimensi

ketiga adalah kedayatanggapan (responsiveness) yang merupakan

kesadaran untuk cepat bertindak membantu konsumen dalam

memberikan pelayanan tepat waktu.

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menempatkan

penjaminan (assurance) sebagai dimensi keempat yang berisi

pengetahuan, sopan santun, dan kepercayaan yang didapatkan

dari pegawai. Dimensi tersebut memiliki ciri-ciri kompensasi

untuk memberikan pelayanan, sopan, dan respek terhadap

konsumen. Empati (empathy) merupakan dimensi terakhir yang

memberikan perhatian kepada individu secara khusus. Dimensi

empati memiliki ciri-ciri kemauan untuk melakukan pendekatan,

memberikan perlindungan, serta usaha untuk mengerti keinginan,

kebutuhan dan perasaan konsumen.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

24

2.1.3.4. Upaya Keterhubungan

Selain kekuatan dari kualitas layanan jasa, dibutuhkan pula

layanan atribut pinggiran sebagai penunjang. Dalam tahun 2006,

hasil penelitian Utami menunjukkan bahwa beberapa perusahaan

dikatakan telah mengalami tahap kedewasaan (maturity) ketika

kesulitan dalam mendeferensiasikan diri hanya berdasarkan

seleksi terhadap produk (barang dan jasa) saja. Oleh karena itu,

pihak manajemen diharapkan melakukan aktivitas dan usaha

yang lebih keras melalui pembenahan proses, layanan, dan

teknologi. Menurut Odekerken, De Wulf, dan Schumacher (2003)

dalam Utami (2006), peningkatan usaha tersebut dapat dilakukan

melalui upaya membangun keterhubungan.

Utami (2006) mendefinisikan upaya keterhubungan

(relationship effort) kepada pelanggan sebagai usaha aktif

manajemen dalam memberikan kontribusi terhadap harapan

konsumen untuk mewujudkan customer retentions. Berdasarkan

pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini, upaya

keterhubungan dipandang sebagai bagian dari kualitas layanan

atribut pinggiran. Empat aktivitas yang harus diperhatikan dalam

upaya mempertahankan dan membuat pelanggan menjadi setia

melalui aktivitas upaya keterhubungan adalah sebagai berikut :

komunikasi (communication), perlakuan istimewa (preferential

treatment), personalisasi (personalization) dan pemberian hadiah

(rewarding) (Utami, 2006).

2.1.3.5. Persepsi Reputasi Perusahaan

Schiffman dan Kanuk (2000) menyebutkan bahwa persepsi

adalah cara orang dalam memandang dunia ini. Cara memandang

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

25

dunia pasti dipengaruhi oleh sesuatu dari dalam maupun luar

orang yang bersangkutan. Solomon (2011) secara lebih teknis

mendefinisikan persepsi sebagai proses di mana sensasi yang

diterima oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan

akhirnya diinterpretasikan. Sensasi datang dan diterima oleh

manusia melalui panca indera, yaitu mata, telinga, hidung, mulut,

dan kulit yang diseput sebagai sistem sensorik. Input sensorik

atau sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia disebut

juga dengan stimulus.

Persepsi konsumen adalah obyek yang sangat penting

dalam pemasaran. Prasetijo dan Ihalauw (2005) menyatakan

bahwa persepsi konsumen merupakan proses yang rumit, tak

hanya melibatkan panca indera, tetapi juga melibatkan faktor-

faktor psikologis. Dalam menangkap sensasi, sistem sensorik

memiliki keterbatasan berupa ambang rangsang. Pemasar harus

memperhitungkan dengan cermat supaya pesan yang disampaikan

dapat diterima secara efektif karena adanya keterbatasan tersebut.

Persepsi konsumen akhirnya akan mengarah pada pembelajaran

konsumen dan menentukan konsumen dalam bersikap terhadap

perusahaan selanjutnya (Prasetijo dan Ihalauw, 2005).

Beck dan Franke (2008) menyatakan bahwa salah satu

aspek penting dalam persepsi konsumen adalah reputasi

perusahaan. Lebih lanjut, menurut mereka reputasi adalah suatu

konsep yang berhubungan dengan citra perusahaan dan penilaian

dari pihak luar terhadap kualitas suatu perusahaan yang berasal

dari kinerja perusahaan pada masa lampau. Mereka juga

berpendapat bahwa dalam dunia bisnis, reputasi mencerminkan

perbandingan dari kumpulan berbagai faktor, seperti: kualitas

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

26

barang, transaksi finansial yang terpercaya, tingkat dari kualitas

layanan.

Reputasi perusahaan industri jasa menurut Nguyen dan

Leblanc (Wang et al., 2006) tergantung pada bagaimana penyedia

jasa memuaskan kebutuhan konsumen. Lebih lanjut, Weigelt dan

Camerer berpendapat bahwa reputasi perusahaan yang baik dapat

meningkatkan kepercayaan pelanggan untuk menggunakan jasa

dari perusahaan, sehingga reputasi dapat menjadi faktor strategis

untuk menghasilkan laba yang lebih bagi perusahaan (Wang et

al., 2006).

Jin, Park, dan Kim pada publikasinya tahun 2008

menambahkan bahwa reputasi tidak hanya diperhatikan sebagai

atribut dalam suatu perusahaan, tetapi juga harus diperhatikan

bagaimana reputasi tersebut akan terus ada di masa depan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka reputasi perlu dikembangkan

dari waktu ke waktu karena dapat memiliki dampak yang besar

atas penjualan, pendapatan, dan penilaian.

Model pengukuran reputasi perusahaan telah dikembangkan

oleh Fombrun dan Shanley (1990) melalui 20 atribut pertanyaan

yang diklasifikasikan menjadi 6 dimensi, yaitu : emotional

appeal, barang dan jasa, kinerja keuangan, visi dan

kepemimpinan, lingkungan kerja, dan tanggung jawab sosial.

Wang et al. (2006) menggunakan item-item berikut untuk

melakukan analisis terhadap reputasi perusahaan: persepsi

responden secara keseluruhan terhadap pengalaman total yang

diberikan perusahaan (overall perceptions of respondents’ total

experience with the firm), persepsi komparatif responden

dibandingkan dengan kompetitornya (comparative perceptions

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

27

with competitors), serta masa depan jangka panjang perusahaan

(the firms’ long-term futures).

2.1.3.6. Lokasi

Jasa yang bersifat tanwujud diyakini lebih sulit dievaluasi,

karenanya dapat menimbulkan tingkat ketidakpastian dan

persepsi risiko yang besar. Oleh karena itu, untuk menekan

ketidakpastian, para pelanggan seringkali lebih memerhatikan

simbol, tanda, petunjuk, atau bukti fisik kualitas jasa

bersangkutan. Para pelanggan menurut Tjiptono (2012) akan

menyimpulkan kualitas jasa dari aspek tempat atau lokasi (place),

orang (people), peralatan (equipment), bahan dan materi

komunikasi (communication materials), simbol (symbols), dan

harga (price) yang mereka amati.

Lupiyoadi (2001) menyatakan lokasi berarti berhubungan

di mana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi.

Dalam hal ini ada tiga jenis interaksi yang memengaruhi lokasi.

Pertama, konsumen mendatangi pemberi jasa. Apabila

keadaannya seperti ini, maka lokasi menjadi sangat penting.

Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen

sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain harus strategis.

Kedua, pemberi jasa mendatangi konsumen. Dalam hal ini, lokasi

tidaklah terlalu penting. Namun, yang harus diperhatikan adalah

penyampaian jasa tetap berkualitas. Ketiga, pemberi jasa dan

konsumen tidak bertemu secara langsung, artinya penyedia jasa

dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu seperti

telepon, komputer, ataupun surat. Dalam hal ini, lokasi menjadi

sangat tidak penting selama komunikasi antar kedua belah pihak

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

28

dapat terlaksana. Berdasarkan ketiga jenis interaksi tersebut,

bisnis jasa perhotelan menggunakan jenis interaksi pertama, di

mana lokasi yang strategis menjadi sangat penting bagi

keberlangsungan hotel.

Menurut Tjiptono (2012), pemilihan lokasi memerlukan

pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor berikut :

1. Akses, yaitu kemudahan untuk menjangkau.

2. Visiabilitas, yaitu kemudahan untuk dilihat.

3. Lalu-lintas, terdiri atas 2 hal yang diperhatikan :

a) Banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan

peluang yang besar tejadinya impuls buying.

b) Kepadatan dan kemacetan bisa menjadi hambatan.

4. Tempat parkir yang luas dan aman.

5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang luas untuk perluasan di

kemudian hari.

6. Lingkungan yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang

ditawarkan.

7. Persaingan yaitu lokasi dengan pesaing sejenis.

8. Peraturan pemerintah.

Menurut Levy dan Weitz (2007), tujuan strategi lokasi

adalah untuk memaksimalkan keuntungan lokasi bagi

perusahaan. Keputusan lokasi sering bergantung pada tipe bisnis.

Pada analisis lokasi di sektor industri manufaktur strategi yang

dilakukan terfokus pada minimisasi biaya. Sedangkan pada sektor

jasa, fokus ditujukan untuk memaksimalkan pendapatan. Hal ini

disebabkan karena pada perusahaan manufaktur biaya cenderung

sangat berbeda di antara lokasi yang berbeda, sementara pada

perusahaan jasa, lokasi sering memiliki dampak pendapatan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

29

daripada biaya. Oleh karena itu, bagi perusahaan jasa, lokasi yang

spesifik sering kali lebih memengaruhi pendapatan daripada

memengaruhi biaya. Lokasi bisnis yang paling tepat untuk bisnis

jasa, misalnya adalah tempat dengan potensi pasar yang besar

(Tjiptono, 2012). Faktor-faktor seperti kepadatan lalu lintas,

kepadatan populasi, dan taraf kehidupan di sekitar lokasi juga

menjadi faktor penting dalam pemilihan lokasi.

Lokasi merupakan pertimbangan paling awal dan paling

utama bagi perusahaan dalam memulai suatu bisnis (Levy dan

Weitz, 2007). Lebih lanjut lagi, mereka menyebutkan bahwa

lokasi memiliki dampak kontingensi yang kuat terhadap

keterhubungan aspek-aspek bisnis tertentu. Misalnya, lokasi

memberikan dampak kontingensi terhadap pengaruh kepuasan

pelanggan pada minat guna jasa ulang (Ratnasari dan Aksa,

2011). Artinya, kepuasan pelanggan akan menyebabkan minat

guna jasa ulang ketika lokasi perusahaan strategis. Jika tidak,

maka kepuasan tidak akan mengarah ke minat guna jasa ulang.

2.2. Perumusan Proposisi

2.2.1. Kaitan antara Kualitas Layanan Jasa dengan Kegembiraan-

Hati Pelanggan

Verma (2003) melakukan penelitian menggunakan teknik

critical incident (dengan menggunakan kata sifat pleasurable,

unforgettable, memorable, surprisingly memorable, dan delighted

sebagai keywords), menyatakan bahwa dimensi yang bersifat

“people-oriented” atau aspek behavioral ternyata memberi

kontribusi terbesar bagi terbentuknya kegembiraan-hati

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

30

pelanggan. Aspek terpenting yang menurut Verma memberikan

kontribusi terbesar pada pembentukan kegembiraan-hati

pelanggan adalah bagaimana kualitas layanan yang diberikan

oleh karyawan kepada para pelanggan tersebut.

Lebih lanjut, penelusuran Raharso tahun 2005 menguraikan

bahwa aspek tersebut diwakili oleh faktor kebaikan (courtesy),

yang meliputi: kesopanan karyawan, rasa hormat, keakraban, dan

perhatian. Respon karyawan pada permintaan pelanggan dan

hasrat untuk tulus menolong pelanggan merupakan aspek kedua

terpenting untuk membangun kegembiraan-hati pelanggan. Selain

itu, pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan merupakan

kontributor terbesar bagi terbentuknya kegembiraan-hati

pelanggan melalui pelayanan yang diberikan.

Dalam publikasinya tahun 2003, Hanselman menyebutkan

aspek yang memberikan kontribusi terbesar pada pembentukan

kegembiraan-hati pelanggan adalah bagaimana konsumen

diperlakukan sebagai sebuah bagian penting dari aspek

pelayanan. Aspek kesopanan karyawan, rasa hormat, dan

keakraban menyebabkan konsumen mendapat pengalaman yang

membahagiakan. Berdasarkan uraian tersebut, salah satu aspek

pembentuk kegembiraan-hati adalah unsur pelayanan. Dapat

dikatakan pula bahwa perusahaan yang mampu memberikan

kualitas layanan yang semakin baik (di atas batas minimal) akan

semakin mampu memberikan kegembiraan kepada pelanggannya.

Oleh karena itu, diajukan proposisi pertama :

P1: Kualitas layanan jasa berpengaruh positif terhadap

kegembiraan-hati pelanggan.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

31

2.2.2. Kaitan antara Upaya Keterhubungan dengan Kegembiraan-

Hati Pelanggan

Upaya keterhubungan dalam penelitian ini diasumsikan

sebagai bagian dari kualitas layanan atribut pinggiran. Upaya

keterhubungan dan kualitas layanan yang unggul diistilahkan

sebagai strategi penguat relationship outcomes yang meliputi

kepercayaan, komitmen, dan kepuasan relasional pelanggan

(Utami, 2006). Berpijak pada keterangan tersebut, maka

kegembiraan-hati pelanggan dapat dikategorikan sebagai salah

satu relationship outcomes.

Hasil penelitian Kumar, Olshavsky, dan King (2001)

menyatakan bahwa kegembiraan-hati didasarkan pada

kesenangan yang nyata. Kegembiraan-hati pelanggan tidak hanya

fokus pada keterkejutan pelanggan pada setiap transaksi, tetapi

ditunjukkan dan fokus pada aktivitas yang utama dalam menjaga

kelangsungan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan

(Kumar, Olshavsky, dan King, 2001). Berdasarkan keterangan-

keterangan tersebut, maka proposisi kedua yang diajukan dalam

penelitian ini yaitu :

P2: Upaya keterhubungan berpengaruh positif terhadap

kegembiraan-hati pelanggan.

2.2.3. Kaitan antara Persepsi Reputasi dengan Kegembiraan-Hati

Pelanggan

Suatu perusahaan dengan reputasi yang tinggi akan merasa

segan untuk membahayakan asset yang dimilikinya dengan cara

memenuhi janjinya dan kewajibannya. Hal itu terjadi sebab

pelanggan lebih menyukai organisasi yang memiliki reputasi

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

32

yang bagus (Kabadayi, Alan, dan Erdebil, 2011). Oleh karena itu,

reputasi perusahaan dianggap menjadi faktor yang memberikan

kontribusi terhadap kegembiraan-hati pelanggan.

Bennett dan Gabriel pada tahun 2001 menggunakan

persepsi reputasi sebagai peubah penting dalam loyalitas

pelanggan terhadap perusahaan. Hasil penelitian tersebut adalah

persepsi reputasi memiliki keterhubungan positif dan signifikan

dalam memengaruhi loyalitas. Reputasi yang baik memberikan

kejelasan status dari perusahaan, sehingga pelanggan menjadi

tidak ragu, puas, dan senang untuk mengonsumsi produk dan jasa

dari perusahaan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Kim dan Ahn (2007), yang menyatakan bahwa kepuasan,

kesenangan, dan loyalitas pelanggan akan meningkat ketika

perusahaan tersebut dianggap pelanggan memiliki reputasi yang

bagus. Oleh karena itu, proposisi ketiga yang diajukan dalam

penelitian ini adalah :

P3: Persepsi reputasi hotel berpengaruh positif terhadap

kegembiraan-hati pelanggan.

2.2.4. Lokasi Memoderasi Kaitan antara Upaya Keterhubungan

dan Kegembiraan-Hati Pelanggan

Dalam membangun sebuah usaha diperlukan sebuah tapak-

kedudukan di mana sebuah perusahaan tersebut akan berlokasi.

Menurut Levy dan Weitz (2007), letak atau lokasi perusahaan

sering disebut sebagai tempat perusahaan melakukan kegiatan

sehari-hari. Mayoritas dari para pengguna jasa hotel adalah

mereka yang berasal dari luar daerah yang sedang memiliki

urusan di sekitar hotel itu berada baik untuk tujuan wisata, bisnis

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

33

ataupun hanya sebagai tempat transit sementara untuk kemudian

melanjutkan perjalanan mereka. Oleh karena itu, lokasi hotel

yang strategis akan memudahkan konsumen untuk mendapatkan

akses terhadap hotel tersebut. Kedekatan hotel dengan beberapa

tempat tujuan wisata atau fasilitas-fasilitas umum akan menjadi

nilai lebih bagi perusahaan. Menurut Utami (2006) lokasi

mempunyai kekuatan dalam mendukung ataupun menghancurkan

strategi perusahaan, misalnya dalam menciptakan keterhubungan

yang langgeng dengan pelanggan. Oleh karena itu, penyedia jasa

harus benar-benar mempertimbangkan, menyeleksi dan memilih

lokasi yang responsif terhadap kemungkinan perubahan ekonomi,

demografis, budaya, persaingan, dan peraturan di masa

mendatang. Strategi tersebut terkait dengan upaya keterhubungan

yang dilakukan pihak hotel agar para tamu merasa nyaman dan

diterima dengan baik ketika menginap.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa upaya

keterhubungan akan lebih sulit dilakukan dalam rangka

menciptakan kegembiraan-hati pelanggan ketika lokasi hotel

tidak strategis. Oleh karena itu, proposisi yang diajukan dalam

penelitian ini adalah :

P4: Lokasi memoderasi antara pengaruh upaya keterhubungan

terhadap tingkat kegembiraan-hati pelanggan.

2.2.5. Lokasi Memoderasi Kaitan antara Persepsi Reputasi dan

Kegembiraan-Hati Pelanggan

Levy dan Weitz (2007) berpendapat bahwa pemilihan

lokasi merupakan hal terpenting yang harus diperhitungkan

sebelum memulai pembangunan usaha. Memilih lokasi yang tepat

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

34

dan strategis akan meningkatkan peluang pengembangan

keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan akan mencipta citra

yang baik di mata pelanggan. Lebih lanjut lagi, mereka juga

menyebutkan bahwa konsumen cenderung mementingkan faktor

lokasi ketika memilih toko atau penyedia jasa yang ingin

dikunjungi. Alasannya adalah lokasi membawa pencitraan

tertentu yang berujung pula pada kepuasan dan kegembiraan-hati

konsumen ketika mereka melakukan transaksi dengan pihak

perusahaan terkait. Oleh karena itu, proposisi keenam yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

P5 : Lokasi memoderasi antara pengaruh persepsi reputasi hotel

oleh pelanggan terhadap tingkat kegembiraan-hati pelanggan.

2.2.6. Kaitan Kegembiraan-Hati Pelanggan dengan Getok Tular

Hubungan antara kegembiraan-hati pelanggan dengan getok

tular ditunjukkan secara tegas oleh beberapa peneliti, antara lain:

Westbrook dan Oliver (1991), Kumar (1996), serta Oliver, Rust,

dan Varki (1997) yang disarikan oleh James dan Taylor pada

tahun 2004. Menurut beberapa peneliti tersebut, kegembiraan-hati

pelanggan berkontribusi dalam menambah kepuasan pelanggan,

komunikasi getok tular, pembelian ulang dan lebih banyak lagi

evaluasi positif lain. Swanson dan Davis juga menyebutkan hal

yang sejalan dalam tinjauan literaturnya tahun 2012, bahwa

kegembiraan-hati mendorong terjadinya hasil bisnis yang positif

seperti komunikasi getok tular, loyalitas, dan peningkatan profit.

Berpijak pada uraian tersebut, maka proposisi terakhir yang

diajukan pada penelitian ini adalah :

P6: Semakin tinggi tingkat kegembiraan-hati pelanggan, maka

getok tular akan semakin sering dilakukan.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

35

2.3. Pengembangan Model Penelitian

Model konseptual kerangka pemikiran teoretis dari penelitian ini

adalah sebagai berikut (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Peraga Pengembangan Kerangka Pemikiran Teoretis.

Kualitas

Layanan Jasa

Upaya

Keterhubungan

Persepsi

Reputasi

P1

P2

P3

P6

Kegembiraan-

Hati

Pelanggan

Getok Tular

Lokasi

P5

P4

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN MODELrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6111/2/T2_912012016_BAB II.pdfManajemen Pemasaran Jasa ... mendefinisikan jasa ... dikendalikan

36