BAB II LANDASAN TEORI -...
-
Upload
truongtram -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Hasibuan, 2007:9) sebagaimana proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya (Handoko, 2003:8) untuk mencapai sesuatu melaluli kegiatan orang lain dan
mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama (Manullang, 2004:3).
Suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud yang nyata
(Terry & Rue, 2008:1) dan sebuah pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif
melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian sumber daya
organisasi (Daft, 2006:1).
2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat (Hasibuan, 2007:10).
Proses penerapan dan kebijakan dilibatkan dalam melaksanakan “sekelompok orang”
atau aspek-aspek sumber daya dari sebuah situasi manajemen, termasuk perekrutan,
penyaringan, pelatihan, penghargaan dan penilaian (Dessler, 2005:4).
Rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien (Mathis & Jackson, 2006:3) dengan
10
cara penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya
manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 2001:4).
Pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan
individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan
implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan,
pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan
yang baik (Simamora, 2004:4).
2.2.1 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (2006:43) ada 7 (tujuh) aktivitas SDM sebagai berikut.
1. Perencanaan dan Analisis SDM
Lewat perencanaan dan analisis SDM, manajer-manajer berusaha untuk
mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para
karyawan di masa depan. Pentingnya sumber daya manusia dalam daya saing
organisasional harus disampaikan juga. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan
daya saing organisasional, harus ada analisis dan penelitian efektivitas SDM. Karyawan
juga harus dimotivasi dengan baik dan bersedia untuk tinggal selama jangka waktu
yang pantas. Hal yang sangat penting untuk memiliki Sistem Informasi Sumber Daya
Manusia (SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya
untuk perencanaan SDM.
2. Kesetaraan Kesempatan Kerja
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja
mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral denagn manajemen SDM.
Perencanaan SDM yang strategia harus bisa memberikan perbedaan individu-individu
yang memadai untuk memenuhi persyaratan tindakan alternatif.
11
3. Pengangkatan Pegawai
Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang
memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan
di sebuah organisasi. Dengan mempelajari apa yang dilakukan para pekerja, analisis
pekerjaan merupakan dasar untuk fungsi pengangkatan pegawai. Kemudian, deskripsi
pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan dapat dipersiapkan untuk digunakan kketika
merekrut para pelamar untuk lowongan pekerjaan. Proses seleksi berhubungan
denagn pemilihan individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di
organisasi tersebut.
4. Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi
pelatihan ketrampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan-pekerjaan berkembang dan
berubah, diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus-menerus untuk
menyesuaikan perubahan teknologi. Melaksanakan pengembangan semua karyawan,
termasuk para supervisor dan manajer, juga penting untuk mempersiapkan
organisasik-organisasi agar dapat menghadapi tantangan masa depan. Perencanaan
karir menyebutkan arah dan aktivitas untuk karyawan individu ketika mereka
berkembang di dalam organisasi tersebut. Menilai bagaimana karyawan melaksanakan
pekerjaannya merupakan fokus dari manajemen kinerja.
5. Kompensasi dan tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan pada karyawan atas pelaksanaan
pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus
mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka. Selain itu,
program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas mulai
12
digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan
kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama.
6. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan
Jaminan atas kelelahan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan
adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan
kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan kesehatan
dan keselamatan. Persoalan tradisional mengenai keselamatan fokus pada peniadaan
kecelakaan di tempat kerja. Melalui fokus mengenai kesehatan yang lebih luas,
manajemen SDM dapat membantu karyawan yang mengalami penyalahgunaan obat
dan masalah lain melalui program bantuan karyawan untuk mempertahankan
karyawan yang sebenarnya berkinerja memuaskan. Program peningkatan kesehatan
yang menaikkan gaya hidup karyawan yang sehat menjadi lebih meluas. Selain itu,
keamanan tempat kerja menjadi lebih penting, sebagai akibat dari jumlah tindak
kekerasan yang meningkat di tempat kerja. Perusahaan juga perlu meningkatkan
keamanan menyangkut keselamatan kerja pegawainya.
7. Hubungan Karyawan dan Manajemen
Hubungan antara para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secra
efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Manajer harus bisa
menjamin hak dari karyawan dapat disampaikan. Merupakan suatu hal yang penting
untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan menganalisa kebijakan dan
prosedur SDM sehingga para manajer dan karyawan mengetahui apa yang diharapkan.
Dalam beberapa organisasi, hubungan serikat pekerja dan manajemen harus
disampaikan dengan baik juga.
2.2.2 Peran Strategis Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2004:13) keunggulan yang dimiliki perusahaan dalam menghadapi
ketatnya persingan di masa sekarang ini sangat ditentukan oleh peran karyawan perusahaan
13
tersebut. Maka fungsi bisnis bertanggung jawab untuk memperoleh, melatih, memberi
penghargaan, dan memberikan kompensasi kepada karyawan harus memainkan peran yang
lebih besar bagi keberhasilan perusahaan.
Mathis dan Jackson (2006:67) mengatakan bahwa kemampuan bersaing, kemampuan
untuk beradaptasi terhadap perubahan dalam pasar, dan banyak masalah lainnya merupakan
faktor-faktor yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi.
SDM terlibat (atau seharusnya terlibat) dengan semua hal-hal tersebut dengan
mengidentifikasi bagaimana ia dapat membantu dalam meningkatkan produktivitas
organisasional, membantu untuk menangani kompetisi asing secara efektif, atau
meningkatkan inovasi dalam organisasi. Pemikiran seperti ini menunjukkan adanya cara
berpikir strategis.
Pokok dari perencanaan strategis adalah pengetahuan yang didapat dari membaca
lingkungan eksternal akan perubahan yang terjadi. Merumuskan rencana strategis
membutuhkan identifikasi, analisis, menyeimbangkan kesempatan dan ancaman eksternal
perusahaan, serta kekuatan dan kelemahan internalnya. SDM bisa membantu perencana
strategis dengan mengamati lingkungan, mengidentifikasi dan menganalisis kesempatan dan
ancaman eksternal yang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan. Merumuskan rencana
membutuhkan kecerdasan kompetitif, dan manajemen SDM bisa memberikan informasi yang
berguna. Sebagai contoh, rincian mengenai insentif baru dari pesaing, dan informasi tentang
peraturan yang ditunda seperti Undang-Undang tenaga kerja atau perintah asuransi
kesehatan.
Menurut Dessler (2004:14) pelaksanaan strategi merupakan inti dari peran strategis
SDM, dan hal tersebut masuk akal. Strategi fungsional sebuah perusahaan harus mendukung
strategi persaingannya. Jika perusahaan memiliki strategi kompetitif untuk membedakan
dirinya dengan para pesaingnya dalam menawarkan pelayanan kepada pelanggan yang
14
superior, maka perusahaan akan membutuhkan karyawan yang berkomitmen tinggi untuk
melaksanakan strategi kompetitif guna memberikan daya saing terhadap kompetitor.
2.3 Pengertian Kepemimpinan
Tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk, yang penting asal tujuan
tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor-
faktor tujuan, pengikut, organisasi, karakter pimpinan dan situasi yang ada.
Manajemen dan kepemimpinan sering dipandang sebagai dua konsep yang sama.
Menurut esensinya, konsep kepemimpinan lebih luas daripada konsep manajemen.
Manajemen dipandang sebagai suatu jenis khusus kepemimpinan dimana yang terpenting
adalah pencapaian tujuan organisasi. Perbedaan pokok antara kedua konsep itu karenanya
terletak pada istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi setiap saat seseorang berusaha
mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang. Apapun alasannya, hal itu boleh
jadi demi tujuannya sendiri atau tujuan orang lain, dan tujuan itu mungkin sejalan dengan
tujuan-tujuan organisasi atau mungkin juga tidak. Berikut ini adalah beberapa definisi dari
para ahli mengenai kepemimpinan :
1. Yulk, Gary
mendefinisikan kepemimpinan secara luas yaitu proses-proses mempengaruhi
interpretasi menganai kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-
aktivitas kerja untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, motivasi dari para
pengikut untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan tam
work serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang yang berada di
luar kelompok atau organisasi.
2. Martoyo, Susilo
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka
mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
yang memang diinginkan bersama.
15
3. Robbins, Stephen P.
memberikan definisi kepemimpinan sebagai suatu kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
4. Hasibuan, H. Malayu S.P.
Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan,
agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.3.1 Tipologi Kepemimpinan
Masing-masing tipe kepemimpinan memiliki karakteristik tertentu yang membedakan
satu tipe dari tipe yang lain. Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk
menganalisanya, cara yang digunakan untuk menganalisa berbagai karakter yang dimiliki
oleh tipe-tipe tersebut adalah dengan melakukan kategorisasi dari berbagai karakter itu
(Siagian, 1999:28-30) berdasarkan :
1. Persepsi, seorang pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin
Persepsi adalah suatu proses penataan dan penerjemahan kesan-kesan seseorang
tentang lingkungan dimana ia berada, persepsi merupakan cara pandang
seseorang terhadap lingkungannya.
2. Nilai-nilai yang dianut
Adalah keyakinan dasar yang terdapat dalam diri seseorang tentang hal-hal yang
sangat mempengaruhi cara bertindak dan perilaku orang yang bersangkutan. Nilai
berkaitan dengan pandangan seseorang tentang yang “baik” dan yang “buruk”,
yang “benar” dan yang “salah”.
3. Sikap dalam mengemudikan organisasi
Adalah suatu bentuk pernyataan evaluatif oleh seseorang yang dapat menyangkut
suatu objek, seseorang atau sekelompok atau suatu peristiwa. Sikap dapat bersifat
positif dan juga dapat pula bersifat negatif.
16
4. Perilaku dalam memimpin
Perilaku adalah cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, dalam hal ini adalah
kehidupan organisasional.
5. Gaya kepemimpinan yang dominan
Berbicara mengenai gaya sesungguhnya berbicara mengenai “modalitas” dalam
kepemimpinan. Modalitas berarti mendalami cara-cara yang disenangi dan
digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya,
istilah tipe dan gaya dapat dipandang sebagai sinonim.
Menurut Siagian (1999:31-40), meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang
tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang
diakui keberadaannya :
1. Tipe yang Otokratik
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang
yang sangat egois. Egonya yang sangat besar menumbuhkan dan mengembangkan
persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya dan oleh
karenanya organisasi diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi
tersebut. Seorang pemimpin yang otokratik cenderng menganut nilai organisasional
yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuannya.
2. Tipe yang Paternalistik
Tipe yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih
bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Persepsi seorang
pemimpin yang paternalistik tentang perannya dalam kehidupan organisasional
dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikut kepadanya. Gaya
kepemimpinan tersebut lebih bercorak pelindung, bapak dan guru. Artinya,
17
kebersamaan bagi para organisasi sedangkan pemimipin yang bersangkutan berada
di atas para anggota tersebut.
3. Tipe yang Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang yang dikagumi oleh banyak
pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara
konkrit mengapa orang tertentu itu dikagumi. Para pengikut seorang pemimpin
yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku
serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja seorang
pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya yang otokratik atau diktatorial,
tetapi para pengikutnya tetap setia kepadanya.
4. Tipe yang Laissez Faire
Seorang pemimpin yang laissez faire melihat peranannya sebagai “polisi lalu lintas”
dan cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan
menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus
dijalankan dan digerakkan.
5. Tipe yang Demokratik
Umumnya tipe pemimpin yang paling ideal dan yang paling didambakan adalah
pemimpin yang demokratik. Seorang pemimpin yang demokratik dihormati dan
disegani dan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasi. Perilakunya
mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya motivasi
dan kreativitasnya.
2.3.2 Fungsi Kepemimpinan
Menurut Siagian (1999:48-70), kepemimpinan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Pemimpin sebagai Penentu Arah
Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi, taktik yang disusun dan dijalankan
oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus, penentu strategi dan taktik tersebut
18
adalah pimpinan dalam organisasi tersebut. Terlepas dari kategorisasi keputusan
yang diambil, apakah pada kategori strategik, taktis, teknis atau operasional,
kesemuanya tergolong pada “penentu arah” dari perjalanan yang hendak ditempuh
organisasi. Kiranya menjadi jelas bahwa kemampuan para pejabat pimpinan
sebagai penentu arah yang hendak ditempuh dimasa depan merupakan saham
yang teramat penting dalam kehidupan organisasional.
2. Pimpinan sebagai Wakil Juru Bicara Organisasi
Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara
hubungan baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang bersangkutan.
Sebagai wakil dan juru bicara resmi organisasi, fungsi pimpinan tidak terbatas pada
pemeliharaan hubungan baik saja, tetapi harus membuahkan perolehan dukungan
yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai
sasarannya.
3. Pimpinan sebagai Komunikator yang Efektif
Komunikasi yang efektif hanya mungkin berlangsung apabila digunakan saluran
yang tepat. Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan
melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Disamping itu,
sistem umpan balik diperlukan pula oleh sumber pesan dalam usaha untuk
meningkatkan kemampuannya sebagai seorang pemimpin.
4. Pimpinan sebagai Mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik yang harus diatasi,
baik dalam hubungan ke luar maupun ke dalam organisasi. Pembahasan fungsi
pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang
mungkin timbul dalam suatu organisasi. Tidak akan ada seorang pimpinan yang
akan membiarkan situasi konflik berlangsung dalam organisasi yang dipimpinnya
dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya. Sikap demikian pasti
19
diambilnya. Sebab apabila tidak, citranya sebagai seorang pimpinan akan rusak,
kepercayaan akan kepemimpinannya akan merosot, dan bahkan mungkin hilang
dan organisasi yang dipimpinnya pun tidak akan mencapai tujuannya.
5. Pimpinan sebagai Integrator
Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasional bahwa timbulnya
kecenderungan berpikir dan bertindak berkotak-kotak dikalangan para anggota
organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena
sikap yang negatif. Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga,
serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan ketrampilan dapat menimbulkan
sikap, perilaku dan tindakan yang berkotak-kotak dan oleh karenanya tidak boleh
dibiarkan berlangsung terus. Dengan kata lain diperlukan integrator terutama pada
hirarki puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan.
2.3.3 Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan adalah teori yang mempelajari sebab-sebab timbulnya
kepemimpinan ditengah-tengah masyarakat, baik berbentuk unit kerja maupun non unit
kerja. Dengan mempelajari teori kepemimpinan itu kita akan dapat memahami bahwa
munculnya kepemimpinan tidaklah hanya melalui satu pintu saja, tetapi berasal dari berbagai
macam cara dan situasi.
Ada berbagai macam pendapat dari para ahli tentang teori kepemimpinan ini, masing-
masingnya adalah :
1. Siagian dengan buku Filsafat Administrasi
Siagian membedakan teori kepemimpinan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
- Teori Genetis
Teori ini berpendapat bahwa kepemimpinan dibawa sejak manusia lahir ke
dunia, artinya seseorang yang menjadi pemimpin memang sudah ditakdirkan
untuk menjadi seorang pemimpin (born leader). Dimana pun Ia berada dan
20
dalam situasi yang bagaimanapun juga, Ia akan tetap menjadi pemimpin
karena sejak lahir Ia sudah dibekali dengan bakat-bakat kepemimpinan.
- Teori Sosial
Menurut teori ini, seorang pemimpin tidaklah ditakdirkan, tetapi seseorang
akan dapat menjadi pemimpin karena diciptakan oleh masyarakat (made
leader). Seseorang akan berkesempatan menjadi pemimpin, asal yang
bersangkutan dilatih, dididik atau ditempa dengan pengalaman-pengalaman
hidup, di samping masyarakat juga memberinya peluang kepadanya untuk
naik sebagai pemimpin.
- Teori ekologis
Teori ini merupakan perkawinan antara teori genetis dan teori sosial.
Walaupun seseorang dilahirkan dengan dibekali bakat-bakat kepemimpinan,
bakat itu harus dilengkapi lagi dengan pendidikan dan pengalaman hidup,
sehingga Ia berhasil menjadi pemimpin.
2.3.4 Pendekatan dan Gaya Kepemimpinan
Pemimpin sebagai pribadi mempunyai perilaku yang berbeda-beda dimana hal ini
mempertimbangkan semua efektivitas dari penyelesaian fungsi utama (Sukamdiyo,
1999:120).
1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah.
2. Fungsi pemeliharaan kelompok (group maintainence) atau sosial. Fungsi ini
mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok agar berjalan lebih
lancar.
Selain itu, terdapat dua gaya kepemimpinan dalam hubungannya dengan bawahan,
yaitu :
1. Gaya yang berorientasi pada tugas (task oriented)
21
Disini manajer harus lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dan memberikan
arahan serta mangawasi bawahan secara tertutup agar pelaksanaan tugas tersebut
sesuai dengan keinginannya.
2. Gaya yang berorientasi kepada bawahan (employee oriented)
Dimana manajer memotivasi para karyawannya agar lebih giat bekerja.
2.3.5 Membangun Wibawa Kepemimpinan
Faktor-faktor yang dapat membawa wibawa kepemimpinan pada seorang pemimpin
adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai Otoritas Diri
Otoritas diri adalah sikap dan keyakinan yang timbul dalam diri sendiri, yaitu
keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk berbuat sesuatu. Seorang pemimpin
yang mempunyai otoritas diri mempunyai sifat percaya diri yang tinggi dan tidak
ragu-ragu dalam menghadapi sesuatu.
2. Mempunyai Ketegasan Sikap
Ketegasan merupakan sikap mental seseorang yang dapat mendukung tegaknya
wibawa kepemimpinan yang bersangkutan. Setiap orang biasanya akan berada
dalam tiga situasi ketegasan yang merupakan perilaku yang muncul secara
bergantian, yaitu : perilaku tegas, perilaku tidak tegas, dan perilaku agresif.
3. Berkemampuan Menempatkan Diri
Seyogyanya setiap orang belajar bagaimana cara menempatkan diri sesuai dengan
yang diinginkan kelompok. Hal ini perlu dan dapat dilakukan dengan menyediakan
diri untuk membantu dan dibantu oleh orang lain. Oleh sebab itu menjadi calon
pemimpin, perlu mencari peluang untuk menggabungkan diri ke dalam kelompok
yang lebih besar, sehingga kita berkesempatan untuk berbuat sesuatu dan mencari
pengikut sebanyak mungkin.
22
4. Memiliki Citra Diri
Wibawa kepemimpinan akan dapat meningkat apabila si pemimpin tersebut dapat
selalu memilihara citra diri di mata para pengikutnya. Memelihara citra diri berarti
memelihara pandangan dan anggapan orang lain terhadap diri kita sendiri. Hal ini
dapat dilakukan melalui penampilan diri, nada suara, ucapan-ucapan yang mantap
dan sikap diri.
5. Mampu Berkomunikasi
Kebiasaan berkomunikasi dengan baik amat berpengaruh dalam usaha
meningkatkan wibawa kepemimpinan seseorang. Berkomunikasi dengan baik tidak
saja melalui ucapan-ucapan yang baik, tetapi juga mutu komunikasi akan lebih baik
bila dilengkapi dengan gerak tubuh tepat dan apa yang disampaikan oleh ucapan
lisan kita.
2.3.6 Tugas Kepemimpinan Dalam Manajemen SDM
Tugas-tugas kepemimpinan dalam manajemen SDM cukup banyak, tetapi kita akan
mencoba hanya mengemukakan beberapa tugas penting saja, yaitu :
1. Kepemimpinan sebagai Konselor
Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam suatu unit kerja, denagn
membantu dan menolong SDM untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dalam
melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan pemberian konseling pada
SDM, diharapkan karyawan yang bersangkutan akan dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya. Seorang pemimpin SDM biasanya merupakan orang pertama
yang menjadi tempat bertanya bagi para karyawan.
2. Tugas sebagai Instruktur
Seorang pemimpin pada peringkat manapun ia berada, sebenarnya pada
jabatannya itu melekat tugas instruktur, atau sebagai pengajar yang baik terhadap
23
SDM yang ada dibawahnya, sehingga pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada
bawahan dapat menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3. Tugas memimpin rapat
Seorang pemimpin pada peringkat manapun, pada suatu waktu perlu mengadakan
rapat dan memimpinnya. Seorang pemimpin rapat merupakan motor kehidupan
suatu rapat. Apakah suatu rapat akan berhasil atau tidak amat ditentukan oleh
pemimpin rapat itu sendiri. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin rapat adalah
membimbing dan menggerakkan kelompok peserta rapat untuk mencapai sasaran
yang tepat dan berguna.
4. Tugas mengambil keputusan
Seorang pemimpin dalam tugasnya selalu berhadapan dengan pengambilan
keputusan. Ia tidak bisa mengelak, karena tugas inilah yang membedakannya
dengan karyawan biasa. Untuk itu seorang pemimpin mempunyai keberanian
dalam mengambil keputusan yang tepat.
5. Tugas mendelegasikan wewenang
Seorang pemimpin yang bijaksana harus mendelegasikan sebagian tugas dan
wewenangnya kepada bawahannya. Pendelegasian ini diperlukan, agar jalannya
organisasi tidak mengalami kemacetan dan terhindar dari bau birokratis
(penyelesaian yang bertele-tele dan lama). Dalam pendelegasian ini, tanggung
jawab dipikul bersama antara yang mendelegasikan dan yang menerima delegasi.
Penerapan pendelegasian biasanya dilakukan oleh seorang pemimpin kepada
bawahannya yang terdekat.
2.3.7 Variabel-variabel Kunci Dalam Teori Kepemimpinan
Menurut Yukl (2005:13) ada 3 variabel dalam teori kepemimpinan adalah sebagai
berikut.
24
1. Karakteristik pemimpin
- Ciri (motivasi, kepribadian, nilai)
- Keyakinan dan optimisme
- Ketrampilan dan keahlian
- Perilaku
- Integritas dan etika
- Taktik pengaruh
- Sifat pengaruh
2. Karakteristik pengikut
- Ciri (kebutuhan, nilai, konsep pribadi)
- Keyakinan dan optimisme
- Ketrampilan dan keahlian
- Sifat dari pemimpinnya
- Kepercayaan kepada pemimpin
- Komitmen dan upaya tugas
- Kepuasan terhadap pemimpin dan pekerjaan
3. Karakteristik situasi
- Jenis unit organisasi
- Besarnya unit organisasi
- Posisi kekuasaan dan wewenang
- Struktur dan kerumitan tugas
- Kesaling tergantungan tugas
- Keadaan lingkungan yang tidak menentu
- Ketergantungan eksternal
25
2.3.8 Kategori Perilaku Pemimpin
Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner menunjukkan bahwa para
bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang
terdefinisi secara luas, yang satu berhubungan dengan tujuan tugas dan yang lainnya
berhubungan dengan hubungan antarpribadi.
1. Pertimbangan.
Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung,
memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan
kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada
bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan,
mendukung atau berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan
mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari
bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.
2. Struktur memprakarsai (initiating structure).
Pemimpin menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan peran
para bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi
mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan pentingnya memenuhi
tenggat waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar kinerja
tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur standar, dan
menawarkan pendekatan baru terhadap masalah, dan mengkoordinasikan
aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.
Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi penting untuk menghubungkan
kategori-kategori perilaku yang independen. Ini berarti bahwa beberapa pemimpin
mempunyai pertimbangan yang tinggi dan struktur memprakarsai yang rendah; beberapa
pemimpin mempunyai pertimbangan yang rendah dan struktur memprakarsai yang tinggi;
beberapa pemimpin tinggi di kedua bidang itu; dan beberapa pemimpin rendah di keduanya.
26
Sebagian besar pemimpin barangkali berada dalam jajaran antara nilai yang amat tinggi dan
sangat rendah.
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian dan Proses Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan.
Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia
umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil
mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya
untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu, cakap, dan terampil, tetapi
yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang
maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika
mereka tidak mau bekerja giat.
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Hasibuan)
Motivasi adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan)
dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya.
Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari
pengamatan tingkah laku manusia. (American Encyclopedia)
27
2.4.2 Teori-Teori Motivasi
1. Teori ERG
Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang hierarki
kebutuhan Maslow untuk menggandeng dengan akrab dengan riset empiris.
Hierarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG.
Alderfer berargumen bahwa ada 3 kelompok kebutuhan inti; eksistensi
(existence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth); jadi
disebut teori ERG. Kelompok eksistensi mempedulikan pemberian
persyaratan eksistensi materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang oleh
Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok
kebutuhan yang kedua adalah kelompok hubungan; hasrat yang kita miliki
untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan
status menuntut interaksi dengan orang-orang lain agar dipuaskan, dan
hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal
dari klasifikasi penghargaan Maslow. Akhirnya, Alderfer memencilkan
kebutuhan pertumbuhan; suatu hasrat instrinsik untuk pengembangan
pribadi, mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow
dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
28
Gambar 2.1
Hierarki Kebutuhan Maslow
2. Teori Harapan
Dewasa ini, salah satu dari penjelasan yang paling diterima secara luas
mengenai motivasi adalah teori harapan (ekspetasi) dari Victor Vroom.
Meskipun ada yang mengkritiknya, kebanyakan bukti riset mendukung teori
itu.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan
untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari
suatu pengharapan bahwa tindakan iitu akan diikuti oleh suatu keluaran
tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan, seorang
karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik;
suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran
organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu
Keamanan
Sosial
Penghargaan
Aktualisasi Diri
Psikologis
29
akan memuaskan tujuan pribadi karyawan itu. Oleh karena itu, teori
tersebut memfokuskan pada tiga hubungan.
i. Hubungan upaya – kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh
individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan
mendorong kinerja.
ii. Hubungan kinerja – ganjaran. Derajat sejauh mana individu itu
meyakinkan bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan
mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
iii. Hubungan ganjaran – tujuan pribadi. Derajat sejauh mana
ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan
pribadi seorang individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut
untuk individu tersebut.
2.4.3 Pengertian Disiplin dan Kedisplinan
Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar
organisasional (Handoko, 2000:155).
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2007:193).
Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan
sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi atau mengerjakan
semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan (Hasibuan, 2007:193).
Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai
dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan, 2007:194).
2.4.4 Indikator-Indikator Kedisplinan
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan
suatu organisasi (Hasibuan, 2007:194-198), di antaranya :
30
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan. Tujuan
yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang
bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang
dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakannya.
2. Teladan Pemimpin
Teladan pemimpin sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan
harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata
dengan perbuatan. Dengan teladan pemimpin yang baik, kedisiplinan bawahan pun
akan ikut baik. Jika teladan pemimpin kurang baik (kurang berdisiplin), para
bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin
baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta keluarga.
Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya
semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila
balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk
31
berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan
baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan
manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa
(pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan
yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil
terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan
kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada
setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
5. Waskat
Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui
kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan
prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem
kerja yang efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner
karyawan akan berkurang.
Berat atau ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi
baik atau buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan
berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas
32
kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau
terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang
indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara
kedisiplinan dalam perusahaan.
7. Ketegasan
Ketegasan pemimpin menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner
akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan Kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan
baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship,
direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis.
Manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi
serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya.
Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan
suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada
perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan
kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.
2.4.5 Tipe-tipe Kegiatan Pendisiplinan
Menurut Handoko (2000:155-157) kegiatan pendisiplian terbagi dalam 3 tipe yang
nantinya bertujuan untuk memperbaiki kedisiplinan yang buruk, yaitu :
1. Disiplin Preventif
Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti
berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat
dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para
33
karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan
semata-mata karena dipaksa manajemen.
Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin
preventif di mana berbagai standar diketahui dan dipahami. Bila para karyawan
tidak mengetahui standar-standar apa yang harus dicapai, mereka cenderung
menjadi salah arah atau eratik. Di samping itu, manajemen hendaknya menetapkan
standar-standar secara positif dan bukan secara negatif, seperti “Jaga Keamanan!”
bukan “Jangan Ceroboh!”. Mereka biasanya juga perlu mengetahui alasan-alasan
yang melatarbelakangi suatu standar agar mereka dapat memahaminya.
2. Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran
terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran
lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suati bentuk hukuman atau disebut
tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan
bisa berupa peringatan atau skorsing.
Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan
mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat
salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang
akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif yang
bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang
merugikan, seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkatkan, apati
atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia. Berbagai sasaran tindakan
pendisiplinan, secara ringkas, adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperbaiki pelanggar.
2. Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan
yang serupa.
34
3. Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif.
3. Disiplin Progresif
Progresif; perusahaan bisa menerapkan, suatu kebijaksanaan disiplin progresif,
yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum
hukuman-hukuman yang lebih "serius" dilaksanakan. Disiplin progresif juga
memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan.
Sebuah contoh sistem disiplin progresif secara ringkas dapat ditunjukkan sebagai
berikut :
1. Teguran secara lisan oleh penyelia
2. Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia
3. Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari
4. Skorsing satu minggu atau lebih lama
5. Diturunkan pangkatnya (demosi)
6. Dipecat
Urutan tindakan pendisiplinan tersebut disusun atas dasar tingkat berat atau
kerasnya hukuman. Untuk pelanggaran-pelanggaran serius tertentu, seperti
berkelahi dalam perusahaan atau mencuri, biasanya dikecualikan dari disiplin
progresif. Seorang karyawan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran itu bisa
langsung dipecat.
35
Gambar 2.2
Konsep Kedisplinan
2.4.6 Proses Motivasi
a. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru
kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.
b. Mengetahui Kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan
dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan.
c. Komunikasi Efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan.
Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang
harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi Tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan
karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba
serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
Teladan Pemimpin dan
Kepemimpinannya
Kedisiplinan
Ketegasan dan Sanksi Hukuman
Kemampuan dan
Tujuan
Pengawasan Melekat atau
Waskat
Kompensasi - Direct
- Indirect
Loyalitas Karyawan
36
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
f. Team Work
Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai
tujuan perusahaan. Team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya
terdapat banyak bagian.
Gambar 2.3
Konsep Motivasi
2.5 Pengertian Kinerja dan Manajemen Kinerja
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi
(Armstrong & Baron, 1998:15).
Tujuan dan Asas-
asas Motivasi
Motivasi
Kendala-kendala
Pengertian Motif dan Motivasi
Teori-teori Motivasi - Teori Kepuasan - Teori Proses - Teori Pengukuhan
Jenis
Alat-alat Motivasi
Proses Motivasi
37
Bacal (1999:4) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang
dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan
langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses komunikasi merupakan suatu
sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen
kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer, dan karyawan.
Armstrong (2004:29) lebih melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami
dan mengelola kinerja dalam suatu karangan tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan
atribut yang disepakati.
Armstrong dan Baron (1998:7) sebelumnya berpandangan bahwa manajemen kinerja
adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada
organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan
mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu.
Schwartz (1999:vii) memandang manajemen kinerja sebagai gaya manajemen yang
dasarnya adalah komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut
penetapan tujuan, memberikan umpan balik baik dari manajer kepada karyawan maupun
sebaliknya dari karyawan kepada manajer, demikian pula penilaian kinerja.
2.5.1 Pendekatan Evaluasi Kinerja
Kreitner dan Kinicki (2001:303) melihat sasaran evaluasi dari segi pendekatannya,
yang disebutkan sebagai pendekatan terhadap sifat, perilaku, hasil, dan kontinjensi.
Sementara itu, Robbins (2003:500) melihat evaluasi kinerja dalam ukuran hasil pekerjaan
individu, perilaku, dan sikap. Pendapat di antara keduanya bersifat saling melengkapi dan
dapat dijelaskan sebagai berikut (Wibowo:353-355).
38
1. Pendekatan Sikap
Pendekatan ini menyangkut penilaian terhadap sifat atau karakteristik
individu. Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif, kecepatan membuat
keputusan, dan ketergantungan. Meskipun pendekatan sifat sangat luas
dipergunakan oleh manajer, pada umumnya di pertimbangkan oleh para ahli
sebagai yang paling lemah.
Penilaian sifat kurang sempurna karena relatif bermakna ganda terhadap
kinerja aktual. Misalnya, penilaian seseorang yang mempunyai inisiatif
rendah tidak memberikan sesuatu tentang bagaimana memperbaiki prestasi
kerja. Demikian juga, pekerja cenderung beraksi defensive terhadap umpan
balik tentang kepribadiannya, terutama apabila dirasakan kurang
menguntungkan dirinya.
Ciri seseorang seperti mempunyai sikap baik menunjukkan tingkat percaya
diri yang tinggi, menjadi bergantung, kelihatan sibuk atau kaya pengalaman,
namun tidak ada korelasinya dengan pekerjaan.
2. Pendekatan Perilaku
Masalah dalam pendekatan perilaku menunjukkan bagaimana orang
berperilaku, dan bukan tentang kepribadiannya. Kemampuan orang untuk
bertahan meningkat apabila penilaian kinerja didukung oleh tingkat perilaku
kinerja.
Dalam banyak hal sulit untuk mengidentifikasi hasil spesifik yang dapat
dihubungkan dengan tindakan pekerja. Hal tersebut benar terutama apabila
penugasan individu pekerja merupakan bagian dari usaha kelompok. Kinerja
kelompok mungkin siap dievaluasi, tetapi kontribusi masing-masing anggota
39
sulit atau tidak mungkin diidentifikasi dengan jelas. Dalam hal seperti ini
tidak biasa bagi manajemen mengevaluasi perilaku pekerja.
Perilaku seorang plant manager yang dapat dipergunakan untuk evaluasi
kinerja adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau
gaya kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang tenaga penjualan
ditunjukkan oleh rata-rata jumlah kontak telepon per hari atau jumlah hari
sakit yang dipergunakan dalam setahun.
3. Pendekatan Hasil
Apabila pendekatan sikap memfokuskan pada orang dan pendekatan
perilaku memfokuskan pada proses, pendekatan hasil memfokus pada
produk atau hasil usaha seseorang. Dengan kata lain, adalah apa yang telah
diselesaikan individu. Manajemen berdasar sasaran merupakan format yang
umum untuk pendekatan hasil.
Dengan menggunakan kriteria hasil, seorang plant manager dapat dinilai
berdasar kriteria jumlah yang diproduksi, sisa yang ditimbulkan, dan biaya
produksi per unit. Demikian pula halnya, seorang tenaga penjualan dapat
dikukur dari volume penjualan seluruhnya, peningkatan penjualan dan
jumlah rekening yang dapat diciptakan.
4. Pendekatan Kontinjensi
Pendekatan sifat, perilaku, dan hasil cocok untuk dipergunakan tergantung
pada kebutuhan pada situasi tertentu. Oleh karena itu, diusulkan
pendekatan kontinjensi yang selalu dicocokkan denga situasi tertentu yang
sedang berkembang.
Namun demikian, pendekatan sikap cocok ketika harus membuat keputusan
promosi untuk calon yang mempunyai pekerjaan yang tidak sama.
40
Sementara itu, pendekatan hasil dibatasi oleh kegagalannya menjelaskan
mengapa tujuan penilai tidak tidak tercapai.
Secara keseluruhan, pendekatan perilaku muncul sebagai yang terkuat,
tetapi tergantung pada situasi, seperti ketika pekerja dengan pekerjaan
yang tidak sama dievaluasi untuk promosi.
2.5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Amstrong dan Baron (1998:16) faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut :
1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompetensi yang
dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan
sekerja.
4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang
diberikan organisasi.
5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan
dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
2.6 Penelitian-penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu :
1. Moore & Moore, 1998. DISCIPLINE + HELP = MOTIVATION. Tujuan dari penelitian
ini adalah seorang manajer sebaiknya menggunakan “The Positive-Progressive
Approach” dimana pendekatan ini merupakan gabungan dari “The Progressive
Discipline Approach” yang dalam pendekatan kedisiplinannya cukup keras dan “The
Positive Discipline Approach” yang berbanding terbalik dari pendekatan sebelumnya.
“The Positive-Progressive Approach” menekankan karyawan memonitor sendiri
41
perilakunya, karyawan mendapat semangat dari manajer agar dapat memperbaiki
perilaku-perilaku yang tidak sepantasnya dilakukan dan bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh seluruh pekerja. Hasil yang didapat adalah dengan kedisiplinan
yang diterapkan dan diberi bantuan berupa semangat oleh manajer diharapkan
dapat menjadi motivasi sendiri bagi karyawan untuk berkembang dan meningkatkan
kinerjanya.
2. Caswell, 2009. “Stimulating ‘lazy’ employees”. Tujuan dari penelitian ini adalah
menjabarkan bagaimana cara untuk membangkitkan semangat dari karyawan yang
‘malas’. Hasil yang bisa didapat adalah manajer dituntut untuk melakukan beberapa
hal. Pertama, manajer harus benar-benar menempatkan karyawan yang sesuai
dengan kemampuannya karena karyawan bisa frustasi apabila mendapatkan
pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua, saling menghargai atau
respek. Manajer perlu mengembangkan sikap saling menghargai antar sesama
karyawan, menghargai pendapat yang dilontarkan oleh para karyawan. Manajer
perlu mengindikasikan sinyal yang positif walaupun tidak setuju akan pendapat
karyawannya. Intinya, saat karyawan mengekspresikan pemikirannya jangan
dibantah terlebih dahulu sampai mereka selesai berbicara. Ketiga, jangan membuat
hubungan manajer dan karyawan menjadi tegang. Manajer harus bisa mengapresiasi
dan memaksimalkan kemampuan karyawan yang jelas berbeda dengannya. Terakhir,
manajer jangan hanya memerintah saja tetapi biarkan karyawan bekerja menurut
caranya sendiri. Selain memberitahu apa yang harus dikerjakan, manajer juga
memberitahu karyawan apa yang diharapkan dari pekerjaannya. Fokus pada hasil
yang dicapai, bukan berarti untuk mencapai hasilnya.
3. Manz, 1991. “Helping Yourself and Others to Master Self-Leadership”. Tujuan dari
penelitian ini adalah agar setiap karyawan dapat menjadi pemimpin bagi dirinya
sendiri. Hasil dari penelitian ini terdapat 3 pendekatan; pertama, perubahan perilaku.
42
Mereka harus bisa mendisiplinkan dirinya sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi
dirinya. Dalam hal merubah perilakunya; mereka perlu menetapkan tantangan yang
khusus tapi dapat tercapai tujuannya, perlu mengamati kemajuan dan perilakunya
untuk memastikan apa yang bisa dikembangkan, dapat memberi penghargaan
terhadap dirinya sendiri atas kesuksesan dalam menjalankan pekerjaan yang sulit,
dan melatih segala kesulitannya. Kedua, penggunaan “penghargaan alamiah”.
Tujuannya adalah agar menciptakan indentifikasi positif dengan bekerja yang
membuat ke level kinerja yang terbaik karena mereka berkomitmen, percaya, dan
menikmati pekerjaan mereka masing-masing. Yang perlu mereka lakukan;
mengidentifikasi dan membuat rencana kerja yang membuat mereka nyaman
mengerjakannya, mengatur ulang rencana kerja yang tidak disukai, dan
mengembangkan kebiasaan berpikir mengenai apa yang menarik dari pekerjaannya.
Terakhir, mengubah pola berpikir. Tujuannya adalah agar memfokuskan diri dalam
berpikir yang berkonsentrasi dalam menjalankan dan mengubah pola berpikir sesuai
dengan cara yang diinginkan. Mereka harus; mengidentifikasi kepercayaan yang
merusak dan asumsi-asumsi dan menggantinya dengan lebih akurat dan berguna,
melatih berinteraksi dengan diri sendiri secara positif dan berdaya guna, dan
menerapkan metode-metode gambaran untuk kinerja yang efektif dan menghindari
kesalahan imajinasi sewaktu berhadapan dengan berbagai tantangan.
4. Sala, 2003. “Improve Performance”. Tujuan dari penelitian ini adalah agar manajer
melaksanakan suatu cara bagi setiap karyawan untuk dapat meningkatkan
kinerjanya masing-masing. Hasil dari penelitian ini berupa sebuah model yang biasa
disebut HPT (Human Performance Technology) model yakni sebuah cara yang
sistematik untuk melihat masalah-masalah dan mencari jalan keluar dari masalah-
masalah tersebut. Langkah-langkah dasar dari HPT model ini adalah pertama;
mengidentifikasi secara mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang dapat
43
dicapai. Kedua, menentukan usaha apa yang dibutuhkan untuk meraih tujuan-tujuan
tersebut. Ketiga, mengidentifikasi hambatan-hambatan akan usaha yang dikehendaki.
Keempat, menentukan jalan keluar yang terbaik untuk menyingkirkan hambatan-
hambatan yang ada. Terakhir, mengeveluasi dan memastikan segala tujuan yang
telah dicapai. Dan apabila langkah-langkah dasar HPT model dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, maka peningkatan kinerja karyawan perlahan-lahan akan meningkat
dengan sendirinya.
5. Senge, 2008. “Building Vison”. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun visi
bersama, memperbaiki dan mengembangkan model-model mental yang ada, dan
bersama-sama terlibat dalam forum berpikir. Hasil dari penelitian ini adalah
menyemangati visi seseorang; visi bersama awalnya dari visi masing-masing
perorangan karena itu visi bersama akan lebih kuat apabila didukung visi-visi tunggal
dari masing-masing orang. Saling berkomunikasi dan saling mendukung; pemimpin
harus mengkomunikasikan visinya secara berkelanjutan dan perlu adanya dukungan
dari bawahan agar tercapai visinya tersebut. Mempunyai visi sebagai proses yang
berkelanjutan; pemimpin sebaiknya mempunyai visi yang tidak hanya satu saja,
sehingga bawahannya pun ikut senang menjalankan visi-visi yang lain. Menyatukan
visi intrinsik dan visi ekstrinsik; visi ekstrinsik yang seperti perusahaan ingin fokus
akan pencapaian sesuatu agar menjadi kompetitor pesaingnya. Sekali tercapai,
sangatlah mudah visi tersebut menjadi berbalik arah. Mempertahankan visi itu. Lain
lagi dengan visi intrinsik yang mengedepankan produksi produk baru, peningkatan
kualitas produk lama, menaikkan standar produk untuk kepuasan konsumen dengan
kata lain – inovasi. Kedua visi tersebut harus melebur jadi satu. Terakhir,
membedakan visi positif dari visi negatif; terdapat 2 sumber yang dapat memotivasi
organisasi berupa ketakutan yang merupakan sumber energi dibalik visi negatif,
44
bisa membuat perubahan yang luar biasa dalam waktu singkat, tapi aspirasi
bertahan sebagai sumber dari pengetahuan dan perkembangan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Gaya kepemimpinan itu sendiri ada hubungannya dengan peningkatan kinerja
karyawan, begitu pula dengan motivasi karyawan yang juga ada hubungannya dengan
peningkatan kienrja karyawan. Gaya kepemimpinan dan motivasi karyawan mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan yang hasilnya nanti dapat menjadi baik atau kurang baik.
Faktor gaya kepemimpinan disini sama pentingnya dengan faktor motivasi karyawan dalam
pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Peningkatan Kinerja Karyawan (Y) 1. Baik 2. Kurang Baik
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Motivasi Karyawan (X2)