BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00473-TI Bab 2.pdf ·...

30
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Sistem Kerja Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang bersangkutan. Teknik- teknik dan prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuannya, peralatan kerja, bahan serta lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi bagi perusahaan serta aman, sehat dan nyaman bagi pekerja. (Sutalaksana, Iftikar Z. (2006). Teknik Perancangan Sistem Kerja) SISTEM KERJ A PERANCANGAN SISTEM KERJ A PEKERJA BAHAN MESIN/ PERALATAN LINGKUNGAN beberapa alternatif ALTERNATIFTERPILIH Gambar 2.1 bagan gambaran perancangan sistem kerja

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00473-TI Bab 2.pdf ·...

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perancangan Sistem Kerja

Suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk

mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja yang bersangkutan. Teknik-

teknik dan prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen

sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan kemampuannya, peralatan

kerja, bahan serta lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat

efektifitas dan efisiensi yang tinggi bagi perusahaan serta aman, sehat dan nyaman

bagi pekerja. (Sutalaksana, Iftikar Z. (2006). Teknik Perancangan Sistem Kerja)

SISTEM KERJA

PERANCANGAN SISTEM KERJA

PEKERJABAHANMESIN/

PERALATANLINGKUNGAN

beberapa alternatif ALTERNATIFTERPILIH

Gambar 2.1 bagan gambaran perancangan sistem kerja

Telah dikemukakan tadi bahwa perancangan sistem merupakan hasil

perpaduan antara teknik-teknik pengukuran waktu dan prinsip-prinsip studi

gerakan sebagaimana dikembangkan oleh para pemulanya, yaitu :

1. F.W. Taylor dengan pengukuran waktunya

Taylor sampai saat ini dipandang sebagai seorang yang memberikan

kontribusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, bukan hanya teknik

industri, tetapi juga ilmu manajemen. Taylor berpendapat bahwa pekerja-

pekerja tersebut memberikan hasil dibawah yang sebenarnya dapat

dihasilkan. Dari pengamatan-pengamatannya ia mempunyai dugaan kuat

bahwa yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut adalah pengaturan

jam kerja yang tidak baik. Setelah meyakinkan hal ini kepada

pimpinannya, Taylor mendapat izin dan dana untuk melakukan penelitian

mengenai pendapatnya.

Taylor menugaskan dua orang pekerja yang baik dan kuat yang

sebelumnya telah diberikan penjelasan bahwa tujuan penelitian bukanlah

untuk mengukur kekuatan maksimal yang didapat dihasilkan seseorang

selama hari kerja, melainkan untuk mengetahui seberapa besar tenaga

seorang pekerja harus dikeluarkan agar pekerja tersebut dapat memberikan

hasil sebanyak-banyaknya. Melalui kedua pekerjanya itu Taylor

berpendapat bahwa hasil kerja sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu

bekerja, lamanya waktu istirahat dan frekuensi istirahat. Jadi bekerja 6 jam

dan istirahat 1 jam akan berbeda hasil yang dicapainya dengan bekerja 5

jam dan istirahat 1 jam atau 2 jam. Begitu pula akan lain hasilnya bila

bekerja 6 jam dengan istirahat 2 kali setengah jam.

2. F.B. Gilbreth dengan studi geraknya

Seorang lagi yang dipandang mempunyai peranan besar, khususnya

dalam pengembangan awal teknik tata cara kerja adalah Frank B. Gilbreth.

Gerakan-gerakan kerja yang dilakukan pekerja diamati dan diteliti antara

lain dengan menggunakan kamera-kamera film untuk merekamnya,

kemudian mempelajari hasilnya dengan kecepatan putar sangat lambat.

Dari penelitian-penelitian itu akhirnya Gilbreth mendapatkan suatu

prosedur untuk menganalisis gerakan kerja dan memperbaikinya. Prosedur

itu adalah membagi gerkan-gerakan kerja menjadi elemen-elemen gerakan

dasar yang merupakan bagian dari suatu gerakan.

2.2 Peta-peta Kerja

Ada 5 langkah sistematis untuk memecahkan suatu masalah, yaitu :

1. Pendefinisian masalah, merupakan langkah pertama, tujuan yang akan

dicapai dinyatakan secara umum. Artinya, ditentukan dahulu kriteria-

kriterianya, hasil yang diinginkan, waktu yang tersedia, dan lain-lain.

2. Penganalisisan masalah, berdasarkan fakta-fakta yang ada, dibuat

spesifikasi dan batasan-batasannya, menyajikan fakta-fakta yang

sistematis, melakukan pengujian kembali atas persoalan dan kriteria-

kriterianya.

3. Pencarian alternatif-alternatif. Berdasarkan kriteria-kriteria dan

batasan-batasan yang telah ditentukan, disusun sebagai alternatif

pemecahan persoalan yang masih harus dipilih.

4. Mengevaluasi alternatif-alternatif yang diusulkan. Alternatif-alternatif

yang diperoleh pada langkah 3, dipilih yang paling baik dengan

menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

5. Pengambilan keputusan. Memilih satu alternatif dari berbagai alternatif

yang ada, merupakan keputusan yang harus dilaksanakan.

2.2.1 Definisi peta kerja

Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara

sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita dapat

melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari

mulai masuk kepabrik; kemudian menggambarkan semua langkah yang

dialaminya, seperti : transportasi, opersi mesin, pemeriksaan dan perakitan;

sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan

bagian dari suatu produk lengkap. (Sutalaksana, Iftikar Z. (2006). Teknik Perancangan

Sistem Kerja)

2.2.2 Lambang-lambang yang digunakan

Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang ada sekarang ini

dikembangkan oleh Gilbreth. Pada saat itu, untuk membuat suatu peta kerja,

Gilbreth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai. Pada tahun berikutnya

jumlah lambnag tersebut disederhanakan sehingga hanya tinggal 4 macam saja.

Namun pada tahun 1947 American Socieety of Mechanical Engineers (ASME)

membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang

merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilbreth.

Operasi

Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan

sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil informasi maupun memberikan

informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi. Operasi juga merupakan

kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan biasanya terjadi pada

suatu mesin atau sistem kerja.

Pemeriksaan

Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan

mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Lambnag ini

digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau

membandingkan objek tertentu dengan suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak

memjuruskan bahan kearah menjadi suatu barang jadi, contohnya : mengukur

dimensi benda, memeriksa warna benda dan kelengkapan benda.

Transportasi

Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau

perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari

suatu operasi. Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari operasi atau

disebabkan oleh petugas pada tempat bekerja sewaktu operasi atau pemeriksaan

berlangsung, bukanlah merupakan transportasi. Contohnya : benda kerja atau

bahan baku diangkut oleh material handling untuk diproses.

Menunggu

Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun

perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya

sebentar) contohnya : objek menunggu diperiksa atau diproses.

Penyimpanan

Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka

waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali biasanya

memerlukan suatu prosedur perizinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk

menyatakan suatu objek yang mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan

atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu. Contohnya : bahan baku

atau barang jadi disimpan dalam gudang.

Aktivitas gabungan

Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan

dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.

2.2.3 Macam-macam peta kerja

Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi dalam dua kelompok besar

berdasarkan kegiatannya, yaitu :

1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja

keseluruhan. Yang termasuk peta kerja keseluruhan adalah :

• Peta proses operasi

Menggambarkan langkah-langkah operasi dan pemeriksaan

yang dialami bahan (atau bahan-bahan) dalam urutan-

urutannya sejak awal sampai menjadi produk jadi utuh

maupun sebagai bagian setengah jadi.

Gambar 2.2 prinsip pembuatan peta proses operasi

Ket :

W = Waktu yang dibutuhkan untuk suatu operasi

O-N = Nomor urut untuk kegiatan operasi tersebut

I-N = Nomor urut untuk kegiatan pemeriksaan tersebut

M = Menunjukan mesin atau tempat dimana kegiatan

tersebut di laksanakan.

• Peta aliran proses

Suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan dari

operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan

penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur

berlangsung. Macam-macam peta aliran proses :

a. Peta aliran proses tipe bahan,

menggambarkan kejadian yang dialami oleh

bahan.

b. Peta aliran proses tipe orang, suatu peta yang

menggambarkan suatu proses dalam bentuk

aktivitas-aktivitas manusianya.

c. Peta aliran proses tipe kertas, aliran dari

kertas yang menjalani sekumpulan urutan

proses mengikuti suatu prosedur tertentu

secara bertahap.

• Peta proses kelompok kerja

Merupakan kumpulan dari beberapa peta aliran proses

dimana tiap peta aliran proses tersebut menunjukan satu

seri kerja dari seorang operator.

• Diagram alir

Merupakan suatu gambaran menurut skala, dari susunan

lantai dan gedung, yang menunjukan lokasi dari semua

aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses.

Aktivitasnya, yang berarti pergerakan suatu material atau

orang dari satu tempat ke tempat berikutnya. Arah aliran

digambarkan oleh anak panah kecil pada garis aliran

tersebut.

2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja

setempat. Yang termasuk peta kerja setempat adalah :

• Peta pekerja, dan mesin

• Peta tangan kanan–tangan kiri

2.3 Perancangan Tata letak

Definisi tata letak secara umum ditinjau dari sudut pandang produksi

adalah susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisiensi pada suatu

produksi. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas

operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin,

bahan-bahan, perlengkapan untuk operasi, personalia, dan semua peralatan serta

fasilitas yang digunakan dalam proses produksi. (Purnomo, Hari. Perencanaan dan

Perancangan Fasilitas)

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area

kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi produksi

aman, dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja dan kinerja dari

operator.

Tipe tata letak yang sesuai akan menjadikan efisiensi proses

manufakturing untuk jangka waktu yang cukup panjang. Tipe-tipe tata letak

secara umum adalah Product Layout dan Process Layout.

1. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi (Product Layout atau

Production Line Product)

Product layout dapat didefinisikan sebagai metode atau cara

pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke

dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat dibuat/

diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut. Bahan baku di

pindahkan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya di dalam departemen

tersebut, dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke departemen lain. Dalam

product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses

dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus menerus dalam suatu

garis perakitan. Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup

tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang

continue. Product layout digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.3 Product Layout

Dari gambar product layout diatas terlihat bahwa produk akan

dipindahkan oleh ban berjalan dari satu tempat ke tempat kerja yang lain. Bila

pekerjaan adalah manual dan memerlukan bantuan peralatan di hampir semua

garis perakitan maka operator biasanya mengerjakan dengan peralatan-

peralatan yang mudah dijinjing (portable tools). Sebaliknya jika produksi

komponen–komponen berlangsung terus menerus biasanya memerlukan

mesin–mesin yang lebih modern misalnya untuk melakukan pekerjaan

pemasangan,pengencangan,perakitan dan lain sebagainya, untuk mendapatkan

hasil yang baik. Tujuan dari tata letak ini pada dasarnya adalah untuk

mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam

aktivitas produksi, sehingga pada akhir terjadi penghematan biaya.

2. Tata letak fasilitas berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout)

Dalam Process / functional Layout semua operasi dengan sifat yang

sama dikelompokkan dalam departemen yang sama pada suatu pabrik /

industri. Mesin, peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan

menjadi satu, misalnya semua mesin bubut dijadikan satu departemen, mesin

bor dijadikan satu departemen dan mill dijadikan satu departemen. Dengan

kata lain, material dipindah menujun departemen – departemen sesuai dengan

urutan proses yang dilakukan.

Process layout dilakukan bila volume produksi kecil, dan terutama

untuk jenis produk yang tidak standart, biasanya berdasarkan order. Kondisi

ini disebut sebagai “job shop”. Tata letak tipe process layout banyak dijumpai

pada sektor industri manufacturing maupun jasa.

Kelebihan atau keuntungan menggunakan layout tipe ini antara lain

adalah, total investasi yang rendah karena digunakan mesin yang umum

(general purpose). Tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih fleksibel karena

sanggup mengerjakan berbagai macam jeni dan model produk. Pengendalian

dan pengawasan lebih mudah dan lebih baik, khususnya untuk pekerjaan yang

sulit dan memerlukan ketelitian tinggi dan yang terakhir ialah mudah untuk

mengatasi breakdown daripada mesin, yaitu dengan cara memindahkannya ke

mesin yang lain dan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam proses

produksi.

Sedangkan sisi kelemahannya adalah terjadinya aktivitas perpindahan

material, karena tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi

kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi. Juga memerlukan

penambahan space area untuk work in process storage.

2.4 Lini Produksi

Penempatan-penempatan area kerja dimana operasi-operasi diatur secara

berurutan dan meterial bergerak secara continue melalui operasi yang terangkai

seimbang. Menurut kareteristik proses produksinya lini produksi dibagi dua :

• Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah

operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda

kerja.

• Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah

operasi perakitan yang di kerjakan pada beberapa stasiun kerja dan di

gabungkan menjadi benda Assembly atau Subassembly.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan ini produksi

yang baik adalah sebagai berikut :

Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan

tempat kerja

• Aliran benda kerja ( material ), mencakup gerakan dari benda kerja yang

continue, alirannya di ukur dengan kecepatan produksi dan bukan jumlah

spesifik.

• Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian

masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja yang lebih

efisien.

• Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi

dikerjakan pada saat yang sama diseluruh lintasan produksi

• Operasi unit, lintasan di maksudkan sebagai penghasil unit tunggal, satu

seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk. Seluruh

lintasan merupakan satu unit produksi

• Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat

tetap

• Proses memerlukan waktu yang minimum. (Baroto, Teguh. (2002). Perencanaan

dan Pengendalian Produksi)

2.5 Material Handling

Masalah utama dalam produksi di tinjau dari segi kegiatan/proses produksi

adalah bergeraknya material dari satu tingkat ke tingkat proses produksi

berikutnya. Hal ini terlihat sejak material diterima ditempat penerimaan,

kemudian dipindahkan ketempat pemeriksaan dan selanjutnya disimpan digudang.

(Purnomo, Hari. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas)

Terdapat banyak definisi atau pengertian yang diberikan untuk material

handling. Berikut ada dua definisi secara umum :

1. Material handling adalah seni dan ilmu pengetahuan dari perpindahan,

penyimpanan, perlindungan, dan pengawasan material.

2. Material handling mempunyai arti penanganan material dalam jumlah

yang tepat dari material yang sesuai dalam kondisi yang baik pada tempat

yang cocok, pada waktu yang tepat dalam posisi yang benar, dalam urutan

yang sesuai dan biaya yang murah dengan metode yang benar.

Semua peralatan material handling di klasifikasikan kedalam tiga tipe

utama yaitu :

1. Conveyor, adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material

secara continue dengan jalur yang tetap.

2. Cranes dan Hoists, adalah peralatan diatas yang digunakan untuk

memindahkan beban secara terputus-putus dengan area terbatas.

3. Trucks, adalah alat yang digerakan dengan tangan atau mesin dan dapat

memindahkan material dengan berbagai macam jalur yang ada. Yang

termasuk dalam kelompok truk antara lain : forklift, hand truck, trailer

trains, baterai car, dan sebagainya

2.6 Tipe-tipe pola aliran bahan

Dalam sebuah proses produksi, terdapat aliran material dari tiap-tiap

proses. Terdapat beberapa pola aliran bahan, yaitu :

1. Straight Line (pola aliran bahan garis lurus)

Pada umumnya pola aliran ini di gunakan untuk proses produksi yang

pendek dan relatif sederhana, dan terdiri atas beberapa komponen.

1 2 3 4 5

Gambar 2.4 pola aliran garis lurus

2. Serpentine (pola aliran bahan zig-zag)

Pola ini biasanya digunakan bila aliran proses produksi lebih panjang

dari pada luas area. Pada pola ini, arah aliran di arahkan membelok

sehingga menambah panjang garis aliran yang ada. Pola ini digunakan

untuk mengatasi keterbatasan area.

gambar 2.5 pola aliran zig-zag

1 4

6

5

3 2

3. U-shaped (pola aliran bahan bentuk U)

Dilihat dari bentuknya, pola aliran ini digunakan bila kita

menginginkan akhir dan awal proses produksi berada di lokasi yang

sama. Keuntungannya adalah meminimasi penggunaan fasilitas

material handling dan mempermudah pengawasan.

Gambar 2.6 pola aliran bentuk U

4

1 2

5 5

3

4. Circular (pola aliran bahan melingkar)

Pola ini digunakan apabila departemen penerimaan dan pengiriman

berada dilokasi yang sama.

Gambar 2.7 pola aliran melingkar

2

3

1

4

5

6

5. Odd angle (pola aliran bahan sudut ganjil)

Pola ini jarang di pakai karena pada umumnya pola ini digunakan

untuk perpindahan bahan secara mekanis dan keterbatasan ruangan.

Dalam keadaan tersebut, pola ini memberikan lintasan terpendek dan

berguna pada area terbatas.

2

3

5

4 6

1

Gambar 2.8 pola aliran sudut ganjil.

2.7 Penyesuaian dan kelonggaran

Setelah waktu siklus didapatkan, diselesaikan dengan penentuan waktu

baku terlebih dahulu dengan menghitung waktu normal :

Wn = Ws x p

Dan kemudian menghitung waktu baku Wn dengan :

Wb = Wn ( 1+1)

Dimana p adalah penyesuaian dan 1 adalah kelonggaran yang diberikan.

2.7.1 Penyesuaian

Setelah pengukuran waktu berlangsung, pengukuran harus mengamati

kewajaran kerja yang ditunjukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi

misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah diburu waktu, atau

karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk.

Andaikata ada ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan

menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karean berdasarkan

hal inilah penyesuaian dilakukan.

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata

atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor

penyesuaian. Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian

yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu yang normal.

2.7.1.1 Konsep tentang bekerja wajar

Biasanya, melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat cara kerja

operator. Dalam kehidupan sehari-hari pun hal ini sering bisa kita rasakan, yaitu

bila di suatu waktu melihat seseorang yang sedang bekerja. Dalam waktu yang

tidak terlampau lama. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang

pengukur dapat mempelajari cara kerja seorang operator yang dianggap normal,

yaitu : jika seorang operator yang dianggap berpengalaman, bekerja tanpa usaha-

usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan,

dan menunjukan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya

2.7.1.2. Beberapa cara menentukan faktor penyesuaian

Cara pertama adalah cara presentase yang merupakan cara yang paling

awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor

penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya

selama pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan

menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus.

1. Cara Shumard

Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja

kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Penyesuaian menurut shumard

Kelas Penyesuaian

Superlast

Fast +

Fast

Fast –

Excellent

Good

Good

Good

Normal

Fair +

Fair

Fair –

Poor

100

95

90

85

80

75

70

65

60

55

50

45

40

2. Cara Westinghouse

Cara ini mengarahkan penilaian kepada 4 faktor yang dianggap

menetukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam pekerja yaitu :

1. Ketrampilan

Ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti

cara kerja yang ditetapkan. Ketrampilan dibagi menjadi enam kelas

: super skill, excellent skill, good skill, avarage skill, fair skill, poor

skill.

2. Usaha

Untuk usaha atau effort cara westinghouse membagi juga kelas-

kelas dengan ciri-ciri tersendiri. Yang dimaksud usaha disini

adalah kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator

ketika melakukan pekerjaanya. Berikut pembagian kelas untuk

usaha : super skill, excellent skill, good skill, avarage skill, fair

skill, poor skill.

3. Kondisi kerja

Yang dimaksud kondisi kerja atau condition pada cara

westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan

pencahayaannya, suhu dan kebisingan ruangan.

4. konsistensi

faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau

consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena pada setiap

pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

semuanya sama. Konsistensi dan kondisi kerja dibagi menjadi

enam kelas yaitu : perfect, excellent, good, avarage, fair, poor.

Penyesuaian menurut westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Ketrampilan

Usaha

Superskill

Excellent

Good

Avarage

Fair

Poor

Excessive

A1

A2

B1

B2

C1

C2

D

E1

E2

F1

F2

A1

A2

+ 0,15

+ 0,13

+ 0,11

+ 0,08

+ 0,06

+ 0,03

+0,00

- 0,05

- 0,10

- 0,16

- 0,22

+ 0,13

+ 0,12

Kondisi kerja

Konsistensi

Excellent

Good

Avarage

Fair

Poor

Ideal

Excellent

Good

Avarege

Fair

Poor

Ideal

Excellent

B1

B2

C1

C3

D1

E1

E2

F1

F2

A

B

C

D

E

F

A

B

+ 0,10

+ 0,08

+ 0,05

+ 0,02

0,00

- 0,04

- 0,08

- 0,12

- 0,17

+ 0,06

+ 0,04

+ 0,02

0,00

- 0,03

- 0,07

+ 0,04

+ 0,03

Good

Avarege

Fair

Poor

C

D

E

F

+ 0,01

0,00

- 0,02

- 0,04

Tabel 22. Penyesuaian westinghouse

Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang di anggap

wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan

ini harga p nya ditambah dengan angka-angka yang sesuai dengan ke 4

faktor diatas.

2.7.2 Kelonggaran

Di dalam praktek banyak terjadi penetuan waktu baku yang dilakukan

hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-

ratanya. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,

menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat

dihindarkan.

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah minum

sekedarnya, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja.

2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue

Jika rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performansi normalnya. Karena itulah kelonggaran

untuk melepaskan rasa lelah karena fatigue ini perlu ditambahkan.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidak akan lepas dari

berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti

mengobrol yang berlebihan dan mengangur dengan sengaja. Ada pula

hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar

kemampuan pekerja untuk mengendalikannya.