BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sejarah Karate … · 2018-11-07 · Dalam kumite atau...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sejarah Karate … · 2018-11-07 · Dalam kumite atau...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Karate
a. Sejarah Karate Di Indonesia
Karate dikembangkan di Kerajaan Ryukyu aneksasi sebelum abad ke-19 di
Jepang. Karate ini dibawa ke daratan Jepang di awal abad 20 selama waktu
pertukaran budaya antara Jepang dan Ryukyuans. Pada tahun 1922 Departemen
Pendidikan Jepang Gichin Funakoshi diundang ke Tokyo untuk memberikan
demonstrasi karate. Pada tahun 1924 didirikan Universitas Keio universitas
pertama klub karate di Jepang dan 1932, nama diubah dari 唐 手 (Tangan Cina)
untuk 空手 (Tangan Kosong) yang keduanya diucapkan untuk menunjukkan bahwa
Jepang ingin mengembangkan bentuk tempur di gaya Jepang.
Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan
oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembali ke tanah air, setelah
menyelesaikan pendidikannya di Jepang. Tahun 1963 beberapa Mahasiswa
Indonesia antara lain: Baud AD Adikusumo, Karianto Djojonegoro, Mochtar
Ruskan dan Ottoman Noh mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka ini yang mula-mula
memperkenalkan karate (aliran Shotokan) di Indonesia, dan selanjutnya mereka
membentuk wadah yang mereka namakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia
(PORKI) yang diresmikan tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta.
Beberapa tahun kemudian berdatangan Mahasiswa Indonesia dari Jepang
seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan
Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping
Mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke
Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi
perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki
(Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama
(Kyokushinkai-1967).
9
Dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri
perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan
terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan
perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan
dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan
karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI,
terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga
Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang
dikenal dengan nama pengurus besar. Telah dipimpin oleh enam orang. Ketua
umum dan periodisasi kepengurusannya mengalami tiga kali perubahan masa
periode yaitu, periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk
kepengurusan periode tahun 1972 – 1977) periode tiga tahun (ditetapkan pada
kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997 – 1980) dan periode
empat tahun (berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
b. Teknik Dasar Karate
Menguasai teknik dasar karate merupakan faktor fundamental agar menjadi
karateka yang baik. Dalam Wikipedia dijelaskan teknik dasar karate sebagai
berikut:
1) Kihon
Kihon secara harfiah berarti dasar atau fondasi. Praktisi Karate harus
menguasai Kihon dengan baik sebelum mempelajari Kata dan Kumite.
Pelatihan Kihon dimulai dari mempelajari pukulan dan tendangan (sabuk putih)
dan bantingan (sabuk coklat). Pada tahap dan atau Sabuk Hitam, siswa
dianggap sudah menguasai seluruh kihon dengan baik.
2) Kata
Kata secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak
hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung
pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan
pernapasan yang berbeda. Dalam Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai
10
adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan dasar Kata. Setiap
aliran memiliki perbedaan gerak dan nama yang berbeda untuk setiap Kata.
Sebagai contoh : Kata Tekki di aliran Shotokan dikenal dengan nama Naihanchi
di aliran Shito Ryu. Sebagai akibatnya Bunkai (aplikasi kata) tiap aliran juga
berbeda.
3) Kumite
Kumite secara harfiah berarti "pertemuan tangan". Kumite dilakukan
oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi sekarang, ada
dojo yang mengajarkan kumite pada murid tingkat pemula (sabuk kuning).
Sebelum melakukan kumite bebas (jiyu Kumite) praktisi mempelajari kumite
yang diatur (go hon kumite) atau (yakusoku kumite). Untuk kumite aliran
olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite Pertandingan.
Dalam kumite atau pertarungan seorang karate ka harus bertanding
dalam waktu 3 menit dan final 4 menit bersih. Dan untuk menjadi seorang juara
diperlukan 6 sampai 7 kali pertandingan.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar karate
pada prinsipnya terdiri tiga macam yaitu: kihon, kata dan kumite. Dari ketiga
teknik karate tersebut di dalamnya terdapat jenjang atau tahap yang harus
dikuasai. Artinya, seorang karateka dapat meningkat pada tahap kedua (kata),
jika telah menguasai tahap pertama (kihon). Demikian juga untuk meningkat
pada tahap kumite telah menguasai tahap kata.
2. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata kerja to manage (bahasa inggris), yang artinya
mengurus, mengatur, melaksanakan dan mengelola. Defenisi manajemen telah
banyak dikemukan oleh beberapa ahli manajemen. Menurut defenisi yang
dikembangkan oleh Manullang (1983), manajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan, pengorganisasian, penyusun karyawan, pemberian perintah dan
pengawasan terhadap human and recources untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan (Djati Juliatarsa dan jhon Suprihanto,1988:3).
11
George R.Terry memberikan defenisi manajemen sebagai suatu proses yang
membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, pergerakan pelaksanaan kerja dan
pengawasan dengan memanfaatkan ilmu maupun seni untuk menyelesaikan tujuan
yang telah ditetapkan (Soewarno Handayaningrat, 1982:20). Dalam defenisi yang
dikemukan George R.Terry tersebut memandang manajemen sebagai suatu proses
yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan
pengawasan.
Sedangkan Tom Degenaars lebih menitikberatkan defenisi manajemen
sebagai bimbingan kegiatan kelompok dan penggunaan sumber daya manusia dalam
pencapaian tujuan. Manajemen oleh Tom Degenaars didefenisikan sebagai suatu
proses yang berhubungan dengan kegiatan kelompok dan berdasar atas tujuan yang
jelas yang harus dicapai dengan menggunakan sumber-sumber tenaga.
Dari defenisi-defenisi tersebut, kita dapat mengetahui bahwa ada yang
menyebut manajemen sebagai ilmu dan ada pula yang menyebut sebagai seni.
Manajemen sebagai ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan
sistematis. Manajemen sebagai seni adalah suatu kreativitas pribadi yang disertai
suatu keterampilan.
3. Fungsi Manajemen
Proses manajemen merupakan fungsi utama atau pekerjaan pokok bagi
manajer. Dalam melakukan pekerjaan tersebut manajer melakukan berbagai
kegiatan yang dikelompokkan secara konseptual sebagai fungsi-fungsi manajemen
(Mansoer, 1989 : 5). Fungsi manajerial dapat digolongkan kepada dua jenis utama
yaitu : (1) fungsi-fungsi organisasi, dan (2) fungsi-fungsi penunjang. Fungsi-fungsi
organisasi adalah keseluruhan fungsi utama yang mutlak perlu dilakukan para
manajer sebagai penjanbaran kebijaksanaan atau strategi organisasi yang telah
ditetapkan. Sedangkan fungsi-fungsi penunjang adalah berbagai kegiatan yang
diselenggarakan oleh satuan-satuan kerja dalam organisasi untuk mendukung
fungsi-fungsi organisasi (Siagian, 1992 : 43-44).
12
Menurut Terry dan Rue (1982 : 5) ada lima fungsi manajemen, yaitu : (1)
planning, (2) organizing, (3) staffing, (4) motivating, (5) controlling. Hellriegel dan
Slocum (1989 : 6) serta Bone dan Kuntz (1984 : 5-6) menyebutkan fungsi
manajemen meliputi : (1) planning, (2) organizing, (3) leading, (4) controlling.
Keempat macam fungsi tersebut merupakan fungsi dasar manajemen. Koantz,
Donnei, dan Weihrich (1984 : 64-66) menyebutkan fungsi-fungsi manajemen
adalah : (1) planning, (2) organizing, (3) staffing, (4) leading, (5) controlling.
Fungsi manajemen menurut Bucker dan Krotee (1993 : 9-11) meliputi :
planning, organizing, staffing, leading, controlling. Kelima fungsi manajemen
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) planning, rencana yang dibuat yang
ingin dicapai oleh sebuah organisasi dan memerlukan konsep yang jelas tentang
tujuan organisasi dan memerlukan konsep yang jelas tentang tujuan organisasi
tersebut, (2) organizing (pengorganisasian) untuk mencapaai tujuan organisasi maka
diperlukan personel-personel yang terorganisasi dalam stuktur yang tepat. Struktur
harus disediakan untuk menghindari birokrasi dan menyediakan tugas yang jela dari
tiap individu yang bertanggungjawab dalam tiap unit kerja, job description untuk
masing-masing bidang, (3) staffing (penyusunan pegawai), fungsi manajemen
susunan kepegawaian mengacu pada keseluruhan tugas pemilihan pesonil, tugas,
pengembangan staff dan pelatihan, serta menyediakan dan memelihara kondisi kerja
untuk semua anggota organisasi, (4) leading (kepemimpinan). Kepemimpinan
adalah tanggungjawab yang jatuh pada manajer atau ketua menyangkut organisasi
atau klub. Manajer harus memimpin secara positif, memotivasi, dan mempengaruhi
individu anggota organisasi untuk bekerja sesuai rencana dalam rangka mencapai
tujuan organisasi, (5) controlling (pengendalian), pengendalian terdiri dari beberapa
faktor. Standar pekerjaan atau harapan atau tujuan yang ditetapkan dan metode atau
prosedur untuk mengukur. Standar-standar tertentu harus ada sehingga dalam proses
pelaksanaan pencapaian tujuan arah dari kegiatan tetap bias dikendalikan sehingga
tidak menyimpang dari yang ditetapkan.
13
4. Manajemen Olahraga
Manajemen olaharaga telah ada kira-kira sejak zaman yunani kuno, yaitu
kurang lebih pada duabelas abad sebelum masehi. Dengan diadakannya berbagai
macam pesta olahraga yang ditonton oleh rakyat. Manajemen olahraga pada zaman
modern perkembangannya tidak secepat perkembangan manajemen di bidang
industry atau ekonomi. Seiring dengan berkembangnya olahraga menjadi disiplin
ilmu tersendiri, sebagaimana manajemen juga telah menjadi disipllin ilmu yang juga
dipelajari diperguruan tinggi, maka manajemen olahraga merupakan bidang ilmu
tersendiri dan menjadi cabang ilmu yang banyak ditekuni oleh para pakar ataupun
praktisi olahraga.
Harsuki (2003 : 117) menyebutkan bahwa “manajemen olahraga adalah
perpaduan antara ilmu manajemen dan ilmu olahraga”. Istilah manajemen (Harsuki,
2003 : 143) diartikan sebagai “suatu kemampuan untuk memperoleh suatu hasil,
dalam rangka pencapaian tujuan dengan melalui kegiatan orang lain”.
Argasasmita (Harsuki, 2003 : 167) meneyebutkan bahwa “tugas-tugas
manajemen secara fundamental diorientasikan pada tugas dan pelaksanaan planning,
organizing, coordinating, dan controlling”. Harsuki (2003) menyebutkan beberapa
fungsi organik manajemen yang dikutip dari beberapa ahli. Terry membagi fungsi
manajemen menjadi planning, organizing, actuating, controlling. Gullick membagi
fungsi manajemen menjadi planning, organizing, staffing, directing, coordinating,
reporting and budgeting. Koontz membagi fungsi manajemen menjadi planning,
organizing, staffing, directing dan evaluating.
Du Brin, Ireland dan Williams (Bucher dan Krotee, 1994 : 4) menyampaikan
bahwa : Define management as the coordinated and integrated prosess utilizing an
organization’s resources (e.g human, financial, physical, information, technical) to
achieve specific objectives through the functions of planning organizing, staffing,
leading and controlling.
Menurut pakar olahraga, manajemen olahraga di Indonesia pada dasarnya
dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu manajemen olahraga pemerintah dan
manajemen olahraga non-pemerintah (swasta). Manajemen olahraga pemerintah
adalah kegiatan manajemen yang saat ini dilaksanakan oleh direktorat Jenderal
14
Olahraga Departemen Pendidikan Nasional denganseluruh jajarannya baik di pusat
maupun didaerah. Sedangkan manajemen olahraga swasta adalah manajemen yang
dilakukan dalam institusi olahraga non-pemerintah seperti KONI dengan seluruh
anggotanya, yaitu induk organisasi cabang olahraga serta perkumpulan-
perkumpulan olahraga yang menjadi anggota organisasi induk olahraga tersebut.
Menurut Harsuki (2003 : 119) manajemenn olahraga dibagi dalam tiga
bagiaan besar yaitu : (1) management event (peristiwa), (2) manajemen
lembaga/institusi permanen, (3) manajemen fasilitas olahraga.
Yang dimaksud dengan manajemen event adalah manajemen yang
dilaksanakan dalam berbagai macam event atau peristiwa pesta olahraga seperti
porseni, porda, pon, sea games, asian games, olimpiade dan event lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan manajemen lembaga permanen adalah kegiatan
manajemen yang dilaksanakan di lembaga permanen seperti kantor olahraga
pemerintah, koni, induk organisasi olahraga dan perkumpulan atau klub-klub
olahraga. Manajemen fasilitas adalah manajemen yang dilaksanakan dalam
mengelola fasilitas-fasilitas olahraga seperti kolam renang, fitness center, stadion
olahraga dan gedung-gedung olahraga.
Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen olahraga adalah pendapat E.
Burke yang dikutip oleh Argasasmita yang mengatakan bahwa nilai suatu organisasi
tergantung dari orang-orang yang mengatur dan menyusunnya. Suatu organisasi
yang menganggap remeh Sumber Daya Manusianya, maka organisasi tersebut, tidak
akan mendapatkan hasil yang terbaik (Harsuki, 2003 : 166).
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dari sebuah organisasi atau klub olahraga, maka peran sumber daya
manusia atau orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan klub sangat penting.
Unsur-unsur tersebut harus bersatu dalam sebuah sistem, bahu membahu bekerja
sama untuk mencapai tujuan klub.
5. Sistem Pembinaan Olahraga Prestasi
Sistem ialah terdiri dari komponen-komponen yang berkaitan dan saling
menunjang satu dengan lainnya yang secara keseluruhan berfungsi untuk mencapai
15
tujuan tertentu. Jika komponen suatu sistem cukup besar, maka komponen itu dapat
dipandang sebagai subsistem. Dengan demikian suatu sistem dapat dibagi menjadi
subsistem-subsistem. Akhirnya bagian terkecil yang masih memiliki cirri sistem
disebut komponen.
Menurut Kamiso (1991 : 13) operasional suatu sistem dibagi dalam 3 tahap
sebagai berikut : (1) input atau masukan, (2) proses, suatu tindakan-tindakan yang
berlangsung dalam sistem, (3) output atau keluaran, hasil yang keluar dari sistem.
Ketiga tahap tersebut dapat digambarkan :
Masukan keluaran
Hasil
Input output
Gambar 1
Ciri Khas Sistem (Kamiso, 1991 : 13)
Input yang masuk dalam proses terdiri dari input mentah (raw input) ialah
olahragawan dan input alat (instrumental input) ialah yang diperlukan memproses
input mentah menjadi hasil (output) yang diinginkan. Berdasarkan pendekatan
sistem tersebut di atas, maka sistem proses melatih olahraga prestasi seperti pada
gambar 2.
Gambar 2
Sistem Proses Melatih (Kamiso, 1991 : 14)
Faktor-faktor yang mempengaruhi dari proses tersebut ialah : (1) input
mentah (olahragawan), faktor dari dalam (endogen) terdiri dari unsure fisik, antara
proses dalam
sistem
16
lain : kekuatan, kecepatan, daya ledak, koordinasi, fleksibilitas, daya tahan tubuh.
Unsur psikis antara lain : intelegensi, mental, moral, sosial.
Faktor dari luar (eksogen), seperti kesehatan dinamis yaitu kesehatan waktu
latihan, faktor social ekonomi yang menyangkut keluarga, gizi, (2) input alat yang
meliputi : aspek melatih, melatih fisik, teknik dan taktik, psikis dan pengalaman
bertanding atau kematangan juara. Pendekatan ilmiah, dalam melatih mengacu pada
ilmu anatomi terapan (kinesiologi), fisiologi olahraga, kesehatan olahraga, ilmu jiwa
olahraga, sosiologi olahraga, ilmu gizi dan lain-lain. Program latihan meliputi
program jangka panjang, menengah, dan pendek, periodesasi latihan, metode
latihan, materi latihan, jadwal latihan, evaluasi.
Menurut Subardjah (2000 : 68) berkaitan dengan pembinaan prestasi
olahraga, terdapat banyak faktor yang harus dipertimbangkan antara lain meliputi
tujuan pembinaan yang jelas, program latihan yang sistematis, materi dan metode
latihan yang tepat serta evaluasi yang bisa mengukur keberhasilan proses pembinaan
itu sendiri. Di samping itu perlu dipertimbangkan pula karakteristik atlet yang dibina
baik secara fisik/ psikologi, kemampuan pelatih, sarana/fasilitas serta kondisi
lingkungan pembinaan.
Fasilitas yang merupakan kemudahan dalam pelaksana proses melatih yang
meliputi peralatan dan perlengkapan (olahragawan, cabang olahraga), tempat latihan
dan pertandingan, disamping menyangkut kualitas tempat, juga keadaan cuaca di
sekitarnya (suhu, angin, kelembaban udara, tekanan udara). Pembina meliputi
manajer, pelatih (trainer), dokter olahraga, ahli faal olahraga, ahli ilmu olahraga, ahli
gizi olahraga, ahli sosiologiolahraga, dan lain-lain. Dari personalia yang dinamakan
pembina tersebut yang langsung interaksi dengan olahragawan.
Menurut Alisjahbana (2008), dalam membangun sistem pembinaan olahraga,
ada beberapa komponen utama yang perlu diperhatikan. Program adalah rancangan
mengenai asas-asas (dasar cita-cita) serta usaha usaha yang dijalankan. Program
latihan adalah seperangkat kegiatan dalam berlatih yang diatur sedemikian rupa
sehingga dapat dilaksanakan oleh atlet, baik mengenai jumlah beban latihan maupun
intensitas latihannya (James Tangkudung 2006 : 45).
17
Demikian luasnya komponen-komponen yang merupakan sistem yang harus
dikuasai oleh seorang pelatih dalam proses melatih, maka personalia Pembina
lainnya bersifat membantu pelatih sesuai dengan keahlian masing-masing. Faktor
faktor tersebut, harus dikelola secara bertahap, terpadu, menyeluruh, terukur, terarah
dan terus menerus. Oleh karena itu harus dikelola berdasarkan pendekatan
manajemen ilmiah (scientific management approach), ialah dalam pengelolaannya
berorientasi pada realitas dan data-data.
Akhirnya pada operasional tergantung pada kualitas (moral, semangat,
disiplin, kemampuan) personalia yang terlibat, ialah para olahragawan, para
Pembina dan para personalia yang melayani penunjang proses melatih.
Hasil langsung dari proses pembinaan adalah prestasi yang maksimal dimana
seluruh kemampuan baik aspek fisik maupun aspek psikis dapat berfungsi dan
bekerja secara baik dalam menerima program latihan sehingga memenuhi target
yang diharapakan aspek fisik meliputi kesehatan dinamis yang terdiri dari fungsi
organ-organ tubuh diantaranya jantung, paru-paru, dan peredaran darah. Aspek fisik
yang lain terdiri kekuatan, kecepatan, daya ledak, fleksibilitas, daya tahan,
koordinasi.
Aspek fisik adalah bagaimana sikap atlet dalam menerima beban latihan, jika
atlet menerima beban latihan tidak merasakan berat maka aspek fisik akan bekerja
dengan baik.
Hasil akhir dari pembangunan pembinaan prestasi merupakan bagian dari
pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila, maka tujuan olahraga prestasi
juga membangun manusia seutuhnya. Dalam GBHN tahun 1998, bahwa olahraga
prestasi masuk olahraga umumnya, dan olahraga masuk dalam pendidikan. Oleh
karena itu tujuan akhir olahraga prestai juga mendukung tercapainya tujuan
pendidikan. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasionaljuga harus
mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal
semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan social, sejalan dengan itu
18
dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya
pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian
pendidikan nasional akan mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
Disamping tujuan pendidikan nasional tersebut ada tujuan olahraga yaitu
pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian dari upaya peningkatan
kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan kesehatan jasmani dan
rohani seluruh masyarakat, memupuk watak, disiplin dan sportifitas, serta
pengembangan olahraga prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan
nasional (GBHN, tahun 1988). Demikian juga tujuan KONI dalam anggaran
dasarnya antara lain, melalui olahraga membentuk manusia Indonesia seutuhnya,
sehat jasmani maupun rohani berpartisipasi dan berkarya di dalam pembangunan
negara. Tujuan-tujuan tersebut di atas juga menjadi tujuan umum olahraga prestasi
yang merupakan tujuan akhir.
6. Pola Pembinaan Olahraga
Hampir semua negara di dunia mempunyai sistem pembinaan olahraga
berdasarkan piramida, yaitu mengikuti tahap-tahap pembinaan yang didasarkan pada
teori piramida, meliputi pemasalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi yang
merupakan suatu rangkaian kegiatan bertahatp, terpadu, terarah, dan
berkeseimbangan. Ketiga unsure di atas saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Sistem pembinaan berdasarkan piramida adalah suatu pembinaan olahraga yang
berjenjang dari lapisan bawah yaitu pemasalan, kemudian dilanjutkan secara
berkeseimbangan ke lapisan tengah, pembibitan terus berjenjang ke atas ke puncak
piramida, pembinaan prestasi. Jika digambarkan pola pembinaan berdasarkan
piramida adalah sebagai berikut:
19
Gambar 3
Piramida Pembinaan Olahraga
(Sumber: Kebijaksanaan Depdikbud tentang Olahraga di Kalangan Pelajar dalam
Upaya Menunjang Pembinaan Jakarta, 1996)
PPLPD berada pada tahap pembibitan dimana setelah terjadi gerakan
pemasalan kemudian lewat seleksi yang ketat diharapakan muncul bibit-bibit
unggul. Karena jumlahnya makin berkurang dibandingkan dengan peserta
pemasalan, dan lapisan ini perlu penanganan khusus. Beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian pada lapisan pembibitan menurut soegijono :
1) Bagaimana cara menemukan, mengetahui atau memilih bahwa seseorang
mempunyai potensi, kemampuan atau bakat yang belum tergali dalam dirinya
sesuai dengan bakatnya. Salah satu cara untuk mengetahuinya ialah dengan cara
yang terkenal dengan nama pemanduan bakat : talent scouting.
2) Bagaimana cara memelihara, memupuk, mengembangkan dan meningkatkan
prestasi yang terpendam dari seorang atlet tersebut, tugas ini sudah masuk dalam
bidang coaching.
3) Berapa usia yang paling cocok, yang masih mungkin dikembangkan dan
ditingkatkan prestasinya menurut cabang olahraga tertentu.
Proses pembibitan sudah merupakan pekerjaan kompleks, dan diperlukan
koordinasi dengan para ahli lainnya, sehingga tidak mungkin hanya dilatih oleh
seorang guru atau pelatih pemula saja (Soegijono, 1984 : 3).
Perkumpulan Cabang Olahraga
Muncul bibit berbakat
Masyarakat melakukan olahraga
20
7. Mekanisme Pengelolaan PPLPD
Mekanisme pengelolaan PPLPD diatur sesuai dengan diagram dibawah ini :
Gambar 4
Mekanisme Pengelolaan PPLPD
(sumber : deputi bidang peningkatan prestasi dan iptek olahraga kemenpora,
2006 : 10)
a. Seleksi dan kualifikasi
Pada proses seleksi dan kualifikasi pelajar dan pelatih PPLPD ini, dinas
pendidikan atau dinas pemuda olahraga atau badan pemuda-olahraga berfungsi
sebagai penyelenggara dengan melibatkan pihak terkait seperti pengurus daerah
cabang olahraga dan koni provinsi. Hasil diumumkan melalui panggilan yang
ditandatangani oleh dinas pendidikan/dinas pemuda olahraga/badan pemuda
olahraga dan pengurus provinsi cabang olahraga yang bersangkutan. Keputusan
diterimanya pelatih maupun pelajar ditandai dengan surat keputusan dari dinas
yang menangani PPLPD.
Setiap atlet yang menjadi pelajar PPLPD harus memenuhi persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis meliputi :
1) Pelajar berusia maksimal 16 tahun dan kelas 1 SMA/sederajat, terhitung
pada tanggal 1 januari
2) Mendapat persetujuan dari orangtua
21
3) Bersedia tinggal di asrama PPLPD selama proses pembinaan dan sanggup
mematuhi setiap peraturan yang berlaku
4) Mendapat rekomendasi dari dinas pendiddikan Kab/Kota dan atau dari
pengurus Provinsi (Pengprov) cabang olahraga yang bersangkutan.
5) Sehat jasmani dan rohani yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat
dari dokter
6) Memenuhi kualifikasi postur tubuh (anthropometrik) sesuai dengan cabang
olahraganya (diatur dalam petunjuk teknis).
7) Memenuhi kriteria untuk tes ketrampilan cabang olahraga yang dipilih.
8) Memenuhi standar kapasitas fisik, olahragawan sesuai dengan cabang
olahraganya, meliputi unsur : daya tahan, kekuatan, kecepatan, kelenturan,
keseimbangan, kelincahan, dan aspek-aspek lain yang diperlukan sebagai
tolak ukur dari masing-masing cabang olahraga.
Sedangkan pelatih PPLPD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Sehat jasmani dan rohani yang ditunjukkan dengan surat keterangan sehat
dari dokter dan psikolog
2) Memiliki sertifikat pelatih pada cabang olahraga yang direkomendasikan
oleh pengurus provinsi (Pengprov)
3) Lulus dalam uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh tim seleksi
pelatih PPLPD
4) Mampu melaksanakan tugasnya sebagai pelatih dan bersedia tinggal di
dalam asrama PPLPD serta mematuhi semua peraturan yang berlaku
5) Bersedia menandatangani kontrak yang dilakukan untuk setiap tahun.
b. Proses penyelenggaraan
Dalam pembinaan prestasi, setiap pengelola PPLPD mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan proses pembinaan yang sistematis dan
berkelanjutan baik secara teknis maupun non teknis. Adapun aktivitas dan
prosedur pembinaan PPLPD adalah sebagai berikut :
1) Penyusunan program latihan
22
Pelatih diwajibkan menyusun program latihan tahunan dan
dijabarkan pada program latihan mingguan dan harian. Program latihan
tahunan disusun berdasarkan kalender kompetisi yang ada di induk
organisasi cabang olahraganya masing- masing. Disarankan untuk puncak
prestasi setiap tahun ditempatkan pada kejuaraan nasional junior dan atau
kejuaraan nasional antar PPLPD/POPDA-PORWIL atau POPNAS.
Sedangkan kejuaraan yang lain ditempatkan sebagai sasaran antara try-out.
2) Tes dan monitoring
Tes sebagai control kemajuan latihan dan kondisi kesehatan pelajar
harus dilaksanakan secara periodik. Tes control latihan yang meliputi tes
fisik dan teknik dilaksanakan sesuai dengan cabang olahraga masing-masing
dengan konsultasi pengurus provinsi atau PB/PP cabang olahraga yang
bersangkutan. Sedangkan tes kesehatan dilakukan bersama dengan pelaksana
urusan kesehatan untuk mendapatkan masukan mengenai status kesehatan
pelajar. Monitoring dilakukan oleh asisten Deputi Bidang Pembibitan,
Deputi Bidang IPTEK dan prestasi olahraga kementerian negara pemuda dan
olahraga. Selama monitoring petugas monitoring akan menanyakan berbagai
kegiatan teknis seperti, pengecekan program dan pelaksanaan latihan, catatan
hasil latihan, dan sebagainya.
3) Kompetisi dan try-out
Setiap PPLPD wajib untuk mengikuti kompetisi minimal dua kali
pertahunan. Satu kompetisi minimal dua kali pertahunan. Satu kompetisi
yang bersifat latihan (try-out) dan satu kompetisi yang merupakan puncak
prestasi sebagai sarana evaluasi perkembangan prestasi pada tahun tersebut
4) Administrasi latihan
Pelatih dan atlet wajib mencatat hasil latihan dalam buku catatan
latihan (administrasi latihan) yang meliputi : biodata pelajar, program latihan
tahunan, program latihan mingguan dan harian, hasil latihan harian, hasil tes
monitoring dan kompetisi, grafik perkembangan prestasi pelajar.
23
c. Promosi/Degradasi
Hasil evaluasi akan menentukan apakah berbagai faktor kegiatan dalam
PPLPD dapat diteruskan atau dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi atau
harus dilakukan sebuah jaringan yang lebih tinggi atau harus dilakukan sebuah
peringatan dan koreksi atau bahkan terjadi degradasi pada unsure-unsur PPLPD,
unsur-unsur tersebut meliputi :
1) Pelajar
Promosi ditandai dengan diberikannya rekomendasi dari dinas
pendidikan/dinas pemuda olahraga/bapora untuk mendapatkan pembinaan
lebih lanjut di jenjang yang lebih tinggi yaitu di pplpm/perguruan tinggi atau
di BP/PP cabang olahraga yang bersangkutan. Degradasi ditandai dengan
pemulangan/dikeluarkan pelajar bila hasil evaluasi menunjukkan :
a) Pelajar telah menyelesaikan studinya di sekolah menengah sehingga
harus keluar dari PPLPD secara otomatis
b) Pelajar pada periode tertentu tidak menunjukkan perkembangan prestasi,
atau terjadi penurunan prestasi
c) Pelajar tidak mampu mengikuti proses pembelajaran di sekolah
d) Pelajar tidak dapat mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pengelola
PPLPD (indisipliner)
2) Pelatih
Pelatih dapat direkomendasikan untuk layak dipertahankan bila hasil
evaluasi menunjukkan kinerja yang baik dengan meningkatnya prestasi atlet.
Pelatih dapat direkomendasikan untuk diberhentikan bila hasil evaluasi
menunjukkan :
a) Tidak mampu menjalankan tugasnya secara konsisten
b) Tidak mampu meningkatkan prestasi atlet yang ditangani dalam kurun
waktu tertentu
c) Tidak dapat mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pengelola
PPLPD (indisipliner)
3) Pengelolaan pplpd
24
Pengelolaan cabang olahraga dalam PPLPD, dapat direkomendasikan
untuk dilanjutkan atau diganti dengan cabang olahraga yang lain melalui
proses evaluasi. Cabang olahraga dapat dilanjutkan bila menunjukkan
perkembangan prestasi. Cabang olahraga dapat direkomendasikan untuk
diganti bila tidak menunjukkan perkembangan prestasi. Hasil evaluasi dapat
juga merekomendasikan pengelolaan PPLPD disuatu daerah tidak dapat
dilanjutkan.
8. Manajemen Rekrutmen
Olahraga prestasi tinggi memerlukan profil biologis khusus dengan ciri -ciri
kemampuan biomotorik dan ciri -ciri psikologis yang baik. Bompa mengemukakan
dalam (Diknas;2003) beberapa kriteria utama mengidentifikasi bakat yaitu; (1)
Kesehatan, (2) Kualitas biomotorik, dan (3) Keturunan, (4) Fasilitas olahraga dan
iklim, dan (5) Ketersediaan ahli. Teknik Pemanduan Baka t Olahraga,
(Jakarta;Dirjen Olahraga Depdiknas 2003).
Harre, Ed. dalam (Diknas;2003) mengemukakan bahwa tujuan dari tahap
penyaringan dan pemilihan adalah untuk menemukan dari sejumlah besar anak yang
berkaitan dengan faktor -faktor prestasi utama. h. 10 Penentuan faktor-faktor prestasi
utama ini sangat penting bagi pengembangan lebih lanjut. Faktor -faktor ini
merupakan indikator tingkat prestasi tertentu dan tingkat kecendrungan tertentu.
Tujuan utamanya adalah untuk menentukan faktor -faktor prestasi yang dapat
diketahui dengan pasti tanpa terlalu banyak bekerja dan dapat diperoleh informasi
yang diperlukan.
Anwar Pasau dalam (Diknas;2003) mengemukakan kriteria penilaian untuk
pemilihan atlet berbakat, yaitu:
1) Aspek biologis
Potensi/kemampuan dasar tubuh (Fundamental Motor Skill) Fungsi organ-
organ tubuh Postur dan struktur tubuh
2) Aspek psikologis
a. Intelektual/kecerdasan/IQ
b. Motivasi
25
c. Kepribadian
d. Kerja
e. Persarafan
3) Umur
Umur secara kronologis (Chonologis age) Umur dari segi psikologis
(Psychologis age)
a. Keturunan
b. Aspek lingkungan (Environment). Diknas, h. 10
Beberapa pertimbangan penting untuk menjaring atlet berbakat yaitu:
a. Memiliki fisik yang sehat, tidak cacat tubuh, diharapkan postur tubuh
yang sesuai dengan cabang olahraga yang diminati.
b. Memiliki fungsi organ-organ tubuh, kekuatan, kecepatan, kelentukan,
daya tahan, koordinasi, kelincahan dan power yang sesuai kebutuhan
cabang olahraga.
c. Memiliki gerak dasar yang baik.
d. Memiliki intelegensi dan emosional yang baik
e. Memiliki intregritas yang tinggi
f. Memiliki karakteristik bawaan sejak lahir yang dapat mendukung
pencapaian prestasi yang prima. Antara lain watak kompetitif tinggi,
kemauan keras, pemberani dan semangat tinggi. Parameter Test
SMP/SMA Negeri Ragunan , (Jakarta: Deputi Prestasi dan IPTEK
Olahraga, Kemenegpora 2006). h. 6 .
Perekrutan adalah kegiatan yang diarahkan bagaimana mendapatkan
jumlah dan jenis. Yang dilihat dalam penelitian ini adalah diadopsi dari
prekrutmen pegawai. Pegawai yang tepat yang diperlukan oleh suatu organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Pusat pembinaan dan latihan olahraga pelajar (PPLP) dalam hal ini
untuk menentukan dan pengambilan calon atletnya dilakukan beberapa tes
parameter yang dikeluarkan oleh Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan
IPTEK Olahraga Kementerian Negara dan Pemuda Olahraga.
26
1) Kriteria bagi atlet yang akan di tes
a. Harus sehat fisik dan men tal berdasarkan pemeriksaan dokter.
b. Satu hari sebelum pelaksanaan tes, atlet yang bersangkutan cukup istirahat
dan cukup tidur.
c. Makan terakhir 2 jam sebelum tes mulai dilaksanakan.
d. Atlet diharuskan berpakaian dan bersepatu olahraga pada saat menjalani
tes.
e. Sebelum memulai aktivitas tes, atlet melakukan pemanasan selama kurang-
lebih 15 menit.
f. Atlet diharuskan untuk menjalankan tes dengan sungguh -sungguh
2) Kriteria bagi pelaksana tes
a. Mengetahui jenis-jenis alat ukur yang akan digunakan.
b. Memahami prosedur pelaksanaan pengukuran.
c. Dapat mengoperasikan dengan benar berbagai peralatan yang akan
digunakan dalam pengukuran.
3) Kriteria sarana dan prasarana pelaksanaan tes
a. Alat tes yang digunakan telah ditera atau memenuhi standar.
b. Tempat pelaksanaan tes harus aman dan nyaman bagi atlet.
c. Tersedia peralatan medic untuk kepentingan PPPK.
d. Tersedia formulir -formulir yang dibutuhkan untuk merekam hasil tes.
Panduan Penetapan Parameter Tes Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pelajar dan Sekolah Khusus Olahragawan (Jakarta: Kemegpora, 2005).
Jenis pengukuran yang disusun dalam Panduan Penetapan Parameter Tes
terdiri atas alat ukur yang digunakan untuk mengukur :
1) Tinggi dan berat badan
2) Ketebalan lemak;
3) Volume paru-paru;
4) Kapasitas paru maksimal;
5) Fleksibilitas togok;
6) Keseimbangan statis;
27
7) Daya tahan otot perut;
8) Daya tahan tubuh bagian atas;
9) Daya ledak otot tungkai;
10) Kekuatan peras otot tangan;
11) Kekuatan ekstensor otot punggung;
12) Kekuatan ekstensor otot tungkai;
13) Kekuatan menarik otot bahu;
14) Kekuatan mendorong otot bahu;
15) Kekuatan otot perut;
16) Kekuatan otot lengan;
17) Kecepatan lari;
18) Kelincahan;
19) Daya tahan anaerobik;
20) Kapasitas aerobik;
21) Kapasitas aerobik maksimal;
22) Kesegaran jasmani.
Perekrutan dapat disimpulkan bahwa perekrutan adalah sebagai sebuah
proses pencarian bakat untuk menemukan dari sejumlah besar dan jenis anak
yang berkaitan dengan faktor -faktor prestasi utama yang diinginkan.
9. Manajemen Sarana dan Prasarana
Sarana merupakan peralatan dan perlengkapan yang menunjang proses
belajar dan berlatih, sarana bisa berbentuk permanen seperti, gedung, ruang kelas,
asrama, meja dan kursi serta peralatan media belajar sebagai kegiatan proses bel
ajar mengajar. Sedangkan proses latihan olahraga sarana meliputi lapangan
olahraga, ruang kelas sebagai proses latihan, teori dan lainnya. Prasarana meliputi
fasilitas yang secara tidak langsung mendukung proses belajar mengajar meliputi
kapur tulis, hala man, taman, dan infrastuktur. Prasarana olahraga meliputi
peralatan untuk latihan penunjang prestasi olahraga, Adhyaksa mengemukakan
“di sadari bahwa turunnya prestasi olahraga Indonesia memang tidak lepas dari
aspek -aspek seperti rendahnya perhatian pemerintah terhadap olahraga Indonesia
28
dan terbatasnya sarana dan prasarana olahraga, minimnya kompetisi yang rutin serta
kurangnya penghargaan terhadap atlet-atlet yang berprestasi Adhyaksa Dault, Hal
actual Keolahragaan Indonesia,(Jakarta: Majalah Forum Olahraga Diknas 2004).
Manajemen sarana dan prasarana diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan
sarana dan prasarana dalam rangka menunjang proses belajar mengajar dan latihan
olahraga. Selain optimalisasi pemanfaatannya juga perawatannya. Sedangkan
kegiatannya meliputi perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpangan
inventarisasi dan penghapusan serta penataan Mulyasa E, Menjadi Kepala Sekolah
Profesional, Dalam Kontek Menyukseskan MBS dan KBK , (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. 2004), h. 49-50.Dengan manajemen sarana dan prasarana, diharapkan
dapat menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan rapai serta kenyamanan bagi
para siswa, baik pada proses belajar mengajar atau latihan serta tempat
tinggal/asrama serta proses belajar dan mengajar serta latihan olahraga yang lebih
efisien dan efektif.
10. Manajemen keuangan/pendanaan
Manajemen keuangan/pendanaan ini merupakan salah satu sumber yang
sangat vital yang harus dikelola dengan baik terprogram dan terawasi agar suatu
tujuan dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Dalam
manajemen keuangan ini berpusat pada fungsi-fungsi manajemen keuangan yaitu;
bagaimana memanfaatkan keuangan untuk suatu tujuan dan bagaimana cara
mendapatkan keuangn untuk suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Sedangkan tugas manajemen keuangan meliputi tiga fase, yaitu financial
planning, implementation, and evaluation Silverterzr, h 2. Perencanaan finansial
biasa disebut dengan budgeting dimana kegiatan berhubungan dengan sumber daya
yang tersedia. Pelaksanaan anggaran adalah kegiatan yang didasarkan pada
rencana yang telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan.
Sedangkan evaluasi merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam melaksanakan kegiatan, pengelola sebagai manajer keuangan harus
dapat merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan melakukan pengawasan
29
terhadap keberadaan keuangan yang ada. Pada Pusat pembinaan dan latihan olahraga
pelajar (PPLP) sumber keuangan/pendanaan diperoleh dari pemerintah, pemerintah
daerah, dan dapat diupayakan melalui bantuan masyarakat; pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggara n penyelenggaraan PPLP melalui
anggaran pendapatan dan belanja negara (APB N), anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD). Deputi Iptek Olahraga.
11. Atlet
Merupakan produk dari sebuah pembinaan, sehingga prestasi pplpd karate
dipengaruhi oleh para atlet itu sendiri. Atlet juara adalah hasil perpaduan antara atlet
berbakat dengan proses pembinaan yang benar demgan perbandingan sumbangan
atlet 60% dan proses pembinaan 40%. (Menpora, 1997 : 132).
Menurut Suharno (1985 : 2), faktor-faktor yang menentukan pencapaian
prestasi/sub maksimal atlet ada dua macam yaitu faktor endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari atlet itu sendiri, sedang faktor
eksogen adalah faktor dari luar atlet yang meliputi pelatih, tempat, alat,
perlengkapan, keuangan, organisasi, lingkungan, dan partisipasi pemerintah. Dalam
proses pencapaian prestasi pplpd karate, peran atlet dan unsure lain harus bersatu
dan tidak terpisah-pisah atau jalan sendiri-sendiri.
Kamiso (1991 : 131) mengatakan “seseorang atlet harus mempunyai psikis
yang baik yang meliputi komponen intelegensia, mental, emosi dan kepribadian”.
Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Intelegensia ialah berhubungan dengan kecerdasan, kemampuan, kecakapan,
dan kepandaian.
2) Mental ialah menyangkut kemauan, daya juang, tahan menderita, semangat.
3) Emosi ialah keadaan tergeraknya seseorang oleh rangsangan dari dalam atau
dari luar yang dirasakan sebagai marah, senang, benci, sedih, bahagia dan
sebagainya.
4) Kepribadian ialah moral (tingkah laku baik dan buruk), tata susila, tata karma,
sopan santun, kejujuran, social, kedisiplinan.
30
12. Pelatih
Pelatih yang baik harus memahami prinsip-prinsip ilmu bisa menerangkan
dan menunjukkan ketrampilan pada pemain. Menurut Suharno (1985 : 4) tugas
utama pelatih adalah membina dan mengembangkan bakat atlet menuju prestasi
maksimal. Seorang pelatih tidak hanya menguasai karate saja, tetapi juga mencakup
disiplin bidang lain yang luas, ilmu pengetahuan lain yang mendukung ilmu
kepelatihan seperti : (1) psikologi olahraga, (2) biomekanika gerakan manusia, (3)
fisiologi.
Rusli Lutan (1987 : 74) mengatakan “Pelatih adalah komponen yang
penting, karena proses pembinaan prestasi merupakan kegiatan belajar dan berlatih
dilapangan setelah terjadi interaksi antara pelatih dengan atlet”. Pelatih menduduki
posisi kunci dalam menciptakan pembaharuan yang berasal dari luar. Pelatih
dituntut untuk memiliki ciri-ciri antara lain : bersifat ilmiah, berperilaku inovatif dan
kreatif.
Pelatih adalah suatu profesi, pelatih diharapkan dapat memberikan pelayanan
sesuai dengan standar/ukuran professional yang ada. Salah satu standar profesi
menentukan adalah pelayanan kepelatihan harus diberikan sesuai dengan
perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan bidang tersebut. Jadi, penting sekali bagi
pelatih menjadi konsumen aktif penelitian yang dihasilkan oleh ilmuwan olahraga.
Melatih olahragawan-olahragawan yang berbakat untuk mencapai prestasi yang
maksimal, agar dalam pertandingan dapat menjadi juara atau menang diperlukan
pelatih yang menguasai ilmu melatih, baik kepelatihan secara umum maupun ilmu
kepelatihan khusus sesuai dengan cabang olahraga.
Demi efektifnya latihan, seorang pelatih harus membatasi jumlah anak
asuhnya. Makin banyak pemain yang ditangani sesungguhnya akan makin tidak
berhasil pekerjaan seorang pelatih. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya tidak
ada dua pemain yang memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang sama. Seorang
pelatih harus dapat menilai pemain satu-persatu. Pelatih harus dapat melihat
kekurangan masing-masing pemaindan dapat memperbaikinya. Disamping itu
pelatih harus dapat menilai kelebihan dan mengusahakan peningkatan kemampuan
dan pemanfaatan dari kelebihan tersebut. Adakalanya pelatih harus keras, dan
31
pelatih harus mengalah. Hubungan pelatih dengan atlet yang baik menurut Harsono
(1988 : 57). Kepercayaan pelatih terhadap pelatih adalah faktor penting dan ini
dapat merupakan kunci keberhasilan seorang pelatih. Kepercayaan merupakan
modal penting untuk peningkatan dan kemajuan latihan, oleh karena itu biasanya
atlet akan lebih cepat belajar dan menguasai materi yang diajarkan oleh pelatih
tersebut.
Seorang pelatih disamping mampu dibidang cabang olahraga menurut
junusul (2000 : 29) pelatih juga mempunyai tugas sebagai (1) pemimpin, (2) seorang
guru, (3) orangtua, (4) sebagai model, (5) ahli strategi, (6) pelatih sebagai motivator.
Menurut Kamiso (1991 : 143) pelatih yang baik harus mempunyai
kemampuan dalam berbagai hal :
a. Evaluasi olahragawan
Seorang pelatih yang baik harus tahu mengumpulkan, menganalisa
kemudian mengambil interpretasi dari data-data yang diambil dari segenap
latihan dan pertandingan.
b. Keberanian
Pelatih harus berani mengambil keputusan pada kenyataan yang
dikumpulkan tanpa memandang kedudukan olahragawan dalam masyarakat.
Pelatih harus berani melindungi olahragwan dari cedera dan cemoohan
penonton.
c. Wibawa
Pelatih yang wibawa akan menimbulkan kepercayaan dan dengan adanya
kepercayaan tujuan akan tercapai. Tindakan yang emosional bertentangan
dengan pendidikan yang terbaik adalah suatu contoh kurang efektif dalam
memperoleh hasil yang diinginkan.
d. Sportif
Sifat jujur, disiplin, penuh pengabdian. Pelatih yang baik dapat
menguasai perasaannya sehngga dapat tersenyum dan member selamat ke[pada
yang menang, sekalipun olahragwan kalah.
e. Pengetahuan dan Kecakapan
32
Seorang pelatih harus mengenal cabang olahraganya sampai mendetail.
Harus memiliki pengalaman, kecakapan yang cukup dari cabanng olahraganya
dan pada waktunya dapat mendemontrasikan. Bilamana dia dapat
mempraktekkan model-model serangan musuh,berarti mengadakan persiapan
yang baik untuk menang.
f. Dugaan (interpretation) dan pengalaman
Seorang p[elatih yang baik haruslah selalu kreatif, suka menduga-duga
gagasan baru dalam setiap saat mengenai permainan baru, teknik baru dan
strategi baru. Dia mem[perhatikan setiap permainan baru, kemudian dipikirkan
untuk memajukan atletnya. Adlah keliru bahwa gagasan tanpa pengalaman
sebelumnya sebagai hal yang tak bermanfaat. Hasil-hasil diskusi dengan pelatih-
pelatih lain, pertandingan yang disaksikan, buku-buku, majalah-majalah
olahraga yang dibacannya adalah semua merupakan deretan bahan dalam
gudang pengalaman yang sangat bermanfat untuk menyusun ide baru.
g. Kehendak untuk menang
Seorang pelatih yang baik haruslah senantiasa menginginkan
kemenangan bagi regunya. Kata “menanng” adalah kata yang paling berharga
dalam rumah tangga seorang pelatih. Peranan istri pelatih adalah penting, harus
jadi pendoronng karier suaminya, harus maklum kalau suaminy jarang dirumah,
dia bertindak sebagai asistennya.
h. Kalah-Menang dan Sikap Pelatih
Sikap pelatih dapat dinilai untuk menentukan kemenangan dalam satu
pertandingan dengan ukuran kecakapan dan latihan, keuletan dan kondisi fisik,
maka ukuran kalah menang adalah pelatih tak peduli bagaimana tentang
keunggulan dan kekurangan daripada atletnya. Seorang pelatih yang menerima
kekalahan dengan puas, senang, adalah pelatih yang sudah kehabisan usaha.
i. Humor
Untuk dapat hidup sebagai mahluk social orang ahrus memiliki rasa
humor. Untuk menilai setiap kegagalan dan kekalahan yang dihadapi setiap hari,
akan tetap hidup tenang dan bahagia dalam kehidupan pelatih. Peranan suka
33
humor akan membantu menghilangkan segala kepahitan dan pertentangan hidup
ini dan merubahnya menjadi rasa gembira.
j. Sosial
Pelatih lebih dri orang lain mempunyai hubungan yang erat dengan
masyarakat. Suksesnya kebanyakan tergantung kepada kemampuanya untuk
mengerti masyarakat dan persahabatan dengan setiap individu dimana
diperlukan bantuannya. Kemampuan bersahabat tergantung pada kesosialan
pelatih, kemampuannya untuk menyelami pendapat orang lain, berbicara baik
tentng kesenangan orang lain dan selalu bersedia saling membantu dalam
keadaan saling memerlukan.
k. Kesehatan dan Energi
Kerja seorang pelatih itu sangat memerlukan banyak tenaga. Dia harus
bekerja rutin tiap hari dan malam hari (melatih, mengenal cirri-ciri tim lain,
menganalisa film olahraga, persiapan bertanding, ceramah). Dalam sehari-hari
pelatih merupakan seorang pemimpin dan teladan dalam semangat dan tenaga.
Kondisi sehat sangat dibutuhkan seorang pelatih untuk menopang tugas sehari-
hari.
l. Kepemimpinan
Pelatih harus merupakan seorang individu yang dinamis, yang dapat
memimpin dan memberikan motivasi keda olahragwan maupun kepada
pembantu-pembantunya untuk mencapai tujuan. Juga menjadi teladan baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam tugas.
13. Latihan
a. Pengertian latihan
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama latihan dalam olahraga
prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang
paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan
sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan
olahraganya. Berkaitan dengan latihan, Harsono (1988: 101) menyatakan, “Latihan
34
adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara
berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau
pekerjaannya”. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) bahwa, “Latihan suatu
proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan
dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah
beban latihan untuk mencapai tujuan”. Hal senada dikemukakan Yusuf Adisasmita
dan Aip Syarifuddin (1996:145) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari
berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah
jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”.
Pengertian latihan yang diungkapkan oleh tiga ahli tersebut pada prinsipnya
mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa,
latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan
kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin
meningkat.
b. Prinsip-Prinsip Latihan
Prinsip latihan pada dasarnya merupakan suatu pedoman dalam memberikan
beban latihan, sehingga beban latihan dapat dilakukan dengan baik dan akan terjadi
peningkatan. Hal ini sesuai dengan tujuan prinsip latihan yang dikemukakan
Sudjarwo (1993: 21) bahwa, “Tujuan prinsip latihan yaitu agar pemberian dosis
latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”. Prinsip-prinsip
latihan yang harus diperhatikan dalam latihan menurut Andi Suhendro (1999: 3.7)
meliputi: “(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3)
Prinsip spesialisasi, (4) Prinsip individual, (5) Prinsip latihan bervariasi”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, prinsip latihan yang harus
diperhatikan meliputi lima aspek yaitu prinsip beban lebih, prinsip perkembangan
menyeluruh, prinsip spesialisasi, prinsip individual dan prinsip latihan bervariasi.
Penerapan prinsip-prinsip latihan yang tepat akan lebih memperbesar pencapaian
tujuan latihan yang diinginkan.
35
c. Komponen-Komponen Latihan
Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah
kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan
kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai,
jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya
intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih
merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua
aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.
Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai
dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang
dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara
pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan
penampilannya yang telah direncanakan. Cabang olahraga yang banyak menentukan
keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka kompleksitas latihan
merupakan hal yang sangat diutamakan. Komponen-komponen latihan yang harus
diperhatikan sebagai berikut :
1) Volume Latihan
Sebagai komponen utama, volume adalah prasyarat yang sangat penting
untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik.
Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran
yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang
dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang
ditempuh”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993: 32) adalah
“Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran".
Pengertian seri atau set, menurut M. Sajoto (1995:34) adalah, “Suatu rangkaian
kegiatan dari satu repetisi”.
Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua
cabang olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang
olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya
jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah
36
keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif.
Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan
jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting
untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun
waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu
akan lebih tinggi pula intensitasnya.
Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan
dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan
geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP.
(1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau
tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan
maupun pertandingan”.
Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang
diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan
yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang
ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila
intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.
3) Densitas Latihan
Menurut Andi Suhendro (1999: 3.24) “Density merupakan ukuran yang
menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan
demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam
waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin
efisiensi latihan, menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas
yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara
rangsangan latihan dan pemulihan.
Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung
langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan.
Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat
yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang
37
dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada
intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan
terhadap organismenya pun juga rendah.
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan
dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi,
dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan.
Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan
permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot,
khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan
lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang
kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi
yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam
Bompa (1983: 28) bahwa, “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga
perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”.
Komponen-komponen latihan yang telah disebutkan di atas harus
dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk memperoleh hasil
latihan yang optimal, komponen-komponen latihan tersebut haru diterapkan
dengan baik dan benar.
14. SENTRA OLAHRAGA
Istilah sentera sering disebut juga dengan area, sudut kegiatan (activity
center), sudut belajar (learning centre) atau sudut minat (interst centre), sentra
dapat diartikan sebagai permainan dan kegiatan yang disusun sedemikian rupa
untuk memberikan semangat pada kegiatan pembelajaran secara khusus, yaitu
yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, musik, seni, sains, balok
bangunan dan seni berbahasa (gilley , 1980) Sentra juga dapat diartikan sebagai
zona atau area bermain anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang
berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung
perkembangan anak dalam 3 jenis bermain, yaitu bermain sensorimotor atau
bermain fungsional, bermain peran dan bermain pembangunan (depdiknas
38
2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sentra berarti tempat yang
berada ditengah-tengah (pusat). Selanjutnya olahraga adalah salah satu bentuk
dari upaya peningkatan kualitas manusia yang diarahkan pada pembentukan
watak dan kepribadian, disilpin dan sportivitas yang tinggi, serta peningkatan
prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Disamping itu
prestasi olahraga merupakan salah satu tolak ukur suatu kemajuan bangsa yang
mempunyai peran sangat strategis bagi upaya pembentukan dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan. Jadi dari pengertian diatas
sentra olahraga dapat diartikan suatu tempat, wadah atau pusat pembinaan dan
pengembangan kegiatan olahraga prestasi yangb dilakukan oleh masyarakat
dengan bakat dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai kondisi dan
nilai budaya untuk peningkatan prestasi. (Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia, 2011).
Keolahragaan nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral
dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin mempererat dan membina persatuan dan
kesatuan bangsa, memperkokoh ketahanan nasional serta mengangkat harkat
martabat dan kehormatan bangsa. Undang-undang No 3 Tahun 2005 tentang
sistem keolahragaan nasional mengisyaratkan perlunya pengelolaan sentra
olahraga sebagai pusat pembinaan dan peningkatan olahraga. Sentra olahraga
prestasi berdasarkan peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga No 193
tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian pemuda dan olahraga
merupakan salah satu tugas dan fungsi Asisten Deputi Sentra Keolahragaan,
Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga.
B. Penelitian yang Relevan
Dalam penulisan proposal tesis ini, penulis menggunakan penelitian (tesis) yang
sudah ada sebagai bahan untuk mendapatkan gambaran penelitian ini. Penelitian
tersebut berjudul : (1) “Manajemen Perkumpulan Sepakbola Argomulyo dan Persatuan
Sepakbola Kalasan Kabupaten Sleman Yogyakarta”, yang disusun oleh Subarkah dari
39
Prograam Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Tahun 2004. dan (2) “Analisis
Manajemen Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) pencak silat di Jawa
Tengah” disusun oleh Mohammad Ali Mashar dari Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Tahun 2012. (2) “Pelaksanaan Manajemen Pusat Pembinaan dan
Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di Sumatera Utara. Disusun oleh Sabaruddin Yunis
Bangun Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta Tahun2008.
Kebijakan pemerintah dibidang olahraga prestasi pada fase pembibitan
merupakan jawaban dari tidak stabilnya prestasi olahraga nasional dengan landasan
Undang-Undang No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Revitalisasi
pembinaan olahraga dilakukan melalui panataan ulang proses pembibitan dengan
menjamin keterlaksanaan system pembinaan fase pembibitan. Kebijakan pemerintah
dibidang pembibitan diarahkan pada penataan ulang pola pembinaan. Pada fase
pembibitan, sistem pembinaan dilakukan melalui; 1) pemanduan dan pengembangan
bakat, 2) pengembangan sentra pembibitan olahraga, 3) pemberdayaan PPLP dan SKO,
4) penyelenggaraan sistem kompetisi, (Imran Akhmad) yang membedakan dengan
penelitian saya adalah penelitian ini hanya terfokus pada pengembangan sentra
pembibitan olahrga saja, sedangkan penelitian saya memfokus kan pada manajemen
PPLPD karate sebagai sentra olahraga Jawa Tengah.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan teknis penyelenggaraan Pusat Pembinaan dan
Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang dipayungi oleh Keputusan Menteri Negara
Pemuda dan Olahraga dan didasari juga dengan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005,
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 , bahwa untuk menumbuh kembangkan suatu
pusat pembinaan perlu dirancang suatu menejemen untuk menata kembali sistem
pengelolaan, maka harus adanya sebuah perencanaan pengorganisasian, penggerakan
dan pengawasan sehingga manajemen pembinaan prestasi berjalan dengan baik.
Idealnya hal-hal yang telah disebutkan tadi sesuai dengan prosedur dari pusat yaitu :
40
1. Struktur Organisasi
Didalam sebuah organisasi pembinaan prestasi dikoordinir oleh seorang
penanggung jawab yang mengkoordinasi seluruh kegiatan dan mengadakan
evaluasi secara berkala. Penanggung jawab dibantu oleh ketua pelaksana yang
melaksanakan kegiatan dan menyampaikan laporan penyelenggaraan kepada
penanggung jawab. Kemudian ketua pelaksana dalam melaksanakan kegiatan
dibantu oleh bidang sarana dan prasarana, bidang kepelatihan, bidang akademik
dan bidang umum, selanjutnya baru kepada pelatih dan atlet.
2. Sistem Rekrutmen
Mekanisme perekrutan melalui adanya seleksi yang disesuaikan dengan kriteria
yang dibutuhkan yaitu dengan seleksi dan kualifikasi berupa persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang utama bagi kelancaran
dan keberhasilan pelaksanaan latihan, seperti fasilitas latihan yaitu berupa gedung
yang didalamnya ada lapangan dari matras, kemudian peralatan fitness, peralatan
olahraga karate misalnya hand protector, legguard, body protector, gamsil, samsak
dan fasilitas asrama berupa kamar tidur, ruang makan, kamar mandi, ruang belajar,
mushola dan dapur.
4. Pendanaan
Merupakan salah satu sumber daya yang sangat vital, dengan sumber uang
maka seluruh aspek dapat berjalan sebagaimana mestinya, sebagai dasar
konpensasi bagi seluruh sumberdaya manusia yang ada. Sumber keuangan pada
PPLPD Karate ini diperoleh dari APBD. Sedangkan untuk penyaluran dananya
yaitu manajemen keuangan meliputi tiga fase, yaitu financial planning,
implementation, and evaluation. Perencanaan financial biasa disebut dengan
budgeting dimana kegiatan berhubungan dengan sumber daya yang tersedia.
Pelaksanaan anggaran adalah kegiatan yang didasarkan pada rencana yang telah
dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Sedangkan evaluasi
merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian terhadap sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pendanaan ini digunakan untuk biaya operasional asrama
41
dan kebutuhan atlet dan pelatih salah satunya yaitu gaji atlet dan pelatih
perbulannya. Dengan dikelolanya manajemen pendanaan ini yang meliputi :
penyusunan anggaran, pengadaan dan sumber dana, pemanfaatan dana,
pertanggungjawaban dan pengerjaaan data-data keuangan diharapkan dimasa yang
akan datang dapat berjalan lancar, tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan.
5. Pelaksanaan Latihan
Kegiatan pada bidang pelaksanaan latihan ini meliputi (a) pengusulan dan
pembuatan program pembinaan, (b) program jangka pendek (c) program jangka
panjang.
a) Pengusulan dan Pembuatan Program Latihan
Pembuatan usulan perencanaan program latihan oleh pengelola :
membuat usulan, selalu kita tekankan kepada pelatih agar membuat
program latihan yang baik dan benar, agar prestasi yang diharapkan
dapat tercapai. Yang terlibat dalam perencanaan pembuatan program
latihan yaitu pengelola dan pelatih, dan selalu dilakukan evaluasi dalam
pembuatan perencanaan program latihan.
b) Program Jangka Pendek
Dilakukannya program jangka pendek ini biasanya untuk
mempersiapkan pertandingan-pertandingan (kompetisi) didaerah-daerah,
kalau jangka menengah apabila pengprov-pengprov memanfaatkan atlet
sebagai uji tanding. Dalam program jangka pendek ini cenderung
bertujuan pada fase persiapan umum dan evaluasi-evaluasi.
c) Program Jangka Panjang
Perencanaan program jangka panjang untuk dilakukannya
pertandingan-pertandingan (kompetisi) untuk prestasi puncak dimana
didalamnya telah dilaksanakan persiapan umum dan persiapan khusus
untuk program latihannya.
Jika proses manajemen PPLPD karate dalam struktur organisasi, rekrutmen,
sarana dan prasarana, pendanaan dan pelaksanaan latihan ini berjalan dengan
semestinya sesuai dengan prosedur yang ada, yaitu sesuai dengan petunjuk pelaksanaan
PPLP pusat serta dapat meningkatkan kelebihan-kelebihan yang ada pada proses
42
manajemen yang sudah ada maka pihak yang terkait didalamnya seperti; pengelola,
atlet, pelatih, dan lainnya akan menghasilkan pembinaan yang berkualitas dengan tugas
masing-masing.