BAB II LANDASAN TEORI A. Psikologi dalam Sastrarepository.ump.ac.id/2708/4/ANI SETIA HARINI BAB...

18
BAB II LANDASAN TEORI A. Psikologi dalam Sastra Psikologi dan sastra merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda tetapi keduannya memiliki titik kesamaan yaitu berbicara tentang manusia dan saling berinteraksi. Dengan demikian jelaslah bahwa antara psikologi dan sastra mempunyai keterkaitan. Hal itu dikarenakan karya sastra dianggap sebagai hasil kreatifitas dan ekspresi pengarang.Sedangkan psikologi dianggap dapat membantu seorang pengarang dalam hal mengentalkan kepekaannya pada kenyataan, mempertajam kemampuan pengamatan dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya. Ini berarti psikologi dapat digunakan oleh pengarang untuk memilih karakter tokoh serta kejiwaan tokoh dalam cerita yang dikisahkan karakter yang ditampilkan mampu mendukung jalannya cerita. Bahwa pendekatan psikologi sastra pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologi lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra (Ratna, 2009: 61). Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra, meskipun demikian bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman 8 Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Psikologi dalam Sastrarepository.ump.ac.id/2708/4/ANI SETIA HARINI BAB...

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Psikologi dalam Sastra

Psikologi dan sastra merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda tetapi

keduannya memiliki titik kesamaan yaitu berbicara tentang manusia dan

saling berinteraksi. Dengan demikian jelaslah bahwa antara psikologi dan

sastra mempunyai keterkaitan. Hal itu dikarenakan karya sastra dianggap

sebagai hasil kreatifitas dan ekspresi pengarang.Sedangkan psikologi

dianggap dapat membantu seorang pengarang dalam hal mengentalkan

kepekaannya pada kenyataan, mempertajam kemampuan pengamatan dan

memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah

sebelumnya. Ini berarti psikologi dapat digunakan oleh pengarang untuk

memilih karakter tokoh serta kejiwaan tokoh dalam cerita yang dikisahkan

karakter yang ditampilkan mampu mendukung jalannya cerita.

Bahwa pendekatan psikologi sastra pada dasarnya berhubungan

dengan tiga gejala utama yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca dengan

pertimbangan bahwa pendekatan psikologi lebih banyak berhubungan dengan

pengarang dan karya sastra (Ratna, 2009: 61).

Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang

terkandung dalam suatu karya sastra, meskipun demikian bukan berarti

bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan

masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman

8 Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

9

terhadap tokoh-tokonya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan,

kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam

masyarakat, khususnya dalam kaitan psike.

Psikologi sastra adalah suatu kajian yang memandang karya sastra

yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh

tokoh-tokoh imajiner yang ada atau mungkin diperankan oleh tokoh-tokoh

faktual (Sangidu, 2004: 30).

Keterkaitan karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan

yang erat, menurut Endraswara (2008: 97-99) bahwa psikologi dan sastra

memiliki hubungan secara tidak langsung dan fungsional. Pertautan tidak

langsung, karena baik sastra maupun psikologi mempunyai obyek yang sama

yaitu kehidupan manusia, sedangkan pertautan fungsional karena psikologi

dan sastra sama-sama memperlajari kejiwaan orang lain, bedanya dalam

psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Menurut Wellek (1995:90) istilah psikologi satra mempunyai empat

kemungkinan pengertian. Pertama adalah study tentang psikologi pengarang

sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua adalah studi proses kretif. Ketiga

adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya

sastra kepada pembaca (psikologi pembaca). Menurut Walgito (dalam

Endraswara, 2008: 93) daya tarik masalah paa psikologi sastra adalah pada

masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Psikologi adalah salah satu

cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia kerana psyche

atau psycho mengandung pengertian jiwa. Dengan demikian psikologi

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

10

mengandung makna ilmu pengetauan tentang jiwa. Psikologi dan sastra

mempunyai hubungan yang sangat erat karena psikologi menjadi salah satu

kajian dalam menelaah karya sastra. Psikologi sastra adalah subjek yang

menghasilkkan karya (Ratna, 2009: 341).

Psikologi sastra merupakan ilmu sastra yang mendekati karya sastra

dari sudut psikologi. Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-

aspek kejiwaan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan

mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologi. Dengan demikian

memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik

batin. Dengan adanay kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur

tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara

psikologis dalam karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek

kejiwaan.

Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah

yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang

terkandung dalam karya sastra. Aspek- aspek kemanusiaan inilah yang

merupakan objek utama psikologi satra, sebab semata-mata dalam diri

manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian

psikologi sastra dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui pemahaman

teori-teori psikologi diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua,

dengan terlebih dahulu mnentukan sebuah karya sasatra sebagai objek

penelitian, kemudian ditentuka teori-teori psikologi yang dianggap relevan

untuk melakukan analisis (Ratna, 2009:342-344).

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

11

Terkait dengan psikologi, terutama dengan psikologi kepribadian,

sastra menjadi salah satu bahan telaah yang menarik karena sastra bukan

sekedar telaah teks yang menjemukan, tetapi menjadi bahan kajian yang

melibatkan perwatakan atau kepribadian tokoh dalam karya satra (Minderop,

2010: 3). Perwatakan manusia dan aktivitas yang mereka lakukan disetiap

kehidupan banyak yang dapat dijelaskkan dari problem-problem kejiwaan

dalam kehidupan. Untuk dapat memahami berbagai bentuk kejiwaan yang

dialami oleh para tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dipahami dengan

ilmu psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan

psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh

pengarang, sehingga pembaca merasa terbuai oleh problem psikologi yang

terdapat di dalam karya satra (Minderop, 2010: 55)

Dari teori diatas bisa disimpulkan yaitu psikologi sastra adalah cabang

ilmu sastra yang mendekati atau menganalisis sastra dari sudut pandang

psikologinya.Bisa kepada psikologi pengarang, pembaca atau kepada teks itu

sendiri.

B. Psikologi Motivasi Abraham Maslow

Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal

tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu kondisi

internal tersebut adalah “motivasi”. Motivasi adalah dorongan dasar yang

menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri

seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

12

dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang

didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuia dengan motivasi

yang mendasarinya (Uno, 2007: 1).

Motivasi yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau

tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi

juga bisa diartikan sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang

atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin

mencapai tujuan yang dikehendakinya atau juga mendapat kepuasan dengan

perbuatannya (Moeliono (Peny.) 1993: 593).

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak

menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam

konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang

motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan

pendidik, manajer, dan peneliti.

Salah satu teori pada psikologi tentang motivasi Abraham Maslow,

yang menekankan pada hirarki kebutuhan manusia. Maslow meyakini bahwa

manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk

mengaktualisasikan, memelihara, dan meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini

sifatnya bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi

kebutuhan fisik dan psikis.

Maslow dalam Yusuf (2011: 156-157) berpendapat bahwa motivasi

manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu

susunan kebutuhan yang sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

13

sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif,

namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut

sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam

cara memuaskanny. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebagai

berikut:

1. Kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki merupakan kebutuhan yang

paling kuat, potensial, dan prioritas; sementara yang lebih tinggi dalam

hirarki merupakan kebutuhan yang paling lemah.

2. Kebutuhan yang paling tinggi muncul terakhir dalam rentang kehidupan

manusia. Kebutuhan fisiologis (biologis) dan rasa aman muncul pada

usia anak, kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan muncul pada usia

remaja, sementara kebutuhan aktualisasidiri muncul pada usia dewasa.

3. Kebutuhan yang lebih tinggi kurang diperlukan dalam rangka

mempertahankan hidup, sehingga pemuasannya dapat diabaikan.

Kegagalan dalam pemuasannya tidak akan menimbulkan krisis, gtidak

seperti apabila gagal dalam memenuhi kepuasan kebutuhan lebih rendah.

Dengan alasan ini, Maslow menyebut kebutuhan yang lebih rendah ini

dengan kebutuhan deficit atau defisiensi. Kegagalan dalam memuaskan

kebutuhan ini akan mengakibatkan defisiensi (tidak kenyamanan) dalam

diri individu.

4. Walaupun kebutuhan yang lebih tinggi kurang begitu perlu dalam rangka

survival, namun kebutuhan itu memberikan kontribusi terhadap survival

itu sendiri dan juga perkembangan. Kepuasan yang diperoleh dari

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

14

kebutuhan yang lebih tinggi itu dapat meningkatkan kesehatan, panjang

usia, dan efisiensi biologis. Dengan alasan ini, Maslow menanamkan

kebutuhan ini dengan kebutuhan perkembangan atau berada (growth or

being needs).

5. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi amat bermanfaat baik bagi fisik

maupun psikis. Kondisi ini dapat melahirkan rasa senang, bahagia, dan

bermakna.

6. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan situasi eksternal

yang lebih baik (sosial, ekonomi, dan politik) daripada pemuasan

kebutuhan yang lebih rendah.

Maslow dalam Yusuf (2011: 157-160) menyampaikan teorinya

tentang kebutuhan bertingkat yang tersusun sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar,

kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan

akan makanan, minuman, seks, istirahat (tidur), dan oksigen. Maslow

dalam Yusuf, mengemukakan bahwa manusia adalah binatang hasrat dan

jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat

yang terbatas. Apabila suatu hasrat telah terpuaskan, maka hasrat lain

muncul sebagai penggantinya.

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar yangpaling mendesak

pemuasannya karena berkaitan dengan pemeliharaan biologis dan

berlansungan hidup. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis yang

dimaksud, yaitu kebutuhan akan makan, minum, seks, istirahat, dan

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

15

oksigen. Jika kebutuhan fisiologis ini tidak terpenuhi atau tidak

terpuasakan, individu tidak akan bergerak untuk bertindak memuaskan

kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi. Apabila kebutuhan fisiologis

sudah terpuaskan, dalam diri individu akan muncul kebutuhan yang

dominan terhadap individu dan menuntut pemuasan akan kebutuhan rasa

aman.

2. Kebutuhan Rasa Aman

Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja,

maupun dewasa. Pada anak kebutuhan akan rasa aman ini Nampak jelas,

sebab mereka suka mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang

mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa aman ini terpenuhi,

maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan untuk

berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbingan dari orang tua, karena

anak belum memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara

tepat dan benar. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya untuk

mencari kerja, menjadi peserta asuransi, atau menabung uang. Orang

dewasa yang sehat mentalnya, ditandai dengan perasaan aman, bebas dari

rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan

perasaan seolah-olah selalu dalam keadaan terancam bencana besar.

Kebutuhan akan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang

mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan

keteraturan dari keadaan lingkungan. Kebutuhan akan rasa cinta dan

memiliki adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk

mengadakan hubungan efektifan emosional dengan individu lain, baik

dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, di lingkungan keluarga

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

16

maupu kelompok masyarakat. Apabila kebutuhan rasa aman sudah

terpenuhi, maka akan digerakan untuk memuasakan kebutuhan pengakuan

dan kasih sayang.

3. Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang

Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, maka

individu mengembangkan kebutuhan untuk diakui dan disayang atau

dicintai. Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti:

persahabatan, percintaan, atau pergaulan yang lebih luas. Melalui

kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan, dan curahan kasih sayang

dari orang lain, baik orang tua, saudara, guru, pemimpin, teman atau orang

dewasa lainnya.

4. Kebutuhan Penghargaan

Jika seseorang sudah merasa dicintai atau diakuai maka orang itu

akan mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Kebutuhan dimiliki

dan mencintai telah relative terpuasakan, kekuatan motivasi melemah

diganti motivasi harga diri. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu:

a. Menghargai diri sendiri meliputi: kepercayaan diri, kompetensi,

kecukupan, prestasi dan kebebasan;

b. Mendapat penghargaan dari orang lain meliputi: pengakuan,

perhatian, prestise, respek, dan kedudukan (status). Memperoleh

kepuasan dari kebutuhan ini memungkinkan individu memiliki rasa

percaya diri akan kemampuan dan penampilannya; menjadi lebih

kompeten; dan produktif dalam semua aspek kehidupan. Sebaliknya

apabila seseorang memperoleh kepuasan atau mengalami lack of self-

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

17

esteem maka dia akan mengalami rendah diri, tidak berdya, tidak

bersemangat, dan kurang percaya diri akan kemampuannya untuk

mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya.

5. Kebutuhan Kognitif

Secara ilmiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (memperoleh

pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai

berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak, yang diekspreikan

sebagai rasa ingin tahunya dalam bentuk pengajuan pertanyaan tentang

berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa ingin tahu ini

biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan, baik keluarga

maupun sekolah. Menurut Maslow rasa ingin tahu ini merupakan ciri

mental yang sehat. Kebutuhan kognitif diekspresikan sebagai kebutuhan

untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, mencari

sesuatu atau suasana baru dan meneliti.

6. Kebutuhan Estetika

Kebutuhan estetika (order and beauty) merupakan ciri orang yang

sehat mentalnya. Mealui kebutuhan inilah manuisa dapat mengembangkan

kreativitasnya dalm bidang seni (lukis, rupa, patung dan grafis), arsitektur,

tata busana, dan tata rias. Disamping itu orang yang sehat mentalnya

ditandai kebutuhan keteraturan, keserasian dan keharmonisan dalam setiap

aspek kehidupannya, seperti dalam cara berpakain dan pemeliharaan

ketertiban lalu lintas. Orang yang kurang sehat mentalnya biasanya kurang

memperhatikan kebersihan dan kurang apresiatif terhadap keteraturan.

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

18

7. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan ini merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia

yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh.

Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi segala

sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya

terpenuhi, namun apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi, tidak

mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemempuan bawaan

secara penuh, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidak

senangan, atau frustasi.

Contohnya : misalnya seorang pelukis harus melukis, seorang sastrawan

harus menulis, dan seorang musikus harus membuat musik.

C. Psikologi Kepribadian

Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu

yang paling penting menurut Allport (dalam Robbins, 2003)

.Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik

individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara

khas. Terjadinya interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia.

Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja

berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-

pengalaman, reward, punishment, pendidikan.

Kata personality dalam bahasa Inggris dari kata Latin: person.

Pada mulanya kata person ini menunjuk kepada topeng yang biasa

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

19

digunakan oleh para pemain sandiwaran di Zaman Romawi dalam

memainkan peran-perannya. Dari sini lambat laun kata person berubah

menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang

diterima individu dari kelompok atau masyarakatnya, dimana kemudian

individu tersebut diharapkan bertingkah laku sesuai dengan gambaran

social (peran) yang diterimanya. Dalam kehidupan sehari-hari kita

jumpai pengertian kepribadian semacam ini melalui ungkapan-ungkapan

seperti: “Didi berkepribadian pahlawan,” atau “ Dewi memiliki

kepribadian Kartini sejati”. Gambaran bahwa kepribadian, menurut

pengertian sehari-hari, menunjuk kepada bagaimana individu tampil

menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya (Koswara, 1991: 10).

Pendapat Cattel (dalam Yusuf, 2007: 186) kepribadian adalah

“Personality is that which permits a preadiction of what a person will do

in a given situation” kepribadian merupakan suatu yang prekditif tentang

apa yang akan dilakukan oleh individu dalam situasi tertentu.

Dalam kehidupan sehari- hari, kata kepribadian digunakan untuk

menggambarkan: (1) identintas diri. Jati diri seseorang, seperti: “saya

seorang terbuka” atau “saya seorang pendiam”, (2) kesan umum

seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti: “dia agresif” atau

“dia jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau

bermasalah, seperti: “dia baik” atau “dia pendendam”. Untuk

memperoleh pemahaman tentang kepribadian ini, berikut dikemukakan

beberapa pengertian dari para ahli (Yusuf, 2011: 3).

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

20

a. Hall & Lindzey mengemukakan bahwa secara popular, kepribadian

dapat diartikan sebagai: (1) ketrampilan atau kecakapan social

(social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yang ditunjukkan

seseorang terhadap orang lain (seperti seseorang yang dikesankan

sebagai orang yang agresif atau pendiam).

b. Woodworth mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “kualitas

tingkah laku total individu”.

c. Dashniell mengartikannya sebagai “gambaran total tentang tingkah

laku total individu”.

d. Dashiell mengartikannya sebagai “gambaran total tentang tingkah

laku individu yang terorganisasi”.

e. Derlege, Winstead & Jones mengartikannya sebagai “system yang

relatif stabil mengenai karateristik individu yang bersifat internal,

yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang

konsisten”.

Menurut (Yusuf, 2011: 19) secara garis besar ada dua faktor

utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor

hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (enivorinment):

a. Faktor genetika (pembawaan)

Masa dalam kandungan dipandang sebagai saat (periode)

yang kritis dalam perkembangan kepribadian, sebab tidak hanya

sebagai saat pemebentukan pola-pola kepribadian, tetapi juga

sebagai masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

21

menentukn jenis penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah

lahir.

Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara

langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah (1)

kualitas system saraf, (2) keseimbangan biokimia tubuh, dan (3)

struktur tubuh.

Bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan

perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah

(raw materials) kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan

temperamen, (2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun

kondisi lingkungannya sangat baik, perkembangan kepribadian itu

tidak nisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas, dan

mempengaruhi keunikan kepribadian.

Contohnya seorang anak perempuan yang wajahnya kurang,

dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang

sngat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya. Dari contoh

tersebut, bahwa hereditas mempengaruhi “konsep diri” individu

sebgai dasar individualitasnya (keunikannya) sehingga tidak ada dua

orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun

kembar identik.

b. Faktor lingkungan (environment)

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian

diantaranya keluarga, kebudayaan dan sekolah.

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

22

1) Keluarga

Keluarga dipandang sebagai penentu utama

pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1)

merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat

identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di

lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan

“significant people” bagi pembentukan kepribadian

anak.Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seorang

pribadi yang sehat.

Suasana keluarga sngat penting bagi perkembangan

kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam

lingkungan keluarga harmonis dan agamis maka anak tersebut

cenderung positif, sehat (welladjustment). Sedangkan anak yang

dikembangkan dalam lingkungan keluaraga yang broken home,

kurang harmonis, orang bersikap keras kepada anak, atau tidak

memperhatikan nilai agama, maka perkembangan

kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami

kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment).

2) Kebudayaan

Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku)

memiliki tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas. Kebudayaan

suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap setiap

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

23

warganya, baik yang menyangkut cara berfikir, cara bersikap,

atau cara berperilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap

kepribadian ini dapat dilihat dari perbedaan antara masyarakat

modern, yang budayanya maju dengan masyarakat primitive,

yang budayanya masih sederhana. Perbedaan ini tampak dalam

gaya hidupnya, seperti dalam cara makan, berpakain,

memelihara kesehatan, berinteraksi, pencaharian, dan cara

berfikir (memandang sesuatu).

Setiap suku dan bangsa di dunia ini masing-masing

memiliki tipe kepribadian dasar yang relativ berbeda (meskipun

dalam banyak hal, dengan pengaruh globalisasi perbedaan

karateristik kepribadian itu cenderung berkurang). Contohnya

bangsa Indonesia memiliki karakteristik kepribadian dasar:

religious, ramah, namun kurang disiplin. Sedangkan Jepang:

ulet, kreatif, dan berdisiplin.

3) Sekolah

Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian

anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh itu diantaranya

sebagai berikut:

a) Iklim emosional kelas

Kelas yang iklim emosinya sehat (guru bersikap ramah,

dan respek terhadap siswa dan begitu juga berlaku diantara

sesama siswa) memberikan dampak positif bagi

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

24

perkembangan psikis anak, seperti merasa nyaman, bahagia,

mau bekerja sama, termotivasi untuk belajar, dan mau

menaati peraturan.

Sedangkan kelas yang iklim emosinya tidak sehat

(guru bersikap otoriter, dan tidak menghargai siswa)

berdampak kurang baik bagi anak, seperti merasa tegang,

nerveus, sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar,

dan berperilaku yang mengganggu ketertiban.

b) Sikap dan perilaku guru

Sikap dan perilaku guru ini tercermin dalam

hubungannya dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa

dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:

(1) Stereotype budaya terhadap guru (pribadi dan profesi),

positif atau negative.

(2) Sikap guru terhadap siswa.

(3) Metode mengajar.

(4) Penegakkan disiplin dalam kelas.

(5) Penyesuaian pribadi guru.

Sikap perilaku guru, secara langsung mempengaruhi

“self-concept” siswa, melalui sikap-sikapnya terhadap tugas

akademik (kesungguhan dalam mengajar), kedisplinan

dalam menaati peraturan sekolah, dan perhatiannya

terhadap siswa. Secara tidak langsung pengaruh guru ini

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013

25

terkait dengan upayanya membantu siswa dalam

mengembangkan kemampuan penyesuaian sosialnya.

c) Disiplin (tata tertib)

Tata tertib ditunjukan untuk membentuk sikap dan

tingkah laku siswa. Disiplin yang otoriter cenderung

mengembangkan sifat-sifat pribadi siswa yang tegang,

cemas dan antagonistic. Disiplin yang permisif, cenderung

membentuk siswa sifat yang kurang tanggung jawab,

kurang menghargai otoritas, dan egoentris. Sementara

disiplin yang demokratis, cenderung mengembangkan

perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang, dan

sikap bekerja sama.

d) Prestasi belajar

Perolehan prestasi belajar, atau peringkat kelas dapat

memepengaruhi peningkatan harga diri, dan sikap percaya

diri siswa.

e) Penerimaan teman sebaya

Siswa yang diterima oleh teman-temannya, dia akan

mengembangkan sikap positif terhadap dirinya, dan juga

orang lain. Dia merasa menjadi orang yang berharga.

Motivasi Hidup Tokoh ..., Ani Setia Harini, FKIP UMP, 2013