SMP-MTs kelas09 smk mahir matematika non teknologi agus erens pratikno bayan
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/5025/3/AJI DWI...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/5025/3/AJI DWI...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
1. Penelitian dengan judul Analisis Semantik dalam Syair Kesenian Cowong di
Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap.
Kajian yang pertama yaitu berjudul Analisis Semantik dalam Syair Kesenian
Cowong di Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Penelitian ini
dilakukan oleh Aris Sujarno mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto
tahun 2010. Penelitian ini relevan karena memiliki persamaan sama-sama
menganalisis kajian semantik lirik lagu berdasarkan kajian semantik. Peneliti
menggunakan pendekatan Semantik mendeskripsikan makna, maksud dan informasi
yang terdapat dalam gaya bahasa bahasa metafora dalam syair Kesenian Cowong di
Desa Pakuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada objek dan sumber data yang
digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan lirik lagu suporter
sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan syair kesenian cowong. Penelitian
ini membahas aspek-aspek makna sedangkan penelitian sebelumnya adalah gaya
bahasa. Selain itu, sumber data yang digunakan oleh peneliti juga berbeda dengan
peneliti sebelumnya. Penelitian ini menggunakan lirik lagu suporter sepak bola
sebagai sumber data penelitiannya sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan
syair kesenian cowong Pakuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap.
8
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
9
2. Penelitian dengan judul Kajian Semantik Pada Syair Lagu Kesenian
Tradisional Klening “ Mekar Rahayu” di Desa Suka Rahayu. Kecamatan
Langen Sari, Banjar.
Kajian yang kedua yaitu berjudul Kajian Semantik Pada Syair Lagu Kesenian
Tradisional Klening “Mekar Rahayu” di Desa Suka Rahayu. Kecamatan Langen
Sari.Banjar. Penelitian ini dilakukan oleh Sunyi Artiningsih mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tahun 2013.Penelitian ini relevan karena memiliki
persamaan menganalisis kajian semantik lirik lagu berdasarkan kajian semantik.
Peneliti menggunakan pendekatan Semantik mendiskripsikan makna, maksud dan
informasi pada Syair Lagu Kesenian Tradisional Klening “Mekar Rahayu” di Desa
Suka Rahayu. Kecamatan Langen Sari.Banjar.
Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan penulis terletak pada objek
dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh
penulis menggunakan lirik lagu suporter sedangkan penulis sebelumnya
menggunakan Syair Lagu Kesenian Tradisional Klening. Di dalam penelitian ini
penulis juga membahas aspek-aspek makna sedangkan penulis sebelumnya adalah
jenis-jenis makna dalam semantik. Selain itu, sumber data yang digunakan oleh
penulis juga berbeda dengan penulis sebelumnya. Penulis menggunakan lirik lagu
suporter sepak bola sebagai sumber data penelitiannya sedangkan penulis
sebelumnya menggunakan Syair Lagu Kesenian Tradisional Klening.
B. Lirik Lagu
Menurut Moeliono (2007:678) lirik mempunyai dua pengertian yaitu karya
sastra puisi yang berisi curahan perasaan pribadi dan susunan sebuah nyanyian. Lirik
(dalam lagu) adalah rangkaian pesan verbal yang tertulis dengan sistematika tertentu
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
10
untuk menimbulkan kesan tertentu juga, isi pesan verbal tersebut mewakili gagasan
penulis (lirik) yang merupakan respon dari lingkungan fisik manusia. Dalam
menyampaikan pesan kepada pendengar, suporter menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi. Menurut Sausure (2010:4) bahasa adalah suatu sistem tanda yang
mengekspresikan ide-ide (gagasan-gagasan) dan karena itu sistem tulis, huruf-huruf
untuk orang bisu-tuli, symbol-simbol keagamaan, aturan sopan-santun, tanda-tanda
kemiliteran dan sebagainya. Semua itu merupakan hal yang sangat penting dari
keseluruhan sistem.
Lirik merupakan reaksi simbolik dari manusia yang merupakan respon dari
segala sesuatu yang terjadi dan dirasakan oleh lingkungan fisiknya. Kondisi
lingkungan itu juga ditangkap oleh pikiran yang menghasilkan gagasan atau ide dan
dituangkan dengan bahasa atau kata-kata. Sejalan dengan pendapat Berger (2010:1)
bahwa kata-kata dipakai sebagai tanda dari suatu konsep atau ide. Dalam hal ini, ada
satu tujuan komunikasi yang harus diingat, yakni bahwa tanda “bermakna” sesuatu.
Makna dalam lirik merupakan ungkapan perasaan yang dilakukan pengarang.
Lirik inilah yang sekarang dikenal sebagai puisi dan sajak, yakni karya sastra yang
berisi ekspresi (curahan) perasaan pribadi yang lebih mengutamakan cara
mengekspersikannya. Sedangkan lagu, merupakan bagian dari kebudayaan. Melalui
lagu, manusia mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi dan cita-cita, yang
mempresentasikan pandangan hidup dan semangat. Lagu sebagai media yang
universal dan efektif, dapat menuangkan gagasan, pesan, dan ekspresi pencipta
kepada pendengarnya melalui lirik, komposisi musik, pemilihan instrumen musik,
dan cara dia membawakannya. Gagasan dalam lagu dapat berupa ungkapan
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
11
kegembiraan, protes terhadap suatu hal, kemarahan, kegundahan dan sebagainya,
sependapat dengan Moeliono (2007:624) lagu adalah ragam suara berirama.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa lirik lagu merupakan kata-
kata yang merupakan reaksi simbolik dari manusia yang merupakan respon dari
segala sesuatu yang terjadi dan dirasakan oleh lingkungan fisiknya (yang dipengaruhi
oleh akal sehat dan rasionalitas). Simbol digunakan oleh manusia untuk memaknai
dan memahami bahasa yang tidak dapat dilihat secara langsung, namun kenyataan
tersebut dapat terlihat dan dirasakan oleh indera manusia, stimulus ini kemudian
diolah oleh pikiran, kemudian tercipta konsep atau penafsiran tertentu dan kemudian
simbol yang diciptakan tersebut akan membentuk makna tertentu sesuai dengan apa
yang akan diungkapkan.
C. Pengertian Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari
bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata
kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”.
Maksudnya di sini, tanda atau lambang sebagai padanan kata sema itu adalah tanda
linguistik. Menurut de Saussure (dalam Chaer, 2013:29-30) setiap tanda lingustik
terdiri atas dua unsur yaitu yang diartikan dan yang mengartikan. Unsur yang
diartikan sebenarnya tidak lain adalah konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi,
sedangkan yang mengartikan itu adalah tidak lain daripada bunyi-bunyi itu, yang
terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan.
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
12
Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik
yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik.
Kalau istilah ini tetap dipakai tentu harus diingat bahwa status tataran semantik
dengan tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis adalah tidak sama, sebab secara
hierarkial satuan bahasa yang disebut wacana, dibangun oleh kalimat; satuan kalimat
dibangun oleh klausa; satuan klausa dibangun oleh frase; satuan frase dibangun oleh
kata; satuan kata dibangun oleh morfem; satuan morfem dibangun oleh fonem; dan
akhirnya satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi. Dari bangun-membangun itu,
dapat diajukan pertanyaan, dimanakah letaknya semantik?. Semantik, dengan
objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran yang bangun
membangun ini; makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis
(Chaer, 2013:6-7).
Makna yang dalam sebuah kata untuk berkomunikasi akan menghasilkan
makna. Ketika pendengar mendengarkan makna yang diujarkan akan menangkap
maksud dari keadaan disekitarnya. Sehingga makna dalam kata harus mempunyai
kesepakatan makna antara pemberi kata dan penerima kata. Makna sebagai
penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya
sehingga dapat saling mengerti (Djajasudarma, 2008:5).
Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau
tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain,
dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Pateda (2010:79) menyatakan
bahwa istilah (meaning) makna merupakan kata dan istilah yang membingungkan.
Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata ataupun kalimat. Ullman dalam
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
13
Pateda (2010:82) menyatakan bahwa istilah: name, sense, dan think. Soal makna
terdapat pada sense dan ada hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian
sense. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pengertian makna dijabarkan menjadi: (i)
arti: memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii)
maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan.
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa semantik
adalah ilmu memahami unsur dalam-bahasa (intralingual). Unsur bahasa tersebut
mengacu kepada sesuatu referen oleh kata; satuan kata dibangun oleh morfem;
satuan morfem dibangun oleh fonem; dan akhirnya satuan fonem dibangun oleh fon
dengan menelaah lambang-lambang atau anda-tanda yang menyatakan makna.
Hubungan makna yang satu dengan yang lain, akan berpengaruh terhadap manusia
dan masyarakat.
D. Aspek-Aspek Makna
Dalam penelitian ini akan dianalisis empat aspek makna. Aspek-aspek
tersebut adalah pengertian (sense), nilai rasa (feeling), nada (tone), dan maksud
(tone). Untuk menganalisis data pada penelitian ini menggunkan teori-teori mengenai
aspek-aspek makna. Teori-teori tersebut disampaikan oleh Pateda, Djajasudarma,
Chaer, dan Verhaar.
1. Pengertian (Sense)
Pengertian menurut Pateda (2010:91-92) disebut juga tema, yang melibatkan
ide atau pesan yang dimaksud. Pesan tersebut tidak terlepas dari komunikasi unsur
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
14
pendengar (ragam lisan) dan pembaca (ragam tulis). Tiap orang berbicara dan tiap
hari kita mendengar orang berbicara bahkan berbicara dengan kawan bicara kita.
Ketika orang berbicara, ia menggunakan kata-kata atau kalimat yang mendukung ide
atau pesan yang ia maksud. Tema atau ide antara pendengar (ragam lisan) dan
pembaca (ragam tulis) membicarakan sesuatu atau menjadi topik pembicaraan.
Misalnya, tentang cuaca:
(1) Hari ini hujan.
(2) Hari ini mendung.
Memiliki pengertian sama terhadap satuan-satuan hari, ini, hujan dan mendung. Kita
mengerti tema di dalam informasi karena apa yang kita bicarakan memiliki tema dan
pengertian. Sejalan dengan pendapat itu Djajasudarma (2013:3-4) mengungkapkan
aspek makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara atau penulis dan
kawan bicara berbahasa sama. Informasi atau apa yang kita ceritakan tersebut
memiliki persoalan inti yang biasa disebut tema.
Informasi merupakan suatu gejala di luar ujaran yang dilihat dari segi objek
atau yang dibicarakan (Chaer, 2013:35) sedangkan Verhaar (1995:131) menyatakan
bahwa informasi menyangkut segi “objektif” dari suatu yang dibicarakan dengan
ujaran. Informasi merupakan keterangan isi dari keseluruhan makna yang
dibicarakan dengan ujaran. Setiap ujaran menghasilkan informasi apabila sudah
diketahui makna yang terkandung di dalamnya. Agar lebih jelas penulis memberikan
contoh sebagai berikut:
Kata ayah sama maksudnya dengan kata bapak, sebab keduanya sama-sama
mengacu pada orang tua laki-laki. Begitupun kalimat Dika menendang bola
bersama maknanya dengan bola ditendang Dika, sebab keduanya memberi
pengertian keterangan, atau informasi yang sama. Sesungguhnya pendapat
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
15
mereka itu keliru kalau dilihat dari prinsip umum di atas. Tetapi, mengapa
terjadi demikian?karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi
maka banyak juga orang yang menyatakan suatu kalimat tertentu sama
maknanya dengan parafase dari kalimat itu. Ini pun keliru sebab parafase
tidak lain dari pada rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang
lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna pengertian (sense) sama halnya dengan
tema yaitu makna yang melibatkan ide yang dimaksud antara pendengar (ragam
lisan) dan pembaca (ragam tulis) dalam lingkar komunikasi. Artinya apa yang kita
katakan dan apa yang kita dengar pasti mengandung pengertian(sense). Kita mengerti
pengertian (sense) tersebut karena kita memahami kata-kata yang melambangkan
tema yang dimaksud. Komunikasi antara pembaca/pembicara dan pendengar harus
mempunyai bahasa yang sama supaya komunikasi berjalan dengan lancar dan pesan
yang ingin disampaikan pembicara dapat tersampaikan dengan baik.
2. Nilai Rasa (Feeling)
Nilai rasa berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicara.
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan perasaan (misalnya
sedih, panas, dingin, gembira, jengkel, gatal). Pernyataan situasi yang berhubungan
dengan aspek makna perasaan tersebut digunakan kata-kata yang sesuai dengan
situasi. Kata-kata yang muncul dari perasaan merupakan ekspresi yang berhubungan
dengan pengalaman (Djajasudarma, 2013:4).
Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan rasa dan
perasaan. Katakanlah kita dingin, jengkel, terharu, gembira, dan untuk
menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan aspek perasaan tersebut, kita
gunakan kata-kata yang sesuai. Kalau kita berkata, ”Saya akan pergi” sebenarnya ada
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
16
dorongan perasaan untuk pergi. Demikian pula kita berkata “Saya minta roti,” karena
ada dorongan perasaan, berhubungan dengan perasaan baik yang berhubungan
dengan dorongan atau penilaian. Kita berkata “Saya akan pergi,” menunjukan pada
dorongan, sedangkan kalimat yang berbunyi, ”Engkau malas”, menunjuk pada
penilaian. Kata-kata: saya, pergi, malas, mempunyai nilai rasa, dan setiap kata
mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan (Pateda, 2010:93-94).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai rasa adalah nilai yang berhubungan
dengan perasaan pembicara yang pada akhirnya mempengaruhi situasi dan sikap
pembicara dalam menyampaikan pesan. Perasaan yang menyelimuti dirinya
diungkapkan di dalam kata-kata yang menyatakan pula tentang lingkungan dan
kehidupan masyarakat sekitarnya. Setiap situasi dan sikap pembicara dalam
menyampaikan pesan kepada pendengar dipengaruhi oleh perasaan yang sedang
dialaminya. Artinya, dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan
dengan perasaan. Katakanlah kita jengkel, terharu, gembira dan untuk
menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan aspek nilai rasa (feeling) tersebut,
kita gunakan kata-kata yang sesuai.
3. Nada (Tone)
Aspek nada (tone) menurut Djajasudarma (2013:5) adalah “an attitude to his
listener” (sikap pembicara terhadap kawan berbicara) atau dikatakan pula penyair
atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna nada melibatkan pembicara untuk
memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan lawan bicara atau pembicara sendiri.
Aspek makna nada berhubungan antara pembicara dengan pendengar yang akan
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
17
menentukan sikap yang akan tercermin dari leksem-leksem yang digunakan.
Hubungan pembicara-pendengar (kawan bicara) akan menentukan sikap yang akan
tercermin di dalam kata-kata yang akan digunakan. Pada perasaan jengkel maka
sikap kita akan berlawanan dengan perasaan gembira. Bila kita jengkel akan memilih
aspek makna nada dengan meninggi.
Sejalan dengan pendapat Pateda (2010:94) mengungkapkan aspek makna
yang berhubungan dengan nada lebih banyak dinyatakan oleh hubungan antar
pembicara dengan pendengar, antara penulis dengan pembaca. Maksudnya yakni:
apakah pembicara telah mengenal pendengar, apakah pembicara telah mempunyai
kesamaan latar belakang dengan pendengar, apakah pembicara sealiran politik
dengan pendengar? Aspek nada berhubungan dengan aspek makna yang bernilai
rasa.
Aspek nada dalam lirik nyanyian tidak akan lepas dari bunyi suprasegmental.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Muslich dan Chaer. Bunyi suprasegmental
menurut Muslich (2010, 61-66) adalah bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada
yang dapat disegmen-segmenkan bunyi vokoid dan kontoid. Menurut Chaer
(2007:120) bunyi yang suprasegmental berkenaan dengan keras lembut, panjang
pendek dan jeda. Oleh para fonetisi, bunyi suprasegmental ini dikelompokkan
menjadi empat jenis :
a. Tinggi-Rendah
Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada
tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini disebabkan karena faktor ketegangan pita suara,
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
18
arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Nada ini menjadi
perhatian fonetis karena secara linguistis berpengaruh pada tataran dalam satuan
sistem linguistis tertentu.
Variasi-variasi pada nada pun dapat dipakai untuk menyatakan perbedaan
makna pada tataran kata (tona) dan perbedaan maksud pada tataran kalimat
(intonasi). Pada tataran kata ditandai dengan angka arab [1] untuk nada rendah
setingkat do, [2] untuk nada biasa setingkat nada re, [3] untuk nada tinggi setingkat
mi, dan [4] untuk nada setingkat paling tinggi setingkat nada fa. Pada tataran kalimat
ditandai dengan [ ] untuk intonasi turun yang biasa terdapat dalam kalimat berita
(deklaratif), [II] untuk intonasi datar naik, yang biasa terdapat dalam kalimat tanya,
dan [==] untuk intonasi datar tinggi, yang biasa terdapat dalam kalimat perintah.
Misalnya nada tinggi tajam menunjukan kemarahan, nada menandakan kesusahan,
dan nada tinggi menunjukan kegembiraan.
b. Keras-Lemah
Variasai tekanan ini dapat dikelompokan menjadi empat, yaitu (1) tekanan
keras yang ditandai [„], (2) tekanan sedang ditandai [-], (3) tekanan lemah yang
ditandai dengan [`], dan (4) tidak ada tekanan yang ditandai dengan tidak adanya
tanda diakritik. Dalam bahasa-bahasa tertentu, variasi tekanan ini ternyata bisa
membedakan makna pada tataran kata, dan membedakan maksud pada tataran
kalimat. Pada tataran kata, tekanan selalu bersifat silabis, yaitu tekanan yang
diarahkan pada sialaba tertentu. Pada tataran kalimat, tekanan bersifat leksis, yaitu
tekanan yang diarahkan pada kata tertentu yang ingin ditonjolkan.
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
19
c. Panjang-Pendek
Bunyi-bunyi segmental juga dapat dibedakan dari panjang pendeknya ketika
bunyi itu diucapkan. Bunyi panjang untuk vokaid diberi tanda satuan mora, tanda
titik satu [.] dinamakan satu mora , tanda titik dua [:] dinamakan dua mora, dan tanda
titik tiga [:.] menandakan tiga mora. Sementara itu bunyi-bunyi untuk kontoid diberi
tanda rangkap, dengan istilah geminat. Geminat adalah rentetan artikulasi yang sama
benar (identik) sehingga menimbulkan kontoid. Dalam bahasa tertentu variasi
panjang pendek bunyi ini ternyata bisa membedakan makna (sebagai fonem), bahkan
bermakna (sebagai morfem). Dalam bahasa Indonesia, aspek durasi ini tidak
membedakan makna atau tidak fonemis, juga tidak mempunyai makna atau tidak
morfemis.
d. Kesenyapan
Pemutusan suatu arus bunyi-bunyi segmental ketika diujarkan oleh penutur
atau biasa disebut kesenyapan. Kesenyapan awal dan akhir ditandai dengan palang
rangkap memanjang [#], kesenyapan diantara kata menggunakan palang rangkap
pendek [#], sedangkan kesenyapan diantara suku kata ditandai dengan palang
tunggal [+]. Perhatikan contoh berikut:
Ini buku: [# i+ni#bu+ku#]
Kesenyapan awal terjadi ketika bunyi itu akan diujarkan, ketika akan mengujarkan
kalimat ini buku. Kesenyapan tengah terjadi antara ucapan dalam kalimat, misalnya
antara suku kata i dan ni pada kata ini, walaupun kesenyapan itu sangat singkat.
Kesenyapan akhir terjadi pada akhir ujaran, misalnya ujaran akhir kalimat ini buku
terjadi kesenyapan yang tak terbatas sesudahnya.
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
20
Jadi, dapat disimpulkan bahwa aspek nada (Tone) adalah gabungan antara
nada, tekanan, durasi dan kesenyapan. Kerja sama keempat jenis suprasegmental
sejak awal hingga akhir yang disebut intonasi. Artinya, dalam membentuk suatu
makna pada kata dan kalimat bahasa Indonesia merupakan kerja sama intonasi
dengan kata atau kalimat. Hal tersebut akan menentukan sikap pembicara terhadap
kawan bicara yang melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata dengan nada
tinggi rendah, keras lemah, panjang pendek, dan kesenyapan yang sesuai dengan
keadaan lawan bicara atau pembicara sendiri.
4. Maksud (Intension)
Verhaar (1992:192) menyatakan bahwa maksud adalah sesuatu diluar ujaran-
ujaran yang terkait dengan pengujar. Maksud menyangkut segi “subjektif” si
pemakai bahasa. Maksud itu sesuatu ujaran-ujaran dari si penutur. Itu karena maksud
banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang diantaranya meliputi metafora,
hiperbola, ironi, litotes dan bentuk gaya-gaya bahasa yang lainnya. Selama masih
menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih dipahami maknanya
Tujuan maksud yakni efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis.
Dalam hal ini, memahami suatu hal dalam seluruh konteks merupakan suatu usaha
untuk memahami makna dalam komunikasi. Setiap ujaran yang disampaikan
pembicara itu sebenarnya bertujuan untuk menyampaikan maksud kepada pendengar.
Ujaran pembicara tidak langsung mengarah kepada maksud yang ingin disampaikan.
Oleh karena itu, maksud dari setiap pembicara harus dipahami betul oleh pendengar
supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan maksud tersebut (Keraf,
2004:25).
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
21
Sejalan dengan pendapat Chaer (2013:35) menyatakan bahwa maksud
merupakan suatu gejala di luar ujaran yang dilihat dari segi si pengujar, orang
berbicara, atau pihak subjeknya. Agar lebih jelas penulis memberikan contoh tentang
maksud. Di samping stadion banyak sekali pedagang asongan yang menawarkan
dagangannya kepada suporter. Suporter yang sedang mengantri membeli tiket
mendengar pedagang asongan dengan kalimat tanya ”Minum, minum?”. Padahal
pedagang asongan tidak bermaksud bertanya atau sedang minum, melainkan
bermaksud menawarkan.
Aspek makna tujuan ini adalah ” his aim, conscious or unconscious the effect
he is endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak,
akibat usaha dari peningkatan). Apa yang kita ungkapkan di dalam makna aspek
tujuan tertentu. Klasifikasi makna tujuan tersebut melibatkan enam sifat yaitu,
deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, politis dan paedagogis (Djajasudarma
2013:6). Seperti terlihat pada diagram yang dikemukakan oleh Leech (1975):
Ekspersif
Fatik imformasional Astetik Direktif
\Fungsi sangat langsung melibatkan peran sosial dari bahasa adalah fungsi ekspresif,
direktif, dan fatik. Fungsi ekspresif disebut juga fungsi emotif, afektif, dan
ideasional. Disebut demikian karena fungsi ekspresif berkaitan dengan fungsi
Pembicara
/penulis Pesan Pendengar/pem
baca
Pokok Persoalan
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
22
bahasa dilihat dari penyampai pesan atau penutur. Bagi penutur atau penyampaian
pesan, bahasa digunakan untuk menyampaikan dan mengekspresikan perasaan
(aspek emotif), sikap (afektif), dan gagasan, informasi, atau pesan (ideasional).
Fungsi fatik disebut juga fungsi interpersonal dan interaksional. Fungsi fatik
merupakan fungsi bahasa untuk menajalin hubungan, memelihara hubungan,
memperlihatkan perasaan bersahabat, dan solidaritas sosial. Dalam komunikasi,
ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah tetap. Fungsi informasional
Fungsi ini berfokus pada makna dan dapat dipergunakan untuk menginformasikan
sesuatu. Misalnya, melaporkan, mendeskripsikan, menjelaskan, dan
menginformasikan sesuatu. Fungsi direktif, fungsi untuk mengatur tingkah laku
pendengar. Fungsi ini disebut juga fungsi instrumental dan fungsi retorikal. Dalam
konteks ini, bahasa tidak hanya dipahami oleh pendengar saja, tetapi dapat
mempengaruhi pendengar untuk melakukan suatu tindakan seperti yang diinginkan
oleh penuturnya.
Kita dapat melihat diantara aspek tujuan tersebut di dalam penyuluhan
pemerintah tentang kesehatan, dapat ditinjau dari makna deklaratif, ”Pemeliharaan
kesehatan dapat menunjang program pemerintah di dalam memelihara lingkungan
dan meningkatkan taraf kehidupan bangsa”; makna aspek persuasif, “Dengan pola
makan empat sehat lima sempurna di tiap kampung akan menjamin kesehatan
masyarakat”; makna imperatif, ”Halaman-halaman rumah di tiap-tiap tempat
ditanami dengan apotek hidup”; makna aspek naratif, ”Manusia hidup panjang
dengan memelihara kesehatan dan memerhatikan sikap pemerintah dalam
meningkatkan tarap hidup sehat”; aspek makna politis, ”Rakyat sehat Negara kuat”.
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
23
Pendapat tersebut selaras dengan pendapat Pateda (2010:95) yang mengutip
pendapat Shipley bahwa maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang
dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklaratif, imperatif, naratif,
paedagogis, pendidikan, persuasif, rekreatif atau politis, semua mengandung maksud
tertentu. Ketika si pengujar menyampaikan makna ujarannya dengan ringkas dan
jelas, maka akan bersifat deklaratif, membujuk secara halus maka akan bersifat
persuasif, memerintah atau memberikan komando maka akan bersifat imperatif,
menceritakan suatu rangkaian kejadian maka akan bersifat naratif, dan ketika sifat
makna tersebut bermaksud cara bertindak maka akan bersifat politis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
maksud adalah ujaran dari pembicara atau penulis yang tidak mudah dipahami oleh
pendengar atau pembaca sehingga harus ada usaha untuk memahami setiap ujaran
atau maksud yang disampaikan. Maksud tersebut mempunyai enam sifat yaitu
deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, dan politis. Adapun Ciri-ciri dari maksud
antara lain:
a. Maksud merupakan sesuatu yang berada di luar ujaran.
b. Maksud dilihat dari segi subjektif.
c. Maksud digunakan dalam bentuk ujaran yang diantaranya metafora, ironi dan
litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa yang lain.
d. Maksud menyangkut persoalan semantik, apabila lambang-lambang yang
digunakan masih berbentuk lingual.
E. Persibangga
Nama lengkap : Persatuan Sepak Bola Indonesia Purbalingga
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016
24
Julukan : Laskar Jendral Soedirman
Stadion : Goentoer Darjono, Purbalingga, Indonesia (kapasitas 15.000)
Liga : Indonesia Soccer Championship B
Kelompok Suporter : Braling Mania
Prestasi :1. Juara devisi II Liga Indonesia musim 2010-2011
2. Runner up devisi I Liga Indonesia 2011-2012
Persibangga merupakan singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia
Purbalingga adalah sebuah tim sepak bola Indonesia yang berbasis di kabupaten
Purbalingga. Persibangga saat ini berlaga di devisi utama liga Indonesia. Markas tim
ini di stadion Gelora Goentoer Darjono yang berkapasitas 15.000. Tim Persibangga
berdiri pada tahun 1950, sebelumnya telah ada organisasi PORIP (Persatuan
Olahraga Indonesia Purbalingga). Pada tahun 1954 PORIP kemudian berganti nama
menjadi PERSAP (Persatuan Sepak Bola Antar Purbalingga). Kemudian pada
tanggal 18 Januari 2011 berinkarnasi menjadi Persibangga (Persatuan Sepak bola
Indonesia Purbalingga) berdasarkan Kongres di Bali tepatnya tanggal 21-23 Januari
2011.
Aspek-Aspek Makna …, Aji Dwi Pratikno, FKIP UMP, 2016