BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/7898/3/ETIKA H. BAB...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/7898/3/ETIKA H. BAB...
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Deskripsi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA
SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun 2015
Penelitian yang mengangkat tema tentang menulis cerpen memang sudah ada
yang meneliti sebelumya yaitu penulis meninjau penelitian yang dilakukan oleh Peng
Zi Lin (2015) dari Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Deskripsi
Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA SMA BOPKRI 2
Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerita
pendek pada siswa kelas XI MIA SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dilaksanakan
berdasarkan Kurikulum 2013, silabus pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI MIA,
dan dilaksanakan sesuai RPP Bahasa Indonesia bahan ajar teks cerita pendek. Kendala
yang dihadapi dalam pembelajaran menulis cerita pendek berupa (1) rendahnya
kompetensi guru dalam menulis cerpen dan guru dalam membimbing siswa menulis
cerita pendek, (2) rendahnya motivasi para siswa dalam mengikuti pembelajaran
menulis cerpen, (3) Kurikulum 2013 telah menempatkan materi menulis cerpen
dengan alokasi waktu yang tersedia relatif kurang memadai.
Cara mengatasi kendala tersebut adalah (1) para guru diberi pelatihan
mengenai proses pembimbingan menulis cerpen sampai mereka memiliki kompetensi
dalam membimbing menulis cerpen, (2) disediakan perangkat pembelajaran menulis
cerpen yang sudah teruji tingkat efektivitasnya dan efesiensinya, (3) memberikan
motivasi dan pencerahan kepada siswa tentang manfaat memiliki kemampuan menulis
cerita pendek dalam kehidupan sehari-hari, (4) perlu peningkatan alokasi waktu
pembelajaran menulis cerita pendek dalam kurikulum.
5
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
6
Penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengambil tema atau materi
tentang cerita pendek. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek, sedangkan pada
penelitian di atas mendeskripsikan tentang pembelajaran menulis cerita pendek.
Waktu dan tempat penelitian di atas adalah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada tahun
2015. Sementara itu, penelitian yang peneliti lakukan adalah di SMA Negeri 1
Jeruklegi Kabupaten Cilacap tahun 2017.
2. Menulis Teks Cerita Pendek Berbantuan Media Gambar Berseri Siswa Kelas
VII SMP Islam Khaira Ummah Padang Tahun 2015
Skripsi yang berjudul “Menulis Teks Cerita Pendek Berbantuan Media
Gambar Berseri Siswa Kelas VII SMP Islam Khaira Ummah Padang” oleh Trisna
Helda dari STKIP PGRI Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
keterbatasan siswa dalam menulis dan mengembangkan cerita pendek dan kurangya
media untuk mendukung siswa dalam proses pembelajaran menulis cerita pendek.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan menulis teks cerita pendek
siswa kelsa VII SMP Islam Khaira Ummah Padang berbantuan media gambar berseri.
Jenis penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP Islam Khaira Ummah
Padang yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016, sebanyak 135 orang yang
tersebar dalam 5 kelas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive
sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 22 orang siswa yaitu siswa kelas
VIIB. Data penelitian ini berupa hasil tes menulis teks cerita pendek siswa kelas VII
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
7
SMP Islam Khaira Ummah Padang. Berdasarkan hasil penelitian kemampuan menulis
teks cerita pendek siswa kelas VII SMP Islam Khaira Ummah Padang berbantuan
media gambar berseri untuk keseluruhan dengan rata-rata hitung 83,71 tergolong baik
berada pada rentangan 76-85%.
Penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengambil tema atau materi
tentang kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek. Perbedaannya adalah objek
penelitian peneliti melakukan penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA),
sedangkan pada penelitian di atas dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Waktu dan tempat penelitian di atas adalah SMP Islam Khaira Ummah Padangtahun
ajaran 2015. Sementara itu, penelitian yang peneliti lakukan adalah di SMA Negeri 1
Jeruklegi Kabupaten Cilacap tahun 2017.
B. Menulis Cerita Pendek
Menurut Nurjamal dan Warta Sumirat (2010: 68) menulis merupakan sebuah
proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya
memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Dari beberapa pengertian menurut para
ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah suatu
kecakapan yang dimiliki setiap individu dalam menuangkan ide, gagasan ataupun
perasaan dalam bahasa yang jelas, ekspresif, mudah dibaca, dan dipahami oleh orang
lain.
Nurgiyantoro (2010: 23) mengatakan bahwa unsur-unsur cerita pendek meliputi
unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
8
karya sastra, tetapi secara tidak langsung unsur tersebut mempengaruhi karya sastra
tersebut. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri, diantaranya adalah tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, dan sudut
pandang.
1. Menulis
Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan (Depdiknas, 2007:
742). Menurut Poerwadarminta (2007: 1304-1305), menulis adalah membuat huruf
(angka, dsb), dengan pena (pensil, kapur, dsb), melahirkan pikiran atau perasaan
(seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan, menggambar, melukis, dan
membatik (kain). Tarigan (2008: 22) mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu
bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-
lambang grafik itu. Kegiatan menulis juga disebut sebagai suatu kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, dan pengalaman-
pengalaman kehidupannya dalam bahasa tulis yang jelas, ekpresif, mudah dibaca, dan
dipahami oleh orang lain.
Sumardjo (2007: 75) mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu proses
melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Saat menulis banyak yang melakukannya
secara spontan tetapi ada juga yang berkali-kali mengadakan koreksi dan penulisan
kembali. Menulis adalah menuangkan gagasan, pengalaman, pengetahuan, perasaan,
dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk dikomunikasikan kepada orang banyak
(Sadono, dkk, 2010:12). Menurut Nurjamal dan Warta Sumirat (2010: 68) menulis
merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
9
untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Dari beberapa
pengertian menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menulis adalah suatu kecakapan yang dimiliki setiap individu dalam menuangkan ide,
gagasan ataupun perasaan dalam bahasa yang jelas, ekspresif, mudah dibaca, dan
dipahami oleh orang lain.
a. Kriteria Penilaian Menulis Cerita Pendek
Dari kegiatan menulis yang dilakukan oleh penulis tidak semua hasil tulisan
merupakan tulisan yang baik. Dalam kegiatan menulis ada ketentuan yang harus
dipenuhi oleh seorang penulis. Hasil tulisan yang dibuat oleh penulis dapat
dikatagorikan berkualitas apabila dibuat berdasarkan ketentuan menulis. Ada beberapa
indikator penilaian kemampuan menulis karangan dengan mengembangkan pendapat
Nurgiyantoro (2013: 439) yaitu: 1) kesesuaian judul dengan isi, 2) kesesuaian isi, 3)
kesesuaian isi, 4) koherensi, 5) ejaan, 6) keefektifan kalimat.
1) Kesesuaian judul dengan isi
Judul Merupakan perincian atau jabaran dari topik yang diberikan untuk
bahasan atau karangan. Kesesuaian judul dengan isi dapat dikategorikan sebagai
bagian dari kualitas sebuah tulisan. Karangan atau teks yang judulnya sesuai dengan
isi cerita mempunyai kualitas yang baik. Judul teks biasanya mencerminkan isi cerita
karena judul dapat menggambarkan isi dari sebuah cerita di dalam teks. Bentuk judul
yang menarik membuat pembaca penasaran. Dengan demikian, judul yang dibuat
harus sesuai dengan isi cerita di dalam teks karena judul adalah cerminan dari isi
sehingga judul harus sesuai dengan isi.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
10
2) Kesesuaian isi
Kesesuaian isi atau sering disebut juga dengan ruang lingkup isi. Isi
merupakan bagian terpenting di dalam sebuah karangan atau teks. Isi yang ada di
dalam teks menjadi fokus utama di dalam membuat cerita karena isi akan menentukan
jalan cerita. Isi cerita dapat berupa apa saja tidak harus kehidupan seseorang. Setiap
cerita memiliki ketentuan atau kriteria tersendiri yang menjadi ciri khas dari teks
tersebut. Indikator yang harus ada di dalam isi cerita harus sesuai dengan teks yang
akan dibuat. Indikator tersebut berupa cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari atau
diambil dari pengalaman pribadi, dalam cerpen tokoh yang digambarkan mengalami
konflik hingga pada penyelesaiannya, kemudian kesan yang ditinggalkan cerpen
sangat mendalam hingga pembaca ikut merasakannya, selanjutnya hanya ada satu
kejadian yang diceritakan, dan alur cerita tunggal dan lurus.
3) Urutan struktur teks
Struktur teks merupakan organisasi atau penyajian isi. Struktur adalah
perangkat hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain (Keraf, 2004: 60).
Setiap teks mempunyai struktur yang membuat teks mempunyai urutan cerita yang
mudah dipahami oleh pembaca. Struktur teks selalu disajikan urut sehingga isi cerita
menjadi lebih jelas karena struktur membentuk jalannya cerita di dalam teks. Struktur
teks biasanya diawali dengan latar belakang masalah, konflik, penyelesaian dan
kesimpulan. Struktur ini membantu pembaca dalam memahami isi cerita sehingga
pembaca memahami isi cerita dan alur secara jelas dan runtut.
Suherli, dkk (2017: 125) struktur cerita pendek merupakan rangkaian cerita
yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
11
berupa unsur alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab
akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi kedalam bagian-
bagian berikut. Pertama, pengenalan situasi cerita (exposition, orientation). Dalam
bagian ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar
tokoh. Kedua, pengungkapan peristiwa (complication). Bagian ini disajikan peristiwa
awal yang menimbulkan bagian masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran
bagi para tokohnya.
Ketiga, menuju pada adanya konflik (rising action). Terjadi peningkatan
perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang
menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. Keempat, puncak konflik (turning
point). Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar
dan mendebarkan. Pada bagian ini ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya.
Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
Kelima, penyelesaian (ending atau coda). Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi
penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah
mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir
ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan
menggantung tanpa ada penyelesaian.
4) Koherensi
Koherensi adalah suatu rangkaian yang saling bertalian dan gagasan yang
teratur dan tersusun secara logis (Mulyana, 2005: 31). Menurut Keraf (2004: 84)
koherensi adalah hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membina alenia
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
12
itu dan mudah dipahami. Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis,
tanpa merasa bahwa ada sesuatu yang menghambat atau semacam jurang pemisah
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Sebuah teks yang bagus setiap
paragraf saling berhubungan sehingga membentuk makna yang mudah dipahami oleh
pembaca. Koherensi dalam teks biasanya membentuk sebuah cerita yang menarik dan
bermakna karena dalam setiap paragraf terdapat gagasan yang saling terkait.
Keterkaitan antar paragraf dalam cerita atau teks membentuk makna cerita yang akan
memperjelas tujuan penulis. Dengan demikian, koherensi dibutuhkan dalam menulis
sebuah teks karena dengan adanya koherensi cerita menjadi lebih jelas dan bermakna.
5) Ejaan
Ejaan digunakan dalam tata tulisan agar tulisan mengandung makna dan
mudah dipahami. Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-
menulis yang distandarisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek yakni aspek
fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan
abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis,
aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca (Kridalaksana,
2001: 48). Menurut Aziez dan Rahmat (2009: 70) ejaan adalah cara, aturan, kaidah
melambangkan bunyi-bunyi bahasa dengan tanda yang disebut aksara, bunyi bahasa
yang disebut fonem, dan semua huruf di dalam suatu bahasa disebut abjad. Susanti
(2014: 28) mengemukakan bahwa ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh
pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa
tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna Dari
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
13
pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah cara, aturan,
penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang harus dipatuhi oleh
pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk terutama dalam bahasa
tulis.
6) Keefektifan kalimat
Mulyati (2015: 52) mengatakan bahwa Kalimat yang efektif adalah kalimat
yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat
dipahami dan dimengerti oleh orang lain. sesuai kaidah bahasa, jelas dan mudah
dipahami. Pada dasanya, sebuah kalimat dapat dibentuk oleh klausa yang terdiri dari
subjek dan predukat dengan penambahan objek, pelengkap maupun keterangan yang
diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru. Kalimat efektif pada penulisannya
tidak boros kata dan bertele-tele. Susunan kalimat yang ditulis ringkas dan pasti agar
orang yang membaca mudah menangkap gagasan yang ditulis. Dalam sebuah kalimat
akan selalu membutuhkan subjek dan predikat karena subjek dan predikat adalah
unsur penyusun kalimat.
Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting kedua setelah predikat (Alwi
dkk, 2003: 327). Subjek adalah unsur kalimat yang menunjukkan pelaku sedangkan
predikat adalah bagian kalimat yang memberitahukan objek atau subjek dalam
keadaan bagaimana. Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen
subjek disebelah kiri (Alwi dkk, 2003: 326). Jadi dapat disimpulkan bahwa subjek
dan predikat akan selalu melekat di dalam kalimat. Oleh sebab itu, kalimat yang baik
adalah kalimat yang di dalamnya mengandung subjek dan predikat. Dengan demikian,
subjek dan predikat merupakan unsur utama pembentuk kalimat.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
14
2. Teks Cerpen
Cerpen kebanyakan diketahui oleh orang sebagai cerita yang pendek. Tetapi
dengan hanya melihat bentuk fisiknya saja belum tentu ditetapkan sebagai cerpen.
Ada beberapa cerita pendek tetapi bukan cerpen. Misalnya: Fabel (cerita pendek dan
sederhana dengan tokoh-tokoh binatang), Parabel (cerita yang pendek dan sederhana
yang mengandung ibarat atau hikmat sebagai pedoman hidup) (Ensiklopedi Sastra
Indonesia, 2007: 585) cerita rakyat, dan anekdot. Ruang lingkup yang dungkapkan
cerita pendek adalah sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang paling menarik
perhatian pengarang. Cerita pendek hanya memusatkan perhatian pada tokoh utama
dan permasalahannya yang paling menonjol yang menjadi pokok cerita. Untuk
mengetahui lebih dalam tentang cerpen terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
cerpen, yakni a. pengertian cerpen, struktur teks cerpen, dan unsur pembangun cerpen.
a. Pengertian Cerpen
Menurut Sumardjo (2007: 203), cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai
dibaca dalam “sekali duduk”. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis, dan
satu efek untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal
secara tajam. Inilah sebabnya dalam cerpen amat dituntut ekonomi bahasa. Segalanya
harus terseleksi secara ketat, agar apa yang hendak dikemukakan sampai pada
pembacanya secara tajam. Ketajaman inilah tujuan penulisan cerita pendek. Ada tiga
jenis cerpen, yakni cerita pendek, cerita pendek yang pendek (di Indonesia terdiri dari
satu halaman atau setengah halaman), cerita pendek (4-15 halaman folio), dan cerita
pendek panjang (20-30 halaman). Ini bukan sesuatu ukuran yang mutlak. Semua
jumlah halaman dan kepanjangan hanyalah sekedar ukuran, yang penting bahwa
cerpen membatasi diri pada satu efek saja.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
15
Kurniawan dan Sutardi (2012: 59) berpendapat bahwa cerpen (cerita pendek
sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di
dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan
alur.
Nurgiyantoro (2010: 10) mengemukakan bahwa cerpen sesuai dengan
namanya cerita yang pendek. Akan tetapi, beberapa ukuran panjang pendek itu
memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan
para ahli. Panjang pendek cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek
(short short story), bahkan mungkin pendek sekali, berkisar 500-an kata, ada cerpen
yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada cerpen yang panjang (long
short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah rangkaian
perstiwa yang terjalin menjadi satu yang ceritanya pendek. Berdasarkan uraian tentang
cerpen yang disampaikan tersebut, dapat diketahui bahwa cerpen adalah bentuk cerita
yang dibaca habis sekali duduk dengan memiliki satu konflik saja.
b. Struktur Teks Cerpen
Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang produktif dan mengasah
keterampilan siswa dalam menuangkan gagasan menjadi sebuah paragraf. Menurut
Suherli, dkk (2017: 125) struktur cerita pendek merupakan rangkaian cerita yang
membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain berupa
unsur alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat
ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi kedalam bagian-bagian
berikut. Pertama, pengenalan situasi cerita (exposition, orientation). Dalam bagian ini
pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
16
Kedua, pengungkapan peristiwa (complication). Bagian ini disajikan peristiwa awal
yang menimbulkan bagian masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi
para tokohnya.
Ketiga, menuju pada adanya konflik (rising action). Terjadi peningkatan
perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang
menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. Keempat, puncak konflik (turning
point). Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar
dan mendebarkan. Pada bagian ini ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya.
Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
Kelima, penyelesaian (ending atau coda). Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi
penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah
mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir
ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan
menggantung tanpa ada penyelesaian.
c. Unsur Pembangun Cerpen
Sebuah cerita pendek memiliki unsur-unsur yang saling mengaitkan sehingga
membentuk kesatuan dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2010: 23) unsur-unsur
tersebut meliputi unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur
yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung unsur tersebut
mempengaruhi karya sastra tersebut. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri, diantaranya adalah tema, alur/plot, tokoh dan
penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
17
Berikut ini adalah pemaparan mengenai unsur-unsur pembangun cerita pendek
berupa: 1) tema, 2) alur/ plot, 3) tokoh dan penokohan, 4) latar, 5) sudut pandang, dan
6) amanat.
1) Tema
Stanton (2012: 36-37) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek cerita
yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia. Sesuatu yang menjadikan
suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan
menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut,
kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, dis-ilusi, atau
bahkan usia tua. Sayuti (2000: 187) mengatakan bahwa tema merupakan makna cerita,
gagasan sentral, atau dasar cerita. Makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau
makna yang ditemukan dalam suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi
suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat
dipisahkan.
Menurut Nurgiyantoro (2010: 68) tema menjadi dasar pengembangan seluruh
cerita, maka ia bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Pokok persoalan memang
bisa menentukan penting tidaknya sebuah cerpen. Sumardjo (2007:146) berpendapat
bahwa tema atau pokok persoalan dalam cerpen memang hanya salah satu unsur saja,
bukan segala-segalanya.
Menurut Kusmayadi (2010:19), tema adalah pokok permasalahan sebuah
cerita, makna cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan
pengertiannya dengan topik, padahal kedua istilah ini memiliki pengertian yang
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
18
berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema adalah
gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya
fiksi. Tema suatu cerita biasanya bersifat tersirat (tersebunyi) dan dapat dipahami
setelah membaca keseluruhan cerita. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
tema adalah aspek atau unsur cerita yang menggambarkan setiap kejadian, dan
merupakan makna cerita.
2) Alur (plot)
Menurut Sayuti (2000: 46-53) plot memiliki sejumlah kaidah, yaitu
plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense (ketegangan), unity
(keutuhan). Rangkaian cerita disusun secara masuk akal. Meskipun masuk akal di sini
tetap dalam kerangka fiksi. Suatu cerita dikatakan masuk akal apabila cerita itu
memiliki kebenaran, yakni benar bagi diri cerita itu sendiri. Nurgiyantoro (2010: 113)
mengemukakan bahwa penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan
diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot,
peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil
pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik
khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan.
Stanton (2012: 26) mengakatan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa
dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang
terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
19
diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak
terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup
perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya,
dan segala variabel pengubah dalam dirinya. Dari beberapa pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa dalam suatu cerita yang
disusun secara sistematis.
Berikut ini akan diuraikan struktur alur berdasarkan tahapannya (Nurgiyantoro,
2010: 142-146) berupa : a) tahap awal, b) tahap tengah, c) tahap akhir.
a) Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap
perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan
berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Ia misalnya, berupa
penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu
kejadian, dan lain-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting. Selain itu,
tahap awal juga dipergunakan untuk pengenalan tokoh-tokoh cerita. (Nurgiyantoro,
2010: 142).
b) Tahap Tengah
Nurgiyantoro (2010: 145) mengatakan bahwa tahap tengah cerita dapat juga
disebut tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah
dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin menegang. Konflik dibedakan
menjadi dua, yaitu konflik internal dan konflik eksteral. Konflik internal yang terjadi
dalam diri tokoh. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antartokoh cerita,
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
20
antara tokoh protagonis dengan tokoh antagonis, atau pada keduanya sekaligus. Dalam
tahap tengah ini klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik (utama) telah mencapai titik
intensitas tertinggi. Menurut Stanton (2012: 32), ketika konflik terasa intens sehingga
ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan
kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat
terselesaikan („terselesaikan‟, bukan „ditentukan‟). Jadi pada tahap tengah konflik
sudah dimunculkan dan merupakan bagian klimaks.
c) Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian,
menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya berisi
bagaimana kesudahan cerita, atau menyarankan pada hal bagaimanakah akhir sebuah
cerita (Nurgiyantoro, 2010: 145-146). Menurut Stanton (2012: 27) pada bagaian akhir,
meraka (tokoh) akan dimunculkan kembali sehingga dapat menyempurnakan bingkai
yang telah direncanakan sebelumnya. Jadi, pada tahap akhir merupakan bagian dari
peleraian dan tokoh akan dimunculkan kembali.
3) Tokoh dan Penokohan
Nurgiyantoro (2010: 165) mengemukakan bahwa, istilah “tokoh” menunjuk
pada orangnya, perilaku, watak, perwatakan, dan karakter. Mengarah pada sifat dan
sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas
pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya
dengan karakter, dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu
dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
21
Wiyatmi (2006: 30) berpendapat bahwa tokoh adalah para pelaku yang
terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang,
meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata.
Tokoh utama, menurut Sayuti (2009: 106) dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu (a)
tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema; (b) tokoh itu yang paling
banyak berhubungan dengan tokoh lain; dan (c) tokoh yang paling banyak
memerlukan waktu penceritaan.
Menurut Nurgiyantoro (2010: 194-199) secara garis besar teknik pelukisan
tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya yaitu berupa pelukisan sifat, sikap, watak,
tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh dapat
dibedakan menjadi dua teknik, yaitu teknik ekspositoris (teknik analitis) dan teknik
dramatik.
a) Teknik ekspositoris (teknik analitis)
Teknik ekspositoris atau yang sering disebut sebagai teknik analitis, merupakan
teknik dengan pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian,
atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke
hadapan pembaca secara tidak terbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung
disertai deskripsi dirinya yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau
bahkan ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 2010: 195).
b) Teknik dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik artinya mirip yang ditampilkan
pada drama yang dilakukan secara tidak langsung, artinya pengarang tidak
mendiskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang
membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan dirinya sendiri melalui berbagai
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
22
aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal yaitu kata, maupun nonverbal lewat
tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Untuk memahami
kedirian seorang tokoh apalagi yang tergolong tokoh kompleks pembaca dituntut
untuk dapat menafsirkannya sendiri. Pembaca tidak hanya bersifat pasif melainkan
terdorong melibatkan diri secara aktif, kreatif, dan imajinatif (Nurgiyantoro, 2010:
198-199). Menurut Nurgiyantoro (2010: 201-2010) dalam teknik dramatik
penggambaran tokohnya dapat dilakukan dengan sejumlah teknik berupa: (1) teknik
percakapan, (2) teknik tingkah laku, (3) teknik pikiran dan perasaan, (4) teknik arus
kesadaran, (5) teknik reaksi tokoh, (6) teknik reaksi tokoh lain, (7) teknik pelukisan
latar, dan (8) teknik pelukisan fisik.
Sayuti (2000: 90-111) metode dramatis atau dengan cara tidak langsung adalah
pelukisan tokoh secara tidak langsung. Ada tiga macam pelukisan tidak langsung
terhadap kualitas tokoh, yaitu (1) teknik pemberian nama (naming), (2) teknik
cakapan, (3) teknik pemikiran tokoh, (4) teknik stream of consciousness atau arus
kesadaran, (5) teknik pelukisan perasaan tokoh, (6) perbuatan tokoh, (7) teknik sikap
tokoh, (8) pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain, (9) pelukisan
fisik, (10) pelukisan latar. Dari pemaparan di atas teknik dramatik merupakan teknik
penggambaran sifat tokoh secara tidak langsung. Penggambaran tokoh dapat dilihat
melalui teknik percakapan, teknik perbuatan, teknik pemikiran, teknik perasaan,
teknik pandangan tokoh lain, pelukisan latar, dan pelukisan fisik.
4) Latar (Setting)
Stanton (2012: 35) mengemukakan bahwa latar merupakan lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
23
peristiwa yang sedang berlangsung. Menurut Sayuti (2000: 127), latar dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat berkaitan
dengan masalah geografis, di lokasi mana peristiwa itu terjadi, seperti di pedesaan,
perkotaan, atau latar tempat lainnya. Latar waktu berkaitan dengan masalah jam, hari,
tanggal, bulan, tahun, maupun historis. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan
masyarakat.
Ariadinata (2007: 94-95) menyebutkan bahwa latar (setting) menunjukkan
sebuah lokasi “tempat kejadian” sebuah peristiwa tengah berlangsung. Dalam sebuah
cerpen, latar menunjukkan tempat, waktu, kebiasaan-kebiasaan setempat, dan kejadian
sejumlah tokoh rekaan tengah bermain di dalamnya, digambarkan dalam bentuk
deskripsi yang tepat dengan bahasa. Menuliskan latar dalam sebuah cerpen
membutuhkan pengetahuan yang dalam dan teramat cermat tentang peristiwa yang
hendak diceritakan. Kelalaian sedikit saja dalam penulisan latar akan melahirkan
kejanggalan-kejanggalan yang mempengaruhi mutu karya yang kita tulis. Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa latar adalah waktu dan tempat
yang melingkupi sebuah cerita. Latar waktu dan tempat juga berkaitan dengan kondisi
sosial serta histori pada saat cerpen tersebut dibuat. Dari beberapa pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa latar adalah lingkungan atau lokasi yang melingkupi sebuah
peritstiwa.
5) Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang memandang siapa
yang bercerita di dalam cerita itu atau sudut pandang yang diambil pengarang untuk
melihat suatu kejadian cerita. Sudut pandang ini berfungsi melebur atau
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
24
menggabungkan tema dengan fakta cerita (Jabrohim dkk, 2001: 116-117). Menurut
Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan pengalamanmu sendiri, hakikatnya
kamu menjadikan diri sebagai pusat cerita. Pusat pengisahan dalam cerita disebut juga
sudut pandang.
Menurut Stanton (2012: 53-54) sudut pandang terbagi menjadi empat yaitu
pada „orang pertama-utama‟, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya
sendiri, pada „orang pertama-sampingan‟, cerita dituturkan oleh salah satu karakter
bukan utama (sampingan), pada „orang ketiga-terbatas‟, pengarang mengacu pada
semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter
saja. Dan pada „orang ketiga-tidak terbatas‟, pengarang mengacu pada setiap karakter
dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga membuat beberapa
karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.
Dari pengertian beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang
adalah cara pandang pengarang bercerita dan menjadikan diri seorang tokoh menjadi
pusat cerita.
6) Amanat
Menurut Suherli, dkk (2017: 119) amanat merupakan ajaran atau pesan yang
hendak disampaikan oleh pengarang. Amanat dalam cerpen umumnya bersifat tersirat,
disembunyikan oleh pengarangnya di balik peristiwa-peristiwa yang membentuk isi
cerita. Kehadiran amanat pada umumnya tidak bisa lepas dari tema cerita. Dalam
sebuah karya sasatra terdapat pesan moral, jenis dan wujud pesan moral yang terdapat
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
25
pada karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang
yang bersangkutan.
Kusmayadi (2009:32), amanat adalah merupakan pesan yang ingin
disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan secara tersirat (implisit). Melalui
tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain itu, amanat dapat pula
disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan, saran, peringatan, anjuran,
atau nasehat, yang disampaikan secara langsung ditengah cerita. Dari beberapa
pengerian tersebut dapat disimpulkan bahwa amanag adalah pesan yang hendak
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.Dapat disimpulkan bahwa amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Amanat
biasanya bersifat tersirat (implisit) dan tersurat (eksplinsit).
d. Hubungan antara Struktur Cerpen dengan Unsur Intrinsik Cerpen
Struktur cerpen dengan unsur intrinsik cerpen memiliki kesamaan makna yang
berbeda hanya pada istilahnya. Struktur cerpen yang meliputi: exposition, orientation,
complication, rising action, turning point, ending atau coda. Kemudian unsur intrinsik
cerpen berupa : tema, alur/ plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan
amanat. Hubungan antara struktur cerpen dengan unsur intrninsik cerpen sebagai
berikut:
1. Exposition dalam unsur intrinsik sama dengan tema, tokoh dan penokohan,
orientation dalam unsur intrinsik sama dengan latar.
Menurut Suherli, dkk (2017: 125) exposition adalah bagian ini pengarang
memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh. Sayuti (2000:
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
26
187) mengatakan bahwa tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar
cerita. Makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau makna yang ditemukan dalam
suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara
keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan. Wiyatmi (2006:
30) berpendapat bahwa tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi.
Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan
gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Jadi exposition jika terdapat
dalam unsur intrinsik merupakan tema dan penokohan.
Sedangkan orientation adalah struktur pembangun cerita pendek yang berkaitan
dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan cerpen tersebut.
Stanton (2012: 35) mengemukakan bahwa latar merupakan lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-
peristiwa yang sedang berlangsung. Menurut Suherli, dkk (2017: 125) orientation
merupakan pengenalan situasi. Jadi, dalam unsur intrinsik cerpen orientation
merupakan latar.
2. Complication atau pengungkapan peristiwa dalam unsur intrinsik sama dengan
alur.
Complication bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan bagian
masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Suherli,,
dkk, 2017: 125). Nurgiyantoro (2010: 113) mengemukakan bahwa penampilan
peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum
merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
27
dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri
merupakan sesuatu yang indah dan menarik khususnya dalam kaitannya dengan karya
fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan
3. Rising action atau menuju adanya konflik dalam unsur intrinsik sama dengan alur
dan sudut pandang.
Rising action terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun
keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh
(Suherli, dkk, 2017: 125). Menurut Sayuti (2000: 46-53) plot memiliki sejumlah
kaidah, yaitu plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense
(ketegangan), unity (keutuhan). Rangkaian cerita disusun secara masuk akal.
Meskipun masuk akal di sini tetap dalam kerangka fiksi. Suatu cerita dikatakan masuk
akal apabila cerita itu memiliki kebenaran, yakni benar bagi diri cerita itu sendiri.
Menurut Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan pengalamanmu sendiri,
hakikatnya kamu menjadikan diri sebagai pusat cerita. Pusat pengisahan dalam cerita
disebut juga sudut pandang.
4. Turning point atau puncak konflik dalam unsur intrinsik masuk kategori alur.
Menurut Suherli, dkk (2017: 125) turning point bagian ini disebut pula sebagai
klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini
ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian
berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal. Nurgiyantoro (2010: 113)
mengemukakan bahwa penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya
mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi
sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif,
sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018
28
dan menarik khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara
keseluruhan.
5. Ending atau coda dalam unsur intrinsik cerpen sama dengan amanat.
Ending atau coda sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang
sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak
itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada
imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan menggantung tanpa ada
penyelesaian (Suherli, dkk, 2017: 125). Kusmayadi (2009:32), amanat adalah
merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan
secara tersirat (implisit). Melalui tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain
itu, amanat dapat pula disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan, saran,
peringatan, anjuran, atau nasehat, yang disampaikan secara langsung ditengah cerita.
Dari beberapa pengerian tersebut dapat disimpulkan bahwa amanag adalah pesan yang
hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Jadi, ending atau coda terdapat
kesamaan dari unsur intrinsik yaitu amanat hanya berbeda istilah saja.
Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018