BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/7898/3/ETIKA H. BAB...

24
BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Deskripsi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun 2015 Penelitian yang mengangkat tema tentang menulis cerpen memang sudah ada yang meneliti sebelumya yaitu penulis meninjau penelitian yang dilakukan oleh Peng Zi Lin (2015) dari Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Deskripsi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA SMA BOPKRI 2 Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerita pendek pada siswa kelas XI MIA SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dilaksanakan berdasarkan Kurikulum 2013, silabus pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI MIA, dan dilaksanakan sesuai RPP Bahasa Indonesia bahan ajar teks cerita pendek. Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran menulis cerita pendek berupa (1) rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen dan guru dalam membimbing siswa menulis cerita pendek, (2) rendahnya motivasi para siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen, (3) Kurikulum 2013 telah menempatkan materi menulis cerpen dengan alokasi waktu yang tersedia relatif kurang memadai. Cara mengatasi kendala tersebut adalah (1) para guru diberi pelatihan mengenai proses pembimbingan menulis cerpen sampai mereka memiliki kompetensi dalam membimbing menulis cerpen, (2) disediakan perangkat pembelajaran menulis cerpen yang sudah teruji tingkat efektivitasnya dan efesiensinya, (3) memberikan motivasi dan pencerahan kepada siswa tentang manfaat memiliki kemampuan menulis cerita pendek dalam kehidupan sehari-hari, (4) perlu peningkatan alokasi waktu pembelajaran menulis cerita pendek dalam kurikulum. 5 Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian yang Relevan 1 ...repository.ump.ac.id/7898/3/ETIKA H. BAB...

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Deskripsi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA

SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun 2015

Penelitian yang mengangkat tema tentang menulis cerpen memang sudah ada

yang meneliti sebelumya yaitu penulis meninjau penelitian yang dilakukan oleh Peng

Zi Lin (2015) dari Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Deskripsi

Pembelajaran Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas XI MIA SMA BOPKRI 2

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerita

pendek pada siswa kelas XI MIA SMA BOPKRI 2 Yogyakarta dilaksanakan

berdasarkan Kurikulum 2013, silabus pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI MIA,

dan dilaksanakan sesuai RPP Bahasa Indonesia bahan ajar teks cerita pendek. Kendala

yang dihadapi dalam pembelajaran menulis cerita pendek berupa (1) rendahnya

kompetensi guru dalam menulis cerpen dan guru dalam membimbing siswa menulis

cerita pendek, (2) rendahnya motivasi para siswa dalam mengikuti pembelajaran

menulis cerpen, (3) Kurikulum 2013 telah menempatkan materi menulis cerpen

dengan alokasi waktu yang tersedia relatif kurang memadai.

Cara mengatasi kendala tersebut adalah (1) para guru diberi pelatihan

mengenai proses pembimbingan menulis cerpen sampai mereka memiliki kompetensi

dalam membimbing menulis cerpen, (2) disediakan perangkat pembelajaran menulis

cerpen yang sudah teruji tingkat efektivitasnya dan efesiensinya, (3) memberikan

motivasi dan pencerahan kepada siswa tentang manfaat memiliki kemampuan menulis

cerita pendek dalam kehidupan sehari-hari, (4) perlu peningkatan alokasi waktu

pembelajaran menulis cerita pendek dalam kurikulum.

5

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

6

Penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang

peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengambil tema atau materi

tentang cerita pendek. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti

berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek, sedangkan pada

penelitian di atas mendeskripsikan tentang pembelajaran menulis cerita pendek.

Waktu dan tempat penelitian di atas adalah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada tahun

2015. Sementara itu, penelitian yang peneliti lakukan adalah di SMA Negeri 1

Jeruklegi Kabupaten Cilacap tahun 2017.

2. Menulis Teks Cerita Pendek Berbantuan Media Gambar Berseri Siswa Kelas

VII SMP Islam Khaira Ummah Padang Tahun 2015

Skripsi yang berjudul “Menulis Teks Cerita Pendek Berbantuan Media

Gambar Berseri Siswa Kelas VII SMP Islam Khaira Ummah Padang” oleh Trisna

Helda dari STKIP PGRI Sumatera Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

keterbatasan siswa dalam menulis dan mengembangkan cerita pendek dan kurangya

media untuk mendukung siswa dalam proses pembelajaran menulis cerita pendek.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan menulis teks cerita pendek

siswa kelsa VII SMP Islam Khaira Ummah Padang berbantuan media gambar berseri.

Jenis penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode

deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP Islam Khaira Ummah

Padang yang terdaftar pada tahun ajaran 2015/2016, sebanyak 135 orang yang

tersebar dalam 5 kelas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive

sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 22 orang siswa yaitu siswa kelas

VIIB. Data penelitian ini berupa hasil tes menulis teks cerita pendek siswa kelas VII

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

7

SMP Islam Khaira Ummah Padang. Berdasarkan hasil penelitian kemampuan menulis

teks cerita pendek siswa kelas VII SMP Islam Khaira Ummah Padang berbantuan

media gambar berseri untuk keseluruhan dengan rata-rata hitung 83,71 tergolong baik

berada pada rentangan 76-85%.

Penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang

peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama mengambil tema atau materi

tentang kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek. Perbedaannya adalah objek

penelitian peneliti melakukan penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA),

sedangkan pada penelitian di atas dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Waktu dan tempat penelitian di atas adalah SMP Islam Khaira Ummah Padangtahun

ajaran 2015. Sementara itu, penelitian yang peneliti lakukan adalah di SMA Negeri 1

Jeruklegi Kabupaten Cilacap tahun 2017.

B. Menulis Cerita Pendek

Menurut Nurjamal dan Warta Sumirat (2010: 68) menulis merupakan sebuah

proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya

memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Dari beberapa pengertian menurut para

ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah suatu

kecakapan yang dimiliki setiap individu dalam menuangkan ide, gagasan ataupun

perasaan dalam bahasa yang jelas, ekspresif, mudah dibaca, dan dipahami oleh orang

lain.

Nurgiyantoro (2010: 23) mengatakan bahwa unsur-unsur cerita pendek meliputi

unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

8

karya sastra, tetapi secara tidak langsung unsur tersebut mempengaruhi karya sastra

tersebut. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri, diantaranya adalah tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, dan sudut

pandang.

1. Menulis

Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan (Depdiknas, 2007:

742). Menurut Poerwadarminta (2007: 1304-1305), menulis adalah membuat huruf

(angka, dsb), dengan pena (pensil, kapur, dsb), melahirkan pikiran atau perasaan

(seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan, menggambar, melukis, dan

membatik (kain). Tarigan (2008: 22) mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan

menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu

bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-

lambang grafik itu. Kegiatan menulis juga disebut sebagai suatu kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, dan pengalaman-

pengalaman kehidupannya dalam bahasa tulis yang jelas, ekpresif, mudah dibaca, dan

dipahami oleh orang lain.

Sumardjo (2007: 75) mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu proses

melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Saat menulis banyak yang melakukannya

secara spontan tetapi ada juga yang berkali-kali mengadakan koreksi dan penulisan

kembali. Menulis adalah menuangkan gagasan, pengalaman, pengetahuan, perasaan,

dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk dikomunikasikan kepada orang banyak

(Sadono, dkk, 2010:12). Menurut Nurjamal dan Warta Sumirat (2010: 68) menulis

merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

9

untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, dan menghibur. Dari beberapa

pengertian menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

menulis adalah suatu kecakapan yang dimiliki setiap individu dalam menuangkan ide,

gagasan ataupun perasaan dalam bahasa yang jelas, ekspresif, mudah dibaca, dan

dipahami oleh orang lain.

a. Kriteria Penilaian Menulis Cerita Pendek

Dari kegiatan menulis yang dilakukan oleh penulis tidak semua hasil tulisan

merupakan tulisan yang baik. Dalam kegiatan menulis ada ketentuan yang harus

dipenuhi oleh seorang penulis. Hasil tulisan yang dibuat oleh penulis dapat

dikatagorikan berkualitas apabila dibuat berdasarkan ketentuan menulis. Ada beberapa

indikator penilaian kemampuan menulis karangan dengan mengembangkan pendapat

Nurgiyantoro (2013: 439) yaitu: 1) kesesuaian judul dengan isi, 2) kesesuaian isi, 3)

kesesuaian isi, 4) koherensi, 5) ejaan, 6) keefektifan kalimat.

1) Kesesuaian judul dengan isi

Judul Merupakan perincian atau jabaran dari topik yang diberikan untuk

bahasan atau karangan. Kesesuaian judul dengan isi dapat dikategorikan sebagai

bagian dari kualitas sebuah tulisan. Karangan atau teks yang judulnya sesuai dengan

isi cerita mempunyai kualitas yang baik. Judul teks biasanya mencerminkan isi cerita

karena judul dapat menggambarkan isi dari sebuah cerita di dalam teks. Bentuk judul

yang menarik membuat pembaca penasaran. Dengan demikian, judul yang dibuat

harus sesuai dengan isi cerita di dalam teks karena judul adalah cerminan dari isi

sehingga judul harus sesuai dengan isi.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

10

2) Kesesuaian isi

Kesesuaian isi atau sering disebut juga dengan ruang lingkup isi. Isi

merupakan bagian terpenting di dalam sebuah karangan atau teks. Isi yang ada di

dalam teks menjadi fokus utama di dalam membuat cerita karena isi akan menentukan

jalan cerita. Isi cerita dapat berupa apa saja tidak harus kehidupan seseorang. Setiap

cerita memiliki ketentuan atau kriteria tersendiri yang menjadi ciri khas dari teks

tersebut. Indikator yang harus ada di dalam isi cerita harus sesuai dengan teks yang

akan dibuat. Indikator tersebut berupa cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari atau

diambil dari pengalaman pribadi, dalam cerpen tokoh yang digambarkan mengalami

konflik hingga pada penyelesaiannya, kemudian kesan yang ditinggalkan cerpen

sangat mendalam hingga pembaca ikut merasakannya, selanjutnya hanya ada satu

kejadian yang diceritakan, dan alur cerita tunggal dan lurus.

3) Urutan struktur teks

Struktur teks merupakan organisasi atau penyajian isi. Struktur adalah

perangkat hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain (Keraf, 2004: 60).

Setiap teks mempunyai struktur yang membuat teks mempunyai urutan cerita yang

mudah dipahami oleh pembaca. Struktur teks selalu disajikan urut sehingga isi cerita

menjadi lebih jelas karena struktur membentuk jalannya cerita di dalam teks. Struktur

teks biasanya diawali dengan latar belakang masalah, konflik, penyelesaian dan

kesimpulan. Struktur ini membantu pembaca dalam memahami isi cerita sehingga

pembaca memahami isi cerita dan alur secara jelas dan runtut.

Suherli, dkk (2017: 125) struktur cerita pendek merupakan rangkaian cerita

yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

11

berupa unsur alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab

akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi kedalam bagian-

bagian berikut. Pertama, pengenalan situasi cerita (exposition, orientation). Dalam

bagian ini pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar

tokoh. Kedua, pengungkapan peristiwa (complication). Bagian ini disajikan peristiwa

awal yang menimbulkan bagian masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran

bagi para tokohnya.

Ketiga, menuju pada adanya konflik (rising action). Terjadi peningkatan

perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang

menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. Keempat, puncak konflik (turning

point). Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar

dan mendebarkan. Pada bagian ini ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya.

Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.

Kelima, penyelesaian (ending atau coda). Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi

penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah

mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir

ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan

menggantung tanpa ada penyelesaian.

4) Koherensi

Koherensi adalah suatu rangkaian yang saling bertalian dan gagasan yang

teratur dan tersusun secara logis (Mulyana, 2005: 31). Menurut Keraf (2004: 84)

koherensi adalah hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membina alenia

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

12

itu dan mudah dipahami. Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis,

tanpa merasa bahwa ada sesuatu yang menghambat atau semacam jurang pemisah

antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya. Sebuah teks yang bagus setiap

paragraf saling berhubungan sehingga membentuk makna yang mudah dipahami oleh

pembaca. Koherensi dalam teks biasanya membentuk sebuah cerita yang menarik dan

bermakna karena dalam setiap paragraf terdapat gagasan yang saling terkait.

Keterkaitan antar paragraf dalam cerita atau teks membentuk makna cerita yang akan

memperjelas tujuan penulis. Dengan demikian, koherensi dibutuhkan dalam menulis

sebuah teks karena dengan adanya koherensi cerita menjadi lebih jelas dan bermakna.

5) Ejaan

Ejaan digunakan dalam tata tulisan agar tulisan mengandung makna dan

mudah dipahami. Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-

menulis yang distandarisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek yakni aspek

fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan

abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis,

aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca (Kridalaksana,

2001: 48). Menurut Aziez dan Rahmat (2009: 70) ejaan adalah cara, aturan, kaidah

melambangkan bunyi-bunyi bahasa dengan tanda yang disebut aksara, bunyi bahasa

yang disebut fonem, dan semua huruf di dalam suatu bahasa disebut abjad. Susanti

(2014: 28) mengemukakan bahwa ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh

pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa

tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna Dari

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

13

pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah cara, aturan,

penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang harus dipatuhi oleh

pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk terutama dalam bahasa

tulis.

6) Keefektifan kalimat

Mulyati (2015: 52) mengatakan bahwa Kalimat yang efektif adalah kalimat

yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat

dipahami dan dimengerti oleh orang lain. sesuai kaidah bahasa, jelas dan mudah

dipahami. Pada dasanya, sebuah kalimat dapat dibentuk oleh klausa yang terdiri dari

subjek dan predukat dengan penambahan objek, pelengkap maupun keterangan yang

diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru. Kalimat efektif pada penulisannya

tidak boros kata dan bertele-tele. Susunan kalimat yang ditulis ringkas dan pasti agar

orang yang membaca mudah menangkap gagasan yang ditulis. Dalam sebuah kalimat

akan selalu membutuhkan subjek dan predikat karena subjek dan predikat adalah

unsur penyusun kalimat.

Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting kedua setelah predikat (Alwi

dkk, 2003: 327). Subjek adalah unsur kalimat yang menunjukkan pelaku sedangkan

predikat adalah bagian kalimat yang memberitahukan objek atau subjek dalam

keadaan bagaimana. Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen

subjek disebelah kiri (Alwi dkk, 2003: 326). Jadi dapat disimpulkan bahwa subjek

dan predikat akan selalu melekat di dalam kalimat. Oleh sebab itu, kalimat yang baik

adalah kalimat yang di dalamnya mengandung subjek dan predikat. Dengan demikian,

subjek dan predikat merupakan unsur utama pembentuk kalimat.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

14

2. Teks Cerpen

Cerpen kebanyakan diketahui oleh orang sebagai cerita yang pendek. Tetapi

dengan hanya melihat bentuk fisiknya saja belum tentu ditetapkan sebagai cerpen.

Ada beberapa cerita pendek tetapi bukan cerpen. Misalnya: Fabel (cerita pendek dan

sederhana dengan tokoh-tokoh binatang), Parabel (cerita yang pendek dan sederhana

yang mengandung ibarat atau hikmat sebagai pedoman hidup) (Ensiklopedi Sastra

Indonesia, 2007: 585) cerita rakyat, dan anekdot. Ruang lingkup yang dungkapkan

cerita pendek adalah sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang paling menarik

perhatian pengarang. Cerita pendek hanya memusatkan perhatian pada tokoh utama

dan permasalahannya yang paling menonjol yang menjadi pokok cerita. Untuk

mengetahui lebih dalam tentang cerpen terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan

cerpen, yakni a. pengertian cerpen, struktur teks cerpen, dan unsur pembangun cerpen.

a. Pengertian Cerpen

Menurut Sumardjo (2007: 203), cerita pendek adalah fiksi pendek yang selesai

dibaca dalam “sekali duduk”. Cerita pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis, dan

satu efek untuk pembacanya. Pengarang cerpen hanya ingin mengemukakan suatu hal

secara tajam. Inilah sebabnya dalam cerpen amat dituntut ekonomi bahasa. Segalanya

harus terseleksi secara ketat, agar apa yang hendak dikemukakan sampai pada

pembacanya secara tajam. Ketajaman inilah tujuan penulisan cerita pendek. Ada tiga

jenis cerpen, yakni cerita pendek, cerita pendek yang pendek (di Indonesia terdiri dari

satu halaman atau setengah halaman), cerita pendek (4-15 halaman folio), dan cerita

pendek panjang (20-30 halaman). Ini bukan sesuatu ukuran yang mutlak. Semua

jumlah halaman dan kepanjangan hanyalah sekedar ukuran, yang penting bahwa

cerpen membatasi diri pada satu efek saja.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

15

Kurniawan dan Sutardi (2012: 59) berpendapat bahwa cerpen (cerita pendek

sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di

dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan

alur.

Nurgiyantoro (2010: 10) mengemukakan bahwa cerpen sesuai dengan

namanya cerita yang pendek. Akan tetapi, beberapa ukuran panjang pendek itu

memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan

para ahli. Panjang pendek cerpen itu sendiri bervariasi. Ada cerpen yang pendek

(short short story), bahkan mungkin pendek sekali, berkisar 500-an kata, ada cerpen

yang panjangnya cukupan (midle short story), serta ada cerpen yang panjang (long

short story), yang terdiri dari puluhan (atau bahkan beberapa puluh) ribu kata. Dari

beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah rangkaian

perstiwa yang terjalin menjadi satu yang ceritanya pendek. Berdasarkan uraian tentang

cerpen yang disampaikan tersebut, dapat diketahui bahwa cerpen adalah bentuk cerita

yang dibaca habis sekali duduk dengan memiliki satu konflik saja.

b. Struktur Teks Cerpen

Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang produktif dan mengasah

keterampilan siswa dalam menuangkan gagasan menjadi sebuah paragraf. Menurut

Suherli, dkk (2017: 125) struktur cerita pendek merupakan rangkaian cerita yang

membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain berupa

unsur alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat

ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi kedalam bagian-bagian

berikut. Pertama, pengenalan situasi cerita (exposition, orientation). Dalam bagian ini

pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

16

Kedua, pengungkapan peristiwa (complication). Bagian ini disajikan peristiwa awal

yang menimbulkan bagian masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi

para tokohnya.

Ketiga, menuju pada adanya konflik (rising action). Terjadi peningkatan

perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang

menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh. Keempat, puncak konflik (turning

point). Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar

dan mendebarkan. Pada bagian ini ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya.

Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.

Kelima, penyelesaian (ending atau coda). Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi

penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah

mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir

ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan

menggantung tanpa ada penyelesaian.

c. Unsur Pembangun Cerpen

Sebuah cerita pendek memiliki unsur-unsur yang saling mengaitkan sehingga

membentuk kesatuan dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2010: 23) unsur-unsur

tersebut meliputi unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur

yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung unsur tersebut

mempengaruhi karya sastra tersebut. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri, diantaranya adalah tema, alur/plot, tokoh dan

penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

17

Berikut ini adalah pemaparan mengenai unsur-unsur pembangun cerita pendek

berupa: 1) tema, 2) alur/ plot, 3) tokoh dan penokohan, 4) latar, 5) sudut pandang, dan

6) amanat.

1) Tema

Stanton (2012: 36-37) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek cerita

yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia. Sesuatu yang menjadikan

suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan

menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut,

kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, dis-ilusi, atau

bahkan usia tua. Sayuti (2000: 187) mengatakan bahwa tema merupakan makna cerita,

gagasan sentral, atau dasar cerita. Makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau

makna yang ditemukan dalam suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi

suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat

dipisahkan.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 68) tema menjadi dasar pengembangan seluruh

cerita, maka ia bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Pokok persoalan memang

bisa menentukan penting tidaknya sebuah cerpen. Sumardjo (2007:146) berpendapat

bahwa tema atau pokok persoalan dalam cerpen memang hanya salah satu unsur saja,

bukan segala-segalanya.

Menurut Kusmayadi (2010:19), tema adalah pokok permasalahan sebuah

cerita, makna cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan

pengertiannya dengan topik, padahal kedua istilah ini memiliki pengertian yang

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

18

berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema adalah

gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya

fiksi. Tema suatu cerita biasanya bersifat tersirat (tersebunyi) dan dapat dipahami

setelah membaca keseluruhan cerita. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

tema adalah aspek atau unsur cerita yang menggambarkan setiap kejadian, dan

merupakan makna cerita.

2) Alur (plot)

Menurut Sayuti (2000: 46-53) plot memiliki sejumlah kaidah, yaitu

plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense (ketegangan), unity

(keutuhan). Rangkaian cerita disusun secara masuk akal. Meskipun masuk akal di sini

tetap dalam kerangka fiksi. Suatu cerita dikatakan masuk akal apabila cerita itu

memiliki kebenaran, yakni benar bagi diri cerita itu sendiri. Nurgiyantoro (2010: 113)

mengemukakan bahwa penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan

diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot,

peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil

pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah dan menarik

khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan.

Stanton (2012: 26) mengakatan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa

dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang

terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang

menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

19

diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak

terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup

perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya,

dan segala variabel pengubah dalam dirinya. Dari beberapa pengertian di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa dalam suatu cerita yang

disusun secara sistematis.

Berikut ini akan diuraikan struktur alur berdasarkan tahapannya (Nurgiyantoro,

2010: 142-146) berupa : a) tahap awal, b) tahap tengah, c) tahap akhir.

a) Tahap Awal

Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap

perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan

berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Ia misalnya, berupa

penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu

kejadian, dan lain-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting. Selain itu,

tahap awal juga dipergunakan untuk pengenalan tokoh-tokoh cerita. (Nurgiyantoro,

2010: 142).

b) Tahap Tengah

Nurgiyantoro (2010: 145) mengatakan bahwa tahap tengah cerita dapat juga

disebut tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah

dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin menegang. Konflik dibedakan

menjadi dua, yaitu konflik internal dan konflik eksteral. Konflik internal yang terjadi

dalam diri tokoh. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antartokoh cerita,

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

20

antara tokoh protagonis dengan tokoh antagonis, atau pada keduanya sekaligus. Dalam

tahap tengah ini klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik (utama) telah mencapai titik

intensitas tertinggi. Menurut Stanton (2012: 32), ketika konflik terasa intens sehingga

ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan

kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat

terselesaikan („terselesaikan‟, bukan „ditentukan‟). Jadi pada tahap tengah konflik

sudah dimunculkan dan merupakan bagian klimaks.

c) Tahap Akhir

Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap peleraian,

menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya berisi

bagaimana kesudahan cerita, atau menyarankan pada hal bagaimanakah akhir sebuah

cerita (Nurgiyantoro, 2010: 145-146). Menurut Stanton (2012: 27) pada bagaian akhir,

meraka (tokoh) akan dimunculkan kembali sehingga dapat menyempurnakan bingkai

yang telah direncanakan sebelumnya. Jadi, pada tahap akhir merupakan bagian dari

peleraian dan tokoh akan dimunculkan kembali.

3) Tokoh dan Penokohan

Nurgiyantoro (2010: 165) mengemukakan bahwa, istilah “tokoh” menunjuk

pada orangnya, perilaku, watak, perwatakan, dan karakter. Mengarah pada sifat dan

sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas

pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya

dengan karakter, dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu

dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

21

Wiyatmi (2006: 30) berpendapat bahwa tokoh adalah para pelaku yang

terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang,

meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata.

Tokoh utama, menurut Sayuti (2009: 106) dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu (a)

tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema; (b) tokoh itu yang paling

banyak berhubungan dengan tokoh lain; dan (c) tokoh yang paling banyak

memerlukan waktu penceritaan.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 194-199) secara garis besar teknik pelukisan

tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya yaitu berupa pelukisan sifat, sikap, watak,

tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh dapat

dibedakan menjadi dua teknik, yaitu teknik ekspositoris (teknik analitis) dan teknik

dramatik.

a) Teknik ekspositoris (teknik analitis)

Teknik ekspositoris atau yang sering disebut sebagai teknik analitis, merupakan

teknik dengan pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian,

atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke

hadapan pembaca secara tidak terbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung

disertai deskripsi dirinya yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau

bahkan ciri fisiknya (Nurgiyantoro, 2010: 195).

b) Teknik dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik artinya mirip yang ditampilkan

pada drama yang dilakukan secara tidak langsung, artinya pengarang tidak

mendiskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang

membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan dirinya sendiri melalui berbagai

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

22

aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal yaitu kata, maupun nonverbal lewat

tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Untuk memahami

kedirian seorang tokoh apalagi yang tergolong tokoh kompleks pembaca dituntut

untuk dapat menafsirkannya sendiri. Pembaca tidak hanya bersifat pasif melainkan

terdorong melibatkan diri secara aktif, kreatif, dan imajinatif (Nurgiyantoro, 2010:

198-199). Menurut Nurgiyantoro (2010: 201-2010) dalam teknik dramatik

penggambaran tokohnya dapat dilakukan dengan sejumlah teknik berupa: (1) teknik

percakapan, (2) teknik tingkah laku, (3) teknik pikiran dan perasaan, (4) teknik arus

kesadaran, (5) teknik reaksi tokoh, (6) teknik reaksi tokoh lain, (7) teknik pelukisan

latar, dan (8) teknik pelukisan fisik.

Sayuti (2000: 90-111) metode dramatis atau dengan cara tidak langsung adalah

pelukisan tokoh secara tidak langsung. Ada tiga macam pelukisan tidak langsung

terhadap kualitas tokoh, yaitu (1) teknik pemberian nama (naming), (2) teknik

cakapan, (3) teknik pemikiran tokoh, (4) teknik stream of consciousness atau arus

kesadaran, (5) teknik pelukisan perasaan tokoh, (6) perbuatan tokoh, (7) teknik sikap

tokoh, (8) pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain, (9) pelukisan

fisik, (10) pelukisan latar. Dari pemaparan di atas teknik dramatik merupakan teknik

penggambaran sifat tokoh secara tidak langsung. Penggambaran tokoh dapat dilihat

melalui teknik percakapan, teknik perbuatan, teknik pemikiran, teknik perasaan,

teknik pandangan tokoh lain, pelukisan latar, dan pelukisan fisik.

4) Latar (Setting)

Stanton (2012: 35) mengemukakan bahwa latar merupakan lingkungan yang

melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

23

peristiwa yang sedang berlangsung. Menurut Sayuti (2000: 127), latar dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat berkaitan

dengan masalah geografis, di lokasi mana peristiwa itu terjadi, seperti di pedesaan,

perkotaan, atau latar tempat lainnya. Latar waktu berkaitan dengan masalah jam, hari,

tanggal, bulan, tahun, maupun historis. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan

masyarakat.

Ariadinata (2007: 94-95) menyebutkan bahwa latar (setting) menunjukkan

sebuah lokasi “tempat kejadian” sebuah peristiwa tengah berlangsung. Dalam sebuah

cerpen, latar menunjukkan tempat, waktu, kebiasaan-kebiasaan setempat, dan kejadian

sejumlah tokoh rekaan tengah bermain di dalamnya, digambarkan dalam bentuk

deskripsi yang tepat dengan bahasa. Menuliskan latar dalam sebuah cerpen

membutuhkan pengetahuan yang dalam dan teramat cermat tentang peristiwa yang

hendak diceritakan. Kelalaian sedikit saja dalam penulisan latar akan melahirkan

kejanggalan-kejanggalan yang mempengaruhi mutu karya yang kita tulis. Dari

beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa latar adalah waktu dan tempat

yang melingkupi sebuah cerita. Latar waktu dan tempat juga berkaitan dengan kondisi

sosial serta histori pada saat cerpen tersebut dibuat. Dari beberapa pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa latar adalah lingkungan atau lokasi yang melingkupi sebuah

peritstiwa.

5) Sudut Pandang (point of view)

Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang memandang siapa

yang bercerita di dalam cerita itu atau sudut pandang yang diambil pengarang untuk

melihat suatu kejadian cerita. Sudut pandang ini berfungsi melebur atau

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

24

menggabungkan tema dengan fakta cerita (Jabrohim dkk, 2001: 116-117). Menurut

Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan pengalamanmu sendiri, hakikatnya

kamu menjadikan diri sebagai pusat cerita. Pusat pengisahan dalam cerita disebut juga

sudut pandang.

Menurut Stanton (2012: 53-54) sudut pandang terbagi menjadi empat yaitu

pada „orang pertama-utama‟, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya

sendiri, pada „orang pertama-sampingan‟, cerita dituturkan oleh salah satu karakter

bukan utama (sampingan), pada „orang ketiga-terbatas‟, pengarang mengacu pada

semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter

saja. Dan pada „orang ketiga-tidak terbatas‟, pengarang mengacu pada setiap karakter

dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga membuat beberapa

karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat tidak ada satu karakter pun hadir.

Dari pengertian beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang

adalah cara pandang pengarang bercerita dan menjadikan diri seorang tokoh menjadi

pusat cerita.

6) Amanat

Menurut Suherli, dkk (2017: 119) amanat merupakan ajaran atau pesan yang

hendak disampaikan oleh pengarang. Amanat dalam cerpen umumnya bersifat tersirat,

disembunyikan oleh pengarangnya di balik peristiwa-peristiwa yang membentuk isi

cerita. Kehadiran amanat pada umumnya tidak bisa lepas dari tema cerita. Dalam

sebuah karya sasatra terdapat pesan moral, jenis dan wujud pesan moral yang terdapat

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

25

pada karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang

yang bersangkutan.

Kusmayadi (2009:32), amanat adalah merupakan pesan yang ingin

disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan secara tersirat (implisit). Melalui

tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain itu, amanat dapat pula

disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan, saran, peringatan, anjuran,

atau nasehat, yang disampaikan secara langsung ditengah cerita. Dari beberapa

pengerian tersebut dapat disimpulkan bahwa amanag adalah pesan yang hendak

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.Dapat disimpulkan bahwa amanat

adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Amanat

biasanya bersifat tersirat (implisit) dan tersurat (eksplinsit).

d. Hubungan antara Struktur Cerpen dengan Unsur Intrinsik Cerpen

Struktur cerpen dengan unsur intrinsik cerpen memiliki kesamaan makna yang

berbeda hanya pada istilahnya. Struktur cerpen yang meliputi: exposition, orientation,

complication, rising action, turning point, ending atau coda. Kemudian unsur intrinsik

cerpen berupa : tema, alur/ plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan

amanat. Hubungan antara struktur cerpen dengan unsur intrninsik cerpen sebagai

berikut:

1. Exposition dalam unsur intrinsik sama dengan tema, tokoh dan penokohan,

orientation dalam unsur intrinsik sama dengan latar.

Menurut Suherli, dkk (2017: 125) exposition adalah bagian ini pengarang

memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh. Sayuti (2000:

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

26

187) mengatakan bahwa tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar

cerita. Makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau makna yang ditemukan dalam

suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara

keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan. Wiyatmi (2006:

30) berpendapat bahwa tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi.

Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan

gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Jadi exposition jika terdapat

dalam unsur intrinsik merupakan tema dan penokohan.

Sedangkan orientation adalah struktur pembangun cerita pendek yang berkaitan

dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan cerpen tersebut.

Stanton (2012: 35) mengemukakan bahwa latar merupakan lingkungan yang

melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-

peristiwa yang sedang berlangsung. Menurut Suherli, dkk (2017: 125) orientation

merupakan pengenalan situasi. Jadi, dalam unsur intrinsik cerpen orientation

merupakan latar.

2. Complication atau pengungkapan peristiwa dalam unsur intrinsik sama dengan

alur.

Complication bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan bagian

masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Suherli,,

dkk, 2017: 125). Nurgiyantoro (2010: 113) mengemukakan bahwa penampilan

peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum

merupakan plot. Agar menjadi sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

27

dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri

merupakan sesuatu yang indah dan menarik khususnya dalam kaitannya dengan karya

fiksi yang bersangkutan secara keseluruhan

3. Rising action atau menuju adanya konflik dalam unsur intrinsik sama dengan alur

dan sudut pandang.

Rising action terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun

keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh

(Suherli, dkk, 2017: 125). Menurut Sayuti (2000: 46-53) plot memiliki sejumlah

kaidah, yaitu plausibilitas (kemasukakalan), surprise (kejutan), suspense

(ketegangan), unity (keutuhan). Rangkaian cerita disusun secara masuk akal.

Meskipun masuk akal di sini tetap dalam kerangka fiksi. Suatu cerita dikatakan masuk

akal apabila cerita itu memiliki kebenaran, yakni benar bagi diri cerita itu sendiri.

Menurut Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan pengalamanmu sendiri,

hakikatnya kamu menjadikan diri sebagai pusat cerita. Pusat pengisahan dalam cerita

disebut juga sudut pandang.

4. Turning point atau puncak konflik dalam unsur intrinsik masuk kategori alur.

Menurut Suherli, dkk (2017: 125) turning point bagian ini disebut pula sebagai

klimaks. Ini bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini

ditentukan perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian

berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal. Nurgiyantoro (2010: 113)

mengemukakan bahwa penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya

mendasarkan diri pada urutan waktu saja belum merupakan plot. Agar menjadi

sebuah plot, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati secara kreatif,

sehingga hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang indah

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018

28

dan menarik khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan secara

keseluruhan.

5. Ending atau coda dalam unsur intrinsik cerpen sama dengan amanat.

Ending atau coda sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang

sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak

itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada

imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya dibiarkan menggantung tanpa ada

penyelesaian (Suherli, dkk, 2017: 125). Kusmayadi (2009:32), amanat adalah

merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan

secara tersirat (implisit). Melalui tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain

itu, amanat dapat pula disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan, saran,

peringatan, anjuran, atau nasehat, yang disampaikan secara langsung ditengah cerita.

Dari beberapa pengerian tersebut dapat disimpulkan bahwa amanag adalah pesan yang

hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Jadi, ending atau coda terdapat

kesamaan dari unsur intrinsik yaitu amanat hanya berbeda istilah saja.

Kemampuan Menulis Teks..., Etika Hapsari Anggorowati, FKIP UMP 2018