BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perusahaan 2.1.1 Pengertian...
-
Upload
hoangkhanh -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perusahaan 2.1.1 Pengertian...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perusahaan
2.1.1 Pengertian Perusahaan
Menurut Tim KBBI (2002, p.1254), Perusahaan adalah organisasi berbadan
hukum yang mengadakan transaksi atau usaha. Menurut John M Echols dan
Hassan Shadily (2001, p.148), dalam Kamus Bahasa Inggris kosakata
“perusahaan” disebut “corporation” yang berarti berbadan hukum. Menurut
Djokosantoso Moeljono (2005, p.14), istilah “corporate” dari segi etimologis
merupakan turunan dari bahasa Latin corpus yang berarti sekumpulan peraturan
dan undang-undang, serta erate yang berarti sesuatu yang dihargai atau dipatuhi.
2.2 Sistem Organisasi
2.2.1 Struktur Organisasi
Menurut Stepen Robbins (2002b, p.132), struktur organisasi adalah cara
tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal. Ada enam
unsur kunci yang perlu disampaikan kepada manajer bila mereka merancang
struktur organisasinya. Elemen-elemen tersebut adalah:
9
1. Spesialisasi pekerjaan
Spesialisasi pekerjaan atau pembagian tenaga kerja adalah sampai tingkat mana
tugas dalam organisasi dipecah- pecah menjadi pekerjaan terpisah-pisah.
2. Departementalisasi
Departementalisasi adalah dasar yang dipakai dalam pengelompokkan sehingga
tugas yang sama atau mirip dapat dikoordinasikan.
3. Rantai Komando
Rantai komando adalah garis tidak putus dari wewenag yang terentang dari
puncak organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor ke siapa.
4. Wewenang
Wewenang adalah hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk
memberi perintah dan mengharapkan perintah itu dipatuhi.
5. Kesatuan komando
Kesatuan komando adalah seorang bawahan seharusnya mempunyai satu
atasan kepada siapa ia bertanggung jawab langsung.
6. Rentang Kendali
Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diatur oleh manajer secara
efektif dan efisien.
10
2.3 Budaya Perusahaan
2.3.1 Konsep Budaya
Menurut Tim Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002, p.169), Budaya
adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
Menurut Kotter dan Heskett (1999, 120), Istilah “budaya” secara umum
merajuk pada serangkaian keyakinan, nilai maupun perilaku yang relatif
tetap dan dipertahankan oleh suatu masyarakat tertentu. Meskipun bermula
dari antropologi sosial, sebagai sebuah kerangka guna memahami
masyarakat primitive, konsep budaya kemudian banyak digunakan dalam
konteks organisasi.
Menurut Webster dalam Meriam Webster Collegiate (1993, p.282),
memberikan definisi budaya sebagai berikut: “Culture is the integrated
pattern of human knowledge, belief and behavior that depend upon man’s
capacity for learning and transmitting knowledge to succeeding
generation’s”. Definisi tersebut memberikan pengertian bahwa budaya
adalah pola yang berintegrasi dari pengetahuan manusia, kepercayaan serta
perilaku yang bergantung pada kapasitas yang dimiliki manusia untuk
belajar dan meneruskan pengetahuan pada generasi berikutnya.
Menurut O’Reilly dan Chatman (1996, p.125), Budaya adalah suatu
sistem kesamaan nilai (yang menentuka apa yang penting) dan norma-
norma yang menentukan sikap dan perilaku yang tepat bagi anggota-
anggota organisasi. Budaya sebagai suatu mekanisme control dapat
menentukkan komitmen anggota organisasi atau intensitas perasaan
mereka.
11
Menurut Stephen Robbins (2002a, p.130), Nilai adalah keyakinan
dasar bahwa suatu modus perilaku atau keadaan akhir eksistensi yang khas
lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan modus perilaku atau
keadaan akhir eksistensi kebaikan atau lawannya. Nilai mengandung suatu
unsur pertimbangan dalam arti nilai mengemban gagasan-gagasan seorang
individu mengenai apa yag benar, baik, atau diinginkan. Nilai penting
untuk mempelajari perilaku keorganisasian karena nilai meletakkan dasar
untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi
persepsi kita.
Sedangkan Menurut Tim KBBI (2002, p.1002), Norma adalah ukuran
untuk menentukkan sesuatu. Menurut Menurut Zimmerer yang dikutip oleh
Suyana (2003, p.181) ada tiga tingkatan norma, yaitu:
○ Hukum
Hukum berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur mana
perebuatan yang boleh dilakukan dan mana yag tidak boleh dilakukan.
Hukum hanya mengatur standar perilaku minimum.
○ Kebijakan dan Prosedur Organisasi
Kebijakan dan prosedur organisasi memberi arahan khusus bagi setiap
orang dalam organisasi dalam mengambil keputusan sehari-harinya.
Para karyawan akan bekerja sesuai dengan kebijakan dan prosedur
perusahaan atau organisasi
○ Moral Sikap Mental Individual
Sikap mental individual sangat penting untuk menghadapi suatu
keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal. Nilai moral dan sikap
12
mental individual biasanya berasal dari keluarga, agama, dan sekolah.
Sebagian lagi yang menentukkan etika perilaku adalah pendidikan,
pelatihan dan pengalaman. Kebijakan dan aturan perusahaan sangat
penting terutama untuk membantu, mengurangi, dan mempertinggi
pemahaman karyawan tentang etika perilaku.
Menurut Philip R. Harris dan R.T Moran (dalam Jurnal
Ekonomi, 2002, p.136), pendekatan sistem terhadap budaya
merupakan suatu pendekatan mengkombinasikan budaya-budaya
yang saling berhubungan menjadi suatu kesatuan. Secara sistem kita
dapat mengelompokkan budaya menjadi 8 sistem budaya yang terdiri
dari:
1. Sistem kekeluargaan
Ini menyangkut bagaimana seseorang bagaimana seseorang
melakukan hubungan-hubungan keluarga, baik dengan anak, istri
dan kerabat dan cara bagaimana sekelompok orang merawat,
mendidik, melatih dan mensosialisasikan anak-anak mereka.
Pimpinan perlu memperhatikan pentingnya pengaruh keluarga
untuk mengawasi para pekerja secara efektif. Pengaruh loyalitas
keluarga dapat menpengaruhi kreatifitas dan prestasi kerja
karyawan.
2. Sistem pendidikan
Ini berkenaan dengan cara dan metode seseorang dalam
memperoleh informasi, keterampilan, pengetahuan dan nilai-nilai.
13
3. Sistem ekonomi
Ini menyangkut cara seseorang dalam melakukan kegiatan
transaksi bisnis mereka dan cara mereka menghasilkan dan
menyalurkan barang dan jasa pelayanannya.
4. Sistem politik
Cara dan mekanisme penguasa dalam memelihara
keteraturan dan melaksanakan kekuasaan dan wewenang.
5. Sistem agama
Sistem agama terdiri dari bagaimana seseorang memperoleh
makna dan motivasi pada kehidupan selain aspek-aspek
kehidupan material, yaitu aspek kehidupan spiritual.
6. Sistem asosiasi
Merupakan jaringan pengelompokan sosial yang dibentuk
orang-orang.
7. Sistem kesehatan
Sistem kesehatan berkenaan dengan cara suatu budaya
menghindari dan mengobati penyakit. Konsep kesehatan dan
masalah-masalah medis berlainan antara budaya yang satu
dengan yang lain.
8. Sistem rekreasi
Ini menyangkut cara-cara suatu individu atau kelompok,
menggunakan saat santai mereka, apa yang dianggap “bermain”
dalam suatu budaya mungkin dianggap “kerja” dalam suatu
budaya lain.
14
Menurut Rousseau (1990, p.101), banyak elemen kognitif dan
perilaku yang membentuk budaya, mulai dari asumsi-asumsi tidak sadar,
nilai, dan norma-norma perilaku sampai pola-pola karakteristik perilaku yang
berkaitan dengan kelompok kerja, divisi, atau organisasi. Sedangkan menurut
Christensen dan Gordon (1999, p.223), praktik pelaksanaan sehari-hari yang
tersebar luas dan konsisten dalam suatu organisasi merupakan refleksi dari
budaya organisasional.
Menurut Djokosantoso Moeljono (2005, p.16), menulis, “The The
American Heritage Dictionary mendefinisikan budaya secara lebih formal,
yaitu sebagai keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui
kehidupan sosial, seni ragam, kelembagaan, dan segala hasil kerja serta
pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Schein dalam Stoner, dkk (1996, p.183) mengetengahkan
”budaya, dalam tiga tingkat: artifac, nilai yang didukung (espoused values),
dan asumsi yang mendasari (underlying assumpsions)”. Artifac adalah hal-
hal yang dilihat, didengar dan dirasa jikalau seseorang berhubungan dengan
sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifac
termasuk produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok. Nilai adalah hal
yang berharga untuk dikerjakan atau alasan mengerjakan apa yang kita
kerjakan. Sedangkan asumsi dasar adalah keyakinan yang dianggap sudah
ada oleh anggota organisasi.
15
Sehingga konsep budaya dapat disimpulkan bahwa budaya
menekankan arti penting pada pengetahuan atau intelektualitas maupun akal
budi yang dimiliki oleh individu-individu, kelompok atau golongan-golongan
tertentu, dimana budaya akan tumbuh menjadi identitas kelompok atau
golongan karena budaya dapat berperan dalam memperkuat nilai-nilai dan
keyakinan anggota kelompok yang selaras dengan nilai-nilai dan keyakinan
kelompok.
2.3.2 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Nawawi (2003, p.283) yang dikutip dari Cushway B dan
Lodge D, hubungan budaya dengan budaya organisasi, bahwa “budaya
organisasi adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah
utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan
atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”. Sedangkan Nawawi (2003,
p.283) yang dikutip dari Schemerhom, Hurn dan Osborn, mengatakan
“budaya organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-
nilai yang dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku anggotanya”.
Menurut Moorheda dan Griffin (1999, p. 513), memberikan definisi
budaya organisasi sebagai, “The set of values that helps the organization’s
employees understand which actions are considered acceptable and which
unacceptable”. Budaya organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai yang
membantu anggota organisasi memahami tindakan yang dapat diterima dan
mana yang tidak dapat diterima dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut
16
biasanya dikomunikasikan melalui cerita-cerita atau simbol-simbol lain yang
mempunyai arti tertentu bagi organisasi.
Menurut Schein (1992, p.12) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai “A pattern of shared basic assumptions that group learned as it
solved its problems of external adaption and internal integration, that has
worked well enough to be considered valid and, therefore to be taught to new
members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those
problems. Definisi tersebut menyatakan bahwa organisasi merupaka suatu
pola dari seperangkat asumsi-asumsi dasar yang digunakan oleh anggotanya
dalam menyelesaikan masalah-masalah adaptasi internal maupun eksternal
yang berhasil dengan baik dan dianggap sah, dan kemudian diajarkan kepada
anggota baru sebagai suatu cara yang tepat dalam merasakan, memandang
dan menganalisa masalah.
Menurut Stephen P Robbins (2002, p.305), budaya perusahaan
mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota
yang membedakan orang-orang itu dari orang lain. Setiap organisasi
merupakan system yang khas, sehingga organisasi mempunyai kepribadian
dan jati diri sendiri. Oleh karena itu setiap organisasi pasti memiliki budaya
yang khas pula.
Menurut Stoner, dkk (1996, p.186), budaya organisasi merupakan
sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap dan keyakinan
yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Diman budaya organisasi
yang kuat merupakan alasan suksesnya organisasi. Sebaliknya budaya kuat
yang sama sekali sukar berubah disebutkan menjadi penyebab masalah
17
organisasi. Menurut Ndara (1997, p.123) mengemukakan “semakin kuat
budaya, semakin kuat efek atau pengaruhnya terhadap lingkungan dan
perilaku manusia”. Sebab menurut Stephen P Robbins (1996, p.288) bahwa
“semua organisasi pasti mempunyai budaya dan sangat bergantung pada
kekuatannya, selain budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna
pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi”.
Menurut Kast dan James (1990, p.663), mengemukakan sebuah
pandangan lain yang menekankan bagaimana cara kebudayaan
mempengaruhi perilaku: “Organization culture is a system of shared values
(what is important) and beliefs (how thing work) that interact with a
company’s people, organization structures, and control system to produce
behavioral norms (the way we do thing around here)”. Defini ini
menunjukkan bahwa semua yang kita ketahui dari pengalaman pribadi,
oragnisasi-organisasi itu mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda,
sasaran dan nilai, gaya manajemen, norma-norma untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan mereka.
Menurut Siagian (1995, p.27), menjelaskan bahwa “budaya organisasi
adalah kesepakatan bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat
semua orang dalam orgnisasi yang bersangkutan, serta kemauan,
kemampuan dan kesediaan meningkatkan produktivitas kerjanya.
Menurut Triguno (2000, p.184), bahwa “budaya organisasi adalah
campuran nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan
sebagai pola perilaku dalam suatu organisasi.
18
Dari berbagai definisi budaya organisasi yang telah dikemukakan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai-
nilai yang diyakini oleh semua anggota perusahaan dan yang dipelajari,
diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai
sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan
untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
2.3.3 Hakikat Budaya Organisasi
Menurut Schein (1992, p.211) pada dasarnya budaya organisasi
timbul dari 3 (tiga) sumber, yaitu:
1. Keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi dari para pendiri organisasi
(the beliefs, values, and assumptions of founders of organizationas).
2. Pengalaman pembelajaran dari anggota kelompok pada saat organisasi
berkembang (the learnig experiences of group members as their
organization envolves).
3. Keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi baru yang dibawa masuk oleh
anggota maupun pimpinan baru (new beliefs, values, and assumptions
brought by new members ang leaders).
19
Menurut Sheritton & Stern (1997, p.26) budaya organisasi dapat dibagi secara lebih
spesifik ke dalam 4 (empat) aspek:
Gambar 2.1 AspekBudaya Organisasi
Sumber: Sherriton, J., & James, L.S, 1997, p.26
Ritualized Patterns
Budaya terdiri dari pola-pola ritual dari keyakinan, nilai-nilai dan perilaku
bersama anggota organisasi. Dalam hal ini, keduanya dapat dimungkinkan
adanya saling keterkaitan dengan politik, ekonomi atau adat istiadat sosial
yang mungkin dibangun pada hal-hal tersebut antara lain hubungan dengan
pelanggan, rekan sekerja, status, etika kerja, keterbukaan serta bagaimana
pelaksanaan pekerjaan.
Ritualized Pattern of Belief, Values and Behaviour Shared by Organization Members
Management Environment Created by Management Styles Philosophies
Management Environment Created by Management System or procedurs in Place
Written and Unwritten Norms or Procedures
20
1. Management Styles and Philosophies
Budaya dapat juga tercipta berdasarkan gaya manajemen, filosofi dan juga
perilaku yang berhubungan dengan komunikasi, pengambilan keputusan,
motivasi, bimbingan, perencanaan, pemecahan masalah, pertanggung jawaban
serta aspek-aspek lain dari kepemimpinan.
2. Management System and Procedures
Budaya organisasi dapat dilihat dari aspek penting lainnya yaitu lingkungan
manajemen yang diciptakan oleh sistem, prosedur serta kebijakan yang
ditetapkan di dalam organisasi, yang dinyatakan secara jelas dan tertulis
maupun berdasarkan kejadian sehari-hari. Hal ini juga dapat dilihat,
bagaiamana struktur organisasi, sistem promosi, reward, tipe orang-orang
yang dipekerjakan dan bagaimana mereka belajar tentang organisasi, prioritas
organisasi serta apa yang diharapkan organisasi dari mereka sebagai karyawan
baru.
3. Written ang Unwritten Norms and Procedures
Budaya dapat juga diciptakan berdasarkan norma-norma dan prosedur yang
tidak tertulis maupun yang tertulis. Terkadang ada perilaku yang diharapkan
dari anggota organisasi namun tidak ada pernyataan tertulis yang menegaskan
hal tersebut. Misalnya pada banyak organisasi, pegawai diharapkan bekerja
sampai larut malam dan tidak pulang sebelum pimpinan pulang.
21
Menurut Saffold (pada jurnal asing, 1988, p.546), terdapat 7 (tujuh) proses
penting yang terkait antara budaya dengan kinerja, yaitu:
1. Pembentukkan iklim
Budaya menetukkan sifat-sifat setting organisasi yang dianggap relevan
oleh para anggota organisasi.
2. Kontrol perilaku
Budaya mengatur perilaku secara implisit dan sangat efektif. Hal ini dapat
mengontrol proses presepsi dan proses emosi yang ada di luar jangkauan
sistem kontrol standar, dan untuk membantu mensosialisasikan pada
anggota baru.
3. Perumusan strategi
Budaya mempengaruhi adaptasi organisasi terhadap lingkungan eksternal
dengan menciptkan lingkungan organisasi melalui proses terbentuknya
kepekaan dan pelaksanaan serta dengan mengkondisikan proses
pengambilan keputusan internal organisasi.
4. Efisiensi sosial
Budaya secara hakiki mengurangi ongkos transaksi yang dipakai dalam
pelaksanaan struktur, pemantauan, dan perilaku pemberian penghargaan.
5. Upaya belajar organisasional
Kapasitas budaya untuk menyimpan respon-respon emosional.
6. Integritas dan differensiasi
Unsur-unsur budaya yang umum seperti bahasa, pikiran, perasaan, dan
aktivitas, memadukan anggota-anggota menciptkan rasa solidaritas dan
tujuan yang diyakini.
22
7. Kepemimpinan
Terciptanya dan digunakannya budaya merupakan suatu fungsi
kepemimpinan. Meskipun budaya barangkali tidak dapat dikelola, namun
para pimpinan dapat memainkan peranan penting dalam membesarkan,
menyebarkan, dan membentuk evolusi budaya organisasional mereka.
Menurut Stephen P Robbins (2000b, p.262) Dalam proses pembentukkannya
pada hakikatnya budaya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Proses Pembentukkan Budaya
Sumber: Stephen Robbins, 2000b, p.262
Budaya suatu perusahaan biasanya berasal dari para pendiri perusahaan.
Pendiri memiliki peran yang sangat besar bagi awal terbentuknya budaya
organisasi, karena bagaimana visi dan misi organisasi yang bersangkutan
tidak terlepas pada bagaimana nilai-nilai pendiri tesebut. Pendiri organisasi
tidak dikendalai oleh kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang
lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan
visinya pada semua anggota perusahaan.
Filosofi Pendiri
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak
Sosialisasi
Budaya Perusahaan
23
Berdasarkan keterangan di atas dari beberapa literatur, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa hakikat budaya organisasi terbentuk dari keyakinan, nilai-
nilai dan asumsi-asumsi yang dibentuk dari para pendiri perusahaan,
kemudian di seleksi oleh para pimpinan karena pimpinan memainkan peranan
penting dalam membesarkan, menyebarkan, dan membentuk evolusi budaya
organisasional kemudian disosialisasikan kepada anggota organisasi dan
disesuaikan dengan visi serta tujuan organisasi.
2.3.4 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Stephen P Robbins (1998, p.248), terdapat 7 (tujuh) karakteristik
utama yang merupakan esensi dari suatu organisasi, yaitu:
1. Innovation and Risk Taking
Tingkat dimana pegawai didorong untuk inovatif dan berani mengambil
resiko.
2. Attention to detail
Disini pegawai diharapkan dalam menganalisis dan memberikan
perhatian secara detail terhadap suatu tugas yang menjadi tanggung
jawabnya dilakukan dengan suatu ketelitian.
3.Outcome Orientation
Fokus manajemen adalah pada hasil (result) atau keluaran (outcomes)
dan bukan pada teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai
keluaran tersebut.
24
4. People Orientation
Suatu tingkat dimana keputusan diambil manajemen dibuat
berdasarkan atas pertimbangan atas pengaruh yang akan ditimbulkan
terhadap orang-orang dalam organisasi.
5. Team Orientation
Tingkat dalam sebuah aktifitas kerja organisasi di dalam sebuah team,
bukan pada sesuatu individu.
6. Aggressiveness
Dalam hal ini, pegawai didorong untuk bertindak agresif dan
bersaing, serta meninggalkan sifat santai (easy going) dalam
melaksanakan pekerjaan.
7. Stability
Kegiatan organisasi ditekankan dalam rangka mempertahankan
status quo untuk membandingkan suatu pertumbuhan organisasi.
Gambar 2.3 Bagaimana Budaya Organisasi Berdampak
pada Kinerja dan Kepuasan
Sumber: Stephen P Robbins, 1998, p. 250
Faktor obyektif - Inovasi dan pengemba-
ngan risiko - Perhatian ke rincian - Orientasi hasil - Orientasi orang - Orientasi tim - Keagresifan - Kemantapan
Budaya Organisasi
Tinggi Rendah
Kinerja
Kepuasan
25
Menurut Stephen P Robbins yag dikutip oleh Arasy (dalam jurnal
Indonesia, 2002, p.139), suatu budaya organisasi akan berdampak pada
kinerja diawali dari input-input organisasi yang meliputi; inovasi dan
pengembangan resiko, perhatian ke rincian, orientasi hasil, orientasi orang,
orientasi tim, keagresifan dan kemantapan yang kemudian dipersepsikan
sebagai budaya organisasi yang akan menjadi sebuah kekuatan yang tinggi
atau rendah yang berdampak pada tingkat kinerja dan kepuasan karyawan.
Kepuasan kerja berupaya mengukur respons efektif terhadap lingkungan
kerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan bagaimana perasaan pegawai
seperti praktek imbalan yang diberikan oleh organisasi.
Menurut Stephen Robbins (2002a, p.139), Kepuasan Kerja merujuk
pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja tingg menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu,
seorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif
terhadap pekerjaan itu. Keterlibatan kerja merupakan sampai tingkat mana
seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif dalamnya, dan
menganggap kinerjanya penting bagi harga diri. Sedangkan komitmen pada
organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang karyawan
memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, serta berniat
memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Hal-hal yang menentukkan kepuasan kerja:
○ Kerja yang secara mental menantang
○ Ganjaran yang pantas
○ Kondisi kerja yang mendukung
26
○ Rekan sekerja yang mendukung
○ Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan.
2.3.5 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Stephen Robbins (2000b, p.253) menuliskan bahwa budaya
menjalankan empat fungsi di dalam organisasi, yaitu:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas,
2. Budaya membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota organisasi,
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan pribadi seseorang,
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial,
5. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi
itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh karyawan dan
6. Budaya sebagai meknisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Menurut Robert dan Angelo (1998, p.62), Fungsi budaya orgnisasi ada 4
(empat), yaitu:
1. Memberikan anggotanya suatu identitas organisasional,
Misalnya dengan memberikan penghargaan kepada karyawan yang inovatif,
27
2. Komitmen bersama
Dimana karyawan merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan, yang
dengan demikian akan menghasilkan tingkat turnover (perputaran pegawai)
yang rendah,
3. Stabilitas sistem sosial
Stabilitas sistem sosial mencerminkan lingkungan kerja diterima sebagai
sesuatu yang positif, dimana konflik dan perubahan organisasi dikelola
secara efektif, dan
4. Membentuk perilaku dengan membantu karyawan memahami keadaan
sekelilingnya
Memahami mengapa perusahaan melakukan apa yang harus dilakukan serta
bagaimana hal tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Gambar 2.4 Four Functions of Organizational Culture
Sumber: Robert dan Angelo, 1998, p.64
Organizational Identity
Organizational Culture
Social System Stability
Collective Commintment
Sense Making Device
28
2.3.6 Pentingnya Budaya Organisasi
Menurut Chris Lowney (2005, p.341), menyatakan: dari hasil riset
yang diselenggarakan oleh para konsultan manajemen McKinsey & Co,
untuk melancarkan strategi membantu perusahaan menarik dan
mempertahankan para karyawan berbakat yang langka, McKinsey bertanya
kepada para eksekutif puncak, apa yang telah memotivasi para karyawan
mereka yang paling berbakat. Berikut ini adalah ringkasan di antara 200
eksekutif puncak mengenai peringkat faktor yang mutlak essensial untuk
memotivasi karyawan berbakat:
Nilai-nilai Budaya 58%
Kebebasan Otonomi 56%
Tugas Mengandung Tantangan 51%
Pengelolaan yang baik 50%
Kompensasi yang tinggi 23%
Misi yang mengilhami 16%
Tabel 2.1 Peringkat Faktor Untuk Memotivasi Karyawan
Sumber: Chris Lowney, 2005, p.341
Hasil riset diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam budaya organisasi
sangat mempengaruhi motivasi para anggota dalam bekerja. Supaya
seseorang dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam suatu organisasi,
seseorang perlu tahu bagaimana mengerjakan atau harus mengerjakan
29
sesuatu, termasuk bagaimana berperilaku sebagai anggota organisasi,
khususnya dalam lingkungan organisasinya. Dengan adanya budaya
organisasi yang jelas, maka seseorang dapat mengerti aturan main yang harus
dijalankan, baik dalam mengerjakan tugas-tugasnya, maupun dalam
berinteraksi dengan sesama anggota dalam organisasi. Ketidakraguan dalam
menjalani hal ini akan membawa peneguhan bagi seseorang, yang
membuatnya mengerti apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Budaya
akan meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari
perilaku karyawan. Dari sudut pandang karyawan, budaya memberitahu
mereka bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting (Antonius
Atosokhi Gea, 2005, p.326).
Menurut Chris Lowney (2005, p.295), ada 3 ciri khas budaya organisasi yang
dapat memberikan hasil optimal:
1. Kuatnya budaya bukan hanya diatas kertas, melainkan secara nyata
memandu perilaku sehari-hari karyawan,
2. Budaya itu secara strategis telah sesuai dengan kondisi perusahaan, dan
3. Budaya itu tidak menghalangi perubahan tetapi mendukung perubahan.
30
2.3.7 Cara Karyawan Mempelajari Budaya
Menurut Arasy (dalam jurnal indonesia, 2002, p.138), pada praktek
sosialisasi organisasi akan membantu karyawan baru untuk menyesuaikan
diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
Gambar 2.5 Suatu Model Sosialisasi
Sumber: Stephen P Robbin, 1998, p.300
1. Tahap Prakedatangan
Tahap pertama adalah tahap prakedatangan merupakan tahap dimana
terjadi proses pengenalan dan pembelajaran karyawan terhadap nilai-nilai
yang dimiliki organisasi,
2. Tahap Perjumpaan
Tahap kedua adalah tahap perjumpaan, karyawan akan mulai menyadari
akan adanya kemungkinan antara harapan dan kenyataan akan bisa berbeda,
3. Tahap Penyesuaian
Dimana karyawan akan mulai menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang dianut oleh kelompok kerjanya.
Prakedatangan Perjumpaan Penyesuaian
31
Menurut Moeljono (2003, p.24), sosialisasi budaya kepada karyawan dapat
dilakukan dengan beberapa cara yang dinilai berhasil, yaitu melalui:
1. Cerita
Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu peristiwa mengenai pendiri
organisasi, pelanggaran peraturan, sukses darimiskin ke kaya, pengurangan
angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap keselamatan masa lalu, dan
mengatasi organisasi.
2. Ritual
Merupakan deretan berulang kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat
nilai- nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-
orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan.
3. Lambang
Lambang mengantarkan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh
mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis
perilaku yang dimunculkan yang tepat.
4. Bahasa
Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang menggunakan bahasa
sebagai suatu cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau
anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikkan
penerimaan mereka akan budaya itu, dan dengan berbuat seperti itu, hal ini
membantu melestarikannya.
Menurut Moeljono (2003, p.25), dalam proses pengembangannya, budaya
organisasi dipengaruhi oleh factor-faktor kebijakan perusahaan (Corporate
32
wisdom), gaya perusahaan (Corporate style), dan jati diri perusahaan
(Corporate identity).
2.3.8 Cara Mempertahankan Budaya
Menurut Stephen P Robbins (2003b, pp. 315-350), Ada empat kekuatan
yang memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu
budaya, yaitu:
1. Praktek seleksi
Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai
perusahaan itu. Para calon belajar mengenai perusahaan itu, dan jika
mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dan nilai perusahaan,
mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena
itu, seleksi menjadi jalan dua arah, dengan memungkinkan pemberi kerja
atau pelamar untuk memutuskan perkawinan jika tampaknya ada
ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya suatu
perusahaan dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin
menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya,
2. Tindakan manajemen puncak
Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Melalui apa yang mereka dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang merembes ke bawah
sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan resiko diiginkan,
berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada
33
bawahan mereka; pakaian apakah yang pantas; dan tindakan apakah akan
dihargai dalam kenaikan upah, promosi dan ganjaran lain,
3. Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasikan para karyawan pada
budaya organisasi itu. Sosialisasi dapat dikosepkan sebagai suatu proses
yang terdiri atas tiga tahap: prakedatangan, perjumpaan, dan
metamorfosis. Tahap prakedatangan adalah kurun waktu pembelajaran
dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang karyawan baru
bergabung dengan organisasi itu. Tahap perjumpaan merupakan tahap
dalam proses sosialisasi dalam mana seorang karyawan baru
menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi
kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Tahap
metamorfosis yaitu tahap dalam proses sosialisasi yang melaluinya
seorang karyawan baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma
kelompok kerjanya, dan
4. Internalisasi budaya adalah proses menanamkan dan menumbuh-
kembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang
bersangkutan. Jika sosialisasi lebih ke samping dan lebih kuantitatif,
maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman dan
penumbuh-kembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-
metodik pendidikan dan pengajaran, seperti: pendidikan, pengarahan,
indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.
34
2.4 Good Corporate Governance
2.4.1 Latar Belakang Good Corporate Governance
2.4.1.1 Latar belakang Menurut Praktisi
Menurut Priantara Diaz (dalam jurnal akuntansi, 2002, p.86),
Good Corporate Governance ini mengemuka di Amerika pada tahun
delapan puluhan, ketika muncul skandal pengambilalihan (take over)
dan management buy out yang merisaukan pemegang saham.
Manajemen perusahaan, yang diberi mandat oleh pemegang saham,
tidak mengelola perusahaan dengan baik. Berbagai penyalahgunaan
wewenang oleh manajemen untuk kepentingan pribadi terjadi tanpa
memperhatikan kepentingan pemegang saham. Melihat situasi dan
kondisi yang demikian, kalangan aktivis dan pemerhati masalah
perusahaan mulai merumuskan suatu sistem agar para manajer
perusahaan bertanggung jawab (accountable) kepada pemegang saham
dan pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan
(stakeholders). Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai
salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang
dimulai tahun 1997 hingga saat ini.
2.4.1.2 Latar Belakang Menurut Akademisi
Menurut Priantara Diaz (dalam jurnal akuntansi, 2002, p.89),
Gagasan Good Corporate Governance muncul pada awalnya sebagai
kritik terhadap praktisi bisnis modern yang berkembang cepat.
35
Praktisi bisnis yang ada saat ini mempunyai karakteristik semakin
dipisahkannya fungsi kepemilikan dan manajemen pengelolaan
perusahaan. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan kemampuan
pemilik dalam mengelola perusahaan sedangkan di sisi lain para
professional yang menawarkan kemampuannya untuk mengelola
perusahaan dengan tujuan memaksimalkan keuntungan perusahaan.
Hal ini memunculkan agency problems akibat pemilik perusahaan
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional
(disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan praktek
bisnis sehari-hari. Untuk mereduksi agency problem tersebut para
pemilik memberikan insentif kepada para professional tersebut dan
memastikan bahwa mereka akan bekerja sepenuhnya untuk
kepentingan perusahaan.
Sehingga konsep Good Corporate Governance muncul untuk
meminimalkan potensi kecurangan akibat agency problem tersebut.
Prakteknya berupa adanya sistem dan struktur yang efektif untuk
mendorong dipenuhinya hak dan kewajiban masing-masing organ
perusahaan Pemegang saham dapat melakukan kontrol efektif
terhadap pengelolaan perusahaan melalui dewan komisaris. Di sisi
lain, direksi sebagai pengelola perusahaan mempunyai batasan yang
jelas tentang tanggung jawab, wewenang, dan hak kewajibannya.
36
2.4.2 Landasan Hukum Penerapan Good Corporate Governance
Menurut YYPMI (2002, p.10), Penerapan Good Corporate
Governance, bukan lagi sebagai gerakan moral, tetapi sudah menjadi tekad
atau tindakan hukum, dengan lahirnya peraturan atau perundangan :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2.Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000
tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate
Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1
Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance
pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000
tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance
yang baik di semua BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia
No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan
Percepatan Pemberantasan KKN.
37
2.4.3 Konsep Good Corporate Governance
Menurut Ariyoto (dalam majalah manajemen usahawan, 2003, p.3),
Sesungguhnya banyak cara untuk memahami konsep corporate governance,
namun cara atau jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori
agensi (agency theory) terlebih dahulu. Teori agensi itu sendiri pada dasarnya
merupakan salah satu isu atau bahasan pokok dalam Teori Organisasi
(Organization Theory) karena berkaitan dengan aspek pengendalian (control)
dalam organisasi modern. Secara spesifik, teori agensi tersebut akan
diarahkan terutama pada penjelasan tentang hubungan keagenan (agency
relationship) yang terjadi ketika satu pihak (principal) mendelegasikan
pekerjaannya pada pihak lain (agent) yang akan melaksanakan pekerjaan
tersebut. Untuk itu hubungan keagenan (agency relationship) yang tercipta
diantara principal dan agent menjadi perhatian utama teori agensi. Dalam
teori agensi ada 2 (asumsi), yakni:
1. Dalam mengambil keputusan seluruh individu bisa mengambil keputusn
yang menguntungkan dirinya sendiri karena itu agent yang mendapat
kewenangan dari principal akan memanfaatkan kesempatan tersebut
untuk kepentingan sendiri;
2. Individu mempunyai jalan pikiran yang rasional sehingga mampu
membangun ekspektasi yang tiak bisa atau suatu dampak dari masalah
agensi serta nilai harapan kesejahteraannya dimasa depan. Karena itu,
dampak dari perilaku menyimpang dari kepentingan pihak lainnya yang
38
terkait langsung, dapat dimasukkan ke dalam perhitungan pihak lainnya
dalam memasok kebutuhan.
Menurut Hatch Mary (1997, pp.334-335), berpendapat “…..the
relationship between owners (called principals) and manager (call
agents) is the central concern of agency theory….Agency theory focuses
on ways of controlling the self serving behaviour of agents to assure that
the interest of the principals are protected”. Dari pendapat Hatch tersebut
dapat diketahui bahwa yang disebut principal adalah para pemilik atau
pemegang saham perusahaan (shareholders) dan yang disebut agen
adalah para anggota dari tim manajemen perusahaan.
Menurut Stephen Rose (1999, p.15), untuk menggambarkan
hubungan agensi antara shareholders dengan agent, adalah: “A contract
under which one or more persons (the principal) engage another person
(the agent) to perform some service on their behalf which involve
delegating some decisions making authorithy to he agent. If both
parteners to the relationship are utility maximizers there is good reason
to believe that the agent will not always act in the best interest if the
principal”. Dalam hubungan agent-principal, pihak agent memanfaatkan
kesempatan hubungan, dan dalam hubungan pemegang saham dengan
pemberi pinjaman pihak pemegang saham yang mengambil kesempatan
dari hubungan tersebut. Oleh karena itu sering timbul konflik
kepentingan.
39
Menurut Arasy (dalam jurnal ekonomi, 2002, p.8), Teori agensi
harus digantikan dengan konsep baru. Konsep baru tersebut jika dikaji
dari sisi teori agensi dapat berkelanjutan berupa konsep good corporate
governance .
Dari berbagai teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori
agensi menjelaskan adanya hubungan keagenan (agency relationship)
yang terjadi ketika satu pihak (principal) mendelegasikan pekerjaannya
pada pihak lain (agent) yang akan melaksanakan pekerjaan, ehingga
dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam mengelola perusahaan.
Oleh karena itu, muncul konsep baru dar teori agensi yaitu good
corporate governance.
2.4.4 Pengertian Good Corporate Governance
Menurut YYPMI (2002, p.21), Good Corporate Governance
adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan.
Menurut Supriyatno (2000, p.17), The Indonesian Institute For
Corporate Governance mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai
proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan
tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang,
dengan tetap memperhatikan kepentingan stockholders yang lain.
40
Menurut Siswanto Sutojo dan E John Aldrige (2005, p.2), The
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “Corporate
governance is the system by wich business corporations are directed and
controlled. The corporate governance structure specifies the distribution
rights and responsibilities among different participants in the corporation,
such as the board, the mangers, shareholders and other stakeholders, and
spell out rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By
doing this, it also provides the structure through which the company
objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring
performance”. Sesuai dengan definisi di atas, menurut OECD corporate
governance adalah system yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur
pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap
kehidupan perusahaan, termasuk pemegang saham, Dewan Pengurus, para
manajer, dan semua anggota the stakeholders non-pemegang saham.
Sedangkan Siswanto Sutojo dan E John Aldrige (2005, p.3), The
Australian Stock Exchange (ASX) mendefinisikan “corporate governance
sebagai berikut: “Corporate governance is the system by which companies
are directed and managed. It influences how the objectives of the company
set and achieved, how risk is monitored and assessed, and how performances
is optimized”. Sesuai dengan definisi di atas, ASX mengartikan Corporate
Governance sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut mempunyai pengaruh besar
41
dalam menentukkan sasaran usaha maupun dalam upaya mencapai sasaran
tersebut. Corporate governance juga mempunyai pengaruh dalam upaya
mencapai kinerja bisnis yang optimal serta analisis dan pengendalian resiko
bisnis yang dihadapi perusahaan. .
Menurut Sofyan Djalil (2005, p.4), Jill Solomon dan Aris dalam buku
“Corporate Governance and Accountability” kedua pakar manajemen
tersebut mendefinikan corporate governance sebagai system yang mengatur
hunbungan antara perusahaan dengan pemegang saham. Corporate
Governance juga mengatur hubungan dan pertanggung jawab atau
akuntabilitas perusahaan kepada anggota stakeholders non-pemegang saham.
Sedangkan Malaysian High Level Finance Commite on Good Corporate
Governance mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis
dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka meningkatkan kemakmuran
bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain.
Menurut Sutedi (2006, p.175), Corporate Governance dapat
dedifinisikan sebagai “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain
suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.
42
Menurut Hitt and Robert (1999, p.353), Corporate Governace ialah
suatu tata hubungan antara para stakeholders yang digunakan untuk
menentukkan dan mengendalikan arah strategi dan kinerja perusahaan.
Menurut Herwidyatmo (dalam Majalah Manajemen Ushawan, 2000,
p.69), menegaskan bahwa pada intinya ”corporate governance” tidak
berbicara tentang kekuasaan, melainkan berkaitan dengan upaya pencarian
cara-cara yang dapat menjamin keputusan-keputusan dibuat secara efektif.
Agar proses pembuatan keputusan perusahaan dapat berlangsung yang
efektif, maka dibutuhkan hubungan yang kolaboratif diantara pihak
manajemen dengan dewan komisaris (board of director). Dala hal ini, dewan
komisaris (board of director) tidak hanya sekedar berperan sebagai pengawas
dari tindakan direksi (pihak manajemen) tetapi juga berperan sebagai
“patner” direksi (pihak manajemen) di dalam proses pembuatan keputusan
perusahaan.
Menurut (http://www.posindonesia.co.id/news, jam 14:41, tgl 8
Februari 2007), Good Corporate Governance (GCG), adalah suatu proses
dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan/meningkatkan nilai perusahaan
(corporate value) dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan
stakeholders berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan etika.
Menurut (http://www.bpkp.go.id/index, jam 14:46, tgl 8 Februari
2007) Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem
pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme
43
hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition),
maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme
pengelolaan itu sendiri (soft defnition).
Dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk mencapai kinerja bisnis yang optimal.
2.4.5 Model Corporate Governance bagi BUMN
Menurut Ariyoto (dalam Majalah Manajemen Usahawan, 2000, p.9),
Dikenal ada 3 (tiga) model corporate governance, yaitu:
1. Principal agents model, atau dikenal dengan agency theory, dimana
korporasi dikelola untuk memberikan win-win solution bagi pemegang
saham sebagai pemilik di satu pihak, dan manajer sebagai agen dilain
pihak. Dalam model ini, diasumsikan bahwa kondisi corporate
governance suatu perusahaan akan direfleksikan secara baik dalam
bentuk sentiman pasar.
2. The myopic Market Model, masih memfokuskan perhatian kepentingan-
kepentingan pemegang saham dan manajer, dimana sentiment pasar lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar corporate governance.
44
Oleh karena itu, principals dan agent lebih berorientasi pad keuntungan
jangka pendek.
3. Stakeholder Model, yang memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang
terkait dengan korporasi secara luas. Artinya, dalam mencapai tingkat
pengembalian yang menguntungkan bagi pemegang saham, manajer
harus memperlihatkan batasan-batasan yang timbul dalam lingkungan
dimana mereka beroperasi, diantaranya masalah etika dan moral, hukum,
kebijakan pemerintah, lingkungan hidup, sosial, budaya, politik dan
ekonomi.
Bagi BUMN, dimana kepemilikannya berkaitan dengan dana publik
(yaitu pemerintah), serta seringkali dibebani misi-misi khusus diluar
pencapaian keuntungan maka model corporate governance yang tepat
bagi BUMN adalah Stakeholder Model.
2.4.6 Prinsip Good Corporate Governance
Menurut YPPMI (2002, pp. 4-19) ada 13 prinsip mengenai Good
Corporate Governance, yaitu:
45
2.4.6.1 Pemegang Saham
1. Hak Pemegang Saham
Hak pemegang saham harus dilindungi, agar pemegang saham dapat
melaksanakannya berdasarkan prosedur yang benar yang ditetapkan oleh
Perusahaan, sesuai sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Rapat Umum Pemegang Saham
Setiap pemegang saham berhak memperoleh penjelasan lengkap dan
informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi
berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi eksistensi perusahaan dan pemegang saham.
3. Perlakuan yang setara terhadap para pemegang saham
Pemegang saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama
harus diperlukan setara (equitable) berdasarkan azas bahwa pemegang
saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama
mempunyai kedudukan yang setara terhadap perusahaan.
4. Akuntabilitas pemegang saham
Pemegang saham yang memiliki kepentingan pengendalian di dalam
perusahaan harus menyadari tanggung jawab pada saat ia
menggunakan pengaruhnya atas manajemen perusahaan, baik dengan
46
menggunakan hak suara mereka atau dengan cara lain. Campur
tangan dalam manajemen perusahaan yang melanggar hukum, harus
ditanggulangi dengan cara meningkatkan keterbukaan perusahaan dan
akuntabilitas manajemen perusahaan, serta pada akhirnya harus
diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku. Pemegang saham
minoritas juga mempunyai tanggung jawab serupa, yakni mereka
tidak boleh menyalahgunakan hak mereka menurut perundang-
undangan yang berlaku.
5. Pengangkatan dan sistem penggajian dan pemberian tunjangan
anggota Dewan Komisaris atau Dewan Direksi
Dalam suatu RUPS, pemegang saham harus menetapkan sistem
tentang:
a. pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Dewan Direksi,
b. penetapan gaji dan tunjangan anggota Dewan Komisaris dan
Direksi perusahaan, dan
c. penilaian kerja mereka.
2.4.6.2 Dewan Komisaris
1. Fungsi Dewan Komisaris
Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi
tindakan Direksi, dan memberika nasehat kepada Direksi jika dipandang
perlu oleh Dewan Komisaris. Untuk membantu Dewn Komisaris dalam
47
melaksankan tugas tersebut, Dewan Komisaris sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan oleh Dewan Komisaris, dapat menggunakan jasa
profesional yang mandiri dan atau membentuk komite khusus. Setiap
anggota Dewan Komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai
pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris selaku
organ harus melaksanakan tugas mereka dengan baik, demi kepentingan
perusahaan, dan harus juga memastikan bahwa Perseroan melaksanakan
fungsi tanggung jawab sosialnya dan memperhatikan kepentingan
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap perusahaan.
2. Komposisi Dewan Komisaris
Komposisi Dewan Komisaris harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat, dan cepat serta
dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai
kepentingan yang dapat menggangu kemampuannya untuk melaksanakan
tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan
terhadap Direksi. Tergantung dari sifat khusus suatu perusahaan,
seyogyanya paling sedikit 20% (dua puluh perseratus) dari anggota
Dewan Komisaris harus berasal dari kalangan di luar. Anggota yang
berasal dari kalangan di luar itu harus dari pengaruh Direksi dan
Pemegang Saham Pengendali.
48
3. Kepatuhan pada Anggaran Dasar dan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku.
Dewan Komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar Perusahaan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan
tugasnya dan harus mengawasi agar Direksi juga mematuhi Anggaran
Dasar Perusahaan dan peraturan perundang-undangan berlaku. Anggota
Dewan Komisaris juga perlu memahami Anggaran Dasar Perseroan dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan
Dewan Komisaris yang berlaku dari waktu ke waktu.
4. Rapat Dewan Komisaris
Rapat Dewan Komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu pada
prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat
khusus Perusahaan masing-masing. Dewan Komisaris harus dapat
menetapkan tata tertib rapat Dewan Komisaris dan mencantunmkannya
dengan jelas dalam catatan rapat Dewan Komisaris dimana tata tertib
tersebut ditetapkan. Seorang Dewan Komisaris hanya dapat diwakili oleh
anggota Dewan Komisaris lainnya dalam suatu rapat Dewan Komisaris.
Risalah rapat Dewan Komisaris harus dibuat untuk setiap Rapat Dewan
Komisaris. Dalam risalah rapat tersebut harus dicantumkan pendapat
yang berbeda (dissenting comment) dengan apa yang diputuskan dalam
Rapat Dewan Komisaris (bila ada). Setiap anggota Dewan Komisaris
berhak menerima salinan risalah Rapat Dewan Komisaris, terlepas apakah
49
anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan hadir atau tidak hadir
dalam Rapat Dewan Komisaris tersebut.
Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pengiriman risalah rapat tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris yang
hadir dan atau diwakili dalam Rapat Dewan Komisaris yang besangkutan
harus menyampaikan persetujuan atau keberatannya dan atau usul
perbaikkanya, bila ada, atas apa yang tercantum dalam Risalah Rapat
Dewan Komisaris kepada pimpinan Rapat Dewan Komisaris tersebut.
Jika keberatan atau ada usul perbaikan tidak diterima dalamjangka
waktu tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa memang tidak ada
keberatan dan atau perbaikkan terhadap risalah asli dari setiap Rapat
Dewan Komisaris yang bersangkutan. Risalah asli dari setiap Rapat
Dewan Komisaris harus dijilid dalam kumpulan tahunan dan disimpan
oleh perseroan serta harus tersedia bila diminta oleh setiap anggota
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
5. Informasi dari Dewan Komisaris
Dewan Komisaris berhak memperoleh akses atas informasi
Perusahaan secara tepat waktu dan lengkap. Berhubung Dewan Komisaris
tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perseroan, maka Direksi
bertanggung jawab untuk memastikan agar informasi mengenai
perusahaan diberikan kepada Dewan Komisaris secara tepat waktu dan
lengkap.
50
6. Hubungan usaha lain antara anggota Dewan Komisaris dan atau Direksi
dengan Perseroan
Dalam Laporan Tahunan, Direksi harus secara tegas
mencantumkan jika terdapat hubungan usaha antara anggota Dewan
Komisaris dan atau Direksi dengan Perseroan dan penjelasan mengenai
hubungan usaha tersebut.
7. Larangan mengambil keuntungan pribadi (“No Personal Gain”)
Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil keuntungan
pribadi dari kegiatan Perseroan selain gaji dan tunjangan yang
diterimanya sebagai naggota Dewan Komisaris.
8. Sistem pengangkatan para eksekutif yang tidak menjabat sebagai anggota
Direksi, penentuan gaji dan tunjangan para eksekutif tersebut dan
penilaian kinerja mereka.
Dewan Komisaris harus menentukan suatu sistem yang transparan untuk;
a. pengangkatan para eksekutif
b. penentuan gaji dan tunjangan para eksekutif tersebut, dan
c. penilaian kinerja mereka.
51
9. Komite yang dapat dibentuk Dewan Komisaris
Dewan Komisaris harus mempertimbangkan untuk membentuk
Komisaris yang anggotanya bersal dari anggota Dewan Komisaris, guna
menunjang pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. Dewan yang dibentuk
tersebut harus melaporkan pelaksanaan tugasnya termasuk rekomendasi
yang berkaitan , jika ada, kepada Dewan Komisaris. Pembentukkan
Komite tersebut serta hasil pelaksanaan tugasnya termasuk dalam
Laporan Tahunan.
Beberapa Komite yang dapat dibentuk oleh Dewan Komisaris adalah:
1. Komite Nominasi
Menyusun kriteria seleksi dan prosedur nominasi bagi anggota
Dewan Komisaris, Direksi dan para eksekutif lainnya di dalam
Perseroan, membuat sistem penilaian dan memberikan rekomendasi
tentang jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan.
2. Komite Remunerasi
Menyusun sistem penggajian dan pemberian tunjangan serta
rekomendasi tentang:
a. penilaian terhadap sistem tersebut;
b. opsi yang diberikan, antara lain opsi atas saham;
c. sistem pensiun; dan
52
d. sistem kompensasi serta manfaat lainnya dalam hal
pengurangan karyawan.
3. Komite Asuransi
Melakukan penilaian serta secara berkala dan memberikan
rekomendasi tentang jenis dan jumlah asuransi yang ditutup oleh
Perseroan.
4. Komite Audit.
2.4.6.3 Direksi
1. Peran Direksi
Direksi bertugas mengelola Perseroan. Direksi wajib
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang
saham melalui RUPS. Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkannya. Direksi dapat menggunakan
jasa professional yang mandiri sebagai penasehat.
Setiap anggota Dewan Direksi haruslah yang berwatak baik dan
berpengalaman untuk jabatan yang didudukinya. Direksi harus
melaksanakan tugansnya dengan baik demi kepentingan Perseroan dan
Direksi harus memastikan agar Perseroan melaksanakan tanggung jawab
sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholder). Direksi wajib senantiasa mengupayakan
untuk dipatuhinya pedoman ini.
53
2. Komposisi Direksi
Komposisi Direksi harus sedemikian rupa memungkinkan
pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak
secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat
mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara
mandiri dan kritis.
Tergantung dari sifat khusus suatu Perseroan, seyogyanya paling
sedikit 20% (dua puluh perseratus) dari jumlah anggota Direksi harus
berasal dari kalangan di luar Perseroan. Anggota yang berasal dari
kalangan di luar Perseroan itu harus bebas dari pengaruh anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi lainnya serta Pemegang Saham
Pengendali.
Dalam proses pencalonan dan pengangkatan Direksi dari kalangan
di luar Perseroan harus diupayakan agar pendapat pemegang saham
minoritas diperhatikan sebagai wujud perlindungan terhadap kepentingan
pemegang saham minoritas dan pihak yang berkepentingan.
3. Kepatuhan pada Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi harus mematuhi Anggaran
Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh
karena itu, setiap anggota Direksi wajib memahami Anggaran Dasar
54
Perseroan dan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan
tugas dan kewengan Direksi yang berlaku dari waktu ke waktu.
4. Larangan mengambil keuntungan pribadi (”No Personal Gain”)
Para anggota Direksi dilarang mengambil keuntungan pribadi dari
kegiatan perseroan selain gaji, tunjangan dan kompensasi berbasis saham
yang diterimanya sebagai anggota Direksi berdasarkan keputusan RUPS.
5. Rapat Direksi
Rapat Direksi harus dilakukan secara berkala, yaitu sekurang-
kurangnya sekali sebulan, tergantung dari sifat khusus perseroan. Direksi
harus menetapkan tata tertib Rapat Direksi dan mencantunkannya dengan
jelas dalam risalah Rapat Direksi dimana tata tertib tersebut ditetapkan.
Risalah Rapat Direksi harus dibuat untuk setiap Rapat Direksi. Dalam
risalah rapat tersebut harus dicantumkan pendapat yang berbeda
(dissenting comments) dengan apa yang diputuskan dalam Rapat Direksi
(bila ada). Setiap anggota Direksi berhak menerima salinan risalah Rapat
Direksi, terlepas apakah anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan
hadir atau tidak hadir dalam Rapat Direksi tersebut.
Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
pengiriman risalah rapat tersebut, setiap anggota Direksi yang hadir dan
atau diwakili dalam Rapat Direksi yang bersangkutan harus
menyampaikan persetujuan atau keberatannya dan atau ususl perbaikkan-
55
nya, bila ada, atas apa yang tercantum dalam Risalah Rapat Direksi
kepada pimpinan Rapat Direksi tersebut. Jika keberatan dan atau usaha
perbaikan atas risalah rapat tidak diterima dalam jangka waktu tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa memang tidak ada keberatan dan atau
perbaikkan terhadap Risalah Rapat Direksi yang bersangkutan. Risalah
asli dari setiap Rapat Direksi harus dijilid dalam kumpulan tahunan dan
disimpan oleh Perseroan serta harus tersedia bila diminta oleh setiap
anggota Dewan Komisaris dan Direksi.
6. Pengawasan Internal
Direksi harus menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang
efektif untuk mengamankan investasi dan asset Perseroan. Direksi juga
harus membuat suatu sistem pengendalian informasi internal, dengan
tujuan:
a. mengamankan informasi Perseroan yang penting, dan
b. agar informasi Perseroan dapat dengan cepat disampaikan kepada
Sekretaris Perusahaan, jika ada.
Pengawasan internal adalah suatu proses yang bertujuan untuk mencapai
kepastian berkenaan dengan:
a. kebenaran informasi keuangan
b. efektifitas dan efisiensi proses pengelolaan Perseroan; dan
56
c. kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yang terkait.
7. Peran Direksi dalam Akuntansi
Direksi wajib memberitahukan Komite Audit jika Direksi
memerlukan pendapat kedua (second opinion) mengenai masalah
akuntansi yang penting.
8. Penyelenggaraan daftar-daftar oleh Direksi
Direksi wajib menyelenggarkan dan menyimpan Daftar
Pemengang Saham dan Daftar Khusus sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Daftar Khusus wajib disediakan di kantor
Perseroan. Pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris, dan Direksi
Perseroan berhak membaca daftar tersebut. Daftar tersebut masing-
masing harus dijilid. Semua pencatatan dalam Daftar harus
ditandatangani sesuai Anggaran Dasar.
2.4.6.4 Sistem Audit
1. Eksternal Auditor
Eksternal Auditor harus ditunjuk oleh RUPS dari calon yang
diajukan oleh Dewan Komisaris berdasarkan usul Komite Audit melalui
Dewan Komisaris wajib menyampaikan kepada RUPS alasan
pencalonan tersebut dan besarnya gaji dan tunjangan yang diusulkan
untuk Eksternal Auditor tersebut. Eksternal uditor tersebut harus bebas
57
dari pengaruh Dewan Komisaris, Direksi dan pihak yang
berkepentingan di perseroan (stakeholders).
Perseroan harus menyediakan bagi Eksternal Auditor semua
catatan akuntansi dan data penunjang yang diperlukan sehingga
memungkinkan Eksternal Auditor memberikan pendapatnya tentang
kewajaran, ketaat-azasan, dan kesesuaian laporan keuangan Perseroan
dengan standar akuntansi keuangan Indonesia. Para Eksternal Auditor
harus memberitahu Perseroan melalui Komite Audit mengenai kejadian
dalam Perseroan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, (bila ada).
2. Komite Audit
Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Audit yang
beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan
Komisaris dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian,
pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk duduk sebagai
anggota Komite Audit guna mencapai guna mencapai tujuan Komite
Audit. Komite Audit harus bebas dari pengaruh Direksi, Eksternal
Auditor dan dengan demikian hanya bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris.
Penggantian anggota Komite Audit harus mendapat persetujuan
lebih dari 50% (lima puluh perseratus) jumlah anggota Dewan
Komisaris. Tugas dan tanggung jawab Komite Audit harus dirinci
58
dalam peraturan tersendiri. Tugas dan tanggung jawab Komite Audit,
antara lain meliputi:
a. mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang
memadai.
b. meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaopran keuangan.
c. mengkaji ruang lingkup dan ketepatan Eksternal audit, kewajaran
biaya eksternal audit serta kemandirian dan obyektivitas Eksternal
auditor.
d. mempersiapkan surat (yang ditandatangani oleh ketua Komite Audit)
yang menguraikan tugas dan tanggung jawab Komite Audit selama
tahun buku yang sedang diperiksa oleh eksternal auditor, surat
tersebut harus disertakan dalam laporan tahunan yang disampaikan
kepada pemegang saham Komite Audit harus memiliki fasilitas dan
kewenangan yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
3. Informasi
Dewan Komisaris dan Direksi harus memastikan bahwa eksternal
auditor, maupun internal auditor dan Komite Audit memiliki akses
informasi mengenai Perseroan yang perlu untuk melaksanakan tugas
audit mereka.
59
4. Kerahasian
Kecuali diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik eksternal auditor dan internal auditor maupun Komite
Audit harus merahasiakan informasi yang diperoleh sewaktu
melaksanakan tugasnya.
5. Peraturan Audit
RUPS harus menetapkan peraturan internal yang bersifat
mengikat dan mengatur berbagai aspek audit termasuk kualifikasi, hak
dan kewajiban, tanggung jawab dan kegiatan Ekternal auditor dan
Internal auditor.
2.6.4.5 Sekretaris Perusahaan
1. Fungsi Sekretaris Perusahaan
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing perusahaan,
pada dasarnya Direksi dianjurkan agar mengangkat seorang Sekretaris
Perusahaan yang bertindak sebagai pejabat penghubung dan dapat
ditugaskan oleh Direksi untuk menatausahakan serta menyimpan
dokumen perseroan tetapi tidak terbatas, Daftar Pemegang Saham,
Daftar Khusus Perseroan dan risalah rapat Direksi Maupun RUPS.
60
2. Kualifikasi
Sekretaris Perusahaan harus memiliki kualifikasi akademis yang
memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan
baik. Fungsi Sekretaris Perusahaan dapat dijalankan oleh seorang
anggota Direksi Perusahaan.
3. Akuntabilitas
Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi
perseroan.
4. Peran Sekretaris Perusahaan dalam Pengungkapan hal-hal tertentu
Sekretaris Perusahaan harus memastikan bahwa perseroan
mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan yang berlaku.
Sekretaris Perusahaan wajib memberikan informasi yang berkaitan
dengan tugasnya kepada Direksi secara berkala kepada Dewan
Komisaris apabila diminta Dewan Komisaris
2.4.6.6 P ihak-pihak Yang Berkepentingan (Stakeholder)
1. Hak Pihak Yang Berkepentingan
Hak Pihak yang berkepentingan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan atau kontrak yang dibuat oleh
perseroan dengan karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur maupun
masyarakat sekitar tempat uasaha Perseroan, dan pihak yang
61
berkepentingan lainnya, harus dihormati perseroan. Selanjutnya kepada
Pihak Yang Berkepentingan diupayakan suatu cara yang memadai
untuk memulihkan hak mereka jika terbukti terjadi pelanggaran
terhadap hak mereka.
2. Keiikutsertaan pihak yang berkepentingan dalam pemantauan atau
pemenuhan peraturan perundang-undangan oleh Direksi.
Pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk mematuhi
pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh Direksi
dan menyampaikan masukan mengenai hal tersebut kepada Direksi.
Sedangkan Perseroan harus memberikan kepada pihak yang
berkepentingan informasi terkait yang diperlukan untuk melindungi hak
mereka. Perseroan akan bekerjasama dengan pihak yang
berkepentingan demi kepentingan bersama.
2.4.6.7 Keterbukaan
1. Keterbukaan yang tepat waktu dan akurat
Perseroan wajib mengungkapkan informasi penting dalam
Laporan Tahunan dan Laporan Perseroan kepada pemegang saham, dan
instansi Pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara
obyektif.
62
2. Hal-hal penting dalam pengambilan keputusan
Selain dari yang tercantum dalam Laporan Tahunan dan Laporan
Keuangan sebagaimana diisyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku, perseroan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyarkatkan oleh peraturan
perundang-undangan namun juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemodal, pemegang saham, kreditur, dan pihak yang
berkepentingan lainnya.
3. Pengungkapan atas kepatuhan terhadap pedoman
Perseroan harus secara aktif mengungkapkan bagaimana
persroan telah menerapkan prinsip Good Corporate Governance
yang dimuat dalam Pedoman ini dan adanya penyimpangan dari dan
atau ketidakpatuhan terhadap prinsip tersebut, termasuk alasannya.
Hal ini harus meliputi pernyataan mengenai corporate governance
yang khususnya dihadapi oleh perseroan sehingga pemodal dapat
memahami bagaimana suatu perseroan tertentu menghadapi masalah
tersebut.
4. Pengungkapan informasi yang dapat mempengaruhi harga
Perseroan harus memastikan bahwa semua informasi yang dapat
mempengaruhi harga saham perseroan dan atau suatu produk
perseroan dirahasiakan sampai pengumuman mengenai harga tersebut
63
dilakukan kepada masyarakat. Namun, jika kerahasiaan tidak dapat
dipertahankan sampai transaksi atau hal yang bersangkutan terjadi,
suatu pengumuman peringatan mungkin diperlukan untuk mencegah
terciptanya informasi yang menyesatkan, dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.6.8 Kerahasiaan
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang memiliki saham dalam
perseroan serta setiap ”orang dalam” (sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang berlaku),
dilarang menyalahgunakan informasi penting yang berkaitan dengan
Perseroan. Informasi sehubungan dengan rencana pengambilaalihan,
penggabungan usaha dan pembelian kembali saham pada umumnya
dianggap sebagai ”informasi orang dalam”. Anggota Dewan Komisaris,
Direksi dan para eksekutif perseroan yang bersangkutan dalam pelaksanaan
rencana tersebut, harus memberlakukan semua pemegang saham secara
adil.
2.4.6.9 Etika Berusaha dan Anti Korupsi
Anggota Dewan Komisaris, Direksi dan karyawan Perseroan
dilarang untuk memberikan atau menawarkan, baik langsung ataupun tidak
langsung, sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau seorang pejabat
Pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah
dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan
64
yang berlaku. Suatu tanda terima kasih dalam kegiatan usaha, seperti
hadiah, sumbangan atau ”entertaiment”, sekali-kali tidak boleh dilakukan
pada suatu keadaan yang dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak
patut. Perseroan wajib membuat suatu pedoman tentang perilaku etis yang
pada dasarnya memuat nilai-nilai etika berusaha kepada siapa pedoman itu
ditujukan.
2.4.6.10 Donasi
Dana, assets atau keuntungan perseroan yang terhimpun untuk
kepentingan donasi politik. Donasi politik oleh perseroan ataupun
pemberian suatu asset Perseroan kepada partai politik atau orang lain calon
anggota badan legislatif hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam batas kepatutan, donasi untuk
tujuan amal dapat dibenarkan.
2.4.6.11 Kepatuhan Kepada Peraturan Perundang-undangan Tentang Proteksi
Kesehatan, Keselamatan Kerja Dan Pelestarian Lingkungan
Direksi wajib memastikan bahwa perseroan, pabrik, toko, kantor
dan lokasi usaha serta fasilitas Perseroan lainnya, memenuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan pelestarian
lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja. Direksi wajib mengambil
tindakan yang tepat untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan gangguan
kesehatan di tempat kerja. Karyawan harus memperoleh tempat kerja yang
aman dan sehat. Dalam melaksanakan tugas ini, Direksi wajib
65
memperhatikan pengembangan proses industri yang selalu dapat berubah
dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan dan norma standar kehati-hatian yang wajar.
2.4.6.12 Kesempatan Kerja Yang Sama
Direksi wajib menggunakan kemampuan bekerja, kualitas dan
kriteria yang terkait dengan hubungan kerja sebagai dasar satu-satunya
dalam mengambil keputusan mengenai hubungan kerja antara Perseroan
dan karyawan. Direksi harus mempekerjakan, menetapkan besarnya gaji,
memberikan pelatihan, menetapkan jenjang karir, serta menentukan
persyaratan kerja lainnya, tanpa memperhatikan latar belakang etnik
seseorang, agama, jenis kelamin, usia, cacat tubuh yang dipunyai
seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan. Direksi wajib menyediakan lingkungan kerja yang
bebas dari segala bentuk tekanan (pelecehan) yang mungkin timbul sebagai
akibat perbedaan watak, keadaan pribadi, dan latar belakang kebudayaan
seseorang.
2.5 Karakteristik Good Corporate Governance
Menurut Diaz Priantara (dalam jurnal akuntansi, 2002, p.90),
Adapun 5 (lima) karakteristik minimal Good corporate governance secara
internasional dirumuskan oleh Ad-hoc Taskforce on Corporate Governance
the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
dan disetujui oleh 29 negara pada bulan Mei 1999 adalah sebagai berikut:
66
The Rights of Shareholders
The Equitable Treatment of Shareholders
The Role of Shareholders in Corporate Governance
The Responsibility of The Board
Diclousure & Transaparency
Kriteria tersebut menjelaskan bahwa:
1. Hak para pemegang saham (the right of shareholders)
Terdiri dari hak untuk menerima informasi yang relevan mengenai perusahaan
pada waktu yang tepat, mempunyai peluang berpartisipasi dalam mengambil
keputusan yang menyangkut perubahan perusahaan yang fundamental dan
pembagian keuntungan. Pengendalian perusahaan harus efisiensi dan
transparan dan pemegang saham harus mempertimbangkan manfaat dan
ongkos atas pelaksanaan hak suaranya.
2. Perlakuan yang adil kepada seluruh pemegang saham (the equitable treatment
of shareholders)
Perlakuan adil khususnya pemegang saham minoritas yang terdiri dari, hak atas
pengungkapan yang lengkap mengenai segala informasi yang material dan
pelanggaran atas insider trading dan self dealing yang merugikan dan
bertentangan dengan hukum, seluruh pemegang saham dengan kelas saham
Good Corporate
Governance
67
yang sama harus diperlakukan dengan adil. Anggota corporate board dan
manajer diharuskan mengungkapkan segala kepentingan yang material pada
setiap transaksi.
3. Peran pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan pada Good
Corporate Governance (the role of stakeholder in corporate governance)
Harus diakui melalui penetapan secara hukum, kerangka kerja good corporate
governance harus dapat mendorong kerjasama aktif antara perusahaan dan
stakeholder dalam menciptakan pekerjaan, kemakmuran, dan perusahaan yang
sehat secara financial.
4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure & transparency)
Pengungkapan dan transparansi yang akurat dan tepat waktu atas segala hal
yang material terhadap kinerja perusahaan, kepemilikan dan corporate
governance, seta masalah lain yang berhubungan dengan karyawan dan
stakeholder, laporan keuangan harus diaudit oleh pihak yang independen dan
disiapkan standar kualitas tertinggi.
5. Tanggung jawab direksi dewan pengawas perusahaan (the responsibilities of
the board)
Kerangka kerja corporate governance harus menjamin adanya arahan,
bimbingan dan pengaturan yang strategis atas jalannya perusahaan,
pemantauan dan pengawasan yang efektif oleh corporate board, dan adanya
akuntabilitas corporate board kepada perusahaan dan pemegang saham
68
Menurut Djokosantoso Moeljono (2005, p.19), ada 5 karakteristik dari Good
Corporate Governance:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan
relevan mengenai perusahaan;
2. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional,
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak mana pun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuain di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat;
5. Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Menurut Sofyan Djalil (2005), ada empat karakteristik dalam Good Corporate
Governance, yaitu:
1. Transparansi (Transparancy)
Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang
disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung
dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu
69
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat
waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama.
Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan
tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko yang
dihadapi perusahaan. Beberapa praktek yang dikembangkan dalam rangka
transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan
transaksi-transaksi penting yang berkait dengan perusahaan, keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan, resiko-resiko yang
dihadapi dan rencana atau kebijakan perusahaan (corporate action) yang
akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan
kepada seluruh pihak struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-
perubahan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang
mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan.
Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency
problems yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta
pengendaliannya oleh Komaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat
diterapkan dengan mendorong seluruh organ perusahaan menyadari
tanggung jawab, wewenang dan hak kewajibannya. Praktek-praktek yang
diharapkan muncul dalam menerapkan akuntabilitas diantaranya
pemberdayaan Dewan Komisaris, memberikan jaminan perlindungan
kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dan
70
pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Pengangkatan
Komisaris Indenpenden merupakan bentuk implementasi prinsip
akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian oleh
pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.
3. Tanggung jawab (Responsibility)
Prinsip tanggung jawab menekankan pada ada sistem yang jelas
untuk mengatur mekanisme pertanggung jawaban perusahaan kepada
stakeholder dan shareholeder. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan
yang hendak di capai Good Corporate Governance yaitu mengakomadasi
kepentingan pihak-pihak yang berkait dengan perusahaan seperti
masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip tanggung
jawab juga terkait dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua
pertauran dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada
akan menghindarkan dari sanksi baik sangsi hukum maupun sangsi moral
masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka.
4. Keadilan (Fairness)
Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para
pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua
investor. Praktek fairness ini juga mencakup adanya sistem hukum dan
peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal
ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya
71
pemegang saham minoritas dari prakte kecurangan (fraud) dan praktek-
praktek insider trading.
Menurut Ariyoto (dalam Majalah Manajemen Usahawan 2000, p.9),
mengatakan bahwa perilaku partisipasi pelaku good corporate governance
yang berada di dalam rangkaian unsur-unsur eksternal dan internal
menentukkan kualitas good corporate governance, dapat dijelaskan dalam
tabel berikut:
Good Corporate
Governance
Internal
Unsur-unsur yang
selalu diperlukan
Good Corporate
Governance
Eksternal
Unsur-unsur
yang selalu
diperlukan
1.Pemegang
Saham
1. Disclosure 1.Kecukupan UU
dan Perangkat
Hukum
1.Aturan dari
code of con-
duct
2.Dewan
Komisaris
2. Transparansi 2. Investor 2. Fairness
3. Direksi 3. Accountability 3.Institusi penyedia
informasi
3. Accountability
4. Manajer 4. Fairness 4. Akuntan Publik 4.Jaminan
hukum
72
5.Karyawan
Pekerja
5.Aturan Code of
Conduct 5.Institusi yang me-
mihak kepentingan
publik bukan golo-
ngan
6. Sistem
Remune-rasi
berdasarkan
kinerja
6. Pemberi jaminan
7. Komite Audit 7.Pengesahan Legali-
tas
Tabel 2.2 Unsur-unsur Good Corporate Governance
Sumber: Ariyoto, 2000, p.9
Selanjutnya Menurut Ariyoto (dalam Majalah Manajemen Usahawan, 2000,
p.10), bila digambarkan Hubungan antara good corporate governance, dengan
kelima karakteristik tersebut diatas, sebagai berikut:
73
Gambar 2.6 Hubungan antara Good Corporate Governance dengan
Accountability, Tranparency, Responsibility, Dan Fairness
Sumber: Ariyoto, 2000,p.10
Fairness
Accountability
Responsibility Transparancy
Good Corporate
74
2.6 Manfaat Good Corporate Governance
Implementsi Good Corporate Governance banyak memberikan manfaat
baik bagi perusahaan maupun pihak lain yang mempunyai hubungan langsung dan
tak langsung dengan perusahaan. Menurut Sofyan Djalil (2005, p.34), bagi
perusahaan keuntungan yang diperoleh dari penerapan Good Corporate
Governance adalah:
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keptusan yang lebih baik, menigkatkan efisiensi dan terciptanya budaya kerja
yang sehat.
b. Meminimalkan kerugian akibat penyalahgunaan wewenang oleh Direksi
(agency cost) dan penyampaian dalam pengelolaan keuangan.
c. Meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya meningkatkan pula
value saham perusahaan.
d. Dengan adanya peningkatkan kinerja perusahaan akan meningkatkan pula
shareholder’s value dan dividen. Khususnya bagi BUMN hal ini akan
membantu penerimaan APBN untuk anggaran pembangunan baik dari bagian
keuntungan maupun pajak yang dibayarkan perusahaan.
e. Praktek Good Corporate Governance menempatkan karyawan sebagi salah
satu stakeholder yang harus dikelola dengan baik. Pengelolaan yng baik akan
meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Hal ini penting untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan.
75
f. Meningkatkan citra positif perusahaan sekaligus meminimalkan cost akibat
tuntutan stakeholder kepada perusahaan.
2.7 Dampak Tidak Menerapkan Good Corporate Governance
Menurut Sofyan Djalil (2005, p.36), Dampak sosial dari tidak menerapkan
Good Corporate Governance bagi suatu perusahaan:
1. Ketidakpercayaan pemegang saham, dengan indikasi merosotnya harga
saham mencabut mandatnya terhadap eksekutif perusahaan tersebut;
2. Ketidakpercayaan karyawan, yang berindaksi pada tidak dipatuhinya
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan, terjadinya
demotivasi atau degradasi moral karyawan, yang berakibat pada stagnasi
aktivitas perusahaan yang bertalian;
3. Ketidakpercayaan publik, yang berindikasi publik tidak mau memakai
produk/jasa perusahaan yang bertalian atau melakukan gugatan atau aksi
massa (class action), yang dapat berakibat pada kebangkrutan perusahaan
yang bertalian;
4. Ketidakpercayaan kreditur atau mitra kerja, dengan indikasi kreditur atau
mitra kerja tidak bersedia melakukan kerja sama dengan perusahaan yang
bertalian;
76
5. Ketidakpercayaan pemerintah, yang berakibat pada timbulnya kebijakan-
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
perusahaan yang bertalian atau mempengaruhi kondisi perekonomian secara
luas.
2.8 Hubungan Antara Budaya Perusahaan dan Good Corporate Governance
2.8.1 Budaya Perusahaan Sebagai Inti dari Good Corporate
Governance
Djokosantoso Moeljono (2005, p.10) menyatakan bahwa budaya
perusahaan menjadi inti dari empat konteks, yaitu Good Corporate
Governance, Manajemen, Corporate Sosial Responsibilities, dan Etika
Bisnis. Dikemukakan demikian, karena perusahaan yang unggul dan terpuji
biasanya memiliki cirri empat keunggulan tersebut. Pertama manajemennya
unggul sehingga perusahaan dapat mengkreasikan kinerja yang tinggi dan
laba usaha yang optimal. Kedua, proses manajemen yang unggul dijaga
oleh parktik Good Corporate Governance yang terdiri atas lima aspek
pokok, yakni transparansi, independensi, akuntabilitas, responsibilitas, dan
keadilan. Good Corporate Governace merupakan prasyarat kualitas
pengelolaan korporasi yang diisyaratkan dalam persaingan global.
Korporasi yang melaksanakan Good Corporate Governance memperoleh
akseptansi yang lebih tinggi. Korporasi yang menjunjung tinggi tanggung
jawab sosial akan memperoleh citra kelembagaan yang positif. Praktik ini
sebenarnya digerakan oleh nilai perusahaan yang mengatakan bahwa
77
tanggung jawab social bukanlah tugas, melainkan “bagian dari kehidupan
korporasi”. Akhirnya korporasi yang berbisnis dengan melandaskan diri
pada etika adalah korporasi yang mempunyai akseptansi yang tinggi, baik
dalam lingkungan bisnis, sosial, maupun politik.
Gambar 2.2 Budaya Perusahaan – Inti Empat Konteks
Sumber: Djokosantoso Moeljono, 2005, p.10
Menurut Djokosantoso Moeljono (2005, pp.74-75), budaya
perusahaan merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi,
atau menjadi bagian hulu dari Good Corporate Governance dengan muatannya
Management Good Corporate Governance
Corporate Social Responsibilities Ethics
Corporate Culture
Profit & Performance
Public Imagery
Institution’s Acceptepness
Global New Imperative
78
yang fokus pada basic value dari pengelolaan korporasi yang kemudian
ditunkan melalui system. Corporate Governance memberikan perhatian pada
bentuk fisik dan perilaku dari suatu perusahaan. Bentuk ini dapat
dikembangkan melalui peningkatan kemampuan (skill) dan peningkatan
pengetahuan (knowledge). Sementara itu, budaya perusahaan memberikan
konsentrasi pada bentuk sikap. Bentuk sikap ini merupakan kepribadian dari
individu-individu dalam perusahaan, sehingga kumpulan sikap dan interaksi
kepribadian antar individu dalam perusahaan akan memunculkan karaktek
perusahaan dalam dirinya. Tanpa itu, perusahaan ibarat sebuah wadah tanpa
nyawa. Perusahaan-perusahaan yang besar, kuat, dan hidup beratus tahun
sambil tetap menjadi idola dan pujaan adalah perusahaan-perusahaan yang
kompeten yang menggerakkan seluruh bagian tubuhnya atas perintah dari
dalam tubunya. Penggerak itu adalah budaya perusahaan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa budaya perusahaan merupakan inti dari Good Corporate
Governance.
79
2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Filosofi perusahaan berasal dari pendiri perusahaan. Berbagai kebijakan
yang dihasilkan perusahaan selalu didasari oleh filosofi perusahaan. Hal ini terus
berkembang sehingga secara tidak kasat mata terbentuk yang dinamakan dengan
budaya perusahaan. Tujuan dari budaya perusahaan nantinya akan menjadi
tuntunan bagi peningkatan kinerja karyawan. Sehingga kinerja karyawan yang
meningkat mampu menciptkan tata kelola perusahaan khususnya tata kelola
perusahaan yang baik. Penelitian ini bermaksud untuk meneliti mengenai budaya
perusahaan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh perusahaan
agar perusahaan memiliki Good Corporate Governance.
Corporate Filosofi Polices
Corporate Culture
Kinerja Karyawan
Corporate Governance
80
2.10 Operasional Konsep
Variabel-variabel penelitian harus dapat didefinisikan secara jelas,
mana yang merupakan variabel independen (X), yakni budaya perusahaan
dan variabel dependen (Y), yakni penerapan good corporate governance.
Setelah diidentifikasikan, maka variabel penelitian tersebut didefinisikan
secara operasional, sehingga dapat diperoleh indikator apa yang ada di dalam
variabel. Selanjutnya indikator inilah yang dijadikan landasan bagi
penyusunan instrumen, dimana salah satu yang termasuk di dalam instrumen
tersebut adalah skala (dalam penelitian ”Analisis Hubungan Peranan Budaya
Perusahaan Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada PT
Aneka Tambang Tbk, menggunakan skala Likert).
Menurut (http//www.fisip.undip.ac.id/in/index), pengertian indikator
penelitian adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan.
Menurut (http// www.dinkesjatim.go.id/images/datainfo), Indikator
adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
2.11 Penelitian
2.11.1 Pengertian Penelitian
Menurut Nur Indrianto dan Supomo dalam buku “Metode Penelitian
Bisnis” (2002, p.16), penelitian merupakan refleksi dari keinginan untuk
mengetahui sesuatu berupa fakta – fakta atau fenomena alam. Penelitian
81
pada dasarnya merupakan penyelidikan yang sistematis dengan tujuan
untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat untuk menjawab
pertanyaan atau memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari.
Menurut Sugiyono (2006, p.1), Penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara
ilmiah berarti kegiatan penelitian itu berdasarkan pada ciri - ciri
keilmuan yaitu rational (masuk akal), Empiris (dapat diamati oleh
indera manusia), dan sistematis (menggunakan langkah - langkah tertentu
yang bersifat logis). Secara umum, penelitian dapat dibagi atas dua jenis,
yaitu:
1. Penelitian dasar (basic research)
Penelitian dasar adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada
perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Hasil dari
penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian -
pengertian tentang alam serta hukum - hukumnya.
2. Penelitian terapan (applied research)
Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik
dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk
digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu. Hasil penelitian
tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi
baru dari penelitian yang telah ada.
82
2.11.2 Paradigma Penelitian
Menurut Sugiyono (2005, p.37), Paradigma penelitian merupakan
pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti
yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu
dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan
hipotesis, dan statistik yang akan digunakan.Paradigma yang digunakan
dalam penelitian “Analisis Hubungan Peranan Budaya Perusahaan Terhadap
Penerapan Good Corporate Governance Pada PT Aneka Tambang”, adalah:
Gambar 2.7 Paradigma Sederhana
Sumber: Sugiyono (2005, p.37)
2.11.3 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2006, p38) Variabel adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan.
Adapun tipe - tipe dari variabel, yakni :
1. Variabel Independen (bebas)
Adalah sebuah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya suatu variabel dependen.
2. Variabel Dependen (terikat)
Adalah sebuah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel dapat menjadi fokus utama dalam
X Y
83
perhatian suatu penelitian. Dengan kata lain, variabel terikat merupakan
variabel utama yang menjadikan variabel ini sebuah faktor yang harus
diteliti. Tujuan dari peneliti adalah untuk mengerti dan menjelaskan
variabel terikat ini.
Variabel dalam penelitian “Analisis Hubungan Peranan Budaya
Perusahaan Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada PT
Aneka Tambang”, adalah:
Gambar 2.5 Variabel Penelitian
Sumber: Sugiyono,2006, p38
2.11.4 Populasi dan Sampel Penelitian
2.11.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2004, p72) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga objek dan benda – benda alam yang lainnya.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek
yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang
memiliki oleh subjek atau objek itu. Populasi dalam penelitian ini
adalah Karyawan dan Staf pada PT. Aneka Tambang, Tbk sejumlah
Variabel Independen (X) = Budaya Perusahaan
Variabel Dependen (Y) = Penerapan Good Corporate Governance
84
2460 karyawan yang diseleksi melalui Tes CPNS maupun seleksi
khusus bagi tenaga ahli yang dibutuhkan.
2.11.4.2 Sampel
Menurut Sugiyono (dalam bukunya “Metodologi Penelitian
Administrasi” ,2004, p73) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Menurut
Mudrajat Kuncoro (2003, p.105), sampel yang baik umumnya memiliki
beberapa karakteristik. Karakteristik yang dimaksud meliputi:
a. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil
keputusan yang berhubungan dengan besaran sampel untuk
memperoleh jawaban yang dihendaki.
b. Sampel yang baik mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit
analisis untuk menjadi sampel.
c. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung akurasi dan
pengaruh (misalnya kesalahan) dalam pemilihan sampel daripada hrus
melakukan sensus.
d. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung derajat
kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun
dari sampel statistik.
85
2.11.5 Teknik Sampling Penelitian
Menurut Mudrajat Kuncoro (2003, p.111), yang dimaksud dengan
teknik sampling adalah cara pengambilan sampel. Menurut Sugiyono (2004,
p74), teknik sampling dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu, Probability
Sampling dan Nonprobability Sampling, namun dalam penelitian ini, hanya
akan menggunakan teknik pengambilan sample dengan probability sampling
yaitu sample random samplig dimana pengambilan sampel anggota populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
Probability sampling, adalah teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Sedangkan Simple random sampling Dikatakan
simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2003, pp.112), prinsip pemilihan sample dalam
Teknik Sampling
Proabbility Sampling
Non Probability Sampling
1. Simple random sampling 2.Proportionate
stratified random sampling
3.Disproportinate stratified random sampling
4.Area (cluster) sampling menurut daerah)
1. Sampling Sistematis
2. Sampling Kuota 3. Sampling
aksidental 4. Purposive
Sampling 5. Sampling Jenuh 6. Snowball
Sampling
86
desain ini adalah setiap eleman dalam populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih. prosedur pemilihan random sederhana ini sebagai berikut
Davis & Cosenza (1993, pp.227-231):
○ Tentukan populasi penelitian dan dapatkan unit pemilihan sampel
○ Tentukan besar sample yang dikehendaki
○ Ambil sampel secara acak dari unit pemilihan sampel
Menurut Mudrajat (2003, p.112), Ada beberapa kelebihan dari pemilihan
random Sederhana, antara lain:
○ Prosedur pemilihan sampel sangat mudah
○ Unit pemilihan sampel hanya satu macam
○ Kesalahan klasifikasi dapat dihindarkan
○ Cukup dengan gambaran garis besar dari populasi
○ Merupakan desain sampel yang paling sederhana dan mudah
PopulasiHomogen
Sampel YangRepresentative
Diambil Secara Random
Gambar 2.7 Teknik Simple Random Sampling Sumber : Sugiyono (2004, p75)
87
2.11.6 Ukuran Sampel
Jumlah anggota sample sering dinyatakan dengan ukuran samplel.
Jumlah sampel yang 100 % (seratus persen) mewakili populasi adalah sama
dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Dalam penentuan jumlah
sampel dari populasi diperlukan tingkat kesalahan 1 % (satu persen), 5 %
(lima persen) dan 10 % (sepuluh persen). Rumus untuk menghitung ukuran
sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut :
N. P. Q . 2 ג s = ___________________
d2 (N-1) + 2ג.P.Q % Dengan dk = 1, taraf kesalahan 1 %, 5 %, 10 2גP = Q = 0,5. d = 0,05.s = jumlah sampel.
Gambar 2.8 Rumus Ukuran Sampel dari Populasi
Sumber : Sugiyono (2004, p .79)
2.11.7 Instrumen Penelitian
2.11.7.1 Skala Likert
Menurut Sugiyono (2004, p86), skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau sekelompok
orang tenaga atau fenomena sosial. Sedangkan Menurut Sugiyono
(2004, p86), Kebaikan tipe likert adalah variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item- item instrumen
yang didapat berupa pernyataan – pertanyaan. Untuk keperluan
88
analisis secara kuantitatif, maka jawaban – jawaban diberi angka atau
nilai, sebagai berikut :
Untuk Jawaban :
A. Sangat Setuju diberi skor 5
B. Setuju diberi skor 4
C. Kurang Setuju diberi skor 3
D. Tidak Setuju diberi skor 2
E. Sangat Tidak Setuju diberi skor 1
2.11.8 Teknik Pengumpulan Data Penelitian
2.11.8.1 Kuesioner
Menurut Arikunto (2002, p128), Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang ia
ketahui.
Tujuan pokok dari penyusunan kuesioner ialah :
1. Merupakan informasi yang relevan dengan tujuan survey.
2. Memberikan urutan pertanyaan yang logis dan terarah pada pokok
persoalan kepada responden
3. Memberikan format standar pencatatan fakta, pendapat dan sikap
4. Memudahkan pengolahan data.
Menurut Sugiyono (2004, p135) kuesioner merupakan teknik
pengukuran data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
89
dijawabnya.Bentuk pertanyaan kuesioner ada 3 (tiga), yakni tertutup, terbuka,
dan setengah terbuka. Namun dalam penelitian ini menggunakan “Pertanyaan
Tertutup, yaitu pertanyaan yang jawabannya telah disediakan, sehingga
responden dapat langsung memilih untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan”.
2.11.9 Analisis Data Penelitian
2.11.9.1 Deskripsi Data Penelitian
Menurut Mudrajat Kuncoro (2003, p.173), ada dua klasifikasi
metode numerik yang tersedia untuk mendeskriptifkan data
kuantitatif, yaitu:
(1). Ukuran tendensi sentral (central tendency)
Adalah suatu ukuran yang mengukur tendensi suatu
himpunan data yang mengelompok atau memusat dalam nilai
numeric tertentu. Ada tiga metode mengukur tendensi sentral,
yaitu: rata-rata, median, dan modus. Berikut akan diuraikan
ketiga macam metode ukuran tendensi sentral:
a. Rata-rata
Rata-rata hitung adalah suatu himpunan data kuantitatif yang
menjumlahkan seluruh data dibagi banyaknya data yang ada.
90
Rumus rata-rata:
Gambar 2.9 Rumus Rata-rata
Sumber: Mudrajat (2003, p.173)
Keterangan : ∑ X = Penjumlah tiap data atau total skor
N = Banyaknya data yang ada
Menurut Mudrajat (2003, p.175), Keakuratan penggunaan rata-rata
tergantung dari dua faktor, yaitu:
○ Ukuran sampel, semakin besar sampel, semakin akurat estimasi
rata-rata populasi
○ Variabilitas dari data yang kita miliki. Semakin banyak variasi
data, semakin berkurang akurasi estimasi rata-rata.
b. Median
Median adalah angka tengah yang diperoleh apabila data disusun
dari nilai terendah hingga nilai tertinggi. Menghitung median
dengan cara:
○ Bila jumlah observasi (n) ganjil, maka median diperoleh dari
angka tengah
○ Bila jumlah observasi (n) genap, maka median diperoleh dari
rata-rata antara dua angka.
∑ X
X = _______ N
91
c. Modus
Modus adalah nilai yang paling sering muncul, atau frekuensinya
paling tinggi. Dengan kata lain, modus menunjukkan di mana data
cenderung terkonsentrasi.
(2). Ukuran Variabilitas Atau Penyimpangan
Menurut Mudrajat (2003, p.175), Ukuran variabilitas adalah
suatu ukuran yang mengatur sebaran data. Karena yang diukur
adalah seberapa jauh data menyimpang dari rata-ratanya, maka
ukuran variabilitas sering disebut sebagai ukuran penyimpangan.
Ukuran Variabilitas yang sering digunakan adalah skewness,
range dan deviasi standar. Berikut ini akan diuraikan masing-
masing metode:
○ Kecondongan (Skewness)
Adalah ukuran bentuk atau derajat simetris distribusi data.
Kecondongan distribusi suatu data dapat dihitung dengan:
Gambar 2.12 Rumus skewness
Sumber: Mudrajat (2003, p.173)
○ Range (Rentang)
Rata-rata - Modus Skewness = ________________ Deviasi standar
92
Adalah selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil dari suatu
himpunan data. Semakin besar nilai rentang, maka semakin
tinggi penyimpangan data dari nilai rata-ratanya.
Gambar 2.13 Rumus range
Sumber : Sudjana, Metode Statistika (Tarsito, Bandung 1996, p.93)
Skor Total didapat dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Gambar 2.14 Rumus Skor Total
Sumber : Sudjana, Metode Statistika (Tarsito, Bandung 1996, p.93)
○ Deviasi Standar (Standard Deviation)
Adalah ukuran penyimpangan yang diperoleh dari akar
kuadrat dari rata-rata jumlah kuadrat deviasi antara masing-
masing nilai dengan rata-ratanya. Deviasi standar (s)
dinyatakan sebagai berikut:
Rentang = X max – X min
Xmax = Nilai terbesar
Xmin = Nilai terkecil
∑X = X1 + X2 + ….. + Xn
Xi = Skor responden ke-i
N = Jumlah Responden
93
Varians Standar Deviasi
S2 = n∑ Xi – ( ∑ X I )2
n ( n – 1 )
n ∑Y – Ŷ ² – (∑ Y – Ŷ) ²
s = n ( n – 1 )
Gambar 2.15 Deviasi Standar&Varians
Sumber : Sudjana, Metode Statistika (Tarsito, Bandung 1996, p.94)
Bila nilai standar deviasi relatif besar berarti data yang digunakan
sebaran atau variabilitasnya tinggi. Bila nilai deviasi standar relative
kecil, artinya data yang digunakan mengelompok di seputar nilai rata-
ratanya dan penyimpangannya kecil.
2.11.9.2 Distribusi Frekuensi Skor
Perhitungan Jumlah Kelas ( K ); Aturan Sturgess :
Perhitungan Panjang Kelas :
K = 1 + 3,3 Log n
Rentang Skor Panjang Skor = _____________ Jumlah Kelas
94
2.11.10 Pengujian Statistik
2.11.10.1 Uji Hipotesis
Menurut Sugiyono (2005, p.149), Untuk menguji hipotesis
hubungan bila datanya berbentuk interval atau ratio yang digunakan
antara lain korelasi product moment, korelasi ganda, korelasi parsial,
dan analisa regresi. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan
”Korelasi Product Moment dan Analisa Regresi”, yakni:
○ Korelasi Product Moment
Digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu
variabel independen dengan satu variabel dependen. Dalam
penelitian “Analisis Hubungan Peranan Budaya Perusahaan
Terhadap Penerapan Good Corporate Governance”,
menggunakan korelasi product moment. Dimana diketahui
bahwa variabel independennya adalah budaya perusahaan,
sedangkan variabel dependennya adalah penerapan good
corporate governance.
Gambar 2.16 Rumus Korelasi Product Moment Sumber : sugiyono, Statistika untuk Penelitian ( Alfabeta, Bandung,2004,p250)
Ket: r = Menunjukan koefisien antara skor butir soal dengan skor total.
n = Jumlah responden
Xi = Skor Butir
N ∑ Xi Yi − ( ∑ Xi) ( ∑ Yi) r = ___________________________________________________
√ {n ∑ Xi2 − ( ∑ Xi )2} { n∑ Yi2 – ( ∑ Yi )2}
95
Yi = Skor Total.
○ Analisis Regresi
Digunakan untuk melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai
variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikkan atau
diturunkan nilainya (dimanipulasi). Dalam Dalam penelitian “Analisis
Hubungan Peranan Budaya Perusahaan Terhadap Penerapan Good
Corporate Governance”, menggunakan Analisis Regresi.
2.11.10.2 Uji Validitas
Menurut Sulaiman (dalam buku” Metode Penelitian
Bisnis”,karangan Mh.Nazier, 2003, p20), Validitas berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang
sama.
Menurut Sugiyono (2004, p109) menjelaskan bahwa valid adalah
apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data
yang sesungguhnya terkumpul pada objek yang diteliti. Berikut ini
dikemukakan cara pengujian validitas dan reliabilitas instrumen yang
akan digunakan untk penelitian, sedangkan reliabilitas dapat diukur dari
tingkat koefisien korelasi antara percobaan yang pertama dengan
percobaan yang berikutnya. Bila tingkat koefisien korelasi
menunjukkan sisi positif dan signifikan, maka instrumen tersebut dapat
96
dinyatakan reliabel. Pengujian ini sering juga disebut pengujian yang
stabil (stability)
Menurut Sugiyono (2004, p141), Sebelum instrumen (alat untuk
mengumpulkan data) itu digunakan, maka harus dilakukan uji Validitas
dan Reliabilitasnya. dalam pengujian validitas instrumen dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yakni pengujian validitas konstruksi
(construct validity), pengujian validitas isi (content validity) dan
pengujian validitas eksternal. Namun dalam penelitian ini menggunakan
”Pengujian validitas eksternal” yaitu diuji dengan cara membandingkan
(untuk mencari kesamaan) antara kriteria yang ada pada instrumen
dengan fakta – fakta empiris yang terjadi di lapangan.
Validitas instrumen diuji dengan menggunakan koefisien korelasi
antara skor butir soal dengan skor total (r hitung). Hasil pengujian
validitas kemudian akan dibandingkan dengan r tabel. Dasar
pengambilan keputusan pengujian validitas adalah sebagai berikut :
Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau
variabel tersebut valid. Dalam artian indikator tersebut memang
sesuai untuk mengukur apa yang ingin diukur.
▪ Jika hasil r tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau
variabel tersebut tidak valid. Dalam artian indikator tersebut tidak
sesuai untuk mengukur apa yang ingin diukur. Untuk
mendapatkan nilai r hasil digunakan teknik korelasi product
moment.
97
2.11.10.3 Uji Reliabilitas.
Menurut Arikunto (2002, p154), Reliabilitas adalah sesuatu instrumen
yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan
data, karena instrumen tersebut sudah baik (dapat dipercaya dan
konsisten). Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara
eksternal maupun internal. Secara internal reliabilitas instrumen dapat
diuji dengan menganalisis konsistensi butir – butir yang ada pada
instrumen dengan teknik tertentu. Secara eksternal pengujian dapat
dilakukan dengan antara lain Test-retest, Ekuivalen, Gabungan dan
Internal Consistency. Namun pada penelitian ini untuk menguji
realibilitas maka menggunakan:
Internal Consistency
Dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja.
Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain,
reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat ukur didalam mengatur
gejala yang sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan nilai alpha dengan
nilai r tabel. Dasar pengambilan keputusan pengujian reliabilitas adalah
sebagai berikut :
Jika alpha positif dan alpha > r tabel, maka indikator dinyatakan
reliabel, dalam arti indikator tersebut dapat dipercaya dan konsisten.
98
Jika alpha positif dan alpha < r tabel, maka indikator dinyatakan tidak
reliabel, dalam arti indikator tersebut tidak dapat dipercaya atau tidak
konsisten.
Untuk mendapatkan nilai alpha secara manual, digunakan teknik Alpha
Cronbach dengan rumus sebagai berikut :
k
( k - 1 )1
∑ σ b 2
σ1
2
Sumber: Arikunto, 2002,p.171
Keterangan : r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyak butir pernyataan
σ12 = Varians total
∑b2σ = Jumlah varians butir
Untuk mendapatkan nilai varians:
∑ X 2 – ( ∑ X )2 σ 2 = n______
n
Sumber : Sudjana, Metode Statistik, (Tarsito : Bandung 1996, p94)
99
Diketahui : n = Jumlah responden (yang diuji coba).
σ2 = Varians Butir.
X = Nilai skor yang dipilih (Total nilai dari nomor – nomor butir
pertanyaan.).
Berdasarkan analisa validitas dan realibilitas Guild Ford (1956) yang bersumber
pada (http://www.olahdata.com/analisisvaliditas&reabilititas/) terdapat hubungan
sebagai berikut :
TABEL 2.4
ANALISIS RELIABILITAS
Nilai Hubungan
< 0, 20 Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan.
0,20 < 0,40 Hubungan yang kecil (tidak erat)
0,40 < 0,70 Hubungan yang cukup erat
0,70 < 0,90 Hubungan yang erat (reliabel)
0,90 < 1,00 Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
> 1,00 Hubungan yang sempurna
2.9.10.4 Uji Korelasi Atau Hubungan
Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat
erat. Setiap regresi pasti ada korelasinya. Uji korelasi dilakukan untuk
mengetahui erat tidaknya hubungan antara data yang telah disusun.
100
Rumus yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung
koefisien korelasi yaitu :
Sumber : Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Alfabeta : Bandung, 2004, p242)
Keterangan :
r = Koefisien Korelasi
Xi = Variabel bebas X yang ke -1
Yi = Variabel bebas Y yang ke -1
n = Banyaknya pasangan data.
Menurut Sugiyono (2004, p183), koefisien korelasi adalah suatu nilai untuk
mengukur kuatnya hubungan antara X dan Y. Besarnya antara -1 sampai 1, dimana
jika nilai r :
n ∑ Xi Yi – ( ∑ Xi ) ( ∑Yi )
r = ___________________________________
√ { n ∑ Xi2 – ( ∑Xi)2 }{n∑ Yi
2} – (∑ Yi )
101
TABEL 2.5
Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,2 – 0,399 Rendah
0,4 – 0,599 Sedang
0,6 – 0,799 Kuat
0,8 – 1,00 Sangat Kuat
Hubungan X dan Y dikatakan positif ( + ) jika kenaikan atau
penurunan X menyebabkan kenaikan atau penurunan Y, sebaliknya disebut
negatif ( - ) jika kenaikan atau penurunan X menyebabkan penurunan atau
kenaikan Y. Menurut Sudjana (1996, p369), pengkuadratan dari koefisien
korelasi (r2) dinamakan koefisien determinasi atau koefisien penentu 100%
dari pada variasi yang terjadi dalam variabel tak bebas Y dapat dijelaskan
oleh variabel X dengan regresi linear X atas Y.
102
2.11.10.5 Regresi Linier Sederhana
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional atau
pun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen.
Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :
Sumber : Sugiyono, Metode Penelitian Administri( 2004, p237)
Dimana :
Ŷ = Subyek atau nilai variabel dependen yang diprediksikan.
a = Harga Y bila X = 0
b = Arah angka atau koefisien regresi, yang menimbulkan angka
peningkatan atau penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada variabel bebas. Bila b (+) maka naik, bila b
(-) maka terjadi penurunan.
X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai
tertentu.
Harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :
( ∑ Y1 ) ( ∑ X12) – ( ∑ X1) (∑X1Y1)
a = _____________________________
n∑ X12 – (∑X1)2
Ŷ= a + b X
103
n ∑ X1 Y1 – ( ∑ X1 ) ( ∑Y1 )
b = ___________________________________
n ∑ Xi2 – ( ∑X1 )2
Sumber : Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Alfabeta : Bandung, 2004, p238-239)
Keterangan :
a = Intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak.
b = Kemiringan atau gradiennya.
n = Nilai tertentu dari variabel tidak bebas.
Xi = Variabel bebas X yang ke-1
Y1 = Variabel tidak bebas Y yang ke-1