INDUSTRI PERHOTELAN - ebookanak.com fileINDUSTRI PERHOTELAN - ebookanak.com
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembangunan · PDF fileIndustri roti dan biskuti tumbuh sebesar 14%...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembangunan · PDF fileIndustri roti dan biskuti tumbuh sebesar 14%...
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembangunan Agroindustri
Tujuan pembangunan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari peran agroindustri
itu sendiri (Yusdja & Iqbal, 2002 dalam Supriyati et al., 2006). Peranan
agroindustri bagi Indonesia antara lain :
1. Menciptakan nilai tambah hasil pertanian di dalam negeri.
2. Menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya dapat menarik tenaga kerja
dari sektor pertanian ke sektor agroindustri
3. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor.
4. Menarik pembangunan sektor pertanian
(Simatupang &Purwanto, 1990 dalam Supriyati et al., 2006)
Peran agroindustri periode 1995-2000 dalam penciptaan PDB cenderung
meningkat dengan penyerapan tenaga kerja lebih besar dibanding sektor lain.
Namun produktivitas pekerja lebih rendah dibanding dengan sektor lain kecuali
dibanding sektor pertanian. Agroindustri juga adalah industri dengan tingkat
ketergantungan impor rendah dan keterkaitan ke depan tinggi (Supriyati et al.,
2006).
2.2 Industri Tepung
Industri tepung adalah salah satu industri utama di Asia. Sampai tahun 2002, Asia
memasok lebih dari sepertiga produksi tepung di dunia dengan nilai tidak kurang
dari enam juta dollar. Secara umum komoditi tepung-tepungan dapat dibedakan
berdasarkan bahan bakunya, yaitu tepung jagung, tepung ubi kayu, tepung ubi
jalar dan gandum. Untuk daerah Asia selatan dan Asia Tenggara komoditi
tepung utama yang dihasilkan adalah tepung dari akar tanaman seperti tepung
ubikayu dan tepung ubijalar (Fuglie et al., 2006) .
10
Adapun beberapa karakteristik yang dimiliki industri ini adalah :
1. Struktur biaya produksi didominasi oleh biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja.
2. Produksi tepung didominasi oleh perusahaan skala menengah dan besar.
3. Keberadaan industri tepung-tepungan terutama yang berbahan baku akar
tanaman pada umumnya berada di daerah-daerah pedesaan yang dengan
produktivitas lahan rendah. Hal ini dikarenakan keberadaan tanaman
sebagai bahan baku industri ini banyak ditumbuhakan pada lahan-lahan
marginal di daerah pedesaan. Oleh karena itu keberadaan industri ini
memperikan peluang untuk peningkatan perekonomian pedesaan miskin.
(Fuglie et al., 2006)
2.3 Industri Pengolahan Tepung Tapioka
A. Permintaan Tepung Tapioka Domestik
Permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan
jumlah industri yang menggunakan bahan baku tepung tapioka. Diperkirakan
pertumbuhan permintaan dalam negeri akan mengalami peningkatan sebesar 10%
per tahun. Dan untuk pasar ekspor, tepung tapioka mempunyai peluang untuk
diekspor ke beberapa negara seperti Eropa dan Asia. Namun karena permintaan
dalam negeri tumbuh dengan cepat, maka untuk sementara hasil produksi tepung
tapioka masih ditujukan untuk pasar domestik (SIPUK BI, 2003).
Beberapa jenis industri yang menggunakan tepung tapioka dalam proses
produksinya adalah industri fermentasi seperti industri pembuatan sorbitol,
glukose dan alkohol, industri pembuatan penyedap rasa, industri mie instan, roti,
serta biskuit, industri tekstil, industri kertas. Selama ini permintaan akan produk-
produk di atas terus meningkat. Untuk mie instan mengalami pertumbuhan
permintaan sebesar 12.3% pertahun. Industri roti dan biskuti tumbuh sebesar 14%
pertahun. Sedangkan untuk sorbitol, glukose dan alkohol mengalami pertumbuhan
permintaan sebesar 9% pertahun (Richana et al., 2002)
11
B. Proses Produksi
Secara garis besar proses produksi tepung tapioka dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 2.1 Proses Pembuatan Tepung Tapioka
12
C. Pengolahan Limbah Cair Tepung Tapioka
Industri tepung tapioka dalam proses produksinya menghasilkan limbah cair yang
berpotensi mencemari lingkungan (Rukmana, 1997 dalam Prayati, 2006). Limbah
cair tersebut mengandung bahan organik dengan nilai nilai kebutuhan oksigen
kimia (COD) yang cukup tinggi. Kandungan COD untuk limbah cair tapioka
berkisar antara 15.100-65.100 (Hasanudin, 1997 dalam Prayati, 2006).
Penanganan limbah cair tapioka pada umumnya menggunakan IPAL berupa
sistem kolam biologis, yaitu penanganan limbah dengan membuat kolam-kolam
terbuka. Kolam –kolam biologis tersebut berupa kolam aerobik dan kolam
anaerob yang dirangkaikan secara seri. Proses pengolahn limbah cair dilakukan
dengan memanfaatkan mikroba yang tumbuh dengan sendirinya dalam kolam.
Mikroba yang ada didalam kolam akan menguraikan bahan-bahan organik yang
terdapat dalam limbah cair menjadi senyawa yang lebih sederhana (Rukmana,
1997 dalam Prayati, 2006). Secara sederhana pengolahan limbah cair dengan
kolam biologis terbuka dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Limbah cair Kolam anerobik Kolam aerobik
Gambar 2.2 Pengolahan dengan Kolam-Kolam Biologis (Laboratory of King Mongkut University of Technology Thonbury, 2003)
Pemilihan penanganan limbah dengan sistem kolam-kolam biologis dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1. Tersedianya areal yang dijadikan kolam instalasi pengolahan limbah yang sangat luas
2. Proses penguraian limbah yang sederhana dan tidak membutuhkan teknologi tinggi
3. Biaya operasional yang cukup rendah. (Sugiharto, 1987 dalam Prayati, 2006)
13
Namun kelemahan dari pengolahan limbah dengan sistem kolam terbuka adalah
waktu yang digunakan untuk proses penguraian relatif lama sekitar 30 hari. Hal
ini berdampak pada peningkatan bilangan kolam yang harus disediakan. Selain itu
dari proses ini gas hasil penguraian seperti sulfur, karbondioksida dan gas
metana akan terlepas ke udara bebas. Gas karbondioksida dan gas metana sendiri
termasuk gas rumah kaca yang berpotensi meningkatkan pemanasan global
(Prayati, 2006).
Selain pengolahan dengan sistem kolam terbuka terdapat sistem pengolahan
limbah lain yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair tapioka. Sistem
pengolah limbah lain yang dapat digunakan adalah sistem pengolahan limbah
dengan reaktor tertutup yang dilengkapi dengan penangkap gas ( Gambar 2.5).
Prinsip pengolahan limbah pada sistem ini adalah penguraian bahan organik
secara anaerobik dalam suatu reaktor tertutup. Pada reaktor tertutup limbah cair
dialirkan ke dalam reaktor yang mengandung lapisan lumpur berisi
mikroorganisme pengurai . Produk akhir berupa gas metana dan karbon dioksida
akan dikumpulkan dalam suatu penampung (Prasanna, 1996).
Gambar 2.3 Pengolahan limbah dengan sistem reaktor tertutup (Laboratory of King Mongkut University of Technology Thonbury, 2003)
14
2.4 Pembangunan Industri Ramah Lingkungan
Dalam mendukung pembangunan industri ramah lingkungan serta berkontribusi
terhadap penanganan masalah pemanasan global, telah disepakati suatu
kesepakatan mengenai mekanisme yang disebut dengan Mekanisme
Pembangunan Bersih atau CDM (Clean Development Mechanism). Kesepakatan
ini berisi kewajiban dari negara industri untuk mengurangi emisi sampai pada
angka tertentu ((IGES, 2005).
CDM muncul dari masalah perubahan iklim yang mulai muncul sejak akhir
dasawarsa 1980-an dan mendapat perhatian dari berbagai negara. Sebanyak 154
negara membentuk UNFCCC (United Nations Frame Work Convention on
Climate Change) yang kemudian mendeklarasikan prinsip-prinsip pengurangan
pemanasan global. Dan hasil dari Konvensi UNFCCC menetapkan target
pengurangan emisi oleh negara-negara industri yang selanjutnya di sebut dengan
Kyoto Protocol. Dalam konvensi tersebut negara-negara partisipan dibagi menjadi
tiga kelompok yang mempunyai kewajiban-kewajiban berbeda (lihat tabel 2.1).
Tabel 2.1 Kewajiban setiap Kelompok Partisipan Kyoto Protocol
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Adalah Negara Annex I yang merupakan negara-negara industri. Kewajibannya adalah mematuhi target emisi gas rumah kaca (GRK) dan menyampaikan laporan inventori nasional setiap tahun
Adalah negara-negara industri yang menjadi anggota OECD tahun 1992. Kewajibannya adalah memberikan bantuan finansial kepada negara-negara yang sedang berkembang
Adalah negara yang ekonominya dalam masa transisi. Tidak berkewajiban untuk mencapai target emisi GRK dan merupakan negara yang dalam usaha pengurangan emisinya harus dibantu dan diperhatikan seperti dalam penyediaan investasi, asuransi dan alih teknologi.
Sumber :Panduan CDM di Indonesia (KLH, 2005)
15
Dari Protokol Kyoto kemudian diperkenalkan suatu mekanisme untuk mencapai
target pengurangan emisi dari Negara Annex I dengan tujuan untuk pengurangan
biaya total atas usaha pengurangan emisi GRK. Mekanisme tersebut selanjutnya
disebut CDM. CDM memungkinkan bagi para pihak untuk mengakses peluang-
peluang agar memperoleh biaya murah dalam aktivitas pengurangan emisi. Hal ini
muncul dari kenyataan bahwa biaya untuk membatasi emisi sangat bervariasi dari
satu negara ke negara lainnya, sementara itu pembatasan emisi terhadap atmosfer
ialah sama, tanpa menghiraukan dimana aktivitas tersebut dilaksanakan. Dengan
CDM mengizinkan Negara Annex I untuk melaksanakan sebuah proyek yang
dapat mereduksi emisi gas GRK di Negara Non-Annex, dimana dari kegiatan
tersebut Negara Annex I akan mendapat imbalan Certified Emission Reduction
(CER). Mekanisme CDM secara sederhana dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Mekanisme CDM
Sumber : Panduan CDM di Indonesia (KLH, 2005) Salah satu proyek CDM potensial yang diidentifikasi oleh Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH) untuk sektor industri adalah proyek pemanfaatan energi
alternatif biogas dari limbah cair pada industri tepung tapioka. Pada kondisi saat
ini industri bergantung pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Dari proses
16
produksinya dihasilkan limbah cair yang diolah dengan sistem pengolahan limbah
berbentuk kolam terbuka yang menghasilkan gas metana (CH4) yang terlepas ke
udara. Gas metan sendiri termasuk gas rumah kaca (GRK). Potensi pemanasan
global I ton metana setara dengan 21 ton CO2. Dengan memanfaatkan CDM
industri tepung tapioka dapat mendapatkan bantuan berupa bantuan finansial dan
teknologi tepat guna untuk pengolahan limbah cair menjadi biogas. Biogas
selanjutnya dapat digunakan sebagai energi alternatif bagi proses produksi industri
tepung tapioka dan pembangkit tenaga listik. Adapun skema mekanisme CDM
pada proyek penggunaan energi alternatif untuk industri pengolahan tepung
tapioka dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.5 Skema pemanfaatan CDM pada Industri Tepung Tapioka (IGES, 2005)
17
2.5 Teori Ekonomi
2.5.1 Teori Permintaan dan Penawaran
Konsep tentang permintaan dan penawaran adalah bagian-bagian terpenting
dalam kerangka ilmu ekonomi. Fungsi penawaran dan permintaan adalah fungsi
yang menghubungkan jumlah barang/jasa (Q) dengan harganya (P) (lihat gambar
2.6). Permintaan (D) dapat dirumuskan sebagai fungsi yang menghubungkan
harga dengan jumlah barang/jasa yang diminta oleh pembeli. Sedangkan
penawaran (S) adalah fungsi yang menghubungkan harga dengan jumlah
barang/jasa yang dijual (Johanes & Budiono, 1991).
Gambar 2.6 Hukum Permintaan- Penawaran (Johanes & Budiono, 1991) Liku penawaran (S) dan permintaan (P) dari suatu barang menunjukkan keinginan
konsumen (pembeli) dan penjual dalam bertransaksi. Pertemuan antara kedua liku
akan menentukan tingkat harga keseimbangan (P1) dan jumlah barang yang
ditransaksikan (Q1).
2.5.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga
Elatisitas permintaan (E) terhadap harga didefinisikan sebagai tingkat perubahan
permintaan apabila harga berubah sebesar satu satuan. Elastisitas pada dasarnya
ditentukan dengan menggunakan formula :
yx
dxdy
xdxydyE *
//
==
E = elastisitas x = kuantitas dari harga y = kuantitas dari permintaan
18
Untuk fungsi permintaan yang berbentuk linear sebagai berikut :
xbboy 1+=
Maka koefisien merupakan hasil diferensiasi order pertama dari y terhadap x,
atau dapat ditulis sebagai berikut :
1b
dxdyb =1
Mengingat bahwa pada umumnya elastisitas tidak bersifat konstan tetapi berubah
bila diukur pada titik yang berbeda sepanjang garis regresi, maka elastisitas
biasanya diduga pada titik nilai rata-rata dari variabel bebas sebagai berikut :
Elastisitas rata-rata :
yxbE *1=
(Gaspersz, 1991).
2.5.3 Pembentukan Harga
Dalam beberapa model ekonomi, harga yang terbentuk di formulasikan sebagai
harga pada kondisi kesetimbangan dari fungsi penawaran dan permintaan. Dalam
sistem nyata, harga pada kondisi kesetimbangan dari penawaran dan permintaan
adalah sesuatu yang tidak jelas. Oleh karena itu, dalam proses pembentukan harga
aktual akan dipengaruhi oleh ekspektasi produsen terhadap harga produk.
Ekspektasi harga produsen adalah harga yang dibentuk oleh produsen dengan
memperhatikan biaya produksi dan waktu cakupan persediaan produk jadi di
pasaran. Ekspektasi harga produsen sendiri akan mengalami perubahan karena
adanya perbedaan antara indikasi harga produk di pasara dengan ekspektasi harga
sebelumnya. Indikasi harga di pasaran adalah nilai maksimum dari harga
minimum dengan harga produk di pasaran. Harga minimum sendiri adalah harga
berdasarkan nilai dari biaya produksi (Sterman, 2000).
Biaya produksi yang terbentuk selanjutnya akan mempengaruhi ekspektasi biaya
produksi dari produsen. Perbandingan antara ekspektasi biaya produksi dengan
ekspektasi harga produsen dengan memperhatikan sensitifitas harga terhadap
biaya produksi merupakan pengaruh biaya produksi terhadap harga jual produk.
19
Makin besar nilai perbandingan dan sensitifitas harga maka makin besar pengaruh
biaya produksi terhadap harga produk yang terbentuk (Sterman, 2000).
2.6 Tarif Bea Masuk
Tarif Bea Masuk Indonesia (TBMI) adalah suatu pembebanan terhadap barang
impor berdasarkan klasifikasi barang yang disusun oleh Internasional
Conventional on The Harmonized Comodity Description and Coding Sytem atau
yang disebut Harmonized System (HS) (Ditjen Pajak, 2008). Harmonized System
adalah standar internasional berkaitan dengan penamaan dan pengkodean suatu
komoditi. Penggunaan HS berkaitan dengan penentuan tarif bea masuk,
penghitungan statistik perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) pada suatu
negara, negosiasi perdagangan antarnegara, dan penentuan kebijakan perdagangan
luar negeri seperti pembatasan impor (anonim, 2006).
Pengenaan tarif pada suatu komoditi akan berpengaruh pada pembentukan harga
komoditi. Secara umum pengenaan tarif bertujuan untuk :
• Memberikan perlindungan terhadap produsen dalam negeri
• Mengendalikan konsumsi terhadap komoditi tertentu
• Instrumen perdagangan internasional
• Penerimaan negara.
(Ditjen Bea Cukai, 2008)
Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tanggal 2 November
1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization,
Indonesia secara resmi menjadi anggota World Trade Organization (WTO). Salah
satu ketentuan WTO yang harus ditaati oleh setiap negara adalah tidak
diperkenankannya negara anggota memiliki peraturan yang menghambat akses
pasar dalam perdagangan internasional. Hal tersebut dituangkan dalam Prinsip
Pengikatan Tarif. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap anggota WTO harus
memiliki daftar produk yang tingkat bea masuknya atau tarifnya harus diikat.
Pengikatan tarif dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan
perdagangan internasional. Arti dari pengikatan tarif adalah tidak diperkenannnya
20
suatu negara berlaku sewenang-wenang dalam merubah atau menaikkkan tarif
bea masuk.
Namun dalam WTO juga termuat prinsip perlakukan khusus dan berbeda bagi
negara berkembang. WTO memperbolehkan anggotanya untuk membentuk
kerjasama perdagangan regional, bilateral dan custom union, asalkan komitmen
setiap anggota yang bergabung dalam kerjasama tersebut tidak berubah sehingga
merugikan negara anggota WTO yang lain yang tidak termasuk dalam kerjasama
tersebut.
Namun khusus untuk produk pertanian dan turunannya pengenaan tarif masih
merupakan hal yang sensitif. Hal ini ditandai dengan terjadinya deadlock pada
saat pembahasan tarif untuk produk pertanian pada konferensi tingkat menteri
antar anggota WTO di Hongkong. Negara-negara maju seperti Jepang, Korea dan
Eropa tetap berusaha melindungi sistem pertanian di negara masing-masing
dengan berbagai alasan, seperti alasan ketahanan pangan, keamanan dan kualitas
pangan, dan rurality problem (Pasadilla, 2006).
2.7 Sistem
2.7.1 Definisi Sistem
Terdapat beberapa definisi dan konsep mengenai sistem, beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut :
- Sistem adalah sekumpulan entiti (orang atau barang) yang berhubungan
satu sama lain menurut suatu cara tertentu dan diorganisasikan untuk suatu
tujuan tertentu (Daellenbach,1995)
- Sistem merupakan sekumpulan entiti yang bertindak dan berinteraksi
bersama-sama untuk memenuhi tujuan akhir yang logis
(Law & Kelton, 2000).
21
Dari definisi-definisi di atas dapat dinyatakan karakteristik sistem adalah sebagai
berikut :
1. Adanya komponen-komponen yang saling berinteraksi satu sama lain
2. Mempunyai tujuan tertentu yang mendasari keberadaan sistem tersebut
3. Terdapat proses transformasi input menjadi output
4. Adanya mekanisme yang mengendalikan pengoperasian terkait dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan sistem.
5. Mempunyai lingkungan dan batas lingkungan (boundary system).
2.7.2 Berpikir Secara Sistem
Berpikir secara sistem adalah cara berpikir dimana sesuatu dipandang sebagai
sebuah sistem, yaitu keseluruhan interaksi antarunsur dari sebuah objek dalam
batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Sistem bekerja karena
adanya struktur hubungan antar unsur di dalamnya. Kinerja sebuah sistem
bukanlah merupakan penjumlahan unsur-unsurnya. tetapi merupakan properti
tersendiri yang terbentuk dari interaksi antar unsur-unsurnya. Dalam Checkland
(1981) disebutkan bahwa terdapat dua fondasi dalam berpikir secara sistem, yaitu
Emergence & Hierarchy serta Comunication & Control. Hierarchy adalah
tingkatan dalam sistem. Suatu tingkatan akan lebih komplek di banding tingkatan
di bawahnya. Setiap tingkatan akan memiliki emergence properties yang tidak
dimiliki pada tingkat di bawahnya. Sedangkan konsep dari comunication &
control adalah penggunaan informasi dalam sistem berkaitan dengan pencapaian
tujuan dari sistem dan pengaturan keseimbangan antara sistem dengan
lingkungannya
2.7.3 Cara Mempelajari Sistem
Suatu sistem dipelajari karena adaanya kebutuhan untuk mengkaji hubungan antar
berbagai komponen atau memprediksi kinerja dari sistem tersebut pada berbagai
kondisi berbeda. Adapun cara mempelajari sistem dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
22
System
Eksperimen dengan sistem aktual
Eksperimen dengan model dari sistem
Model fisik Model Matematik
Solusi Analitis Simulasi
Gambar 2.7 Cara Mempelajari Sistem (Law & Kelton, 2000)
Cara mempelajari suatu sistem dengan melakukan eksperimen pada sistem aktual.
Jika dimungkinkan dari segi biaya maupun teknis lain, maka cara ini adalah cara
terbaik. Namun dalam kenyataannya jarang sekali terjadi hingga digunakan model
untuk menggantikan sistem tersebut.
Model merupakan simplifikasi dari suatu sistem yang digunakan untuk pengganti
suatu objek. Model dibuat sebagai alat bantu untuk mempelajari dan
meningkatkan pemahaman terhadap suatu sistem. Model dibedakan menjadi 2
bagian yaitu model fisik dan model matematis. Terkadang model fisik cukup
berguna dalam mempelajari suatu sistem rekayasa atau sistem manajemen, namun
yang lebih banyak dipakai adalah model matematis. Model ini dibangun dalam
bentuk relasi logis dan kuantitatif yang kemudian dimanipulasi atau diubah untuk
mengetahui reaksi yang ditimbulkan oleh model tersebut.
Dari model matematis yang dibangun harus diuji untuk mengetahui apakah model
tersebut mampu digunakan untuk menjawab pertanyaan atas sistem yang
direpresentasikan. Jika model yang dibangun sederhana dimungkinkan untuk
menggunakan hubungan-hubungan atau besaran besaran yang ada dalam model
tersebut untuk mendapatkan solusi analitis. Namun jika sistem memiliki
kompleksitas yang tinggi maka solusi analitis sulit didapatkan. Pada kasus-kasus
seperti ini model dipelajari dengan cara simulasi.
23
2.7.4 Simulasi Sistem Dinamis
A. Dasar Simulasi Sistem Dinamis
Metode simulasi sistem dinamis diperkenalkan oleh Jay W. Forrester dengan
penerbitan buku pertama didunia berjudul Industrial Dynamics pada tahun 1961.
Dalam buku ini beliau mendefinisikan Industrial Dynamics sebagai berikut :
“ Industrial Dynamics adalah penelitian tentang karakter informasi umpan balik
pada sistem industri dan menggunakan model untuk merancang bentuk organisasi
yang lebih baik dan penentuan kebijakan”.
Metode simulasi sistem dinamis dibangun atas dasar tiga latar belakang disiplin,
yaitu manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetics dan simulasi
komputer. Prinsip dan konsep dari ketiga disiplin ilmu ini dipadukan untuk
membentuk sebuah metodologi untuk memecahkan permasalahan secara holistik,
menghilangkan kelemahan dari masing-masing disiplin dan menggunakan
kekuatan dari msing-masing disiplin untuk membentuk sinergi (Sushil, 1993).
Dasar dari metodologi sistem dinamis dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.8 Dasar Metodologi Sistem Dinamik (Sushil, 1993)
• Manajemen Tradisional
Manajemen tradisional adalah manajemen yang umum dipakai dalam dunia nyata
oleh para praktisi manajerial. Dasar utama dari manajemen tradisional adalah
model mental yang terbentuk dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman
manajer.
• Cybernetics
Cybernetic adalah ilmu mengenai komunikasi dan kontrol yang didasari oleh teori
umpan balik. Kekayaan informasi yang terakumulasi dalam model mental tidak
24
dapat digunakan secara efektif tanpa adanya suatu prinsip dalam pemilihan
informasi yang relevan dan strukturisasi informasi. Dengan cybernetics manajer
dapat menyaring informasi yang ada sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,
kemudian menghubungkan elemen-elemen informasi tersebut untuk menemukan
hubungan sebab akibat yang ada serta membangun struktur umpan balik sistem.
• Simulasi Komputer
Penggunaan komputer dalam simulasi mampu mengatasi kelemahan pemikiran
manusia terutama berkaitan dengan keterbatasan dalam menganalisa hubungan
sebab akibat untuk orde yang tinggi serta kemampuan komputasi dengan jumlah
besar.
C. Perilaku Sistem Dinamis
1. Exponential growth
Perilaku yang timbul dari umpan balik positif (self-reinforcing feedback).
Pada perilaku exponential growth, kuantitas yang lebih besar (kecil) akan
mengakibatkan perubahan yang besar (kecil) pula.
2. Goal Seeking
Perilaku yang timbul karena adanya umpan balik negatif (self-controlling
feedback). Perilaku ini menggambarkan suatu sistem yang berusaha mencapai
kondisi keseimbangan.
3. Oscillation
Perilaku yang muncul dari feedback negatif dengan time delay yang
signifikan. Selama time delay, dalam mengidentifikasi efek dari aksi yang
diambil, tindakan koreksi terus dilakukan untuk mengembalikan sistem ke
kondisi equilibrium atau goal yang diinginkan dari sistem, bahkan setelah
dicapainya kondisi equilibriu.
(Sterman, 2000).
D. Pemodelan dalam sistem dinamis Proses pemodelan dari suatu sistem adalah proses kreatif. Tidak terdapat prosedur
baku dalam proses pemodelan. Proses pemodelan adalah proses yang iteratif. .
Adapun beberap tahap-tahap pemodelan yang dapat digunakan dalam pemodelan
sistem dinamis dalam Sterman (2000) adalah sebagai berikut :
25
1. Pendefinisian Masalah
Tahap awal dari pemodelan sistem dinamis adalah pendefinisian masalah.
Pada tahap ditentukan dengan jelas tujuan pembuatan model. Model dibuat
untuk masalah yang ada pada sistem bukan dibuat untuk keseluruhan sistem.
Beberapa hal yang harus dapat diterangkan pada tahap ini adalah :
• Pemilihan tema : apa masalahnya dan mengapa hal tersebut menjadi
masalah?.
• Variabel kunci: apa saja variabel dan konsep kunci yang dijadikan
pertimbangan?.
• Horizon waktu : seberapa jauh waktu yang sebaiknya dipertimbangkan
baik historis maupun masa depan ?.
• Definisi masalah secara dinamis : bagaiman perilaku dari variabel-
variabel kunci di masa lalu dan perkiraan perilakunya di masa depan ?.
2. Memformulasikan Dynamic Hypothesis
Setelah masalah diidentifikasi dan didefinisikan dalam horizon waktu
tertentu, langkah selanjutnya adalah membangun teori yang disebut
dynamic hypothesis. Dynamic hypothesis adalah teori yang digunakan untuk
membantu menjelaskan perilaku masalah. Dynamic hypothesis harus
mampu menjelaskan bahwa dinamika yang terjadi pada sistem muncul dari
feed back serta struktur stock & flow dari sistem.
Untuk membangun struktur dari sistem, pendekatan sistem dinamis
menyertakan beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk proses
tersebut. Perangkat-perangkat yang dimaksud adalah :
• Model Boundary Chart
Model Boundary Chart berfungsi merangkum lingkup permasalah
dengan menguraikan variabel mana yang akan disertakan sebagai
variabel endogen atau endogen sert variabel yang tidak diikutsertakan
dalam model. Dengan penguraian variabel akan membantu pemahaman
kita mengenai batasan dan asumsi dari model yang dibangun.
26
• Diagram Subsistem
Sub sistem diagram menunjukkan arsitektur dari model secara
keseluruhan. Sub sistem diagram menginformasikan batasan dan
tingkatan agresai dari model dengan menunjukkan jenis dan jumlah
organisasi berbeda yang digambarkan.
• Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah perangkat untuk menggambarkan struktur
feedback dalam sistem. Pada dasarnya diagram sebab akibat adalah peta
yang menunjukkan hubungan sebab akibat diantara variabel.
Hubungan sebab dan akibat ditandai oleh notasi “+” (positif) atau “-“
(negatif) pada ujung panah diagram sebab akibat. Aturan untuk
menentukan notasi dalam diagram sebab akibat adalah sebagai berikut
(Sushil, 1993) :
- Tanpa memperhatikan variabel-variabel lainnya, jika perubahan
pada suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya dengan arah
perubahan yang sama, maka hubungan antar variabel ini
dinyatakan dengan tanda “+” (positif).
- Tanpa memperhatikan variabel-variabel lainnya, jika perubahan
pada suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya dengan arah
perubahan yang beda, maka hubungan antar variabel ini dinyatakan
dengan tanda “-” (negatif).
Jika beberapa hubungan kausal digabungkan dan didapatkan suatu alur
yang berawal dan berakhir pada variabel yang sama, maka dapat
diindentifikasi sebuah loop umpan balik sebab akibat. Loop ini akan
memiliki polaritas yang ditentukan oleh hubungan-hubungan sebab akibat
didalamnya. Polaritas akan mendiskripsikan struktur sistem dan bukan
perilaku masing-masing variabel yang terlibat. Loop akan memiliki
polaritas positif jika jumlah hubungan sebab akibat dengan tanda negatif
dalam loop tersebut adalah nol atau genap atau disebut Reinforcing loop.
Sebaliknya jika jumlah hubungan sebab akibat dengan tanda negatif adalah
ganjil maka polaritas loop adalah negatif atau disebut Balancing loop.
27
Contoh diagram sebab akibat dengan loop yang terbentuk dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.9 Contoh Diagram Sebab Akibat (Sterman, 2000)
• Diagram Stock and Flow
Diagram stock & flow digunakan untuk merepresentasikan struktur
secara detil sehingga siap dikembangkan ke dalam formulasi matematis
model untuk disimulasikan. Diagram ini memiliki tingkat ketelitian yang
paling tinggi. Pada diagram ini sudah dapat dibedakan antara sub sistem
fisik dan subsistem informasi dan mengklasifikasikan variabel dan
fungsi kedalam jenisnya masing-masing.
Secara lengkap kelebihan-kelebihan dari diagram ini adalah:
• mampu menbedakan antara sub sistem fisik dan sub sistem
informasi
• mampu membedakan setiap jenis variabel yang digunakan yaitu
level, rate atau auxiliary dengan symbol yang berbeda
• memiliki hubungan satu sama lain dalam bentuk persamaan
matematis
• mampu mengindikasikan delay dalam sistem
• menunjukkan dengan jelas jenis fungsi-fungsi khusus yang dipakai
dalam persamaan matematis
(Sushil, 1993)
28
Adapun beberapa simbol-simbol yang digunakan dapat dilihat pada
gambar di bawah ini .
Gambar 2.10 Contoh Simbol Variabel dalam Diagram Stock & Flow
(Powesim 2.51)
Adapun untuk variabel yang digunakan dalam model dinamika sistem
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, level, rate dan auxiliary. Level dan
rate adalah variabel sentral dalam sistem dinamis, dan auxiliary adalah
variabel pelengkap. Selain itu terdapat variabel yang disebut variabel
eksogen yang merupakan variabel yang dibentuk di luar sistem tetapi
berfungsi memberi input pada sistem. Terdapat pula parameter konstanta
yang merupakan input informasi sistem terhadap rate dan auxiliary
dengan nilai konstan sepanjang periode waktu simulasi. Penjelasan untuk
setiap variabel adalah sebagai berikut :
a. Variabel Level
Variabel level merepresentasikan akumulasi aliran-aliran yang terdapat di
dalam sistem dari waktu ke waktu. Aliran yang masuk ke variabel level
dapat berupa aliran fisik atau aliran informasi. Variabel level menyatakan
kondisi dari sistem yang menyediakan informasi bagi pengambil
keputusan untuk melakukan suatu tindakan. Variabel ini hanya dapat
berubah karena variabel rate dan merupakan akumulasi dari aliran masuk
(inflow) dikurangi aliran keluar (outflow).
b. Variabel Rate
Variabel rate adalah variabel keputusan yang ditentukan oleh suatu
struktur kebijakan tertentu. Keputusan yang dilakukan akan
29
mempengaruhi besarnya level karena variabel rate merupakan satu
satunya variabel yang dapat mengubah level. Rate tidak dapat diukur
secara langsung pada suatu titik waktu tertentu, melainkan diukur pada
selang waktu tertentu. Variabel ini dapat dinyatakan secara endogen
melalui variabel level yang ada, atau secara eksogen melalui masukan dari
luar sistem berupa konstanta atau fungsi.
c. Variabel Auxiliary
Variabel yang digunakan untuk menjabarkan lebih lanjut elemen-elemen
yang mempengaruhi suatu struktur kebijakan yang tercermin pada variabel
rate.
(Sushil, 1993)
3. Formulasi dari Model Simulasi
Saat hipotesis dinamis, batasan model dan model konseptual telah
terbentuk maka model tersebut harus diuji. Pengujian bisa dilakukan
langsung melalui percobaan pada sistem nyatanya. Tapi seringkali model
konseptual terlalu rumit sehingga perilakunya tidak jelas. Selain itu
pengujian pada sistem nyata biasanya tidak mungkin dilakukan karena
resikonya tinggi. Oleh karena itu biasanya pengujian dilakukan dengan
melalui simulasi. Untuk melakukanya model konseptual harus diubah
menjadi model formal lengkap dengan persamaan , parameter dan kondisi
inisalnya.
4. Ujicoba
Pada tahap ini akan dilakukan ujicoba untuk melihat validasi model
merepresentasikan sistem nyata. Proses validasi pada model sistem dinamis
pada dasarnya terbagai dua, yaitu validitas sturktur dan validitas perilaku.
• Validasi sturktur
Validasi struktur dilakukan untuk mengukur obyektivitas dari
model. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan pemodel untuk
mempersepsikan dengan teliti gejala-gejala permasalahan dan
mengkaitkannya dengan sebab musabab permasalahan. Validasi
30
stuktur dilakukan dengan melakukan uji verifikasi struktur dan uji
konsistensi dimensi.
• Validasi perilaku
Validasi perilaku dilakukan untuk menilai kecukupan struktur
model melalui validasi perilaku yang dihasilkan oleh struktur
model. Uji ini dilakukan dengan uji reproduksi perilaku dan uji
prediksi perilaku
5. Skenario dan Evaluasi Kebijakan
Saat model sudah terbentuk, maka hal yang selanjutnya adalah menyusun
skenario dan mengevaluasi kebijakan untuk memecahkan masalah.
Kebijakan yang diterapkan tidak terbatas pada pengubahan nilai parameter,
tapi terkait kreativitas dalam mengubah struktur dari model atau aturan-
aturan keputusan baru dalam memecahkan masalah.
31