BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn...

45
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh personil atau pegawai yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia. Menurut Mathis dan Jackson (2006 : 3), Manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Menurut Hasibuan (2001 : 10), Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Menurut Samsudin (2006 : 22), Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu cara untuk mengatur hubungan antar karyawan, penggunaan bakat serta pengelolaan karir secara efektif dan efisien agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

 

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang

berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya

manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang

diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh personil atau pegawai

yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi,

sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya

dalam mengelola sumber daya manusia.

Menurut Mathis dan Jackson (2006 : 3), Manajemen sumber daya manusia

adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan

penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan

organisasional.

Menurut Hasibuan (2001 : 10), Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu

dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Menurut Samsudin (2006 : 22), Manajemen sumber daya manusia adalah

pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan

individu anggota organisasi atau kelompok karyawan, juga menyangkut desain dan

implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan,

pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan

yang baik.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber

daya manusia adalah suatu cara untuk mengatur hubungan antar karyawan, penggunaan

bakat serta pengelolaan karir secara efektif dan efisien agar tujuan perusahaan dapat

tercapai dengan baik.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

9

2.1.1 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut pendapat Cushway (2002 : 6), tujuan manajemen sumber daya manusia

bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat

perkembangan organisasi yang mencakup hal-hal berikut:

1. Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan sumber daya manusia

guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja

tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat

memenuhi kebutuhan pekerjaannya.

2. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan

untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.

3. Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama

dengan memperhatikan segi-segi SDM.

4. Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam

mencapai tujuan mereka.

5. Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan pegawai untuk memastikan tidak

ada gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.

6. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi.

7. Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM.

2.1.2 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Robbins dan Coulter (2004 : 305), ada beberapa komponen penting dari

proses manajemen sumber daya manusia, yang terdiri atas delapan kegiatan untuk

mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi, yaitu:

1. Tiga kegiatan pertama menjamin bahwa karyawan yang berkompeten dapat

diidentifikasikan dan dipilih.

2. Dua kegiatan berikutnya mencakup memberikan kepada karyawan pengetahuan dan

keahlian yang up-to-date.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

10

3. Tiga kegiatan terakhir mencakup memastikan bahwa organisasi mempertahankan

karyawan yang kompeten dan berkinerja baik yang mampu terus-menerus

menghasilkan kinerja yang tinggi.

2.1.3 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2001 : 14), sumber daya manusia berperan penting dan

dominan dalam manajemen. Ada beberapa masalah yang dihadapi manajemen sumber

daya manusia dalam mengatur dan menetapkan program kepegawaian, yaitu:

1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai

dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job

requirement, dan job evaluation.

2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas “the

right man in the right place and the right man in the right job.”

3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian.

4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang

akan datang.

5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan

perusahaan pada khususnya.

6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijkasanaan

pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.

7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.

8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.

9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.

10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.

2.1.4 Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia

Fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan dasar

pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi

atau perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi atas: (Mangkunegara, 2004 : 25)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

11

1. Fungsi Perencanaan

Adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai

dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.

2. Fungsi Pengorganisasian

Adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan

pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam

bagan organisasi. Dalam organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan

secara efektif

3. Fungsi Pengarahan

Adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan

bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan,

dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar

mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

4. Fungsi Pengendalian

Adalah mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan

perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Jika terdapat penyimpangan atau

kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana.

5. Fungsi Pengadaan

Adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk

mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan pasar (the right man in the right place).

6. Fungsi Pengembangan

Adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptuan, dan moral

karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus

sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

7. Fungsi Kompensasi

Adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau

barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

12

perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung

jawab karyawan tersebut.

8. Fungsi Pengintegrasian

Adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan

karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana

pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam Manajemen Sumber Daya

Manusia, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang

antara karyawan dan perusahaan.

9. Fungsi Pemeliharaan

Adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan

loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik

dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

10. Fungsi Kedisiplinan

Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang

terpenting dan kunci terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran

untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma sosial.

11. Fungsi Pemberhentian

Adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan yang

disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, berakhirnya kontrak kerja,

pensiun, dan sebab-sebab lainnya.

2.2 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses pengaruh sosial di mana

pemimpin mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan dalam suatu usaha

untuk mencapai tujuan organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2005 : 299). Tom Peters dan

Nanci Austin dalam Kreitner dan Kinicki (2005 : 299), dalam bukunya A Passion for

Excellence, menggambarkan kepemimpinan dalam pengertian yang lebih luas:

Kepemimpinan berarti visi, pemberian semangat, antusiasme, kasih, kepercayaan, kegairahan, nafsu, obsesi, konsistensi, penggunaan simbol, perhatian sebagaimana diillustrasikan oleh isi kalender seseorang, penciptaan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

13

para pahlawan pada semua tingkatan, bimbingan, berjalan keliling secara efektif, dan sejumlah hal lainnya. Kepemimpinan harus ada di semua tingkatan organisasi. Kepemimpinan bergantung pada sejuta hal-hal kecil yang dilakukan dengan obsesi, konsistensi, dan kepedulian, tetapi sejuta hal-hal kecil tersebut tidak berarti apa-apa jika tidak ada kepercayaan, visi, dan keyakinan dasar.

Kepemimpinan secara jelas melibatkan lebih dari sekedar menggunakan

kekuasaan dan menjalankan wewenang, serta ditampilkan pada tingkatan yang berbeda.

Pada tingkat individu, misalnya, kepemimpinan melibatkan pemberian nasihat,

bimbingan, inspirasi, dan motivasi. Para pemimpin membangun tim, menciptakan

kesatuan, dan menyelesaikan perselisihan di tingkat kelompok. Akhirnya, pada peminpin

membantu budaya dan menciptakan perubahan di tingkat organisasi.

Pada definisi lain, Heifetz dan Laurie (1997) dalam Griffin (2004 : 68)

menyebutkan bahwa Kepemimpinan adalah proses dan atribut. Sebagai suatu proses,

yang berfokus pada apa yang sebetulnya dilakukan pemimpin, kepemimpinan adalah

penggunaan pengaruh tanpa paksaan (noncoercive) untuk membentuk tujuan-tujuan

kelompok atau organisasi, memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan-tujuan

tersebut, dan membantu mendefinisikan kultur kelompok atau organisasi (Yukl, 1994).

Sebagai atribut, kepemimpinan adalah sekelompok karakteristik yang dimiliki individu

yang dipandang sebagai pemimpin. Sehingga pemimpin adalah individu yang mampu

mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan; pemimpin

adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, sudah jelas bahwa pemimpin dan manajer

berhubungan, tetapi tidak sama. Bernard Bass (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005 : 299)

menyebutkan bahwa para pemimpin mengelola dan para manajer memimpin, tetapi

kedua aktivitas tersebut tidak sama. Bass mengemukakan bahwa walaupun

kepemimpinan dan manajemen saling tumpang tindih, masing-masing melibatkan

sekelompok aktivitas ataupun fungsi yang unik. Secara luas, manajer biasanya

melaksanakan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan perencanaan, penyelidikan,

pengorganisasian, dan pengendalian, sementara pemimpin berurusan dengan aspek-

aspek antar pribadi dari pekerjaan seorang manajer. Pemimpin memberikan inspirasi

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

14

kepada orang lain, memberikan dukungan emosional, dan mencoba untuk membuat para

karyawan bergerak ke arah tujuan umum. Para pemimpin juga memainkan suatu

peranan kunci dalam menciptakan visi dan rencana strategis untuk suatu organisasi.

Perbedaan antara pemimpin dan manajer dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Perbedaan antara Pemimpin dan Manajer

Pemimpin Manajer

Melakukan inovasi Mengurus Mengembangkan Mempertahankan Memberikan inspirasi Mengendalikan Memiliki pandangan jangka panjang Memiliki pandangan jangka pendek Menanyakan apa dan mengapa Menanyakan bagaimana dan kapan Memunculkan Mengawali Menantang status quo Menerima status quo Melakukan sesuatu yang benar Melakukan sesuatu dengan benar

Sumber: W. G. Bennis, On Becoming a Leader (1989) dalam Kreitner dan Kinicki (2005 : 301).

Organisasi membutuhkan manajer sekaligus pemimpin agar efektif.

Kepemimpinan diperlukan untuk menciptakan perubahan, dan manajer diperlukan untuk

menciptakan keteraturan. Manajer bersama pemimpin dapat menciptakan perubahan

yang tertib, dan pemimpin bersama manajer menjaga organisasi agar tetap selaras

dengan lingkungannya.

2.3 Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Perilaku

2.3.1 Teori Perilaku Kepemimpinan

Didorong oleh kegagalan dalam mengidentifikasi karakteristik-karakteristik

kepemimpinan yang bisa dijadikan peramal calon pemimpin, para peneliti kemudian

mulai meneliti variabel-variabel lain, khususnya perilaku atau tindakan-tindakan dari

pemimpin. Hipotesis baru yang muncul di sini adalah bahwa pemimpin-pemimpin yang

efektif bertindak berbeda dibanding dengan pemimpin-pemimpin yang kurang efektif.

Jadi, tujuannya adalah membangun pemahaman yang lebih lengkap mengenai perilaku-

perilaku kepemimpinan (Griffin, 2004 : 73).

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

15

2.3.1.1 Studi Michigan

Para peneliti pada University of Michigan, yang dipimpin oleh Rensis Likert, mulai

mempelajari kepemimpinan pada akhir dekade 1940-an (Likert, 1967 dalam Griffin, 2004

: 73). Berbasis wawancara-wawancara ekstensif dengan para pemimpin dan pengikut,

penelitian ini menemukan dua bentuk dasar dari perilaku pemimpin: perilaku yang

berpusat pada pekerjaan dan perilaku yang berpusat pada karyawan. Pemimpin-

pemimpin yang menggunakan perilaku yang berpusat pada pekerjaan (job-centered

leader behavior) memberi perhatian besar pada pekerjaan bawahan, menjelaskan

prosedur-prosedur kerja, dan sangat tertarik pada kinerja. Pemimpin-pemimpin yang

menggunakan perilaku yang berpusat pada karyawan (employee-centered leader

behavior) lebih tertarik pada membangun kelompok kerja yang pada dan memastikan

bahwa karyawan puas pada pekerjaan merek. Kepedulian utama mereka adalah

kesejahteraan bawahan.

Dua gaya perilaku kepemimpinan ini dipadang berada pada ujung-ujung ekstrem

dari suatu rangkaian kontinu. Meskipun asumsi ini menyiratkan bahwa pemimpin

mungkin sangat berorientasi pada pekerjaan, sangat berorientasi pada karyawan, atau

diantara keduanya, Likert hanya mempelajari dua gaya ekstrem ini untuk menemukan

perbedaan-perbedaannya. Dia berpendapat bahwa perilaku yang berpusat pada

karyawan secara umum cenderung lebih efektif.

2.3.1.2 Studi Ohio State

Pada waktu yang hampir sama dengan saat Likert mulai melakukan riset

kepemimpinannya di University of Michigan, sekelompok peneliti pada Ohio State juga

mulai meneliti kepemimpinan (Stogdill dan Coons, 1957 dalam Griffin, 2004 : 74).

Survei-survei menggunakan kuesioner ekstensif yang dilakukan selama riset ini juga

menyiratkan bahwa terdapat dua perilaku atau gaya kepemimpinan dasar. Perilaku

penciptaan struktur dan perilaku penciptaan perhatian. Saat menggunakan perilaku

penciptaan struktur (initiating-structure behavior), pemimpin mendefinisikan secara jelas

peran pemimpin-bawahan sehingga semua orang tahu apa yang diharapkan dari mereka,

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

16

membentuk lini-lini komunikasi formal, dan menentukan bagaimana tugas-tugas akan

dikerjakan. Pemimpin yang menggunakan perilaku perhatian (consideration behavior)

memperlihatkan kepedulian pada bawahan dan berupaya membentuk iklim yang ramah

dan mendukung.

Perilaku-perilaku yang diidentifikasi oleh studi Ohio State serupa dengan

perilaku-perilaku yang telah diidentifikasi oleh studi Michigan, tetapi terdapat sejumlah

perbedaan penting. Salah satu perbedaan penting adalah bahwa para peneliti di Ohio

State tidak menginterpretasikan perilaku pemimpin sebagai perilaku satu dimensi, yaitu

tiap perilaku, diasumsikan independen dari perilaku lain. Jadi seorang pemimpin bisa

menampakkan beragam level perilaku penciptaan struktur dan pada saat yang sama juga

memperlihatkan beragam level perilaku perhatian.

2.3.1.3 Matriks Kepemimpinan/Manajerial (Managerial Grid)

Pendekatan perilaku lain menyangkut kepemimpinan adalah Matriks

Kepemimpinan (Blake dan Mouton, 1964 dalam Griffin, 2004 : 75). Matriks

kepemimpinan menyediakan cara untuk mengevaluasi gaya-gaya kepemimpinan dan

kemudian melatih pemimpin untuk bergerak ke arah perilaku ideal. Matriks

kepemimpinan ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

 

 

Sumber: Black dan McCanse (1997) dalam Griffin (2004 : 76).

Gambar 2.1 Matriks Kepemimpinan

1  2  3  4  5  6  7  8  9 

1.1

1.9 

9.1

9.9 

5.5 

Manajemen Klub Rekreasi Sosial Perhatian penuh pada memuaskan kebutuhan-kebutuhan orang untuk memunculkan atmosfer organisasi serta tempo kerja yang nyaman dan ramah.

Manajemen Tim Pencapaian kerja didapatkan dari karyawan-karyawan yang memiliki komitmen; saling ketergantungan melalui “common stake” dalam tujuan organisasi memunculkan hubungan yang saling percaya dan saling menghormati. Manajemen Jalan Tengah

Kinerja organisasi yang memadai dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan antara penyelesaian pekerjaan dengan pemeliharaan moril karyawan pada level yang memuaskan.

Manajemen Melarat Pengeluaran upaya minimal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap tepat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Wewenang-Kepatuhan Efisiensi operasi muncul dari pengaturan kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa sehingga gangguan dari elemen-elemen manusia diminimalkan

Perhatian pada produksi TinggiRendah

Perhatian pa

da orang

 

Rendah 

Tinggi 

17

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

18

Sumbu horizontal memperlihatkan kepedulian pada produksi (concern for

production), serupa dengan perilaku yang berpusat pada pekerjaan dan perilaku

penciptaan struktur. Sumbu vertikal mewakili kepedulian pada orang (concern for

people), serupa dengan perilaku yang berpusat pada karyawan dan perilaku perhatian.

Menurut pendekatan ini, gaya perilaku yang ideal adalah 9.9 yang menunjukkan

kepedulian maksimum baik pada orang maupun produksi.

Teori-teori perilaku pemimpin memainkan peranan penting dalam perkembangan

pemikiran kontemporer mengenai kepemimpinan. Secara khusus, teori-teori tersebut

mendesak kita untuk tidak berfokus pada karakteristik-karakteristik dari pemimpin

(pendekatan karakteristik) tetapi berkonsentrasi pada apa yang dilakukan pemimpinan

(perilaku mereka). Sayangnya, teori-teori ini tidak membuat “resep” universal tentang

bagaimana ciri kepemiminan yang efektif. Saat kita berurusan dengan sistem sosial yang

kompleks yang berisikan individu-individu yang kompleks, hampir tidak ada hubungan

yang dapat diramalkan secara konsisten dari waktu ke waktu, dan boleh dikatakan tidak

ada formula kesuksesan yang sempurna. Tetapi peneliti teori perilaku mencoba

mengidentifikasi hubungan yang konsisten antara perilaku pemimpin dengan respon

bawahan, dengan harapan menemukan formula yang andal untuk kepemimpinan yang

efektif, dan seperti yang bisa diduga, mereka gagal. Dengan demikian diperlukan

pendekatan-pendekatan lain yang dapat digunakan untuk memahami kepemimpinan.

Katalis bagi pendekatan-pendekatan baru ini adalah kesadaran bahwa, meskipun dimensi

interpersonal dan dimensi yang berorientasi pada pekerjaan berguna untuk

menggambarkan perilaku dari pemimpin, dimensi-dimensi ini tidak berguna untuk

meramalkan atau memastikan perilaku pemimpin. Tahap berikutnya dalam evolusi teori

kepemimpinan adalah kemunculan model-model situasional.

2.3.2 Teori Kepemimpinan Situasional

Model-model situasional mengasumsikan bahwa perilaku pemimpin yang tepat

bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Dengan demikian, tujuan dari teori

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

19

situasional adalah mengidentifikasi faktor-faktor situasional yang penting dan memahami

bagaimana faktor-faktor ini saling berinteraksi untuk menentukan perilaku yang tepat

dari pemimpin (Griffin, 2004 : 77). Model kepemimpinan situasional tumbuh dari suatu

usaha untuk menjelaskan temuan-temuan yang tidak konsisten mengenai karakteristik

dan gaya. Teori situasional (situasional theory) mengusulkan bahwa efektivitas dari suatu

gaya perilaku pemimpin tergantung pada situasinya. Dengan berubahnya situasi, gaya

yang berbeda menjadi sesuai. Teori ini secara langsung menantang gagasan mengenai

suatu gaya kepemimpinan yang terbaik (Kreitner dan Kinicki, 2005 : 313).

2.3.2.1 Model Kontinjensi Fiedler

Fred Fiedler mengembangkan suatu model kepemimpinan situasional, yang

merupakan model kepemimpinan yang paling tua dan salah satu dari model yang paling

dikenal secara luas (Fiedler, 1967 dalam Griffin, 2004 : 78). Model Fiedler didasarkan

pada asumsi berikut ini (Kreitner dan Kinicki, 2005 : 313).

Kinerja dari seorang pemimpin tergantung pada dua faktor yang saling terkait: (1) sampai sejauh mana suatu situasi memberikan pengendalian dan pengaruh kepada pemimpin, yaitu kecenderungan bahwa pemimpin dapat secara berhasil menyelesaikan pekerjaan tersebut; dan (2) motivasi dasar dari pemimpin, yaitu kebanggaan diri pemimpin terutama bergantung pada penyelesaian tugas atau pada perolehan hubungan yang mendukung dan dekat dengan orang lain.

Dengan memperhatikan motivasi dasar seorang pemimpin, Fiedler percaya

bahwa pemimpin termotivasi oleh tugas atau termotivasi oleh hubungan. Motivasi dasar

ini serupa dengan struktur yang mengawali/kepedulian terhadap produksi dan

pertimbangan/kepedulian terhadap orang. Teori Fiedler juga didasarkan pada penyataan

bahwa para pemimpin memiliki satu gaya kepemimpinan dominan yang resisten terhadap

perubahan. Fiedler menyarankan agar para pemimpin belajar untuk memanipulasi atau

mempengaruhi situasi kepemimpinan mereka dengan jumlah pengendalian dalam situasi

yang ada (Kreitner dan Kinicki, 2005 : 315). Gambaran model kontinjensi Fiedler dapat

dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

20

Tabel 2.2 Model Kontinjensi Fiedler

Pengendalian Situasional

Situasi Pengendalian Tinggi

Situasi Pengendalian Menengah

Situasi Pengendalian

Rendah Hubungan pemimpin-anggota

Baik Baik Baik Baik Buruk Buruk Buruk Buruk

Struktur tugas Tinggi Tinggi Renda

h Renda

h Tingg

i Tinggi Rendah

Rendah

Kekuatan posisi Kuat Lema

h Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah

Situasi I II III IV V VI VII VIII Gaya kepemimpinan optimal

Kepemimpinan Termotivasi oleh Tugas

Kepemimpinan Termotivasi oleh

Hubungan

Kepemimpinan Termotivasi oleh

Tugas Sumber: Fiedler (1978) dalam Kreitner dan Kinicki (2005 : 317).

2.3.2.2 Teori Jalur Tujuan (path-goal theory)

Teori jalur tujuan didasarkan pada teori motivasi harapan yang mengusulkan

bahwa motivasi untuk melakukan usaha meningkat dengan membaiknya usaha, kinerja,

dan harapan hasil seseorang. Teori jalur tujuan berfokus pada bagaimana pemimpin

mempengaruhi harapan dari para pengikut. Robert House yang pertama kali

mengemukakan teori kepemimpinan jalur tujuan (House dan Mitchell, 1974 dalam

Kreitner dan Kinicki, 2005 : 317). Ia mengusulkan suatu model yang menggambarkan

bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi di antara empat gaya

kepemimpinan dan berbagai sikap serta perilaku karyawan.

Menurut model jalur tujuan, perilaku pemimpin dapat diterima ketika para

karyawan memandangnya sebagai suatu sumber kepuasan atau memuluskan jalan

menuju kepuasan masa depan. Selain itu, perilaku pemimpin adalah memberikan

motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang menganggu pencapaian

tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan,

dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan. Karena

model tersebut berkaitan dengan jalur menuju tujuan dan penghargaan, maka model

tersebut disebut sebagai model kepemimpinan jalur tujuan. House melihat bahwa

pekerjaan utama pemimpin adalah membantu para karyawan untuk tetap tinggal pada

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

21

jalur yang benar menuju tujuan yang menantang dan penghargaan yang bernilai

(Kreitner dan Kinicki, 2005 : 317).

a. Gaya Kepemimpinan

House percaya bahwa pemimpin dapat menunjukkan lebih dari satu gaya

kepemimpinan. Hal ini merupakan kebalikan dari Fiedler yang mengusulkan agar

pemimpin memiliki satu gaya yang dominan. Keempat gaya kepemimpinan yang

diidentifikasikan oleh House adalah sebagai berikut (dalam Kreitner dan Kinicki,

2005 : 318):

1. Kepemimpinan yang direktif (mengarahkan). Memberikan panduan kepada

para karyawan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana

cara melakukannya, menjadwalkan pekerjaan, dan mempertahankan

standar kinerja.

2. Kepemimpinan yang mendukung. Menunjukkan kepedulian terhadap

kesejahteraan dan kebutuhan para karyawan, bersikap ramah dan dapat

didekati, serta memperlakukan para pekerja sebagai orang yang setara

dengan dirinya.

3. Kepemimpinan partisipatif. Berkonsultasi dengan para karyawan dan secara

serius mempertimbangkan gagasan mereka pada saat mengambil

keputusan.

4. Kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian. Mendorong para

karyawan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka dengan

menetapkan tujuan yang menantang, menekankan pada kesempurnaan,

dan memperlihatkan kepercayaan diri atas kemampuan karyawan.

b. Faktor Kontinjensi (contingency factors)

Faktor kontinjensi adalah variabel-variabel situasional yang menyebabkan suatu

gaya kepemimpinan menjadi lebih efektif daripada gaya yang lain. Dalam

konteks ini, varaibel-variabel ini mempengaruhi persepsi harapan atau persepsi

jalur tujuan. Model ini memiliki dua kelompok variabel kontinjensi, yaitu

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

22

karakteristik karyawan dan faktor lingkungan. Lima karakteristik karyawan yang

penting adalah ruang pengendalian, kemampuan tugas, kebutuhan akan

pencapaian, pengalaman, dan kebutuhan akan kejelasan. Tiga faktor lingkungan

yang relevan adalah tugas karyawan, sistem wewenang, dan kelompok kerja.

Semua faktor tersebut memiliki potensi untuk menghambat atau memotivasi

para karyawan.

Sementara itu, Robbins dan Judge (2007:387) mendefinisikan pemimpin

transaksional, pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut dengan menetapkan

tujuan yang jelas. Selanjutnya, Robbins dan Judge (2007:387) juga mendefinisikan

kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang menginspirasi pengikut

untuk mengatasi kepentingan diri mereka sendiri, yang memiliki efek mendalam dan luar

biasa terhadap pengikut, tabel 2.2 di bawah ini menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi pemimpin transformational dan transaksional.

Tabel 2.3

Karakteristik dan Pendekatan Pemimpin Transaksional vs. Transformasional

Pemimpin Transaksional Pemimpin Transformasional

1. Penghargaan kontingen

2. Manajemen berdasarkan kekecualian

(aktif)

3. Manajemen berdasarkan kekecualaian

(pasif)

4. Sesuka hati (Laissez Faire)

1. Karisma

2. Inspirasi

3. Stimulasi intelektual

4. Memerhatikan individu

Source: B. M. Bass, “From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision,” Organizational Dynamics, Winter 1990, p. 22. Reprinted by permission

of the publisher. American Management Association, New York, All right reserved.

Berdasarkan pada tabel 2.3 di atas dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan

transaksional dicirikan dengan tingkat penghargaan dari atasan ke bawahan, hal ini

menuntut pemimpin untuk membuat kontrak pertukaran penghargaan dengan usaha

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

23

yang telah dikeluarkan oleh bawahan. Selain itu, pemimpin juga harus menjanjikan

penghargaan untuk kinerja karyawan yang memiliki kinerja baik, dan mengakui

pencapaian/prestasi yang telah dilakukan oleh karyawan. Kepemimpinan transakisonal

juga dicirikan dengan manajemen yang aktif maupun pasif, hal ini ditunjukkan dengan

adanya keterlibatan atau intervensi oleh pemimpin terhadap bawahannya pada saat

standar tidak dapat dipenuhi, dan kepemimpinan transaksional juga sangat identik

dengan pola pemimpin yang kurang peduli terhadap bawahan, seperti menghindari

tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.

Berbeda dengan kepemimpinan transaksional, pada kepemimpinan

transformasional, sikap pemimpin lebih ditonjolkan pada hal-hal seperti karisma

pemimpin, memberikan visi dan misi memunculkan rasa bangga, mendapatkan respek

dan kepercayaan. Mampu menjadi inspirasi bagi bawahan juga menjadi ciri pemimpin

transformasional, karena pemimpin jenis ini dapat mengkomunikasikan harapan tinggi

kepada karyawan, menggunakan symbol-simbol untuk memfokuskan usaha,

menunjukkan inteligensi, rasional, pemecahan masalah secara hati-hati, dan terakhir ciri

pemimpinan transformasional sangat peduli terhadap individu, dalam hal ini pemimpin

memperlakukan karyawan secara individual, melatih, menasehati.

2.3.2.3 Teori Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard

Teori kepemimpinan situasional (situasional leadership theory – SLT)

dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (Kreitner dan Kinicki, 2005 :

320). Menurut teori ini, perilaku pemimpin yang efektif tergantung pada tingkat kesiapan

para pengikut dari seorang pemimpin. Kesiapan (readiness) didefinisikan sejauh mana

seorang pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas.

Kesediaan (willingness) adalah suatu kombinasi dari kepercayaan diri, komitmen, dan

motivasi. Model SLT ditunjukkan pada gambar 2.3 berikut ini.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

24

Partisipatif (S3) Berbagai gagasan dan memfasilitasi dalam pengambilan keputusan.

Menjual (S2) Menjelaskan keputusan dan memberikan kesempatan untuk klarisifikasi.

Delegasi (S4) Menyerahkan tanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan implementasi.

Memberitahu (S1) Memberikan instruksi yang spesifik serta melakukan supervisi atas kinerja secara ketat.

Gambar 2.2 Model Kepemimpinan Situasional

Tabel 2.4

Tingkat Kemampuan

Kesiapan Pengikut Tinggi Sedang Rendah

R4 Mampu dan mau atau percaya diri

R3 Mampu tetapi tidak mau atau merasa

tidak aman

R2 Tidak mampu tetapi mau atau percaya

diri

R1 Tidak mampu dan

tidak mau atau merasa tidak aman

Diarahkan oleh Pengikut Diarahkan oleh Pemimpin Sumber: Hersey (1984) dalam Kreitner dan Kinicki (2005 : 321).

Gaya kepemimpinan yang sesuai ditemukan dengan melakukan referensi silang

antar kesiapan para pengikut, yang bervariasi dari rendah hingga tinggi, dengan salah

satu dari empat gaya kepemimpinan. Keempat gaya kepemimpinan mewakili kombinasi

perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas dan hubungan (S1 hingga S4). Para

pemimpin didorong untuk menggunakan suatu gaya “memberitahu” untuk para pengikut

dengan kesiapan yang rendah. Gaya ini menggabungkan perilaku pemimpin berorientasi

tugas yang tinggi, seperti pengawasan yang ketat. Dengan meningkatnya kesiapan

pengikut, para pemimpin disarankan untuk lambat laun bergerak dari “gaya

Perilaku Pemimpin

Perilaku Tugas (pedoman)

Peril

aku

Hub

unga

n (p

erila

ku y

ang

men

duku

ng)

Tinggi Rendah

Tinggi

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

25

memberitahu” menjadi “gaya menjual”, lalu “gaya partisipatif”, dan akhirnya menjadi

“gaya mendelegasikan”.

2.3.3 Variabel-variabel Kunci Dalam Teori Kepemimpinan

Menurut Yukl (2005:13) ada 3 variabel dalam teori kepemimpinan adalah sebagai

berikut :

1. Karakteristik pemimpin

- Ciri (motivasi, kepribadian, nilai)

- Keyakinan dan optimisme

- Ketrampilan dan keahlian

- Perilaku

- Integritas dan etika

- Taktik pengaruh

- Sifat pengaruh

2. Karakteristik pengikut

- Ciri (kebutuhan, nilai, konsep pribadi)

- Keyakinan dan optimisme

- Ketrampilan dan keahlian

- Sifat dari pemimpinnya

- Kepercayaan kepada pemimpin

- Komitmen dan upaya tugas

- Kepuasan terhadap pemimpin dan pekerjaan

3. Karakteristik situasi

- Jenis unit organisasi

- Besarnya unit organisasi

- Posisi kekuasaan dan wewenang

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

26

- Struktur dan kerumitan tugas

- Kesaling tergantungan tugas

- Keadaan lingkungan yang tidak menentu

- Ketergantungan eksternal

2.3.4 Kategori Perilaku Pemimpin

Menurut Yukl (2005:62) Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner

menunjukkan bahwa para bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama

berdasarkan dua kategori yang terdefinisi secara luas, yang satu berhubungan dengan

tujuan tugas dan yang lainnya berhubungan dengan hubungan antarpribadi.

1. Pertimbangan.

Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan mendukung, memperlihatkan

perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya

meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk

mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung atau berjuang bagi bawahan,

berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia

menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.

2. Struktur memprakarsai (initiatingstructure).

Pemimpin menentukan dan membuat struktur perannya sendiri dan peran para

bawahan ke arah pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi mengkritik pekerjaan

yang buruk, menekankan pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan

bawahan, mempertahankan standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk

mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan baru terhadap masalah,

dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.

Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi penting untuk

menghubungkan kategori-kategori perilaku yang independen. Ini berarti bahwa beberapa

pemimpin mempunyai pertimbangan yang tinggi dan struktur memprakarsai yang

rendah; beberapa pemimpin mempunyai pertimbangan yang rendah dan struktur

memprakarsai yang tinggi; beberapa pemimpin tinggi di kedua bidang itu; dan beberapa

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

27

pemimpin rendah di keduanya. Sebagian besar pemimpin barangkali berada dalam

jajaran antara nilai yang amat tinggi dan sangat rendah.

Pada jurnal leadership’s impact on employee engagement menyatakan bahwa

the relationship of some leadership style  dimensions affect in a different way the

commitment, effectiveness, motivation and satisfaction atau hubungan dari beberapa

dimensi gaya kepemimpinan mempengaruhi dengan cara berbeda terhadap komitmen,

efektivitas, motivasi, dan kepuasan (Papalexandris dan Galanaki, 2008 : 379)

2.4 Pengertian Motivasi

Kinerja individu secara umum ditentukan oleh tiga hal: motivasi (keinginan untuk

melakukan pekerjaan), kemampuan (kapabilitas untuk melakukan pekerjaan), dan

lingkungan kerja (sumber-sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan).

Jika seorang karyawan tidak memiliki kemampuan, pemimpin bisa menyediakan pelatihan

atau mengganti karyawan tersebut. Jika terdapat masalah sumber daya, manajer bisa

mengoreksinya. Tetapi jika yang menjadi masalah adalah motivasi, tugas pemimpin

menjadi lebih berat (Griffin, 2004 : 38). Perilaku individu adalah fenomena kompleks, dan

manajer tidak mudah mengenali inti masalah yang sebenarnya dan bagaimana

memecahkannya. Jadi motivasi adalah penting karena sangat menentukan kinerja dan

karena sifatnya yang tidak berwujud (Pleffer, 1998 dalam Griffin, 2004 : 38).

Menurut Steers dkk (1996) dalam Griffin (2004 : 38) motivasi adalah sekelompok

faktor yang meneyebabkan individu berperilaku dalam cara-cara tertentu. Sedangkan

Wexley dan Yukl (2005 : 98) mendefinisikan motivasi sebagai proses dimana perilaku

diberikan energi dan diarahkan. Proses motivasi ini dimulai dengan belum terpenuhinya

kebutuhan. Kebutuhan (needs) merujuk pada kekurangan yang dialami seorang individu

pada suatu saat tertentu. Kekurangan tersebut mungkin bersifiat fisiologis (misalnya

kebutuhan akan makanan), psikologis (misalnya kebutuhan akan rasa bangga terhadap

diri sendiri), dan sosiologis (misalnya kebutuhan akan interaksi sosial). Kebutuhan

dipandang sebagai sumber tenaga atau pemicu respon perilaku. Implikasinya adalah

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

28

bahwa ketika kekurangan kebutuhan muncul, individu lebih mungkin dipengaruhi oleh

usaha pemimpin dalam memotivasi (Ivancevich dkk, 2007 : 146).

Ivancevich dkk (2007 : 144) menyebutkan bahwa motivasi dibentuk setidaknya

dari tiga komponen yang berbeda: arah, intensitas, dan ketekunan. Arah berhubungan

dengan apa yang akan dipilih orang seorang individu ketika ia dihadapkan dengan

sejumlah alternatif yang mungkin dilakukan. Misalnya, ketika dihadapkan pada tugas

menyelesaikan sebuah laporan, seorang karyawan mungkin memilih langsung berusaha

menyelesaikan laporan tersebut atau terlebih dahulu berusaha menyelesaikan aktivitas

lain. Terlepas dari pilihan mana yang diambil, karyawan tersebut memiliki motivasi. Jika

karyawan tersebut memilih alternatif yang pertama, arah dari motivasinya konsisten

dengan yang diinginkan oleh pemimpin. Jika karyawan tersebut memilih alternatif yang

kedua, arah motivasinya berlawanan dengan yang diinginkan oleh manajemen, meskipun

demikian, karyawan tersebut juga memiliki motivasi.

Komponen intensitas dari motivasi merujuk pada kekuatan dari respon ketika

arah dari motivasi telah dipilih. Menggunakan contoh sebelumnya, karyawan mungkin

telah memilih arah yang benar (mengerjakan laporan) tapi merespon dengan intensitas

(usaha) yang sangat rendah. Dua orang mungkin menunjukkan perilaku mereka pada

arah yang sama, tapi orang yang satu mungkin memiliki kinerja lebih baik karena dia

melakukan lebih banyak usaha daripada yang lainnya.

Komponen ketiga, ketekunan, merupakan komponen yang penting dari motivasi.

Ketekunan merujuk pada berapa lama seseorang akan terus memberikan usaha mereka.

Beberapa orang menunjukkan perilaku mereka ke arah yang tepat dan melakukan hal

tersebut dengan tingkat intensitas yang tinggi, tetapi hanya untuk periode waktu yang

singkat. Individu yang menghadapi sebuah tugas dengan antusias tetapi cepat merasa

bosan dengan tugas tersebut, atau berhenti dan jarang menyelesaikan tugas, kurang

memiliki atribut ketekunan dalam motivasi mereka. Oleh karena itu, tantangan

manajemen yang sebenarnya bukan hanya meningkatkan motivasi, tapi menciptakan

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

29

lingkungan dimana motivasi karyawan disalurkan ke arah yang benar pada tingkat

intensitas yang sesuai dan berkesinambungan selama beberapa waktu.

Peterson dan Plowman dalam Hasibuan (2006: 142) mengatakan bahwa orang

yang mau bekerja karena faktor-faktor berikut .

1. The Desire to Live (Keinginan untuk hidup)

Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia

bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat melanjutkan hidupnya.

2. The Desire for Position (Keinginan untuk suatu posisi)

Keinginan suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang

kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. The Desire for Power (Keinginan akan kekuasaan)

keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk

memiliki yang mendorong orang mau bekerja.

4. The Desire for Recognition (Keinginan akan pengakuan)

Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis

terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian

setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu

dan mengharapkan kepuasan dari hasil kerjanya (Hasibuan, 2006: 142).

2.5 Jenis Motif

Terdapat tiga jenis motif, yaitu motif primer, motif umum, dan motif sekunder :

1) Motif primer

Yang dimaksud motif primer disini adalah motif yang tidak dapat dipelajari dan

didasarkan secara fisiologis. Motif-motif tersebut disebut fisiologis, biologis, tidak

dipelajari, atau primer. Akan tetapi, penggunaan kata istilah primer tidak

mengimplikasikan bahwa motif tersebut lebih diutamakan daripada motif umum dan

sekunder (Luthans, 2006, p270).

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi agar motif dapat dimasukkan dalam klasifikasi

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

30

primer. Motif harus tidak dipelajari, dan motif harus didasarkan secara fisiologis.

Dengan definisi tersebut, motif primer yang paling dikenal secara umum adalah lapar,

haus, tidur, menghindari sakit, seks, dna perhatian maternal/ibu (Luthans, 2006,

p270).

2) Motif umum

Klasifikasi motif umum muncul dikarenakan adanya sejumlah motif dalam area

antara klasifikasi primer dan sekunder. Agar termasuk dalam kategori umum, sebuah

motif haruslah tidak dipelajari, tetapi tidak didasarkan pada fisiologis. Sementara

kebutuhan primer mengurangi ketegangan atau stimulasi, kebutuhan umum justru

diperlukan untuk mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan jumlah stimulasi.

Dengan demikian, kebutuhan tersebut kadang-kadang disebut “motif stimulus”

(Rathus, 1990, p312). Meskipun tidak semua psikolog sependapat, namum motif

keingintahuan, manipulasi, aktivitas, dan afeksi sepertinya paling memenuhi kriteria

untuk klasifikasi tersebut (Luthans, 2006, p271).

3) Motif sekunder

Pada studi manusia dalam organisasi, sekalipun dorongan umum tampaknya

relatif lebih penting daripada dorongan primer, namun dorongan sekunder adalah

yang paling penting. Saat masyarakat berkembang secara ekonomi menjadi lebih

kompleks, dorongan primer, dan dorongan umum kurang penting, membuka jalan

bagi dorongan sekunder yang dipelajari untuk memotivasi perilaku (Luthans, 2006,

p272).

Sebuah motif harus dapat dipelajari agar dapat dimasukkan dalam klasifikasi sekunder.

Berbagai motif manusia yang paling memenuhi kriteria tersebut. Beberapa motif yang

lebih penting adalah kekuasaan, pencapaian/prestasi, dan afiliasi, atau seperti yang

umum digunakan saat ini, n Pow, n Ach, dan n Aff. Selain itu terutama dalam perilaku

organisasi, keamanan dan status merupakan motif sekunder yang penting (Luthans,

2006, p272).

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

31

Tabel 2.5 Contoh Kebutuhan Sekunder yang Utama

Kebutuhan untuk berprestasi

• Melakkan sesuatu lebih baik dari pada

pesaing

• Memperoleh atau melewati sasaran

yang sulit

• Memecahkan masalah kompleks

• Menyelsaikan tugas yang menantang

dengan berhasil

• Mengembangkan cara terbaik untuk

melakkan sesuatu

Kebutuhan keamanan

• Mempunyai pekerjaan yang membawa

rasa aman

• Dilindungi dari kehilangan penghasilan

atau amsalah ekonomi

• Mempunyai perlindungan sakit dan

cacat

• Dilindungi dari gangguan fisik dan

kondisi berbahaya

• Menghindari tugas atau keputusan

dengan resiko kegagalan atau

kesalahan

Kebutuhan akan kekuasaan

• Mempengaruhi orang untuk

mengubah sikap atau perilaku

• Mengontrol orang dan aktivitas

• Berada pada posisi berkuasa melebihi

orang lain

• Memperoleh control informasi dan

sumber daya

• Mengalahkan lawan atau musuh

Kebutuhan akan status

• Mempunyai mobil yang tepat dan

mengenakan pakaian yang tepat

• Bekerja pada perusahaan yang tepat

dengan pekerjaan yang tepat

• Mempunyai gelar dan universitas

ternama

• Tinggal dalam lingkungan yang tepat

dan termasuk dalam club elit

• Mempunyai hak istimewa eksekutif

Kebutuhan akan afiliasi

• Disukai banyak orang

• Diterima sebagai bagian kelompok

atau tiru

• Bekerja dengan orang yang ramah

dan koperatif

• Mempertahankan hubungan yang

harmonis dan mengurangi konflik

• Berpartisipasi dalam aktivitas social

yang menyenangkan

Sumber : luthans, 2006 : 273

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

32

2.6 Teori-Teori Proses Motivasi

Setiap orang tertarik pada serangkaian tujuan tertentu. Jika seorang pemimpin

ingin meramalkan perilaku dengan tepat, dia harus mengetahui tujuan karyawan dan

tindakan yang akan diambil karyawan untuk mencapai tujuan tersebut. Terdapat banyak

teori motivasi dan temuan penelitian yang berusaha memberikan penjelasan mengenai

hubungan perilaku dan hasil. Setiap teori dapat diklasifikasikan ke dalam pendekatan isi

dan pendekatan proses dari motivasi. Pendekatan isi berfolus pada pengidentifikasian

faktor-faktor motivasi yang spesifik. Pendekatan proses berfokus pada penggambaran

bagaimana perilaku dimotivasi (Ivancevich, 2007 : 147).

2.6.1 Pendekatan Isi

Teori isi mengenai motivasi berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang

yang mendorong, mengarahkan, dan menghentikan perilaku. Mereka berusaha

menentukan kebutuhan spesifik yang memotivasi orang. Empat pendekatan isi yang

penting terhadap motivasi adalah (1) hierarki kebutuhan Maslow, (2) teori ERG Alderfer,

(3) teori dua faktor Herzberg, dan (4) teori kebutuhan McClelland.

2.6.1.1 Hierarki Kebutuhan Maslow

Pada tahun 1943, Abraham Maslow, mengembangkan teori hierarki kebutuhan

(hierarchy of needs). Teori ini mengatakan bahwa manusia memeringkat kebutuhan

mereka dalam lima kategori umum. Ketika mereka telah mencapai kategori kebutuhan

tertentu, mereka menjadi termotivasi untuk mencapai kategori berikutnya (Madura, 2007

: 9). Kebutuhan-kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut (Ivancevich, 2007 :

148):

1. Fisiologis (physiological), kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal,

dan bebas dari rasa sakit.

2. Keamanan dan keselamatan (safery and security), kebutuhan untuk bebas dari

ancaman, diartikan sebagai aman dari peristiwa atau lingkungan yang

mengancam.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

33

3. Kebersamaan, sosial, dan cinta (belongingness, social, and love), kebutuhan

akan pertemanan, afiliasi, interaksi, dan cinta.

4. Harga diri (esteem), kebutuhan akan harga diri dan rasa hormat dari orang lain.

5. Aktualisasi diri (self-actualization), kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri dengan secara maksimum menggunakan kemampuan, keterampilan, dan

potensi.

Maslow berpendapat bahwa kelima kategori kebutuhan membentuk suatu

hierarki. Seorang individu pertama-tama akan termotivias untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan fisiologis. Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi, kebutuhan-

kebutuhan ini berhenti berfungsi sebagai faktor penggerak motivasi yang utama dan

inidividu bergerak “menaiki” tangga hierarki dan mulai mencoba memenuhi kebutuhan-

kebutuhan akan keamanan. Proses ini berlanjut terus sampai individu tersebut mencapai

level aktualisasi diri (Griffin, 2004 : 41).

Konsep Maslow mengenai hierarki kebutuhan memiliki logika intuitif yang pasti

dan telah diterima oleh banyak pemimpin. Tetapi riset menemukan sejumlah kelemahan

dan kecacatan dari konsep ini. Sejumlah riset menemukan bahwa lima level kebutuhan

Maslow tidak selalu ada dan urutan level tidak selalu sama dengan apa yang

dipostulatkan oleh Maslow. Selain itu, individu-individu dari kultur berbeda cenderung

memiliki kategori dan hierarki kebutuhan yang berbeda (Pinder dalam Griffin, 2004 : 41).

2.6.1.2 Teori ERG Alderfer

Alderfer sepakat dengan Maslow bahwa kebutuhan individu diatur dalam suatu

hierarki. Akan tetapi, hierarki kebutuhan yang dia ajukan hanya melibatkan tiga

rangkaian kebutuhan (Alderfer, 1972 dalam Ivancevich dkk, 2007 : 150):

1. Eksistensi (existence/E), kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti

makanan, udara, imbalan, dan kondisi kerja. Dalam hierarki Maslow, kebutuhan

ini berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan kemanan.

2. Hubungan (relatedness/R), kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan

interpersonal yang berarti. Dalam hierarki Maslow, kebutuhan ini berkaitan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

34

dengan kebutuhan untuk diterima oleh orang lain dan kebutuhan akan

pengakuan dari orang lain.

3. Pertumbuhan (growth/G), kebutuhan yang terpuaskan jika individu membuat

kontribusi yang produktif atau kreatif. Dalam hierarki Maslow, kebutuhan ini

berkaitan dengan kebutuhan akan penghargaan diri dan aktualisasi diri.

Meskipun teori ERG mengasumsikan bahwa perilaku yang termotivasi mengikuti

suatu hierarki yang agak serupa dengan hierarki yang dikemukakan oleh Maslow,

terdapat dua perbedaan penting. Pertama, teori ERG menyatakan bahwa lebih dari satu

level kebutuhan bisa menggerakkan motivasi pada saat yang bersamaan. sebagai contoh,

teori ERG menyatakan bahwa individu-individu bisa termotivasi oleh keinginan akan uang

(eksistensi), persahabatan (hubungan), dan peluang untuk mempelajari keahlian-

keahlian baru (pertumbuhan) pada saat bersamaan. Kedua, teori ERG memiliki apa yang

dinamakan elemen frustasi-regresi. Jadi, jika kebutuhan-kebutuhan tertentu tidak

terpenuhi, individu akan menjadi frustasi, mundur ke level yang lebih rendah, dan mulai

mengejar kebutuhan-kebutuhan tersebut sekali lagi. Asumsi bahwa kemudian dia

berupaya membina lebih banyak persahabatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hubungan. Jika, karena sejumlah alasan, dia merasa tidak mungkin membangun

persahabatan yang lebih baik dengan orang lain di tempat kerja, dia akan frustasi dan

mundur ke belakang serta berusaha menghasilkan lebih banyak uang (Griffin, 2004 : 42).

2.6.1.3 Teori Dua Faktor Herzberg

Frederick Herzberg mengembangkan teori isi yang dikenal sebagai teori motivasi

dua faktor (Herzberg dkk, 1959; Herzberg, 1987 dalam Griffin, 2004 : 43). Herzberg

mengembangkan teori ini dengan melakukan wawancara terhadap 200 orang akuntan

dan insinyur. Dia meminta mereka untuk mengingat momen-momen saat mereka merasa

puas dan termotivasi dan momen-momen saat mereka merasa tidak puas dan tidak

termotivasi. Hasil studinya menemukan bahwa sekelompok faktor yang berbeda terkati

dengan kepuasan dan ketidakpuasan, yaitu seseorang mungkin mengidentifikasi “gaji

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

35

rendah” sebagai penyebab ketidakpuasan tetapi belum tentu menyebut “gaji tinggi”

sebagai penyebab kepuasan. Sebaliknya, faktor lain, seperti pengakuan atau pencapaian

disebutkan sebagai penyebab kepuasan dan motivasi.

Berbasis penemuan ini, Herzberg berpendapat bahwa proses memotivasi

karyawan memiliki dua tahap. Pertama, pemimpin harus memastikan bahwa faktor-faktor

higienis telah memadai, seperti gaji, keamanan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur

perusahaan, kualitas pengawasan teknis, dan kualitas hubungan interpersonal antar

rekan kerja, dengan atasan, dan dengan bawahan (Ivancevich dkk, 2007 : 151). Dengan

menyediakan faktor-faktor higienis secara memadai, pemimpin tidak merangsang

motivasi, tetapi hanya memastikan bahwa karyawan “tidak merasa tidak puas”.

Karyawan-karyawan yang dicoba “dipuaskan” oleh pemimpin melalui faktor

higienis biasanya akan bekerja untuk level secukupnya (Griffin, 2004 : 43). Sehingga

pemimpin harus pindah ke tahap kedua, yaitu menyediakan faktor-faktor penggerak

motivasi kepada karyawan seperti pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan,

pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan untuk tumbuh (Ivancevich dkk, 2007 : 151).

Hasil yang diprediksi adalah kepuasan dan motivasi yang tinggi.

2.6.1.4 Teori Kebutuhan McClelland

David C. McClelland mengajukan teori motivasi yang secara dekat berhubungan

dengan konsep pembelajaran, dia menyakini bahwa sebagian besar kebutuhan

bersumber dari budaya (McClelland, 1961; 1975 dalam Ivancevich dkk, 2007 : 154). Tiga

kebutuhan individual yang paling penting adalah kebutuhan akan pencapaian (need for

achivement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan akan

kekuasaan (need for power). McClelland menyatakan bahwa ketika muncul suatu

kebutuhan yang kuat di dalam diri seseorang, kebutuhan tersebut memotivasi dirinya

untuk menggunakan perilaku yang dapat mendatangkan kepuasannya.

Kebutuhaan akan pencapaian adalah keinginan untuk menyelesaikan suatu

tujuan atau tugas dengan lebih efektif dibandingkan sebelumnya. Individu-individu

dengan tingkat kebutuhan akan pencapaian yang tinggi berkeinginan untuk memiliki

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

36

tanggung jawab pribadi, cenderung menetapkan tujuan-tujuan yang cukup sulit,

berkeinginan untuk mendapatkan umpan balik spesifik dengan segera, dan sangat

berfokus pada pekerjaan mereka (Griffin, 2004 : 44).

Kebutuhan akan afiliasi kurang begitu dipahami. Sama seperti kebutuhan untuk

diterima orang lain dari Maslow, kebutuhan akan afiliasi adalah keinginan untuk ditemani

dan diterima oleh orang lain. Individu-individu yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi

cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang meminta banyak interaksi sosial

dan menawarkan peluang untuk berteman (Griffin, 2004 : 44).

Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk menjadi individu yang

berpengaruh di dalam sebuah kelompok dan untuk mengendalikan lingkungannya. Riset

telah membuktikan bahwa individu-individu yang memiliki kebutuhan kekuasaan tinggi

cenderung akan menjadi pekerja yang superior, memiliki catatan kehadiran yang baik,

dan menduduki posisi supervisor. Sebuah studi menemukan bahwa pemimpin-pemimpin

cenderung memiliki motif kekuasaan yang lebih kuat dibandingkan populasi umum dan

bahwa pemimpin-pemimpin yang sukses cenderung memiliki motif kekuasaan yang lebih

besar dibandingkan dengan pemimpin yang kurang sukses (McClelland, 1976 dalam

Griffin, 2004 :45).

2.6.2 Pendekatan Proses

Teori proses dari motivasi berkenaan dengan menjawab pertanyaan bagaimana

perilaku individu didorong, diarahkan, dipelihara, dan dihentikan. Terdapat tiga teori

proses, yaitu teori ekspektansi (harapan), teori keadilan, dan teori penetapan tujuan

(Ivancevich, 2007 : 156).

2.6.2.1 Teori Harapan (expectancy theory)

Teori pengharapan menyatakan bahwa motivasi tergantung pada dua hal, yaitu

seberapa kuat kita menginginkan sesuatu dan seberapa besar kemungkinan kita

mendapatkannya (Vroom, 1964 dalam Griffin, 2004 : 46). Vroom mendefinisikan motivasi

sebagai proses pemilihan diantara bentuk alternatif dari aktivitas sukarela dari orang

tersebut dan akibatnya akan termotivasi. Untuk memahami teori ekspektansi, kita perlu

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

37

mendefinisikan istilah-istilah dari teori ini dan menjelaskan caranya beroperasi, empat

istilah yang paling penting adalah hasil tingkat pertama dan tingkat kedua,

instrumentalitas, valensi, dan ekspektansi (Ivancevich, 2007 : 156).

Hasil tingkat pertama yang dihasilkan dari perilaku adalah hasil yang

dihubungkan dengan dilakukannya pekerjaan itu sendiri dan mencakup produktivitas,

absen, perputaran karyawan, dan kualitas produktivitas. Hasil tingkat kedua adalah

peristiwa (penghargaan atau hukuman) yang mungkin diakibatkan oleh hasil tingkat

pertama, seperti kenaikan gaji, penerimaan atau penolakan kelompok, promosi, dan

pemecatan.

Instrumentalitas adalah persepsi seorang individu bahwa hasil tingkat pertama

(kinerja) berhubungan dengan hasil tingkat kedua (penghargaan). Hal tersebut merujuk

pada kekuatan keyakinan seseorang bahwa pencapaian dari suatu hasil tertentu akan

menyebabkan (menjadi instrumental dalam) dicapainya satu atau lebih hasil tingkat

kedua seseorang. Instrumentalitas dapat menjadi negatif, menyatakan bahwa perolehan

hasil tingkat kedua lebih tidak mungkin jika hasil tingkat pertama muncul, atau positif,

menyatakan bahwa hasil tingkat kedua lebih mungkin jika hasil tingkat pertama telah

diraih.

Valensi merujuk pada preferensi hasil dari sisi individu. Sebuah hasil akan

berinteraksi secara positif jika disukai dan berinteraksi secara negatif ketika tidak disukai.

Suatu hasil memiliki valensi 0 jika individu tidak peduli apakah dia memperoleh atau tidak

memperoleh suatu hasil. Konsep valensi dapat diterapkan baik pada hasil tingkat pertama

maupun hasil tingkat kedua. Oleh karena itu, seseorang mungkin lebih suka menjadi

karyawan yang berkinerja tinggi (hasil tingkat pertama) karena dia merasa yakin bahwa

hal tersebut akan memberikannya kenaikan gaji yang diinginkan (hasil tingkat kedua).

Ekspektansi merujuk pada keyakinan individu berkenaan dengan kemungkinan,

atau probabilitas subjektif, bahwa suatu perilaku akan diikuti dengan hasil tertentu, dan

paling mudah dipahami sebagai pernyataan probabilitas tunggal. Hal ini berarti hal

tersebut merujuk pada suatu kesempatan yang dipersepsikan dari sesuatu akan muncul

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

38

karena perilaku. Ekspektansi dapat memiliki nilai yang berkisar dari 0, mengindikasikan

tidak adanya peluang bahwa hasil akan muncul setelah perilaku atau tindakan, hingga

+1, yang menunjukkan kepastian yang dipersepsikan bahwa suatu hasil tertentu akan

muncul sebagai konsekuensi dari suatu perilaku atau tindakan.

Dalam lingkungan kerja, individu memegang ekspektansi usaha-kinerja.

Ekspektansi ini memberikan individu persepsi mengenai seberapa keras usaha yang

diperlukan untuk mencapai suatu perilaku tertentu dan probabilitas dari mencapai

perilaku tersebut. Selain itu, juga terdapat ekspektansi hasil-kinerja. Dalam pikiran

individu, setiap perilaku dihubungkan dengan hasil (penghargaan atau hukuman).

2.6.2.2 Teori Keadilan (equity theory)

Teori keadilan menyatakan bahwa individu-individu termotivasi untuk mencari

keadilan sosial antara balas jasa yang mereka terima dengan kinerja (Adams, 1963 dalam

Griffin, 2004 : 48). Teori keadilan menjelaskan bagaimana persepsi seseorang mengenai

seberapa adil mereka diperlakukan dalam transaksi sosial di tempat kerja (misalnya

jumlah kenaikan gaji, seberapa baik supervisor memperlakukan mereka, dan lainnya)

dalam mempengaruhi motivasi mereka (Ivancevich, 2007 : 159). Inti keadilan adalah

bahwa karyawan membandingkan usaha dan penghargaan yang mereka terima dengan

orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi

bahwa individu termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara sama di tempat

kerja. Individu bekerja untuk memperoleh penghargaan dari organisasi. Empat istilah

penting dalam teori ini adalah (Ivancevich, 2007 : 159):

1. Orang (person), individu kepada siapa keadilan dan ketidakadilan dipersepsikan.

2. Perbandingan dengan orang lain (comparison other), setiap kelompok atau orang

yang digunakan oleh seseorang sebagai referensi berkenaan dengan rasio input

dan hasil.

3. Input, karakteristik individu yang dibawa oleh seseorang ke tempat kerja. Hal ini

mungkin dicapai (misalnya keterampilan, pengalaman, pembelajaran) atau

diturunkan (misalnya jenis kelamin, ras).

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

39

4. Hasil, apa yang diterima seseorang dari pekerjaan (misalnya pengakuan,

tunjangan, gaji).

Keadilan muncul ketika karyawan mempersepsikan bahwa rasio dari input

mereka (usaha) terhadap hasil mereka (penghargaan) sama dengan rasio pada karyawan

yang lain. Ketidakadilan muncul ketika rasio tersebut tidak sama; rasio input dan hasil

seorang individu dapat lebih besar, atau kurang dari milik orang lain.

2.6.2.3 Teori Penetapan Tujuan (goal-setting theory of motivation)

Teori penetapan tujuan atas motivasi mengasumsikan bahwa perilaku adalah

dampak dari tujuan-tujuan dan maksud-maksud yang dibangun secara sadar (Locke,

1968 dalam Griffin, 2004 : 50). Premis dasar Locke adalah bahwa perilaku seseorang

diatur menurut tujuan-tujuan serta maksud-maksud tujuan individunya (Wexley dan Yukl,

2005 : 113). Locke menyatakan bahwa penetapan tujuan merupakan proses kognitif dari

beberapa utilitas praktis, pandangannya adalah bahwa keinginan dan tujuan individu

merupakan determinan perilaku yang utama (Ivancevich, 2007 : 162). Sehingga dengan

menetapkan tujuan bagi orang-orang dalam organisasi, seorang pemimpin seharusnya

mampu mempengaruhi perilaku mereka. Berbasis asumsi ini, tantangannya adalah

membangun pemahaman yang menyeluruh tentang proses-proses yang digunakan

individu untuk menetapkan tujuan dan kemudian berusaha meraihnya. Dalam versi awal

teori penetapan tujuan, terdapat dua karakteristik tujuan spesifik, yaitu kesulitan tujuan

dan kejelasan tujuan (Griffin, 2004 : 50).

Kesulitan tujuan adalah sejauh mana suatu tujuan menantang dan meminta kerja

keras. Jika individu bekerja untuk meraih tujuan, maka kita harus mengasumsikan bahwa

mereka akan bekerja lebih keras guna meraih tujuan-tujuan yang lebih sulit. Tetapi

sebuah tujuan tidak boleh terlalu sulit sehingga mustahil diraih.

Kejelasan tujuan adalah kejernihan dan ketepatan dari tujuan. Tujuan

“meningkatkan produktivitas” adalah tujuan yang tidak terlalu jelas; sedangkan tujuan

“meningkatkan produktivitas sebesar 3 persen selama 6 bulan ke depan” adalah tujuan

yang jelas. Sejumlah tujuan, seperti tujuan-tujuan yang melibatkan biaya, output,

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

40

produktivitas, dan pertumbuhan, bisa dipandang spesifik. Namun tujuan-tujuan lain,

seperti peningkatan kepuasan kerja karyawan, moral, citra dan reputasi perusahaan,

etika, dan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial, mungkin lebih sulit dinyatakan

dengan istilah spesifik.

2.7 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah

ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya,

kata kinerja adalah terjemahan dari kata performance, yang menurut the Scribner-

Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar

kata “to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu:

1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute).

2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of

fullfil; as vow).

3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete

an understaking).

4. Melakukan sesuatu yang diharapakn oleh seseorang atau mesin (to do what is

expected of a person machine).

Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja

(Veithzal dkk, 2008).

1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai untuk merujuk pada tindakan

pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch dan

Keeps, 1992).

2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri

pekerja (Griffin, 1987).

3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy dan Premeaux, 1993).

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

41

4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan

dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang

tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas

tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey dan

Blancard, 1993).

5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atau tugas yang diberikan

(Casio, 1992).

6. Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta

kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan

baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik

(Donnelly, Gibson dan Ivancevich, 1994).

7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kinerja

individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni: (a)

tugas individu; (b) perilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin, 1996).

8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang

dilakukan oleh individu, kelompok atau perusahaan (Schermerhorn, Hunt dan

Osborn, 1991).

9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau

motivation (M) dan kesempatan atau oppportunity (O), yaitu kinerja = f (A x M x

O). Artinya, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan

kesempatan (Robbins, 1996). Dengan demikian kinerja ditentukan oleh faktor-

faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah

tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya

rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang

individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi

penghambat.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

42

Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang

untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung

jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance

sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu

pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam updaya pencapaian tujuan

perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral

atau etika.

2.8 Penilaian Kinerja

Penialaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di

masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya (Dessler, 2010 : 322). Penilaian kinerja

mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar kinerja mereka, dan penyelia

juga memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan

untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau

melanjutkan kinerja yang baik.

Terdapat beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan. Pertama, penilaian

harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja perusahaan.

Kedua, penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun rencana untuk

mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan

hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan. Ketiga, penilaian harus

melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan meninjau rencana

karir karyawan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan

promosi (Dessler, 2010 : 325).

Proses penilaian kinerja terdiri dari tiga tahap (Dessler, 2010 : 327):

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

43

1. Mendefinisikan pekerjaan. Pendefinisian pekerjaan berarti memastikan bahwa

pemimpin dan bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.

2. Menilai kinerja. Penilaian kinerja berarti membandingkan kinerja sesungguhnya

dari bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini biasanya

melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.

3. Memberikan umpan balik. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan

balik. Dalam hal ini, atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan

bawahan, dan membuat rencana untuk pengembangan apa pun yang

dibutuhkan.

Beberapa cara/metode penalaian kinerja dijelaskan sebagai berikut (Dessler :

2010, 328):

1. Metode Skala Peringkat Grafis

Skala peringkat grafis adalah teknik penilaian yang paling sederhana dan paling

populer. Skala peringkat grafis mencatat ciri-ciri (seperti kualitas dan

kepercayaan) dan jangkauan nilai kinerja (dari tidak memuaskan sampai luar

biasa) untuk setiap cirinya. Pemimpin menyusun penilaian untuk setiap

bawahan dengan melingkari atau menandai nilai yang paling baik

mendeskripsikan kinerja karyawan untuk setiap ciri. Nilai yang ditandai

kemudian dijumlahkan.

2. Metode Peringkat Alternasi

Membuat peringkat karyawan dari yang terbaik sampai terburuk berdasarkan

ciri tertentu adalah pilihan lain, karena biasanya lebih mudah untuk

membedakan antara karyawan terburuk dan terbaik. Langkah dalam metode

peringkat alternasi dimulai dengan menuliskan semua bawahan yang akan

diberi peringkat. Kemudian dalam formulir pilih karyawan terbaik untuk

karakteristik yang diukur dan juga karyawan yang terburuk. Pilih terbaik dan

terburuk berikutnya, teruskan membuat alternasi antara terbaik dan terburuk

sampai semua karyawan telah diberi peringkat.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

44

3. Metode Perbandingan Berpasangan

Metode perbandingan berpasangan membantu membuat metode penilaian

menjadi lebih tepat. Untuk setiap ciri (kuantitas kerja, kualitas kerja, dan

lainnya), pemimpin memasangkan dan membandingkan setiap bawahan

dengan bawahan lainnya.

4. Metode Kejadian Kritis

Dengan metode kejadian kritis, pemimpin menyimpan catatan tentang contoh

positif dan negatif (kejadian kritis) dari perilaku karyawan yang berhubungan

dengan pekerjaan. Setiap beberapa bulan tertentu, pemimpin dan bawahan

bertemu untuk mendiskusikan kinerja bawahan dengan menggunakan kejadian

tersebut sebagai contoh. Metode ini memberikan beberapa keuntungan.

Pertama, memberikan contoh aktual kinerja baik dan buruk yang dapat

digunakan oelh pemimpin untuk menjelaskan penilaian seseorang. Hal ini

memastikan bahwa pemimpin memikirkan tentang penilaian bawahannya

sepanjang tahun. Kedua, metode ini berguna untuk mengumpulkan kejadian-

kejadian yang erat kaitannya dengan tujuan-tujuan karyawan.

Mondy dkk (1988) mengemukakan sejumlah standar kinerja untuk melihat

kinerja pegawai, yaitu:

a. Time standards. Time standards state the length of time it should take to make a

certain product or perform a certain service (standar waktu menyatakan lamanya

waktu yang seharusnya diselesaikan untuk membuat produk atau melakukan jasa

tertentu).

b. Cost standards. These standards are based on the cost associated with producing the

goods or service (standar biaya merupakan standar yang didasarkan pada biaya yang

dikeluarkan dan dihubungkan dengan barang atau jasa yang diproduksi).

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

45

c. Quality standards. These are based on the level of perfection desired (Standar

kualitas adalah standar yang didasarkan pada tingkat kesempurnaan sebagaimana

yang dikehendaki).

d. Behavioral standards. These are based on type of behavior desired of workers in the

organization (Standar perilaku adalah standar yang didasarkan pada bentuk perilaku

yang diinginkan dari pekerja dalam suatu organisasi).

e. Productivity standards. These standards are based on the amount of product or

service produced during a set time period (standar produktivitas adalah standar yang

didasarkan pada jumlah produk atau jasa yang harus dihasilkan dalam jangka waktu

tertentu).

Menurut Mathis (2006, p378), kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan

pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut :

• Kuantitas dari hasil

Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut, dalam

persentase atau indeks.

• Kualitas dari hasil

Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung pada

selera individu. Kualitas dapat dirasakan, dilihat, atau diraba.

• Waktu dan kecepatan dari hasil

Setiap pelaksanaan tugas selalu membutuhkan waktu sebagai masukkan. Waktu

merupakan sumber daya yang mahal, karena dia terbatas, tidak dapat disimpan atau

ditunda. Oleh karena itu setiap waktu harus digunakan secepat mungkin dan secara

optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi

biaya besar dan kerugian.

• Kehadiran atau absensi

• Kemampuan bekerja sama

• Rasa dapat dipercaya

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

46

Hal tersebut hampir sama dengan yang diungkapkan Agus Dharma dalam bukunya

Manajemen Supervisi (2003, p355) yang mengatakan bahwa hampir semua cara

pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1) Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif

melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan

dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2) Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif

keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik

penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3) Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif

yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

Sedangkan menurut Ruky (2002, p210) pendekatan penilaian kinerja berdasarkan

kajian input-proses-output sebagai berikut :

1) Kinerja berorientasi input.

Sistem ini merupakan cara tradisional yang menekankan pada pengukuran atau

penilaian ciri-ciri kepribadian karyawan. Karakteristik yang banyak dijadikan objek

pengukuran adalah misalnya kejujuran, ketaatan, disiplin, loyalitas, kreativitas,

adaptasi, komitmen sopan santun dan lain-lain.

2) Kinerja berorientasi proses.

Melalui sistem ini, kinerja atas prestasi karyawan diukur dengan cara menilai sikap

dan perilaku seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.

3) Kinerja berorientasi output.

Sistem ini biasa juga disebut sistem manajemen kinerja yang berbasiskan pencapaian

sasaran kerja individu. Sistem ini memfokuskan pada hasil yang diperoleh atau dicapai

oleh karyawan. Sistem ini berbasis pada metode manajemen kinerja berbasiskan pada

konsep manajemen berdasarkan sistem.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

47

Sedangkan menurut Russell (2003, p135) ukuran-ukuran kinerja yaitu sebagai

berikut :

1) Quantity of Work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2) Quality of Work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian

dan kesiapannya.

3) Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4) Creativeness : keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5) Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesame anggota

organisasi.

6) Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

penyelesaian kerja.

7) Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar

tanggung jawabnya.

8) Personal Qualities : menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah tamahan dan

integritas pribadi.

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan

dan motivasi terhadap kinerja. Studi yang dilakukan oleh Mehta dkk (2003) menguji

pengaruh dari gaya kepemimpinan partisipatif, kepemimpinan yang mendukung

(supportive), dan kepemimpinan yang mengarahkan (directive) terhadap motivasi (yang

dimediasi oleh variabel budaya nasional) dalam meningkatkan kinerja organisasi.

Penelitian dilakukan pada industri otomotif dan pengumpulan data dilakukan di Amerika

Serikat, Finlandia, dan Polandia. Sampel dipilih dengan menggunakan metode simple

random sampling, dengan jumlah kuesioner yang berhasil dikumpulkan dari ketiga

negara tersebut adalah sebanyak 338 responden (Mehta dkk, 2003 : 65). Analisis data

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

48

dilakukan dengan menggunakan dua prosedur statistik yang berbeda, yaitu analysis of

variance (ANOVA) dan analisis regresi (Mehta dkk, 2003 : 71).

Hasil penelitian Mehta dkk (2003) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis

regresi responden Amerika Serikat dapat dijelaskan bahwa ketiga gaya kepemimpinan

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi. Nilai koefisien determinasi

yang dihasilkan adalah sebesar 68,7% dan angka signifikansi < 0,000. Nilai beta

menunjukkan bahwa kepemimpinan partisipatif memiliki pengaruh yang paling kuat

terhadap motivasi, diikuti oleh kepemimpinan yang mendukung (supportive), dan

selanjutnya kepemimpinan yang mengarahkan (directive).

Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh analisis regresi responden

Finlandia dan Polandia. Hasil analisis regresi Finlandia menjelaskan bahwa hanya

kepemimpinan partisipatif yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

motivasi, sedangkan gaya kepemimpinan yang lain menunjukan hasil yang berbeda. Nilai

koefisien determinasi yang dihasilkan hanya sebesar 9,2%. Selanjutnya hasil analisis

regresi Polandia menjelaskan bahwa ketiga gaya kepemimpinan (partisipatif, mendukung,

dan mengarahkan) tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi

(Mehta dkk, 2003 : 71).

Hasil pengujian analisis regresi motivasi terhadap kinerja menjelaskan bahwa

untuk responden Amerika Serikat dan Finlandia menunjukkan bahwa motivasi memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, sedangkan untuk responden di Polandia

menunjukkan bahwa motivasi tidak memiliki pengaruh singifikan terhadap kinerja (Mehta

dkk, 2003 : 72).

Studi yang dilakukan oleh Ogbonna dan Harris (2000) menguji hubungan tipe-

tipe budaya kerja, gaya kepemimpinan, dan kinerja organisasi. Hasil dari pengolahan

analisis faktor menghasilkan beberapa faktor dari budaya kerja diantaranya adalah

budaya innovative culture, competitive culture, bureaucratic culture, dan community

culture. Selanjutnya hasil dari analisis faktor variabel kepemimpinan menghasilkan faktor

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

49

participative leaderhsip, supportive leadership, dan instumental leadership (Ogbonna dan

Harris, 2000 : 774).

Hasil dari path analysis menjelaskan bahwa hubungan gaya kepemimpinan dan

kinerja organisasi dimediasi oleh competitive dan innovative culture, yang mana kedua

faktor budaya organisasi tersebut memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja organisasi. Participative leaderhsip berpengaruh positif tidak langsung terhadap

kinerja organisasi dengan nilai beta sebesar 0,11; supportive leadership berpengaruh

positif tidak langsung terhadap kinerja organisasi dengan nilai beta sebesar 0,09; dan

instrumental leadership berpengaruh negatif tidak langsung terhadap kinerja organisasi

dengan nilai beta sebesar -0,08 (Ogbonna dan Harris, 2000 : 780)

Penelitian lain mengenai motivasi dan kinerja dilakukan oleh Frederick dan Hall

(2003) yang menguji hubungan motivasi pilot dan kinerja mahasiswa penerbangan.

Pengumpulan data dilakukan di departemen penerbangan di suatu universitas

penerbangan internasional melalui prosedur yang sistematis dan kolektif. Survey

dilakukan pada mahasiswa yang telah menyelesaikan pelatihan penerbangan dalam 6

bulan terakhir, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 193 orang (Frederick dan Hall, 2003

: 405).

Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa motivasi, yang diukur melalui seberapa

sering mahasiwa membatalkan pelajaran penerbangannya, memiliki pengaruh signifikan

terhadap kinerja, hal ini berarti semakin meningkatnya level motivasi akan berpengaruh

terhadap semakin meningkatnya kinerja (Frederick dan Hall, 2003 : 410).

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

50

2.10 Kerangka Pemikiran

STUDI PENDAHULUAN Kaji Pustaka

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Latar belakang masalah 2. Perumusan masalah

• Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap

motivasi kerja divisi SDM? • Seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja

karyawan divisi SDM? • Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan terhadap

motivasi kerja dan dampaknya terhadap kinerja divisi SDM? 

TUJUAN PENELITIAN Menjawab ketiga rumusan permasalahan diatas

LANDASAN TEORI1.  Kepemimpinan 1. Motivasi 2. Kinerja 

DATA GAYA KEPEMIMPINAN, MOTIVASI KERJA  DAN KINERJA KARYAWAN 

PENGUMPULAN DATA 1. Library Research 2. Kuesioner 

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

51

Sumber : penulis, 2011

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

PENGOLAHAN DATA  1. Uji validitas 2. Uji reliabilitas 3. Uji normalitas 4. Transformasi data ordinal ke data interval 5. Uji korealasi 

ANALISIS JALUR 1. Merumuskan hipotesis dan persamaan

structural 2. Menghitung koefisien jalur 

Gaya kepemimpinan (X) • Karakteristik pemimpin • Karakteristik pengikut • karakteristik situasi

Yukl (2005 :13) 

Motivasi Kerja (Y) • Kebutuhan untuk berprestasi • Kebutuhan keamanan • Kebutuhan akan kekuasaan • Kebutuhan akan status • Kebutuhan akan afiliasi

luthans (2006 :273)  

KInerja Karyawan (Z) • Kuantitas dari hasil • Kualitas dari hasil • Jangka waktu dari hasil • Kehadiran • Kemampuan bekerja sama • Rasa dapat dipercaya  

Mathis (2006 : 378 )

OUTPUT 

SIMPULAN DAN SARAN

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusiathesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2011-2-00619-mn bab 2.pdf · mengisi staf organisasi dan mempertahankan kinerja karyawan yang tinggi,

52

2.11 Hipotesis

Menurut Sekaran (2006 : 135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan

yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam

bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan

jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi

penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan

bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi

Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan

terhadap motivasi kerja.

Ha = ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap

motivasi kerja.

2. Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan

Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap

kinerja karyawan.

Ha = ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap

kinerja karyawan.

3. Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh secara simultan dan

signifikan terhadap kinerja karyawan

Ho = Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja tidak berpengaruh secara

simultan dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Ha = Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh secara

simultan dan signifikan terhadap retensi karyawan.