BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum...

20
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perawatan (Maintenance) Perawatan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik, peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi (uptime) dan meminimasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan oleh adanya kerusakan maupun perbaikan (Manzini, dkk. 2009). Beberapa pengertian perawatan (maintenance) menurut ahli : 1. Menurut Corder (1992), perawatan merupakan suatu dari tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau untuk memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. 2. Menurut Assauri (1999), perawatan diartikan sebagai suatu kegiatan pemeliharaan fasilitas pabrik serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang sesuai dengan yang direncanakan. 2.2 Tujuan Perawatan Adapun berberapa tujuan dilakukan perawatan menurut Corder (1992) adalah antara lain: 1. Memperpanjang kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan dan isinya). 2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau jasa untuk mendapatkan laba investasi semaksimal mungkin. 3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu. 4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. 2.3 Jenis-jenis perawatan Bentuk atau jenis perawatan menurut Assauri (1999) dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu : 1. Berdasarkan tingkat perawatan :

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Perawatan (Maintenance)

Perawatan adalah fungsi yang memonitor dan memelihara fasilitas pabrik,

peralatan, dan fasilitas kerja dengan merancang, mengatur, menangani, dan

memeriksa pekerjaan untuk menjamin fungsi dari unit selama waktu operasi

(uptime) dan meminimasi selang waktu berhenti (downtime) yang diakibatkan

oleh adanya kerusakan maupun perbaikan (Manzini, dkk. 2009).

Beberapa pengertian perawatan (maintenance) menurut ahli :

1. Menurut Corder (1992), perawatan merupakan suatu dari tindakan yang

dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau untuk memperbaikinya

sampai, suatu kondisi yang bisa diterima.

2. Menurut Assauri (1999), perawatan diartikan sebagai suatu kegiatan

pemeliharaan fasilitas pabrik serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau

penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi

yang sesuai dengan yang direncanakan.

2.2 Tujuan Perawatan

Adapun berberapa tujuan dilakukan perawatan menurut Corder (1992) adalah

antara lain:

1. Memperpanjang kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja,

bangunan dan isinya).

2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi

atau jasa untuk mendapatkan laba investasi semaksimal mungkin.

3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam

keadaan darurat setiap waktu.

4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.3 Jenis-jenis perawatan

Bentuk atau jenis perawatan menurut Assauri (1999) dapat diklasifikasikan dalam

tiga jenis yaitu :

1. Berdasarkan tingkat perawatan :

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

6

a. Rendah : perawatan pencegahan (Preventive Maintenance) yaitu

perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kerusakan dengan tujuan

untuk menghindari terjadinya kerusakan yang lebih fatal.

b. Sedang : perawatan perbaikan (Corrective Maintenance) yaitu perawatan

yang dilakukan setelah kerusakan terjadi yang bertujuan untuk

memperbaiki kerusakan tersebut.

c. Berat : Restorative Maintenance yaitu perawatan yang dilakukan pada

sistem yang telah mengalami kerusakan fatal (Major Overhaul) perawatan

ini lebih bersifat perbaikan dari sistem yang telah rusak.

2. Berdasarkan waktu perawatan :

a. Terjadwal : perawatan yang telah memiliki jadwal dalam periode tertentu

untuk melakukan pemeriksaan terhadap mesin atau sistem, perawatan ini

tetap dilakukan baik ada ataupun tidak ada kerusakan pada mesin.

b. Tidak terjadwal : perawatan yang hanya dilakukan jika terjadi kerusakan

tak terduga, jika tidak terjadi kerusakan maka perawatan tidak dilakukan.

3. Berdasarkan dana yang tersedia :

a. Terprogram : perawatan yang telah memiliki program tersendiri, maka dari

itu perawatan ini memiliki teknisi, peralatan dan anggaran tersendiri untuk

melakukan perbaikan atau berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.

b. Tidak terprogram : tidak memiliki anggaran tersendiri untuk melakukan

perawatan terhadap mesin atau sistem yang mengalami kerusakan, maka

biaya yang dikeluarkannya berasal dari anggaran biaya tak terduga.

2.4 Strategi Perawatan

Selama beberapa dekade terkahir, para peneliti akademis dan praktis dari

beberapa perusahaan industri mengembangkan beberapa aturan dan teknik dalam

merencanakan dan mengatur kegiatan perawatan di dalam sistem produksi.

Menurut (Manzini, dkk. 2009) metode dan model pendukung keputusan ini dalam

strategi perawatan dapat diklasifikasikan, antara lain :

1. Corrective Maintenance (perawatan perbaikan) yaitu perawatan yang

dilakukan setelah kerusakan terjadi yang bertujuan untuk memperbaiki

kerusakan tersebut. Tidak terdapat kegiatan perencanaan untuk

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

7

mengoptimumkan perawatan peralatan dan manajemen pendukung

keputusan. Strategi ini dipengaruhi oleh pemenuhan suku cadang dan biaya

kegiatan perawatan sangat bergantung pada tersedianya atau tidak tersedianya

kebutuhan suku cadang untuk melakukan kegiatan perbaikan.

2. Preventive Maintenance (perbaikan pencegahan) yaitu kegiatan perawatan

terencana yang dilakukan untuk menghadapi dan mencegah kegagalan

potensial pada suatu komponen atau sistem. Pemilihan waktu dan hasil dari

kegiatan perawatan pencegahan harus direncanakan dan dioptimalkan dengan

baik untuk memaksimalkan hasil produksi dan meminimumkan biaya

perawatan.

3. Replacement (penggantian)

Replacement (penggantian) dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

a. Planned replacement (penggantian terencana) yaitu pemilihan waktu

terbaik penggantian berdasarkan penentuan interval waktu optimum

untuk meminimumkan biaya perawatan. Kegiatan perawatan ini disebut

juga preventive replacement atau penggantian pencegahan.

b. Replacement upon failure (penggantian saat kerusakan) yaitu

penggantian yang dilakukan jika komponen atau sistem rusak. Kegiatan

perawatan ini disebut juga corrective replacement atau penggantian

perbaikan.

2.5 Konsep Reliability (Keandalan)

2.5.1 Pengertian Keandalan

Pengertian keandalan menurut Kapur dan Lamberson (1977) adalah

“probabilitas dimana ketika operasi berada pada kondisi lingkungan tertentu,

sistem akan menunjukan kemampuannya sesuai dengan fungsi yang diharapkan

dalam selang waktu tertentu”. Keandalan adalah probailitas yang selalu dikaitkan

dengan akumulasi waktu dimana suatu alat beroperasi tanpa mengalami kerusakan

dalam kondisi lingkungan tertentu. Kerusakan terjadi ketika alat tidak berfungsi

sesuai yang diinginkan. Pengertian tentang keandalan tersebut merupakan kriteria

yang jelas untuk menentukan kerusakan suatu sistem yaitu bila sistem tidak lagi

berfungsi seperti seharusnya.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

8

Variabel yang terpenting yang berkaitan dengan keandalan adalah waktu.

Dalam hal ini waktu yang berkaitan dengan laju kerusakan yang dapat

menerangkan secara lebih jelas fenomena keandalan suatu sistem.

2.5.2 Kurva Laju Kerusakan

Dalam bukunya Lewis (1987) laju kerusakan didefinisikan sebagai

banyaknya kerusakan persatuan waktu yang dinotasikan dengan (t), misalkan :

N = peralatan sejenis dioperasikan bersamaan dan dicatat berapa banyak

peralan tersebut masih beroperasi sampai saat t.

N(t) = jumlah peralatan yang masih beroperasi sampai saat t.

N(t+ ) = banyaknya peralatan yang masih masih beroperasi sampai pada saat

t+ t

Sehingga banyaknya peralatan yang masih dapat digunakan selama interval (t,t +

t) adalah N(t) – N(t + t) dan interval waktunya adalah (t + t) – t = t, maka

kerusakan persatuan waktunya adalah :

( ) ( )

( ) (1)

N = jumlah peralatan beroperasi

t = waktu

jika pengamatan dilakukan dari (t,t + t) ->0, persamaan (1) menjadi :

( ) ( )

( ) (2)

Persamaan diatas dapat dikatakan dengan laju kerusakan ( ( )) -

masing dibagi dengan N(0), maka di dapat :

( )

( )

( )

( )

( )

( )

(3)

Dimana :

( )

( ) = proporsi banyaknya peralatan yang masih beroperasi

Sampai saaat t= probabilitas peralatan masih beroperasi hingga t (merupakan R(t)

= laju kerusakan sasaat yang merupakan proporsi komponen yang rusak tiap

satuan waktu pada saat t.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

9

Sehingga persamaan menjadi :

( ) ( )

( )

( )

( ) ( )

(4)

Dalam matematika, turunan dari f(x) didefinisikan sebagai f(x), sehingga didapat:

( )

( ) ( )

(5)

Analog persamaannya menjadi ( ) ( )

( )

Alat ditulis :

( ) ( )

( ) (6)

Jika masing-masing suku dikalikan dengan dt, maka akan didapatkan

persamaannya menjadi seperti berikut :

( ) ( )

( ) (7)

Dan jika diintegrasikan dari 0 sampai t, diperoleh :

∫ ( )

( )

= ∫ ( )

In R(t) – in R(0) = ∫ ( )

In = ( )

( ) = -∫ ( )

( )

( ) = ∫ ( )

(8)

R(0) merupakan alat dalam keadaan baru (t-0) maka R(0) = 1, sehingga

persamaan diatas menjadi :

R(t) = ∫ ( )

(9)

R(t) = keandalan peralatan/komponen.

Fungsi ( ) ini dikenal dengan Hazard Function (h)t)) dan ∫ ( )

dikenal dengan

integrated Hazard Function (H(t)), sehingga dapat ditulis :

H(t) = ∫ ( )

Kemudian didapat keandalannya sebagai berikut :

R(t) = ( ) (10)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

10

Kemudian kurva laju kerusakan menurut Ben-Daya, dkk. (2009) Laju

kerusakan (Failure Rate) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan

dalam menganalisa kerusakan dan merupakan salah satu faktor yang perlu

diperhatikan dalam menganalisa kerusakan dan merupakan dasar dari teknik

perawatan (Maintenance) dan teknik keandalan (Reliability).

Karakteristik fungsi laju kerusakan suatu peralatan mengikuti pola dasar berikut :

Phase 1 : kerusakan awal (Early Failure)

Pada setiap awal operasi (t0), laju kerusakan yang terjadi pada phase ini

disebut kerusakan awal (infant mortality). Probabilitas rusak pada saat

ini akan lebih besar daripada saat yang akan datang.

Phase 2 : pengoprasian normal (Normal Operation)

Phase ini dimulai pada saat t1 sampai t2. Pada phase ini laju kerusakan

cenderung konstan dan merupakan phase dengan laju kerusakan rendah.

Phase ini biasa disebut phase umur berfaseedah (useful life).

Phase 3 : Pengoperasian melebihi umur produk (Wear Out).

Phase ini dimulai pada saat t2 dan seerusnya, yang mempunyai laju

kerusakan cenderung tajam, karena mulai memburuknya kondisi

peralatan sehingga pada phase ini disebut pemakaian yang melebihi

umur produk (wear out). Penggantian alat terjadi pada saat t2, tetapi

penentuan saat t1 dan t2 terasa sulit, sehingga sukar untuk mengadakan

penggantian peralatan pada saat yang tepat.

Gambar 2.1 Perawatan dan Siklus Hidup Komponen

Sumber : Jardine (1973)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

11

2.5.3 Distribusi Kerusakan

Setiap mesin selalu mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda-

beda. Sejumlah mesin yang sama jika dioperasikan dalam kondisi yang berbeda

akan menunjukan karakteristik kerusakan yang berbeda. Bahkan mesin yang sama

juga kerika dioperasikan dalam kondisi yang sama akan memiliki karakteristik

kerusakan yang berbeda. Untuk menganalisa perawatan ada beberapa jenis

distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial

dan weibull.

Berikut distribusi dalam keandalan menurut Ben-Daya, dkk. (2009) :

1. Distribusi Normal

Distribusi normal merupakan distribusi probabilitas yang paling penting

baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Distribusi ini digunakan jika

pengaruh suatu kerandoman diakibatkan oleh sejumlah besar variasi random

yang bergantungan (saling bebas/independent) yang kecil atau sedikit.

Distribusi ni cocok digunakan untuk model wear out mesin. Fungsi yang

terdapat dalam distribusi ini adalah :

a. Fungsi kepadatan probabilitas f(t)

f (t) =

{ ( )

} (11)

Dengan ketentuan : - ~ < t < ~

Dimana : µ = rata-rata dari distribusi

σ = Standar deviasi distribusi

b. Fungsi kumulatif kerusakan F(t)

F(t) = Ø(

) (12)

Dimana : µ = rata-rata

σ = Standar deviasi

Ø = nilai z yang diperoleh dari tabel distibusi normal

c. Fungsi keandalan R(t)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

12

R(t) = 1 – Ø (

) (13)

d. Fungsi laju kerusakan r(t)

A(t) = ( )

( ) (14)

2. Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal merupakan distribusi yang berguna untuk

menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi

lognormal banyak digunakan di bidang teknik, khususnya sebagai model untuk

jenis sifat material dan kelelahan material.

Fungsi-fungsi dalam distribusi lognormal adalah :

a. Fungsi kepadatan probabilitas

( )

√ (

[ ( ) ]

) (15)

b. Fungsi kumulatif kerusakan

F(t)= ( ( )

) (16)

c. Fungsi keandalan

R(t) = 1- ( ( )

) (17)

d. Fungsi laju kerusakan

A(t) = ( )

( ) (18)

3. Distribusi eksponensial

Menggambarkan suatu kerusakan dari mesin yang disebabkan oleh

kerusakan pada salah satu komponen dari mesin atau peralatan yang

menyebabkan mesin terhenti. Dalam hal ini kerusakan tidak dipengaruhi oleh

unsur pemakaian peralatan. Dengan kata lain distribusi ini memiliki kelajuan

yang konstan terhadap waktu. Distibusi eksponensial akan tergantung nilai λ,

yaitu laju kegagalan (konstan).

Fungsi-fungsi dalam distribusi eksponensial adalah:

a. Fungsi kepadatan kemungkinan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

13

f(t) = λe – λt (19)

b. Fungsi kumulatif kerusakan

F(t) = 1 – λe – λt

(20)

c. Fungsi keandalan

R(t) = e – λt

(21)

d. Fungsi laju kerusakan

A(t) = ( )

( ) = λ (22)

2= 1/ λ untuk t

4. Distribusi weibull

Distribusi weibull pertama sekali diperkenalkan oleh ahli fisika dari

Swedia Wallodi Weibull pada tahun 1939. Dalam aplikasinya, distribusi ini

sering digunakan untuk memodelkan “waktu sampai kegagalan” (time to

failure) dari suatu sistem fisika. Ilustrasi yang khas, misalnya pada sistem

dimana jumlah kegagalan meningkat dengan berjalannya waktu (misalnya

keausan bantalan), berkurang dengan beralannya waktu (misalnya daya hantar

beberapa semi konduktor) atau kegagalan yang terjadi oleh suatu kejutan

(shok) pada sistem.

Distribusi weibull merupakan keluarga distribusi kerusakan yang paling

sering dipakai sebagai model distribusi masa hidup (life time). Distribusi

weibull merupakan distribusi empirik sederhana yang mewakili data yang

aktual. Distribusi ini bisa digunakan dalam menggambarkan karakteristik

kerusakan dan keandalan pada komponen (Harinaldi, 2005).

Fungsi-fungsi dari distribusi weibull:

1. Fungsi kepadatan probabilitas

f(t) =

(

) e

[-(

)] (23)

2. Fungsi distribusi kumulatif

f(t) = 1- exp [-(

) ] (24)

3. Fungsi keandalan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

14

R(t) = [- (

)] (25)

4. Fungsi laju kerusakan

( )

(

) (26)

Parameter disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull

(weibull slope), sedangkan parameter disebut parameter skala atau

karakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada

parameter bentuknya ( ), yaitu :

B < 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential

dengan laju kerusakan cendenderung menurun.

B = 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan

laju kerusakan cenderung konstan.

B > 1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju

kerusakan cenderung meningkat.

2.6 Mean Time To Failure (MTTF)

Menurut Ansori dan Mustajib (2013) keandalan untuk suatu sistem seringkali

dinyatakan dalam bentuk angka yang menyatakan ekspektasi masa pakai system

atau alat tersebut, yang dinotasikan dengan E[T] dan sering disebut rata-rata

waktu kerusakan atau mean time to failure (MTTF), adalah nilai yang diharapkan

dari suatu distribusi kerusakan dengan didefinisikan oleh probability densit

function (pdf). Rata-rata waktu kerusakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

MTTF = E (t) = ∫

(t)dt (27)

Perhitungan nilai MTTF untuk masing-masing distribusi adalah

1. Distribusi Normal : MTTF = (28)

2. Distribusi Lognormal : MTTF = tmedes2/2

(29)

3. Distribusi Eksponensial : MTTF =1/ λ (30)

4. Distribusi Weibull : MTTF = (

) (31)

: parameter distribusi

: parameter untuk menentukan karateristik life time

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

15

2.7 Pengujian Hipotesa Distribusi Data (Test Godness Of Fit)

Untuk pengujian hipotesa pola distribusi data, menurut Boediono dan Koster

(2001) ada dua macam test Goodness of Fit, yaitu Chi-Square dan uji Kolmogorov

Smirnov, sedangkan untuk distribusi yang bersifat diskrit digunakan uji Chi-

Squaer. Dalam pembahasan selanjutnya hanya akan diuraikan uji Kolmogorov

Smirnov, dimana Uji Kolmogorov-Smirnov termasuk uji kebaikan suai (Goodness

of Fit). Dalam hal ini yang diperhatikan adalah tingkat kesesuaian antara distribusi

nilai sampel (skor hasil observasi) dengan distribusi teoritis tertentu (normal,

seragam, atau poisson). Oleh karenanya uji ini dapat digunakan untuk uji

kenormalan. Dimana langkah-langkahnya meliputi:

2.7.1 Asumsi-Asumsi

Data yang terdiri aatas hasil pengamatan bebas X1, X2,.....,Xn yang

merupakan sebuah sample acak berukur n dari suatu distribusi yang belum

diketahui dan dinyatakan dengan F(x).

2.7.2 Hipotesa

Jika Fo(x) dimisalkan sebagai fungsi distribusi yang dihipotesiskan (fungsi

peluang kumulatif), maka hipotesa nol dan hipotesa tandingannya dapat

dinyatakan masing-masing sebagai berikut :

a. Dua sisi

Ho : F(x) = Fo(x) untuk semua nilai x

H1 : F(x) Fo(x) untuk sekurang-kurangnya sebuah nilai x

b. Satu sisi

Ho : F(x) Fo(x) untuk semua nilai x

H1 : F(x) < Fo(x) untuk sekurang-kurangnya sebuah nilai x

c. Satu sisi

Ho : F(x) Fo(x) untuk sebuah nilai x

H1 : F(x) > Fo(x) untuk sekurang-kurangnya sebuah nilai x

2.7.3 Signifikansi Uji Kolmogorov-Smirnov

Signifikansi Kolmogorov-Smirnov antara lain dijelaskan sebagai berikut :

a. Ho ditolak jika Dhitung > Dtabel

b. Ho diterima jika Dhitung < Dtabel

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

16

2.7.4 Statistik Uji

Tabel 2.1 Tabel uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov

No. ̅

1.

2.

dst.

Keterangan:

Xi = angka pada data

Z = tranfomasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

Normalitas uji kolmogorov-smirnov Dhitung = maks |Fo(x) – SN(x)|

Keterangan:

Fo (x) : Distribusi frekuensi kumulatif teoritis

SN(x) : Distribusi kumulatif skor obervasi

Ho ditolak jika Dhitung > Dtabel

Langkah-langkah pengerjaan :

a. Mengurutkan data sampel dari terkecil sampe yang terbesar.

b. Menentukan nilai z dari tiap tiap data tersebut.

c. Menentukan besar peluang untuk masing-masing nilai z tabel dan diberi

nama FX = nilai tabel z+0,5.

d. Menghitunga frekuensi kumulatif relatif kurang dari masing-masing nilai

z, tiap-tiap frekuensi kumulaif dibagi dengan n sebut dengan Sx,

menggunakan Dhitung yang besar.

e. Menentukan nilai Dhitung = |Fx - Sx|, hitung selisihnya, kemudian

bandingkan dengan nilai Dtabel dari tabel Kolmogorov-Smirnov.

Tabel 2.2 Nilai Kritis Uji Kolmogorov Smirnov

n 0,2 0,1 0,05 0,02 0,01

1 0,9 0,95 0,975 0,99 0,995

2 0,684 0,776 0,842 0,9 0,929

3 0,565 0,636 0,708 0.785 0,829

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

17

n 0,2 0,1 0,05 0,02 0,01

4 0,493 0,565 0,624 0,689 0,734

5 0,447 0,509 0,563 0,627 0,669

6 0,41 0,468 0,519 0,577 0,617

7 0,381 0,436 0,483 0,538 0,576

8 0,359 0,41 0,454 0,507 0,542

9 0,339 0,387 0,430 0,48 0,513

10 0,323 0,369 0,409 0,457 0,486

11 0,308 0,352 0,391 0,437 0,468

12 0,296 0,338 0,375 0,419 0,449

13 0,285 0,325 0,361 0,404 0,432

14 0,275 0,314 0,349 0,39 0,418

15 0,266 0,304 0,338 0,377 0,404

16 0,285 0,295 0,327 0,366 0,392

17 0,25 0,286 0,318 0,355 0,381

18 0,244 0,279 0,309 0,346 0,371

19 0,237 0,271 0,301 0,337 0,361

20 0,232 0,265 0,294 0,329 0,352

21 0,226 0,259 0,287 0,321 0,344

22 0,221 0,253 0,281 0,314 0,337

23 0,216 0,247 0,275 0,307 0,33

24 0,212 0,242 0,269 0,301 0,323

25 0,208 0,238 0,264 0,295 0,317

26 0,204 0,233 0,359 0,29 0,311

27 0,2 0,229 0,254 0,284 0,305

28 0,197 0,225 0,25 0,279 0,3

29 0,193 0,221 0,246 0,275 0,295

30 0,19 0,218 0,242 0,27 0,29 Sumber : Miller (1956)

f. Jika Dhitung<Dtabel, maka sampel berasal populasi yang berdistribusi

normal.

2.8 Model Perawatan

2.8.1 Model Perawatan Pencegahan probabilistik

Dikarenakan strategi model ini adalah tindakan perawatan pencegahan

(preventive maintenance), dengan demikian timbul permasalahan yang diartikan

sebagai suatu model yang dibuat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi

dalam melakukan tindakan perawatan pencegahan, dimana keputusan yang

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

18

diambil mengandung resiko karena hasil yang didapat bersifat probabilistik

(kemungkinan).

Pada gambar 2.2 akan diperlihatkan model perawatan pencegahan

(preventive maintenance), dalam kasus ini dapat dijelaskan bahwa para operator

perawatan dengan keterampilan yang dimilikinya berusaha untuk melakukan

perawatan pencegahan dengan waktu rata-rata yang dihasilkan adalah diberi

simbol Tm, sedangkan dalam waktu tertentu kerusakan berat akan terjadi antara

dua pelaksanaan perawatan pencegahan. Para montir memperbaiki kerusakan ini

dengan waktu perbaikan kerusakan tanpa melakukan penyesuaian terlebih dahulu

(Tr).

Jadi dalam periode perawatan perencanaan ini terdapat dua jenis waktu

terhentinya mesin dalam berproduksi, yaitu penghentian untuk dilakukan

perawatan pencegahan (preventive maintenance) dan penghentian untuk dilakukan

perbaikan kerusakan (corrective maintenance).

Tm TmTr

L

Gambar 2.2 Model Perawatan Perencanaan dan Perbaikan Kerusakan

Sumber : Kulkarni, (1997)

L = Periode perawatan perencanaan.

Tm = Waktu rata-rata perawatan perencanaan.

Tr = Waktu yang diperoleh dari perbaikan kerusakan.

2.8.2 Model Penggantian kerusakan

Tindakan penggantian kerusakan yang saat ini dilakukan hanya ketika

terjadi kerusakan yang menyebabkan mesin berhenti, tindakan penggantian

kerusakan dengan mengacu pada interval waktu tersebut ternyata tidak

mengurangi frekuensi kerusakan komponen baru.

Berdasarkan kondisi ini, maka akan dilakukan penetapan kebijaksanaan

pengantian dengan cara mencari pilihan interval waktu penggatian baru yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

19

diharapkan akan dapat menciptakan kuantitas keluaran produk atau jasa yang

sebaik-baiknya yaitu sesuai dengan permintaan.

Pemecahan masalah diatas akan dilakukan dengan teknik kuantitatif melalui

pengambilan model. Terdapat konsep model pengembangan matematik yang

berkaitan dengan cara penggantian, yaiut model Age Replacement.

2.8.2.1 Model Age Replacement

Model Age Replacement menurut Jardine (1973) adalah suatu model

penggantian dimana interval waktu penggantian komponen dilakukan dengan

memperhatikan umur pemakaian dari komponen tersebut, sehingga dapat

menghindari terjadinya penggantian peralatan yang masih baru dipasang akan

diganti dalam waktu yang relatif singkat. Jika terjadi suatu kerusakan, model ini

akan menyesuaikan kembali jadwalnya setelah penggantian komponen dilakukan,

baik akibat terjadi kerusakan ataupun hanya bersifat sebagai perawatan

pencegahan.

Model ini cocok diterapkan terhadap komponen yang interval waktu

penggantiannya relatif tidak mempengaruhi umur komponen lainnya atau

komponen yang penggantiannya sekaligus artinya bahwa model ini berlaku jika

ada kerusakan komponen dalam satu set mesin maka hanya satu komponen yang

rusak saja yang mengalami penggantian.

Dalam model Age Replacement, intinya pada saat dilakukan penggantian

adalah tergantung pada umur komponen, jadi penggantian pencegahan akan

dilakukan dengan interval yang ditentukan.

Model Age Replacement ini mempunyai dua siklus penggantian

pencegahan, yaitu:

a. Siklus 1 atau siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian

pencegahan, ditentukan melalui komponen yang telah mencapai umur

penggantian sesuai rencana.

b. Siklus 2 atau siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan kerusakan,

ditentukan melalui komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum

mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kedua siklus model Age Replacement dapat diliat pada gambar 2.3

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

20

OperasiOperasi

Siklus 1 Siklus 2

Tp Tftp+Tp

Perawatan

perbaikan

Perawatan

pencegahan

Gambar 2.3 Model Age Replacement

Sumber : Jardine (1973)

Sedangkan kebijaksanaan perawatan penggantiannya dapat dilihat pada gambar

2.4

Penggantian

kerusakan

Penggantian

pencegahan

Penggantian

kerusakan

TfTf Tptp

t0

Gambar 2.4 kebijaksanaan perawatan penggantian pencegahan

Sumber : Jardine (1973)

tp = Interval waktu penggantian pencegahan per satuan waktu.

Tf = waktu yang diperlukan untuk penggantian karena kerusakan

Tp = Down time yang terjadi karena kegiatan penggantian.

f(t) = Fungsi distribusi interval waktu kerusakan

R(tp) = Probabilitas terjadinya siklus 1 pada saat tp

M(tp) = Waktu rata-rata terjadinya suatu kerusakan, jika penggantian

dilakukan saat tp.

Pembentukan model ongkos penggantian pencegahan :

C(tp) =

(32)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

21

Ekspetasi ongkos perawatan penggantian per siklus

= {ekspetasi ongkos total pada siklus pencegahan x probabilitas terjadinya

siklus pencegahan}+{ekspetasi ongkos total pada siklus kerusakan x

probabilitas terjadinya siklus kerusakan}

= {Cp.R(tp)}+[Cf.{1-R(tp)}] (33)

Ekspetasi panjang siklus

={ekspetasi panjang siklus pencegahan x probabilitas terjadinya siklus

perencanaan} + {ekspetasi panjang siklus kerusakan x probabilitas

terjadinya siklus kerusakan}

= [{tp+Tp}.R(tp)] + [{M(tp) + Tf} .{1-R(tp)}] (34)

Sehingga model penentuan interval penggantian pencegahan dengan kriteria

meminimasi ongkos ini dapat ditulis sebagai berikut. Jardine (1973) :

C(tp) = ( ( ) ( ( )))

[( ) ( )] [( ( ) )( ( ))] (35)

Dimana :

tp = interval waktu penggantian pencegahan

Tp = waktu untuk melakukan penggantian pencegahan

Tf = waktu untuk melakukan penggantian kerusakan

Cp = biaya penggantian terencana (penggantian pencegahan)

Cf = biaya penggantian tidak terencana (penggantian kerusakan)

R(tp) = probabilitas terjadinya siklus pencegahan

Tp+tp = panjang siklus pencegahan

M(tp)+Tf = ekspektasi panjang siklus kerusakan’

Dari persamaan tersebut akan dicari harga tp yang memberikan nilai C(tp)

yang paling optimum

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

22

2.9 Penentuan Komponen Kritis

Pengertian komponen kritis adalah kondisi dimana suatu komponen ketika

mengalami kerusakan akan mempengaruhi keandalan operasional sistem. Untuk

mengetahui kondisi komponen kritis dapat digunakan pendekatan critical analysis

dengan empat kriteria (Susanto, 2017).

1. Frekuensi kerusakan tinggi

Frekuensi kerusakan yang tinggi pada suatu komponen jika tidak segera

dilakukan tindakan perbaikan akan menyebabkan kerusakan yang merambat ke

komponen lain yang berpotensi menimbulkan sistem tidak dapat beroperasi

(breakdown).

2. Dampak kerusakan pada sistem

Ketika komponen mengalami kerusakan akan mengakibatkan sistem terganggu

dan tidak berfungsi maksimal atau gagal melaksanakan fungsinya dalam

beroperasi.

3. Pembongkaran dan pemasangannya sulit.

Ketika penggantian terhadap komponen yang rusak harus dilakukan

pembongkaran, komponen diperbaiki atau diganti dengan komponen baru, lalu

dilalukan pemasangan ulang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kriteria

ini antara lain :

a. Posisi komponen

b. Alat yang digunakan untuk pembongkaran

c. Waktu yang dibutuhkan

d. Mekanik yang berkompeten dalam bidangnya.

4. Harga komponen maha

Harga komponen disebut mahal ketika harga komponen tersebut di atas harga

rata-rata seluruh komponen yang ada pada mesin tersebut.

2.10 Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC

Pemilihan suku cadang yang akan ditentukan persediaannya dilakukan

dengan menggunakan metode ABC, yaitu penentuan berdasarkan tingkat harga

tertinggi dari biaya penggunaan material per periode waktu tertentu (harga per

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

23

unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu sampai periode waktu

tertentu) (Assauri, 1999).

Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto dimana sekitar

80% dari nilai inventori material dipresentasikan (diwakili) oleh 20% material

inventori.

Tujuan dari analisis ABC adalah untuk menentukan :

1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle routing), dimana material kelas A harus

diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material-

material kelas B dan C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B

memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program

reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

3. Prioritas pembelian, dimana aktifitas pembelian seharusnya difokuskan pada

bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan pengunaan dalam jumlah

tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasok

(sourching) dan negosiasi.

4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik

dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh

digunakan sebagai indikator dari material-material (kelas A dan B) yang

seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah

kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

Prosedur pengelompokan material inventori ke dalam kelas A, B dan C, anatara

lain mengikuti prinsi 80-20:

1. Tentukan volume penggunaan per periode waktu dari material inventori yang

diklasifikasikan

2. Kalikan volume penggunaan per periode waktu dari setiap material inventori

dengan biaya per unitnya untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya per

periode waktu untuk seetiap material itu.

3. Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu untuk

memperoleh nilai total penggunaan nilai keseluruhan.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Maintenance)eprints.umm.ac.id/59670/3/BAB II.pdf · distribusi yang umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Berikut distribusi

24

4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu dengan nilai

total penggunaan biaya keseluruhan, untuk menentukan persentase nilai total

penggunaan biaya dari setiap material inventori.

5. Daftarkan material dalam rank persentase niali total pengunaan biaya dengan

urutan menurun dari terbesar ke terkecil.

6. Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B, dan C

dengan kriteria 20% ke dalam kelas A (komponen kritis), 30% kedalam kelas

B (komponen semi kritis), dan 50% kedalam kelas C (komponen non kritis).