BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

19
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menurut Suma’mur (1998), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Menurut Mathis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cidera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja. 2.1.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Menurut Mangkunegara (2002), bahwa tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap pegawai / tenaga kerja mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik baiknya, selektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai / tenaga kerja. 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai / tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur (1998), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan

instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan

masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut

merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.

Menurut Mathis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk pada

perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan

atau cidera terkait dengan pekerjaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa

keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang

berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi

standar yang menjadi acuan dalam bekerja.

2.1.1 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Menurut Mangkunegara (2002), bahwa tujuan dari kesehatan dan

keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Agar setiap pegawai / tenaga kerja mendapat jaminan kesehatan dan

keselamatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik – baiknya,

selektif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai / tenaga kerja.

5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan

atau kondisi kerja.

7. Agar setiap pegawai / tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam

bekerja.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

5

2.1.2 Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun

Undang – Undang Nomer 1 Tentang Keselamatan Kerja tahun 1970, yang

dinyatakan berlaku mulai tahun 1970. Selanjutnya dengan peraturan yang maju

akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang sangat

penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan, dan kegairahan dalam bekerja

pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat meningkatkan mutu

pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Lalu, menurut

penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992,

menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan aktif dan

ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan dan peningkatan

kesejahteraan demi terwujudya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan

baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab dalam masalah

ini, tetapi para karyawana juga harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat

tercapai kesejahteraan bersama (Lestari dan Effendi, 2005).

Berdasarkan Undang-undang no. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat

keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3

adalah:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,

sinar, radiasi, suara, dan getaran

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik

fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

6

2.1.3 Bahaya

Bahaya adalah aktifitas, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan

segala sesuatu yang ada di tempat kerja berhubungan dengan pekerjaan yang

menjadi berpotensi menjadi sumber kecelakaan cidera penyakit dan kematian.

Bahaya merupakan suatau keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap

atau terjadinya kejadian berupa cidera, penyakit, kematian, kerusakan

ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan

(Tarwaka, 2008). Bahaya (hazard) merupakan suatu keadaan (energi, tindakan,

kondisi) yang memungkinkan atau menimbulkan cidera, penyakit, kematian

ataupun kerusakan harta benda termasuk di dalamnya adalah keruskan

lingkungan, termasuk dalam definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan.

Sumber-sumber bahaya bisa berasal dari :

a. Manusia

Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan

sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil penelitian hahwa 80 - 85%

kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada

suatu pendapat bahwa akhinya langsung atau tidak langsung, semua

kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia.

b. Peralatan

Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya

apabila tidak digunakan dengan semestinya, tidak ada latihan tentang

penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan perlindungan dan

pengamanan, serta tidak ada perawatan atau pemenksaan. Perawatan dan

pemeriksaan diadakan menurut kondisi agar bagian-bagian mesin atau

alat-alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin.

c. Bahan atau Material

Menurut (Tarwaka, 2008), Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari

suatu bahan tergantung dari sifat bahan, antara lain:

1. Mudah terbakar

2. Mudah meledak

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

7

3. Menimbulkan energi

4. Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh

5. Menyebabkan kanker

6. Menyebabkan kelainan pada janin

7. Bersifat racun

8. Radioaktif

d. Proses

Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang

dipakai. Proses yang dilakukan menggunakan peralatan yang sederhana

dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi bahaya yang

berbeda. Dari proses produksi terkadang timbul debu, asap, panas, bising,

dan bahaya mekanis seperti tangan terjepit, terpotong, memar, tertimpa

bahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan

penyakit kerja (Tarwaka, 2008).

e. Cara Kerja

Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap karyawan sendiri atau

orang yang berada di sekitar. Cara kerja yang dimaksud antara lain :

1. Cara mengangkat dan mengangkut, apabila terjadi kesalahan akan

mengakibatkan cidera.

2. Cara kerja yang salah dapat mengakibatkan partikel (debu, serbuk

logam) terhambur, timbulnya percikan api serta tumpahnya bahan

kimia.

3. Pemakaian alat pelindung diri yang tidak sebagaimana mestinya serta

cara pemakaian yang salah.

f. Lingkungan Kerja

Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja antara lain :

1. Faktor fisik, meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat

lambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dll.

2. Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan

benda benda padat.

3. Faktor biologi, baik golongan hewan maupun tumbuhan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

8

4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara

pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya.

2.2 Kecelakaan Kerja

Pada umumnya terjadinya kecelakaan kerja adalah merupakan hasil dari

tindakan dan kondisi tidak aman, dan kedua hal tersebut selanjutnya akan

tergantung pada seluruh macam faktor. Gabungan dari berbagai faktor inilah

dalam kaitan urutan tertentu akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Setiap

perubahan pada urutan-urutan, ataupun penghilangan salah satu faktor dalam

rangkaian kecelakaan, biasanya akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan

tersebut.

Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sckejap mata. Di

dalam setiap kejadian, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yakni

faktor lingkungan, faktor bahaya, faktor peralatan dan perlengkapan dan faktor

manusia.

Gambar 2.1 Hubungan Antara Kecelakaan Kerja dengan Beberapa Faktor

(Sumber : Bennet dan Rumondang, 1991, “Manajemen Keselamatan & Kesehatan

Kerja”)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

9

Gambar 2.1 menggambarkan hubungan kecelakaan kerja dengan berbagai

faktor, antara lain faktor manusia, lingkungan, peralatan dan bahaya. Faktor -

faktor tersebut adalah penyebab terjadinya kecelakaan kerja.

2.1.4 Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Ranuprojo (1988) menyebutkan sebab-sebab kecelakaan bisa

dikelompokkan menjadi dua sebab utama, yaitu sebab-sebab teknis dan sebab -

sebab human (manusia). Sebab-sebab teknis biasanya menyangkut masalah

keburukan pabrik, peralatan yang digunakan, mesin-mesin, bahan-bahan dan

buruknya lingkungan kerja. Untuk mengurangi perlu dilakukan perbaikan teknis.

Sebab - sebab manusia biasanya dikarenakan oleh deficiencies para individu

seperti sikap yang ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugasnya

dengan baik, mengantuk, pecandu alkohol atau obat bius, dan lain sebagainya.

Para ahli mensinyalir 4 dari 5 kecelakaan, penyebabnya adalah manusia. Oleh

karena itu program keselamatan kerja harus lebih banyak memusatkan kepada

aspek manusianya. Di antara sebab-sebab teknis antara lain adalah: penerangan

yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara, dan suara bising yang berlebih

- lebihan. Karyawan yang sering mengalami kecelakaan di waktu bekerja disebut

sebagai accident prone individuals.

2.1.5 Akibat yang Ditimbulkan Akibat Kecelakaan Kerja

Daryanto (2002) menyatakan, akibat dari kecelakaan kerja itu sendiri

menyangkut hal berikut :

1. Kerugian bagi instansi

- Biaya pengangkutan korban ke rumah sakit

- Biaya pengobatan, penguburan jika korban sampai meninggal

dunia

- Hilangnya waktu kerja si korban dan rekan – rekan yang menolong

sehingga memperlambat kelancaran program

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

10

- Mencari pengganti atau melatih tenaga baru

- Mengganti / memperbaiki mesin yang rusak

- Kemunduran mental para pekerja / siswa lain

2. Kerugian bagi korban

Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu

sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini

berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih

sayang orang tua terhadap putra-putrinya.

3. Kerugian bagi masyarakat dan Negara

Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya

produksi yang menyebabkan dinaikkannya harga produksi perusahaan

tersebut dan merupakan pengaruh dari harga pasaran.

2.1.6 Cara Mencegah Kecelakaan

Menurut International Labour Office, Genewa. Switzerland (1989) dalam

buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan Keria terdapat berbagai cara yang umum

digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dalam industri dewasa ini

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenahi hal-hal

seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan,

pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban

kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan,

pertolongan pertama dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi ataupun

tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis

peralatan industri tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun

tentang alat pengaman perorangan.

3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang

harus dipatuhi

4. Riset Teknis, termasuk penyelidikan peralatan dan ciri-ciri bahan berbahaya,

penelitian tentang pelindungan mesin, pengujian masker pernapasan,

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

11

penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu, atau

pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan tali kerekan dan

alat-alat kerekan lainnya.

5. Riset Medis, termasuk penyelidikan dampak fungsiologis dan patologis dari

faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik vang amat

merangsang terjadinya kecelakaan.

6. Riset Psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis

yang dapat menyebabkan kecelakaan.

7. Riset Statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa

banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban dalam

kegiatan-kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebab.

8. Pendidikan, meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran

dalam akademi teknik, sekolah-sckolah dagang atau kursus-kursus magang.

9. Pelatihan, sebagai contoh vaitu pemberian instruksi-istruksi praktis bagi para

pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.

10. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan

imbauan untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”.

11. Asuransi, yaitu dengan cara penyediaan dana-dana untuk meningkatkan

upaya - upaya pencegahan kecelakaan, misalnya pabrik-pabrik yang telah

mengadakan standar pengamanan yang tinggi.

12. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing

individu.

2.3 Human error

Dari berbagai hal yang menyangkut permasalahan manusia dalam berinteraksi

dengan produk, mesin ataupun fasilitas kerja lain yang dioperasikannya, manusia

seringkali dipandang sebagai sumber penyebab segala kesalahan, ketidakberesan

maupun kecelakaan kerja (human error). Menurut Wignjosoebroto, dkk (2010)

human error didefinisikan sebagai suatu keputusan atau tindakan yang

mengurangi atau potensial untuk mengurangi efektifitas keamanan, atau

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

12

performansi suatu sistem. Pendapat yang lebih sedcrhana dikemukakan oleh

Bagus (2009) mereka mendefinisikan human error sebagai kegagalan dari

manusia untuk melakukan tugas yang telah didesain dalam batas ketepatan,

rangkaian, atau waktu tertentu.

Jadi, human error dapat dikategorikan sebagai ketidaksesuaian kerja yang

bukan hanya discbabkan oleh kesalahan manusia, tapi juga karena adanya

kesalahan pada perancangan dan prosedur kerja. Kesalahan yang disebabkan oleh

faktor manusia, kemungkinan disebabkan oleh faktor pekerjaan yang berulang -

ulang (repetitive work) dengan kemungkinan kesalahan sebesar 1 % (Prayitno,

2011). Adanya kesalahan yang terjadi karena pekerjaan yang berulang ini sedapat

mungkin harus dicegah atau dikurangi, yang tujuannya untuk meningkatkan

keandalan seseorang dengan menurunnya kesalahan yang terjadi.

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Human Error

Secara sistematis penyebab error yang terjadi berhubungan dengan faktor

situasional, faktor individu atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.

1. Faktor Situasional

Adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya human error berkaitan

dengan situasi empat kegiatan atau pekerjaan berlangsung. Prayitno (011

menyatakan bahwa secara umum faktor situasional ini meliputi faktor-faktor

ruang kerja dan tata letak peralatan, lingkungan, desain permesinan, alat-alat

tangan, metode dalam penanganan. transportasi dan pemeriksaan informasi

perencanaan pekerjaan dan instruksi pekerjaan.

2. Faktor – faktor Individual

Adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi seseorang. Faktor-faktor

ini juga dikenal sebagai faktor idiosyneoratic, yaitu faktor yang sifatnya khas

setiap orang. Faktor-faktor yang termasuk faktor individu antara lain

kecakapan, kepribadian, keterampilan, fisik, umur, jenis kelamin, pendidikan

dan pengalaman.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

13

2.4 Metode Analisa Human Error

Untuk mengurangi terjadinya human error. ada beberapa metode yang

digunakan untuk menganalisa terjadinya human error tersebut. Pada sub bab

selanjutnya akan dijelaskan tentang beberapa metode yang digunakan untuk

mengurangi terjadinya human error.

2.1.8 Metode SHERPA

Untuk mengurangi terjadinya human error ada beberapa metode yang

tersebut, antara lain digunakan untuk menganalisa terjadinya human error metode

SHERPA disebut juga PHEA (Prediction Human Error Analysis). SHERPA,

Salmon dkk (2003) pada awalnya dikembangkan untuk digunakan dalam industri

nuklir. Digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan dalam analisis

tugas. Menurut Salmon (2003) SHERPA merupakan dengan salah satu metode

untuk menganalisa terjadinya human error menggunakan input hirarki task level

dasar. Task yang akan dianalisa di breakdown terlebih dahulu, kemudian dari

setiap task level dasar akan diprediksi yang terjadi. Wignjosoebroto (2010)

menyatakan sebagai salah human error satu metode identifikasi human error,

SHERPA memiliki beberapa keunggulan dimana SHERPA hampir sama dengan

metode SRK (Skill, Risk, and Knowledge-based behaviour) yang tidak hanya

dapat mengidentifikasi malfungsi model ekstemal tetapi juga malfungsi internal

manusia (misal kegagalan mendeteksi). Kesalahan diidentifikasi didasarkan pada

keterampilan, aturan, pengetahuan. SHERPA lebih cocok diterapkan untuk error

yang berhubungan dengan keahlian dan kebiasaan manusia, lebih detail dan

konsisiten dalam identifikasi error.

Langkah - langkah pengolahan data menggunakan metode SHERPA

adalah sebagai berikut :

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

14

Level 0

Level 1

Level 2

Langkah 1 : Hierarchy Task Analysis (HTA)

Dalam metode SHERPA langkah pengerjaan pertama adalah mem -

breakdowntask ke dalam level-level hingga level terendah seperti ditunjukkan

gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Contoh Pengerjaan Hierarchy Task Analysis

Langkah 2 : Human Error Identification (HEI)

Dalam Human Error Identification ini, error yang telah diuraikan dari step HTA

dijelaskan kembali. Penjelasannya lebih kepada bagaimana error tersebut terjadi.

Dalam proses ini error di kelompokkan ke dalam mode error.

Pengelompokkannya dilakukan dengan melihat tabel error mode seperti yang

dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel Mode Error

Tipe Error Kode Mode Error

Kesalahan Pengoperasian

A1 Operasi terlalu lama / pendek

A2 Kehilangan waktu operasi

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

15

A3 Operasi dalam arahan yang tidak

sesuai

A4 Operasi terlalu banyak / sedikit

A5 Operasi tidak berjalan lurus

A6 Operasi yang benar pada objek yang

salah

A7 Operasi yang salah pada objek yang

benar

A8 Menghilangkan operasi

A9 Operasi belum lengkap

A10 Pengerjaan yang salah pada objek

yang salah

Kesalahan dalam Pengecekan

C1 Mengabaikan pengecekan

C2 Pemeriksaan belum lengkap

C3 Pemeriksaan yang sesuai pada objek

yang salah

C4 Pemeriksaan yang tidak sesuai pada

objek yang benar

C5 Kehilangan waktu untuk pemeriksaan

C6 Pengecekan yang tidak sesuai pada

objek yang tidak sesuai

Kesalahan dalam Mendapatkan R1 Tidak didapatkannya informasi

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

16

Kembali Informasi R2 Mendapatkan informasi yang salah

R3 Informasi yang didapatkan tidak

lengkap

Kesalahan dalam Komunikasi

I1 Informasi tidak jelas

I2 Menyampaikan informasi yang salah

I3 Informasi yang disampaikan tidak

lengkap

Kesalahan dalam Penyeleksian

S1 Penghilangan penyeleksian

S2 Membuat kesalahan dalam

penyeleksian

Sumber : Lane, at all (2008)

Langkah 3 : Konsekuensi Analisis

Konsekuensi analisis merupakan, hasil atau konsekuensi yang didapatkan dari

terjadinya kesalahan (human error) tersebut. Masing-masing human error di

identifikasi konsekuensinya. Konsekuensi yang dihasilkan dapat merugikan

perusahaan maupun operator itu sendiri.

Langkah 4 : Analisis Ordinal Probabilitas

Tahap selanjutnya adalah analisis ordinal probabilitas. Tiap jenis kosekuensi yang

terjadi dianalisis probabilitasnya. Lane, at all (2008) membagi level probabilitas

menjadi tiga level tingkat keparahan (level severity), yaitu Low (L), Medium (M),

dan High (H). Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut :

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

17

Tabel 2.2 Analisis Ordinal Probabilitas

Tingkat Bahaya Deskripsi Error

L

Level 0 Tidak ada kesalahan

Level 1 Error terjadi, namun tidak membahayakan

M

Level 2 Membutuhkan peningkatan pengawasan, tidak perlu ada

perubahan

Level 3 Meningkatkan pengawasan, perubahan sementara pada

bagian vital, namun tidak membahayakan

H

Level 4 Meningkatkan pengawasan, perubahan menyeluruh pada

bagian vital, diperlukan perawatan

Level 5 Meningkatkan pengawasan dan perawatan, perubahan

jangka panjang, menimbulkan bahaya sekarat

Level 6 Menyebabkan kematian

Sumber : Lane, at all (2008), (Modified from Demer and Moore, 1998)

Langkah 5 : Analisis Strategi

Analisis strategi merupakan solusi perbaikan untuk menghindari human error dan

terjadinya kecelakaan kerja. Masing – masing analisis strategi diambil

berdasarkan proses pekerjaan.

Perbandingan Metode Lain dengan SHERPA dan JSA

Pada metode HEART hanya menentukan pekerjaan / kegiatan yang

memiliki resiko kecelakaan tertinggi sedangkan penggabungan 2 metode antara

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18

SHERPA dan JSA, selain dapat menentukan pekerjaan dengan resiko tertinggi

juga dapat memberikan usulan perbaikan.

2.1.9 Metode JSA

Menurut NOSA (1999), JSA merupakan salah satu usaha dalam

menganalisa tugas prosedur yang ada di suatu industri. JSA didefinisikan sebagai

metode untuk mempelajari suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya dan

potensi insiden yang berhubungan dengan setiap langkah, mengembangkan solusi

yang dapat menghilangkan dan mengontrol bahaya serta indisen. Job Safety

Analysis adalah salah satu teknik memusatkan tugas-tugas dalam pekerjaan

sebagai langkah untuk mengidentifikasi bahaya sebelum kecelakaan terjadi. Hal

ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas. peralatan dan lingkungan

tempat kerja. Idealnya setelah mengidentifikasi bahaya yang tidak dapat

dikendalikan, maka akan diambil langkah untuk mengeliminasi atau

menghilangkan atau mengurangi bahaya menjadi ke tingkat yang dapat diterima.

Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan JSA yaitu :

1. Sebagai upaya pencegahan kecelakaan

2. Sebagai alat kontak safety (safety training) terhadap tenaga kerja baru.

3. Melakukan review pada job prosedur setelah terjadi kecelakaan.

4. Memberikan pelatihan secara pribadi kepada karyawan.

5. Meninjau ulang SOP sesudah kecelakaan atau near miss accident terjadi.

Adapun langkah-langkah membuat Job Safety Analysis adalah sebagai berikut :

Didalam melaksanakan program JSA, terdapat empat langkah dasar yang harus

dilaksanakan yaitu :

1. Menentukan pekerjaan yang akan dianalisis

Langkah pertama dari pembuatan JSA adalah mengidentifikasi pekerjaan

yang dianggap kritis. Langkah ini sangat menentukan keberhasilan program ini.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

19

Hal ini didasarkan pada program klasik yaitu masalah waktu untuk menganalisa

setiap tugas disuatu perusahaan. Untuk keluar dari masalah tersebut, diperlukan

usaha untuk identifikasi pekerjaan kristis dengan cara mengklarifikasi pekerjaan

yang mempunyai dampak terhadap kecelakaan/melihat dari daftar statistil

kecelakaan, apakah itu kecelakaan yang menycbabkan kerusakan harta benda

cidera pada manusia, kerugian kualitas dan kerugian produksi. Hasil dari

identifikasi tersebut tergantung pada tingkat kekritisan dari kegiatan yang

berlangsung.

Dalam menentukan pekerjaan / tugas kritis atau tidak didasarkan pada :

a. Frekuensi Kecelakaan

Pekerjaan yang sering menyebabkan terjadinya kecelakaan merupakan

sasaran dari JSA. Semakin sering terjadinya maka semakin diperlukan

pembuatan JSA untuk pekerjaan tersebut.

b. Kecelakaan yang mengakibatkan luka

Setiap pekerjaan yang memiliki potensi untuk mengakibatkan luka baik

luka yang dapat menyebabkan cacat sementara atau luka yang

menyebabkan cacat tetap.

c. Pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi

Perubahan pekerjaan dapat menimbulkan penubahan pola kerja sehingga

dapat menimbulkan kecelakaan di lingkungan kerja.

d. Pekerjaan baru

Perubahan peralatan atau menggunakan mesin baru dapat menyebabkan

timbulnya kecelakaan. JSA perlu segera dibuat setelah penggunaan mesin

baru. Analisa tersebut tidak boleh ditunda sehingga dapat menyebabkan

terjadi near miss atau kecclakaan terlebih dahulu.

2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah – langkah dasar

Dari setiap pekerjaan diatas dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau

tahapan yang beruntun yang pada akhirnya dapat digunakan atau dimanfaatkan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

20

menjadi suatu prosedur kerja. Tahap-tahap ini nantinya akan dinilai

keefektifannya dan potensi kerugian yang mencakup aspek keselamatan, kualitas

dan produksi. Tahapan kerja dapat diartikan bagian atau rangkaian dari detail

pekerjaan yang sekecil-kecilnya pada uraian kerja tersebut. Dalam membuat atau

menulis langkah-langkah kerja tidak terdapat standar yang pasti harus sedetail apa

suatu langkah kerja harus ditulis. Proses yang efektif dalam proses penyusunan

tahapan pekerjaan ini adalah memasukkan semua tahapan kerja utama yang kritis.

Setelah melakukan observasi dicek kembali dan didiskusikan kepada foreman

atau sectionhead yang bersangkutan untuk keperluan evaluasi dan mendapatkan

persetujuan tentang apa yang dilakukan dalam pembuatan JSA.

3. Mengidentifikasi bahaya pada masing – masing pekerjaan

Dari proses pembuatan tahapan pekerjaan, secara tidak langsung akan dapat

menganalisa/mengidentifikasi dampak / bahaya apa saja yang disebabkan atau ada

dari setiap langkah kerja tersebut. Dari proses yang diharapkan kondisi resiko

bagaimanapun diharapkan dapat dihilangkan atau diminimalkan sampai batas

yang dapat diterima dan ditoleransi baik dari kaidah keilmuan maupun tuntutan

standar / hukum. Bahaya disini dapat diartikan sebagai suatu benda, bahan atau

kondisi yang bisa menyebabkan cidera, kerusakan dan atau kerugian (kecelakaan).

Identifikasi potensi bahaya merupakan alat manajemen untuk mengendalikan

kerugian dan bersifat proaktif dalam upaya pengendalian bahaya dilapangan atau

tempat kerja. Dalam hal ini tidak ada seorang pun yang dapat meramalkan

seberapa parah atau seberapa besar akibat / kerugian yang dapat terjadi jika suatu

insiden terjadi, namun identifikasi bahaya ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya insiden dengan melakukan upaya-upaya tertentu.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

21

4. Mengendalikan bahaya

Langkah terakhir dalam pembuatan JSA adalah mengembangkan suatu

prosedur kerja yang aman yang dapat dianjurkan untuk mencegah terjadinya suatu

kecelakaan. Solusi yang dapat dikembangkan antara lain :

a. Mencari cara baru untuk melakukan pekerjaan tersebut

Untuk menemukan cara baru dalam melaksanakan pekerjaan, tentukan

tujuan kerjanya dan selanjutnya buat analisa berbagai macam cara untuk

mencapai tujuan ini dengan melihat cara mana yang paling aman.

Pertimbangkan penghematan pekerjaan yang menggunakan alat dan

perkakas.

b. Merubah kondisi fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan

Jika cara baru tidak ditemukan, maka pada tiap langkah pekerjaan dapat

menimbulkan pertanyaan "Perubahan kondisi fisik (seperti perubahan

peralatan, material, perkakas, desain mesin, letak atau lokasi) apa yang

akan mencegah timbulnya kecelakaan". Apabila tindakan perubahan yang

telah ditemukan, pelajari dengan teliti dan hati-hati untuk menentukan

keuntungan lainnya, misalnya hasil produksi lebih besar atau penghematan

waktu yang terjadi akan tumbuh dengan perubahan ini. Keuntungan

tersebut harus digaris bawahi jika ingin mengusulkan perubahan kepada

manajemen yang lebih tinggi.

c. Menghilangkan bahaya yang masih ada dengan mengganti atau merubah

prosedur kerja

Dalam merubah prosedur kerja, perlu dipertanyakan pada tiap potensi

bahaya "Apa yang harus dilakukan oleh pekerja untuk menghilangkan

bahaya atau mencegah timbulnya kecelakaan? Lalu "Bagaimana cara

melakukannya?". Pengawas yang berpengalaman biasanya dapat

menjawab pertanyaan tersebut. Dalam menjawab, yang perlu diperhatikan

adalah jawaban harus jelas dan spesifik jika prosedur yang menjadi bagus.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

22

Tindakan pencegahan bersifat umum seperti “Hati-hati", "Waspadalah",

tidak berguna.

d. Meninjau kembali rancangan pekerjaan yang ada

Suatu pekerjaan dalam industri akan mempengaruhi pekerjaan lainnya

yang

merupakan keseluruhan proses kerja. Dalam perkembangannya, akan ada

perubahan pada proses maupun metode yang baru. Untuk itu perlu

mengadakan peninjauan ulang terhadap prosedur kerja yang masih relevan

dengan proses kerja yang mengalami perubahan. Rancangan perubahan ini

harus ditinjau ulang dan didiskusikan, tidak hanya dengan pekerja yang

terlibat tetapi harus dengan asisten, supervisor dan semua yang terlibat

dalam pembuatan JSA. Perlu dilakukan check dan diuji usulan perubahan

dengan mereka yang melakukan pekerjaan. Selain itu mempertimbangkan

usulan penyelesaian. Diskusi ini dapat meningkatkan kesadaran perbaikan

dan tentang bahaya-bahaya yang ada dan prosedur kerja yang aman bagi

keselamatan. Peninjauan ini akan lebih efektif apabila dilakukan secara

berkala.