2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan …

27
4 Universitas Kristen Petra 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.1.1 Keselamatan Kerja Keselamatan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang bebas dari resiko kecelakaan atau kerusakan atau dengan resiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat tertentu (Simanjuntak,1994). Sedangkan definisi kecelakaan kerja adalah sesuatu yang tidak terencana, tidak terkontrol, dan sesuatu hal yang tidak diperkirakan sebelumnya, sehingga mengganggu efektivitas kerja seseorang (Anton, 1989). Kecelakaan kerja tentunya dapat menghasilkan kerugian dalam bentuk materi maupun kerugian lain, yaitu hilangnya nama baik perusahaan dimata masyarakat luas. Oleh karena itu tujuan dari penerapan keselamatan kerja dalam bekerja adalah : - Pencegahan terhadap kecelakaan yang dapat terjadi saat bekerja. - Pengendalian kerugian akibat kecelakaan yang terjadi saat bekerja. - Pengendalian resiko kecelakaan terhadap manusia, alat dan aset hingga pada tingkat yang dapat diterima. - Mengidentifikasi dan menghilangkan resiko yang tidak dapat diterima. 2.1.2 Kesehatan Kerja Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja (Simanjuntak, 1994). Gangguan kesehatan pada pekerja dapat dialami secara sementara ataupun permanen. Seperti halnya kecelakaan kerja, gangguan kesehatan akibat kerja pun dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Jika kesehatan pekerja menurun maka, maka akan mengakibatkan turunnya produktifitas dari pekerja. Tujuan dari penerapan kesehatan kerja dalam bekerja adalah : - Pencegahan terhadap pencemaran lingkungan akibat aktivitas kerja. - Pencegahan terhadap timbulnya penyakit yang disebabkan oleh aktivitas kerja.

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan …

4 Universitas Kristen Petra

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.1.1 Keselamatan Kerja

Keselamatan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang bebas dari resiko

kecelakaan atau kerusakan atau dengan resiko yang relatif sangat kecil di bawah

tingkat tertentu (Simanjuntak,1994). Sedangkan definisi kecelakaan kerja adalah

sesuatu yang tidak terencana, tidak terkontrol, dan sesuatu hal yang tidak

diperkirakan sebelumnya, sehingga mengganggu efektivitas kerja seseorang

(Anton, 1989).

Kecelakaan kerja tentunya dapat menghasilkan kerugian dalam bentuk

materi maupun kerugian lain, yaitu hilangnya nama baik perusahaan dimata

masyarakat luas. Oleh karena itu tujuan dari penerapan keselamatan kerja dalam

bekerja adalah :

- Pencegahan terhadap kecelakaan yang dapat terjadi saat bekerja.

- Pengendalian kerugian akibat kecelakaan yang terjadi saat bekerja.

- Pengendalian resiko kecelakaan terhadap manusia, alat dan aset hingga pada

tingkat yang dapat diterima.

- Mengidentifikasi dan menghilangkan resiko yang tidak dapat diterima.

2.1.2 Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para

pekerja (Simanjuntak, 1994). Gangguan kesehatan pada pekerja dapat dialami

secara sementara ataupun permanen. Seperti halnya kecelakaan kerja, gangguan

kesehatan akibat kerja pun dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Jika

kesehatan pekerja menurun maka, maka akan mengakibatkan turunnya

produktifitas dari pekerja. Tujuan dari penerapan kesehatan kerja dalam bekerja

adalah :

- Pencegahan terhadap pencemaran lingkungan akibat aktivitas kerja.

- Pencegahan terhadap timbulnya penyakit yang disebabkan oleh aktivitas kerja.

5 Universitas Kristen Petra

- Menurunkan dampak pencemaran lingkungan dan penyakit terhadap manusia

yang disebabkan oleh aktivitas kerja.

2.1.3 Dasar Hukum K3

K3 memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi oleh semua bagian

manajemen perusahaan, antara lain pekerja, pemilik, pemegang saham

(stakeholder) dan pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan.

Indonesia telah memiliki landasan hukum mengenai K3 yang harus dipatuhi oleh

pihak-pihak yang telah disebutkan diatas, landasan hukum tersebut antara lain :

- Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini membahas hak dan kewajiban tenaga kerja, serta

persyaratan keselamatan kerja yang harus diterapkan dalam perusahaan.

Semuanya dibahas secara general sehingga dapat disesuaikan dengan bisnis yang

dijalankan oleh perusahaan.

- Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 87 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa setiap perusahaan

harus memiliki SMK3 yang berintegrasi dengan bagian manajemen perusahaan

lainnya.

- Undang-undang No. 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-undang ini mencantumkan hak konsumen atas kenyamanan,

keamanan dan keselamatan dalam menggunakan barang atau jasa.

2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Saat ini Indonesia telah memiliki standar nasional SMK3 menurut

PER.05/MEN/1996. Sedangkan standar internasional SMK3 adalah OHSAS

(Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001.

2.2.1 Definisi SMK3

Definisi SMK3 menurut PER.05/MEN/1996 adalah bagian dari sistem

manajemen keseluruhan yang meliputi struktur perusahaan, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

6 Universitas Kristen Petra

kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan aktivitas

kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sedangkan

definisi SMK3 menurut OHSAS 18001 adalah bagian dari suatu sistem

manajemen perusahaan yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan

kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 dalam perusahaan.

Dapat disimpulkan dari kedua definisi tersebut bahwa SMK3 merupakan

bagian dari manajemen perusahaan yang bertanggungjawab atas keberadaan

kebijakan K3 dalam perusahaan serta bertugas untuk meminimalisasi resiko yang

terkandung dalam aktivitas kerja yang dilakukan oleh perusahaan.

2.2.2 Tujuan Penerapan SMK3

Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk mengelola risiko K3 yang

ada dalam perusahaan agar kejadian yang tidak diinginkan atau dapat

menimbulkan kerugian dapat dicegah (Ramli, 2010). Selain tujuan utama seperti

yang disebutkan diatas, terdapat tujuan lain dari penerapan SMK3, antara lain :

- Alat ukur penerapan K3 dalam perusahaan (audit SMK3). Pengukuran ini

dilakukan dengan membandingkan hasil pelaksanaan K3 dilapangan dan

persyaratan SMK3.

- Pedoman pelaksanaan K3 dalam perusahaan. SMK3 dapat berfungsi sebagai

pedoman dalam pengembangan SMK3.

- SMK3 sebagai sertifikasi. Perusahaan yang telah menerapkan SMK3 dalam

perusahaannya akan mendapatkan sertifikasi dari badan sertifikasi.

- SMK3 berfungsi sebagai penghargaan. Perusahaan yang telah menerapkan K3

akan mendapatkan penghargaan dari instansi tertentu atas pencapaiannya

dalam menerapkan K3.

2.3 OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety Assessment Series)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, OHSAS 18001 merupakan standar

internasional untuk sistem manajemen K3 dalam sebuah organisasi. Edisi pertama

OHSAS dipublikasikan pada tahun 1999. Kemudian seturut perkembangannya,

pada Juli 2007 telah diterbitkan OHSAS 18001:2007 yang resmi menggantikan

OHSAS 18001:1999 sebagai edisi pertama dari OHSAS 18001.

7 Universitas Kristen Petra

OHSAS 18001 menggunakan pendekatan PDCA dalam penerapannya

pada sebuah perusahaan. Pendekatan PDCA juga berfungsi sebagai siklus

pelaksanaan SMK3 dalam perusahaan. Pada skema dibawah ini akan dijelaskan

model pendekatan PDCA yang digunakan oleh OHSAS 18001:2007.

Gambar 2.1 SMK3 Menurut OHSAS 18001

Sumber : Ramli (2010, p.67)

- Plan, perencanaan SMK3 dalam suatu perusahaan merupakan langkah awal

dalam penerapan SMK3. Tanpa perencanaan dan perancangan yang matang

maka SMK3 akan berjalan tanpa arah yang jelas. Seperti yang ditunjukkan

pada skema diatas, tahap plan mencakup perancangan kebijakan K3 dan

perencanaan.

- Do, implementasi SMK3 melalui berbagai program dan memanfaatkan

sumber daya yang tersedia untuk membantu keberhasilan penerapan K3 dalam

perusahaan. Dukungan dari semua pihak terkait sangat diperlukan pada tahap

ini.

8 Universitas Kristen Petra

- Check, penilaian dan pemeriksaan SMK3 untuk mengetahui pencapaian

kebijakan K3 yang telah diatur pada tahap Plan dengan membandingkannya

terhadap implementasi yang telah dilakukan pada tahap Do.

- Act, pengambilan tindakan untuk memastikan berjalannya SMK3 yang

berkesinambungan.

Siklus tersebut diharapkan berjalan secara terus menerus seperti skema

diatas, hingga pada akhirnya kegiatan bisnis perusahaan ditutup atau ditiadakan.

Berikut ini akan dijelaskan klausul OHSAS 18001:2007, seperti yang terdapat

pada skema diatas :

2.3.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum mengacu pada kewajiban perusahaan untuk

menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan, melakukan pengembangan

secara terus menerus terhadap SMK3 yang berpedoman sesuai dengan standar

OHSAS. Perusahaan juga diwajibkan mengatur strategi untuk memenuhi standar

tersebut dan menetapkan ruang lingkup SMK3 dalam perusahaan. Perlu

diperhatikan, penetapan ruang lingkup SMK3 dalam perusahaan harus disesuaikan

berdasarkan :

- Ukuran perusahaan

- Lokasi perusahaan

- Bisnis yang dijalankan oleh perusahaan

- Kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab perusahaan

- Resiko dari bisnis yang dijalankan

- Budaya dalam perusahaan

- SMK3 dan kebijakan K3 yang telah diterapkan oleh perusahaan

2.3.2 Kebijakan K3

Klausul ini mengacu pada kewajiban manajemen puncak untuk menyusun

kebijakan K3 dan memastikan ruang lingkup SMK3 yang ditetapkan telah sesuai

dengan faktor-faktor seperti yang disebutkan diatas. Kemudian kebijakan K3 yang

telah disusun harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak yang terkait

9 Universitas Kristen Petra

dengan aktivitas bisnis perusahaan. Bila tidak, maka kebijakan K3 tidak dapat

dijalankan apalagi dilestarikan keberadaannya di dalam perusahaan.

Manajemen puncak juga diwajibkan untuk mendokumentasikan dan

meninjau ulang kebijakan K3 serta ruang lingkup SMK3 agar tetap sesuai dengan

keadaan perusahaan yang sekarang, apalagi bila perusahaan mengalami perubahan

yang dapat mempengaruhi kebijakan K3 serta ruang lingkup SMK3 di dalamnya.

2.3.3 Perencanaan SMK3 (Plan)

2.3.3.1 Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC)

Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC)

merupakan salah satu klausul yang terdapat dalam OHSAS 18001:2007. Klausul

ini mewajibkan perusahaan untuk membentuk, menerapkan dan memelihara

prosedur untuk mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian resiko dan

pengendalian bahaya yang diperlukan. Dari prosedur tersebut akan terbentuk

menjadi dokumen HIRARC. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam

OHSAS 18001:2007, prosedur mengenai HIRARC harus memperhatikan

beberapa hal, antara lain :

- Kegiatan rutin dan tidak rutin.

- Kegiatan seluruh individu yang memiliki akses untuk memasuki tempat kerja.

- Kecenderungan perilaku individu dalam melakukan sebuah pekerjaan.

- Potensi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi

kualitas keselamatan dan kesehatan kerja pada orang yang berada di dalam

tempat kerja.

- Sumber daya dan fasilitas kerja yang merupakan milik perusahaan maupun

milik pihak lain.

- Usulan perubahan atau perubahan yang dilakukan di dalam perusahaan,

mencakup aktivitas kerja, fasilitas dan material.

- Dampak dari perubahan sementara maupun permanen SMK3 dalam

perusahaan bagi aktivitas kerja, fasilitas dan material.

- Pertimbangan terhadap kewajiban hukum yang relevan dengan penilaian dan

pengendalian resiko.

10 Universitas Kristen Petra

- Rancangan area kerja, fasilitas, material, prosedur standar operasional dan

struktur manajemen, serta kemampuan manusia untuk beradaptasi.

a. Hazard Identification

Menurut OHSAS 18001 definisi dari bahaya adalah tindakan, situasi

maupun kegiatan yang berpotensi menciderai maupun memberi dampak buruk

bagi kesehatan manusia. Dari kesimpulan tersebut dapat dilihat bahwa identifikasi

bahaya mencakup potensi terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat

pekerjaan. Identifikasi bahaya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan dengan pertimbangan seperti yang telah disebutkan diatas. Tujuannya

adalah tidak ada potensi bahaya yang terlewat saat proses identifikasi bahaya

dilakukan sehingga pada akhirnya dapat diambil tindakan pengendalian resiko

yang tepat.

Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi bahaya, yaitu :

- Metode pasif

Prinsip metode ini adalah mengetahui bahaya dengan cara mengalami bahaya

tersebut. Misalnya mengetahui bahaya penggunaan pisau setelah tersayat

pisau. Metode ini merupakan metode konvensional dan tidak bersifat preventif

karena kecelakaan telah terjadi.

- Metode semiproaktif

Prinsip metode ini dengan mempelajari potensi bahaya berdasarkan

pengalaman orang lain. Lebih baik dari metode pasif namun tidak cukup baik

karena tidak semua potensi bahaya pernah menimbulkan kecelakaan.

- Metode proaktif

Merupakan metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya karena mencari

potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan. Metode ini bersifat preventif

karena dapat mencegah kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh potensi

bahaya. Beberapa pendekatan metode proaktif yang dapat digunakan antara

lain : Data kejadian, Brainstorming, Failure Modes and Effects Analysis

(FMEA), Task Analysis, Event Tree Analysis, Job Safety Analysis, dll.

11 Universitas Kristen Petra

Penggunaan metode tersebut mengacu pada parameter yang digunakan dalam

penilaian resiko (Risk Assessment).

Dalam proses identifikasi bahaya perlu diketahui sumber bahaya.

Tujuannya agar hasil identifikasi bahaya dapat mencakup seluruh aspek yang

memang dapat menjadi potensi bahaya. Bahaya dapat bersumber dari :

- Man (Manusia)

Manusia merupakan faktor penentu dari terjadinya kecelakaan kerja. Faktor

manusia misalnya kecocokan postur tubuh dengan sebuah pekerjaan, perilaku/

kecenderungan seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.

- Machine (Mesin/Alat)

Penggunaan mesin atau peralatan dalam aktivitas kerja dapat menyebabkan

terjadinya kecelakaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa mesin atau

peralatan juga merupakan sumber bahaya. Misalnya penggunaan gergaji listrik

dapat menimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan berkurangnya fungsi

indera pendengaran manusia.

- Material (Material)

Material yang memerlukan perlakuan khusus dalam penggunaan dan

penyimpanannya. Misalnya material yang mudah terbakar, meledak dan

bersifat korosif.

- Environment (Lingkungan Kerja)

Keadaan tempat kerja mencakup gedung, fasilitas dan lingkungan sekitar

tempat kerja yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau sakit-penyakit.

Misalnya kurangnya tingkat cahaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan

penglihatan terhadap pekerja yang bekerja di area tersebut.

b. Risk Assessment

Penilaian resiko dilakukan sebagai tindaklanjut dari identifikasi bahaya

yang telah dilakukan pada fase sebelumnya. Tujuan dari penilaian resiko adalah

mengetahui tingkat resiko dari masing-masing potensi bahaya sehingga dapat

ditentukan bahaya yang menjadi prioritas atau yang memerlukan tindaklanjut.

Tingkat resiko dapat diketahui dengan cara mengkombinasikan kemungkinan

terjadinya bahaya (probability) dan keparahan dampak (severity).

12 Universitas Kristen Petra

Dalam penilaian resiko diperlukan beberapa data yang terkait dengan

aktivitas yang dilakukan di dalam lingkungan peusahaan. Data tersebut antara lain

durasi dan frekuensi dari suatu kegiatan dalam satu shift kerja, jumlah pekerja

yang melakukan kegiatan tersebut dalam satu shift kerja.

Penilaian resiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif (Qualitative

Risk Assessment) maupun kuantitatif (Quantitative Risk Assessment). Pemilihan

metode penilaian resiko didasarkan pada kebutuhan perusahaan. Perlu

diperhatikan, identifikasi bahaya dan penilaian resiko hendaknya dilakukan pada

saat perusahaan akan melakukan perubahan terhadap aktivitas bisnis, proses-

proses yang dilakukan maupun perubahan SMK3.

c. Risk Control

Setelah melakukan identifikasi bahaya dan penilaian resiko, kemudian

akan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian resiko. Hendaknya hasil penilaian

resiko turut dipertimbangkan dalam menentukan pengendalian resiko.

Pengendalian resiko akan dilakukan terhadap resiko yang tidak dapat diterima

atau yang menjadi prioritas dari hasil penilaian resiko. Tidak menutup

kemungkinan juga resiko yang tidak menjadi prioritas juga ikut dikendalikan.

Tujuan dari pengendalian bahaya adalah untuk menghilangkan resiko atau

mengurangi resiko hingga tingkat yang dapat diterima. Menurut OHSAS

18001:2007, definisi resiko yang dapat diterima adalah resiko yang telah

diturunkan hingga tingkat tertentu yang dapat ditoleransi oleh organisasi untuk

memenuhi peraturan perundangan dan kebijakan K3.

Pengendalian resiko dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan

resiko dengan mengikuti hirarki dibawah ini :

- Eliminasi

Berada pada tingkat hierarki yang tinggi, yaitu pengendalian resiko dengan

menghilangkan sumber bahaya, misalnya menutup proses painting yang

seringkali membuat pekerja sesak nafas akibat debu yang dihasilkan dalam

proses painting.

- Substitusi

13 Universitas Kristen Petra

Merupakan teknik pengendalian resiko dengan mengganti fasilitas, material

atau Standard Operating Procedure (SOP) dengan yang lebih rendah

bahayanya. Praktek teknik substitusi ini misalnya mengganti mesin milling

manual yang bising dan beresiko mencederai pekerja dengan mesin milling

otomatis yang jauh lebih aman.

- Pengendalian Teknis/ Engineering

Pengendalian teknis biasanya dilakukan pada peralatan dan fasilitas teknis di

lingkungan kerja dengan mengubah desain atau menambahkan peralatan yang

dapat memperkecil resiko. Pada mesin pemotong yang menghasilkan debu

dari proses pemotongannya dapat diberi penutup sehingga debu tidak tersebar

pada udara bebas.

- Pengendalian Administratif

Pengendalian resiko secara administratif misalnya dengan mengatur shift

kerja, durasi waktu kerja, waktu istirahat, dll.

- Alat Pelindung Diri (APD)

Pemanfaatan APD untuk pengendalikan resiko merupakan pilihan terakhir

dalam hierarki pengendalian resiko. APD berfungsi untuk mengurangi

keparahan kecelakaan (reduce severity) dan bukan mencegah kecelakaan

(reduce probability). Pada pasal 14C Undang-undang Keselamatan Kerja No.

1 tahun 1970 berisi ketentuan yang mengharuskan perusahaan memberikan

APD sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapi. Salah satu praktek

penggunaan APD dalam bekerja adalah penggunaan masker pada perusahaan

kimia untuk mencegah terhirupnya uap bahan kimia yang tersebar diudara

bebas.

Gambar 2.2 Hirarki Pengendalian Resiko

Sumber : PT Schneider (2008, p.21)

14 Universitas Kristen Petra

2.3.3.2 Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lain

Perusahaan wajib untuk mematuhi peraturan perundangan dan persyaratan

lain yang berhubungan dengan K3 dalam perusahaan. Peraturan perundangan dan

persyaratan tersebut hendaknya ikut dipertimbangkan dalam menetapkan dan

menjalankan SMK3. Peraturan perundangan dan persyaratan harus diinformasikan

kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan. Bila terjadi

perubahan, maka hendaknya diinformasikan ulang kepada seluruh pihak yang

terkait.

2.3.3.3 Tujuan dan Program

Perusahaan wajib untuk menetapkan tujuan dari penerapan SMK3

diperusahaan. Tujuan-tujuan tersebut harus dapat diukur, realistis dan sesuai

dengan kebijakan K3 yang telah disusun. Hendaknya dalam penyusunan tujuan

turut mempertimbangkan faktor finansial, teknologi, peraturan perundangan yang

berlaku dan pendapat dari pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan.

Perusahaan harus merencanakan, melakukan dan memelihara program

yang dapat mendukung tercapainya tujuan SMK3 yang telah ditetapkan. Program

ini juga harus didokumentasikan dan diinformasikan kepada semua pihak yang

terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan.

2.3.4 Penerapan dan Operasi (Do)

2.3.4.1 Sumber Daya, Peran, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan Wewenang

Sebagai penanggung jawab tertinggi dalam SMK3, manajemen puncak

memiliki kewajiban untuk menunjukkan komitmennya berupa :

- Memastikan fasilitas dan sumber daya yang diperlukan untuk merencanakan,

implementasi, dan improvisasi SMK3 dalam perusahaan tersedia. Fasilitas dan

sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, finansial, dan

teknologi.

- Menentukan peran dan tanggung jawab dari setiap individu dalam SMK3.

Perusahaan hendaknya menunjuk seorang anggotanya untuk menjadi

penanggungjawab K3.

15 Universitas Kristen Petra

2.3.4.2 Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian

Perusahaan wajib untuk memastikan setiap individu yang memiliki

peranan dalam aktivitas yang memiliki dampak terhadap K3 harus memiliki

kompetensi dalam melakukan pekerjaannya. Perusahaan juga bertugas untuk

mengadakan pelatihan yang diperlukan untuk individu tersebut.

2.3.4.3 Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi

Perusahaan harus dapat berkomunikasi kepada semua pihak yang terkait

dengan kegiatan bisnis perusahaan mengenai K3 dan SMK3. Sebaliknya

perusahaan juga wajib menerima masukan dari pihak-pihak tersebut. Hal ini

dilakukan agar kedua pihak mendapat masukan yang berguna bagi pengembangan

K3 dan SMK3. Selain itu perusahaan harus berusaha agar pekerja bersedia untuk

terlibat dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan K3 dan SMK3.

2.3.4.4 Dokumentasi dan Pengendalian Dokumen

Perusahaan harus membuat dokumentasi terhadap setiap kegiatan K3,

mencakup kebijakan K3 yang disusun pada tahap perencanaan, pelaksanaan K3,

audit K3, insiden yang terjadi dan kejadian lain yang berhubungan aktivitas yang

berhubungan dengan K3. Dokumen tersebut juga harus ditinjau secara berkala

agar tetap relevan dengan aktivitas K3 yang dijalankan saat ini.

2.3.4.5 Pengendalian Operasional

Pengendalian operasional berhubungan erat dengan pengendalian resiko

dalam aktivitas kerja yang dapat memberi dampak terhadap K3. Oleh karena itu

perusahaan harus memelihara prosedur yang berkaitan dengan kegiatan

operasional atau dapat disebut Standard Operational Procedure (SOP). Tujuan

dari penyusunan SOP adalah untuk menghindarkan kecelakaan kerja yang tidak

diinginkan akibat cara kerja yang tidak terstandar.

2.3.4.6 Kesigapan dan Tanggap Darurat

Perusahaan diharuskan menetapkan SOP untuk mengidentifikasi potensi

keadaan darurat dan tindakan yang harus dilakukan saat sedang berada dalam

16 Universitas Kristen Petra

keadaan darurat. Kesiapan atas keadaan darurat dapat diuji coba dengan

melakukan simulasi kebakaran atau mengatasi kecelakaan kerja.

2.3.5 Pemeriksaan (Check)

2.3.5.1 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja

Perusahaan diwajibkan untuk menentukan prosedur yang akan digunakan

sebagai alat ukur kinerja K3. Pengukuran kinerja K3 dapat dilakukan secara

kualitatif maupun kuantitatif bergantung dari kebutuhan perusahaan. bila

pengukuran kinerja K3 menggunakan peralatan khusus, maka peralatan tersebut

harus dikalibrasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Tujuan dari klausul ini adalah untuk mengetahui apakah SMK3 berjalan sesuai

dengan rencana atau tidak. Dilakukannya pemantauan dan pengukuran kinerja

juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan apa saja yang menyebabkan

SMK3 tidak berjalan sesuai dengan rencana.

2.3.5.2 Evaluasi Kesesuaian

Evaluasi keseuaian perlu dilakukan terhadap persyaratan hukum maupun

standar fasilitas ataupun peralatan yang berhubungan dengan aktivitas kerja dalam

perusahaan. Pada bab 2.3 telah disebutkan contoh-contoh perundangan yang

mungkin menjadi tanggungan perusahaan. Sedangkan standar fasilitas contohnya

adalah standar pompa air, mesin-mesin, dll.

2.3.5.3 Penyelidikan Insiden

Insiden merupakan semua kejadian yang menimbulkan atau dapat

menimbulkan kerugian baik materi, kerusakan atau cedera pada manusia (Ramli,

2010). Contoh dari insiden adalah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,

kebakaran, dll. Setiap insiden yang terjadi dalam perusahaan harus diselidiki

terlebih dahulu tujuannya adalah :

- Mengetahui faktor utama penyebab insiden untuk kemudian dapat

menghindari kejadian serupa dikemudian hari.

- Sebagai dokumentasi untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam

penyusunan dokumen HIRARC.

17 Universitas Kristen Petra

- Mengetahui kelemahan dari SOP yang saat ini dijalankan.

2.3.5.4 Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

Bila saat dilakukan inspeksi atau audit ditemukan ketidak-sesuaian, maka

perusahaan harus melakukan perbaikan untuk mencegah terjadinya insiden akibat

ketidak-sesuaian tersebut. Ketidak-sesuaian dapat berasal dari fasilitas kerja,

individu, lingkungan dan lainnya. Tindakan perbaikan yang dilakukan untuk

memperbaiki ketidak-sesuaian juga harus melalui proses penilaian resiko agar

tidak menimbulkan bahaya baru.

2.3.5.5 Audit Internal

Audit internal merupakan alat bagi perusahaan untuk mengetahui apakah

SMK3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan sesuai

dengan standar OHSAS 18001. Tim audit harus bersifat independen dan obyektif

saat melakukan audit.

2.3.6 Tinjauan Manajemen (Act)

Tinjauan manajemen dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan. Saat

meninjau SMK3, manajemen puncak menerima beberapa informasi sebagai bahan

pemikiran untuk pengembangan SMK3 kedepannya, antara lain hasil audit

internal, dokumentasi insiden, dan dokumen lain yang memberikan informasi

tambahan mengenai keadaan SMK3.

2.4 Qualitative Risk Assessment (QRA)

Qualitative Risk Assessment (QRA) adalah metode untuk penilaian resiko

ditinjau dari tingkat kemungkinan terjadinya bahaya bila telah dilakukan

pengendalian terhadap proses (probability) dan tingkat keparahan dampak

(severity). Setiap parameter, yaitu probability dan severity dideskripsikan nilai

beserta definisi dari setiap nilainya. Kemudian setiap bahaya yang telah

diidentifikasi ditentukan nilai untuk masing-masing parameter.

Dalam penilaian severity, ditentukan skala penilaiannya yaitu nilai 1

sampai dengan 3. Dari skala yang ditentukan dibuat definisi untuk setiap nilainya.

18 Universitas Kristen Petra

Definisi severity mencakup keparahan dampak terhadap manusia, lingkungan, dan

kerugian terhadap materi. Definisi dari skala severity dapat dilihat dari tabel 2.1

dan tabel 2.2.

Tabel 2.1 Definisi Nilai Severity Menurut Metode QRA

Nilai Definisi Severity

1 (Minimal)

- Jika dampaknya menyebabkan cedera ringan, luka dangkal,

memar, iritasi mata oleh debu, rasa sakit sementara, cedera yang

terjadi cukup dirawat oleh tim P2K3 atau rawat jalan dan segera

pulih dalam satu hari.

- Jika insiden yang terjadi tidak parah, insiden pernah terjadi

sebelumnya.

- Jika dampaknya menyebabkan interupsi terhadap proses produksi

dalam satu jam sampai setengah shift kerja, menyebabkan

hilangnya satu hari kerja atau kurang, kerusakan properti yang

membutuhkan waktu pemulihan dalam satu hari.

2 (Quite

Serious)

- Jika dampaknya menyebabkan luka goresan yang dalam, luka

bakar, asma, gegar otak, terkilir, patah tulang minor, tuli,

dermatitis, kecacatan ringan namun permanen, menyebabkan

ketidakmampuan sementara untuk bekerja.

- Jika dampak terhadap lingkungan terbatas dan dipulihkan

kembali dalam waktu 1 bulan sampai 1 tahun.

- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan terhadap properti dan

membutuhkan pemulihan dalam satu minggu, interupsi terhadap

proses produksi dalam satu shift kerja sampai dengan satu

minggu, membutuhkan penanganan dari rumah sakit dan

hilangnya 2 sampai 7 hari kerja.

3 (Very

Serious)

- Jika dampaknya menyebabkan amputasi, patah tulang mayor,

cedera fatal, kecacatan permanen atau parsial, penyakit yang

tidak dapat disembuhkan dan menimbulkan kematian, penyakit

lain yang mengurangi ekspektasi hidup.

- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan lingkungan yang

permanen.

19 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.1 Definisi Nilai Severity Menurut Metode QRA (Lanjutan)

Nilai Definisi Severity

3 (Very

Serious)

- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan total pada properti,

interupsi terhadap proses produksi lebih dari satu minggu,

menyebabkan hilangnya hari kerja lebih dari satu minggu.

Tabel 2.2 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Kerugian Materi

Nilai Definisi Severity

1 (Minimal) Jika kerugian kurang dari 50 juta Rupiah.

2 (Quite

Serious) Jika kerugian lebih dari 50 juta Rupiah hingga 100 juta Rupiah.

3 (Very

Serious) Jika kerugian lebih dari 100 juta Rupiah.

Severity juga dapat didefinisikan berdasarkan isu yang dapat ditimbulkan

akibat terjadinya insiden. Kaitan severity dengan isu yang ditimbulkan adalah

pada umumnya semakin luas isu yang beredar mengenai insiden yang terjadi,

maka semakin besar insiden yang terjadi dan semakin banyak korban yang

ditimbulkan. Definisi nilai severity berdasarkan isu yang dapat ditimbulkan

ditampilkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Isu Sosial yang Ditimbulkan

Nilai Definisi Severity

1 (Minimal) Jika insiden menjadi isu internal antar karyawan.

2 (Quite

Serious)

Jika insiden menjadi isu bagi sektor industri dan kawasan lokal

sekitar perusahaan.

3 (Very

Serious) Jika insiden menjadi isu nasional.

Sama halnya dengan penilaian untuk severity, penilaian untuk probability

memiliki skala nilai 1 sampai dengan 3. Definisi dari probability mencakup

frekuensi terjadinya potensi bahaya dan durasi terjadinya potensi bahaya bila

20 Universitas Kristen Petra

sudah dilakukan kontrol proses dan pemenuhan terhadap peraturan pemerintah

yang terkait (detection). Meskipun dapat berpengaruh terhadap probability,

namun tidak ada prosentase atau matriks mengenai besar pengaruh detection

terhadap probability.

Definisi detection mencakup kemampuan kontrol proses untuk

mengendalikan kemungkinan terjadinya potensi bahaya dan dampak yang

ditimbulkan dan prosentase pemenuhan peraturan pemerintah yang terkait.

Definisi dari probability ditampilkan pada tabel 2.4. Sedangkan definisi dari

detection ditampilkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.4 Definisi Nilai Probabilty Menurut Metode QRA

Nilai Definisi Probability

3 (Probable)

- Potensi bahaya terjadi setiap bulan hingga setiap hari (durasi

kejadian yang lebih panjang).

- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam shift kerja

dengan total durasi panjang hingga mendominasi kegiatan dalam

satu shift kerja.

- Potensi bahaya terjadi dalam satu shift kerja tanpa ada variasi

aktivitas lain yang signifikan.

- Potensi bahaya terjadi sekali dalam satu shift kerja dengan durasi

yang cukup panjang mencapai atau lebih dari setengah shift

kerja.

- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kerja dengan durasi pendek

dan jumlahnya mencapai setengah shift kerja.

2

(Improbable)

- Potensi bahaya terjadi setiap tahun hingga setiap bulan (durasi

kejadian terbatas).

- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kali setiap bulannya namun

dengan durasi yang pendek.

- Kegiatan tidak rutin, potensi bahaya terjadi lebih dari sekali

dalam sebulan atau lebih dari satu kali dalam satu tahun dengan

durasi lebih dari satu jam untuk setiap kejadian.

21 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.4 Definisi Nilai Probabilty Menurut Metode QRA (Lanjutan)

Nilai Definisi Probability

2

(Improbable)

- Kondisi abnormal, dimana potensi bahaya terjadi karena

kesalahan manusia atau kegagalan peralatan.

- Potensi bahaya berkurang ketika orang yang bekerja pada area

yang berbahaya atau terekspos oleh bahaya namun tidak terus-

menerus terjadi.

1 (Very

Improbable)

- Potensi bahaya terjadi setiap tahun sampai beberapa tahun sekali

(dengan durasi singkat dan jarang).

- Bahaya potensial untuk kegiatan tidak rutin yang terjadi dalam

kondisi darurat, dibawah tekanan yang besar, dan kondisi yang

tidak dapat dihindari.

Tabel 2.5 Definisi Nilai Detection Menurut Metode QRA

Nilai Definisi Detection

1

- Terdapat peraturan perundangan terkait dan 75% hingga 100%

dari peraturan perundangan tersebut telah dipenuhi oleh

perusahaan.

- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini akan mendeteksi

dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya atau

dampak yang ditimbulkan oleh bahaya sehingga potensi bahaya

tidak akan terjadi atau jarang terjadi.

2

- Terdapat peraturan perundangan terkait dan 50% hingga 75%

dari peraturan perundangan tersebut telah dipenuhi oleh

perusahaan.

- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini akan mendeteksi

dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya atau

dampak yang ditimbulkan oleh bahaya namun masih dapat atau

sering terjadi.

3

- Terdapat peraturan perundangan terkait, namun peraturan

perundangan tersebut hanya dipenuhi oleh perusahaan kurang

dari 50%.

22 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.5 Definisi Nilai Detection Menurut Metode QRA (Lanjutan)

Nilai Definisi Detection

3

- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini tidak dapat

mendeteksi dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya

atau dampak yang ditimbulkan oleh bahaya sehingga

kemungkinan terjadinya potensi bahaya masih tinggi.

Menurut metode QRA, nilai probability dan severity yang ditampilkan

bukanlah data numerik yang dikalikan untuk mengetahui tingkat resikonya.

Penilaian severity dilakukan berdasarkan keparahan dampak yang diakibatkan.

Penentuan nilai probability dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya bahaya

dalam 1 shift kerja. Setelah nilai parameter severity dan probability dari masing-

masing kegiatan yang diidentifikasi bahayanya ditentukan, maka tingkat resiko

dapat dilihat dari matriks tingkat resiko, seperti yang ditampilkan pada tabel 2.6

dibawah ini.

Tabel 2.6 Matriks Tingkat Resiko

Severity Minimal (1) Quite Serious (2) Very Serious (3) Probability

Probable (3) 3 (Moderate Risk) 4 (Substantial Risk) 5 (Intorelable Risk)

Improbable (2) 2 (Tolerable Risk) 3 (Moderate Risk) 4 (Substantial Risk)

Very Improbable (1) 1 (Negligible) 2 (Tolerable Risk) 3 (Moderate Risk)

Kemudian berdasarkan hasil dari matriks tingkat resiko dapat diketahui

tindakan yang harus dilakukan terhadap proses tersebut, terutama bila tingkat

resiko tidak dapat diterima atau ditoleransi. Tingkat resiko yang tidak dapat

ditoleransi oleh PT Schneider Electric adalah tingkat resiko moderate (Moderate

Risk) hingga tingkat resiko yang tidak dapat ditoleransi (Intolerable Risk).

Keterangan lebih lanjut mengenai hasil penilaian resiko pada matriks tingkat

resiko ditampilkan pada tabel 2.7.

23 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.7 Penjelasan Tingkat Resiko

Tingkat Resiko Kontrol Resiko

5 (Intorelable Risk)

- Tingkat resiko yang menjadi prioritas pertama untuk

dilakukan perbaikan.

- Aktivitas tidak dapat dilakukan tanpa dilakukan

perbaikan untuk menurunkan tingkat resiko.

- Bila perbaikan tidak dapat dilakukan, maka aktivitas ini

dilarang untuk dilanjutkan.

4 (Substantial Risk)

- Tingkat resiko yang menjadi prioritas kedua untuk

dilakukan perbaikan.

- Untuk sebuah proyek baru, aktivitas ini tidak boleh

dilakukan bila resiko tidak dikurangi.

3 (Moderate Risk)

- Tingkat resiko yang menjadi prioritas ketiga untuk

dilakukan perbaikan.

- Aktivitas masih boleh terus berjalan, namun harus tetap

diawasi dan resiko harus dikurangi dalam jangka waktu

yang telah ditentukan.

2 (Tolerable Risk)

- Tingkat resiko yang dapat diterima dan tidak ada

kontrol tambahan yang dibutuhkan selama parameter

yang digunakan untuk penilaian resiko tetap.

- Monitoring tetap dilakukan untuk meyakinkan tingkat

resiko tetap dapat diterima dalam jangka waktu yang

panjang.

1 (Negligible) - Tingkat resiko yang dapat diterima dan tidak ada

tindakan pencegahan yang dibutuhkan.

Setiap perusahaan dapat menentukan elemen yang digunakan pada

dokumen HIRARC sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Berikut

ini merupakan elemen QRA yang digunakan dalam dokumen HIRARC milik PT

Schneider Electric, antara lain :

24 Universitas Kristen Petra

- Potential Environmental Aspect and Hazard

Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan

maupun individu.

- Detail Activity

Kegiatan yang menyebabkan timbulnya bahaya terhadap individu atau

lingkungan.

- Potential Impact (Environmental & Risk)

Dampak kerusakan terhadap individu maupun lingkungan yang

ditimbulkan oleh potensi bahaya.

- Number of employees (NOE)

Menunjukkan jumlah orang yang berkaitan dengan suatu detil operasi

dibanding jumlah orang yang berada di dalam suatu area kerja. Dimana area kerja

dibagi sesuai dengan pembagian yang terdapat pada dokumen HIRARC 2011.

- Probability (P)

Menunjukkan nilai dari kemungkinan terjadinya bahaya dalam aktivitas

kerja. Nilai dari Probability yang ditampilkan pada HIRARC 2011 didasarkan

pada definisi yang ditentukan pada tahap Risk Assessment.

- Severity (S)

Severity merupakan nilai tingkat keparahan dampak dari potensi bahaya.

Seperti halnya probability, nilai dari severity yang ditampilkan didasarkan pada

definisi yang telah ditentukan pada tahap Risk Assessment.

- Risk level

Tingkat resiko merupakan hasil kombinasi dari probability dan severity

menurut matriks resiko yang telah ditentukan. Tingkat resiko nantinya akan

menjadi acuan bagi perusahaan untuk menentukan bahaya yang memerlukan

pengendalian yang lebih lanjut.

2.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu alat yang secara

sistematis mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau

proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan

25 Universitas Kristen Petra

(Purdianta, 2008, para 2). Konsep FMEA dapat disesuaikan dengan konsep K3,

dan digunakan sebagai metode untuk penilaian resiko dalam HIRARC.

Penilaian resiko menurut metode FMEA adalah dengan

mengkombinasikan antara keparahan dampak (severity), kemungkinan munculnya

penyebab potensial dari bahaya (occurance) dan kemampuan proses kontrol yang

dilakukan untuk menghadapi bahaya (detection). Dari parameter tersebut

ditentukan skala penilaian dan definisi dari setiap nilainya. Tujuannya adalah

penilaian resiko untuk setiap area kerja yang termasuk dalam ruang lingkup

SMK3 PT Schneider sama. Skala yang digunakan untuk masing-masing

parameter adalah nilai 1 sampai dengan 5. Nilai-nilai tersebut bersifat kuantitatif

sehingga dapat dikalikan untuk mendapatkan Risk Priority Number (RPN).

Definisi severity mencakup keparahan dampak terhadap manusia,

lingkungan, dan kerugian terhadap materi. Berikut ini merupakan definisi dari

severity menurut metode FMEA.

Tabel 2.8 Definisi Nilai Severity Menurut Metode FMEA

Nilai Definisi

1

- Jika tidak ada dampak yang diakibatkan bagi manusia, proses produksi dan properti.

- Jika dampak yang diakibatkan sangat kecil bagi manusia, proses produksi, properti atau menyebabkan perawatan fisik setidaknya dalam 15 menit.

2

- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka kecil tetapi cukup hanya dirawat oleh tim P3K dan/atau menyebabkan satu hari kerja hilang atau kurang.

- Jika dampak yang diakibatkan adalah gangguan kesehatan dan dapat disembuhkan dalam waktu satu minggu atau kurang.

- Jika dampaknya menyebabkan hilangnya satu hari kerja atau kurang, kerusakan properti yang membutuhkan waktu pemulihan dalam satu hari.

3

- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka berat dan/atau menyebabkan sedikitnya dua hari kerja hilang atau kurang, interupsi proses produksi kurang dari setengah shift kerja atau penurunan kapasitas produksi, kerusakan properti dapat diperbaiki kurang dari satu minggu.

26 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.8 Definisi Nilai Severity Menurut Metode FMEA (Lanjutan)

Nilai Definisi

3 - Jika dampak yang terjadi mengakibatkan gangguan kesehatan

dan dapat disembuhkan dalam waktu satu minggu sampai enam bulan.

4

- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka berat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit dan/atau menyebabkan hari kerja hilang lebih dari dua hari.

- Jika dampak yang diakibatkan adalah gangguan kesehatan yang tidak dapat disembuhkan dan menyebabkan kematian.

- Jika dampak yang diakibatkan adalah kecacatan sementara, interupsi proses produksi dalam setengah sampai satu shift kerja, kerusakan properti yang dapat diperbaiki dalam satu minggu.

5

- Jika dampak yang diakibatkan adalah kecacatan permanen atau parsial atau bahkan kematian, kerusakan total terhadap properti, interupsi proses produksi setidaknya satu hari kerja (dua shift kerja).

 

Tabel 2.9 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Kerugian yang Dialami Perusahaan

Nilai Definisi

1 Jika tidak ada kerugian yang dialami.

2 Jika kerugian yang dialami kurang dari 10 juta rupiah.

3 Jika kerugian yang dialami lebih dari 10 juta rupiah tetapi kurang

dari 50 juta rupiah.

4 Jika kerugian yang dialami lebih dari 50 juta rupiah tetapi kurang

dari 100 juta rupiah.

5 Jika kerugian yang dialami lebih dari 100 juta rupiah.

Definisi dari occurrence didasarkan frekuensi aktivitas penyebab bahaya

dilakukan dan kondisi penyebab bahaya terjadi dalam satu shift kerja. Definisi

occurrence dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini.

27 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.10 Definisi Nilai Occurence Menurut Metode FMEA

Nilai Keterangan

1 (sangat jarang terjadi)

- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu sangat pendek atau pendek (sangat jarang dilakukan)

- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang tidak dapat diduga/ diketahui sama sekali bakal terjadi

2 (jarang terjadi)

- Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja tetapi dengan durasi waktu yang sangat pendek atau tidak signifikan

- Penyebab bahaya terjadi karena kesalahan manusia atau kegagalan peralatan atau mesin

3 (sedang) - Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dengan durasi waktu pendek/ signifikan dan secara akumulasi waktu mencapai setengah shift kerja

- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang lama hingga mencapai setengah shift kerja

- Penyebab bahaya berhubungan dengan dilakukannya suatu kegiatan di area berbahaya atau terpapar bahaya dari area berbahaya namun tidak secara konstan dilakukan.

4 (sering terjadi)

- Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang cukup lama dan mendominasi seluruh kegiatan dalam satu shift

- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang lama hingga mencapai lebih dari setengah shift kerja

- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi dimana akibat dari bahaya tetap dirasakan dalam durasi pendek setelah kegiatan selesai dilakukan

5 (pasti terjadi)

- Penyebab bahaya terjadi dalam satu shift kerja tanpa ada variasi aktifitas lain yang signifikan

- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang sama sekali tidak dapat dihindarkan atau berlangsung terus menerus dalam kurun waktu shift kerja penuh

Seperti yang telah dijelaskan diatas, detection atau deteksi merupakan

kemampuan proses kontrol yang dilakukan untuk menghadapi bahaya. Skala

28 Universitas Kristen Petra

dari detection yang digunakan adalah nilai 1 hingga 5. Proses kontrol yang ada

saat ini bisa jadi merupakan pengendalian resiko sebagai tindak lanjut dari

penilaian resiko yang dilakukan pada dokumen HIRARC sebelumnya.

Definisi detection juga mencakup tingkat pemenuhan peraturan pemerintah

yang bersangkutan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan.

Berikut ini merupakan definisi dari skala detection.

Tabel 2.11 Definisi Nilai Detection Menurut Metode FMEA

Nilai Keterangan 1 - Kontrol proses dapat mendeteksi dan/ atau mencegah penyebab

bahaya sehingga kemungkinan bahaya terjadi menjadi kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali.

- Kontrol sangat dapat mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.

- Terdapat peraturan pemerintah dan telah dipenuhi secara penuh. 2 - Kontrol proses memiliki kemampuan yang besar dalam

pendeteksian atau pencegahan penyebab bahaya sehingga penyebab bahaya/ aspek bahaya jarang terjadi.

- Kontrol proses mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.

- Terdapat peraturan pemerintah dan lebih dari setengah telah dipenuhi.

3 - Kontrol proses dapat mendeteksi dan/ atau mencegah penyebab bahaya atau kurang dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya sehingga kemungkinan untuk terjadi bahaya menjadi masih sering terjadi.

- Kontrol proses cukup mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.

- Terdapat peraturan pemerintah dan setengah telah dipenuhi. 4 - Kontrol proses memiliki kemampuan yang kecil dalam

pendeteksian atau pencegahan penyebab bahaya atau tidak dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya sehingga aspek bahaya menjadi lebih sering terjadi.

- Kontrol proses kurang mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.

- Terdapat peraturan pemerintah dan kurang dari setengah telah dipenuhi.

29 Universitas Kristen Petra

Tabel 2.11. Definisi Nilai Detection Menurut Metode FMEA (Lanjutan)

Nilai Keterangan 5 - Kontrol proses tidak mampu untuk mendeteksi dan/ atau

mencegah penyebab bahaya. - Kontrol proses tidak mampu mengendalikan bahaya atau dampak

dari bahaya. - Terdapat peraturan pemerintah dan belum dipenuhi sama sekali.

Berdasarkan definisi parameter-parameter tersebut dilakukan penilaian

resiko pada proses yang telah diidentifikasi bahayanya. Nilai dari severity,

detection dan occurrence ditentukan untuk setiap prosesnya. Kemudian nilai-nilai

tersebut dikombinasikan dan menghasilkan Risk Priority Number (RPN). Dari

RPN dapat diketahui apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak. Menurut

standar PT Schneider Electric, resiko dinyatakan sebagai resiko yang dapat

diterima (Acceptable Risk) bila RPN dibawah 26. Sedangkan bila berada diatas

26, maka dinyatakan sebagai resiko yang tidak dapat diterima dan perlu dilakukan

pengontrolan terhadap resiko. Tentunya prioritas pengontrolan resiko untuk

bahaya untuk semua nilai RPN tidaklah sama. Oleh karena itu dilakukan

pembagian prioritas kontrol resiko untuk nilai RPN yang dihasilkan, seperti yang

ditampilkan pada tabel 2.12.

Tabel 2.12 Pembagian Prioritas Berdasarkan Nilai RPN

Nilai RPN Kondisi 1. RPN : 95-125 Prioritas pertama untuk dilakukan kontrol resiko 2. RPN : 61-94 Prioritas kedua untuk dilakukan kontrol resiko 3. RPN : 27-60 Prioritas ketiga untuk dilakukan kontrol resiko 4. RPN : 1-27 Resiko yang dapat diterima berdasarkan kondisi pasti

selama tidak ada perubahan pada parameter RPN

Elemen FMEA yang digunakan oleh perusahaan untuk dokumen HIRARC

adalah sebagai berikut :

- Detail Activity

Kegiatan yang menyebabkan timbulnya bahaya terhadap individu atau

lingkungan.

30 Universitas Kristen Petra

- Facility

Peralatan kerja yang digunakan untuk proses produksi, termasuk mesin-

mesin dan fasilitas yang terdapat di lantai produksi.

- Potential Environmental Aspect and Hazard

Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan

maupun individu.

- Potential Impact (Environmental & Risk)

Dampak kerusakan terhadap individu maupun lingkungan yang

ditimbulkan oleh potensi bahaya.

- Potential Cause(s)/ Mechanism(s) of Aspect

Menjelaskan penyebab dari potensi bahaya yang terjadi.

- Current Process Control(s)

Pengendalian proses yang telah diterapkan oleh perusahaan untuk

mengendalikan terjadinya potensi bahaya, penyebab timbulnya bahaya dan

dampak yang ditimbulkan.

- Occurrence (O)

Menunjukkan nilai dari kemungkinan terjadinya penyebab bahaya dalam

aktivitas kerja.

- Severity (S)

Severity merupakan nilai tingkat keparahan dampak dari potensi bahaya.

- Detection (D)

Nilai yang menunjukkan keefektifan dari kontrol proses yang telah

dilakukan oleh perusahaan.

- Risk Priority Number

Nilai yang merupakan hasil dari kombinasi severity, occurrence dan

detection. Hasil RPN menunjukkan apakah resiko dapat ditoleransi atau tidak dan

menunjukkan prioritas dari kontrol resiko yang diperlukan. Prioritas resiko

berdasarkan nilai RPN telah ditampilkan diatas pada tabel 2.11.

- Priority Class

Menunjukkan prioritas resiko berdasarkan nilai RPN yang dihasilkan.