2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan …
Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan …
4 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang bebas dari resiko
kecelakaan atau kerusakan atau dengan resiko yang relatif sangat kecil di bawah
tingkat tertentu (Simanjuntak,1994). Sedangkan definisi kecelakaan kerja adalah
sesuatu yang tidak terencana, tidak terkontrol, dan sesuatu hal yang tidak
diperkirakan sebelumnya, sehingga mengganggu efektivitas kerja seseorang
(Anton, 1989).
Kecelakaan kerja tentunya dapat menghasilkan kerugian dalam bentuk
materi maupun kerugian lain, yaitu hilangnya nama baik perusahaan dimata
masyarakat luas. Oleh karena itu tujuan dari penerapan keselamatan kerja dalam
bekerja adalah :
- Pencegahan terhadap kecelakaan yang dapat terjadi saat bekerja.
- Pengendalian kerugian akibat kecelakaan yang terjadi saat bekerja.
- Pengendalian resiko kecelakaan terhadap manusia, alat dan aset hingga pada
tingkat yang dapat diterima.
- Mengidentifikasi dan menghilangkan resiko yang tidak dapat diterima.
2.1.2 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para
pekerja (Simanjuntak, 1994). Gangguan kesehatan pada pekerja dapat dialami
secara sementara ataupun permanen. Seperti halnya kecelakaan kerja, gangguan
kesehatan akibat kerja pun dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Jika
kesehatan pekerja menurun maka, maka akan mengakibatkan turunnya
produktifitas dari pekerja. Tujuan dari penerapan kesehatan kerja dalam bekerja
adalah :
- Pencegahan terhadap pencemaran lingkungan akibat aktivitas kerja.
- Pencegahan terhadap timbulnya penyakit yang disebabkan oleh aktivitas kerja.
5 Universitas Kristen Petra
- Menurunkan dampak pencemaran lingkungan dan penyakit terhadap manusia
yang disebabkan oleh aktivitas kerja.
2.1.3 Dasar Hukum K3
K3 memiliki landasan hukum yang wajib dipatuhi oleh semua bagian
manajemen perusahaan, antara lain pekerja, pemilik, pemegang saham
(stakeholder) dan pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan.
Indonesia telah memiliki landasan hukum mengenai K3 yang harus dipatuhi oleh
pihak-pihak yang telah disebutkan diatas, landasan hukum tersebut antara lain :
- Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini membahas hak dan kewajiban tenaga kerja, serta
persyaratan keselamatan kerja yang harus diterapkan dalam perusahaan.
Semuanya dibahas secara general sehingga dapat disesuaikan dengan bisnis yang
dijalankan oleh perusahaan.
- Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 87 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa setiap perusahaan
harus memiliki SMK3 yang berintegrasi dengan bagian manajemen perusahaan
lainnya.
- Undang-undang No. 8 tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-undang ini mencantumkan hak konsumen atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam menggunakan barang atau jasa.
2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Saat ini Indonesia telah memiliki standar nasional SMK3 menurut
PER.05/MEN/1996. Sedangkan standar internasional SMK3 adalah OHSAS
(Occupational Health and Safety Assessment Series) 18001.
2.2.1 Definisi SMK3
Definisi SMK3 menurut PER.05/MEN/1996 adalah bagian dari sistem
manajemen keseluruhan yang meliputi struktur perusahaan, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
6 Universitas Kristen Petra
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan aktivitas
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sedangkan
definisi SMK3 menurut OHSAS 18001 adalah bagian dari suatu sistem
manajemen perusahaan yang digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan
kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 dalam perusahaan.
Dapat disimpulkan dari kedua definisi tersebut bahwa SMK3 merupakan
bagian dari manajemen perusahaan yang bertanggungjawab atas keberadaan
kebijakan K3 dalam perusahaan serta bertugas untuk meminimalisasi resiko yang
terkandung dalam aktivitas kerja yang dilakukan oleh perusahaan.
2.2.2 Tujuan Penerapan SMK3
Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk mengelola risiko K3 yang
ada dalam perusahaan agar kejadian yang tidak diinginkan atau dapat
menimbulkan kerugian dapat dicegah (Ramli, 2010). Selain tujuan utama seperti
yang disebutkan diatas, terdapat tujuan lain dari penerapan SMK3, antara lain :
- Alat ukur penerapan K3 dalam perusahaan (audit SMK3). Pengukuran ini
dilakukan dengan membandingkan hasil pelaksanaan K3 dilapangan dan
persyaratan SMK3.
- Pedoman pelaksanaan K3 dalam perusahaan. SMK3 dapat berfungsi sebagai
pedoman dalam pengembangan SMK3.
- SMK3 sebagai sertifikasi. Perusahaan yang telah menerapkan SMK3 dalam
perusahaannya akan mendapatkan sertifikasi dari badan sertifikasi.
- SMK3 berfungsi sebagai penghargaan. Perusahaan yang telah menerapkan K3
akan mendapatkan penghargaan dari instansi tertentu atas pencapaiannya
dalam menerapkan K3.
2.3 OHSAS 18001 (Occupational Health and Safety Assessment Series)
Seperti yang telah dijelaskan diatas, OHSAS 18001 merupakan standar
internasional untuk sistem manajemen K3 dalam sebuah organisasi. Edisi pertama
OHSAS dipublikasikan pada tahun 1999. Kemudian seturut perkembangannya,
pada Juli 2007 telah diterbitkan OHSAS 18001:2007 yang resmi menggantikan
OHSAS 18001:1999 sebagai edisi pertama dari OHSAS 18001.
7 Universitas Kristen Petra
OHSAS 18001 menggunakan pendekatan PDCA dalam penerapannya
pada sebuah perusahaan. Pendekatan PDCA juga berfungsi sebagai siklus
pelaksanaan SMK3 dalam perusahaan. Pada skema dibawah ini akan dijelaskan
model pendekatan PDCA yang digunakan oleh OHSAS 18001:2007.
Gambar 2.1 SMK3 Menurut OHSAS 18001
Sumber : Ramli (2010, p.67)
- Plan, perencanaan SMK3 dalam suatu perusahaan merupakan langkah awal
dalam penerapan SMK3. Tanpa perencanaan dan perancangan yang matang
maka SMK3 akan berjalan tanpa arah yang jelas. Seperti yang ditunjukkan
pada skema diatas, tahap plan mencakup perancangan kebijakan K3 dan
perencanaan.
- Do, implementasi SMK3 melalui berbagai program dan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia untuk membantu keberhasilan penerapan K3 dalam
perusahaan. Dukungan dari semua pihak terkait sangat diperlukan pada tahap
ini.
8 Universitas Kristen Petra
- Check, penilaian dan pemeriksaan SMK3 untuk mengetahui pencapaian
kebijakan K3 yang telah diatur pada tahap Plan dengan membandingkannya
terhadap implementasi yang telah dilakukan pada tahap Do.
- Act, pengambilan tindakan untuk memastikan berjalannya SMK3 yang
berkesinambungan.
Siklus tersebut diharapkan berjalan secara terus menerus seperti skema
diatas, hingga pada akhirnya kegiatan bisnis perusahaan ditutup atau ditiadakan.
Berikut ini akan dijelaskan klausul OHSAS 18001:2007, seperti yang terdapat
pada skema diatas :
2.3.1 Persyaratan umum
Persyaratan umum mengacu pada kewajiban perusahaan untuk
menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan, melakukan pengembangan
secara terus menerus terhadap SMK3 yang berpedoman sesuai dengan standar
OHSAS. Perusahaan juga diwajibkan mengatur strategi untuk memenuhi standar
tersebut dan menetapkan ruang lingkup SMK3 dalam perusahaan. Perlu
diperhatikan, penetapan ruang lingkup SMK3 dalam perusahaan harus disesuaikan
berdasarkan :
- Ukuran perusahaan
- Lokasi perusahaan
- Bisnis yang dijalankan oleh perusahaan
- Kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab perusahaan
- Resiko dari bisnis yang dijalankan
- Budaya dalam perusahaan
- SMK3 dan kebijakan K3 yang telah diterapkan oleh perusahaan
2.3.2 Kebijakan K3
Klausul ini mengacu pada kewajiban manajemen puncak untuk menyusun
kebijakan K3 dan memastikan ruang lingkup SMK3 yang ditetapkan telah sesuai
dengan faktor-faktor seperti yang disebutkan diatas. Kemudian kebijakan K3 yang
telah disusun harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pihak yang terkait
9 Universitas Kristen Petra
dengan aktivitas bisnis perusahaan. Bila tidak, maka kebijakan K3 tidak dapat
dijalankan apalagi dilestarikan keberadaannya di dalam perusahaan.
Manajemen puncak juga diwajibkan untuk mendokumentasikan dan
meninjau ulang kebijakan K3 serta ruang lingkup SMK3 agar tetap sesuai dengan
keadaan perusahaan yang sekarang, apalagi bila perusahaan mengalami perubahan
yang dapat mempengaruhi kebijakan K3 serta ruang lingkup SMK3 di dalamnya.
2.3.3 Perencanaan SMK3 (Plan)
2.3.3.1 Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC)
Hazard Identification, Risk Assessment, Risk Control (HIRARC)
merupakan salah satu klausul yang terdapat dalam OHSAS 18001:2007. Klausul
ini mewajibkan perusahaan untuk membentuk, menerapkan dan memelihara
prosedur untuk mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian resiko dan
pengendalian bahaya yang diperlukan. Dari prosedur tersebut akan terbentuk
menjadi dokumen HIRARC. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
OHSAS 18001:2007, prosedur mengenai HIRARC harus memperhatikan
beberapa hal, antara lain :
- Kegiatan rutin dan tidak rutin.
- Kegiatan seluruh individu yang memiliki akses untuk memasuki tempat kerja.
- Kecenderungan perilaku individu dalam melakukan sebuah pekerjaan.
- Potensi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
kualitas keselamatan dan kesehatan kerja pada orang yang berada di dalam
tempat kerja.
- Sumber daya dan fasilitas kerja yang merupakan milik perusahaan maupun
milik pihak lain.
- Usulan perubahan atau perubahan yang dilakukan di dalam perusahaan,
mencakup aktivitas kerja, fasilitas dan material.
- Dampak dari perubahan sementara maupun permanen SMK3 dalam
perusahaan bagi aktivitas kerja, fasilitas dan material.
- Pertimbangan terhadap kewajiban hukum yang relevan dengan penilaian dan
pengendalian resiko.
10 Universitas Kristen Petra
- Rancangan area kerja, fasilitas, material, prosedur standar operasional dan
struktur manajemen, serta kemampuan manusia untuk beradaptasi.
a. Hazard Identification
Menurut OHSAS 18001 definisi dari bahaya adalah tindakan, situasi
maupun kegiatan yang berpotensi menciderai maupun memberi dampak buruk
bagi kesehatan manusia. Dari kesimpulan tersebut dapat dilihat bahwa identifikasi
bahaya mencakup potensi terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat
pekerjaan. Identifikasi bahaya harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dengan pertimbangan seperti yang telah disebutkan diatas. Tujuannya
adalah tidak ada potensi bahaya yang terlewat saat proses identifikasi bahaya
dilakukan sehingga pada akhirnya dapat diambil tindakan pengendalian resiko
yang tepat.
Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya, yaitu :
- Metode pasif
Prinsip metode ini adalah mengetahui bahaya dengan cara mengalami bahaya
tersebut. Misalnya mengetahui bahaya penggunaan pisau setelah tersayat
pisau. Metode ini merupakan metode konvensional dan tidak bersifat preventif
karena kecelakaan telah terjadi.
- Metode semiproaktif
Prinsip metode ini dengan mempelajari potensi bahaya berdasarkan
pengalaman orang lain. Lebih baik dari metode pasif namun tidak cukup baik
karena tidak semua potensi bahaya pernah menimbulkan kecelakaan.
- Metode proaktif
Merupakan metode terbaik untuk mengidentifikasi bahaya karena mencari
potensi bahaya sebelum terjadi kecelakaan. Metode ini bersifat preventif
karena dapat mencegah kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh potensi
bahaya. Beberapa pendekatan metode proaktif yang dapat digunakan antara
lain : Data kejadian, Brainstorming, Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA), Task Analysis, Event Tree Analysis, Job Safety Analysis, dll.
11 Universitas Kristen Petra
Penggunaan metode tersebut mengacu pada parameter yang digunakan dalam
penilaian resiko (Risk Assessment).
Dalam proses identifikasi bahaya perlu diketahui sumber bahaya.
Tujuannya agar hasil identifikasi bahaya dapat mencakup seluruh aspek yang
memang dapat menjadi potensi bahaya. Bahaya dapat bersumber dari :
- Man (Manusia)
Manusia merupakan faktor penentu dari terjadinya kecelakaan kerja. Faktor
manusia misalnya kecocokan postur tubuh dengan sebuah pekerjaan, perilaku/
kecenderungan seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.
- Machine (Mesin/Alat)
Penggunaan mesin atau peralatan dalam aktivitas kerja dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa mesin atau
peralatan juga merupakan sumber bahaya. Misalnya penggunaan gergaji listrik
dapat menimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan berkurangnya fungsi
indera pendengaran manusia.
- Material (Material)
Material yang memerlukan perlakuan khusus dalam penggunaan dan
penyimpanannya. Misalnya material yang mudah terbakar, meledak dan
bersifat korosif.
- Environment (Lingkungan Kerja)
Keadaan tempat kerja mencakup gedung, fasilitas dan lingkungan sekitar
tempat kerja yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau sakit-penyakit.
Misalnya kurangnya tingkat cahaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
penglihatan terhadap pekerja yang bekerja di area tersebut.
b. Risk Assessment
Penilaian resiko dilakukan sebagai tindaklanjut dari identifikasi bahaya
yang telah dilakukan pada fase sebelumnya. Tujuan dari penilaian resiko adalah
mengetahui tingkat resiko dari masing-masing potensi bahaya sehingga dapat
ditentukan bahaya yang menjadi prioritas atau yang memerlukan tindaklanjut.
Tingkat resiko dapat diketahui dengan cara mengkombinasikan kemungkinan
terjadinya bahaya (probability) dan keparahan dampak (severity).
12 Universitas Kristen Petra
Dalam penilaian resiko diperlukan beberapa data yang terkait dengan
aktivitas yang dilakukan di dalam lingkungan peusahaan. Data tersebut antara lain
durasi dan frekuensi dari suatu kegiatan dalam satu shift kerja, jumlah pekerja
yang melakukan kegiatan tersebut dalam satu shift kerja.
Penilaian resiko dapat dilakukan dengan metode kualitatif (Qualitative
Risk Assessment) maupun kuantitatif (Quantitative Risk Assessment). Pemilihan
metode penilaian resiko didasarkan pada kebutuhan perusahaan. Perlu
diperhatikan, identifikasi bahaya dan penilaian resiko hendaknya dilakukan pada
saat perusahaan akan melakukan perubahan terhadap aktivitas bisnis, proses-
proses yang dilakukan maupun perubahan SMK3.
c. Risk Control
Setelah melakukan identifikasi bahaya dan penilaian resiko, kemudian
akan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian resiko. Hendaknya hasil penilaian
resiko turut dipertimbangkan dalam menentukan pengendalian resiko.
Pengendalian resiko akan dilakukan terhadap resiko yang tidak dapat diterima
atau yang menjadi prioritas dari hasil penilaian resiko. Tidak menutup
kemungkinan juga resiko yang tidak menjadi prioritas juga ikut dikendalikan.
Tujuan dari pengendalian bahaya adalah untuk menghilangkan resiko atau
mengurangi resiko hingga tingkat yang dapat diterima. Menurut OHSAS
18001:2007, definisi resiko yang dapat diterima adalah resiko yang telah
diturunkan hingga tingkat tertentu yang dapat ditoleransi oleh organisasi untuk
memenuhi peraturan perundangan dan kebijakan K3.
Pengendalian resiko dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
resiko dengan mengikuti hirarki dibawah ini :
- Eliminasi
Berada pada tingkat hierarki yang tinggi, yaitu pengendalian resiko dengan
menghilangkan sumber bahaya, misalnya menutup proses painting yang
seringkali membuat pekerja sesak nafas akibat debu yang dihasilkan dalam
proses painting.
- Substitusi
13 Universitas Kristen Petra
Merupakan teknik pengendalian resiko dengan mengganti fasilitas, material
atau Standard Operating Procedure (SOP) dengan yang lebih rendah
bahayanya. Praktek teknik substitusi ini misalnya mengganti mesin milling
manual yang bising dan beresiko mencederai pekerja dengan mesin milling
otomatis yang jauh lebih aman.
- Pengendalian Teknis/ Engineering
Pengendalian teknis biasanya dilakukan pada peralatan dan fasilitas teknis di
lingkungan kerja dengan mengubah desain atau menambahkan peralatan yang
dapat memperkecil resiko. Pada mesin pemotong yang menghasilkan debu
dari proses pemotongannya dapat diberi penutup sehingga debu tidak tersebar
pada udara bebas.
- Pengendalian Administratif
Pengendalian resiko secara administratif misalnya dengan mengatur shift
kerja, durasi waktu kerja, waktu istirahat, dll.
- Alat Pelindung Diri (APD)
Pemanfaatan APD untuk pengendalikan resiko merupakan pilihan terakhir
dalam hierarki pengendalian resiko. APD berfungsi untuk mengurangi
keparahan kecelakaan (reduce severity) dan bukan mencegah kecelakaan
(reduce probability). Pada pasal 14C Undang-undang Keselamatan Kerja No.
1 tahun 1970 berisi ketentuan yang mengharuskan perusahaan memberikan
APD sesuai dengan jenis bahaya yang dihadapi. Salah satu praktek
penggunaan APD dalam bekerja adalah penggunaan masker pada perusahaan
kimia untuk mencegah terhirupnya uap bahan kimia yang tersebar diudara
bebas.
Gambar 2.2 Hirarki Pengendalian Resiko
Sumber : PT Schneider (2008, p.21)
14 Universitas Kristen Petra
2.3.3.2 Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lain
Perusahaan wajib untuk mematuhi peraturan perundangan dan persyaratan
lain yang berhubungan dengan K3 dalam perusahaan. Peraturan perundangan dan
persyaratan tersebut hendaknya ikut dipertimbangkan dalam menetapkan dan
menjalankan SMK3. Peraturan perundangan dan persyaratan harus diinformasikan
kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan. Bila terjadi
perubahan, maka hendaknya diinformasikan ulang kepada seluruh pihak yang
terkait.
2.3.3.3 Tujuan dan Program
Perusahaan wajib untuk menetapkan tujuan dari penerapan SMK3
diperusahaan. Tujuan-tujuan tersebut harus dapat diukur, realistis dan sesuai
dengan kebijakan K3 yang telah disusun. Hendaknya dalam penyusunan tujuan
turut mempertimbangkan faktor finansial, teknologi, peraturan perundangan yang
berlaku dan pendapat dari pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan.
Perusahaan harus merencanakan, melakukan dan memelihara program
yang dapat mendukung tercapainya tujuan SMK3 yang telah ditetapkan. Program
ini juga harus didokumentasikan dan diinformasikan kepada semua pihak yang
terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan.
2.3.4 Penerapan dan Operasi (Do)
2.3.4.1 Sumber Daya, Peran, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan Wewenang
Sebagai penanggung jawab tertinggi dalam SMK3, manajemen puncak
memiliki kewajiban untuk menunjukkan komitmennya berupa :
- Memastikan fasilitas dan sumber daya yang diperlukan untuk merencanakan,
implementasi, dan improvisasi SMK3 dalam perusahaan tersedia. Fasilitas dan
sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, finansial, dan
teknologi.
- Menentukan peran dan tanggung jawab dari setiap individu dalam SMK3.
Perusahaan hendaknya menunjuk seorang anggotanya untuk menjadi
penanggungjawab K3.
15 Universitas Kristen Petra
2.3.4.2 Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian
Perusahaan wajib untuk memastikan setiap individu yang memiliki
peranan dalam aktivitas yang memiliki dampak terhadap K3 harus memiliki
kompetensi dalam melakukan pekerjaannya. Perusahaan juga bertugas untuk
mengadakan pelatihan yang diperlukan untuk individu tersebut.
2.3.4.3 Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi
Perusahaan harus dapat berkomunikasi kepada semua pihak yang terkait
dengan kegiatan bisnis perusahaan mengenai K3 dan SMK3. Sebaliknya
perusahaan juga wajib menerima masukan dari pihak-pihak tersebut. Hal ini
dilakukan agar kedua pihak mendapat masukan yang berguna bagi pengembangan
K3 dan SMK3. Selain itu perusahaan harus berusaha agar pekerja bersedia untuk
terlibat dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan K3 dan SMK3.
2.3.4.4 Dokumentasi dan Pengendalian Dokumen
Perusahaan harus membuat dokumentasi terhadap setiap kegiatan K3,
mencakup kebijakan K3 yang disusun pada tahap perencanaan, pelaksanaan K3,
audit K3, insiden yang terjadi dan kejadian lain yang berhubungan aktivitas yang
berhubungan dengan K3. Dokumen tersebut juga harus ditinjau secara berkala
agar tetap relevan dengan aktivitas K3 yang dijalankan saat ini.
2.3.4.5 Pengendalian Operasional
Pengendalian operasional berhubungan erat dengan pengendalian resiko
dalam aktivitas kerja yang dapat memberi dampak terhadap K3. Oleh karena itu
perusahaan harus memelihara prosedur yang berkaitan dengan kegiatan
operasional atau dapat disebut Standard Operational Procedure (SOP). Tujuan
dari penyusunan SOP adalah untuk menghindarkan kecelakaan kerja yang tidak
diinginkan akibat cara kerja yang tidak terstandar.
2.3.4.6 Kesigapan dan Tanggap Darurat
Perusahaan diharuskan menetapkan SOP untuk mengidentifikasi potensi
keadaan darurat dan tindakan yang harus dilakukan saat sedang berada dalam
16 Universitas Kristen Petra
keadaan darurat. Kesiapan atas keadaan darurat dapat diuji coba dengan
melakukan simulasi kebakaran atau mengatasi kecelakaan kerja.
2.3.5 Pemeriksaan (Check)
2.3.5.1 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja
Perusahaan diwajibkan untuk menentukan prosedur yang akan digunakan
sebagai alat ukur kinerja K3. Pengukuran kinerja K3 dapat dilakukan secara
kualitatif maupun kuantitatif bergantung dari kebutuhan perusahaan. bila
pengukuran kinerja K3 menggunakan peralatan khusus, maka peralatan tersebut
harus dikalibrasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Tujuan dari klausul ini adalah untuk mengetahui apakah SMK3 berjalan sesuai
dengan rencana atau tidak. Dilakukannya pemantauan dan pengukuran kinerja
juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan apa saja yang menyebabkan
SMK3 tidak berjalan sesuai dengan rencana.
2.3.5.2 Evaluasi Kesesuaian
Evaluasi keseuaian perlu dilakukan terhadap persyaratan hukum maupun
standar fasilitas ataupun peralatan yang berhubungan dengan aktivitas kerja dalam
perusahaan. Pada bab 2.3 telah disebutkan contoh-contoh perundangan yang
mungkin menjadi tanggungan perusahaan. Sedangkan standar fasilitas contohnya
adalah standar pompa air, mesin-mesin, dll.
2.3.5.3 Penyelidikan Insiden
Insiden merupakan semua kejadian yang menimbulkan atau dapat
menimbulkan kerugian baik materi, kerusakan atau cedera pada manusia (Ramli,
2010). Contoh dari insiden adalah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
kebakaran, dll. Setiap insiden yang terjadi dalam perusahaan harus diselidiki
terlebih dahulu tujuannya adalah :
- Mengetahui faktor utama penyebab insiden untuk kemudian dapat
menghindari kejadian serupa dikemudian hari.
- Sebagai dokumentasi untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam
penyusunan dokumen HIRARC.
17 Universitas Kristen Petra
- Mengetahui kelemahan dari SOP yang saat ini dijalankan.
2.3.5.4 Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
Bila saat dilakukan inspeksi atau audit ditemukan ketidak-sesuaian, maka
perusahaan harus melakukan perbaikan untuk mencegah terjadinya insiden akibat
ketidak-sesuaian tersebut. Ketidak-sesuaian dapat berasal dari fasilitas kerja,
individu, lingkungan dan lainnya. Tindakan perbaikan yang dilakukan untuk
memperbaiki ketidak-sesuaian juga harus melalui proses penilaian resiko agar
tidak menimbulkan bahaya baru.
2.3.5.5 Audit Internal
Audit internal merupakan alat bagi perusahaan untuk mengetahui apakah
SMK3 yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan sesuai
dengan standar OHSAS 18001. Tim audit harus bersifat independen dan obyektif
saat melakukan audit.
2.3.6 Tinjauan Manajemen (Act)
Tinjauan manajemen dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan. Saat
meninjau SMK3, manajemen puncak menerima beberapa informasi sebagai bahan
pemikiran untuk pengembangan SMK3 kedepannya, antara lain hasil audit
internal, dokumentasi insiden, dan dokumen lain yang memberikan informasi
tambahan mengenai keadaan SMK3.
2.4 Qualitative Risk Assessment (QRA)
Qualitative Risk Assessment (QRA) adalah metode untuk penilaian resiko
ditinjau dari tingkat kemungkinan terjadinya bahaya bila telah dilakukan
pengendalian terhadap proses (probability) dan tingkat keparahan dampak
(severity). Setiap parameter, yaitu probability dan severity dideskripsikan nilai
beserta definisi dari setiap nilainya. Kemudian setiap bahaya yang telah
diidentifikasi ditentukan nilai untuk masing-masing parameter.
Dalam penilaian severity, ditentukan skala penilaiannya yaitu nilai 1
sampai dengan 3. Dari skala yang ditentukan dibuat definisi untuk setiap nilainya.
18 Universitas Kristen Petra
Definisi severity mencakup keparahan dampak terhadap manusia, lingkungan, dan
kerugian terhadap materi. Definisi dari skala severity dapat dilihat dari tabel 2.1
dan tabel 2.2.
Tabel 2.1 Definisi Nilai Severity Menurut Metode QRA
Nilai Definisi Severity
1 (Minimal)
- Jika dampaknya menyebabkan cedera ringan, luka dangkal,
memar, iritasi mata oleh debu, rasa sakit sementara, cedera yang
terjadi cukup dirawat oleh tim P2K3 atau rawat jalan dan segera
pulih dalam satu hari.
- Jika insiden yang terjadi tidak parah, insiden pernah terjadi
sebelumnya.
- Jika dampaknya menyebabkan interupsi terhadap proses produksi
dalam satu jam sampai setengah shift kerja, menyebabkan
hilangnya satu hari kerja atau kurang, kerusakan properti yang
membutuhkan waktu pemulihan dalam satu hari.
2 (Quite
Serious)
- Jika dampaknya menyebabkan luka goresan yang dalam, luka
bakar, asma, gegar otak, terkilir, patah tulang minor, tuli,
dermatitis, kecacatan ringan namun permanen, menyebabkan
ketidakmampuan sementara untuk bekerja.
- Jika dampak terhadap lingkungan terbatas dan dipulihkan
kembali dalam waktu 1 bulan sampai 1 tahun.
- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan terhadap properti dan
membutuhkan pemulihan dalam satu minggu, interupsi terhadap
proses produksi dalam satu shift kerja sampai dengan satu
minggu, membutuhkan penanganan dari rumah sakit dan
hilangnya 2 sampai 7 hari kerja.
3 (Very
Serious)
- Jika dampaknya menyebabkan amputasi, patah tulang mayor,
cedera fatal, kecacatan permanen atau parsial, penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan menimbulkan kematian, penyakit
lain yang mengurangi ekspektasi hidup.
- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan lingkungan yang
permanen.
19 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Definisi Nilai Severity Menurut Metode QRA (Lanjutan)
Nilai Definisi Severity
3 (Very
Serious)
- Jika dampaknya menyebabkan kerusakan total pada properti,
interupsi terhadap proses produksi lebih dari satu minggu,
menyebabkan hilangnya hari kerja lebih dari satu minggu.
Tabel 2.2 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Kerugian Materi
Nilai Definisi Severity
1 (Minimal) Jika kerugian kurang dari 50 juta Rupiah.
2 (Quite
Serious) Jika kerugian lebih dari 50 juta Rupiah hingga 100 juta Rupiah.
3 (Very
Serious) Jika kerugian lebih dari 100 juta Rupiah.
Severity juga dapat didefinisikan berdasarkan isu yang dapat ditimbulkan
akibat terjadinya insiden. Kaitan severity dengan isu yang ditimbulkan adalah
pada umumnya semakin luas isu yang beredar mengenai insiden yang terjadi,
maka semakin besar insiden yang terjadi dan semakin banyak korban yang
ditimbulkan. Definisi nilai severity berdasarkan isu yang dapat ditimbulkan
ditampilkan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Isu Sosial yang Ditimbulkan
Nilai Definisi Severity
1 (Minimal) Jika insiden menjadi isu internal antar karyawan.
2 (Quite
Serious)
Jika insiden menjadi isu bagi sektor industri dan kawasan lokal
sekitar perusahaan.
3 (Very
Serious) Jika insiden menjadi isu nasional.
Sama halnya dengan penilaian untuk severity, penilaian untuk probability
memiliki skala nilai 1 sampai dengan 3. Definisi dari probability mencakup
frekuensi terjadinya potensi bahaya dan durasi terjadinya potensi bahaya bila
20 Universitas Kristen Petra
sudah dilakukan kontrol proses dan pemenuhan terhadap peraturan pemerintah
yang terkait (detection). Meskipun dapat berpengaruh terhadap probability,
namun tidak ada prosentase atau matriks mengenai besar pengaruh detection
terhadap probability.
Definisi detection mencakup kemampuan kontrol proses untuk
mengendalikan kemungkinan terjadinya potensi bahaya dan dampak yang
ditimbulkan dan prosentase pemenuhan peraturan pemerintah yang terkait.
Definisi dari probability ditampilkan pada tabel 2.4. Sedangkan definisi dari
detection ditampilkan pada tabel 2.5.
Tabel 2.4 Definisi Nilai Probabilty Menurut Metode QRA
Nilai Definisi Probability
3 (Probable)
- Potensi bahaya terjadi setiap bulan hingga setiap hari (durasi
kejadian yang lebih panjang).
- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam shift kerja
dengan total durasi panjang hingga mendominasi kegiatan dalam
satu shift kerja.
- Potensi bahaya terjadi dalam satu shift kerja tanpa ada variasi
aktivitas lain yang signifikan.
- Potensi bahaya terjadi sekali dalam satu shift kerja dengan durasi
yang cukup panjang mencapai atau lebih dari setengah shift
kerja.
- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kerja dengan durasi pendek
dan jumlahnya mencapai setengah shift kerja.
2
(Improbable)
- Potensi bahaya terjadi setiap tahun hingga setiap bulan (durasi
kejadian terbatas).
- Potensi bahaya terjadi lebih dari satu kali setiap bulannya namun
dengan durasi yang pendek.
- Kegiatan tidak rutin, potensi bahaya terjadi lebih dari sekali
dalam sebulan atau lebih dari satu kali dalam satu tahun dengan
durasi lebih dari satu jam untuk setiap kejadian.
21 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.4 Definisi Nilai Probabilty Menurut Metode QRA (Lanjutan)
Nilai Definisi Probability
2
(Improbable)
- Kondisi abnormal, dimana potensi bahaya terjadi karena
kesalahan manusia atau kegagalan peralatan.
- Potensi bahaya berkurang ketika orang yang bekerja pada area
yang berbahaya atau terekspos oleh bahaya namun tidak terus-
menerus terjadi.
1 (Very
Improbable)
- Potensi bahaya terjadi setiap tahun sampai beberapa tahun sekali
(dengan durasi singkat dan jarang).
- Bahaya potensial untuk kegiatan tidak rutin yang terjadi dalam
kondisi darurat, dibawah tekanan yang besar, dan kondisi yang
tidak dapat dihindari.
Tabel 2.5 Definisi Nilai Detection Menurut Metode QRA
Nilai Definisi Detection
1
- Terdapat peraturan perundangan terkait dan 75% hingga 100%
dari peraturan perundangan tersebut telah dipenuhi oleh
perusahaan.
- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini akan mendeteksi
dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya atau
dampak yang ditimbulkan oleh bahaya sehingga potensi bahaya
tidak akan terjadi atau jarang terjadi.
2
- Terdapat peraturan perundangan terkait dan 50% hingga 75%
dari peraturan perundangan tersebut telah dipenuhi oleh
perusahaan.
- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini akan mendeteksi
dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya atau
dampak yang ditimbulkan oleh bahaya namun masih dapat atau
sering terjadi.
3
- Terdapat peraturan perundangan terkait, namun peraturan
perundangan tersebut hanya dipenuhi oleh perusahaan kurang
dari 50%.
22 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.5 Definisi Nilai Detection Menurut Metode QRA (Lanjutan)
Nilai Definisi Detection
3
- Pengendalian yang telah dilakukan saat ini tidak dapat
mendeteksi dan/ atau mengendalikan terjadinya potensi bahaya
atau dampak yang ditimbulkan oleh bahaya sehingga
kemungkinan terjadinya potensi bahaya masih tinggi.
Menurut metode QRA, nilai probability dan severity yang ditampilkan
bukanlah data numerik yang dikalikan untuk mengetahui tingkat resikonya.
Penilaian severity dilakukan berdasarkan keparahan dampak yang diakibatkan.
Penentuan nilai probability dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya bahaya
dalam 1 shift kerja. Setelah nilai parameter severity dan probability dari masing-
masing kegiatan yang diidentifikasi bahayanya ditentukan, maka tingkat resiko
dapat dilihat dari matriks tingkat resiko, seperti yang ditampilkan pada tabel 2.6
dibawah ini.
Tabel 2.6 Matriks Tingkat Resiko
Severity Minimal (1) Quite Serious (2) Very Serious (3) Probability
Probable (3) 3 (Moderate Risk) 4 (Substantial Risk) 5 (Intorelable Risk)
Improbable (2) 2 (Tolerable Risk) 3 (Moderate Risk) 4 (Substantial Risk)
Very Improbable (1) 1 (Negligible) 2 (Tolerable Risk) 3 (Moderate Risk)
Kemudian berdasarkan hasil dari matriks tingkat resiko dapat diketahui
tindakan yang harus dilakukan terhadap proses tersebut, terutama bila tingkat
resiko tidak dapat diterima atau ditoleransi. Tingkat resiko yang tidak dapat
ditoleransi oleh PT Schneider Electric adalah tingkat resiko moderate (Moderate
Risk) hingga tingkat resiko yang tidak dapat ditoleransi (Intolerable Risk).
Keterangan lebih lanjut mengenai hasil penilaian resiko pada matriks tingkat
resiko ditampilkan pada tabel 2.7.
23 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.7 Penjelasan Tingkat Resiko
Tingkat Resiko Kontrol Resiko
5 (Intorelable Risk)
- Tingkat resiko yang menjadi prioritas pertama untuk
dilakukan perbaikan.
- Aktivitas tidak dapat dilakukan tanpa dilakukan
perbaikan untuk menurunkan tingkat resiko.
- Bila perbaikan tidak dapat dilakukan, maka aktivitas ini
dilarang untuk dilanjutkan.
4 (Substantial Risk)
- Tingkat resiko yang menjadi prioritas kedua untuk
dilakukan perbaikan.
- Untuk sebuah proyek baru, aktivitas ini tidak boleh
dilakukan bila resiko tidak dikurangi.
3 (Moderate Risk)
- Tingkat resiko yang menjadi prioritas ketiga untuk
dilakukan perbaikan.
- Aktivitas masih boleh terus berjalan, namun harus tetap
diawasi dan resiko harus dikurangi dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
2 (Tolerable Risk)
- Tingkat resiko yang dapat diterima dan tidak ada
kontrol tambahan yang dibutuhkan selama parameter
yang digunakan untuk penilaian resiko tetap.
- Monitoring tetap dilakukan untuk meyakinkan tingkat
resiko tetap dapat diterima dalam jangka waktu yang
panjang.
1 (Negligible) - Tingkat resiko yang dapat diterima dan tidak ada
tindakan pencegahan yang dibutuhkan.
Setiap perusahaan dapat menentukan elemen yang digunakan pada
dokumen HIRARC sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Berikut
ini merupakan elemen QRA yang digunakan dalam dokumen HIRARC milik PT
Schneider Electric, antara lain :
24 Universitas Kristen Petra
- Potential Environmental Aspect and Hazard
Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan
maupun individu.
- Detail Activity
Kegiatan yang menyebabkan timbulnya bahaya terhadap individu atau
lingkungan.
- Potential Impact (Environmental & Risk)
Dampak kerusakan terhadap individu maupun lingkungan yang
ditimbulkan oleh potensi bahaya.
- Number of employees (NOE)
Menunjukkan jumlah orang yang berkaitan dengan suatu detil operasi
dibanding jumlah orang yang berada di dalam suatu area kerja. Dimana area kerja
dibagi sesuai dengan pembagian yang terdapat pada dokumen HIRARC 2011.
- Probability (P)
Menunjukkan nilai dari kemungkinan terjadinya bahaya dalam aktivitas
kerja. Nilai dari Probability yang ditampilkan pada HIRARC 2011 didasarkan
pada definisi yang ditentukan pada tahap Risk Assessment.
- Severity (S)
Severity merupakan nilai tingkat keparahan dampak dari potensi bahaya.
Seperti halnya probability, nilai dari severity yang ditampilkan didasarkan pada
definisi yang telah ditentukan pada tahap Risk Assessment.
- Risk level
Tingkat resiko merupakan hasil kombinasi dari probability dan severity
menurut matriks resiko yang telah ditentukan. Tingkat resiko nantinya akan
menjadi acuan bagi perusahaan untuk menentukan bahaya yang memerlukan
pengendalian yang lebih lanjut.
2.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu alat yang secara
sistematis mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau
proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan
25 Universitas Kristen Petra
(Purdianta, 2008, para 2). Konsep FMEA dapat disesuaikan dengan konsep K3,
dan digunakan sebagai metode untuk penilaian resiko dalam HIRARC.
Penilaian resiko menurut metode FMEA adalah dengan
mengkombinasikan antara keparahan dampak (severity), kemungkinan munculnya
penyebab potensial dari bahaya (occurance) dan kemampuan proses kontrol yang
dilakukan untuk menghadapi bahaya (detection). Dari parameter tersebut
ditentukan skala penilaian dan definisi dari setiap nilainya. Tujuannya adalah
penilaian resiko untuk setiap area kerja yang termasuk dalam ruang lingkup
SMK3 PT Schneider sama. Skala yang digunakan untuk masing-masing
parameter adalah nilai 1 sampai dengan 5. Nilai-nilai tersebut bersifat kuantitatif
sehingga dapat dikalikan untuk mendapatkan Risk Priority Number (RPN).
Definisi severity mencakup keparahan dampak terhadap manusia,
lingkungan, dan kerugian terhadap materi. Berikut ini merupakan definisi dari
severity menurut metode FMEA.
Tabel 2.8 Definisi Nilai Severity Menurut Metode FMEA
Nilai Definisi
1
- Jika tidak ada dampak yang diakibatkan bagi manusia, proses produksi dan properti.
- Jika dampak yang diakibatkan sangat kecil bagi manusia, proses produksi, properti atau menyebabkan perawatan fisik setidaknya dalam 15 menit.
2
- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka kecil tetapi cukup hanya dirawat oleh tim P3K dan/atau menyebabkan satu hari kerja hilang atau kurang.
- Jika dampak yang diakibatkan adalah gangguan kesehatan dan dapat disembuhkan dalam waktu satu minggu atau kurang.
- Jika dampaknya menyebabkan hilangnya satu hari kerja atau kurang, kerusakan properti yang membutuhkan waktu pemulihan dalam satu hari.
3
- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka berat dan/atau menyebabkan sedikitnya dua hari kerja hilang atau kurang, interupsi proses produksi kurang dari setengah shift kerja atau penurunan kapasitas produksi, kerusakan properti dapat diperbaiki kurang dari satu minggu.
26 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.8 Definisi Nilai Severity Menurut Metode FMEA (Lanjutan)
Nilai Definisi
3 - Jika dampak yang terjadi mengakibatkan gangguan kesehatan
dan dapat disembuhkan dalam waktu satu minggu sampai enam bulan.
4
- Jika dampak yang diakibatkan adalah luka berat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit dan/atau menyebabkan hari kerja hilang lebih dari dua hari.
- Jika dampak yang diakibatkan adalah gangguan kesehatan yang tidak dapat disembuhkan dan menyebabkan kematian.
- Jika dampak yang diakibatkan adalah kecacatan sementara, interupsi proses produksi dalam setengah sampai satu shift kerja, kerusakan properti yang dapat diperbaiki dalam satu minggu.
5
- Jika dampak yang diakibatkan adalah kecacatan permanen atau parsial atau bahkan kematian, kerusakan total terhadap properti, interupsi proses produksi setidaknya satu hari kerja (dua shift kerja).
Tabel 2.9 Definisi Nilai Severity Berdasarkan Kerugian yang Dialami Perusahaan
Nilai Definisi
1 Jika tidak ada kerugian yang dialami.
2 Jika kerugian yang dialami kurang dari 10 juta rupiah.
3 Jika kerugian yang dialami lebih dari 10 juta rupiah tetapi kurang
dari 50 juta rupiah.
4 Jika kerugian yang dialami lebih dari 50 juta rupiah tetapi kurang
dari 100 juta rupiah.
5 Jika kerugian yang dialami lebih dari 100 juta rupiah.
Definisi dari occurrence didasarkan frekuensi aktivitas penyebab bahaya
dilakukan dan kondisi penyebab bahaya terjadi dalam satu shift kerja. Definisi
occurrence dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini.
27 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.10 Definisi Nilai Occurence Menurut Metode FMEA
Nilai Keterangan
1 (sangat jarang terjadi)
- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu sangat pendek atau pendek (sangat jarang dilakukan)
- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang tidak dapat diduga/ diketahui sama sekali bakal terjadi
2 (jarang terjadi)
- Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja tetapi dengan durasi waktu yang sangat pendek atau tidak signifikan
- Penyebab bahaya terjadi karena kesalahan manusia atau kegagalan peralatan atau mesin
3 (sedang) - Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dengan durasi waktu pendek/ signifikan dan secara akumulasi waktu mencapai setengah shift kerja
- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang lama hingga mencapai setengah shift kerja
- Penyebab bahaya berhubungan dengan dilakukannya suatu kegiatan di area berbahaya atau terpapar bahaya dari area berbahaya namun tidak secara konstan dilakukan.
4 (sering terjadi)
- Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang cukup lama dan mendominasi seluruh kegiatan dalam satu shift
- Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu yang lama hingga mencapai lebih dari setengah shift kerja
- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi dimana akibat dari bahaya tetap dirasakan dalam durasi pendek setelah kegiatan selesai dilakukan
5 (pasti terjadi)
- Penyebab bahaya terjadi dalam satu shift kerja tanpa ada variasi aktifitas lain yang signifikan
- Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang sama sekali tidak dapat dihindarkan atau berlangsung terus menerus dalam kurun waktu shift kerja penuh
Seperti yang telah dijelaskan diatas, detection atau deteksi merupakan
kemampuan proses kontrol yang dilakukan untuk menghadapi bahaya. Skala
28 Universitas Kristen Petra
dari detection yang digunakan adalah nilai 1 hingga 5. Proses kontrol yang ada
saat ini bisa jadi merupakan pengendalian resiko sebagai tindak lanjut dari
penilaian resiko yang dilakukan pada dokumen HIRARC sebelumnya.
Definisi detection juga mencakup tingkat pemenuhan peraturan pemerintah
yang bersangkutan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan.
Berikut ini merupakan definisi dari skala detection.
Tabel 2.11 Definisi Nilai Detection Menurut Metode FMEA
Nilai Keterangan 1 - Kontrol proses dapat mendeteksi dan/ atau mencegah penyebab
bahaya sehingga kemungkinan bahaya terjadi menjadi kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
- Kontrol sangat dapat mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.
- Terdapat peraturan pemerintah dan telah dipenuhi secara penuh. 2 - Kontrol proses memiliki kemampuan yang besar dalam
pendeteksian atau pencegahan penyebab bahaya sehingga penyebab bahaya/ aspek bahaya jarang terjadi.
- Kontrol proses mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.
- Terdapat peraturan pemerintah dan lebih dari setengah telah dipenuhi.
3 - Kontrol proses dapat mendeteksi dan/ atau mencegah penyebab bahaya atau kurang dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya sehingga kemungkinan untuk terjadi bahaya menjadi masih sering terjadi.
- Kontrol proses cukup mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.
- Terdapat peraturan pemerintah dan setengah telah dipenuhi. 4 - Kontrol proses memiliki kemampuan yang kecil dalam
pendeteksian atau pencegahan penyebab bahaya atau tidak dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya sehingga aspek bahaya menjadi lebih sering terjadi.
- Kontrol proses kurang mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.
- Terdapat peraturan pemerintah dan kurang dari setengah telah dipenuhi.
29 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.11. Definisi Nilai Detection Menurut Metode FMEA (Lanjutan)
Nilai Keterangan 5 - Kontrol proses tidak mampu untuk mendeteksi dan/ atau
mencegah penyebab bahaya. - Kontrol proses tidak mampu mengendalikan bahaya atau dampak
dari bahaya. - Terdapat peraturan pemerintah dan belum dipenuhi sama sekali.
Berdasarkan definisi parameter-parameter tersebut dilakukan penilaian
resiko pada proses yang telah diidentifikasi bahayanya. Nilai dari severity,
detection dan occurrence ditentukan untuk setiap prosesnya. Kemudian nilai-nilai
tersebut dikombinasikan dan menghasilkan Risk Priority Number (RPN). Dari
RPN dapat diketahui apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak. Menurut
standar PT Schneider Electric, resiko dinyatakan sebagai resiko yang dapat
diterima (Acceptable Risk) bila RPN dibawah 26. Sedangkan bila berada diatas
26, maka dinyatakan sebagai resiko yang tidak dapat diterima dan perlu dilakukan
pengontrolan terhadap resiko. Tentunya prioritas pengontrolan resiko untuk
bahaya untuk semua nilai RPN tidaklah sama. Oleh karena itu dilakukan
pembagian prioritas kontrol resiko untuk nilai RPN yang dihasilkan, seperti yang
ditampilkan pada tabel 2.12.
Tabel 2.12 Pembagian Prioritas Berdasarkan Nilai RPN
Nilai RPN Kondisi 1. RPN : 95-125 Prioritas pertama untuk dilakukan kontrol resiko 2. RPN : 61-94 Prioritas kedua untuk dilakukan kontrol resiko 3. RPN : 27-60 Prioritas ketiga untuk dilakukan kontrol resiko 4. RPN : 1-27 Resiko yang dapat diterima berdasarkan kondisi pasti
selama tidak ada perubahan pada parameter RPN
Elemen FMEA yang digunakan oleh perusahaan untuk dokumen HIRARC
adalah sebagai berikut :
- Detail Activity
Kegiatan yang menyebabkan timbulnya bahaya terhadap individu atau
lingkungan.
30 Universitas Kristen Petra
- Facility
Peralatan kerja yang digunakan untuk proses produksi, termasuk mesin-
mesin dan fasilitas yang terdapat di lantai produksi.
- Potential Environmental Aspect and Hazard
Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan
maupun individu.
- Potential Impact (Environmental & Risk)
Dampak kerusakan terhadap individu maupun lingkungan yang
ditimbulkan oleh potensi bahaya.
- Potential Cause(s)/ Mechanism(s) of Aspect
Menjelaskan penyebab dari potensi bahaya yang terjadi.
- Current Process Control(s)
Pengendalian proses yang telah diterapkan oleh perusahaan untuk
mengendalikan terjadinya potensi bahaya, penyebab timbulnya bahaya dan
dampak yang ditimbulkan.
- Occurrence (O)
Menunjukkan nilai dari kemungkinan terjadinya penyebab bahaya dalam
aktivitas kerja.
- Severity (S)
Severity merupakan nilai tingkat keparahan dampak dari potensi bahaya.
- Detection (D)
Nilai yang menunjukkan keefektifan dari kontrol proses yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
- Risk Priority Number
Nilai yang merupakan hasil dari kombinasi severity, occurrence dan
detection. Hasil RPN menunjukkan apakah resiko dapat ditoleransi atau tidak dan
menunjukkan prioritas dari kontrol resiko yang diperlukan. Prioritas resiko
berdasarkan nilai RPN telah ditampilkan diatas pada tabel 2.11.
- Priority Class
Menunjukkan prioritas resiko berdasarkan nilai RPN yang dihasilkan.