BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomieprints.umm.ac.id/43757/3/BAB II.pdf · Terjadi tekanan langsung...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomieprints.umm.ac.id/43757/3/BAB II.pdf · Terjadi tekanan langsung...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ilmu ergonomi merupakan ilmu berkenaan dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, Keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah atau
di tempat lainnya. Didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem
dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan
tujuan utama yaitu menyesuaikan kerja dengan suasananya. Penerapan
ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (design)
ataupun rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti
misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi pegangan
alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (display), jalan
lorong (access way), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain.
Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti
kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/ perancangan.
Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Didalam ergonomi
dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya
saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusianya (Nurmianto, 1996). Pada International Ergonomics Association
menyatakan bahwa ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”.
5
Sesuai dengan pengertian ergonomi, prinsip penting ergonomi yang selalu
digunakan adalah prinsip fitting the task to the man, yang berarti harus disesuaikan
dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Menurut Santoso (2004) apabila ingin
meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di
sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak
(kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain disesuaikan dengan disesuaikan
dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang
meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan
meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang
tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka akan boros
penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan
mencelakakan.
2.2 Tujuan dan Pentingnya Ergonomi
Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada
suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian
antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja
harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan
jumlah tenaga kerja yang tidak masuk kerja.namun pendekatan ergonomi mencoba
mencapai kebaikan antara pekerjadan pemimpin perusahaan. Hal ini dapat dicapai
dengan memperhatikan empat tujuan utama, antara lain :
1. Memaksimalkan efisiensi tenaga kerja
2. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja
3. Menganjurkan agar bekerja aman dan nyaman
4. Memaksimalkan performansi kerja yang meyakinkan
Konsekuensi situasi kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi tubuh menjadi
kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa mengalami
gangguan kesehatan seperti nyeri pinggang (low back pain), gangguan otot rangka
6
dan lain-lain. Oleh karena itu, ergonomi penting karena pendekatan ergonomi adalah
membuat keserasian yang baik antara manusia dengan mesin dan lingkungan.
2.3 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2.3.1 Pengertian MSDs
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal (Tarwaka, 2004).
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebana
n dihentikan.
2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada ot
ot masih berlanjut.
2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan MSDs
Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal :
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering
dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga
yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan
beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimal otot. Apabila
7
serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan
otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus
tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat
dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. Sikap kerja
tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
4. Faktor penyebab sekunder
Faktor ini meliputi:
Tekanan
Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh
pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang
lunak akan menerima tekan langsung dari pegangan alat dan apabila hal ini
sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
Getaran
Getaran dan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunana asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada
otot.
8
Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban,
sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian
juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampaui besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi pasokan energi yang cukup, maka
kan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot.
5. Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam
melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam
waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas
mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.
Gambar 2.1 keluhan muculoskeletal
(sumber : share ilmu sehat.com)
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat
sakit.
9
Langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal sebagai berikut:
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif
sebagai berikut :
Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang
dapat dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan menggunakan peralatan yang ada.
Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan.
Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,
contonya memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja
lainnya.
Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit,
misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :
Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan lebih inovatif dalam upaya
pencegahan resiko sakit akibat kerja.
Pengaturan waktu kerja istirahat yang seimbang
Menyesuaikan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan
sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.
10
2.4 Nordic Body Map (NBM)
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang
dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak)
adalah sistem organ yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk
bergerak menggunakan sistem otot dan rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan
bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.
Menurut Sukania, dkk (2010) Melalui pendekatan Nordic Body Map dapat
diketahui bahian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan,
contoh tenaga kerja setelah melakukam aktivitas kerja merasakan pegal pada bagian
leher karena bekerja dengan posisi leher menunduk dan keluhan masuk dalam
kategori sakit. Selanjutnya bagian tubuh dinilai sesuai kategori mulai dari rasa tidak
sakit, agak sakit, sakit sampai sangat sakit. Dengan menganalisis peta tubuh seperti
gambar 2.2 maka dapat diestimasijenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang
dirasakan oleh tenaga kerja.
11
Gambar 2.2 Peta Tubuh (Sumber : Nurmianto 1996)
Keterangan:
0. leher bagian atas 16. tangan kiri
1. leher bagian bawah 17. tangan kanan
2. bahu kiri 18. paha kiri
3. bahu kanan 19. paha kanan
4. lengan atas kiri 20. lutut kiri
5. Punggung 21. lutut kanan
6. lengan atas kanan 22. betis kiri
7. Pinggang 23. betis kanan
8. Bokong 24. pergelangan kaki kiri
9. Pantat 25. pergelangan kaki kanan
10. siku kiri 26. kaki kiri
11. siku kanan 27. kaki kanan
12. lengan bawah kiri 13. lengan bawah kanan 14. pergelangan tangan kiri 15. pergelangan tangan kanan
Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard Nordic
Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan untuk
mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya. Standard
Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang dirasakan tergantung
pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh
akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain.
Pekerja dengan postur kerja MMH pada saat melakukan aktivitas
(membungkuk, menekuk, leher menunduk, lengan menjauhi badan) penggunaan otot
dan beban termasuk dalam kategori action level 4. Postur kerja tersebut beresiko
mengakibatkan cedera atau kerusakan pada otot (Septina, 2010). Akibat dari cara
manual (Manual material handling) tersebut keluhan dirasakan pada bagian-bagian
otot dari yang sangat ringan hingga sangat sakit, inilah yang disebut dengan
musculoskeletal disorders (MSDs) (Grandjean, 1993: Lemaster, 1996 dalam
12
Tarwaka, dkk, 2004). Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian
otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai berat, ringan artinya keluhan yang dirasakan tidak serius dan dapat sembuh
tanpa ada treatment lebih lanjut, sedangkan berat artinya keluhan yang dirasakan
serius yang berpengaruh dalam aktivitas kerja. Jika dalam hal ini otot menerima
beban statis secara berulang dalam waktu yang lama maka dapat menyebabkan
kerusakan pada otot, saraf, tendon, persendian, kartilago, dan discus intervetebrata
(Tarwaka, 2004). Salah satu penyebab MSDs adalah posisi postur kerja yang tidak
sesuai dengan prinsip ergonomi, dari hasil pengamatan awal, proses pemindahan
barang dari hasil produksi menuju gudang penyimpanan dengan cara manual atau
masih menggunakan tenaga pekerja. Posisi saat kerja gerakan yang dilakukan pada
proses ini seperti memutar tubuh, meraih/ menjangkau barang, mengangkat barang,
membungkuk, meletakan barang dilakukan secara berulang-ulang. Apabila posisi ini
dipertahankan secara berulang-ulang, maka akan menimbulkan keluhan kelelahan dan
rasa sakit yang dirasakan oleh operator dan akan menghambat kinerja pekerja. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian “proses pengangkatan beban yang beresiko
menimbulkan musculoskeletal disorders (MSDs)” (Pratiwi, 2010), dan dikuatkan oleh
hasil penelitian terhadap operator-operator yang bekerja dalam posisi yang kurang
ergonomi (Nugraha, dkk, 2013).
Dalam penelitian lain yang dilakukan Bahri (2013), aktivitas Manual Material
Handling (MMH) dan perancangan alat yang tidak memperhatikan dengan dimensi
tubuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada salah satu anggota tubuh
karyawan oleh karena itu diperlukan system kerja yang baik dan benar. Keluhan rasa
sakit yang dirasakan oleh operator pada bagian produksi di mixer sudah dirasakan
karena akibat aktivitas manual material handling yang tidak tepat dan postur kerja
yang tidak alami, yaitu berupa rasa sakit pada leher, bahu, punggung, pinggang,
tangan dan jari. Oleh karena itu peneliti menganalisa dan mengevaluasi gerakan
postur kerja pada proses produksi .
13
Gambar 2.3 Kuisioner Nordic Body Map 2.5 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu metode penelitian
untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini
dirancang oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett (1993) yang menyediakan sebuah
perhitungan skor beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki
resiko pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau anggota badan bagian atas
(Torik, 2015).
14
Gambar 2.4 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Metode ini tidak membutuhkan dokumentasi gambar dan foto dalam penetapan
penilaian postur leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi skor yang
telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi
postur kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para
pekerja dan mengetahui beban musculoskletal yang memungkinkan menimbulkan
gangguan pada anggota badan atas.
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot
statis, tenaga kekuatan dan postur), adapun maanfaat Untuk mempermudah penilaian
postur tubuh, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
2.5.1 Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower
arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran pergelangan tangan (wirst twist).
15
1. Lengan Atas (Upper Arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian yang dilakukan
terhadapa sudut yang dibentuk lengan atas pada saat melakukan aktivitas kerja. sudut
yang dibentuk oleh lengan atas diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur
lengan atas (upper arm) dapat dilihat pada gambar 2.5
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.5 Postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm) dapat dilihat
pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Skor bagian lengan atas (upper arm)
Gambar
Pustur Pergerakan
Article I.
Skor Skor Perubahan
A 200 ( kedepan maupun kebelakang dari
tubuh) 1
+1 jika bahu naik
+1 jika lengan
16
B >200 (kebelakang) atau 200-450 2 berputar/bengkok
C 450-900 3
D >900 4
2. Lengan Bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian yang dilakukan
terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat melakukan aktivitas kerja.
sudut yang dibentuk oleh lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun
postur lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada Gambar 2.6.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.6 Skor Lengan Bawah (Lower Arm)
Skor penilaian bagian lengan bawah (lower arm) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Skor Lengan Bawah (lower Arm) Gambar
Postur
Pergerakan Skor Skor Perubahan
B 600-1000 1 +1 Jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah
atau keluar dari sisi tubuh C < 600 atau
1000 2
17
3. Pergelangan Tangan (Wrist)
Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian yang dilakukan
terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada saat melakukan aktivitas
kerja. sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan
bawah. Adapun postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada Gambar 2.7.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.7 Postur Tubuh Pergelangan Tangan (Wrist)
Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan(wrist) dapat dilihat pada tabel
2.3.
Tabel 2.3 Skor Pergelangan Tangan (Wrist)
Gambar Postur Pergerakan Skor Skor Perubahan
A Posisi netral 1
+1 jika pergelangan
tangan putaran menjauhi
sisi tengah
B 0-150 (ke atas maupun ke
bawah) 2
C, d >150 (ke atas maupun ke bawah) 3
18
4. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Adapun postur putaran pergelangan tangan (wrist twist) dapat dilihat pada Gambar
2.8.
(a) (b)
Gambar 28 Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral diberi skor :
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan
putaran pergelangan tanagn dimasukan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk
memperoleh skor seperti terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Skor Grup A
Upper
Arm
Lower
Arm
Wrist
1 2 3 4
Wrist
Twist
Wrist
Twist
Wrist
Twist
Wrist
Twist
1 2 1 2 1 2 1 2
1
1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 2 3 3 3 4 4
19
2
1 2 2 2 3 3 3 4 4
2 2 2 2 3 3 3 4 4
3 2 3 3 3 3 4 4 5
3
1 2 3 3 3 4 4 5 5
2 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 3 3 4 4 4 5 5
4
1 3 4 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 3 4 4 5 5 5 6 6
5
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6
1 7 7 7 7 7 8 8 8
2 7 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
5. Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A pada Tabel 2.4, maka
hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor aktivitas
tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih
dari 4kali permenit
6. Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh
grup A pada Tabel 2.5, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor beban.
20
Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel
2.6. Tabel 2.6 Skor Beban
Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 +1 jika postur statis dan dilakukan
berulang-ulang
10 kg 2 -
2.6.2 Penilaian Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki
(legs).
1. Leher (Neck)
Penilaian terhadap leher (neck) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat pada Gambar 2.9.
(a) (b) (c) (d)
21
(e) (f)
Gambar 2.9 Postur Tubuh bagian Leher (Neck) Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada Tabel 2.7
Tabel 2.7 Skor Bagian Leher (neck)
Gambar Postur Pergerakan Skor Skor Perubahan
A 0-100 1 + 1 jika leher
berputar/bengkok
+ 1 jika batang tubuh
bengkok
B 100-200 2
C >200 3
D Ekstensi 4
2. Batang Tubuh (Trunk)
Penilaian terhadap batang tubuh (trunk), merupakan penilaian terhadap sudut
yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan aktivitas kerja dngan
kemiringan yang sudah diklasifikasikan. Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh
saat melakukan aktivitas kerja dapat dilihat pada Gambar 2.11.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.10 Postur bagian Batang Tubuh (Trunk)
Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk ) dapat dilihat pada Tabel 2.8.
22
Tabel 2.8 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk)
Gambar Postur Pergerakan Skor Skor Perubahan
A Posisi normal (900) 1
+ 1 jika leher berputar/bengkok
+ 1jika batang tubuh bungkuk
B 0-200 2
C 200-600 3
D >600 4
3. Kaki (Legs)
Penilaian terhadap kaki (legs) adalah penilaian yang dilakukan terhadap posisi
kaki pada saat melakukan aktivitas kerja operator bekerja dengan posisi
normal/seimbang atau bertumpu pada satu kaki lurus. Adapun posisi kaki dapat
dilihat pada Gambar 2.12.
(a) (b)
Gambar 2.11 Posisi Kaki (Legs)
Skor penilaian untuk kaki (legs) dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Skor Bagian Kaki (legs)
Gambar Postur Pergerakan Skor
A Posisi normal/seimbang 1
B Tidak seimbang 2
23
Nilai dari skor postur tubuh leher, batang tubuh, dan kaki dimasukan keTabel
2.10 untuk mengetahui skornya. Tabel 2.9 Skor Grup B Trunk Postur Score
Neck
Trunk Postur Score
1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
4. Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur tubuh
grub B pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik + 1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam
Pengulangan + 1 Tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari 4 kali
per menit
24
5. Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk postur
tubuh grup B pada Tabel 2.11, maka hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor
beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan kategori yang dapat dilihat
pada Tabel 2.12. Tabel 2.12 Skor Beban
Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 + 1 jika postur statis dan dilakukan berulang-
ulang
>10 kg 3 -
Untuk memperoleh skor akhir (grand score), skor yang diperoleh untuk postur
tubuh grup A dan grup B dikombinasikan ke Tabel 2.13. Tabel 2.13 Grand Total Score Table
Score Group
A
Score Group B
1 2 3 4 5 6 7
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
25
+8 5 5 6 7 7 7 7
Hasil skor dari Tabel 2.13 tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
level resiko pada Tabel 2.14. Tabel 2.14 Kategori Tindakan RULA
Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan
1 – 2 Minimum Aman
3 – 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
5 – 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga