BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1...

14
12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional seseorang dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Altruis adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik (Schroeder, Penner, Dovidio, & Piliavin, 1995 dalam Taylor, 2009). Sarwono (2009) pada altruistik, tindakan seseorang untuk memberikan bantuan pada orang lain adalah bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfless) bukan untuk kepentingan diri sendiri (selfish). Perilaku altruis didorong oleh keinginan pribadi untuk menolong sesama tanpa mengharap imbalan. Hal ini dilakukan karena rasa empati yang besar yang dimiliki seseorang sehingga rela berkorban untuk kepentingan orang lain. Batson (Sarwono, 2009) menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari motivasi altruistik. Seseorang yang altruis memiliki motivasi yang tinggi dalam membantu membahagiakan orang lain. Staub (Dayakisni, 2012) menyatakan ada tiga indikator tindakan yang dapat dikatakan altruis, yaitu: 1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Altruis

2.1.1 Pengertian

Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk

menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan

atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

seseorang dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain.

Altruis adalah tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih, atau

ingin sekedar beramal baik (Schroeder, Penner, Dovidio, & Piliavin, 1995

dalam Taylor, 2009). Sarwono (2009) pada altruistik, tindakan seseorang untuk

memberikan bantuan pada orang lain adalah bersifat tidak mementingkan diri

sendiri (selfless) bukan untuk kepentingan diri sendiri (selfish).

Perilaku altruis didorong oleh keinginan pribadi untuk menolong sesama

tanpa mengharap imbalan. Hal ini dilakukan karena rasa empati yang besar

yang dimiliki seseorang sehingga rela berkorban untuk kepentingan orang lain.

Batson (Sarwono, 2009) menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari

motivasi altruistik. Seseorang yang altruis memiliki motivasi yang tinggi dalam

membantu membahagiakan orang lain.

Staub (Dayakisni, 2012) menyatakan ada tiga indikator tindakan yang

dapat dikatakan altruis, yaitu:

1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan

pada pihak pelaku.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

13

2. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.

3. Tindakan itu menghasilkan kebaikan

2.1.2 Aspek-Aspek Altruis

Aspek-aspek perilaku altruis mengacu pada Cohen (Staub 1978) yang

menyatakan bahwa dalam altruis terdiri dari tiga hal yaitu :

1. Perilaku memberi

Perilaku ini bersifat menguntungkan bagi orang lain yang mendapat atau

yang dikenai perlakuan dengan tujuan memenuhi kebutuhan atau keinginan

orang lain, perilaku ini dapat berupa barang atau yang lainya. Pada mahasiswa

misalnya memberikan bantuan pada mahasiswa yang lain saat mengerjakan

tugas salah satu matakuliah.

2. Empati

Batson (Sarwono, 2009) menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari

motivasi altruistik. Mahasiswa yang memiliki empati tinggi maka mahasiswa

tersebut akan lebih mudah untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh

orang lain. Goleman (2005) menjelaskan kemampuan berempati sebagai

kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain dan ikut berperan dalam

pergulatan di arena kehidupan, kesadaran terhadap perasaan kebutuhan dan

kepentingan orang lain, ciri empati yang tinggi adalah memahami orang lain

dengan minat aktif terhadap kepentingan mereka, orientasi pelayanan,

mengembangkan orang lain, dan menumbuh kembangkankan hubungan saling

percaya. Empati membutuhkan cukup banyak ketenangan dan kesediaan untuk

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

14

menerima, sehingga sinyal-sinyal perasaan halus dari orang lain dapat

diterima dan ditirukan oleh otak emosional orang itu sendiri.

3. Sukarela

Tidak adanya keinginan untuk mendapatkan imbalan apapun kecuali

semata-semata dilakukan untuk kepentingan orang lain. Misalnya mahasiswa

yang menjadi panitia pada sebuah acara yang dilaksanakan oleh Fakultas.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Altruis

Sarwono (2009) mamaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku altruis. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku altruis terbagi

menjadi dua yaitu faktor situasional dan faktor dari dalam diri.

a. Pengaruh Faktor Situasional

1. Bystander

Bystander atau orang-orang yang berada di sekitar tempat kejadian

mempunyai peran sangat besar dalam mempengaruhi seseorang saat

memutuskan antara menolong atau tidak ketika dihadapkan pada

keadaan darurat. Efek bystander terjadi karena pertama, pengaruh

sosial, yaitu pengaruh dari orang lain yang dijadikan sebagai patokan

dalam mengintepretasi situasi dan mengambil keputusan untuk

menolong, seseorang akan menolong jika orang lain juga menolong.

Kedua, hambatan penonton, yaitu merasa dirinya dinilai oleh orang

lain dan risiko membuat malu diri sendiri karena tindakannya

menolong yang kurang tepat akan menghambat orang untuk

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

15

menolong. Ketiga, penyebaran tanggung jawab membuat tanggung

jawab untuk menolong menjadi terbagi karena hadirnya orang lain.

2. Daya Tarik

Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban secara positif

(memiliki daya tarik) akan memengaruhi kesediaan orang untuk

memberikan bantuan. Seseorang cenderung akan menolong orang

yang mirip dirinya. Pada umumnya orang akan menolong anggota

kelompoknya terlebih dahulu baru kemudian menolong orang lain.

3. Atribusi terhadap korban

Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang

lain bila ia mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan korban adalah

di luar kendali korban (Weiner,1980). Seseorang akan lebih bersedia

memberikan sumbangan kepada pengemis yang cacat dan tua

dibandingkan dengan pengemis yang sehat dan muda.

4. Ada model

Adanya model yang melakukan tingkah laku menolong dapat

mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain.

5. Desakan waktu

Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung tidak menolong,

sedangkan orang yang punya waktu luang lebih besar

kemungkinannya untuk memberikan pertolongan kepada yang

memerlukannya (Sarwono, 2002).

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

16

6. Sifat kebutuhan korban

Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh kejelasan bahwa

korban benar-benar membutuhkan pertolongan, layak mendapatkan

bantuan yang dibutuhkan, dan bukanlah tanggung jawab korban

sehingga ia memerlukan bantuan dari orang lain. Orang yang meminta

pertolongan akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

ditolong daripada orang yang tidak meminta pertolongan.

b. Pengaruh Faktor dari Dalam Diri

1. Suasana Hati (Mood)

Emosi seseorang dapat memengaruhi kecenderungannya untuk

menolong. Emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku

menolong. Namun jika situasinya tidak jelas, maka orang yang

sedang bahagia cenderung untuk mengasumsikan bahwa tidak ada

keadaan darurat sehingga tidak menolong. Pada emosi negatif,

seseorang yang sedang sedih mempunyai kemungkinan menolong

yang lebih kecil. Namun jika dengan menolong dapat membuat

suasana hati lebih baik, maka dia akan memberikan pertolongan.

2. Sifat

Beberapa penelitian membuktiakan ada hubungan antara

karakteristik seseorang dengan kecenderungan untuk menolong.

Orang yang mempunyai sifat pemaaf akan mempunyai

kecenderungan mudah menolong. Orang yang mempunyai

pemantauan diri yang tinggi juga cenderung lebih penolong karena

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

17

dengan menjadi penolong, ia akan memperoleh penghargaan sosial

yang lebih tinggi. Kebutuhan akan persetujuan juga mendukung

tingkah laku menolong. Individu yang kebutuhannya akan pujian atau

penghargaan lainnya sangat tinggi, jika situasi menolong memberikan

peluang untuk mendapatkan penghargaan bagi dirinya, maka ia akan

meningkatkan tingkah laku menolongnya. Bierhoff, Klein, dan Kramp

(1991) dalam Baron, Byrne, Branscombe (2006) telah

mengemukakan faktor-faktor dalam diri yang menyusun kepribadian

altruistik, yaitu adanya empati, kepercayaan terhadap dunia yang adil,

rasa tanggung jawab sosial, memiliki internal locus of control dan

egosentrisme yang rendah.

3. Jenis kelamin

Peranan gender terhadap kecenderungan seseorang untuk

menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan

yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam

aktivitas menolong pada situasi darurat yang membahayakan,

misalnya menolong seseorang dalam kebakaran. Sementara

perempuan lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat memberi

dukungan emosi, merawat, dan mengasuh.

4. Tempat tinggal

Orang yang tinggal di daerah pedesaan cenderung lebih penolong

daripada orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini dapat

dijelaskan melalui urban-overload hypothesis, yaitu orang-orang kota

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

18

terlalu banyak mendapat stimulasi dari lingkungannya sehingga ia

harus selektif dalam menerima paparan informasi yang sangat banyak

agar bisa tetap menjalankan peran-perannya dengan baik. Itulah

sebabnya, di perkotaan, orang-orang yang sibuk sering tidak peduli

dengan kesulitan orang lain karena ia sudah overload dengan beban

tugasnya sehari-hari.

5. Pola Asuh

Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang

menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di

dalam keluarga. Pola asuh yang bersifat demokratis secara signifikan

memfasilitasi adanya kecenderungan anak untuk tumbuh menjadi

seseorang yang mau menolong, yaitu melalui peran orang tua dalam

menetapkan standar-standar atau contoh-contoh tingkah laku

menolong. Pola asuh orang tua yang demokratis juga turut

mendukung terbentuknya internal locus of control, yang merupakan

salah satu sifat dari kepribadian altruistik, yaitu orang yang suka

menolong memiliki locus of control internal yang lebih tinggi

dibandingkan dengan orang yang tidak suka menolong.

2.2 Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian

Sebuah teori yang komprehensif mengenai kecerdasan emosional pertama

kali diajukan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Yale

University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Salovey dan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

19

Mayer (Goleman, 2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai

kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain,

serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan

tindakan.

Kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah kemampuan

mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada

diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain agar terekspresikan secara

tepat dan efektif (Goleman, 2001).

Di dalam Penelitian ini, kecerdasan emosional yang dimaksud adalah

kemampuan mahasiswa untuk dapat mengerti dan memahami perasaan-

perasaan diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, mampu memotivasi diri

sendiri dan orang lain, serta mempunyai rasa empati terhadap orang lain.

2.1.2 Aspek Kecerdasan Emosional

Salovey (Goleman, 2001; 2005) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner

dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, seraya

memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah utama, yaitu :

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan

sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan

emosional. Para ahli psikologi menggunakan istilah metamood untuk menyebut

kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut John Mayer (Goleman,

2005) kesadaran diri adalah waspada baik terhadap suasana hati maupun

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

20

pikiran tentang suasana hati. Bila kurang waspada maka individu menjadi

mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri belum

menjamin penguasaan emosi, namun menjadi salah satu prasyarat penting

untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosinya.

Orang yang mempunyai kesadaran emosi menyadari apa yang sedang kita

pikirkan dan apa yang kita rasakan saat ini. Kesadaran akan emosi merupakan

kecakapan emosional dasar yang melandasi terbentuknya kecakapan-

kecakapan lain, misalnya kendali diri akan emosi. (Goleman, 2001) Kesadaran

diri berarti mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan

menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,

memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri

yang kuat.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani

perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai

keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap

terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan,

yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan

kita. Mampu mengelola emosi berarti mampu melakukan pengaturan diri, yaitu

menangani emosi sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan

tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum

tercapainya suatu sasaran, serta mampu pulih kembali dari tekanan emosi

(Goleman, 2001). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

21

diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan

akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari

perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga

menuntun seseorang untuk menuju sasaran, dan membantu dalam mengambil

inisiatif dan bertindak secara efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan dan

frustasi. Orang yang mempunyai motivasi diri serta dapat memanfaatkan emosi

secara produktif memliki ketekunan dalam usaha mencapai tujuan, kemampuan

untuk menguasai diri, bertanggung jawab, dapat membuat rencana-rencana

inovatif-kreatif ke depan dan mampu menyesuaikan diri dan optimis.

d. Mengenali Emosi Orang Lain (Empati)

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.

Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain yaitu merasakan yang

dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka,

menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan

bermacam-macam orang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih

mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan

apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut

pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk

mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukan bahwa orang-orang yang

mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

22

diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul, dan lebih peka

(Goleman, 2005). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga

memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya

sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut

mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain merupakan kecakapan

emosional yang mendukung keberhasilan dalam bergaul dengan orang lain dan

sesuatu kemampuan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan

keberhasilan antar pribadi. Membina hubungan dengan orang lain yaitu

menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan

dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,

menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan

memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja

sama dan bekerja dalam tim.

Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam

keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang

diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Seseorang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan

lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan

menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi.

Salah satu kemampuan yang berpengaruh dalam kecerdasan emosional

adalah mengenali emosi orang lain yang ditunjukkan dengan sikap empati.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

23

Dimana individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap

perasaan orang lain, lebih peka dan mampu mendengarkan orang lain.

Hoffman (dalam Goleman, 2001) melihat adanya proses alamiah empati sejak

bayi dan masa-masa selanjutnya. Hal ini berhubungan dengan perilaku

altruistik dimana salah satu aspek dalam altruis adalah empati, yaitu

kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan orang lain dan ikut berperan

dalam membantu kebutuhan dan kepentingan orang lain.

2.1.3 Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman (2005) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal yaitu faktor

otak. Mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa

bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak.

Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional dan demikian

makna emosional itu sendiri hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa

makna pribadi sama sekali. Faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan

emosional adalah faktor eksternal yaitu yang datang dari luar individu.

Sepanjang perkembangan sejarah manusia menunjukkan seseorang sejak kecil

mempelajari keterampilan sosial dasar maupun emosional dari orang tua dan

kaum kerabat, tetangga, teman bermain, lingkungan pembelajaran di sekolah

dan dari dukungan sosial lainnya. Demikian pula pada kecerdasan emosional

seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan tidak bersifat menetap.

Faktor eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu a) pengaruh

keluarga, b) lingkungan sekolah, dan c) lingkungan sosial.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

24

Demikianlah beberapa hal yang mempengaruhi kecerdasan emosi yang

secara garis besar dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu dan faktor dari

luar individu selanjutnya kedua faktor ini saling berinteraksi dalam proses

belajar dan latihan selama rentang kehidupannya.

2.3 Kajian Hasil Penelitian

Penelitian Arif (2010) yang meneliti mengenai Hubungan Antara

Kecerdasan Emosi Dengan Intensi Altruisme Pada Siswa kelas X4, X8, dan X9

SMA Negeri 1 Tahunan, Jepara yang berjumlah 102, ditemukan hasil r = 0,502

dengan p < 0,01 artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara

kecerdasan emosi dengan intensi altruisme pada siswa. Penelitian yang

dilakukan Hunaini (2012) mengenai Hubungan Antara Kecerdasan Emosional

Dengan Perilaku Altruistik Pada Siswa SMA N 1 Bangil ditemukan hasil

bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan

perilaku altruistik pada siswa SMA N 1 Bangil dengan r = 0,530 dengan p =

0,000. Pujiyanti (2009) meneliti tentang Kontribusi Empati Terhadap Perilaku

Altruisme Pada Siswa Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi kelas 1 dan kelas 2

yang berusia antara 14 sampai dengan 17 tahun, ditemukan hasil p = 0,000

dimana p < 0,05. Nilai r = 0,710 dan r square sebesar 0,504, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kontribusi empati signifikan terhadap altruisme.

2.4 Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku altruis pada

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7368/2/T1_132009014_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian ... Atribusi

25

mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya

Wacana.