BAB II LANDASAN TEORI · 2015. 1. 13. · 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bisnis Menurut McLeod (2011,...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI · 2015. 1. 13. · 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Bisnis Menurut McLeod (2011,...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bisnis Menurut McLeod (2011, p32) terdapat aliran sumber daya lingkungan
(environmental resource flows) yang menghubungkan perusahaan dengan unsur-unsur
lingkungannya. Adapun aliran umum yang terjadi meliputi aliran informasi dari
pelanggan, aliran bahan baku kepada pelanggan, aliran uang kepada pelanggan, aliran
uang kepada pemegang saham, dan aliran bahan baku dari pemasok. Sedangkan aliran
yang lebih jarang terjadi adalah aliran uang dari pemerintah (seperti untuk penelitian),
aliran bahan baku kepada pemasok (pengembalian barang), dan aliran pegawai kepada
pesaing. Di bawah ini gambaran delapan unsur lingkungan perusahaan :
Gambar 2.1 Delapan Unsur Lingkungan
Sumber : Sistem Informasi Manajemen (Mc Leod, 2011)
8
2.2 Sistem Informasi Menurut Laudon (2010, p46) sistem informasi merupakan sekumpulan
komponen yang saling berhubungan yang berkerjasama untuk mengumpulkan,
memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan
keputusan, koordinasi, dan pengawasan dalam suatu organisasi.
Menurut Turban dan Volonino (2010, p488) strategi sistem informasi
menjelaskan tentang informasi, sistem informasi, dan arsitektur teknologi informasi apa
yang dibutuhkan untuk mendukung bisnis.
Dari definisi tentang sistem informasi, terdapat beberapa komponen dalam
sistem informasi (menurut Dalci & Tanis) :
a. Goal and Objectives
Sistem informasi dirancang untuk membantu perusahaan dalam mencapai
tujuan dan sasaran bisnis perusahaan. Misalnya perancangan sistem
informasi yang digunakan untuk mengumpulkan dan memproses data
karyawan dalam membantu manajer untuk menyiapkan laporan penggajian.
b. Inputs
Memasukan data ke dalam sistem informasi agar dapat diproses. Di mana
data yang dimasukan adalah fakta-fakta yang dikumpulkan dan dapat
diproses oleh sistem informasi. Data memiliki arti dan dapat berguna, oleh
karena itu, harus diproses dan diubah menjadi bentuk yang memilik arti dan
terorganisir, dan berguna yang disebut informasi.
c. Output
Merupakan hasil dari pengolahan data berupa informasi yang berarti dan
berguna. Misalnya, laporan gaji mingguan yang dihasilkan oleh sistem
informasi sebagai output.
9
d. Data Storage
Tempat untuk menyimpan data.
e. Processors
Perangkat yang digunakan perusahaan untuk mengolah data untuk
menghasilkan informasi yang dapat berguna dan bermakna.
f. Instructions and Procedures
Sistem informasi akan menghasilkan data sesuai dengan instruksi dan
prosedur agar komputer dapat langsung memproses data.
g. Users
Pengguna sistem informasi adalah orang yang menggunakan informasi
yang dihasilkan oleh sistem dan berinteraksi dengan sistem.
h. Control Measures
Perlu dilakukan kontrol untuk melindungi sistem informasi agar dapat
menghasilkan informasi yang benar dan bebas dari error.
Keberhasilan suatu sistem informasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan dapat diukur dengan efektivitas yang berhubungan dengan faktor
kualitas dan kuantitas yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan user dan
kualitas dari sistem informasi.
O’Brien telah mengembangkan kerangka kerja konseptual yang mengatur
pengetahuan untuk sistem informasi manajemen. Dia menekankan bahwa ada lima
bidang pengetahuan dalam kaitannya dengan sistem informasi yang tergambar dalam
framework sistem informasi di bawah ini :
10
Gambar 2.2 : Framework Sistem Informasi
Sumber : O’Brein & Marakas (2008)
2.3 Business Process Management (BPM) Menurut Weske (2010, p5) menjelaskan bahwa Business Process Management
(BPM) merupakan konsep, metode, dan teknik untuk mendukung desain, administrasi,
konfigurasi, enactment, dan analisis dari proses bisnis. Business Process Management
merupakan sistem software yang didorong oleh proses eksplisit representasi untuk
mengkoordinasikan proses bisnis yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya proses bisnis dapat dikatakan sebagai sebuah instrumen yang
berisikan serangkaian aktivitas yang dikordinasikan untuk mencapai suatu tujuan bisnis
tertentu (Weske, 2012). Dan dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya peranan
business process management yang bertujuan untuk mengontrol, menganalisa serta
senantiasa melakukan pengembangan atas proses bisnis yang ada agar perusahaan dapat
terus memenuhi kebutuhan para konsumennya dengan baik. Business process
management merupakan kolaborasi antara area bisnis dengan teknologi informasi untuk
dapat membantu mengembangkan proses bisnis yang efektif, agile, transparan dan jelas
(Garimella, Lees, & Williams, 2008).
11
Menurut (Harmon, 2007), ada 3 level yang perlu diperhatikan di dalam business
process management yaitu:
1. Enterprise level
Level ini berfokus pada proses pengembangan dan dukungan terhadap
arsitektur proses / proses bisnis secara keseluruhan yang dimiliki oleh
perusahaan agar dapat selaras dengan strategi bisnis perusahaan.
2. Business process level
Pada level ini, difokuskan pada proses desain dan pengembangan terhadap
proses bisnis yang spesifik saja.
3. Implementation level
Level ini lebih fokus kepada peranan IT (Information Technology) dan HR
(Human Resources) dalam pengembangan aset-aset yang diperlukan untuk
melaksanakan proses bisnis perusahaan.
Gambar 2.3 Level-level pada Busines Process Management
Sumber: Business Process Management: A Guide for Business managers and BPM and Six Sigma Professionals (Harmon, 2007)
12
Seluruh proses yang terjadi di dalam perusahaan harus secara terus menerus
dilakukan evaluasi, apakah sudah memenuhi kriteria atau tujuan yang diinginkan. Proses
yang dirancang sebaik apapun apabila dalam pelaksanaannya tidak tepat maka tidak akan
memberikan hasil yang baik juga. Dengan kata lain, proses yang matang pun belum tentu
dapat memberikan hasil yang baik apabila perusahaan tidak memastikan pula proses
eksekusi di dalamnya (Brocke & M, 2010). Melalui business process management,
perusahaan dapat menentukan proses-proses mana saja yang harus diganti karena
dianggap sudah tidak diperlukan lagi.
Pada business process management terdapat serangkaian aktifitas yang perlu
dilakukan di dalamnya dan disebut sebagai business process management life cycle.
Menurut (Errico, 2012), business process managemene life cycle dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.4 Business Process Management Life Cycle
Sumber: Business Process Management (BPM) (Errico, 2012)
13
Strategi Business Process Management end to end tidak hanya menuntut
keberhasilan pada software dan hardware yang digunakan, melainkan yang juga
penting dalam perubahan proses bisnis adalah perubahan proses bisnis yang diperlukan
untuk membentuk hubungan antara perusahaan, customer, dan pemasok serta kebutuhan
untuk business process reengineering. (May, 2003)
Untuk memahami tentang traditional Business Process Management, terlebih
dahulu harus memiliki model holistik dari sebuah organisasi yang memandang dari
empat sudut pandang yaitu people, process, sumber daya dan customer seperti pada
gambar di bawah ini :
Gambar 2.5 Traditional BPM
Sumber : Shuang & Liang, 2008
People view mencakup komponen seperti struktur organisasi, culture,
kompetensi, pekerjaan, dan komunikasi. Process view meliputi bagaimana cara
perencanaan, pengendalianm dan perubahan bisnis process. Resources view berfokus
pada bagaimana penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi, bagaimana sumber
daya tersebut dapat terintegrasi dengan proses bisnis, dan kinerja serta pemanfaatannya.
Customer view berkaitan dengan kebutuhan customer, karakteristik layanan dan
menyampaikan feedback.
Struktur internal dari BPMS dapat terbagi kedalam tiga hirarki yaitu integratasi,
otomatisasi, dan kerjasama seperti pada gambar di bawah ini :
14
Gambar 2.6 Struktur Internal BPMS
Sumber : Shuang & Liang, 2008
Menurut studi literatur pada jurnal Emerald volume 15 no. 5 tahun 2009
mengatakan bahwa Business Process Management (BPM) dapat diartikan sebagai
pendukung proses bisnis dengan menggunakan metode, teknik, dan software untuk
merancang, mengontrol, dan menganalisa proses operasional yang melibatkan
manusia, organisasi, aplikasi, dokumen, dan lain-lain yang dapat mendukung
informasi.
BPM life cycle terdiri dari :
1. Process Design
Pada tahapan ini, berjalan proses merancang, menganalisa, dan
mendefinisikan proses bisnis yang akan diotomatisasi yang akan
dimulai dari alur aktifitas, alur informasi, aturan dan kebijakan bisnis,
sumber daya yang dibutuhkan hingga perhitungan performansinya.
Semua proses bisnis elektronik akan dimodelkan dalam BPM systems
(BPMS).
2. System Configuration
15
Mengkonfigurasi BPMS dan infrastruktur sistem yang mendasarinya
(seperti sinkronisasi peran dan bagian organisasi dari akun karyawan
yang masih aktif). Tahap ini sulit menjadi standart karena arsitektur TI
yang berbeda dari berbagai perusahaan.
3. Process Enactment
Pada tahap ini akan dilakukan proses standarisasi pemodelan elekronik
proses bisnis pada mesin BPMS.
4. Diagnosis
Memberikan analisis yang tepat dan alat-alat monitoring, pada tahap
ini analisis BPM dapat mengidentifikasi dan memperbaiki kemacetan
dan potensi celah penipuan dalam proses bisnis.
Proses BPM life cycle terdapat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.7 BPM Life Cycle
Menurut studi literature pada jurnal ISACA volume 6 tahun 2009 menjelaskan
bahwa dalam perkembangan bisnis saat ini, organisasi menjadi lebih sadar akan
pentingan proses bisnis dalam hal efektivitas, efisiensi dan kepatuhan. Dan sebagai
konsekuensinya banyak organisasi yang lebih memberikan perhatian dan
16
memfokuskan BPM pada aspek operasional dan fungsional. Adapun prinsip utama
BPM sebagai berikut :
a) Processes provide a competitive advantage
Desain proses bisnis yang baik sangat penting untuk menentukan
keberhasilan suatu organisasi. Contohnya dalam proses persiapan tender,
sebuah proses yang biasanya di bawah tekanan waktu, dan
membutuhkan koordinasi dari beberapa departemen atau divisi (misalnya
divisi keuangan, pemasaran dan produksi). Jika proses bisnis yang
dirancang buruk akan berakibat pada keterlambatan dalam pengolahan
dan keterlambatan pengiriman karena tidak terorganisir dengan baik dan
dapat mengurangi peluang bagi perusahaan untuk dapat memenangkan
tender.
b) Processes require management
Organisasi biasanya dibagi menjadi beberapa unit fungsional (seperti
keuangan, pemasaran). Banyak proses bisnis yang melibatkan beberapa
fungsi dalam organisasi misalnya dalam proses pembelian bahan baku
melewati unit gudang, logistik, pembelian, dan keuangan. Walaupun
masing-masing unit dapat berfungsi secara independen tidak menutup
kemungkinan terganggu karena kurangnya koordinasi antar unit. Untuk
mencegah hal tersebut terjadi, BPM menekankan kebutuhan untuk
mengelola proses akhir termasuk untuk menetapkan standar kinerja
(misalnya waktu, kualitas, dan biaya), membangun kontrol, pemantauan
dan pengukuran proses di tempat kerja.
c) Processes should be agile
17
Di era dunia bisnis modern di mana terus terjadi perubahan, untuk
memastikan daya saing, organisasi harus terus meningkatkan dan
menyesuaikan proses bisnis. Proses otomatisasi berdasarkan sistem
informasi biasanya lebih sulit dan mahal untuk diubah. Modifikasi
program membutuhkan waktu dan sumber daya yang berakibat terjadi
penundaan dan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, untuk
mengotomatisasi proses bisnis diperlukan teknologi yang dapat
mendukung modifikasi yang cepat.
Prinsip-prinsip BPM telah mengilhami pengembangan teknologi yang
berorientasi pada proses. Business Process Management System (BPMS)
mengintegrasikan berbagai teknologi informasi untuk mendukung manajemen yang
komprehensif dari proses bisnis dari desain melalui pengukuran dan optimization.
Dapat dicatat bahwa karena alur kerja adalah teknologi utama yang digunakan dalam
BPM, istilah "BPM" dan "BPMS" sering digunakan secara sinonim dengan satu sama
lain. Seperti perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) sistem, BPMS adalah sistem
perusahaan yang terlibat dalam mendukung tindakan organisasi rutin.
2.4 Supply Chain Management (SCM)
Menurut Chopra dan Meindl (2013, p13) Supply Chain terdiri dari semua pihak
yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan.
Menurut McLeod (2011, p33) Supply Chain (rantai pasokan) merupakan aliran
yang memfasilitasi aliran sumber daya fisik dari pemasok kepada perusahaan dan
selanjutnya dari perusahaan kepada pelanggan. Sedangkan aliran sumber daya melalui
rantai pasokan dikelola untuk memastikan bahwa aliran tersebut terjadi dengan tepat
waktu dan efisien merupakan proses yang disebut sebagai Supply Chain Management
18
(manajemen rantai pasokan). Adapun aktivitas-aktivitas dari manajemen rantai pasokan
terdiri dari :
• Meramalkan permintaan pelanggan.
• Membuat jadwal produksi.
• Menyiapkan jaringan transportasi.
• Memesan persediaan pengganti dari para pemasok.
• Menerima persediaan dari pemasok.
• Mengelola persediaan meliputi bahan mentah, barang dalam proses, dan
barang jadi.
• Melakukan produksi.
• Melakukan transportasi sumber daya kepada pelanggan.
• Melacak aliran sumber daya dari pemasok, di dalam perusahaan, dan kepada
pelanggan.
Menurut Nabil (2010, p103) Supply Chain adalah suatu mekanisme yang
menghubungkan pelanggan dan pemasok yang bekerja sama namun dalam kepentingan
terbaik mereka sendiri-sendiri dengan cara membeli, mengubah, mendistribusikan, dan
menjual barang dan jasa di antara mereka sendiri sehingga mengakibatkan terciptanya
produk akhir tertentu. Terdapat beberapa tahapan dalam supply chain yaitu bahan baku
(RM atau raw material) dan komponen pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan
seperti pada gambar di bawah ini:
19
Gambar 2.8 Struktur Supply Chain
Sumber : (Nabil & Noor, 2010)
Dari komponen yang tergambar di atas, dapat menghasilkan keputusan
menciptakan supply chain yang responsive dan efisien yang terdiri dari beberapa
karakteristik :
Gambar 2.9 Karakteristik Supply Chain
Sumber : (Nabil & Noor, 2010)
20
Supply Chain Management yang efektif melibatkan pengelolaan supply chain
asset dan produk, informasi, dan aliran dana untuk memaksimalkan jumlah kelebihan
dari supply chain.
Perusahaan perlu menentukan strategi yang tepat untuk dapat bersaing baik
secara eksplisit maupun implisit, untuk dapat memenuhi keinginan perusahaan dalam
pencapaian kepuasaan kepada customer. Untuk dapat menentukan strategi yang tepat,
perusahaan harus memastikan bahwa supply chain yang dimiliki dapat memenuhi
kebutuhan customer yang sudah ditargetkan. Terdapat 3 tahapan untuk memperoleh
strategi yang tepat sebagai berikut :
1. Understanding the customer and supply chain uncertainty
Perusahaan perlu mengetahui dan mengerti terkait keinginan customer
sesuai dengan target segmentasi yang sudah ditentukan. Dalam hal ini
perusahaan memfokuskan pada berapa quantity yang dibutuhkan customer,
berapa lama batas toleransi dari customer dalam menunggu respon
terhadap orderan, variasi dari produk, harga, inovasi produk, dan tingkat
pelayanan atas ketersediaan produk yang akan dipesan customer agar
customer tidak berpindah ke penjual lainnya.
2. Understanding the supply chain capabilities
Masing – masing dari berbagai jenis supply chain dirancang untuk
melakukan tugas yang berbeda. Di sini perusahaan harus memahami
rancangan supply chain apa yang baik.
3. Achieving strategic fit
Mensyaratkan bahwa strategi supply chain harus selaras dengan strategi
bisnis perusahaan.
21
Terkait dengan lima aktivitas dasar dari supply chain yang terdiri dari plan,
source, make/assemble, dan deliver dapat disajikan dalam kerangka kerja / metrik untuk
mengukur kinerja seperti yang tergambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Supply Chain Performance Metrick Framework
Sumber : Gunasekaran (2004, p345)
2.5 Enterprise Resource Planning (ERP) Menurut Turban dan Volonino (2010, p379) menjelaskan mengenai Enterprise
Resource Planning (ERP) merupakan software yang mengintegrasikan perencanaan,
manajemen, dan penggunaan semua sumber daya dalam perusahaan. Di mana sistem
terdiri dari kumpulkan aplikasi yang terintegrasi dan mengotomatisasikan kegiatan rutin
untuk menangani pekerjaan di beberapa departemen. Adapun tujuan utama dari ERP
adalah untuk mengintegrasikan semua departemen yang ada dalam perusahaan dan
22
fungsi aliran informasi perusahaan ke dalam satu sistem yang dapat menyediakan
informasi untuk seluruh kebutuhan dari perusahaan.
Menurut Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/ERP), Enterprise Resource
Planning (ERP) merupakan sistem informasi yang diperuntukan bagi perusahaan
manufaktur maupun jasa yang berperan mengintegrasikan dan mengotomasikan proses
bisnis yang berhubungan dengan aspek operasi, produksi maupun distrinusi di
perusahaan bersangkutan.
2.6 Value Chain (Rantai Nilai) Dalam buku Sistem Informasi Manajemen yang ditulis McLeod (2011, p34)
menerangkan bahwa Porter menyakini jika suatu perusahaan dapat meraih keunggulan
kompetitif dengan menciptakan suatu rantai nilai (value chain) yang terdiri dari
aktivitas utama dan pendukung yang dapat memberikan kontribusi kepada margin. Di
mana margin merupakan nilai dari produk dan jasa perusahaan setelah dikurang dengan
harga pokoknya (seperti yang diterima oleh pelanggan). Dan tujuan dari rantai nilai
(value chain) adalah meningkatkan margin. Adapun gambar dari value chain menurut
Porter seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.11 Value Chain Porter
Sumber: Sistem Informasi Manajemen (McLeod, 2011, p34)
23
2.7 Systems Development Life Cycle (SDLC) Menurut McLeod (2011, p199) Systems Development Life Cycle (SDLC) atau
siklus hidup pengembangan sistem adalah aplikasi dari pendekatan sistem bagi
pengembangan suatu sistem informasi. Terdapat beberapa tahapan pekerjaan
pengembangan yang perlu dilakukan dalam urut-urutan tertentu jika suatu proyek ingin
memiliki kemungkinan berhasil yang paling besar, tahapan-tahapan tersebut dimulai
dari proyek direncanakan dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan kemudian disatukan. Sistem yang ada juga dianalisis untuk memahami
masalah dan menentukan persyaratan fungsional dari sistem yang baru. Kemudian
sistem baru tersebut dirancang dan diimplementasikan. Setelah diimplementasi,
kemudian sistem digunakan untuk jangka waktu yang lama. Seperti pada gambar di
bawah ini :
Gambar 2.12 Siklus Hidup Pengembangan Sistem
Sumber : Sistem Informasi Manajemen (McLeod, 2011, p200)
2.8 Pengertian Goal Question Metrics Method (GQM) Menurut Basili, GQM (Goal Question Metric) merupakan pendekatan yang
didasarkan pada asumsi di mana suatu organisasi menentukan tujuannya, dan harus
melacak tujuan tersebut dengan data yang dimaksudkan untuk mendefinisikan tujuan
24
operasional mereka, dan akhirnya menyediakan kerangka kerja untuk menafsirkan data
sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.13 Struktur Model GQM
Sumber : Basili, Caldier & Rombach
Gambar 2.14 Contoh GQM
Sumber : Basili, Caldier & Rombach
25
2.9 Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), evaluasi adalah suatu proses
penilaian yang sistematis, mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, pengenalan
masalah dan pemberian solusi atas permasalahan yang ditemui.
Menurut Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Evaluasi), evaluasi adalah
proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses
pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan
perusahaan. Dan data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan
sebagai analisis situasi program berikutnya.
Dari penjelasan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
merupakan proses penilaian dan menyedikan informasi sebagai proses yang sistematis
untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
2.10 Evaluasi Sistem Informasi Menurut DeLone dan McLean (1992), evaluasi efektifitas sistem informasi
merupakan salah satu materi penting dalam penelitian sistem informasi. Hal ini
merupakan prasyarat untuk penelitian sistem informasi sehingga dapat memberikan
kontribusi bagi dunia sistem informasi. Namun dalam prakteknya, pengukuran
kesuksesan diperlukan untuk mengevaluasi prakter sistem informasi, kebijakan, dan
prosedur. Keberhasilan suatu sistem informasi dapat dievaluasi melalui :
1. Kualitas informasi yang disediakan untuk pengguna (kepuasan
pengguna).
2. Dampak dari sistem informasi bagi pemikiran, keputusan dan aksi
pengguna (dampak bagi pengguna).
26
3. Dampak dari sistem informasi terhadap cost dan benefit pada level
organisasi (dampak bagi organisasi).
2.11 Key Performance Indikator KPI (Key Performance Indikator) merupakan alat bantu/instrumen manajemen
agar suatu kegiatan/proses dapat diikuti, dikendalikan (bila menyimpang, dapat
dikenali untuk dikoreksi), dan dipastikan untuk mewujudkan kinerja yang
dikehendaki. (Nilda Tri Putri et al. 2012)
Ketika sebuah perusahaan memiliki strategi-strategi yang ingin dijalankan, hal
yang paling penting adalah bagaimana membuat strategi tersebut dapat diterima
dan dilakukan oleh seluruh anggota perusahaan. KPI merupakan sebuah
indikator yang dapat membantu perusahaan untuk mengukur tingkat kesuksesan
baik dari segi finansial maupun non finansial (Velimirovic, Velimirovic, &
Stankovic, 2011). Ada 3 hal dari segi non finansial yang dapat diukur dengan
menggunakan KPI, di antaranya adalah service delivery (berhubungan dengan
konsumen), supply chain (berhubungan dengan supplier) dan people
(berhubungan dengan kinerja setiap anggota perusahaan) (Osborne, 2011).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Comesana, 2012), adanya
penerapan KPI di dalam perusahaan dapat membuat anggota perusahaan
menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam setiap pekerjaan yang dilakukan dan
memotivasi mereka untuk selalu memberikan hasil yang terbaik. Namun
membuat KPI tidaklah mudah, isi dari KPI tersebut harus dapat mencerminkan
misi, visi, objektif serta goal dari perusahaan sehingga dapat menuntun
perusahaan kepada kesuksesan yang diharapkan (Abdullah, Mohamad, &
Muhamad, 2008). KPI dibentuk bertujuan untuk mengoptimalkan proses bisnis
27
dan juga untuk menyelesaikan permasalahan yang mendesak dan menjadi
perhatian utama perusahaan dalam periode yang spesifik (Pan & Wei, 2012).
Dalam melakukan pembuatan KPI sebagai faktor penggerak business process
management, berikut adalah model secara global mengenai KPI yang dapat
diterapkan di dalam sebuah perusahaan menurut Robert Osborne
Gambar 2.15 KPI Model
Sumber: A BPM Framework for KPI - Driven Performance Management
(Osborne, 2011)
Dari model KPI tersebut, terdapat beberapa catatan penting untuk diperhatikan
yaitu:
1. Di dalam KPI vision harus mengandung strategi-strategi yang telah
ditetapkan oleh top management perusahaan
2. Ketika membuat KPI untuk kegiatan operasional perusahaan, KPI tersebut
harus menyokong strategi perusahaan
28
3. Komponen KPI yang dibuat akan lebih baik apabila tidak terlalu banyak
namun cukup kritikal bagi perusahaan
2.12 Model Pengukuran Kinerja
Kinerja merupakan hasil kerja dari seseorang yang bersifat individu karena
masing-masing dari karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dan
tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh.
(Natalia, 2007)
Mengukur kinerja supply chain dan proses individual harus didasarkan pada
strategi , value drives, dan tujuan penting dari perusahaan dan seluruh supply chain.
Terdapat beberapa pendekatan pengukuran yang telah dikembangkan termasuk :
1. Total Quality Management (TQM)
Menurut Chih-Fen, total quality management (TQM) merupakan suatu
filosofi, prinsip, dan tindakan yang memaksa seluruh organisasi untuk
mencapai keunggulan dan efisiensi dalam kegiatan pribadi dan
perusahaan. TQM merupakan aplikasi dari metode kuantitatif, alat-alat
teknis, dan teknik manajemen untuk meningkatkan semua proses dalam
suatu organisasi untuk kebutuhan pelanggan. Terdapat Sembilan dimensi
dalam TQM yaitu : performance, feature, conformance, reliability,
durability, serviceability, aesthetics, perceived quality.
2. Balanced Scorecard (BSC)
Balanced scorecard merupakan sebuah metode yang digunakan
perusahaan untuk mengembangkan proses pengukuran yang pada
29
umumnya hanya dilakukan pada area finansial saja. Pada balanced
scorecard ditambahkan beberapa pengukuran performa di bagian yang
bukan berhubungan dengan aspek finansial namun masih dalam area bisnis
(Kaplan & Norton, Using the Balanced Scorecard as a Strategic
Management System, 2007), yaitu:
1. Relasi perusahaan dengan konsumennya
2. Kunci proses internal perusahaan
3. Pembelajaran dan pertumbuhan di dalam perusahaan
Pada tahun 1992, Kaplan dan Norton menulis serangkaian artikel yang
memperkenalkan konsep Balanced Scorecard. Konsep ini merupakan
pengukuran yang diyakini akan memberikan pandangan yang menyeluruh
dan cepat akan kondisi suatu organisasi bagi level/tingkat atas. Dalam
konsep Balanced Scorecard (BSC) terdapat empat aspek yaitu : financial,
customer, internal business process, dan learning and growth seperti yang
tergambar di bawah ini :
30
Gambar 2.16 Perspektif Balanced Scorecard
Sumber : Baltzan (2012, p314)
Pada saat melakukan perencanaan bisnis, para manajer harus dapat
menentukan target untuk tujuan perusahaan jangka panjang yang ingin
dicapai berdasarkan 4 perspektif yang ada pada balanced scorecard. 4
perspektif tersebut adalah:
a) Financial
Pada perspektif financial ini, tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui bagaimana shareholder di dalam perusahaan melihat
perusahaan secara utuh. Umumnya perspektif ini terkait dengan profit,
pertumbuhan perusahaan dan nilai-nilai yang didapatkan oleh
shareholder (Kinicki & Williams, 2010). Misi yang akan dicapai pada
perspektif ini adalah untuk memastikan bahwa added value untuk
31
shareholder selalu terjaga baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
b) Customer
Perspektif ini lebih mengarah kepada bagaimana konsumen melihat
perusahaan secara keseluruhan. Misi yang ingin dicapai pada
perspektif ini adalah memberikan added value yang terbaik kepada
konsumen. Umumnya pengukuran terhadap perspektif customer terkait
dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan,
kualitas produk serta kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa
perusahaan. Pada intinya, perspektif ini memungkinkan para manajer
bisnis untuk menentukan konsumen dan strategi pasarnya sehingga
memberikan keuntungan finansial jangka panjang (Kaplan & P.Norton,
Linking Balanced Scorecard to Strategy, 1996)
c) Internal Business
Pada perspektif internal business, perusahaan harus dapat mengetahui
proses bisnis apa saja yang harus ditingkatkan di dalamnya untuk dapat
memenuhi ekspektasi dari konsumen maupun shareholder. Perusahaan
dapat melihat kembali proses bisnis yang dimiliki dan hal-hal
pendukung lainnya seperti kemampuan, produktifitas dan kualitas dari
karyawan (Kinicki & Williams, 2010).
Pengukuran yang dilakukan pada perspektif ini nantinya akan lebih
terfokus pada proses-proses internal yang memberikan dampak besar
terhadap kepuasan konsumen dan mencapai tujuan finansial
perusahaan (Kaplan & P.Norton, Linking Balanced Scorecard to
32
Strategy, 1996). Dan untuk dapat melakukan kedua hal tersebut,
proses-proses internal perusahaan yang bersifat kritikal akan lebih
diutamakan dan proses inovasi juga akan ikut disertakan ke dalam
perspektif ini.
d) Learning and Growth
Perspektif yang terakhir bertujuan untuk mengidentifikasikan hal-hal
apa saja yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan dan kemajuan perusahaan yang sifatnya
jangka panjang (Kaplan & P.Norton, Linking Balanced Scorecard to
Strategy, 1996). Organizational learning and growth umumnya berasal
dari 3 aspek utama yaitu people, system dan prosedur perusahaan.
Apabila sebuah perusahaan berfokus pada perspektif learning and
growth, dapat dipastikan bahwa bisnis proses yang terjadi di dalam
perusahaan perusahaan tersebut akan bergerak menuju ke arah yang
lebih baik (Sinha, 2006). Dari bisnis proses yang terlaksana dengan
baik, secara otomatis akan meningkatkan customer value dengan
memproduksi barang/jasa yang baik. Hal ini tentu saja juga
memberikan pengaruh baik terhadap financial performance dari
perusahaan tersebut. Menurut (Khozein, 2012), umumnya
pengimplementasian Balanced Scorecard pada perusahaan dapat
memberikan keuntungan tersendiri seperti peningkatan pada kinerja
perusahaan dan juga mekanisme pelaporan dari performa itu sendiri.
3. Supply Chain Operational Reference (SCOR)
33
Model SCOR (supply chain operational reference) dikembangkan oleh
Supply Chain Council (SCC) yang merupakan sebuah model referensi
proses yang menggabungkan konsep-konsep yang telah dikenal pada
reengineering proses bisnis, benchmarking dan ukuran proses di dalam
sebuah kerangka lintas fungsi. SCOR hanya menilai kinerja dari dua
perspektif yaitu : internal business process dan customer. SCOR hanya
memberikan sistem pengukuran yang bersifat generik bagi para
penggunanya. Adapun kelemahan dari model SCOR berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya tercatat memiliki kelemahan sebagai berikut :
Gambar 2.17 Identifikasi Kelemahan Model SCOR
Sumber : (Ervil, Suwignjo, & Rusdiansyah)
Kelemahan dari SCOR adalah tidak melakukan alignment antara sistem
pengukuran kinerja dengan strategi bisnis dan strategi fungsional.
34
Adapun perbandingan antara pengukuran kinerja supply chain SCOR dan berbasis
balanced scorecard sesuai dengan yang ditulis oleh Riko Ervil dan teman-temannya
adalah :
Gambar 2.18 Perbandingan Pengukuran Kinerja Supply Chain SCOR dan Balanced Scorecard
Sumber : (Ervil, Suwignjo, & Rusdiansyah)
2.13 Analisis Faktor Analisa faktor merupakan salah satu metode statistik multivariat yang
umumnya berfungsi untuk menemukan hubungan antara sejumlah variabel-
variabel yang saling independen antara satu dengan yang lain. Dari adanya
hubungan antar variabel ini, diharapkan variabel-variabel yang memiliki
kesamaan dapat dikelompokkan-kelompokkan sehingga variabel yang ada
menjadi lebih sedikit jumlahnya. Menurut (Santoso, 2014), pada dasarnya ada 2
tujuan untuk melakukan analisis faktor yaitu:
35
1. Untuk melakukan identifikasi apakah variabel-variabel yang ada
memiliki korelasi ataukah tidak, sehingga dengan kata lain analisis
faktor ini dilakukan untuk memperoleh summary dari data yang dimiliki
(data summarization).
2. Untuk memperoleh kumpulan variabel baru yang dinamakan dengan
faktor dengan tujuan untuk menggantikan sejumlah variabel yang
memiliki kemiripan sehingga tidak terlalu banyak jumlahnya (data
reduction).
Tahapan-tahapan untuk dapat melakukan analisis faktor menurut (Baroroh,
2013) ada 5 yaitu :
1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis
2. Melakukan pengujian untuk menentukan variabel-variabel mana saja
yang layak digunakan untuk analisa faktor. Pengujian akan dilakukan
dengan menggunakan metode Bartlett Test of Sphericity serta
pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequancy)
3. Melakukan proses factoring atau mengekstrak faktor-faktor baru. Proses
ini merupakan proses pengelompokan variabel-variabel yang dihasilkan
dari tahap pengujian sebelumnya yang memiliki kesamaan sifat atau
karakteristik
4. Melakukan proses rotasi, di mana proses ini bertujuan untuk
memperjelas posisi dari masing-masing variabel akan dimasukkan ke
dalam faktor yang mana. Terkadang dari proses factoring, masih
36
ditemukan adanya variabel-variabel yang memungkinkan untuk
dikelompokkan ke dalam lebih dari 1 faktor.
5. Melakukan interpretasi dari faktor-faktor yang telah terbentuk dengan
cara memberikan penamaan yang sesuai/menggambarkan secara
keseluruhan dari variabel-variabel pembentuknya
2.13.1 Cronbach Alpha
Menurut Uma Sekaran (2011, p182) mengatakan bahwa kriteria
untuk hasil pengukuran Cronbach Alpha adalah jika nilai cronbach alpha
kurang dari 0,6 dianggap buruk, jika berada pada kisaran 0,70 bisa diterima,
jika nilai cronbach alpha lebih dari 0,80 adalah baik.
2.13.2 KMO and Bartlett’s Test
Analisis faktor digunakan untuk menilai variabel mana saja yang
dianggap layak (appropriateness) untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya
dan untuk menguji apakah data yang ada dapat diurai menjadi sejumlah faktor.
Angka MSA (Measure of Sampling Adequacy) berkisar 0 sampai 1 dengan
kriteria sebagai berikut:
- MSA =1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel
yang lain.
- MSA >0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
- MSA <0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih
lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.