BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

14
4 BAB II LANDASAN TEORI Bab kedua berisi dasar teori yang menunjang penelitian. Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori : 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekrja tersebut, risiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Alhamdan dan Sriani, 2015). Definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) umumnya terbagi menjadi 3 versi yaitu diantaranya ialah pengertian K3menurut Filosofi, Keilmuan, serta menurut standar OHSAS 18001 : 2007. Menurut dari beberapa ahli tentang difinisi keselamatan dan kesehatan kerja, seperti Mangkunegara keselamatan dan kesehatn kerja adalah suatu pemikiran dan upaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin kebutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk masyarakat adil dan makmur. Menurut

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab kedua berisi dasar teori yang menunjang penelitian. Dasar teori yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi teori :

2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.

Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat

melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman

jika apapun yang dilakukan oleh pekrja tersebut, risiko yang mungkin muncul

dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan

dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak

mudah capek.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek

perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 tahun

2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan

kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja dan

tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja

dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja

tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku

pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi (Alhamdan dan

Sriani, 2015).

Definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) umumnya terbagi

menjadi 3 versi yaitu diantaranya ialah pengertian K3menurut Filosofi, Keilmuan,

serta menurut standar OHSAS 18001 : 2007. Menurut dari beberapa ahli tentang

difinisi keselamatan dan kesehatan kerja, seperti Mangkunegara keselamatan dan

kesehatn kerja adalah suatu pemikiran dan upaya keselamatan dan kesehatan kerja

adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin kebutuhan dan kesempurnaan

baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada

umumnya, hasil karya dan budaya untuk masyarakat adil dan makmur. Menurut

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

5

Suma’mur, keselamatan kerja merupakan rangkaian usuha untuk menciptakan

suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di

perusahaan yang bersangkutan, dan menurut menurut Simanjuntak (1994),

keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko kecelakaan

dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan,

kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

Serta menurut keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara

mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran,

peledakan dan pencemaran lingkungan. Dan menurut standar OHS 18001 : 2007

Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan

kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan

tamu) di tempat kerja (Djatmiko, 2016).

2. 2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Indonesia termasuk Negara yang telah memberlakukan undang – undang

yang paling komprehensif (lengkap) tentang system manajemen K3 khususnya

pada perusahaan – perusahan manufaktur atau perusahaan yang mempunyai risiko

tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa

“setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat

proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan

kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat

kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan system manajemen K3

(Djatmiko, 2016).

Sistem manajenen keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu

komponen dalam membangun sistematika suatu safety culture pada suatu objek.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Bab 1 Pasal 1 Sistem

manajemn Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu bagian dari system

manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien, dan produktif.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

6

Tujuan Sistem Manajemn Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

untuk memelihara kesehatan dan keselamatan pada lingkungan kerja. SMK3 juga

bertujuan untuk melindungi para pekerja, rekan kerja, konsumen, dan orang lain

yang juga mungkin terpengaruh kondisi atau berada pada lingkungan kerja.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Bab 1 Pasal 1 adalah

meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang

terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi. Mencegah dan mengurangi

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,

pekerja / buruh, dan / atau serikat pekerja / serikat buruh serta memciptakan

tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas

kerja (Roehan, Yuniar dan Desrianty, 2014).

2. 3 Potensi dan Bahaya Kerja

A. Definisi Potensi Bahaya

Potensi Bahaya (Hazard) adalah suatu kondisi atau keadaan pada

suatu proses, alat mesin, bahan atau cara kerja yang secara intrisik atau

alamiah dapat mengakibatkan luka, cidera bahkan kematian pada manusia

serta menimbulkan kerusakan pada alat dan lingkungan. Bahaya (danger)

adalah suatu kondisi hazard yang terekspos atau terpapar pada lingkungan

sekitar dan terdapat peluang besar terjadinya kecelakaan atau insiden

(Susihono, 2013)

B. Bahaya Kerja

Standar internasional OHS 18001 : 2007 menyebutkan bahwa “

Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai

manusia atau sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya”. “sakit penyakit

sendiri adalah kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal

dari dan atau bertambah buruk karena kegiatan kerja” (Darmiatun dan Tasrial,

2015). Sedangkan menurut Harrianto (2013), bahaya kerja adalah setiap

keadaan dalam lingkungan kerja yang berpoensi untuk terjadinya penyakit

atau gangguan kesehatan akibat kerja. Bahaya kerja terbagi menjadi 5 jenis

bahaya yaitu terdiri dari :

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

7

1. Bahaya Kimiawi

Bahaya kimiawi meliputi konsentrasi uap, gas, aerosol dalam bentuk

debu atau fume yang berlebihan dilingkungan kerja.

2. Bahaya Fisik

Bahaya fisik mencakup kebisingan, vibrasi, suhu lingkungan kerja yang

terlalu ekstrim (terlalu panas/dingin), radiasi, dan tekanan udara.

3. Bahaya Biologis

Bahaya biologis berupa serangan dari serangga, jamur, bakteri, virus, dll

merupakan bahaya biologis yang terdapat d lingkungan kerja. Para

pekerja yang menangani atau memproses sediaa biologis tumbuhan atau

hewan, pengolahan bahan makanan, pengangkut sampah dengan sanitasi

perorangan / lingkungan yang buruk, dan kebersihan lingkungan kerja

yang tidak memadai.

4. Bahaya Ergonomis

Bahaya ergonomis, seperti desain peralatan kerja, mesin, dan tempat

kerja yang buruk, aktivitas mengangkat beban, jangkauan yang

berlebihan, penerangan yang tidak memadai, vibrasi, gerakan yang

berulang – ulang secara berlebihan dengan / tanpa posisi kerja yang

janggal, dapat mengakibatkan timbulnya gangguan muskuloskeletal pada

pekerja.

5. Bahaya Psikologis

Komunikasi yang tidak akurat, konflik antar-personal, konflik dengan

tujuan akhir perusahaan, terhambatnyapengembangan pribadi, kurangnya

kekuasaan dan / atau sumber daya untuk penyelesaian masalah pekerjaan,

beban tugas yang terlalu pada atau sangat kurang, kerja lembur atau shift

malam, lingkungan tempat kerja yang kurang memadai dapat menjadi

bahaya psikologis di tempat kerja.

2.3.1 Manajemen Bahaya Kerja

Manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang

digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

8

dan menanggulangi bahaya tempatnya guna mengurangi risiko akibat bahaya

tersebut. Jadi, manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila

digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas

dari ancaman bahaya di tempat kerja. Tahapan manajemn bahaya kerja, antara

lain :

1. Identifikasi Bahaya Kerja

Identifikasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk

mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat kerja. Langkah ini merupakan

hal yang pertama dilakukan dalam manajemen bahaya kerja sebelum evaluasi

yang lebih mendetail dilaksanakan; identifikasi bahaya kerja meliputi

pengukuran kasar bahaya di lingkungan kerja. Banyak cara yang dapat

dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang adanya kemungkinan

ancaman bahayadi tempat kerja. Penelitian tata laksana penyimpanan zat

kimia, penelitian proses, mesin dan peralatan kerja, serta inspeksi tempat kerja

(walk-through survey) dibutuhkan untuk dapat mengidentifikasi para pekerja

yang terkena ancaman bahaya kerja. Tahap pertama identifikasi bahaya kerja

dapat dimulai dengan mengadakan pendekatan dan diskusi dengan para pekerja

yang berhubungan langsung dengan mesin, peralatan, komponen fisik, dan tata

laksana pekerjaan di tempat kerja. Pendekatan dan diskusi ini dimaksudkan

untuk menanyakan ancaman bahaya kerja yang sering kali/mungkin terjadi

terhadap mereka. Sebagai pelengkap informasi, teman – teman kerja,

supervisor, pimpinan perusahaan, serikat buruh di lingkungan kerjanya dan

perusahaan asuransi kesehatan kerja dapat pula diwawancarai. Sumber

informasi lainnya, antara lain :

a. MSDS (material safety data sheet) atau hazard data sheet yaitu lembaran

khusus yang selalu disertakan pada produk zat kimia dasar, untuk

memberikan informasi tentang ;

Identifikasi: nama produk, bentuk fisik, (mis, bubuk, cairan, dan lain –

lain), warna produk, bau produk, dan sebagainya.

Penyuplai resmi: nama, alamat, nomer telepon darurat orang yang dapat

dihubungi.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

9

Komposisi: nama kimia, No. CAS (chemical abstracts series), sinonim,

formulasi, nilai ambang batas pajanan, ketidakmurnian.

Data fisik: titik didih, tekanan uap, gravitasi, dan titik lebur.

Gangguan kesehatan: efek jangka panjang dan jangka pendek dan

inhalasi, kontak pada kulit, per oral, per injeksi, kontak pada mata, tanda

deteksi dini dari pajanan yang berlebihan.

Tata cara penanganan bila zat kimia tumpah.

Tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan.

Peringatan terhadap bahaya kebakaran.

Rekomendasi perlindungan perorangan.

Tata cara penyimpanan, anjuran pengemasan, dan pembuatan label.

Data reaktivitas, seperti stabilitas, dekomposisi, interaksi dengan zat

kimia yang lain.

Peringatas khusus, dan lain-lain.

b. Referensi tentang kesehatan dan keselamatan kerja dapat pada dicari pada

buletin organisasi kesehatan kerja internasional seperti, AIHA (American

Industrial Hygine Association), ACGHI (American Conference of

Govermental Industrial Hyginists), majalah ilmiah, buletin persatuan usaha

sejenis, buletin ILO (International Labor Organization).

c. Informasi dari pabrik pembuat mesindan peralatan kerja mengenai bahaya

kerja yang diakibatkan oleh produk mereka.

d. Informasi tentang gangguan kesehatan akibat pekerjaan dan kecelakaan

kerja dapat dicari di biro statistik kesehatan pemerintah dan balai hiperkes.

Informasi ini berguna untuk memprediksi kecenderungan gangguan

kesehatan dan kecelakaan akibat kerja pada suatu waktu di suatu tempat

tertentu untuk mengupayakan pencegahan yang lebih akurat.

e. Standar aturan praktik/perusahaan.

2. Evaluasi Bahaya Kerja

Evaluasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk

dapat menetapkan seberapa besar risiko bahaya kerja yang ditemukan di tempat

kerja.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

10

3. Penilaian Hasil Evaluasi Bahaya Kerja

Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja merupakan hasil rangkuman

peninjauan semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia.

Penilaian ini akan memberikan fakta dan kemungkinan yang relevan, sehingga

memudahkan penetapan langkah berikutnya dalam pengendalian risiko bahaya

kerja.

4. Pengendalian Risiko Kerja

Pengendalian risiko bahaya kerja terdiri dari tiga macam, yaitu

pengendalian administratif, teknik, dan alat pelindung diri.

A. Pengendalian Adminitratif :

Kesehatan lingkungan, meliputi kebersihan tempat kerja, pembuangan

sampah, kesehatan perorangan dan fasilitas makan/minum.

Oemeliharaan mesin dan peralatan, meliputi penjadwalan dan

pelaksanaan pemeliharaan secara periodik, pencatatan servis, perbaikan,

dan penggantian suku cadang, serta penyediaan suku cadang.

Identifikasi risiko bahaya kerja yang belum terdeteksi.

Semua mesin, peralatan, dan bahan baku yang digunakan dalam proses

industri harus sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan kerja.

Rotasi pekerja bagi pekerjaan berisiko tinggi.

Penggunaan jasa asuransi untuk memindahkan risiko bahaya kerja.

Informasi dan pelatihan, meliputi orientasi bagi para pekerja yang baru

masuk, informasi reguler dan pelatihan periodik bagi para pekerja yang

lama, membuat simbol peringatan kesehatan dan keselamatan kerja, serta

membuat/memperjelas/memeriksa kembali label produk zat kimiawi.

B. Pengendalian Teknik

1) Subtitusi

Subtitusi bahaya kerja merupakan alternatif terbaik untuk mengatasi

paparan ancaman bahaya kerja yang ada, yaitu dengan mengganti

penggunaan zat kimiawi yang berbahaya dan/atau mudah terbakar dengan

yang kurang berbahaya, misalnya produk roda giling yang mengandung

silika diganti dengan cara melapisinya dengan bahan aluminium oksida,

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

11

alat penyemprot cat manual diganti dengan penyemprot tenaga

listrik/hampa udara untuk mengurangi kuantitas uap penyemprotan yang

berlebihan.

2) Metode Basah

Metode basah untuk menghilangkan debu industri yang berbahaya dari

lingkungan kerja yaitu dengan menyiram sumber debu, laintai, dan dinding

di lingkungan kerja. Pada industri pengecoran logam dapat digunakan air

bertekanan tinggi yang disemprotkan pada tempat semburan debu logam

untuk membersihkan cetakan.

3) Ventilasi dengan penggunaan exhaust (kipas pembuangan) lokal.

Debu/uap industri yang berbahaya juga dapat dikurangi kuantitasnya

dengan menghilangkannya dari zona pernapasan pekerja, misalnya dengan

pemasangan sistem exhaust lokal untuk menangkap uap ferrioksida padat

dari sumbernya di industri pengelasan.

4) Ventilasi dengan penggunaan exhaust umum/ventilasi dilusi.

Cara ini tidak dapat digunakan untuk menanggulangi debu/uap berbahaya

yang terlokalisasi, tetapi hanya berguna untuk mengatasi lingkungan

kerjayang terpapar oleh sejumlah kecil debu/uap berbahaya secara reguler,

misalnya dengan penggunaan ventilasi alami seperti pintu/jendela yang

terbuka, cerobong, dan peralatan udara buatan seperti kipas angin dan

blower.

5) Meminimalisasi kemungkinan bahaya di tempat kerja.

Misalnya dengan mengurangi tenaga mesin yang berbahaya atau

menggunakan tanda bahaya bila terjadi kesalahan.

6) Isolasi/pemagaran

Isolasi bahaya kerja dari pekerja terdekat dilakukan dengan membuat

dinding pembatas guna mengisolasi bahaya kerjja tersebut. Isolasi terdiri

dari tiga jenis yaitu :

1) Pembatas fisik, misalnya pemagaran mesin yang menimbulkan suara

bising, penggunaan gordin pelindung untuk mencegah mata terkena

percikan cahaya pengelasan.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

12

2) Isolasi jarak, misalnya penggunaan pengontrol jarak jauh (remote

control) pada proses pemotongan dan penggosokan bahan – bahan

industri yang menghasilkan debu berbahaya.

3) Isolasi waktu, misalnya penggunaan peralatan semiotomatis,

sehingga pekerja tidak harus selalu berada di tempat yang berbahaya.

C. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Jika pengendalian bahaya kerja pada sumbernya atau pada saat

penyebaranya tidak memungkinkan atau dibutuhkan perlindungan yang

lebih ketat, maka pekerja itu sendiri harus dilindungi dari paparan bahaya

kerja dengan menggunakan alat pelindung diri.

Organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap paparan bahaya

kerja adalah mata, telinga, kulit dan saluran pernapasan, sehingga harus

dilindungi.

1) Perlindungan mata dan muka.

Dapat digunakan kaca mata kerja dan perisai muka untuk mencegah :

Percikan partikel ringan yang terlontar dengan kecepatan rendah.

Percikan partikel berat yang terlontar dengan kecepatan tinggi.

Percikan zat panas atau korosif.

Kontak dengan mata akibat gas/uap.

Sorotan bermacam – macam sinar radiasi elektromagnetik,

termasuk sinar laser.

2) Perlindungan kulit/permukaan tubuh.

Baju kerja, sarung tangan kerja, celemek kerja, dan sepatu kerja dapat

digunakan untuk mencegah :

Kerusakan kulit akibat reaksi alergik atau zat kimia yang korosif.

Penyerapan zat kimia melalui kulit.

Penyebaran panas/dingin/sinar radiasi.

Kerusakan akibat risiko trauma mekanik.

3) Perlindungan saluran pernafasan.

Untuk pencegahan inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu/uap

kerja, maka mulut dan hidung harus ditutup oleh bahan yang dapat

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

13

menyaring masuknya debu/uap kerja. Alat pelindung pernapasan yang

digunakan memiliki bermacam – macam bentuk, mulai dari yang paling

sederhana yaitu masker sekali pakai sampai respirator yang dilengkapi

tabung oksigen. Namun demikian, pada dasarnya alat pelindungan

pernapasan terbagi atas dua macam, yaitu :

a. Respirator penyaring udara yaitu alat pembersih udara kotor yang

menyaring atau mengabsorpsi kontaminan sebelum masuk ke

saluran pernapasan.

b. Respirator penyuplai udara bersih yaitu alat yang melindungi

saluran pernapasan dari udara yang terkontaminasi uap/debu kerja,

serta dapat menyuplai udara bersih (Harrianto, 2013).

2. 4 Pengertian Risiko

Beberapa pengertian resiko yaitu diantaranya, kesempatan sesuatu terjadi

yang akan berdampak pada tujuan. Resiko diukur menurut kemungkinan dan

konsekuensi. Kemungkinan dan konsekuensi dari terjadinya luka – luka dan

penyakit. Bahaya yang mempunyai potensi dan kemungkinan menimbulkan

dampak atau kerugian, kesehatan maupun yang lainnya biasanya dihubungkan

dengan resiko (risk).

Berdasarkan pemahaman tersebut, resiko dapat diartikan sebagai

kemungkinan terjadinya suatu dampak atau konsekuensi. Pengelolaan resiko (Risk

Management) dapat dilakukan dengan menggunakan metode ; a) Identifikasi

Resiko (Risk Identification), b) Analisis Resiko (Risk Assessment), c)

Pengendalian Resiko. Pada umumnya program K3 yang dilakukan diperusahaan

dapat digolongkan atas dua bagian besar yaitu Sistem Manajemen K3 dan

Program Teknis Operasional (Susihono, 2013).

2. 5 HIRA (Hazard Identification and Risk Assessment)

Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) merupakan salah satu

metode identifikasi kecelakaan kerja dengan penilaian risiko sebagai salah satu

poin penting untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

14

Kesehatan Kerja (SMK3). Dilakukannya HIRA bertujuan untuk mengidentifikasi

potensi – potensi bahaya yang terdapat di suatu perusahaan untuk dinilai besarnya

peluang terjadinya suatu kecelakaan atau kerugian. Identifikasi bahaya dan

penilaian risiko serta pengontrolannya harus dilakukan diseluruh aktifitas

perusahaan, termasuk aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut

dilakukan oleh karyawan langsung maupun karyawan kontrak, supplier dan

kontaktor, serta aktifitas atau personal yang masuk ke dalam tempat kerja. Cara

melakukan identifikasi bahaya dengan mengidentifikasi seluruh proses/area yang

ada dalam segala kegiatan, mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek

keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap proses/area yang telah diidentifikasi

sebelumnya dan identifikasi K3 dilakukan pada suatu proses kerja baik pada

kondiri normal, abnormal, emergency, dan maintenance (Roehan, dkk. 2014).

Berikut adalah tahapan proses identifikasi metode HIRA :

1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Identifikasi bahaya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi

bahaya dari suatu bahan, alat, atau system (Departement of Occupational Safety

and Healt). Sumber bahaya yang ditemukan akan dijabarkan menjadi 5 faktor

yaitu, man, method, material, machine, dan environment.

2. Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Identifikasi bahaya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui potensi

bahaya dari suatu bahan, alat, atau system (Departement of Occupational Safety

and Healt). Sumber bahaya yang ditemukan akan dijabarkan menjadi 5 faktor

yaitu, man, method, material, machine, dan environment (Irawan, Panjaitan dan

Bendatu. 2015).

2. 6 FTA (Failure Tree Analysis)

Fault Tree Analysis adalah suatu teknik yang digunakan untuk

mengidentifikasi risiko yang berperan terhadap terjadinya kegagalan. Metode ini

dilakukan dengan pendekatan yang bersifat top down, yang diawali dengan

asumsi kegagalan atau kerugian dari kejadianpuncak (top event) kemudian

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

15

merinci sebab-sebab suatu top event sampai pada suatu kegagalan dasar (root

cause) (Roehan, dkk. 2014).

Analisa pohon kegagalan merupakan analisis induktif, yaitu suatu

kejadiaan yang disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Kejadian sebelumnya

disebabkan oleh kejadian lebih lanjut, kegagalan komponen atau kegagalan

operator. Masing – masing kegagalan dianalisis lebih lanjut penyebabnya

sehingga sampai pada kondisi kejadian (basic event). Analisa pohon kegagalan

dapat untuk mengkuantifikasi kegagalan system, komponen, fungsi atau operasi.

Model pohon kegagalan dapat dipergunakan untuk menentukan Kombinasi

beberapa kegagalan, Probabilitas kegagalan, Titik lemah kritis pada system,

Komponen fungsi atau operasi. Kejadian puncak (Top Event) dari pohon

kegagalan menunjukkan kejadian atau kondisi yang diinginkan (undersired

event/undesired state) dari suatu system sehingga hasilnya merupakan kegagalan

atau ketidaktersediaan (unavailability) system (Susihono, 2013).

2.6.1 Prosedur Fault Tree Analysis

Dalam membuat pohon kegagalan (Fault Tree Analysis) terdapat 6

tahapan, yaitu :

1. Menentukan Top Event (kejadian utama/kejadian paling atas)

2. Mencaritau / analisa penyebab kegagalan (memeriksa system untuk

mengerti bagaimana elemen berhubungan pada satu dengan lainnya

dengan kejadian paling atas)

3. Membuat pohon kegagalan/kesalahan, mulai dari kejadian paling atas

dan bekerja kearah bawah.

4. Memeriksa pohon kesalahan, untuk memastikan semua point sudah

terlengkapi

5. Analisa pohon kesalahan untuk mengidentifikasi cara dalam

menghilangkan / mengurangi kejadian yang mengarah pada kegagalan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

16

2.6.2 Simbol – symbol Fault Tree Analysis

Dalam merancang sebuah pohon kegagalan, ada satu set simbol yang

digunakan. Set ini memiliki sejumlah varian dan, hanya pilihan tertentu simbol

yang diambil di sini. Simbol dalam Fault Tree Analysis ada dua macam yaitu gate

dan event. Berikut symbol yang paling penting ditunjukkan pada gambar berikut :

Tabel 2. 1 Simbol – simbol Fault Tree Analysis

Simbol Keterangan Fungsi

Basic Event

Kejadian yang tidak diharapkan yang

dianggap sebagai kejadian dasar

sehingga tidak perlu dilakukan analisis

lebih lanjut

Undeveloped Event

Kejadian dasar yang tidak akan

dikembangkan lebih lanjut karena tidak

tersedianya informasi

Event Kejadian puncak atau kejadian yang

tidak di inginkan

Conditional Event

Peristiwa atau kejadian yang dapat

terjadi secara normal.

AND Gate

Output kejadian “C” hanya terjadi jika

semua peristiwa input (A dan B) terjadi

secara bersamaan

Or Gate

Output kejadian “C” terjadi jika salah

satu dari peristiwa input terjadi

Transferred Event

Symbol ini menunjukkan bahwa uraian

lanjutan kejadian berada di halaman

berikutnya

Sumber : Harm dan Ringdahl , 2001.

Yang pertama ada simbol "event" yang menggambarkan suatu

kesalahan dari beberapa jenis. Mungkin kejadian dalam arti sempit, yaitu sesuatu

yang terjadi, tapi mungkin juga mengacu pada keadaan yang salah, misalnya

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

17

komponen yang gagal. Oleh karena itu, mungkin lebih baik digambarkan

sebagai "kejadian kegagalan".

Simbol-simbol kondisional digunakan untuk menunjukkan bagaimana kondisi

atau peristiwa yang normal juga dapat mempengaruhi sistem. Kadang-kadang, simbol

yang digunakan dalam kombinasi dengan gerbang khusus yang disebut INHIBIT

(Penghambat). Simbol transfer digunakan untuk membagi pohon menjadi beberapa

bagian yang lebih kecil. Dan symbol “AND” dan “OR” digunakan untuk menyediakan

koneksi logis dari berbagai kejadian.

Secara umum metode fault tree analysis adalah sebuah metode yang

menyeselasikan kasus apabila terjadi sesuatu kegagalan atau hal yang tidak diinginkan

dengan mencari akar – akar permasalahan Basic Event yang muncul dan diursaikan dari

setiap indikasi kejadian puncak (Top Event) (Harms dan Ringdahl. 2001).