BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pasar Modaleprints.mercubuana-yogya.ac.id/4503/3/BAB...
Transcript of BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pasar Modaleprints.mercubuana-yogya.ac.id/4503/3/BAB...
11
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pasar Modal
Pengertian pasar modal menurut Sunariyah (2011) adalah suatu
sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-
bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta
keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Secara formal menurut
Tandelilin (2010: 26), pasar modal dapat didefinisikan sebagai: “pasar
untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih
dari satu tahun, seperti saham dan obligasi”.
Selain menurut para ahli, terdapat pengertian pasar modal menurut
UU no 8 tahun 1995 “pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi
yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal menurut kamus pasar uang
dan modal adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak
yang menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang yaitu
jangka satu tahun ke atas.
Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal telah
menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis
dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan sangat bergantung
12
pada kinerja perusahaan Efek. Instrumen yang ada di pasar modal
Indonesia yaitu efek yang terdiri dari saham, obligasi dan obligasi
konversi, bukti right, dan waran. Kegiatan di pasar modal adalah
membeli produk (instrumen) yang diperdagangkan di pasar modal
dengan harapan memperoleh return di masa yang akan datang (Sjahrial,
2009: 19).
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang
pada dasarnya mempunyai kesamaan antara satu negara degan negara
lain. Hampir semua negara di dunia ini mempunyai pasar modal, yang
bertujuan menciptakan fasilitas bagi keperluan industri dan kesulurahan
entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal. Terkecuali
dalam negara dengan perekonomian sosialis ataupun tertutup pasar
modal. Terkecuali dalam negara dengan perekonomian sosialis ataupun
tertutup pasar modal bukanlah suatu keharusan.
Menurut Sunariyah (2011: 7) besar peranan pasar modal pada suatu
negara dapat diliat dari segi berikut:
a. Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan
penjual menentukan harga saham atau surat berharga yang
diperjual-belikan. Ditinjau dari segi lain, pasar modal
memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi sehingga
kedua belah pihak dapat melakukan transaksi tanpa melalui tatap
muka (pembeli dan penjual bertemu secara langsung).
13
b. Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk
hasil (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan
mendorong perusahaan (emiten) untuk memenuhi keinginan para
pemodal. Pasar modal menciptakan peluang bagi perusahaan
(emiten) untuk memuaskan keinginan para pemegang saham,
kebijakan dividen dan stabilitas harga sekuritas yang relatif
normal. Pemuasan yang diberikan kepada pemegang saham
tercermin dalam harga sekuritas.
c. Pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk
menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga
lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal para investor dapat
melikuidasi surat berharga yang dimiliki tersebut setiaap saat.
d. Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
Masyarakat berpenghasilam kecil mempunyai kesempatan untuk
mempertimbangkan alternatif cara penggunaan uang mereka.
Selain menabung, uang dapat dimanfaatkan melalui pasar modal
dan beralih ke investasi yaitu dengan membeli sebagian kecil
saham perusahaan publik.
e. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat
berharga. Bagi para pemodal, keputusan investasi harus
didasarkan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat
dipercaya. Pasar modal dapat menyediakan kebutuhan terhadap
14
informasi bagi para pemodal secara lengkap, yang apabila hal
tersebut harus dicari sendiri akan memerlukan biaya yang sangat
mahal.
Selain berperan penting pasar modal juga mempunyai fungsi yang
penting dalam perekonomian suatu negara. Fungsi pasar modal menurut
Martalena dan Malinda (2011: 3) yaitu:
1. Fungsi tabungan (savings function)
Pasar modal dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang
ingin menghindari penurunan mata uang karena inflasi
2. Fungsi kekayaan (wealth function)
Masyarakat dapat mengembangkan nilai kekayaan dan
berinvestasi dalam berbagai instrumen pasar modal yang tidak
akan mengalami penyusustan nilai sebagaimana yang terjadi
pada investasi nyata, misalnya rumah/perusahaan.
3. Fungsi Likuiditas (liquidity function)
Instrumen pasar modal pada umumnya mudah untuk
dicairkansehingga memudahkan masyarakat memperoleh
kembali dananya dibandingkan rumah dan tanah.
4. Fungsi pinjaman (credit function)
Pasar modal merupakan sumber pinjaman bagi pemerintah
maupun perusahaan membiayai kegiatannya.
15
2. Investasi
Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa datang. Seorang investor membeli
sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari
kenaikan harga saham ataupun sejumlah deviden di masa yang akan
datang, sebagai imbalan atas waktu dari risiko yang terkait dengan
investasi tersebut (Tandelilin, 2010). Menurut Sunariyah (2011: 4)
investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan
mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Jogiyanto (2012), investasi adalah penundaan
konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode
waktu yang tertentu. Dengan adanya aktiva yang produktif, penundaan
konsumsi sekarang untuk diinvestasikan ke aktiva yang produktif
tersebut akan meningkatkan utiliti total. Untuk mencapai suatu efektivitas
dan efisiensi dalam keputusan investasi terdapat beberapa tujuan dalam
melakukan investasi (Tandelilin, 2010), yaitu:
a. Mendapat kesejahteraan atau kehidupan yang lebih baik dimasa
yang akan datang. Seseorang akan berfikir bagaimana untuk
dapat meningkatkan taraf hidupnya untuk memperoleh
kehidupan yang lebih layak di masa depan.
b. Membantu mengurangi tekanan inflasi.
16
c. Terciptanya keuntungan dalam investasi yang
berkesinambungan (continuity).
d. Penghematan pajak.
3. Saham
Saham merupakan instrumen pasar modal yang berupa surat bukti
kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum
(go publik) dalam nominal ataupun persentase tertentu. Saham juga dapat
diartikan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke
dalam suatu perusahaan (Heykal, 2012: 37). Menurut Darmadji dan
Fakhruddin (2012: 5) “Saham (stock) merupakan tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan
surat berharga tersebut”
Sifat dasar investasi saham adalah memberikan peran bagi investor
dalam memperoleh laba perusahaan. Namun hak tersebut terbatas karena
pemegang saham hanya berhak atas bagian penghasilan perusahaan
hanya setelah seluruh kewajiban perusahaan dipenuhi. Bagi pihak yang
memiliki saham akan memperoleh beberapa keuntungan sebagai bentuk
kewajiban yang harus diterima, yaitu:
a. Memperoleh dividen yang akan diberikan pada setiap akhir
tahun.
b. Memperoleh capital gain.
17
c. Memiliki hak suara bagi pemegang saham jenis saham biasa.
Saham merupakan surat berharga yang paling populer dan dikenal
luas di masyarakat. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:6), ada
beberapa jenis saham yaitu:
a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka
saham terbagi atas:
1) Saham biasa (common stock), yaitu merupakan saham
yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap
pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan
perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
2) Saham preferen (preferred stock), merupakan saham yang
memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham
biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti
bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil
seperti ini dikehendaki oleh investor.
b. Dilihat dari cara pemeliharaannya, saham dibedakan menjadi:
1) Saham atas unjuk (bearer stock) artinya pada saham
tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah
dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain.
2) Saham atas nama (registered stock), merupakan saham
yang ditulis dengan jelas siapa pemiliknya, dan dimana
cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
18
c. Ditinjau dari kinerja perdagangnannya, maka saham dapt
dikategorikan menjadi:
1) Saham unggulan (blue-chip stock), yaitu saham biasa dari
suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai
leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil
dan konsisten dalam membayar dividen.
2) Saham pendapatan (income stock), yaitu saham biasa dari
suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar
dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan
pada tahun sebelumnya.
3) Saham pertumbuhan (growth stock-well known), yaitu
saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan
pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis
yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga
growth stock lesser known, yaitu saham dari emiten yang
tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri
growth stock.
4) Saham spekulatif (spekulative stock), yaitu saham suatu
perusahaan yang tidak bisa secra konsisten memperoleh
penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun
belum pasti.
19
5) Saham sklikal (counter cyclical stock), yaitu saham yang
tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun
situasi bisnis secara umum.
4. Return Saham
Return saham menurut Jogiyanto (2013: 235) adalah hasil yang
diperoleh dari investasi saham. Return dapat berupa return realisasian
yang sudah terjadi atau return ekspektasian yang belum terjadi tetapi
yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang. Sedangkan menurut
Irham Fahmi (2013: 152), return saham adalah return saham adalah
keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di kemudian hari
terhadap sejumlah dana yang telah ditempatkannya. Pengharapan
menggambarkan sesuatu yang bisa saja terjadi diluar dari yang
diharapkan.
Adapun pengertian return saham menurut Brigham dan Houston
(2010: 215) adalah selisih antara jumlah yang diterima dengan jumlah
yang diinvestasikan dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan.
Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain
(loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan
harga pada periode yang lalu. Jika harga investasi sekarang (Pt) lebih
tinggi dari harga investasi pada periode lalu (Pt-1) berarti terjadi
keuntungan modal (capital gain) dan jika sebaliknya, maka terjadi
kerugian modal (capital loss). Return total sering disebut return. Dari
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa return saham
20
merupakan tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari
hasil jual beli saham.
Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
menempatkan dana pada satu atau lebih asset selama periode tertentu
dengan harapan dapat memperoleh penghasilan atau peningkatan nilai
investasi. Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena
investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko
investasi yang dihadapinya.
Menurut Jogiyanto (2013: 235), return saham dibedakan menjadi
dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi
(expected return). Return realisasi (realized return) merupakan return
yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan
sebagai salah satu alat pengukur kinerja perusahaan. Sedangkan return
ekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan akan
diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return
realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum
terjadi. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu
pengukur kinerja keuangan dan juga berguna sebagai dasar penentuan
return ekspektasi dan risiko di masa mendatang. Dalam melakukan
investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara
return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya.
Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi,
21
semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return
ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko.
Return menggambarkan hasil yang diperoleh investor dari aktivitas
investasi yang telah dilakukan selama periode waktu tertentu, yang terdiri
dari Capital Gain (loss) dan Yield (Jogiyanto, 2013: 236). Capital gain
(loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang
relatif dengan harga periode yang lalu. Yield merupakan persentase
penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari
suatu investasi. Dalam penelitian ini return saham yang diperhitungkan
adalah return saham yang berasal dari capital gain tanpa
memperhitungkan adanya dividend yield. Karena pada dasarnya dividen
yang dibagikan nilainya lebih kecil dibandingkan capital gain sehingga
tidak terlalu berpengaruh jika tidak ikut diperhitungkan.
Besarnya dividen yang dibagikan tergantung dari besar kecilnya laba
yang diperoleh badan usaha dan kebijakan pembagian dividen.
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑎𝑖𝑛 (𝑙𝑜𝑠𝑠) + 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑
Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang
relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto, 2013: 236):
𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑎𝑖𝑛 (l𝑜𝑠𝑠) = 𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1
Dimana:
Pt = Harga saham periode sekarang
Pt-1 = Harga saham periode sebelumnya
22
Jika harga investasi sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga investasi
periode sebelumnya (Pt-1) berarti terjadi keuntungan modal (capital gain),
sebaliknya terjadi kerugian modal (capital loss).
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga
investasi periode tertentu dari suatu investasi, untuk saham biasa dimana
pembayaran periodik sebesar Dt rupiah per lembar, maka yield dapat
dituliskan sebagai berikut (Jogiyanto, 2013):
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝐷𝑡
𝑃𝑡−1
Dimana:
Dt = Deviden yang dibayarkan
Pt-1 = Harga saham periode sebelumnya
Sehingga return total dapat dirumuskan sebagai berikut (Jogiyanto,
2013):
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1+
𝐷𝑡
𝑃𝑡−1=
𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1 + 𝐷𝑡
𝑃𝑡−1
Dimana:
Pt = Harga saham periode sekarang
Dt = Deviden yang dibayarkan
Pt-1 = Harga saham periode sebelumnya
Namun mengingat tidak selamanya perusahaan membagikan dividen
kas secara periodik kepada pemegang sahamnya, maka dalam
perhitungan return saham penelitian ini menggunakan realized return.
23
Secara matematis formulasi realized return dapat dirumuskan sebagai
berikut (Jogiyanto, 2013: 236):
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 = 𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1
Dimana:
Pt = Harga saham sekarang
Pt-1 = Harga saham periode sebelumnya
Faktor-faktor yang mempengaruhi reutrn saham (Samsul, 2015: 200)
adalah sebagai berikut:
a. Faktor makro, yaitu faktor yang berada pada luar perusahaan,
yaitu:
1) Faktor makro ekonomi yang meliputi tingkat bunga umum
domestik, tingkat inflasi, kurs valuta asing dan kondisi
ekonomi internasional.
2) Faktor non ekonomi yang meliputi peristiwa politik dalam
negeri, peristiwa politik luar negeri, peperangan, demonstrasi,
massa, dan kasus lingkungan hidup.
b. Faktor mikro adalah faktor yang berada di dalam perusahaan,
yaitu:
1) Laba bersih per saham.
2) Nilai buku per saham.
3) Rasio hutang terhadap ekuitas.
4) Rasio keuangan lainnya.
24
5. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi keuangan
suatu perusahaan mengenai posisi keuangan apakah keuangan
perusahaan dalam keadaan baik atau sebaliknya. Informasi dalam laporan
keuangan ini dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Kasmir (2016:7), laporan keuangan adalah laporan yang
menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam
suatu periode tertentu. Sedangkan menurut Harahap (2015:105), laporan
keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu
perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Laporan
keuangan pada umumnya meliputi Neraca, Laporan Laba/Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan
Keuangan. Laporan Keuangan tersebut merupakan suatu bentuk laporan
yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan, perkembangan
perusahaan dan hasil usaha suatu perusahaan pada jangka waktu tertentu.
Tujuan utama pembuatan dan penyusunan laporan keuangan adalah
untuk memberikan informasi yang berguna bagi pihak yang
berkepentingan dalam pengambilan suatu keputusan. Menurut Kasmir
(2016: 11), tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan adalah:
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta)
yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
25
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan
modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
e. Memberikan informasi tentang perubahaan-perubahan yang
terjadi terhadap aktiva pasiva dan modal perusahaan.
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan
dalam suatu periode.
g. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan
keuangan.
h. Informasi keuangan lainnya.
Setiap laporan keuangan yang disusun pasti memiliki keterbatasan
tertentu. Menurut Kasmir (2016: 16) mengemukakan bahwa ada
beberapa keterbatasan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan, yaitu:
a. Pembuatan laporan keuangan disusun berdasarkan sejara
(historis), dimana data-data yang diambil dari data masa lalu.
b. Laporan keuangan dibuat umum, artinya untuk semua orang
bukan hanya untuk pihak tertentu saja.
c. Proses penyusunan tidak terlepas dari taksiran-taksiran dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
26
d. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi
situasi ketidakpastian. Misalnya dalam suatu peristiwa yang
tidak menguntungkan selalu dihitung kerugiannya. Sebagai
contoh harta dan pendapatan, nilainya dihitung dari yang paling
rendah.
e. Laporan keuangan selalu berpegang teguh kepada sudut
pandang ekonomi dalam memandang peristiwa-peristiwa yang
terjadi bukan kepada sifat formalnya.
6. Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan merupakan bagian penting dari analisis
bisnis yang lebih luas. Analisis bisnis merupakan proses evaluasi prospek
ekonomi dan risiko perusahaan meliputi analisis atas lingkungan bisnis
perusahaan, strategi, serta posisi keuangan dan kinerja keuangan. Berikut
pengertian analisis keuangan menurut Kasmir (2016: 66) adalah agar
laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan
dimengerti oleh berbagai pihak, maka perlu dilakukan analisis laporan
keuangan. Hasil analisis laporan keuangan juga akan memberikan
informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.
Dengan adanya kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, akan tergambar
kinerja manajemen selama ini.
27
Analisis laporan keuangan bertujuan untuk (Kasmir, 2016: 68):
a. Mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang
telah dicapai untuk beberapa periode.
b. Mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
c. Mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
d. Mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan
perusahaan saat ini.
e. Melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
f. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan
sejenis tentang hasil yang mereka capai.
Menurut Munawir (2010:31), tujuan analisis laporan keuangan
merupakan: Alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi
sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai
perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti
bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut
diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut
sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung
keputusan yang akan diambil.
28
7. Rasio Keuangan
Laporan keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan
perusahaan dalam suatu periode tertentu. Agar laporan keuangan dapat
memberikan informasi yang lebih luas dan mendalam, perlu dilakukan
analisis laporan keuangan yang slah satu caranya adalah dengan
menggunakan rasio keuangan.
Menurut Kasmir (2016: 104) Rasio keuangan merupakan kegiatan
membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan
cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat
dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan
keuangan atau antarkomponen yang ada di antara laporan keuangan.
Sedangkan menurut Harahap (2015:297) rasio keuangan adalah angka
yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan
keuangandengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan (berarti).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasio
keuangan merupakan penggabungan dua angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan dengan membagi satu angka dengan angka lainnya.
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan, dapat dilakukan dengan beberapa rasio keuangan.
Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan dan arti tertentu.
Kemudian, setiap hasil dari rasio yang diukur diinterpretasikan sehingga
menjadi berarti bagi pengambilan keputusan.
29
Berikut adalah bentuk-bentuk rasio keuangan menurut Hery (2015)
antara lain adalah rasio likuditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio
profitabilitas dan rasio pasar.
a. Rasio Likuiditas
Menurut Kasmir (2016: 130), Rasio likuiditas atau sering juga
disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan.
Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di
neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total passiva lancar (utang
jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode
sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu
ke waktu.
Tujuan dan manfaat rasio likuditas untuk perusahaan menurut
Kasmir (2016:132) adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar
kewajiban atau utang yang secara jatuh tempo pada saat
ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban
yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu
yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara
keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur di
30
bawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,
dibandingkan dengan total aktiva lancer.
3) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar
kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini
aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap
likuiditasnya lebih rendah.
4) Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah
sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
5) Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar utang.
6) Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang
berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
7) Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari
waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk
beberapa periode.
8) Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari
masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan
utang lancar.
9) Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk
memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas
yang ada pada saat ini.
31
Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana
(kreditor), investor, distributor, dan masyarakat luas, rasio
likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban kepada pihak ketiga.
Terdapat beberapa jenis rasio untuk mengukur rasio likuiditas
yaitu:
1) Rasio lancar (current ratio)
Rasio Lancar atau current ratio (Kasmir, 2016: 134),
merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang
segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang
tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang
segera jatuh tempo. Rumus yang digunakan untuk
menghitung current ratio (CR) adalah sebagai berikut:
𝐶𝑅 = Aktiva lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
Utang lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠)
2) Rasio cepat (quick ratio)
Rasio cepat atau quick ratio Kasmir (2016: 138)
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban
atau utang lancar (utang jangka panjang) dengan aktiva
lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory).
Artinya mengabaikan nilai sediaan, dengan cara dikurangi
32
dari total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan
dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk
diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat
untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan
aktiva lancar lainnya. Rumus yang digunakan untuk
menghitung quick ratio adalah sebagai berikut:
𝑄𝑢𝑖𝑐𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟× 100%
3) Rasio kas (cash ratio)
Rasio kas atau cash ratio Kasmir (2016: 138)
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya
dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau
tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat
dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan
sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-
utang jangka pendeknya. Rumus yang digunakan untuk
menghitung cash ratio adalah sebagai berikut:
𝐶𝑅 = 𝐾𝑎𝑠 + 𝑆𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝐾𝑎𝑠
𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟× 100%
33
b. Rasio solvabilitas (leverage ratio)
Menurut Kasmir (2016: 150), rasio solvabilitas atau laverage
ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa
besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan
dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang apabila peusahaan dibubarkan
(dilikuidasi).
Tujuan perhitungan rasio solvabilitas menurut Kasmir (2016:
153) adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban
kepada pihak lainnya (kreditor).
2) Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran Pinjaman
termasuk bunga).
3) Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva
khususnya aktiva tetap dengan modal.
4) Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai
oleh utang.
5) Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan
terhadap pengelolaan aktiva.
34
6) Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka
panjang.
7) Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan
ditagih, terdapat sekian kalinya modal sendiri yang
dimiliki.
8) Tujuan lainnya.
Jenis-jenis Rasio Solvabilitas adalah sebagai berikut;
1) Debt ratio (DR)
Menurut Kasmir (2016: 156), debt ratio merupakan
rasio utang yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total utang dengan total aktiva.
Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Untuk
mengukur besarnya rasio hutang ini digunakan rumus:
𝐷𝑅 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 × 100%
2) Debt to equity ratio (DER)
Menurut Kasmir (2016: 157), Debt to Equity Ratio
merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang
dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara
membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang
lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk
35
mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam
(kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain,
rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.
Secara matematis Debt to Equity ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝐷𝐸𝑅 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡 (𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑥 100%
c. Rasio aktivitas (activity ratio)
Menurur Kasmir (2016: 172), Rasio aktivitas (activity ratio)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau
dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Tujuan perhitungan rasio aktivitas menurut Kasmir (2016:
173) adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama
satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam
piutang ini berputar dalam satu periode.
2) Untuk menghitung hari rata-rata penagihan piutang (days
of receivable), di mana hasil perhitungan ini menunjukkan
jumlah hari (berapa hari) piutang tersebut rata-rata tidak
dapat ditagih.
36
3) Untuk menghitung berapa hari rata-rata sediaan tersimpan
dalam gudang.
4) Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam
modal kerja berputar dalam satu periode atau berapa
penjualan yang dapat dicapai oleh setiap modal kerja yang
digunakan (working capital turn over).
5) Untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam
aktiva tetap berputar dalam suatu periode.
6) Untuk mengukur penggunaan semua aktiva perusahaan
dibandingkan dengan penjualan.
Jenis-jenis rasio aktivitas adalah sebagai berikut:
1) Rasio perputaran piutang (receivables turnover ratio)
Menurut Kasmir (2016: 176), rasio ini digunakan
untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama
satu periode atau berap kali dana yang ditanam dalam
piutang ini berputar dalam satu periode. Semakin tinggi
rasio menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan
dalam piutang semakin rendah (dibandingkan dengan rasio
tahun sebelumnya) dan tentunya kondisi ini bagi
perusahaan semakin baik. Rasio ini dapat dihitung dengan
rumus:
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔
37
2) Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio)
Menurut Kasmir (2016: 180), perputaran sediaan
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
kali dana yang ditanam dalam sediaan (Inventory) ini
berputar dalam suatu periode. Dapat diartikan pula bahwa
perputaran sediaan merupakan rasio yang menunjukkan
berapa kali jumlah barang sediaan diganti dalam satu
tahun. Rumus perhitungannya adalah:
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
3) Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)
Menurut Kasmir (2016: 184), fixed assets turn over
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa
kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar
dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk
mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan
kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Perputaran
aktiva tetap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
4) Total asset turn over (TATO)
Menurut Kasmir (2016: 185), total assets turn over
(TATO) merupakan merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki
38
perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang
diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Rasio perputaran total
aktiva menggunakan rumus:
𝑇𝐴𝑇𝑂 = Penjualan Bersih (Net Sales)
Total Aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)
d. Rasio profitabilitas (profitability ratio)
Menurut Kasmir (2016: 196) Rasio profitabilitas merupakan
rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari
keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah
penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan,
maupun bagi pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2016: 196),
yaitu:
1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode tertentu.
2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya
dengan tahun sekarang.
3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan
modal sendiri.
39
5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan
yang digunakan baik modal pinjman maupun modal
sendiri.
6) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana
perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.
7) Dan tujuan lainnya.
Jenis- jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
1) Gross profit margin (GPM)
Rasio gross profit margin (GPM) mencerminkan
atau menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai
setiap rupiah penjualan, atau bila rasio ini dikurangkan
terhadap angka 100% maka akan menunjukan jumlah
yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba
bersih. Data gross profit margin dari beberapa periode
akan dapat memberikan informasi tentang
kecenderungan gross profit margin yang diperoleh dan
bila dibandingkan standar rasio akan diketahui apakah
margin yang diperoleh perusahaan sudah tinggi atau
sebaliknya. Rumus GPM adalah Tandelilin (2001):
𝐺𝑃𝑀 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑏𝑎× 100%
40
2) Operating profit margin (OPM)
Operating profit margin (OPM) merupakan
perbandingan antara laba usaha dan penjualan. Menurut
Syamsuddin (2009:61) operating profit margin
merupakan rasio yang menggambarkan apa yang
biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap
rupiah dari penjualan yang dilakukan. Disebut murni
(pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebut yang
benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan
dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban financial
berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah
berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi
operating profit margin makan akan semakin baik pula
operasi suatu perusahaan. Cara menghitungnya adalah
dengan rumus:
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛× 100%
3) Net profit margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio
keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan net income dari kegiatan operasional
pokok perusahaan. Net Profit Margin (NPM) berfungsi
untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih
terhadap penjualan bersihnya.
41
NPM menunjukkan perbandingan antara laba bersih
dengan penjualan (Hanafi dan Halim, 2005). Rasio ini
digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan
perusahaan yang bersangkutan dalam menghasilkan laba
bersih ditinjau dari sudut total penjualannya. Secara
sistematis Net Profit Margin dapat dirumuskan sebagai
berikut (Robert Ang (1997)):
𝑁𝑃𝑀 = 𝑁𝐼𝐴𝑇
𝑁𝑒𝑡 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Dengan semakin meningkatnya keuntungan (laba
bersih setelah pajak) akan mencerminkan bagian laba
dalam bentuk capital gain maupun dividend gain yang
diterima oleh pemegang saham semakin besar. Dengan
demikian para investor atau calon investor lain akan
tertarik untuk menanamkan dananya ke dalam
perusahaan tersebut.
4) Return on equity (ROE)
Menurut Kasmir (2016: 201), hasil pengembalian
ekuitas (return on equity/ROE) atau rentabilitas modal
sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih
sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi
pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula
42
sebaliknya. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝑅𝑂𝐸 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
5) Return On Investment (ROI)
ROI menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk
menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang
digunakan untuk menghitung rasio ini adalah laba
setelah pajak/Earning After tax (EAT). Semakin besar
hasilnya maka semakin baik.
𝑅𝑂𝐼 = 𝐸𝐴𝑇
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖× 100%
6) Return on assets (ROA)
Return On Assets (ROA) menurut Kasmir (2016:
196) adalah merupakan rasio yang menunjukkan hasil
(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam
perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang
efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya.
Semakin kecil rasio ini semakin kurang baik, demikian
pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk
mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi
perusahaan.
43
Rumus untuk mencari return on assets dapat
digunakan sebagai berikut:
𝑅𝑂𝐴 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ (𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒)
Total aktiva (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠) 𝑥 100%
e. Rasio pasar (market ratio)
Rasio pasar merupakan rasio yang menghubungkan harga
saham terhadap laba, arus kas, dan nilai buku per sahamnya.
Rasio ini menunjukkan apa yang dipikirkan investor atas kinerja
masa lalu dan prospek masa depan perusahaan. Yang termasuk
dalam rasio nilai pasar, antara lain:
1) Earnings Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) yaitu laba bersih dibagi
jumlah saham yang beredar. Rasio ini menggambarkan
tingkat pengembalian modal untuk setiap satu lembar
saham. Earning Per Share (EPS) merupakan
perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu
tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan
(Ang, 1997).
Rasio keuangan ini sering digunakan oleh investor
saham (atau calon investor saham) untuk menganalisis
kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan
saham yang dipunyai yaitu Earning Per Share (EPS)
atau laba per lembar saham. Menurut Hanafi dan Halim
44
(2007), Earning Per Share (EPS) biasa digunakan
untuk beberapa macam analisis.
Pertama, Earning Per Share (EPS) digunakan
untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para
analis surat berharga. Earning Per Share (EPS) mudah
dihubungkan dengan harga pasar suatu saham dan
menghasilkan rasio Price Earning Ratio (PER). Price
Earning Ratio (PER) merupakan perbandingan antara
harga pasar suatu saham (market price) dengan Earning
Per Share (EPS) dari saham yang bersangkutan (Ang,
1997). Secara matematis Earning Per Share (EPS)
dapat dirumuskan sebagai berikut (Soedijono, 1993):
EPS =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
2) Price earnings ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) adalah perbandingan
antara harga pasar per lembar saham dengan laba per
lembar saham. Oleh para investor rasio ini digunakan
untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba di masa yang akan datang. Kesedian
para investor untuk menerima kenaikan PER sangat
bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan
dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi,
biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya
45
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah
cenderung memiliki PER yang rendah. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai brikut:
𝑃𝐸𝑅 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚𝑥100%
3) Price to book value ratio (PBV)
Price to Book Value (PBV) menurut Ang (1997)
dalam Novitasari (2013) merupakan rasio pasar (market
ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga
pasar saham terhadap nilai bukunya. Rasio ini
menunjukkan seberapa jauh sebuah perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan terhadap jumlah modal
yang diinvestasikan. Secara matematis Price to Book
Value dapat dirumuskan sebagai berikut (Toto Prihadi,
2010):
𝑃𝐵𝑉 = 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
Dimana:
Price per share = Harga per saham
Book value per share = Nilai buku per saham
4) Rasio Pendapatan Dividen (Dividend Yield Ratio)
Dividen yield merupakan sebagian dari total return
yang akan diperoleh investor. Biasanya perusahaan
yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi
46
akan mempunyai dividend yield yang rendah, karena
dividen sebagian besar akan diinvestasikan kembali.
Kemudian karena perusahaan dengan prospek yang
tinggi akan mempunyai harga pasar saham yang tinggi,
yang berarti pembaginya tinggi, maka dividend yield
untuk perusahaan semacam ini akan cenderung lebih
rendah.
𝐷𝑌 =𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚𝑥100%
5) Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio)
Rasio ini melihat bagian pendapatan yang
dibayarkan sebagai dividen kepada investor sedangkan
bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan
kembali ke perusahaan. Perusahaan yang mempunyai
tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio
pembayaran dividen yang rendah. Sebaliknya
perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan
mempunyai raio yang tinggi. Pembayaran dividen juga
merupakan kebijakan dividen perusahaan. Semakin
besar rasio ini maka semakin lambat atau kecil
pertumbuhan pendapatan perusahaan. Secara matematis
dapat disimpulkan sebagai berikut:
𝐷𝑃𝑅 =𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚𝑥100%
47
B. Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam
penelelitian ini. Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan return saham
dapat disingat dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul Variabel Hasil
1 Ferdina
Eka
Putra dan
Paulus
Kindang
en (2016)
Pengaruh
Return On
Asset
(ROA), Net
Profit
Margin
(NPM), dan
Earning
Per Share
(EPS)
terhadap
Return
Saham
Perusahaan
Makanan
dan
Minuman
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
(Periode
2010-2014)
Return
On Asset
(ROA),
Net
Profit
Margin
(NPM),
Earning
Per
Share
(EPS),
Return
Saham
1. ROA dan NPM
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return
saham
2. EPS berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap return saham
3. ROA, NPM, dan EPS secara
simultan berpengaruh
terhadap return saham
4. ROA dan NPM pada
periode sebelumnya
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return
saham
5. EPS periode sebelumnya
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
return saham
6. ROA, NPM, dan EPS
periode sebelumnya secara
simultan berpengaruh
terhadap return saham
2 Cokorda
Istri
Indah
Puspitad
ewi dan
Henny
Rahyuda
Pengaruh
DER, ROA,
PER dan
EVA
terhadap
Return
Saham
DER,
ROA,
PER,
EVA dan
Return
Saham
1. DER berpengaruh negatif
tidak signifikan return
saham
2. EVA berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap
return saham
3. ROA dan PER berpengaruh
48
(2016) pada
Perusahaan
Food And
Beverage di
BEI
positif dan signifikan return
saham
3 Rendra
Akbar
dan Sri
Herianin
grum
(2015)
Pengaruh
Price
Earning
Ratio
(PER),
Price Book
Value
(PBV) dan
Debt to
Equity
Ratio
(DER)
terhadap
Return
Saham
(Studi
terhadap
Perusahaan
Properti
and Real
Estate yang
Listing di
Indeks
Saham
Syariah
Indonesia)
PER,
PBV,
DER dan
Return
Saham
1. PER berpengaruh negatif
dan signifikat terhadap
return saham
2. PBV berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
return saham
3. DER berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap return saham
4. PER, PBV, dan DER secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap return
saham
4 Gd
Gilang
Gunadi
dan I
Ketut
Wijaya
Kusuma
(2015)
Pengaruh
ROA, DER
dan EPS
terhadap
Return
Saham
Perusahaan
Food And
Beverage di
BEI (2008-
2012)
ROA,
DER,
EPS dan
Return
Saham
1. ROA dan EPS secara
signifikan dan berpengaruh
positif terhadap return
saham
2. DER tidak memiliki
pengaruh signifikan teradap
return saham
3. ROA, DER dan EPS
mempengaruhi return
saham, sedangkan sisanya
dipengarui variabel lain
5 Dita
Purnama
ningsih
dan Ni
Pengaruh
Return On
Asset,
Struktur
ROA,
Struktur
Modal,
PBV, dan
1. ROA tidak berpengaruh
signifikan terhadap return
saham
2. Struktur Modal dan PBV
49
Gusti
Putu
Wirawati
(2014)
Modal,
Price To
Book Value
dan Good
Corporate
Governanc
e pada
Return
Saham
Good
Corporat
e
Governa
nce dan
Return
Saham
berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap
return saham
3. GCG tidak mampu
memoderasi pngaruh ROA,
Struktur Modal dan PBV
terhadap return saham
6 Aryanti,
Mawardi
dan Selvi
Andesta
(2016)
Pengaruh
ROA, ROE,
NPM dan
CR
terhadap
Return
Saham pada
Perusahaan
yang
Terdaftar di
Jakarta
Islamic
Index (JII)
(2012-
2015)
ROA,
ROE,
NPM,
CR dan
Return
Saham
1. Secara parsial ROE dan CR
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap return
saham
2. ROA berpengaruh positif
dan tidak signifikat
terhadap return saham
3. NPM tidak berpengaruh
dan signifikan terhadap
return saham
4. Secara simultan ROA,
ROE, NPM dan CR
berpengaruh terhadap
return saham
5. Koefisien determinasi (R²)
berdasarkan tampilan
output eviews7 diperoleh
hasil bahwa nilai Adjusted
R2 Return Saham sebesar
0,910907 hal ini berarti
91,09% variasi dijelaskan
oleh variasi dari keempat
variabel independen ROA,
ROE, CR dan NPM.
Sedangkan sisanya sebesar
8,91 % dijelaskan oleh
sebab-sebab lain diluar
model.
7 Ida Ayu
Ika
Mayuni
dan Gede
Suarjaya
(2018)
Pengaruh
ROA, Firm
Size, EPS,
dan PER
terhadap
Return
Saham pada
Sektor
Manufaktur
ROA,
Firm
Size,
EPS,
PER dan
Return
Saham
1. ROA berpengaruh positif
dan signifikan teradap
return saham
2. Firm Size tidak
berpengaruh signifikan
terhadap return saham
3. EPS berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
return saham
50
di BEI 4. PER tidak berpengaruh
signifikan teradap return
saham
8 Dwiana
Wahyu
Prabawa
dan Fitri
Lukiastut
i (2015)
Analisis
Pengaruh
Kinerja
Keuangan,
Manajemen
Risiko dan
Manajemen
Modal
Kerja
terhadap
Return
Saham
DER,
ROI, CR,
TATO,
Interest
Rate
(IR),
Cash
Conversi
on Cycle
(CCC)
dan
Return
Saham.
1. DER berpengaruh terhadap
return saham.
2. ROI berpengaruh signifikan
dan positif terhadap return
saham.
3. CR tidak berpengaruh
signifikan terhadap return
saham.
4. TATO berpengaruh
terhadap return saham.
5. IR tidak berpengaruh
terhadap return saham.
6. CCC tidak berpengaruh
positif terhadap return
saham.
9 Ayu
Dika dan
Gede
Mertha
(2016)
Pengaruh
Profitabilita
s, Leverage,
Likuiditas
dan
Penilaian
Pasar
terhadap
Return
Saham pada
Perusahaan
Manufaktur
ROA,
DER,
CR, PER
dan
Return
Saham,
1. ROA, CR dan PER
berpengaruh positif dan
signifikan
2. DER berpengaruh negatif
dan signifikan
10 Cahyo
Dwi
Laksono
(2017)
Pengaruh
Rasio
Keuangan
terhadap
Return
Saham
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar
di BEI
CR,
DER,
ROA,
TATO,
PBV, dan
Return
Saham
1. CR dan TATO berpengaruh
positif terhadap return
saham.
2. DER berpengaruh negatif
terhadap return saham.
3. ROA dan PBV tidak
berpengaruh teradap return
saham.
11 Yuni
Nur,
Aziz
Fathoni
Pengaruh
ROA, ROE
dan EPS
terhadap
ROA,
ROE,
EPS dan
Return
1. ROA secara parsial
berpengaruh positif dan
signifikan
2. ROE dan EPS secara parsial
51
dan Dra
Cicik
(2017)
Return
Saham pada
Perusahaan
Consumer
Good
(Food and
Beverages)
yang
terdaftar di
BEI periode
2013-2016
Saham, tidak berpengaruh positif
dan tidak signifikan
C. Pengembangan Hipotesis
1. Return On Asset (ROA) dan Return Saham
Return On Asset diperoleh dengan cara membandingkan antara Net
Income After Tax (NIAT) yang diartikan sebagai pendapatan bersih
sesudah pajak dengan average total asset. ROA menunjukkan kinerja
keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang
digunakan untuk operasional perusahaan.
Meningkatkan ROA berarti disisi lain juga meningkatkan
pendapatan bersih perusahaan yang berarti nilai penjualan juga akan
meningkat. Perusahaan yang nilai penjualannya meningkat, akan
mendorong terjadinya peningkatan laba yang menunjukkan kinerja
keuangan perusahaan dalam kondisi baik. Kondisi seperti ini akan mudah
untuk menarik investor, karena para investor lebih suka berinvestasi pada
perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi. Kinerja keuangan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan
akan berdampak pada para pemegang saham perusahaan.
52
ROA yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan
yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh
keuntungan dari dividen yang diterima. Dengan semakin meningkatnya
dividen yang diterima oleh para pemegang saham akan menjadi daya
tarik tersendiri untuk tetap menanamkan sahamnya dan para calon
investor untuk menanamkan sahamnya ke dalam perusahaan tersebut.
Hal ini akan mendorong peningkatan harga saham yang pada akhirnya
akan meningkatkan return saham yang akan diterima para investor.
Menurut penelitian dari Ferdina Eka Putra dan Paulus Kindangen
(2016), Cokorda dan Henny (2016), Gd Gilang dan I Ketut (2015), Ida
dan Gede Suarjaya (2018), Ayu Dika dan Gede Mertha (2016) dan Yuni
dkk (2017) menyatakan bahwa ROA berpengaruh teradap return saham.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai
berikut:
H1: Return On Asset (ROA) berpengaruh terhadap Return Saham
2. Debt to Equity Ratio (DER) dan Return Saham
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan
antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan
peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan (Kasmir, 2016: 157).
Semakin tinggi DER menunjukkan bahwa kinerja keuangan
perusahaan buruk, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti
53
beban bunga akan semakin besar yang berarti akan mengurangi
keuntungan, sehingga return pun akan menjadi kecil. Hal ini sesuai
dengan Signaling Theory, dimana dengan sinyal yang diberikan oleh
perusahaan yang berupa informasi maka investor akan tau seberapa
hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan hutang yang tinggi
akan memiliki resiko yang besar, bahkan perusahaan bisa mengalami
kebangkrutan. Sehingga akan menyebabkan investor enggan
menginvestasikan dananya dan menimbulkan penurunan harga saham.
Menurut penelitian yang dilakukan Dwian dan Fitri (2015), Ayu
Dika dan Gede Mertha (2016) dan Catur wulandari (2005) menyatakan
bawa DER berpengaruh terhadap return saham.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai
berikut:
H2: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Return Saham
3. Current Ratio (CR) dan Return Saham
Current Ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan
harga pasar dari harga saham yang bersangkutan. Sebaliknya Current
Ratio terlalu tinggi juga belum tentu baik, karena pada kondisi tertentu
hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur
(aktivitas sedikit) yang akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan
perusahaan. Current Ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang
yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya
tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Disisi lain
54
perusahaan yang memiliki aktiva lancar yang tinggi akan lebih cenderung
memiliki aset lainnya dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami
penurunan nilai pasarnya (menjual efek).
Semakin besar current ratio yang dimiliki menunjukkan besarnya
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya
terutama modal kerja yang sangat penting untuk menjaga performance
kinerja perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi performance
harga saham. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada investor untuk
memiliki saham perusahaan tersebut sehingga dapat meningkatkan return
saham. Menurut penelitian yang dilakukan Aryanti dan Selvi (2016), Ayu
Dika dan Gede Mertha (2016), dan Ulupui (2005) menyatakan bahwa CR
berpengaruh terhadap return saham.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai
berikut:
H3: Current ratio (CR) berpengaruh terhadap Return Saham
4. Price to Book Value (PBV) dan Return Saham
PBV merupakan rasio antara harga pasar saham terhadap nilai
bukunya. Pada umumnya perusahaan yang beroperasi dengan baik akan
mempunyai rasio PBV lebih besar dari satu (>1). Hal ini disebabkan
karena PBV yang semakin besar menunjukkan harga dari saham tersebut
semakin meningkat.
Semakin tinggi rasio PBV suatu perusahaan menunjukkan semakin
tinggi pula penilaian investor terhadap perusahaan yang bersangkutan.
55
Jika harga pasar saham semakin meningkat maka capital gain (actual
return) dari saham tersebut juga meningkat. Hal ini disebabkan karena
actual return merupakan selisih antara harga saham periode saat ini
dengan harga saham sebelumnya. Menurut penelitian Rendra Akbar
(2015) dan Dita dan Ni Gusti Putu (2014) menunjukkan bahwa nilai
Price Book Value (PBV) berpengaruh terhadap return saham.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai
berikut:
H4: Price to Book Value (PBV) berpengaruh terhadap Return Saham
5. Total Assets Turn Over (TATO) dan Return Saham
Total assets turnover merupakan salah satu rasio yang menunjukkan
tingkat efektifitas penggunaan aktiva suatu perusahaan dengan
membandingkan jumlah penjualan perusahaan dengan seluruh aktiva
yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian nilai yang akan diperoleh
dari analisis ini menunjukkan setiap rupiah dari aset yang digunakan
akan menghasilan berapa rupiah penjualan.
Semakin tinggi efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva
untuk penjualan maka akan menghasilkan laba yang semakin besar
dengan asumsi tidak ada kerugian dalam penjualan. Laba yang semakin
tinggi akan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan tersebut.
Semakin tinggi laba yang diperoleh suatu perusahaan maka akan menarik
perhatian para investor untuk menanamkan modal pada perusahaan
56
tersebut. Dengan demikian maka permintaan atas saham perusahaan akan
naik dan berpengaruh positif terhadap return saham.
Menururt penelitian Dwiana dan Fitri (2015) dan Cahyo Dwi
Laksono (2017) yang menjelaskan bahwa TATO berpengaruh terhadap
return saham.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai
berikut:
H5: Total Assets Turn Over (TATO) berpengaruh terhadap Return Saham
6. Return On Asset, Debt to Equity Ratio, Current ratio, Price to Book
Value, Total Assets Turn Over dan Return Saham
Menurut (Hardiningsih, 2002) Return On Asset yang semakin
meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para
pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari deviden yang
diterima semakin meningat. Dengan semakin meningkatnya deviden
maka banyak investor yang menanamkan sahamnya ke dalam perusahaan
tersebut. Hal ini akan mempengaruhi harga saham yang pada akhirnya
akan meningkatakan return saham yang diterima investor. Menurut
penelitian Catur Wulandari (2005) menemukan bukti empiris bahwa
Debt To Equity Ratio berpengaruh terhadap return saham. Penelitian lain
yang dilakukan Ulupui (2005) memperlihatkan hasil bahwa Current
Ratio memiliki pengaruh terhadap return saham. Penelitian yang
dilakukan oleh Rendra Akbar (2015) nemunjukkan hasil bahawa Price to
Book Value berpengaruh terhadap return saham. Penelitian yang
57
dilakukan oleh Cahyo Dwi Laksono (2017) menyatakan bahwa Total
Assets Turn Over berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan
uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis sebagai berikut:
H6: Return On Asset, Debt to Equity Ratio, Current ratio, Price to Book
Value, Total Assets Turn Over berpengaruh terhadap Return Saham
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
H1
H2
H3
H4
H5
H6
Sumber: Data diolah 2018
Return On Asset (X1)
Price Book Value (X4)
Total Assets Turn Over (X5)
Current Ratio (X3)
Debt to Equity Ratio (X2)
Return Saham (Y)