BAB II KONSEP RUKYAH A. Pengertian dan Dasar Hukum...

27
14 BAB II KONSEP RUKYAH A. Pengertian dan Dasar Hukum Rukyah 1. Pengertian Rukyah a. Definisi rukyah secara etimologi Secara etimologi rukyah berasal dari kata ﺭﺃﻳﺎ ﻳﺮﻯ ﺭﺃﻯartinya “melihat” 1 ﺍﻟﺮﺅﻳﺔartinya : penglihatan mata. 2 dalam kamus al-Munjid dituliskan ﺭﺃﻯ, ﻳﺮﻯ, ﺭﺃﻳﺎ, ﻭﺭﺅﻳﺔ, ﻭﺭﺃﺓ, ﻭﺭﺋﻴﺎﻧﺎyang berarti ﻧﻈﺮ ﺑﺎﻟﻌﻘﻞ ﺍﻭﻳﺎﻟﻌﲔ. 3 (melihat dengan mata atau akal). 4 Rukyah secara harfiyah berarti melihat, arti yang paling umum ialah, melihat dengan mata kepala. 5 b. Definisi rukyah secara terminologi Ketika kita berbicara tentang rukyah maka secara istilah kita akan berbicara tentang rukyatul hilal. Para ulama’ dalam memberikan definisi rukyah sangat bervariasi. Menurut Muhyidin, rukyah ialah tampaknya hilal yang dilihat oleh mata telanjang di lapangan pada hari ke 29 bulan sya’ban atau 1 Husin Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia, Bangil: Yayasan Pesantren, 1991, hlm. 117. 2 Ibid. 3 Louis Ma’luf, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, hlm. 1036 4 Ahmad Warson Munawwir, kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hlm.1433 5 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 130.

Transcript of BAB II KONSEP RUKYAH A. Pengertian dan Dasar Hukum...

14

BAB II

KONSEP RUKYAH

A. Pengertian dan Dasar Hukum Rukyah

1. Pengertian Rukyah

a. Definisi rukyah secara etimologi

Secara etimologi rukyah berasal dari kata رأى يرى رأيا artinya

“melihat”1 الرؤية artinya : penglihatan mata.2 dalam kamus al-Munjid

dituliskan ورئيانا, ورأة, ورؤية, رأيا, يرى, رأى yang berarti نظر

4 Rukyah secara.(melihat dengan mata atau akal) 3.يالعني او بالعقل

harfiyah berarti melihat, arti yang paling umum ialah, melihat dengan

mata kepala.5

b. Definisi rukyah secara terminologi

Ketika kita berbicara tentang rukyah maka secara istilah kita

akan berbicara tentang rukyatul hilal. Para ulama’ dalam memberikan

definisi rukyah sangat bervariasi.

Menurut Muhyidin, rukyah ialah tampaknya hilal yang dilihat

oleh mata telanjang di lapangan pada hari ke 29 bulan sya’ban atau

1 Husin Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap Arab Indonesia, Bangil: Yayasan

Pesantren, 1991, hlm. 117. 2 Ibid. 3 Louis Ma’luf, al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, hlm. 1036 4 Ahmad Warson Munawwir, kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997,

hlm.1433 5 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 130.

15

bulan Ramadhan.6 Rukyah secara umum dapat dikatakan sebagai

pengamatan terhadap hilal, sesuai dengan sunnah nabi, rukyah

dilakukan dengan mata telanjang.7

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan rukyah

ialah melihat bulan dengan mata kepala sesudah terbenam matahari

pada hari 29 bulan sya’ban.8

2. Dasar Hukum Rukyah

Penentuan awal bulan Hijriyah didasarkan pada adanya rukyatul

hilal (bulan sabit / bulan tanggal satu).9 Allah SWT menetapkan puasa

berdasarkan peredaran bulan dengan dilatarbelakangi sejumlah hikmah

dan sebab.10 Seperti penegasan Al-Qur’an :

) 189: البقرة..... (يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…… (Q.S. Al-Baqarah : 189).11

Ayat ini mengandung pengertian bahwa penentuan awal bulan

dengan menggunakan terbit bulan sabit, menunjukkan adanya prinsip

kemudahan, karena mudah tercermati oleh orang awam sekalipun.

6 Muhyidin, Problematika Penetapan Awal Bulan Qomariyah, PP Lajnah Falakiyah PBNU

Diklat Nasional II Hisab dan Rukyah, Jepara: 2002, hlm. 1. 7 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisan Dan Rukyat Telah Syari’ah, Sains Dan Teknologi,

Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 41. 8 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op Cit., hlm. 20. 9 Ghazalie Masroeri, Kebijakan PBNU Dalam Menentukan Awal Bulan Qomariyah,

Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Nasional II Hisab dan Rukyah, Jepara: 2002, hlm. 3. 10 Yusuf al-Qardlawi, Fiqh Puasa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000, hlm. 34 11 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Jakarta: LPIQ, 2003, hlm.46

16

Berbeda apabila berdasarkan pada peredaran Matahari, maka sungguh sulit

menentukan awal bulan karena matahari bentuknya selalu sama.12

Terbitnya hilal sebagai dasar penentuan awal bulan Qomariyah telah

dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dengan sistem rukyah (observasi)

dalam berbagai haditsnya tentang penentuan awal bulan Ramadhan,

Syawal dan Dzulhijjah, Rasulullah saw bersabda:

قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم صوموا لرؤيته : وعن أىب هريرة قال

.13 )رواه البخاري(وافطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثالثني

Dari Abu Hurairoh berkata: Rasulullah saw bersabda: berpuasalah kamu karena terlihat hilal dan bertukarlah (berhari-rayalah) kalian karena terlihat hilal. Kemudian jika awan menutupi kalian, maka sempurnakanlah bilangan sya’ban itu 30 hari (HR. Bukhori dari Abu Hurairah )

الناس اهلالل فأخربت تراى: عن عبد اهللا بن عمر رضي اهللا عنهما قال

رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أىن رأيت اهلالل فصام وأمر الناس بصيامه

14) رواه ابو داود والدار قطىن وابن حبان(

Dari Abdullah bin Umar beliau berkata: orang-orang berusaha melihat hilal (ru’yatul hilal bil fi’li) lalu saya beritahu Rasulullah saw memerintahkan orang-orang agar berpuasa (HR. Abu Dawud, ad-Daru Quthni dan ibnu Hibban)

12 Ghozali Masroeri, Op. Cit. 13 Muammal Hamidy. Etc., Terjemahan Nailul Author Himpunan Hadits-Hadits Hukum,

Surabaya, PT. Bina Ilmu, t.t. hlm. 1253. lihat, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Op.Cit. 14 Ibid

17

B. Latar Belakang Rukyah

Pokok pangkal penanggalan umat Islam dengan inayat illahiyah

(wahyu) Rasulullah telah memperbaiki penanggalan-penanggalan bangsa

Arab. Rasulullah memperbaiki penanggalan-penanggalan itu secara bertahap.

Pada tahun ke-2 hijrah, rasulullah mengubah apa yang telah dibiasakan

orang arab dalam menentukan bilangan ganjil (1,2,3) berbilang 30 hari,

sedang bulan-bulan yang genap (2,4,6) berbilang 29 hari. Inilah yang berlaku

dalam kalangan bangsa arab, khususnya di Madinah.15

Pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijrah, Allah menurunkan Ayatush

shiyam (Qs: Al-baqarah:183) dan Rasulullah menjelaskan ayat-ayat itu

dengan sabdanya: shumu li ni’yatihi wa afthiru li ru’yatihi: berpuasalah kamu

sesudah melihat bulan dan berbukalah kamu (berhari- rayalah kamu) sesudah

melihat bulan.

Dijelaskan lagi dalam sabdanya: laa tashumu hattaa tarawul hilala

wala tufthiru hatta tarahu: janganlah kamu berpuasa hingga melihat hilal dan

janganlah kamu berbuka (berhari raya) sehingga kamu melihatnya. 16

Pada malam sabtu 30 sya’ban tahun ke-2 hijrah. Para sahabat berusaha

melihat bulan sesudah terbenam matahari. Mereka tidak dapat melihatnya,

karena itu Rasulullah mengharuskan para sahabatnya menyempurnakan

sya’ban 30 hari. Ramadhan tahun itu berakhir pada hari sabtu, yang berarti

15 Tengku A.H.Ash- Shidiqy, Op. Cit. hlm. 7 16 Ibid., hlm. 8

18

Nabi berpuasa sebanyak 29 hari (dari ahad ke ahad). Pada petang ahad itu

para sahabat melihat bulan agak tinggi. 17

Dengan ketetapan tersebut, Nabi menandaskan bahwasanya permulaan

bulan Qomariyah adalah berhadapnya cahaya bulan ke permukaan bumi

sesudah keluar dari persembunyiannya yang dapat dilihat sesudah terbenam

matahari.

Dengan ketetapan itu permulaan bulan menurut agama Islam, ialah hari

yang didahului oleh maghrib sesudah dapat melihat hilal. Dan permulaan hari

menurut Islam , adalah dari terbenamnya matahari ke terbenamnya matahari.

Tegasnya, malam mendahului siang. Sebelum itu bangsa Arab, ada yang

memandang permulaan hari dari terbitnya matahari ke terbitnya matahari, ada

yang memandang dari terbenamnya matahari ke terbenamnya matahari. Ada

pula dari tergelincirnya matahari.

Nabi saw. membatalkan penetapan bangsa Arab dalam menghadapi

bulan, satu genap dan satu ganjil. Menurut ketetapan Islam, bulan-bulan itu

mungkin 4 kali berturut-turut 30 hari dan mungkin 3 kali berturut 30 hari.

Orang-orang arab menjadikan bulan sekali genap, sekali ganjil, terkecuali

bulan Dzulhijjah yang di dalam tahun Basithah mereka menjadi 29 hari. Inilah

perbaikan pertama.18

Pada tahun 10 hijrah, di kala Nabi melaksanakan haji wada’, Nabi

menandaskan di dalam khutbahnya di padang Arafah bahwa tahun Qamariyah

terdiri dari 12 Bulan, 4 bulan diantaranya dinamakan bulan haram (bulan

17 Ibid 18 Ibid., hlm. 9

19

mulia). Dan pada saat itu bulan-bulan Qomariyah itu telah disesuaikan

keadaannya seperti di masa Ibrahim as. dan anaknya.

Arab Quraisy kira-kira 200 tahun sebelum Islam, telah jauh

menyimpang dari kebenaran dan telah memasukkan perpanjangan tahun

(kabisat) yang tidak teratur kepada tahun-tahun mereka, yaitu mereka

menjadikan satu tahun sama dengan 13 bulan, setiap mereka menghadapi

musim panas di masa haji. Bahkan mereka memindahkan bulan-bulan haram

ke bulan-bulan yang sesudahnya dikatakan nasi’ apabila mereka ingin

berperang dalam bulan-bulan haram itu. Karenanya rusaklah waktu-waktu

ibadah.

Islam tidak membenarkan perpanjangan tahun, menjadikannya 13

bulan, dan tidak membenarkan nasi’. Maka tahun 10 hijriyah itu, merupakan

tahun mengakhiri penanggalan-penanggalan yang keliru. Dan pada tahun itu

bersesuaian kembali semua penanggalan.19

C. Aliran-aliran Pemakaian Rukyah

1. Aliran rukyah bil fi’li

Dalam wacana rukyah pada dasarnya dalam mazhab rukyah terdapat

beberapa mazhab-mazhab kecil yang mempunyai perbedaan-perbedaan

prinsipil.

a. Dalam pemahaman Mathla’ 20

Dalam pemahaman mahtla’, terjadi perbedaan menentukan

wilayah. Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyah di suatu tempat

19 Ibid., hlm. 10 20 Matla’ adalah tempat / garis terbitnya hilal.

20

berlaku untuk seluruh dunia dan ada yang berpendapat hasil rukyah di

suatu tempat hanya berlaku bagi suatu daerah kekuasaan.21

Dari dua pendapat ini, menurut al-Laits yakni: 22

1. Pendapat Jumhur Ulama’

Jumhur ulama’ berpendapat mathla’ itu tidak menjadi

perhatian. Apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan,

wajiblah puasa atas semua negeri.

Jika adanya hilal telah diakui di suatu wilayah maka wajib

puasa atas seluruh penduduk wilayah tersebut, baik yang dekat

dengan tempat terlihat tersebut maupun yang jauh jika mereka

telah menerima berita tersebut lewat jalan yang mewajibkan puasa.

Dalam hal ini, perbedaan mathla’ (tempat / garis terbitnya hilal)

tidaklah dipertimbangkan sama sekali. Demikian menurut ulama’

Hanafi, Maliki dan Hambali.23

Sedangkan menurut mazhab Syafi’i, jika adanya penglihatan

hilal telah diakui di suatu wilayah, wajib atas penduduk dari semua

penjuru yang berdekatan dengan wilayah tersebut untuk berpuasa

berdasarkan penglihatan tersebut. Dekat ditentukan oleh kesamaan

mathla’, dimana jarak keduanya lebih sedikit dari 24 farsakh,

21 Tengku Muhammad Hasbi Asy Shiddieqy, Pedoman Puasa,Semarang: PT.Pustaka Rizki

Putra,1997, hlm.62 22 Abdurrahman Al Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al Madzahibi Al-Arba’ah, Dar al-Fikr: Beirut, 1987.

diterjemah oleh Husni Syawie, Jakarta: PT. Lentera Basri Tama,1998, hlm.35 23 Ibid, hlm. 35

21

penduduk tempat yang jauh tidaklah wajib berpuasa berdasarkan

penglihatan tersebut karena berbedanya mathla’. 24

2. Pendapat segolongan kecil ulama’

Pendapat segolongan kecil ulama tersebut berpegang

kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan at-

Turmudzi dan Kuraib, hadits ini menetapkan, bahwa apabila

telah pasti rukyatul hilal di suatu negara, wajiblah puasa di

negara itu dan negara yang dekat dengannya segaris lurus tidak

negeri-negeri yang lain.

Para ulama’ dalam menanggapi hadits Kuraib ini

mempunyai beberapa pendapat. Pendapat-pendapat itu telah

dijelaskan satu persatu oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-Atsqalani

dalam kitab Fathul Bari, antara lain ialah:25

Pertama, yang diikhtibarkan bagi penduduk suatu negeri

hanyalah rukyah mereka sendiri, tidak dapat mereka ikuti

rukyah negeri lain. Inilah pendapat Ikrimah, al-Qasim Ibnu

Muhammad, Salim dan Ishaq. Demikianlah pendapat mereka

berempat ini menurut nukilan Ibnu Mundzir.

Kedua: tidak wajib atas penduduk suatu negeri menerima

rukyah lain, terkecuali dibenarkan oleh khalifah (kepala

negara), karena seluruh daerah yang dibawah kekuasaannya

dipandang satu negeri. Demikianlah pendapat Ibnu Majisun.

24 Ibid., hlm. 36 25 Tengku M. H. Asshidiqy, Op. Cit. hlm. 63

22

Ketiga: jika negeri-negeri itu berdekatan satu sama lain,

dipandang satu negeri. Jika berjauhan, tidaklah wajib diikuti

rukyah itu oleh negeri-negeri yang lain. Inilah pendapat yang

dipilih Abu Thoyib dari kalangan Syafi’iyah dan Asy-Syafi’i

sendiri menurut nukilan al-Baghawy.26

Pada persoalan mathla’ inilah terdapat beberapa aliran/

mazhab yakni: pertama, rukyah lokal, yaitu menetapkan

wilayah terlihatnya hilal di tempat tersebut hanya berlaku bagi

satu daerah kekuasaan hakim yang menisbatkan hasil rukyah

tersebut. Pemikiran ini terkenal dengan rukyah fi wilayatil

hukmi. Sebagaimana pemikiran yang selama in dipegangi oleh

NU27 (Nadlatul Ulama’).28

Kedua, Rukyah global yaitu hasil Rukyah di suatu tempat

berlaku untuk seluruh dunia. Dengan argumentasi bahwa hadits

hisab rukyah khitabnya ditujukan pada seluruh umat Islam di

dunia, tidak dibedakan oleh perbedaan geografis. Pemikiran ini

yang terkenal dengan rukyah internasional yang dianut oleh

Hizbut Tahrir. 29

b. Dalam Pemahaman Keadilan.

26 Ibid., hlm. 64 27 NU merupakan organisasi masyarakat Islam di Indonesia yang menganut faham Rukyah

fi Wilayatil Hukmi 28 Ahmad Izzudin, Op. Cit. hlm. 76-77 29 Ibid., hlm. 76

23

Dalam hal ini pemahaman rukyah, yakni melihat hilal harus

ditetapkan melalui kriteria seseorang yang melihat. Oleh karena itu

dalam menetapkan terdapat rincian beberapa Imam mazhab. 30

Pertama: mazhab Hanafi, bulan qomariyah ditetapkan dengan

kesaksian dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Demikianlah

bila langit berpenghalang, seperti mendung dan yang seperti itu. Jika

langit cerah, maka haruslah dengan penglihatan orang banyak, orang

yang memberi kesaksian harus mengucapkan kata-kata “aku bersaksi”.

Sebagian ulama Hanafi menganggap sah, bila dilihat oleh orang

banyak, dengan ketentuan bila cuaca terang. Sebab, bila cuaca terang,

tentu banyak orang yang dapat melihatnya. Berbeda sekiranya cuaca

tidak terang, dianggap sah walaupun dilihat oleh seorang saja.31

Kedua: mazhab Maliki, hilal qomariyah ditetapkan dengan

penglihatan dua orang adil atau orang banyak yang sedemikian rupa

sehingga mustahil adanya kesepakatan berdusta dan pemberitahuan

mereka memberi keyakinan. Tidaklah disyaratkan bahwa mereka

harus merdeka, tidak juga harus laki-laki.32

Ketiga: mazhab Syafi’i, kesaksian satu orang adil cukup untuk

menetapkan hilal Qomariyah, orang yang memberi kesaksian harus

mengatakan “aku bersaksi” lafal ini disepakati oleh para ulama dari

tiga mazhab, selain ulama Maliki.

30 Abdur Rahman Al-Jaziri, Op. Cit , hlm. 38 31 Ali Hasan, Tuntunan Puasa Dan Zakat, jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.

21. 32 Op Cit, hlm. 38.

24

Keempat: mazhab Hambali, dalam penetapan bulan qomariyah,

tidaklah diterima selain dua orang adil yang memberikan kesaksian

dengan lafal “aku bersaksi”.33

2. Aliran Rukyah Bil Il’mi

a. Pengertian rukyah bil ilmi

- Secara etimologi

Rukyah bil ilmi disebut juga rukyah bil aqli dan sering disebut

hisab. Pengertian hisab sendiri berasal dari bahasa arab, yaitu:

حسب حيسب salah satu bentuk masdar (derivasi) dari حساب

35. Hisab itu sendiri(menghitung) 34 عده yang berarti حساب

berarti hitung36, maka ilmu hisab identik dengan ilmu hitung.

1) Kata hisab yang berarti perhitungan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 86:

ا بأحسن منها أو ردوها إن الله كان على وإذا حييتم بتحية فحيو

)86:النساء(كل شيء حسيبا

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa), sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan segala sesuatu.37

2) Kata Hisab yang berarti memeriksa.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Insyiqoq ayat 8

33 Ibid, hlm. 39. 34 Louis Ma’luf, Al-Munjid, Beirut: Dar al-Masyriq, 1996, hlm. 132 35 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hlm.

904. 36 Ibid, hlm. 56 37 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta: LPIQ, 2003, hlm. 73.

25

)8:االنشقاق(فسوف يحاسب حسابا يسريا

Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.38

3) Kata hisab yang berarti pertanggung jawaban. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat: 69

ملهى لعذكر لكنء ويش من ابهمحس قون منتي لى الذينا عمو

)69:األنعام(يتقون

Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas mereka, akan tetapi kewajiban mereka ialah mengingatkan agar mereka bertaqwa.39

- Secara Terminologi

Ketika kita berbicara tentang hisab atau rukyah bil ilmi maka

secara terminologi kita akan berbicara tentang ilmu hisab. Para

ulama’ dalam memberikan definisi ilmu hisab sangat bervariasi.

Namun jika diteliti lebih lanjut dari bermacam-macam definisi

yang diungkapkan mereka, ternyata terdapat persamaan terutama

dalam kajiannya. Oleh karena itu penulis akan ungkapkan

beberapa pendapat mereka tentang ilmu hisab.

Moedji Raharto mendefinisikan bahwa rukyah bil ilmi (ilmu

Hisab) dalam arti khusus adalah cara penentuan awal bulan Islam

38 Ibid., hlm. 471 39 Ibid., hlm. 108

26

atau cara memprediksi fenomena alam lainnya seperti gerhana

bulan dan gerhana matahari.40

Ichtiyanto mendefinisikan ilmu hisab dengan suatu ilmu

pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan yang

dalam bahasa Inggris disebut arithmatic. Oleh karenanya ilmu

falak dam ilmu faraidl41 termasuk ke dalam ilmu hisab. Hal

tersebut karena hal yang paling dominan dalam kedua ilmu

tersebut adalah menghitung, melakukan perhitungan-perhitungan.42

Dari definisi tersebut jelas bahwa ilmu falak dan ilmu faraidl

termasuk dalam ilmu hisab. Dari sini pula kita simpulkan bahwa

ilmu falak adalah ilmu hisab, tetapi ilmu hisab bukan tentu ilmu

falak saja. Namun yang terjadi dalam masyarakat khususnya

masyarakat Indonesia hanya mengenal bahwa falak lah yang

dimaksudkan dengan istilah ilmu hisab. Bahkan ada yang

menganggap bahwa ilmu falak adalah nama lain dari ilmu hisab.

Dengan alasan bahwa penamaan ilmu pengetahuan tersebut dengan

ilmu falak karena obyek dari ilmu itu adalah falak (lintasan

bintang-bintang)43 juga dinamakan ilmu hisab karena aktivitas

40 Moedji Raharto, “Astronomi Islam Dalam Perspektif Astronomi Modern” dalam Moedji

Raharto, (ed) Gerhana, kumpulan tulisan Moedji Raharto, Lembang Pendidikan Dan Pelatihan Hisab Rukyah Negara-Negara, MABIMS: 2000. hlm,. 105.

41 Ilmu Faraidl adalah suatu disiplin ilmu dalam agama Islam yang khusus mempelajari tentang bagian-bagian ahli waris dan cara-cara melakukan perhitungan dan pembagian harta warisan.

42 Ichtiyanto, Al Manak Hisab Rukyah, Jakarta : Badan Hisab Rukyah, 1981, hlm. 229. lihat, John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1992, hlm. 37.

43 Louis Ma’luf, Op. Cit,. hlm. 549

27

yang paling dominan dalam ilmu tersebut adalah melakukan

perhitungan-perhitungan.

Zubair Umar al-Jaelani dalam kitab al-Khulashoh al-

Wafiyyah memberikan definisi tentang ilmu hisab dengan ilmu

yang lebih terkenal dengan sebutan ilmu falak, yang orang Yunani

menyebutnya dengan astronomi (dalam bahasa arab diterjemahkan;

hukum bintang-bintang). Ilmu tersebut terbagi ke dalam tiga

bagian; washfiy (deskriptif) thabi’iy (astrologi) dan ‘amaly

(astromekanik)” 44

Dari sini terlihat bahwa beliau tidak membedakan antara

ilmu hisab dengan ilmu falak.

Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu falak atau kosmografi

adalah suatu bagian dari ilmu bumi pasti yang bertujuan

mempelajari tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

benda-benda langit, Matahari, Planet-planet dan benda-benda

langit lain.45

Sedangkan definisi falak menurut Ichtiyanto adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari lintasan benda langit, seperti

Matahari, Bulan, Bintang-bintang dan benda-benda langit tersebut.

Dalam bahasa Inggris di sebut dengan practical astronomy.46

44 Untuk mendapatkan definisi ketiga kategori tersebut baca selengkapnya dalam Zubair

Umar al-Jaelani, al-Khulashoh al-wafiyah, Surakarta: Melati, tt, hlm. 3-4. 45 M.S.L. Toruan, Ilmu Falak, Semarang: Banteng Timur, 1960, hlm. 5 46 Ichtiyanto, Op. Cit., hlm. 245

28

Dari definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa terdapat

banyak istilah yang digunakan untuk menyebut ilmu falak,

diantaranya adalah ilmu hisab kosmografi dan practical astronomi.

Semua istilah tersebut pada dasarnya, fokus dan obyek kajiannya

adalah sama yaitu fenomena, gerakan, peredaran, posisi dan orbit

benda-bend langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan

benda-benda langit lainnya.

Ada bermacam-macam istilah ilmu pengetahuan yang

mempelajari benda-benda langit lain:

1) Astronomi : Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda

langit secara umum.

2) Astrologi : Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda

langit kemudian dihubungkan dengan tujuan

mengetahui nasib atau untung seseorang.

3) Astrofisika : Cabang dari astronomi yang menerangkan benda-

bend langit dengan cara, hukum-hukum, alat dan

teori ilmu fisika.

4) Astrometrik : Cabang dari astronomi yang kegiatannya

melakukan pengukuran terhadap benda-benda

langit dengan tujuan antara lain untuk mengetahui

ukuran dan jarak antara satu dengan lainnya.

29

5) Astromekanik: Cabang dari astronomi yang antar lain

mempelajari gerak dan gaya tarik benda-end langit.

Dengan cara. Hukum dan teori mekanika.

6) Kosmografi : Cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

benda-benda langit dengan tujuan untuk

mengetahui data dari seluruh benda-benda langit.47

b. Dasar hukum Rukyah bil ilmi / bil aqli

Ada beberapa dalil (argumen) baik dalil naqli maupun dalil aqli

yang dijadikan landasan dan dasar hukum tentang eksistensi dan

aplikasi ilmu hisab dalam menentukan waktu-waktu syar’i. Adapun

dalil-dalil tersebut antara lain:

• Firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat: 5

لتعلموا عدد هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل

)5: ينوس .... ( السنين والحساب

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-nya manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. 48 Pada ayat ini, kata kerja “ditetapkan” (qaddara) sama dengan asal

kata (mustaq) yang dipakai dalam hadits Bukhori dan Muslim. Jadi

maksud ayat tersebut jika langit mendung, tertutup awan maka

47 Ichtiyanto, Op. Cit., hlm. 221. lihat Noor Ahmad SS, Makalah Hisab Syamsiyah /

Qomariyah, Pelatihan Nasional II Hisab dan Rukyah, 2002, hlm 1. 48 Departemen Agama RI, Op. Cit. hlm. 306

30

perhituganlah yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan

Qomariyah. 49

• Firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat :96 :

قديرت انا ذلكبسح رالقمو سمالشكنا ول سل الليعجاح وبالإص فالق

)96:األنعام (.العزيز العليم

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang maha kuasa lagi maha mengetahui. 50

• Firman Allah SWT dalam surat ar-Rahman ayat:5

) 5:الرمحن(الشمس والقمر بحسبان

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. 51

Dan masih terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang lain yang

menyinggung masalah bulan, bintang dan mata hari seperti surat al-

Isra’: 12, al-Baqarah:189, al-Hijr:16 Yasiin:38 dan lain-lain.

Dengan semua ayat-ayat tersebut al-Qur'an memuat pesan

bahwa hisab (perhitungan dengan berdasarkan pada posisi-posisi

benda langit) dapat digunakan untuk menentukan waktu-waktu yang

digunakan sebagai landasan ibadah.

Hadits-hadits nabi yang membicarakan tentang hisab memang

sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan hadits-hadits yang

49 Sebagaimana yang dinukil oleh Farid Ruskanda dari Imam Ibnu Qudamah. Lihat Farid

Ruskanda, 100 Masalah Hisab Dan Rukyah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 87 50 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 111 51 Ibid, hlm. 425

31

membicarakan rukyah. Hal tersebut dikarenakan ilmu hisab terutama

hisab hakiki pada waktu nabi Muhammad saw belum mengalami

perkembangan yang pesat bahkan belum dikembangkan sama sekali.

Namun demikian terdapat beberapa hadits yang menyinggung tentang

ilmu hisab, antara lain:

• Hadist riwayat Bukhari:

عن نافع عن عبد اهللا بن عمر رضي اهللا عنهما أن رسول اهللا صلى اهللا

ال تصوموا حىت تروا اهلالل وال : عليه وسلم ذكر رمضان نقال

52 )يرواه البخار (تفطروا حىت تروه فان غم عليكم فاقدروا له

Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw menjelaskan bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda; janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan juga jangan berbuka (berhari-raya) sebelum melihatnya lagi. Jika tertutup awan maka perkirakanlah. (HR. Bukhori)

• Hadist riwayat Muslim:

: اهللا أن عبد اهللا بن عمرو رضي اهللا عنهما قال حدثين سامل بن عبد

رأ بتموه فصوموا إذا: مسعت رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يقول

.53 ) رواه سلم (فان غم عليكم فاقدروا له رأ يتموه فافطروا واذا

Salim bin Abdillah bercerita kepadaku bahwa Abdillah bin Umar berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: jika kamu melihat hilal maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya kembali maka berbukalah, jika tertutup oleh awan maka perkirakanlah (HR. Muslim)

52 Muhammad Ibnu Ismail al-Bukhori, Shahih al-Bukhori, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr tt,

hlm. 34 53 Abu Hisain Muslim bin Al- Hajaj, al-Jami’u al-Shahih, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, tt,

hlm. 122

32

Terhadap kata kerja Iqduru (perkirakanlah) dalam hadits

tersebut diatas, sebagian menafsirkan dengan “maka gunakanlah ilmu

hisab”. Sehingga dengan hadits-hadits ini ilmu hisab diperoleh sebagai

salah satu alternatif dalam menentukan awal bulan Qomariyah selain

rukyah bi al-fi’li, atau jika rukyah tersebut tidak berhasil.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Rusyd bahwa

sebagian ulama’ salaf menukil suatu riwayat yang menjelaskan bahwa

jika hilal tidak bisa terlihat karena mendung maka yang diberlakukan

untuk mengawali ibadah puasa adalah hisab.54

c. Sejarah perkembangan rukyah bil ilmi (ilmu hisab)

1) Ilmu hisab pra Islam

Menurut catatan sejarah, orang yang pertama kali mengamati

dan menganalisa benda-benda langit adalah nabi Idris a.s.55

Sehingga oleh karenanya beliau dianggap sebagai peletak ilmu

falak (ilmu perbintangan) yang pertama.

Pengetahuan tentang nama-nama hari dalam satu minggu

sebenarnya telah ada sejak 5000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa.

As. Penamaan tersebut didasarkan pada nama-sama benda langit,

seperti: matahari untuk nama hari ahad, bulan untuk bari senin,

Mars untuk hari selasa, Mercurius untuk hari rabu, Jupiter untuk

54 Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurtubi, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar al-Fikr,

tt, hlm. 120. lihat juga keterangan yang serupa dalam Muhammad bin Khalaf al-Ubay, Ikmalu Ikmali al-Mu’alim, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994, hlm. 11

55 Zubair Umar Al-Jaelani, Op. Cit, hlm. 5

33

hari kamis, Venus untuk hari jum’at, dan Saturnus untuk hari

sabtu.56

Kerajaan Romawi yang lahir pada tahun 753 sebelum masehi

telah menggunakan tarikh yang didasarkan pada perjalanan

matahari. Tahun lahirnya kerjaan Romawi inilah kemudian

dijadikan oleh Numa Pompilius sebagai dasar dalam permulaan

perhitungan kalender Syamsiyah.57 Bangsa Romawi pula yang

membagi satu tahun atas beberapa bulan. Mereka juga memberi

nama terhadap bulan-bulan tersebut. Adapun nama-nama bulan

tersebut yakni bulan yang ke-7 dinamakan September, bulan yang

ke-8 dinamakan dengan Oktober, bulan yang ke-9 dinamakan

Nopember dan bulan yang ke-10 dinamakan bulan Desember

sedangkan nama bulan selain yang disebutkan tadi, dinamakan

berdasarkan nama-nama Dewa yang mereka sembah,58 kecuali

bulan juli dan Agustus. Karena kedua bulan itu dinamakan oleh

kaisar mereka saat berkuasa yaitu Julius Caesar dan kaisar

Agustinus.

Ketika Julius Caesar (100-44 SM) memerintahkan Romawi atas

saran dan petunjuk salah seorang nasehatnya yang pandai dalam

bidang ilmu hisab (Astronom Iskandariyah), Sosigenes, ia

56 Tahtawi al-Jauhary, Tafsir al-Jawahir, Juz VI, Kairo: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah,

1340 H, hlm. 16-17 57 Syuhudi Ismail, Op. Cit., hlm. 8 58 M.S.L. Toruan, Pokok-Pokok Ilmu Falak, Semarang: Banteng Timur, 1960, hlm. 104

34

mengoreksi tarikh Pompilius. Dan ia pun menanamkan salah satu

bulan dengan namanya yaitu bulan Juli.

Dalam koreksinya ia merubah tarikh pompilius dengan

mengundurkan nya sebanyak tiga bulan. Yaitu bulan Juni 46 SM

diundurkan menjadi bulan Maret 46 SM. Alasannya adalah bahwa

menurut penelitian, perjalanan pada bulan juni 46 SM

sesungguhnya masih dalam bulan maret 46 SM. Kemudian tarikh

yang disusun oleh Julius ini akhirnya di kenal dengan sebutan

tarikh Julian.

Dalam sistem Tarikh Julian, jumlah hari dalam setahun

ditetapkan sebanyak 365 hari. Angka tersebut diperoleh dari

pembulatan waktu gerakan bumi dalam mengitari matahari

sebanyak 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. (365 ¼ hari atau

365 h 6 j ). Oleh karena itu maka tiap-tiap tahun jumlah hari

berkurang sebanyak ¼ hari. Agar perhitungan ini tetap maka

ditetapkan setiap 4 tahun sekali ditambahkan satu hari pada bulan

Februari, sehingga menjadi 29 hari. Inilah yang disebut dengan

bulan kabisat. Dan tahun yang dapat dibagi empat dinamakan tahun

kabisat.

Namun demikian, jika diteliti lebih cermat, dalam ketetapan

penanggalan tersebut masih terdapat kekurangan. Karena dengan

pembulatan 365 h 6 j maka tiap-tiap tahun terdapat kekurangan

sebesar 11 menit 14 detik. Dalam masa 128 tahun kekurangan

35

tersebut berjumlah satu hari. Sehingga dalam ratusan tahun,

kekurangan akan menjadi semakin besar.

Oleh karena itulah maka pada tahun 1582 M, atas saran

Klafius, Paus Gregorius XIII memerintahkan agar diadakan koreksi

terhadap penanggalan Julian, ternyata penanggalan pada waktu itu

terlambat 10 hari. Yaitu sejak 325 M (namun pada tahun tersebut

sudah pernah diadakan koreksi yaitu penambahan tanggal sebanyak

3 hari). Maka Paus Gregorius menetapkan penanggalan diajukan

sebanyak 10 hari, yakni setelah hari kamis tanggal 4 Oktober 1582

M dilanjutkan dengan hari jum’at dengan tanggal 15 Oktober 1582

M.

Agar kesalahan tersebut tidak terjadi berulang-ulang, maka

ditetapkan juga bahwa tahun abad yang tidak dapat dibagi 400,

tidak di hitung sebagai tahun kabisat. Seperti tahun 1700, 1800,

1900, 2100 dan seterusnya. 59

Dari koreksi itulah maka penanggalan tersebut dinamakan

dengan tarikh menurut anggaran Gregorius. Dan penanggalan

tersebut berlaku sampai sekarang. Namun sekarang setelah diteliti

ternyata terdapat kelemahan-kelemahan pada penanggalan ini.

2) Ilmu hisab Islam

Kedatangan agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad

SAW telah melapangkan dan memperluas jalan bagi perkembangan

59 Ibid, hlm. 103, baca juga Slamet Hambali, Al-Manak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN

Walisongo, 1979, hlm. 1-2

36

ilmu pengetahuan universal dalam aspek-aspek kehidupan manusia.

Orang-orang arab-lah yang pertama kali menetapkan metode ilmiah

sehingga dari sinilah ilmu pengetahuan-pun berkembang dan

mengalami kemajuan dari masa ke masa.

Pada zaman awal Islam, ilmu hisab memang belum

berkembang, terutama hisab awal bulan. Hal tersebut dibuktikan

dengan sabda Nabi Muhammad SAW :

: لم انه قال عن ابن عمر رضي اهللا عنهما عن النيب صلى اهللا عليه وس

)رواه البخاري .... .... . (أنا أمة أمية ال نكتب وال حنسب

“Dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi Muhammad SAW bahwa sesungguhnya beliau bersabda: kami adalah umat yang ummi yang tidak dapat menulis dan menghitung (tidak mengetahui ilmu hisab)…… (HR. Bukhori).60

Namun demikian mereka telah mampu memberikan nama-

nama tahun sesuai dengan kejadian yang dianggap paling

monumental seperti tahun gajah, tahun kenabian, tahun izin, tahun

kesusahan dan lain sebagainya.61

Hingga pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau

menetapkan sistem penanggalan baru yang digunakan kaum

muslimin di seluruh dunia dalam melaksanakan ibadah.

60 Bukhori, Op Cit., hlm. 35. 61 Sriyatin Shadiq, “Perkembangan Hisab Rukyat dan Penetapan Awal Bulan Qomariyah,”

dalam Muamal Hamidy, Op Cit., hlm. 58.

37

Penetapan tersebut terjadi pada tahun 17 H, tepat pada tanggal

20 Jumadil akhir 17 H.62 tahun tersebut dinamakan tahun hijriyah.

Perhitungan tahun tersebut dimulai dari hari hijrahnya Nabi

Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.

Perhitungan tahun hijriyah dilatarbelakangi oleh pengangkatan

beberapa gubernur pada pemerintahan Umar, diantaranya

pengangkatan Abu Musa al-Asyari sebagai gubernur Basrah surat

pengangkatannya berlaku mulai bulan Sya’ban. Kemudian karena

tidak jelas bulan Sya’ban tahun yang mana, apakah tahun ini,

apakah tahun depan atau tahun kemarin. Dari sinilah sahabat Umar

merasa perlu menghitung dan menetapkan tahun Islam, lalu Umar

mengundang para sahabat untuk bermusyawarah tentang masalah

ini.

Tahun hijriyah dihitung mulai dari hijrahnya nabi Muhammad

saw dari Makkah ke Madinah dan perhitungan tahun ini didasarkan

pada peredaran bulan. Menurut perhitungan hasil hitungan hisab,

nabi Muhammad saw masuk kota madinah pada hari senin tanggal

9 Rabiul Awal yang bertepatan dengan 20 september 622 M

sehingga 1 hijriyah di tetapkan pada hari kamis tanggal 15 Juli 622

M.

62 Slamet Hambali, Op Cit., hlm. 5.

38

Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ilmu hisab

mengalami perkembangan pesat, sebagaimana ilmu pengetahuan

yang lain. Masa-masa inilah zaman keemasan Islam.

Pada abad ke-2 Hijriyah dan ke-3 H, para astronom muslim

telah membuat risalah tentang astrolabel datar, astrolabel sferis. 63

dan jam matahari (sub dial) seperti al-Biruni yang telah berhasil

menciptakan sebuah kalender roda gigi. Dengan alat tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui posisi matahari dan bulan pada hari

tertentu.

Terdapat beberapa ulama’ ahli astronomi yang berhasil

menciptakan alat (instrumen) yang terdiri atas dua jam matahari

sistem polar dan sistem equatorial, alat tersebut dapat kita jumpai di

perpustakaan Awqaf di Allepo. Sebuah risalah penting yang ditulis

pada abad ke tujuh hijriyah (13 M) oleh astronom Kairo: Abu Lai

al-Marakusyi yang merupakan kitab ikhtisar intisari instrumen-

instrumen astronomi Islam. 64

Pada abad ke tujuh hijriyah (13 M) kegiatan keilmuan

astronomi berkembang pesat. Peninggalan nama-nama pada istilah

astronomi (seperti Zenit, Nadir, Azimut, al-Mucantar) nama bintang

(seperti Rigel, Betelguesse, Aldebaran, Vega. Dsb). Berbagai buku

63 Astrolabel adalah alat yang dapat digunakan untuk pengamatan bintang-bintang dari tepat

yang berbeda dan bahkan dapat digunakan untuk menentukan waktu terbit, terbenam titik kulminasi bintang dan matahari dan juga menentukan benda-benda langit saat tertentu. Saat modern sekarang ini alat tersebut dikembangkan menjadi GPS (Global Position System) dan teodalit.

64 Ahmad Y Ali Hasan & Donald R Hill, Islamic Teknologi; An Illustrated History, terjemahan: Yuliani Liputo “Teknologi Dalam Sejarah Islam” Bandung: Mizan, 1993, hlm. 94-96

39

astronomi (seperti Karya al-Battani, Nasiruddin al-Thusi, Kitabu al

Mial dan Kitabu al-Ta’dil al-Muhkam) observatorium –

observatorium non optik (seperti Maraghi : 657 H / 1259 M, Ulugh

Beyk di Samarkand: 823 H / 1420 M di Istambul), tabel-tabel

astronomi (21j) seperti tabel astrolabe al-Fargani dan lain-lain.

Semua itu merupakan jejak sejarah keilmuan astronomi pada zaman

Islam.65

Kemudian dari sinilah ilmu hisab hakiki takribi mengalami

perkembangan. Hisab ini didasarkan pada Zij yang dibuat oleh

Ulugh Beyk cucu Holagho Khan dari Timur Lenk.

3) Ilmu hisab di Indonesia

Sebelum para penjajah dan agama Islam masuk ke Indonesia

bangsa Indonesia sudah mempunyai sistem penanggalan tersendiri

yaitu penanggalan (tarikh) jawa atau sering disebut tahun saka.

Tarikh Saka dimulai pada than 14 maret 78 M, yaitu ketika

Raja Prabu Syaliwahono (Ajisaka) yang mendirikan kerajaan

Hindia di Hindia Muka menaiki Tahta. Dahulu tahun jawa itu

didasarkan pada tarikh Syamsiyah (solar calender), akan tetapi

pada masa kerajaan Mataram berkuasa, Sri Sultan Muhammad yang

terkenal dengan sultan Agung Aryo Krokusumo, ia merubah tahun

saka itu menjadi tahun Qomariyah (lunar calender). Perubahan itu

65 Muهji Raharto, Astronomi Islam dalam Prespektif Astronomi Modern” dalam Moedji

Raharto, Op. Cit., hlm 8. baca juga Sriyatin Shadiq, Op Cit., hlm. 60-64, dan ahmad Y. Hasan & Donald R. Hill Loc. Cit.

40

terjadi pada tahun 1555 tahun jawa (1043 H/ 1633 M), tepatnya 8

juli 1633 M / 1 Muharram 1043 H. 66

Pada abad ke-17 sampai 19 masehi pemikiran hisab di

Indonesia tidak bisa terlepas dari pemikiran hisab negara-negara

Islam lain bahkan tradisi ini masih terlihat pada awal abad ke-20

dan pada masa itu hisab yang paling dominan adalah hisab hakiki

takribi yang dipelopori oleh kitab Sullam al-Nayyirain.

Namun, dengan semakin canggihnya teknologi dan ilmu

pengetahuan manusia semakin maju, maka ilmu hisab-pun

mengalami perkembangan pesat. Dimana data-data bulan dan

matahari tercatat semakin akurat. Di mana data-data bulan dan

matahari tercatat semakin akurat. Pencatatan tersebut menggunakan

komputer yang canggih. Sebagaimana data bulan dan matahari

yang tercatat oleh American Ephemeris, Almanak Nautika.

Dari sinilah maka muncullah hisab hakiki, tahkiki dan hisab

kontemporer, di Indonesia hisab hakiki kontemporer dipelopori

oleh Sa’adoeddin Djambek.

66 H.G. Holander, Beknopt Leerboekje der Cosmografie, Terjemahan: 1 Made Sugita “ Ilmu

Falaq”, Jakarta: J.B. Woltres, Groningen, 1951, hlm. 93. Lihat Ahmad Syifaul Anam, Study Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyah dalam Kitab al-Wasiyah dengan Metode Haqiqi Bi Al-Tasqiq, Skripsi Sarjana. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 33.