SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING....
Transcript of SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING....
i
SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAHDR. ING. KHAFID DALAMPROGRAM MAWAAQIT
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :
ENI NURAENI MARYAMNIM : 0 7 2 1 1 1 0 6 1
KONSENTRASI ILMU FALAKJURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
S E M A R A N G2010
ii
Semarang, 15 Desember 2010
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syariah
IAIN Walisongo Semarang
Di
Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Eni Nuraeni Maryam
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Setelah saya mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya,
bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara :
Nama : Eni Nuraeni Maryam
N I M : 072111061
Judul : Sistem Hisab Awal Bulan Kamariah Dr. Ing. Khafid
dalam Program Mawaaqit
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Musahadi, M.Ag H. Ahmad Izzuddin, M.AgNIP : 19690709 199403 1003 NIP : 19720512 199903 1003
iii
PENGESAHAN
Nama : Eni Nuraeni Maryam
N I M : 072111061
Fakultas / Jurusan : Syari’ah / Ahwal Al-Syakhsiyah / Konsentrasi Ilmu Falak
Judul : “SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH
DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM
MAWAAQIT”
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal :
30 Desember 2010
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan
studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2010/2011 guna memperoleh
gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah.
Semarang, 30 Desember 2010
Dewan Penguji,
Ketua Sidang,
Drs. H. Nur Khoirin, M. AgNIP. 19630801 199203 1 001
Sekretaris Sidang,
H. Ahmad Izzuddin, M. AgNIP. 19720512 199903 1 003
Penguji I,
Achmad Arif Budiman, M. AgNIP. 19691031 199503 1 002
Penguji II,
Ahmad Syifaul Anam, SHI, MHNIP. 19800120 200312 1001
Pembimbing I,
Drs. H. Musahadi, M. AgNIP. 19690709 199403 1003
Pembimbing II,
H. Ahmad Izzuddin, M. AgNIP. 19720512 1999903 1003
iv
M O T T O
ߧôJ ¤±9$#ã•yJs) ø9 $# ur5b$ t7ó¡çt¿2
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan .(QS. Ar-Rahman:5)1
uq èd“Ï%©! $#Ÿ@ yèy_š[ôJ ¤±9 $#[ä !$u‹ÅÊt•yJs) ø9 $#ur# Y‘q çR¼çnu‘£‰ s%urtAΗ$ oYtB(#qßJn=÷è tFÏ9
yŠ y‰tãtûüÏZÅb¡9$#z>$|¡Åsø9$# ur
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahuibilangan tahun dan perhitungan (waktu) .
(QS. Yunus:5)2
1 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,2005, hlm. 531.
2 Ibid, hlm. 208.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Apa dan Mamah tercinta
(Dadang Nurul Huda dan Atisah)
yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang.
Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada
hentinya kalian berikan kepadaku selama ini.
Adik-adikku tersayang (Sadut, Petet, Itot) dan seluruh keluarga besarku
tercinta, dukungan serta doa kalian, semoga Allah
membalas kebaikan kalian semua.
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang
pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-
pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat
dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 15 Desember 2010 Deklarator
Eni Nuraeni Maryam 0 7 2 1 1 1 0 6 1
vii
ABSTRAK
Di antara program-program komputer berbasis astronomi modern yangmendukung penentuan awal bulan Qamariah adalah Jean Meeus, New Comb,Almanac Nautica, Ephemeris, Mawaaqit, Starrynight dan software falak lainnya.Di antara kesekian pemrograman tersebut, penulis tertarik untuk mengkajiProgram Mawaaqit hasil karya Dr. Ing. Khafid (ahli geodesi). Menurut ilmuastronomi bentuk bumi itu bulat sehingga rumus yang digunakan dalamperhitungan awal bulan Qamariahnya adalah segitiga bola (sphericaltrigonometri), sedangkan menurut ilmu geodesi bentuk bumi itu bukan bulattetapi ellipsoid (geodetic). Dengan background keilmuan Dr. Ing. Khafid sebagaiahli geodesi, penulis ingin menelusuri sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing.Khafid dalam program Mawaaqit.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif evaluatif dimana dataprimernya berupa hasil wawancara dengan Dr. Ing. Khafid selaku pemilikProgram Mawaaqit, sedangkan data sekundernya adalah seluruh dokumentasiberupa buku-buku yang membahas tentang hisab rukyat, sumber dari arsip,kamus, ensiklopedi dan buku yang berkaitan dengan penelitian. Data-data tersebutkemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis dankomparatif.
Hasil penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penentuan awalbulan Qamariah program Mawaaqit adalah metode hisab hakiki kontemporer.Dimana sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakanmatematika yang telah dikembangkan. Kriteria penentuan awal bulan Qamariahyang dipakai oleh Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit adalah kriteriaMABIMS yakni ketinggian hilal minimum dua derajat dan umur bulan saatmatahari terbenam minimum delapan jam. Tingkat akurasi Program Mawaaqitdalam penentuan awal bulan Qamariah dapat dikatakan cukup akurat. Karena teoridan algoritma yang digunakan Mawaaqit adalah VSOP87 yang tingkat akurasinyalebih baik dari 0.01”. Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasilhisab Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris yangtermasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang selama ini sering dijadikanpedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan awal bulan Qamariah yang hanyaberbeda pada hitungan detik.
Kata kunci: Astronomi, Awal Bulan Qamariah, Mawaaqit
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ‘inayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul: Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr.
Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit. Shalawat serta salam senantiasa penulis
sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-
sahabatnya dan para pengikutnya yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih
payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari
usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis
sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu-
pembantu Dekan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini.
2. Kementerian Agama RI PD. Pontren, atas beasiswanya selama penulis
menempuh pendidikan S1 di IAIN Walisongo Semarang.
3. Drs. H. Musahadi, M. Ag selaku pembimbing I, atas bimbingan dan
pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.
4. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag selaku pembimbing II sekaligus Pengasuh
Pondok Pesantren Daarun Najaah di mana penulis tinggal selama kuliah di
IAIN Walisongo Semarang, atas bimbingan, motivasi serta nasehat yang
tiada hentinya diberikan kepada penulis.
5. Eman Sulaeman, M.H., selaku Kaprodi Konsentrasi Ilmu Falak, beserta
segenap pengelola Prodi Konsentrasi Ilmu Falak, dosen-dosen dan
karyawan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala
didikan, bantuan dan kerjasamanya.
ix
6. Dr. Ing. Khafid (Pemilik Program Mawaaqit) atas wawancaranya baik
secara langsung, via email maupun via sms dan semua data serta
informasinya yang diberikan kepada penulis.
7. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do’a,
perhatian, pengorbanan, nasehat dan curahan kasih sayangnya yang tidak
dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.
8. Kyai Siradj Khudlari selaku Pengasuh Pondok Pesantren Daarun Najaah,
atas do’a, nasehat dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
9. KH. Ahmad Ghozali, Mu’tie, S. Ag., KH. Asep Sholahuddin Mu’tie, B.A.,
KH. Cecep Ishaq Asy’ari Mu’tie, Usth. Lilis Jamilah dan segenap guru-
guru penulis di Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kersamanah
Garut, atas do’a kalian.
10. Ahmad Syifaul Anam, S.H.I., M.H, Gus Sayful Mujab, S.H.I, M.S.I., Tedi
Kholiludin, S.H.I., M.S.I., atas segala bantuan dan pengarahannya.
11. Teman-teman CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang khususnya teman-
teman angkatan 2007, Genk Star tercinta (Yoyo, Usro, Anop, Jadul, Ibor,
Mahyo, Niez, Cepot, Katrok, Mbah Uti, Saroful, Bekong, Ada Ben,
Nyonyon, Ipeh, Opil, Aro, Ifa, Mbah Anshor, Gus Kriwil, Iyan, Oji, Jay
ndut, Gus Faqih, Ncep, Yosi, Sule, Hasan, Remon).
12. Segenap santriah Pondok Pesantren Putri Daarun Najaah khususnya
Kamar al-Qamariah (Jadul, Mahyo, Nafiez, Oink, Lilik, Diana).
13. Dulur-dulur HMJB (Himpunan Mahasiswa Jawa Barat) di IAIN
Walisongo Semarang.
Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah
membalas semua kebaikan kalian dengan balasan yang lebih baik.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
x
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.
Semarang, 15 Desember 2010Penulis,
Eni Nuraeni MaryamNIM. 072111061
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL SKRIPSI .................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK .............................................................................. v
HALAMAN MOTTO .................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 5
D. Telaah Pustaka .............................................................. 5
E. Metode Penelitian ......................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ................................................... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAT
A. Pengertian Umum Hisab Rukyat ................................... 13
B. Dasar Hukum Hisab Rukyat .......................................... 18
C. Sejarah dan Perkembangan Hisab Rukyat ..................... 24
D. Metode Hisab Rukyat .................................................... 38
BAB III SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH DR. ING.
KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT
A. Biografi Intelektual Dr. Ing. Khafid .............................. 56
B. Karya-karya Dr. Ing Khafid ......................................... 58
xii
C. Pemikiran Dr. Ing. Khafid tentang Hisab Awal
Bulan Kamariah dalam Program Mawaaqit ................... 59
D. Sistem Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Program
Mawaaqit ...................................................................... 63
BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH
DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT
A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan
Kamariah dalam Program Mawaaqit ............................. 82
B. Analisis terhadap Kriteria Penentuan Awal Bulan
Kamariah dalam Program Mawaaqit ............................. 84
C. Analisis terhadap Tingkat Akurasi Hisab Awal
Bulan Kamariah dalam Program Mawaaqit ................... 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 93
B. Saran-Saran ................................................................... 95
C. Penutup ......................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penentuan awal bulan Qamariah sangat penting artinya bagi
segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang
pelaksanaannya dikaitkan dengan perhitungan bulan Qamariah. Di antara
ibadah-ibadah itu adalah shalat Idul Adha dan Idul Fitri, shalat gerhana
bulan dan matahari, puasa Ramadhan dengan zakat fitrahnya, haji dan
sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya
diperhitungkan menurut perhitungan bulan Qamariah.3
Sebenarnya, secara teknis ilmiah, posisi dan gerakan benda-benda
langit sudah dapat dihitung, yaitu dengan ilmu astronomi modern dan
bantuan komputer yang sangat teliti. Jangankan penampakan hilal yang
sangat biasa dan selalu terjadi setiap bulan, perhitungan gerhana bulan
maupun matahari yang relatif jarang pun bisa diperkirakan melalui
perhitungan yang sangat teliti. Bahkan, soal yang jauh lebih rumit, seperti
peristiwa langka berupa penampakan komet4 yang terjadi setiap puluhan
tahun bahkan ratusan tahun sekali, bisa diperhitungkan dengan baik.5
3 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: ProyekPembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 98.
4 Komet adalah anggota tata surya yang berwujud gas dan menarik pandangan jika kebetulanada di dekat matahari. Linatasan komet mengelilingi matahari berbentuk lonjong. Makin dekatdengan matahari makin menonjol ekornya, yang tak lain adalah gas mengembang. Lihat IratiusRadiman, dkk, Ensiklopedi singkat astronomi dan ilmu yang bertautan, Bandung: Penerbit ITB,1980, hlm. 50.
5 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan Teknologi,Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 33.
2
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan
tingkat presisi6 yang jauh lebih tinggi dan akurat. Berbagai perangkat
lunak (software) yang praktis juga telah ada.7 Bahkan dengan banyaknya
program komputer, siapa pun yang bisa mengoperasikannya dengan
mudah dapat menghitung posisi bulan dan matahari. Masalahnya, tidak
semua orang mengerti arti angka dalam penentuan awal bulan Qamariah,
khususnya dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Kini, dengan metode astronomi yang sama, bahkan dengan
program komputer, hasil hitungan pasti akan sama. Tidak peduli siapa
yang menghitung, apakah Muhammadiyah, NU, Persis, atau orang awam.
Terlalu naif, ada yang merasa hasil hisab-nya lebih unggul dan seolah
metodenya beda dengan metode ormas lain yang menggunakan rukyat.
Padahal tidak ada bedanya, semua ormas bisa menghitung dengan hasil
yang sama.
Dengan kemajuan teknologi yang didukung perangkat komputer
modern, hasil hisab/rukyat yang dilakukan umat Islam di belahan bumi
lain dapat diketahui dengan cepat atau bahkan dalam hitungan milidetik
oleh umat Islam di belahan bumi yang lainnya.
Di antara program-program komputer berbasis astronomi modern
yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah adalah Jean Meeus,
New Comb, EW Brown, Almanac Nautica, Astronomical Almanac,
6 Presisi adalah ketelitian. Lihat Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus IlmiahPopuler, Surabaya: Arkola, 1994, hlm. 623.
7 Encup Supriatna, Hisab Rukyah dan Aplikasinya (Buku Satu), Bandung: Refika Aditama,Cet I, 2007, hlm. 1.
3
Mawaaqit, Ascript, Astro Info, Starrynight dan banyak software-software
falak yang lain. Sistem hisab dalam program-program tersebut memiliki
tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High
Accuracy Algorithm.
Hal tersebut dapat terlihat dari data perhitungan ijtima' dan tinggi
hilal awal Ramadhan 2010 M/1431 H menurut berbagai macam sistem8:
Ijtima’No Kitab/Program
Hari/tanggal JamTinggi hilal
1 Sullam an Nayirain 09:45:19,90 04º 07' 20,05"
2 Fathurrouf al Mannan 09:53:35,98 04º 03' 12,01"
3 Syamsul Hilal 10:13:30,00 03º 53' 16,80”
4 Ittifaq Dzatil Bain 10:03:57,00 04º 34' 27,05"
5 Khulashotil Wafiyyah 09:59:55,37 03º 53' 30,00"
6 Badiatul Mitsal 08:48:32,04 04º 57' 12,15"
3 Almanak Nautika 10:08:00,00 02º 24' 18,93"
4 Ephemeris Hisab Rukyat 10:09:44,51 02º 28' 32,61"
5 Program Ahillah 10:08:34,93 02º 32' 12,45"
6 Mawaaqit 10:09:00,00 02º 12' 08,40"
9 Starry Night Pro 5
Sela
sa,
10 A
gust
us 2
010
10:13:42,00 01º 58' 24,00”
Di antara kesekian pemrograman komputer berbasis astronomi
modern yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah tersebut,
penulis tertarik untuk mengkaji Program Mawaaqit yang merupakan
implementasi dari hasil pemikiran Dr. Ing. Khafid.
8 Muthoha Arkanuddin, Mengenal Peralatan Hisab Rukyat, Disampaikan pada AcaraPelatihan Hisab Rukyat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 29 Juli 2007,di Hotel Plaza Arjuna Yogyakarta.
4
Dr. Ing. Khafid adalah seorang ahli geodesi9 yang kini bekerja di
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan Badan Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cibinong Bogor.
Para ahli astronomi menyatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat.
Hal tersebut terlihat dari rumus segitiga bola yang digunakan dalam
penentuan awal bulan Qamariah. Sedangkan menurut ilmu geodesi, bentuk
bumi tidaklah bulat pepat akan tetapi ellips (geoid).
Dengan background keilmuan Dr. Ing. Khafid yang bukan
astronomi maupun ilmu falak melainkan geodesi, penulis ingin menelusuri
salah satu software aplikasi falak yang terdapat dalam program tersebut
yaitu mengenai sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam
program Mawaaqit.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dan
untuk membatasi skripsi agar lebih spesifik dan tidak terlalu melebar,
maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metode hisab awal bulan Qamariah dalam program
Mawaaqit?
2. Apa kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang digunakan Dr. Ing.
Khafid dalam program Mawaaqit?
9 Geodesi merupakan ilmu mengenai ukuran dan bentuk bumi serta metode untuk mengetahuiukurannya. Lihat Iratius Radiman, dkk, op.cit. hlm. 35.
5
3. Bagaimana tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah program
Mawaaqit?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penulis adalah berikut:
1. Untuk mengetahui metode hisab awal bulan Qamariah dalam Program
Mawaaqit.
2. Untuk mengetahui kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang
digunakan Dr. Ing. Khafid dalam program Mawaaqit.
3. Untuk mengetahui tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah program
Mawaaqit.
D. TELAAH PUSTAKA
Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan yang secara
khusus dan mendetail membahas tentang Sistem Hisab Awal Bulan
Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit, namun demikian
terdapat beberapa tulisan yang berhubungan dengan yang tersebut di atas.
Penelitian Ahmad Izzuddin dengan judul Zubaer Umar al-Jaelani
Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia10. Hasil penelitian
tersebut memaparkan pemikiran hisab Zubaer Umar al-Jaelany yang
dibukukan dalam Khulasoh al-Wafiyah yaitu menggunakan anggaran baru
10 Ahmad Izzuddin, Zubaer Umar al-Jaelani (Dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyat diIndonesia), Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang, 2002, tp.
6
prinsip heliosentris11 yang sampai sekarang masih diakui kebenaran
ilmiahnya. Pada prinsipnya pemikiran hisab Zubaer Umar al-Jaelany
menggunakan prinsip matematika modern (astronomi modern), hanya saja
masih menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu pemikiran hisab Zubaer
Umar al-Jaelany tidak jauh berbeda bahkan sama keakurasiannya dengan
hisab kontemporer.12
Skripsi A. Syifaul Anam Studi Tentang Hisab Awal Bulan
Qamariah dalam Kitab Khulashoh al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi bi
at-Tahqiq13 yang menerangkan bagaimana hisab awal bulan Qamariah
dengan metode kitab Khulasoh al Wafiyyah serta menjelaskan kelebihan
dan kekurangan metode yang terdapat dalam kitab tersebut. Adapun
metode hisab awal bulan Qamariah dalam kitab ini tidak jauh berbeda
dengan beberapa konsep yang dikembangkan hisab haqiqi kontemporer.
Skripsi M. Taufiq Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan
Qamariah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyat di
Indonesia14 yang menerangkan metode yang dipakai oleh Muhammadiyah
dalam menentukan awal bulan Qamariah. Metode hisab awal bulan
11 Heliosentris adalah pandangan yang dimunculkan oleh Copernicus yang menyatakan bahwamatahari sebagai pusat peredaran benda-benda langit dalam tatasurya. Bumi, bulan, dan planet-planet sebagai anggota tatasurya. Muhyiddin Khazin, Jogjakarta: Buana Pustaka, Cetakan pertama,2005, hlm. 29.
12 Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yangtelah dikembangkan dengan sistem koreksi yang lebih teliti dan kompleks, sesuai dengankemajuan sains dan teknologi. Susiknan Azhar, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:Lazuardi, 2001, hlm. 18.
13 A. Syifaul Anam, Studi Tentang Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Khulashoh alWafiyyah dengan Metode Haqiqi bit Tahqiq, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN WalisongoSemarang, 2001, t.d.
14 M. Taufiq, Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariah Menurut MuhammadiyahDalam Perspektif Hisab Rukyat Di Indonesia, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN WalisongoSemarang, 2006, t.d.
7
Qamariah yang digunakan oleh Muhammadiyah yaitu hisab wujud al-
hilal,15 prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudah dinyatakan
di atas ufuk16, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal
satu tanpa harus menunggu hasil rukyat.
Skripsi Sudarmono Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan
Qamariah Menurut Persatuan Islam17 yang menerangkan metode serta
kriteria hisab yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis) dalam
menentukan awal bulan Qamariah serta dasar hukumnya. Adapun kriteria
yang dipakai oleh Persis untuk saat ini adalah Imkan al-Rukyat
(kemungkinan hilal dapat dilihat) yang artinya pergantian bulan itu
ditentukan dengan hasil hisab dan posisi hilal atau ketinggian hilal sekian
derajat dari ufuk. Sama seperti yang dipakai oleh Pemerintah yang dalam
hal ini adalah Departemen Agama. Walaupun sebenarnya sebelumnya
Persis menggunakan kriteria-kriteria yang lain. Dalam melakukan
perhitungannya Persis mengalami perubahan atau selalu berkembang,
yang semula hanya menggunakan sistem Hisab Hakiki Taqribi dengan
kriteria Ijtima Qobla al-Ghurub18 dengan kitab Sullam Nayirain, Wujud
15 Menurut aliran hisab wujudul hilal, prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudahdinyatakan di atas ufuk, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal satu tanpaharus menunggu hasil rukyat. Aliran ini yang dipakai oleh Muhammadiyah. Lihat AhmadIzzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahannya),Semarang: Komala Grafika, hlm. 127.
16 Ufuk atau horizon atau cakrawala biasa diterjemahkan dengan “kakilangit”. MuhyiddinKhazin, op.cit. hlm. 85.
17 Sudarmono, Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Kamariah Menurut PersatuanIslam, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008, t.d.
18 Pada madzhab ijtima’ qabla al-ghurub, kondisi rukyatul hilal (apakah hilal tampak secaravisual atau tidak) dianggap tidak terlalu penting sepanjang faktor-faktor kelahiran hilal secaraastronomis telah ada (wujud). Yang menjadi persyaratan utama madzhab ini hanyalah peristiwakonjungsi (ijtima un nayirain) yang terjadi sebelum matahari tenggelam. Lihat Tono Saksono,
8
al-Hilal di sebagian wilayah Indonesia, Wujud al-Hilal di seluruh
Indonesia dan kini sesuai dengan perkembangannya Persis menggunakan
sistem hisab Ephemeris dengan kriteria Imkan al-Rukyat.
Skripsi Anisah Budiwati Sistem Hisab Arah Kiblat Dr. Ing. Khafid
dalam Program Mawaaqit yang menerangkan sistem hisab arah kiblat Dr.
Ing. Khafid. Adapun hasil penelitiannya bahwa Program Mawaaqit masih
memiliki penyimpangan sudut kiblat sebesar 12 km dari ka’bah akan tetapi
masih masuk wilayah Mekkah.
Dalam kajian pustaka tersebut terdapat beberapa penelitian yang
membahas tentang hisab awal bulan Qamariah dengan berbagai metode
dan kriteria, demikian pula penelitian terhadap pemikiran Dr. Ing. Khafid
tentang sistem hisab arah kiblat Program Mawaaqit, tapi menurut penulis
belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang Sistem Hisab
Awal Bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam Program Mawaaqit .
E. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif evaluatif. Dengan
metode deskriptif evaluatif, penulis berupaya mengungkap dan
memahami sistem hisab awal bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid dalam
Program Mawaaqit dan mengevaluasinya dengan membandingkannya
dengan sistem lain.
Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta: Amythas Publicita (www.majalah farmacia.com)Center for Islamic Studies (www.c4is.web.id), 2007, hlm. 145.
9
Penelitian ini juga tergolong penelitian kepustakaan (Library
Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah bahan-
bahan pustaka, baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal, majalah dan
sumber lainnya yang relevan dengan topik yang dikaji.19
2. Sumber Data
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan menjadi data
primer dan data sekunder. Data primer atau data tangan pertama adalah
data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, baik itu berupa
dokumentasi20 maupun wawancara21 yang penulis dapatkan langsung
dari Dr. Ing. Khafid sebagai pemilik Program Mawaaqit. Sedangkan
data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder ini
akan penulis dapatkan melalui wawancara terhadap pihak lain yang
berkompeten dalam bidang astronomi maupun ilmu falak dan
dokumentasi22 yaitu berupa buku-buku yang membahas tentang hisab
rukyat, majalah ilmiah, sumber dari arsip, kamus, ensiklopedi dan
19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta: Rajawali, 1986, hlm. 15.
20 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupacatatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dansebagainya. Lihat dalam Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002, hal. 206.
21 Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang inginmemperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanberdasarkan tujuan tertentu. Lihat Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma BaruIlmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, Cet IV, hlm. 180.
22 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet IV, 2004, hlm. 36.
10
buku yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai tambahan atau
pelengkap.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam skripsi ini,
dalam hal mendapatkan data primer penulis menggunakan metode
wawancara, yaitu penulis melakukan wawancara dengan Dr. Ing.
Khafid selaku pemilik Program Mawaaqit. Penulis juga menggunakan
metode dokumentasi yaitu penulis mengumpulkan buku-buku atau
data-data penunjang yang berkaitan dengan sistem hisab awal bulan
Qamariah program Mawaaqit. Di samping itu penulis juga
mengumpulkan buku-buku atau tulisan yang membicarakan tentang
hisab rukyat, khususnya masalah penentuan awal bulan Qamariah baik
yang penulis dapatkan langsung dari sumber primer maupun sekunder.
4. Metode Analisis Data
Data mentah yang penulis kumpulkan akan dianalisis dengan
metode deskriptif analitis23 dan metode komparatif yang mana penulis
akan memberikan deskripsi mengenai hasil analisis yang penulis
lakukan dan membandingkannya dengan salah satu sistem hisab lain.
23 Analisis deskriptif merupakan prosedur statistik untuk menguji generalisasi hasil penelitianyang didasarkan atas satu variabel. Lihat dalam Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi MetodologiPenelitian dan Aproplikasinya, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 136.
11
Proses analisis data dimulai dengan pengumpulan buku-buku
atau data-data yang berkaitan dengan sistem hisab awal bulan
Qamariah Program Mawaaqit untuk kemudan diolah sehingga
menghasilkan data baru. Yang pertama kali penulis lakukan adalah
mencari tahu metode yang digunakan dalam hisab awal bulan
Qamariah Program Mawaaqit. Selanjutnya penulis menganalisis
kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang digunakan Dr. Ing.
Khafid dalam Program Mawaaqit. Tahap terakhir penulis melakukan
evaluasi terhadap sistem dan hasil hisab awal bulan Qamariah program
Mawaaqit dengan sistem lain untuk mengetahui sejauh mana
keakuratan hisab Program Mawaaqit.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab.
Dimana dalam setiap bab terdapat sub-sub pembahasan, yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Umum tentang Hisab Rukyat
Bab ini membahas masalah pengertian umum hisab rukyat,
dasar hukum hisab rukyat, sejarah dan perkembangan hisab
rukyat, metode hisab rukyat.
12
BAB III : Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr. Ing. Khafid
dalam Program Mawaaqit
Bab ini meliputi Biografi intelektual Dr. Ing. Khafid,
Karya-karya Dr. Ing Khafid, Pemikiran Dr. Ing. Khafid
tentang hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit,
Sistem hisab awal bulan Qamariah dalam program
Mawaaqit.
BAB IV : Analisis Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah Dr. Ing.
Khafid dalam Program Mawaaqit
Bab ini membahas Analisis terhadap metode hisab awal
bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit, Analisis
terhadap kriteria penentuan awal bulan Qamariah Dr. Ing.
Khafid dalam Program Mawaaqit, Analisis terhadap tingkat
akurasi hisab awal bulan Qamariah dalam Program
Mawaaqit.
BAB V : Penutup
Bab ini merupakan bab penutup skripsi yang meliputi:
kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAT
A. Pengertian Umum Hisab Rukyat
1. Pengertian Hisab
Secara etimologis kata hisab berasal dari bahasa Arab yang berarti
perhitungan atau Arithmatic.24 Di dunia Islam istilah hisab25 sering
digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi
matahari dan bulan terhadap bumi.26
Dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 5 disebutkan:
uq èd“Ï% ©!$#Ÿ@yèy_š[ ôJ ¤±9$#[ä !$u‹ ÅÊt• yJ s)ø9$#ur#Y‘q çR¼ çn u‘£‰s%urtAΗ$oY tB(#q ßJ n=÷ètFÏ9
yŠy‰tãtûü ÏZÅb¡9$#z>$|¡ Åsø9$#ur4
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahundan perhitungan (waktu)”. (QS. Yunus:5)27
Juga dalam Surat Ar-Rahman ayat 5:
ߧôJ ¤±9$#ã• yJ s)ø9$#ur5b$t7 ó¡çt¿2
24 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta: Buana Pustaka, Cetakan pertama, 2005,hlm. 30.
25 Ilmu hisab yang dimaksudkan di sini adalah ilmu hisab sebagai ilmu falak yang biasadigunakan umat Islam dalam proses penentuan berbagai hal dalam praktik ibadah. Lihat EncupSupriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya Buku Satu, Bandung: Refika Aditama, Cetakan Pertama,2007, hlm. 2.
26 Ibid, hlm. 1.27 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,
2005, hlm. 208.
14
Artinya : “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (QS. Ar-Rahman:5)28
Secara etimologis kata falak29 berasal dari bahasa Arab yang
mempunyai persamaan arti dengan kata madar30 atau kata orbit31 dan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai lingkaran langit
atau cakrawala32, sehingga ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari lintasan benda-benda langit (khususnya bumi, bulan, dan
matahari) pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk mengetahui
posisi benda-benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui
waktu-waktu di permukaan bumi.33
Ilmu ini disebut dengan ilmu falak, karena ilmu ini mempelajari
lintasan benda-benda langit. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu hisab,
karena ilmu ini menggunakan perhitungan. Ilmu ini disebut pula ilmu
rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. Ilmu ini sering disebut
pula ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas waktu.34
28 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung: Syaamil Cipta Media,2005, hlm. 531.
29 Falak adalah jalan benda-benda langit; atau garis lengkung yang dilalui oleh suatu bendalangit dalam lingkaran hariannya. Falak disebut dengan “orbit” yang diterjemahkan denganlintasan. Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op.cit, hlm. 24.
30 Madar adalah lingkaran yang sejajar equator. Madar ini merupakan tempat suatu bendalangit beredar, sehingga ia disebut pula dengan “lingkaran harian” suatu benda langit. LihatMuhyiddin Khazin, ibid, hlm. 50.
31 Orbit = Falak. Ibid, hlm. 62.32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Gramedia, Edisi ke empat, 2008, hlm. 387.33 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,
Cetakan Pertama, 2004, hlm. 3.34 Ibid.
15
Dari keempat istilah di atas, yang populer di masyarakat adalah ilmu
falak dan ilmu hisab .35
Ilmu hisab itu pada garis besarnya ada dua macam yaitu 'ilmiy dan
'amaliy. Ilmu hisab 'ilmiy adalah ilmu hisab yang membahas teori dan
konsep benda-benda langit, misalnya dari segi asal mula kejadiannya
(cosmogoni), bentuk dan tata himpunannya (cosmologi), jumlah
anggotanya (cosmografi), ukuran dan jaraknya (astrometik), gerak dan
daya tariknya (astromekanik), dan kandungan unsur-unsurnya
(astrofisika).36
Sedangkan ilmu hisab 'amaliy adalah ilmu hisab yang melakukan
perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit
antara satu dengan yang lainnya. Ilmu hisab 'amaliy inilah yang oleh
masyarakat umum dikenal dengan ilmu hisab.37
Pokok bahasan dalam ilmu hisab adalah penentuan waktu dan
posisi benda-benda langit (matahari dan bulan) yang diasumsikan
memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah (hablun min Allah).
Sehingga pada dasarnya pokok bahasan ilmu falak adalah berkisar pada:38
1. Penentuan arah kiblat dan bayangan arah kiblat
2. Penentuan waktu shalat
3. Penentuan awal bulan (khususnya bulan Qamariah)
4. Penentuan gerhana baik gerhana matahari maupun gerhana bulan.
35 Zubair Umar al-Jailany, Khulashah al-Wafiyah, hlm. 3.36 Ibid, hlm. 4.37 Ibid, hlm. 4.38 Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis (Metode HIsab Rukyat Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 3.
16
Adapun pembahasan awal bulan dalam ilmu hisab adalah
menghitung waktu terjadinya konjungsi (ijtima )39, yakni posisi matahari
dan bulan memiliki nilai bujur astronomi yang sama, serta menghitung
posisi (tinggi dan azimuth40) bulan (hilal) dilihat dari suatu tempat ketika
matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu.41
2. Pengertian Rukyat
Kata rukyat merupakan kata isim bentuk masdar dari fi’il ra a
yara ( – ). Kata dan tashrifnya mempunyai banyak arti,
antara lain:42
a. Ra’a ( ) bermakna , artinya melihat dengan mata kepala.
Bentuk masdarnya . Diartikan demikian jika maf’ul bih
(obyek)nya menunjukkan sesuatu yang tampak/terlihat.
Contoh:
....
apabila kamu melihat hilal (HR. Muslim)
b. Ra’a ( ) bermakna / , artinya mengerti, memahami,
mengetahui, memperhatikan, berpendapat dan ada yang mengatakan
39 Ijtima’ artinya kumpul atau bersama, yaitu posisi matahari dan bulan berada pada satu bujurastronomi. Dalam astronomi dikenal dengan istilah conjunction (konjungsi). Para ahli astronomimurni menggunakan ijtima’ ini sebagai kriteria penggantian bulan Kamariah, sehingga ia disebutpula dengan New Moon. Lihat Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat,Yogyakarta: Ramadhan Press, 2009, hlm. 70.
40 Azimuth atau jihah berarti arah, yaitu harga suatu sudut untuk tempat atau benda langit yangdihitung sepanjang horizon dari titik utara ke timur searah jarum jam sampai titik perpotonganantara lingkaran vertikal yang melewati tempat atau benda langit itu dengan lingkaran horizon.Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, hlm. 40.
41 Ibid, hlm. 3.42 A. Ghozali Masroeri, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya, Disampaikan dalam
Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh BadanHisab Rukyat Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008, hlm. 1-2.
17
melihat dengan akal pikiran. Bentuk masdarnya . Diartikan
demikian jika maf’ul bih (obyek)nya berbentuk abstrak atau tidak
mempunyai maf’ul bih (obyek).
Contoh:
|M÷ƒ uä u‘r&“Ï% ©!$#Ü> Éj‹s3 ãƒÉúï Ïe$!$$Î/
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?” (QS. Al-Maun:1)
c. Ra’a ( ) bermakna / , artinya mengira, menduga, yakin,
dan ada yang mengatakan melihat dengan hati. Bentuk masdarnya
. Dalam kaedah bahasa Arab diartikan demikian jika mempunyai
dua maf’ul bih (obyek).
Contoh:
öN åk̈X Î)¼ çm tR÷rt• tƒ#Y‰‹ Ïèt/
Artinya: “Sesungguhnya mereka menduga siksaan itu jauh (mustahil)”(QS. Al-Ma’arij: 6)
Secara harfiah, rukyat berarti “melihat”. Arti yang paling umum
adalah “melihat dengan mata kepala”.43 Namun demikian kata rukyat
yang berasal dari kata ra a ini dapat pula diartikan dengan melihat bukan
dengan cara visual, misalnya melihat dengan pikiran atau ilmu
(pengetahuan). Ragam arti dari kata tersebut tergantung pula pada obyek
yang menjadi sasarannya.44
43 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan Teknologi,Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 41.
44 A. Ghozali Masroeri, loc.cit, hlm. 2.
18
Ketika kata rukyat dihubungkan dengan kata hilal, maka ia akan
berarti sesuai dengan definisi hilal yang digunakan. Rukyat dalam
pengertian melihat secara visual (melihat dengan mata kepala) atau rukyat-
bashariyah atau disebut juga rukyat bi al-fi li, hanya cocok untuk hilal
dalam pengertian hilal aktual.45
Rukyat al-hilal yang terdapat dalam sejumlah hadits Nabi saw
tentang rukyat hilal Ramadan dan Syawal adalah rukyat al-hilal dalam
pengertian hilal aktual. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai
pengamatan terhadap hilal .46
Menurut hadis Shahih Bukhari Muslim, disunahkan melakukan
rukyat baik jika langit cerah atau mendung. Namun jika tidak
memungkinkan, maka lakukanlah “pengkadaran” atau dalam bahasa
aslinya faqduru lahu.47
B. Dasar Hukum Hisab Rukyat
3. Dasar hukum dari Al-Qur’an
a. Surat al-Baqarah ayat 189
š• tRq è= t«ó¡ o„Ç t̀ãÏ' ©#Ïd F{ $#(ö@è%}‘ÏdàM‹ Ï%ºuq tBĨ$̈Y=Ï9Ædkysø9$#ur3}§øŠs9ur•ŽÉ9ø9$#
b r' Î/(#q è?ù' s?šVq ãŠç6 ø9$#Ï̀B$yd Í‘q ßgàߣ Å̀3» s9ur§ŽÉ9ø9$#Ç t̀B4† s+ ¨?$#3(#q è?ù&ur
šVq ã‹ ç7 ø9$#ô Ï̀B$ygÎ/ºuq ö/ r&4(#q à)̈?$#ur©!$#öN à6 ¯=yès9šcq ßsÎ=øÿè?
45 Ibid.46 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 41.47 Ibid, hlm. 51.
19
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan(bagi ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialahkebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allahagar kamu beruntung”. (QS. Al-Baqarah:189)48
b. Surat al-Anbiya ayat 33
uq èd ur“Ï% ©!$#t, n=y{Ÿ@ø‹ ©9$#u‘$pk̈]9$#ur}§ôJ ¤±9$# urt• yJ s)ø9$#ur(@@ä.’Îû;7n=sùtbq ßst7 ó¡ o„
Artinya: “Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang,matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya ituberedar di dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya:33)49
c. Surat al-An’am ayat 96
ß, Ï9$sùÇy$t6 ô¹ M}$#Ÿ@yèy_urŸ@øŠ©9$#$YZs3 y™}§ôJ ¤±9$#urt• yJ s)ø9$#ur$ZR$t7 ó¡ ãm4y7Ï9ºsŒ
㕃 ωø)s?Í“ƒ Í• yèø9$#ÉOŠÎ=yèø9$#
Artinya: “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untukberistirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untukperhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagiMaha Mengetahui”. (QS. Al-An am:96)50
d. Surat al-An’am ayat 97
uq èd ur“Ï% ©!$#Ÿ@yèy_ãN ä3 s9tPq àf‘Z9$#(#r߉tG öktJ Ï9$pkÍ5’ÎûÏM» yJ è=àßÎhŽy9ø9$#Ì• óst7 ø9$#ur3ô‰s%
$uZù=¢Á sùÏM» tƒ Fy$#5Q öq s)Ï9šcq ßJ n=ôètƒ
Artinya: “Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agarkamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan
48 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 29.49 Ibid, hlm. 324.50 Ibid, hlm. 129.
20
di laut. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tandakebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Al-An am:97)51
e. Surat Yasin ayat 39
t• yJ s)ø9$# urçm»tRö‘£‰s%tAΗ$oY tB4Ó®LymyŠ$tãÈbq ã_ó• ãèø9$% x.ÉOƒÏ‰s)ø9$#
Artinya: “Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”. (QS.Yasin:39)52
f. Surat Yasin ayat 40
ŸwߧôJ ¤±9$#ÓÈöt7 . t̂ƒ!$olm;b r&x8 Í‘ô‰è?t• yJ s)ø9$#Ÿwurã@ø‹ ©9$#ß, Î/$y™Í‘$pk̈]9$#4@@ä. ur’Îû
;7n=sùšcq ßst7 ó¡ o„
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan danmalampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masingberedar pada garis edarnya”. (QS. Yasin:40)53
Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, tidak ada ayat yang secara
tegas menunjukkan bahwa penetapan awal bulan Qamariah adalah dengan
metode hisab atau rukyat. Ayat-ayat tersebut hanya memberikan isyarat
bahwa bulan dan matahari bisa dijadikan pedoman dalam menetapkan
waktu-waktu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan ibadah. Apa yang
ditunjukkan dalam al-Qur’an tersebut masih global. yang kemudian di
spesifikan lagi oleh hadis-hadis Nabi.
51 Ibid, hlm. 129.52 Ibid, hlm. 442.53 Ibid, hlm. 442.
21
4. Dasar Hukum dari Hadis
a. Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah
)(
Artinya : “ Berpuasalah kamu semua karena terlihat hilal (Ramadan)dan berbukalah kamu semua karena terlihat hilal (Syawal).Bila hilal tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilanganbulan Sya’ban tigapuluh”. (HR. Muslim)
Inti hadis ini, bahwa penentuan puasa Ramadan harus di
dasarkan sistem rukyat pada tanggal 29 Sya’ban malam 30. Jika hilal
terlihat, maka keesokan harinya berpuasa; dan jika hilal tidak terlihat,
maka umur bulan Sya’ban harus digenapkan 30 hari baru kemudian
esoknya berpuasa atas dasar istikmal.55
b. Hadits Riwayat Muslim dari Ibn Umar
)(56
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satubulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelummelihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya danjika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim).
54 Ibid, hlm. 482.55 A. Ghozali Masruri, op.cit, hlm 6.56 Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, Juz III, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm 122.
22
c. Hadis Riwayat Bukhari
:)(57
Artinya :” Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasannya Rosulallahsaw menjelaskan bulan ramadhan kemudian belia bersabda:janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan(kelak) janganlah kamu berbuka hingga kamu melihatnya,jika tertutup awan maka perkirakanlah. (HR. Bukhori).
Kata faqduru dalam kedua hadis tersebut masih harus
diperjelas lagi maksudnya. Kata faqduru adalah bentuk amr dari fi’il
madly qadara dan memiliki banyak arti; sanggupilah, kuasailah,
ukurlah, bandingkanlah, pikirkanlah, pertimbangkanlah, sediakanlah,
persiapkanlah, muliakanlah, bagilah, tentukanlah, takdirkanlah,
persempitlah, tekanlah, dan masih banyak arti lain.58
Menurut para ahli ushul kata faqduru disebut kata mujmal
(banyak artinya). Untuk memahaminya harus dijelaskan dengan
mencarikan kata mufassar (pasti artinya) dalam hadis lain, seperti kata
fakmilu (sempurnakanlah) sebagaimana terdapat pada hadis Muslim
(maka sempurnakanlah bilangan bulan
Sya ban menjadi tiga puluh).59
57 Ibid, hlm 3558 A. Ghozali Masruri, op.cit, hlm 8.59 Ibid.
23
Dengan demikian jelaslah, bahwa yang dimaksud dengan
faqduru lahu dalam kedua hadis tersebut harus dipahami dengan
makna sempurnakanlah bilangan bulan Sya ban menjadi tiga
puluh .60
d. Hadis Riwayat Bukhari
)(
Artinya : “ Dari Sa’id bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibnu Umarra dari Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kamiadalah umat yang ummi tidak mampu menulis danmenghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitukadang 29 hari dan kadang 30 hari. (HR. Bukhori)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa usia bulan Qamariah
kadang 29 hari dan kadang 30 hari, berbeda dengan umur bulan
Syamsiyah.
Hadis-hadis tersebut di atas memiliki redaksi yang berbeda-
beda tetapi memiliki maksud dan tujuan yang sama. Hadis-hadis
tersebut memperjelas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-
Qur’an yang masih global.
Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksudkan
menentukan waktu-waktu ibadah dalam Al-Qur’an adalah dengan cara
melihat dan mengamati hilal secara langsung pada hari ke 29 (malam
60 Ibid.61 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 34.
24
ke-30) dari bulan yang sedang berjalan. Apabila ketika itu hilal dapat
terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas
dasar rukyat al hilal, tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka
malam itu tanggal 30 dari bulan yang sedang berjalan dan kemudian
malam berikutnya dimulai tanggal 1 dari bulan baru atas dasar
istikmal (menggenapkan 30 hari bagi bulan sebelumnya).62
C. Sejarah dan Perkembangan Hisab Rukyat
Merujuk pada penemu pertama ilmu falak atau astronomi yakni Nabi
Idris sebagaimana disebutkan dalam setiap mukadimah kitab-kitab falak,
nampak bahwa wacana ilmu falak sudah ada sejak waktu itu, atau bahkan
lebih awal daripada itu.63
Menurut Ahmad Izzuddin, baru sekitar abad ke-28 sebelum Masehi
embrio ilmu falak mulai nampak. Ia digunakan untuk menentukan waktu bagi
saat-saat penyembahan berhala. Keadaan seperti ini sudah nampak di beberapa
negara seperti di Mesir untuk menyembah Dewa Orisis, Isis, dan Amon, di
Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah dewa Astoroth dan Baal.64
Pada abad XX sebelum Masehi, di negeri Tiong Hoa telah ditemukan
alat untuk mengetahui gerak matahari dan benda-benda langit lainnya dan
mereka pula yang mula-mula dapat menentukan terjadinya gerhana
matahari.65
62 A. Ghozali Masroeri, op.cit, hlm. 4.63 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 664 Ibid.65 Ibid.
25
Kemudian berlanjut pada asumsi Phytagoras (580-500 SM) bahwa
bumi berbentuk bulat bola, yang dilanjutkan Heraklitus dari Pontus (388-315
SM) yang mengemukakan bahwa bumi berputar pada sumbunya, Merkurius
dan Venus mengelilingi matahari dan matahari mengelilingi bumi.66
Pendapat tersebut diperkuat oleh Aristoteles (384-322 SM) yang
mengemukakan bahwa pusat jagad raya adalah bumi. Pandangan manusia
terhadap jagad raya mulai saat itu umumnya mengikuti pandangan Aristoteles,
yaitu Geosentris yakni bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit.67
Kemudian penelitian tersebut dipertajam dengan penelitian Aristarchus
dari Samos (310-230) tentang hasil pengukuran jarak antara bumi dan
matahari, dan pernyataannya bumi beredar mengelilingi matahari. Lalu
Eratosthenes dari Mesir (276-196 SM) juga sudah dapat menghitung keliling
bumi.68
Kemudian pada masa sesudah masehi ditandai dengan temuan Cladius
Ptolomeus (140 M) berupa catatan-catatan tentang bintang-bintang yang diberi
nama Tabril Magesty .69 Pendapat yang dikemukakan oleh Ptolomeus sesuai
dengan pandangan Aristoteles tentang kosmos, yaitu pandangan Geosentris,
bumi dikitari oleh bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus.
Benda-benda langit tersebut jaraknya dari bumi berturut-turut semakin jauh.
Langit merupakan tempat bintang-bintang sejati, sehingga mereka berada pada
66 Ibid.67 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 24.68 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 7.69 Ibid.
26
dinding bola langit. Pandangan Ptolomeus yang Geosentris ini berlaku sampai
abad ke 6 Masehi tanpa ada perubahan.70
Selanjutnya di masa Islam (masa Rasulullah) kemunculan ilmu falak
memang belum masyhur di kalangan umat Islam, sebagaimana hadis Nabi:
inna ummatun umiyyatun la naktubu wala nahsibu . Walaupun sebenarnya
ada juga di antara mereka yang mahir dalam perhitungan. Sehingga realitas
persoalan ilmu falak pada masa itu tentunya sudah ada walaupun dari sisi
hisabnya tidak begitu masyhur. Sebenarnya perhitungan tahun hijriyah pernah
digunakan sendiri oleh Nabi Muhammad ketika beliau menulis surat kepada
kaum Nasrani Bani Najran, tertulis ke V Hijriyah, namun di dunia Arab lebih
mengenal peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga ada istilah tahun gajah,
tahun izin, tahun amar, dan tahun zilzal.71
Namun secara formal, wacana ilmu falak di masa ini baru nampak dari
adanya penetapan hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah sebagai pondasi dasar
kalender Hijriyah yang dilakukan oleh sahabat Umar bin Khattab, tepatnya
pada tahun ke tujuh belas Hijriyah. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya
bulan Muharram ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah.72
Selama hampir delapan abad ilmu pengetahuan pada umumnya dan
astronomi pada khususnya tidak nampak adanya masa keemasan. Ilmu
astronomi baru mendapat perhatian khusus pada masa Khalifah Abu Ja’far al-
70 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, loc.cit , hlm. 24.71 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 7.72 Ibid, hlm. 8.
27
Manshur (719-775 M), hal ini terlihat dari upaya penerjemahan kitab
Sindihind dari India.73
Khalifah Abu Ja’far al-Manshur memerintahkan Muhammad ibn
Ibrahim al-Fazari (796 M) untuk menerjemahkan kitab Sindihind ke dalam
bahasa Arab. Atas usahanya inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli ilmu falak
yang pertama di dunia Islam.74
Setelah al-Fazari, pada abad 8 muncul Abu Ja’far Muhammad bin
Musa al-Khawarizmi (780-847 M), sebagai ketua observatorium al-Makmun.
Dengan mempelajari karya al-Fazari (terjemahan Sindhind), al-Khawarizmi
berhasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran India
menjadi dasar operasional ilmu hitung. Dialah penyusun pertama tabel
trigonometri Daftar Logaritma yang ada sekarang ini. Di samping itu, al-
Khawarizmi menemukan bahwa zodiak atau ekliptika itu miring sebesar 23,5
derajat terhadap equator, serta memperbaiki data astronomis yang ada pada
buku terjemahan “Sindhind”.75
Kemudian di masa Khalifah al-Makmun, naskah Tabril Magesthy
diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Hunain bin Ishak. Dari sinilah lahir
istilah ilmu falak sebagai salah satu dari cabang ilmu keislaman dan
tumbuhnya ilmu hisab tentang penentuan awal waktu shalat, penentuan
gerhana, penentuan awal bulan Qamariah, dan penentuan arah kiblat.76
73 Ibid.74 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik , op.cit, hlm. 2575 Ibid.76 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 8.
28
Tokoh yang hidup di masa ini adalah Sultan Ulugh Beik, Abu Rayhan,
Ibnu Syatir dan Abu Manshur al-Balkhiy. Observatorium didirikan al-
Makmun di Sinyar dan Junde Shahfur Bagdad, dengan meninggalkan teori
Yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi
matahari. Juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku Sindihind
yang disebut Tables of Makmun dan oleh orang Eropa dikenal dengan
Astronomos atau Astronomy .77
Masa kejayaan itu juga ditandai dengan adanya al-Farghani seorang
ahli falak yang oleh orang Barat dipanggil dengan Farganus, buku-bukunya
dipakai pegangan dalam mempelajari ilmu perbintangan oleh astronom-
astronom Barat seperti Regiomontanus. Di samping itu juga ada pakar falak
kenamaan lainnya seperti Mirza Ulugh bin Timurlank yang terkenal dengan
Ephemerisnya, Ibnu Yunus (950-100 M), Nasiruddin (1201-1274 M) dan
Ulugh Beik (1344-1449 M) yang terkenal dengan landasan ijtima’ dalam
penentuan awal bulan Qamariah.78
Di Bashrah, Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039 M) seorang
pakar falak yang terkenal dengan bukunya Kitabul Manadhir dan tahun
1572 diterjemahkan dengan nama Optics yang merupakan temuan baru
tentang refraksi (sinar bias). Tokoh-tokoh tersebut sangat mempengaruhi dan
memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan ilmu falak di dunia
Islam pada masanya masing-masing, meskipun masih bernuansa Ptolomeus.79
77 Ibid, hlm. 9.78 Ibid.79 Ibid.
29
Dalam lintasan sejarah, selama pertengahan abad ke-20, peringkat
kajian Islam yang paling tinggi hanya dapat dicapai di Mekah, yang kemudian
beralih ke Kairo. Sehingga kajian Islam termasuk kajian hisab rukyat tidak
dapat lepas dari adanya jaringan ulama (meminjam istilah Azyumardi Azra).
Ini membuktikan adanya jaringan ulama yang dilakukan oleh ulama-ulama
hisab rukyat Indonesia. Seperti Muhammad Mas Mansur al-Batawi,80 ternyata
dari lacakan sejarah, diketahui bahwa kitab monumentalnya, Sullam al-
Nayyirain, adalah hasil dari rihlah ilmiyyah yang beliau lakukan selama di
Jazirah Arab. Sehingga diakui atau tidak, pemikiran hisab rukyat di Jazirah
Arab, seperti di Mesir sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di
Indonesia.81
Sejak adanya peninggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut
menjadi penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa
Indonesia sudah mengenal ilmu falak.
Kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia
dari bermukim di Mekah pada awal abad 20 M, ilmu falak mulai tumbuh dan
berkembang di tanah air ini. Mereka tidak hanya membawa catatan-catatan
80 Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al-Batawi adalah ahli falak dengan karyanyayang berjudul Sullamun Nayyirain fi Ma rifati Ijtima wal Kusufain . Buku Sullam Nayyirain inioleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah, pertama berjudul Risalatul Ula fi Ma rifatilIjtima in Nayyirain yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ hilal, posisi hilal, dan umur hilal.Kedua berjudul Risalatus Saniyah fi Ma rifatil Khusufil Qamar yakni memuat perhitungangerhana bulan dan yang ketiga berjudul Risalatus Salisah fi Ma rifati Kusufis Syams yaknimemuat perhitungan gerhana matahari. Buku Sullamun Nayyirain ini dipakai sebagai salah satupertimbangan penetapan awal bulan dalam Muker Badan Hisab dan Rukyat Departemen AgamaRI. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op,cit, hlm. 111.
81 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, hlm. 54.
30
ilmu tentang tafsir, hadis, fiqh, tauhid dan tasawuf, melainkan juga membawa
catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari Mekah sewaktu mereka
belajar di sana yang kemudian mereka ajarkan kepada para santrinya di
Indonesia.82
Pemetaan sejarah Islam di Indonesia yang mendapat perhatian khusus
terpilah menjadi dua periode, yakni periode masuknya Islam di Indonesia dan
periode zaman reformisme abad ke dua puluhan.83
Sejarah mencatat bahwa sebelum kedatangan agama Islam di
Indonesia pernah berlaku sistem penanggalan Hindu yang dikenal dengan
penanggalan “Soko”.84 Permulaan tahun Soko ini ialah hari Sabtu, 14 Maret
78 M yakni satu tahun setelah penobatan Prabu Syaliwohono (Aji Soko)
sebagai raja di India. Oleh sebab itulah penanggalan ini dikenal dengan
penanggalan Soko. Di samping penanggalan Soko, di tanah air ini berlaku
pula sistem penanggalan Islam atau Hijriyah yang perhitungannya berdasarkan
pada peredaran bulan mengelilingi bumi.85
Namun sejak tahun 1043 H/1633 M yang bertepatan dengan 1555
tahun Soko, tahun Soko diasimilasikan dengan Hijriyah, kalau pada mulanya
tahun Soko berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan Agung diubah
menjadi tahun Hijriyah yakni berdasarkan peredaran bulan, sedangkan
tahunnya tetap meneruskan tahun Soko tersebut. Sehingga jelas bahwa sejak
82 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 30.83 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 12.84 Penanggalan Soko yakni sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran matahari
mengelilingi bumi. Lihat Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm.118.
85 Ibid.
31
zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah
terlibat dalam pemikiran ilmu falak, hal ini ditandai dengan adanya
penggunaan Kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Dan patut dicatat
dalam sejarah, bahwa prosesi tersebut berarti merupakan prosesi penciptaan
suatu masyarakat lama menjadi baru, yakni masyarakat kehinduan dalam
masyarakat keislaman.
Setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran
penggunaan kalender resmi pemerintahan, semula kalender Hijriyah diubah
menjadi kalender Masehi (Miladiyah). Meskipun demikian, umat Islam tetap
menggunakan kalender Hijriyah, terutama daerah kerajaan-kerajaan Islam.
Tindakan ini tidak dilarang oleh pemerintah kolonial bahkan penetapannya
diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada,
terutama penetapan terhadap hari-hari yang berkaitan dengan persoalan
ibadah, seperti 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.86
Prosesi perkembangan ilmu falak terlihat cukup pesat, sejak abad
pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel matahari dan bulan yang
disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik Asmarakandi.87 Ilmu falak ini
berkembang dan tumbuh subur terutama di pondok-pondok pesantren di Jawa
dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang dikembangkan para ahli hisab di
86 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan SolusiPermasalahannya, op.cit, hlm. 13.
87 Ulugh Beik adalah ahli astronomi yang lahir di Salatin (1393 M) dan meninggal diIskandaria (1449 M) dengan observatoriumnya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yangbanyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya. Lihat MuhyiddinKhazin, op.cit, hlm.117.
32
Indonesia biasanya mabda (epoch)88 dan markaznya disesuaikan dengan
tempat tinggal pengarangnya. Seperti KH. Noor Ahmad Jepara dengan
karyanya Nurul Anwar dengan markaz Jepara89, KH. Muhammad Ma’soem
Jombang dengan kitabnya Badi atul Misal 90, dan Khulasoh al-Wafiyyah
karangan KH. Umar al-Jailani Salatiga.91 Walaupun ada juga yang tetap
berpegang pada kitab asal (kitab induk) seperti “al-Mathla al Sa id fi Hisab
al Kawakib ala Rasyd al-Jadid karya Syekh Husain Zaid al-Misra dengan
Markaz Mesir.92 Dan sampai sekarang, hasanah (kitab-kitab) ilmu falak di
Indonesia dapat dikatakan relatif banyak, apalagi banyak pakar falak sekarang
yang menyusun kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah
lama ada di masyarakat di samping adanya kecanggihan teknologi yang
dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data
kontemporer yang berkaitan dengan hisab rukyat.
88 Mabda’ adalah waktu yang digunakan sebagai patokan awal dalam perhitungan. Dalamastronomi dikenal dengan nama epoch. Ibid, hlm. 50.
89 Kitab Nurul Anwar adalah kitab falak yang disusun oleh KH. Noor Ahmad SS Jepara padatahun 1986 M. Kitab ini terinspirasi dari pemikiran kitab Mathla’us Sa’id karya Syekh HusainZaid Mesir, Badi’atul Mitsal karya KH. Muhammad Ma’shum Jombang, Khulashotul Wafiyahkarya KH. Zubair Umar Al-Jailani Salatiga, dan pemikiran dari Sa’duddin Djambek. Lihat NoorAhmad SS, Hisab Awal Bulan Hijriyah, disampaikan pada Seminar sehari, yang diselenggarakanoleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di KampusIAIN Walisongo Semarang.
90 Kitab Badi’atul Mitsal merupakan kitab karya Muhammad Ma’shum yang disusun padatahun 1930-an. Angka yang digunakan dalam kitab ini masih menggunakan angka abjadiyah danmasih menggunakan buruj. Adapun proses perhitungan dalam kitab ini menggunakan Rubu’ dalammengerjakannya. Ibid.
91 Kitab Khulashotul Wafiyah merupakan kitab falak karya KH. Zubair Umar Al-JailaniSalatiga yang dicetak oleh percetakan melati pada tahun 1935. Angka yang digunakan dalam kitabini sudah tidak menggunakan angka abjadiyah namun menggunakan angka seperti sekarang inidan masih menggunakan buruj. Adapun proses dalam mengerjakan kitab ini menggunakanlogaritma. Ibid.
92 Kitab Mathla’us Sa’id karya Syekh Husain Zaid Mesir merupakan kitab falak yangmemiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan hisab Qoth’i yang terjadi diIndonesia. Dari kitab inilah kemudian menjadi inspirasi terciptanya karya-karya kitab falak ulama’di Indonesia. Ibid.
33
Dengan melihat fenomena tersebut, Departemen agama telah
mengadakan pemilahan kitab dan buku astronomi atas dasar keakuratannya
yakni hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi tahqiqi dan hisab haqiqi kontemporer.
Namun tampaknya pemilahan tersebut tidak (belum) diterima oleh semua
kalangan, karena masih ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa
karyanya sudah akurat.93
Pada masa penjajahan, persoalan penentuan awal bulan berkaitan
dengan ibadah diserahkan pada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada.
Kemudian setelah Indonesia merdeka, secara berangsur-angsur mulai terjadi
perubahan. Dan setelah terbentuk Departemen Agama pada tanggal 3 Januari
1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk
penutupan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah) diserahkan kepada
Departemen Agama berdasarkan PP. Tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan
No. 10 tahun 1971.
Walaupun penetapan hari libur telah diserahkan pada Departemen
Agama, namun dalam wilayah etis praktis saat ini masih (terkadang) belum
seragam. Hal ini merupakan dampak dari adanya perbedaan antara beberapa
pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.94
Pada dasarnya, kehadiran Badan Hisab Rukyat adalah untuk menjaga
persatuan dan ukhuwah Islamiyah, khususnya dalam beribadah. Hanya saja
dalam dataran realistis praktis dan etis hal ini masih belum terwujud, di mana
masih sering terjadi perbedaan penentuan awal Ramadan maupun Idul Fitri.
93 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 57.
94 Ibid, hlm. 58.
34
Melihat fenomena tersebut, Ahmad Izzuddin melihat bahwa perhatian
pemerintah dalam persoalan hisab rukyat ini masih terkesan formalis, belum
dapat membumi dan belum menyentuh akar penyatuan yang baik. Sehingga
wajar kiranya di masa pemerintahan Gus Dur, sebagaimana disampaikan
Wahyu Widiana, Badan Hisab Rukyat Departemen Agama akan dibubarkan
dan persoalan hisab rukyat ini akan dikembalikan pada masyarakat (umat
Islam Indonesia). Namun demikian tampak bahwa eksistensi Badan Hisab
Rukyat di Indonesia ini memberikan warna tersendiri dalam dinamika
penetapan awal bulan Qamariah di Indonesia.95
Kemudian eksistensi kitab-kitab hisab rukyat di Indonesia sampai saat
ini tampak masih mewarnai diskursus hisab rukyat di Indonesia. Hanya
sayang, dalam daratan belantara Islamic Studies, fiqh hisab rukyat nyaris
terabaikan sebagai sebuah disiplin. Bahkan fiqh hisab rukyat hanya
merupakan disiplin minor. Sementara itu perkembangan astronomi di
Indonesia sangat pesat dan menggembirakan. Ini tampak dari munculnya
banyak pakar astronomi yang memberikan perhatian cukup besar terhadap
fiqh hisab rukyat, seperti Prof. Dr. Bambang Hidayat, Prof Ahmad Baiquni,
M. Sc., Ph. D., Dr. Djoni N. Dawanas, Dr. Moedji Raharto, dan Dr. Thomas
Djamaluddin.96
Perbedaan hari raya di Indonesia membawa hikmah bagi
perkembangan ilmu falak. Di samping karena adanya perbedaan sikap
terhadap laporan hasil rukyat pada saat itu, disebabkan pula oleh adanya
95 Ibid, hlm. 59.96 Ibid, hlm. 60.
35
perbedaan hasil hisab yang berkembang di Indonesia. Oleh sebab itulah orang-
orang yang berkecimpung dalam dunia astronomi mulai menaruh perhatiannya
terhadap perhitungan-perhitungan ilmu falak, khususnya perhitungan awal
bulan.
Dalam kesempatan itu muncul program-program software yang
menyiapkan data sekaligus melakukan perhitungan, sehingga program ini
dirasa lebih praktis dan lebih mudah bagi pemakainya. Program-program itu
di antaranya Falakiyah Najmi oleh Nuril Fuad pada tahun 1995, program
Badi atul Misal tahun 2000 dan Program Ahillah tahun 2004 oleh
Muhyiddin Khazin, program Mawaaqit versi 2001 oleh Khafid pada tahun
2001.97
Minimnya jumlah ahli falak di Indonesia melahirkan ide dibukanya
Program Studi Ilmu Falak di IAIN Walisongo Semarang. Melalui IAIN
Walisongo Semarang, Depag RI memberikan beasiswa kepada seluruh
mahasiswa program studi ilmu falak mulai jenjang S-1 hingga S-3. Program
Studi Strata 1 (S-1) ilmu falak IAIN Walisongo Semarang dibuka pada tahun
2007, namun hingga saat ini pihak IAIN telah membuka jenjang S-2 (2009)
dan S-3 (2008) agar pengembangan ilmu falak lebih maksimal.98
Untuk program S-1, beasiswa diberikan kepada para santri berprestasi
yang berasal dari seluruh Indonesia melalui proses seleksi yang cukup ketat.
Sedangkan untuk program S-2 dan S-3 diberikan kepada para dosen melalui
proses seleksi pula tentunya.
97 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, op.cit, hlm. 38-39.98 http://www.oase.kompas.com. Diakses pada 14 Oktober 2010.
36
Menurut Dirjen Bimas Islam Depag Prof. Nazaruddin Umar, “Kota
Semarang ditunjuk karena banyak pondok pesantren maupun ahli-ahli yang
menguasai ilmu falak di kota tersebut.” Kota Semarang juga akan dijadikan
sebagai pusat pendidikan ilmu falak di Indonesia. Bahkan di Asia Tenggara,
Program Studi Ilmu falak ini mungkin satu-satunya hanya ada di IAIN
Walisongo Semarang.99
Sampai saat ini, mahasiswa S-1 Program Studi Ilmu Falak IAIN
Walisongo Semarang berjumlah 160 orang. Adapun untuk program S-2 dan S-
3 kuota beasiswa sampai saat ini baru untuk 20 dan 8 orang. Program
beasiswa S-2 dan S-3 sengaja diperuntukkan bagi para dosen yang ingin
memperdalam ilmu falak.100
Dengan adanya program studi ilmu falak di IAIN Walisongo
Semarang muncullah komunitas-komunitas pecinta ilmu falak di Indonesia, di
antaranya ADFI (Asosiasi Dosen Falak Indonesia) dan KFPI (Komunitas
Falak Perempuan Indonesia). Kedua komunitas falak tersebut berdiri dalam
waktu bersamaan. Pada 2 Desember 2009, Ahmad Izzuddin dikukuhkan
sebagai Ketua Umum ADFI. Dia pun memprakarsai berdirinya KPFI dan
terpilih menjadi penasehat.
ADFI merupakan kumpulan dosen-dosen falak seluruh perguruan
tinggi di Indonesia. Sekitar 50 dosen yang tergabung dalam ADFI
mengupayakan agar Ilmu Falak dikenalkan sejak dini di Madrasah Aliyah atau
99 Ibid.100 http://www.voa-islam.com. Diakses pada 12 Oktober 2010.
37
pondok pesantren dan mengupayakan agar ilmu falak menjadi rumpun ilmu
tersendiri sehingga terpisah dari fiqh atau pranata sosial.101
Sementara Komunitas Falak Perempuan Indonesia (KFPI) adalah
komunitas yang khusus didirikan untuk perempuan Indonesia pecinta ilmu
falak. Melalui program studi ilmu falak di IAIN Walisongo, muncullah satu
ide besar yang diharapkan benar-benar bisa mengangkat kembali ilmu falak ke
permukaan lewat perempuan-perempuan Indonesia yang selama ini tidak
pernah dan tercatat sejarahnya dalam perkembangan ilmu falak. KFPI
didirikan oleh 17 mahasiswi Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo
angkatan 2007 dan dideklarasikan pada hari Jum'at, 18 Desember 2009 M
yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1431 H.102
D. Metode Hisab Rukyat
Secara makro, metode yang dipakai dalam penentuan persoalan hisab
rukyat ada dua: sebagian umat Islam menggunakan metode hisab, sedangkan
sebagian yang lain menggunakan metode rukyat.103 Begitu pula dalam
penentuan awal bulan Qamariah.
5. Metode Rukyat
Rukyat adalah metode penentuan awal bulan Qamariah dengan cara
melihat dan mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung di lapangan
pada hari ke 29 (malam ke-30) dari bulan yang sedang berjalan, apabila
101 http://suaramerdeka.com. Diakses pada 12 Oktober 2010.102 http://komunitas-falak-perempuan-indonesia.blogspot.com103 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, hlm. 35.
38
ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi
bulan baru atas dasar rukyat al-hilal, tetapi apabila tidak berhasil melihat
hilal, maka malam itu tanggal 30 dari bulan yang sedang berjalan dan
kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar
istikmal (menggenapkan 30 hari bagi bulan sebelumnya).104
Menurut sistem ini, maka umur bulan Qamariah ialah 29 hari atau
30 hari. Rasulullah saw bersabda:
) .( :
Artinya: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak dapatmenulis dan tidak dapat menghitung (hisab) umur bulan. Umurbulan itu “sekian-sekian”, (HR. Bukhari Muslim). Menurut al-Bukhari “sekian-sekian” ialah kadang 29 hari dan kadang 30hari.”
Secara tradisional, rukyat dilakukan dengan bantuan peralatan yang
sangat sederhana. Jika menurut perkiraan hisab, pada suatu petang, hilal
akan terlihat, maka para perukyah pergi ke tempat yang tinggi dengan
pandangan lepas ke arah terbenamnya matahari. Pada arah pandangan itu
ufuk harus terlihat.106
Seiring dengan kemajuan teknologi pelaksanaan rukyat pun
mengalami perkembangan. Kini, pelaksanaan rukyat telah didukung oleh
alat-alat yang lebih modern. Di antaranya dengan menggunakan teropong
104 A. Ghozali Masroeri, loc.cit, hlm. 4.105 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 34.106 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syari ah, Sains dan Teknologi,
Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 50.
39
atau teleskop. Dengan bantuan teropong maupun teleskop benda yang jauh
akan tampak lebih dekat serta benda yang kurang jelas akan lebih jelas,
sehingga akan membantu proses rukyat menjadi lebih mudah. Dengan
demikian, teropong maupun teleskop sangat berguna dalam rukyat al hilal
untuk lebih memberikan keyakinan bahwa yang terlihat itu benar-benar
hilal.107
Untuk menentukan arah akan terlihatnya hilal, harus ditentukan
arah acuan yaitu dengan menggunakan ilmu hisab, sehingga dapat
diketahui di mana posisi hilal kemungkinan akan terlihat. Di sini terlihat
bahwa hisab dan rukyat ibarat satu keping uang dengan dua sisi, yaitu satu
sisi berlogo rukyat dan sisi lainnya berlogo hisab. Rukyat adalah petunjuk
Allah lewat Rasulullah SAW, sedangkan hisab adalah petunjuk Allah
lewat ilmu pengetahuan.108
Menurut Ahmad Izzuddin, ditinjau dari “kerja ilmiah”nya, ilmu
falak pada dasarnya menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan
hisab (perhitungan) dan pendekatan rukyat (observasi) benda-benda langit,
maka idealnya penamaan ilmu falak, disebut ilmu hisab rukyat.109
Pelaksanaan rukyat al hilal di Indonesia dilaksanakan secara
terorganisasi, yaitu Departemen Agama memberikan instruksi kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama seluruh Indonesia untuk
diteruskan kepada jajaran di bawahnya agar melakukan rukyat di daerah
107 Ibid, hlm. 90.108 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, hlm. 92.109 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya , op.cit, hlm. 1.
40
masing-masing bersama-sama dengan Pengadilan Agama, Ormas Islam,
Pesantren, Lembaga terkait dan masyarakat luas dengan koordinator ada
pada Departmen Agama ybs. Bagi kelompok-kelompok masyarakat yang
tidak bisa melakukan rukyat bersama-sama dengan Departemen Agama,
hendaknya memberitahukan kepada Departemen Agama agar pelaksanaan
rukyatnya terpantau oleh Departemen Agama.110
Apabila ada yang berhasil melihat, maka sebelum dilaporkan ke
Departemen Agama pusat hendaklah perukyat ybs diambil sumpah
terlebih dahulu oleh hakim agama yang sudah dipersiapkan untuk itu.
Kemudian barulah hasil rukyat itu dilaporkan oleh Koordinator rukyat
kepada Departemen Agama Pusat, bisa melalui telepon maupun fax yang
sudah disiapkan untuk keperluan itu.111
Sekalipun pelaksanaan rukyat tidak berhasil melihat hilal, laporan
tetap diharapkan, karena laporan rukyat akan dipakai sebagai salah satu
bahan sidang itsbat penetapan awal bulan.
Dalam kubu rukyat sendiri masih terdapat beberapa pertentangan,
di antaranya masalah pemberlakuan rukyat lokal dan rukyat global. Karena
umat Islam sekarang ini terkotak-kotak dalam negara yang berbeda-beda
sehingga tidak ada satu keputusan yang mengikat untuk seluruh umat
(mathla’)112.
110 Muhyiddin Khazin, hlm. 102.111 Ibid.112 Secara definitif kontekstual mathla’ berarti batas geografis keberlakuan rukyat. Lihat
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Departmen AgamaRI, Kumpulan Materi Pelatihan Keterampilan Khusus Bidang Hisab Rukyat, Lestarikan TradisiUlama Salaf Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat, Mesjid Agung Jawa Tengah, 2007.
41
Menurut Imam Hanafi dan Maliki penanggalan Qamariah harus
sama di dalam satu wilayah hukum suatu negara. Menurut Imam Hambali,
kesamaan tanggal Qamariah ini harus berlaku di seluruh dunia di bagian
malam dan siang yang sama. Sedangkan menurut Imam Syafi’i,
penanggalan Qamariah ini hanya berlaku di tempat-tempat yang
berdekatan sejauh jarak yang dikatakan satu mathla .113 Dalam prakteknya
batas mathla’ ini tidak jelas, sehingga muncul wilayat al hukmi.114
Indonesia menganut prinsip wilayat al hukmi yakni bahwa bila
hilal terlihat di manapun dalam wilayah wawasan nusantara, maka
dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia.115 Meskipun wilayah
Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasional yang secara
teknis berarti bahwa wilayah Indonesia terbagi atas dua bagian yang
mempunyai tanggal hijriah yang berbeda, maka seluruh umat Islam di
Indonesia melaksanakan ibadah puasa dan berhari raya secara serentak.
Selain dua masalah di atas, yang termasuk problem teknis adalah
masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan garis tanggal116. Akibatnya
suatu berita rukyat akan diterima serentak di segala penjuru dunia pada 24
zona waktu yang berbeda. Sehingga bisa saja terjadi, suatu berita diterima
di saat yang sama pada tempat lain yang masih atau sudah pagi/siang. Jika
113 http://paramujaddida.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010114 http://osolihin.files.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010115 Farid Ruskanda, op.cit, hlm. 19.116 Garis batas tanggal adalah garis hayal yang berposisi pada meridian 180 dari Greenwich,
yaitu yang melintasi Samudera Pasifik disebut juga International Date Line. Dengan perjanjianInternasional bahwa semua orang yang melewati garis batas tanggal ini perlu mengubah tanggal(walau waktu lokal tetap sama). Sebelah barat garis batas, satu hari lebih maju daripada tempatyang berada di timurnya. Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: BuanaPustaka, 2005, hlm. 25.
42
hal ini tidak diperhatikan, maka bisa terjadi, suatu daerah hanya berpuasa
28 hari, sebab harus serentak mengikuti rukyat daerah lain.117
6. Metode Hisab
Metode hisab awal bulan Qamariah terdiri dari dua macam, yaitu
Hisab Aritmatik (hisab urfi) dan Hisab Astronomi (hisab haqiqi). Hisab
Aritmatik adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada
peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara
konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh Khalifah
Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam
abadi. Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada
tahun 16 H atau 18 H, namun yang lebih populer adalah tahun 17 H.118
Kaum Islam mendasarkan perhitungan kalender berdasarkan
peredaran sinodis bulan.119 Satu tahun dibagi atas 12 bulan, dan bulan
yang satu dengan bulan berikutnya masing-masing berjumlah 30 dan 29
hari berselang-seling. Dimulai dengan bulan Muharram (30 hari) dan
seterusnya. Jumlah yang berselang-seling 30 dan 29 hari tiap bulan ini
dimaksudkan untuk menyesuaikan pola peredaran sinodis bulan yang kira-
kira 29,5 hari itu. Sehingga satu tahun dihitung = (6 x 30) + (6 x 29) atau
12 x 29,5 = 354 hari.120
117 http://osolihin.files.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010.118 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Cetakan pertama, hlm. 3.119 Bulan sinodis atau dalam astronomi disebut Sinodic Month dan dalam bahasa arab disebut
Syahr Qamari adalah waktu yang diperlukan oleh bulan selama dua kali ijtima’ berturut-turut,yaitu selama 29 hari 12 jam 44 menit 02,8 detik. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 76.
120 P. Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985, hlm. 78.
43
Setiap satu daur (30 tahun) terdapat 11 tahun kabisat (panjang =
355 hari) dan 19 tahun basitah (pendek = 354 hari). Tahun-tahun kabisat
jatuh pada urutan tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Selain
urutan itu merupakan tahun basitah.121
Hasil hisab aritmatik itu kadang sesuai dengan posisi bulan yang
sebenarnya, tetapi sering pula berbeda jauh. Lagi pula hisab aritmatik itu
tidak memperhitungkan posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Menurut
sistem hisab aritmatik ini, bulan Ramadan pasti berumur 30 hari karena
bulan Ramadan jatuh pada urutan bulan ganjil, yakni bulan yang ke
sembilan. Sehingga jika berpuasa menggunakan hisab aritmatik maka
orang akan selalu berpuasa 30 hari. Padahal tidaklah demikian, jika pada
hari ke 29 bulan Ramadan hilal sudah tampak, maka malam itu keesokan
harinya merupakan tanggal 1 Syawal, sehingga puasanya cukup hanya 29
hari saja. Oleh karena itu, hisab aritmatik tidak bisa dijadikan landasan
untuk pelaksanaan ibadah.122
Sementara itu, Hisab Astronomi adalah hisab awal bulan yang
perhitungannya berdasarkan gerak bulan dan matahari yang sebenarnya,
sehingga hasilnya cukup akurat. Ketika melakukan perhitungan ketinggian
hilal menggunakan data deklinasi123 dan sudut waktu124 bulan serta harga
121 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik , op.cit, hlm. 79.122 Ibid, hlm. 81.123 Deklinasi atau adalah jarak sepanjang lingkaran deklinasi dihitung dari equator sampai
benda langit yang bersangkutan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Mail yang lambangnya (delta). Mail bagi benda langit yang berada di sebelah utara equator maka tandanya positif (+)
dan mail bagi benda langit yang berada di sebelah selatan equator maka tandanya negatif (–). LihatMuhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 51.
124 Sudut waktu atau fadllud dair adalah busur sepanjang lingkaran harian suatu benda langitdihitung dari titik kulminasi atas sampai benda langit yang bersangkutan. Sudut waktu ini disebut
44
lintang tempat observer yang diselesaikan dengan rumus ilmu ukur
segitiga bola125 atau Spherical Trigonometri.126
Menurut sistem ini, umur bulan tidaklah konstan dan juga tidak
beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. Artinya
boleh jadi dua bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Bahkan
boleh jadi bergantian seperti menurut hisab aritmatik.127
Dalam khazanah ilmu hisab dikenal beberapa metode untuk
menentukan ijtima (konjungsi) dan posisi hilal pada awal dan akhir
Ramadan. Metode-metode tersebut yakni sebagai berikut:
1. Metode Hisab Haqiqi Taqribi. Kelompok ini mempergunakan data
bulan dan matahari berdasarkan data dan tabel Ulugh Bek dengan
proses perhitungan yang sederhana. Hisab ini hanya dilakukan dengan
cara penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian tanpa
mempergunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry).128
Termasuk dalam kelompok ini seperti kitab Sullam an Nayyirain
karya Muhammad Mansur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri
pula dengan Zawiyah Suwa iyyah. Dalam astronomi dikenal dengan istilah Hour Angle danbiasanya digunakan lambang huruf t. Ibid, hlm. 24.
125 Konsep dasar ilmu ukur segitiga bola adalah: “Jika tiga buah lingkaran besar padapermukaan sebuah bola saling berpotongan, terjadilah sebuah segitiga bola. Ketiga titik potongyang berbentuk, merupakan titik sudut A, B, dan C. Sisi-sisinya dinamakan berturut-turut a, b, danc yaitu yang berhadapan dengan sudut A, B, dan C. Lihat Ahmad Izzuddin, Menentukan ArahKiblat Praktis, Yogyakarta: Logung Pustaka, Cetakan pertama, 2010, hlm. 27.
126 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 78.127 Ibid, hlm. 4.128 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, hlm. 7.
45
el-Betawi dan Kitab Fathu ar-Raufil Mannan karya Abu Hamdan
Abdul Jalil.129
2. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi. Metode ini dicangkok dari kitab al-
Mathla al-Said Rushd al-Jadid yang berasal dari sistem astronomi
serta matematika modern yang asal muasalnya dari sistem hisab
astronom-astronom Muslim tempo dulu dan telah dikembangkan oleh
astronom-astronom modern (Barat) berdasarkan penelitian baru. Inti
dari sistem ini adalah menghitung atau menentukan posisi matahari,
bulan, dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam sistem
koordinat ekliptika. Artinya, sistem ini mempergunakan tabel-tabel
yang sudah dikoreksi dan perhitungan yang relatif lebih rumit
daripada kelompok hisab haqiqi taqribi serta memakai ilmu ukur
segitiga bola.130 Termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab
Khulashoh al-Wafiyah karya K.H. Zubair Umar al-Jailani Salatiga,
kitab Badi atul Mitsal oleh K.H. Ma’shum Jombang, dan kitab Hisab
Haqiqi karya KRT. Wardan Diponingrat.131
3. Metode Hisab Haqiqi Kontemporer. Metode ini menggunakan
hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah
dikembangkan. Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi
hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks sesuai dengan
kemajuan sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan
129 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan , op.cit, hlm. 18.
130 Ahmad Izzuddin, loc.cit.131 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan, loc.cit.
46
sehingga untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau
personal komputer.132 Termasuk dalam kelompok ketiga ini, seperti
The New Comb, Astronomical Almanac, Islamic Calendar karya
Mohammad Ilyas, dan Mawaaqit karya Khafid dan kawan-kawan.133
Di samping perbedaan metode hisab itu, masih banyak lagi
perbedaan intern dalam madzhab hisab. Di antaranya adalah perbedaan
kriteria penetapan awal bulan Qamariah. Kriteria yang banyak dipedomani
oleh ahli hisab di Indonesia adalah: (a) Kriteria ijtima qabla al-ghurub
dan (b) Kriteria ijtima dan posisi hilal di atas ufuk. Oleh karena itu,
komponen besar yang perlu dihitung dalam penentuan awal bulan
Qamariah adalah: (1) saat terjadinya ijtima’, (2) saat matahari terbenam
(sunset) dan (3) ketinggian hilal pada saat matahari terbenam. Yang
terakhir ini digunakan apabila kriteria yang dipedomani adalah ijtima’ dan
posisi hilal di atas ufuk, sedangkan jika kriteria yang dipedomani adalah
ijtima qabla al-ghurub, maka cukup menghitung saat terjadinya ijtima’
dan saat matahari terbenam.134
1. Ijtima qabla al-ghurub
Aliran ini mengaitkan saat ijtima’ dengan saat matahari
terbenam. Mereka membuat kriteria jika ijtima terjadi sebelum
terbenan matahari, maka malam hari itu sudah dianggap bulan baru
(new moon); sedangkan jika ijtima terjadi setelah terbenam matahari,
132 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 8.
133 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan,,op.cit, hlm. 4.
134 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktik, hlm. 106.
47
maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari
terakhir dari bulan yang sedang berlangsung. 135
Aliran ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat juga tidak
memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari
terbenam sudah terjadi ijtima’ meskipun hilal masih di bawah ufuk,
maka malam hari itu sudah memasuki bulan baru.136
Dengan demikian, menurut aliran ini ijtima’ adalah pemisah di
antara dua bulan Qamariah. Namun, oleh karena menurut Islam hari
dimulai sejak terbenam matahari, maka malam itu sudah dianggap
masuk bulan baru dan jika ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam,
maka malam itu masih merupakan bagian akhir dari bulan yang sedang
berlangsung.137
2. Ijtima dan posisi hilal di atas ufuk
Adapun penganut aliran ijtima’ dan posisi hilal di atas ufuk
mengatakan bahwa awal bulan Qamariah dimulai sejak terbenam
matahari setelah terjadi ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah berada di
atas ufuk. Dengan demikian, secara umum kriteria yang dijadikan
dasar untuk menetapkan awal bulan Qamariah oleh para penganut
aliran ini adalah: (1) awal bulan Qamariah dimulai sejak saat terbenam
matahari setelah terjadi ijtima’ dan (2) hilal sudah berada di atas ufuk
pada saat matahari terbenam.138
135 Ibid, hlm. 98.136 Ibid.137 Ibid.138 Ibid, hlm.100
48
Aliran ini kemudian terbagi lagi menjadi tiga cabang. Masing-
masing memberikan interpretasi yang berbeda terhadap kriteria posisi
hilal di atas ufuk. Perbedaan interpretasi ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, ufuk (horizon) yang dijadikan batas untuk mengukur apakah
hilal sudah berada di atas atau masih di bawahnya pada saat matahari
terbenam. Kedua, berkaitan dengan visibilitas hial. Berangkat dari dua
pokok persoalan tersebut, maka lahirlah tiga cabang aliran ini.139
a. Ijtima dan Ufuk Haqiqi
Awal bulan Qamariah menurut aliran ini dimulai saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal
sudah berada di atas ufuk haqiqi (true horizon). Adapun pengertian
dari ufuk haqiqi adalah lingkaran bola langit yang bidangnya
melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si
peninjau. Sedangkan posisi atau kedudukan hilal pada ufuk adalah
posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk haqiqi. Jelasnya,
menurut aliran ini awal bulan Qamariah dimulai pada saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu titik
pusat bulan sudah berada di atas ufuk haqiqi.140
b. Ijtima dan Ufuk Hissi
Awal bulan Qamariah menurut aliran ini akan dimulai pada
saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu
tinggi hilal sudah berada di ufuk hissi (astronomical horizon).
139 Ibid, hlm. 101140 Ibid, hlm. 102.
49
Adapun pengertian dari ufuk hissi adalah lingkaran pada bola yang
bidangnya melalui permukaan bumi tempat si pengamat dan tegak
lurus pada garis vertikal dari si pengamat tersebut. Ufuk hissi ini
juga dikenal dengan istilah Horizon Semu atau Astronomical
Horizon. Bidang ufuk hissi ini sejajar dengan bidang ufuk haqiqi,
perbedaannya dengan ufuk haqiqi terletak pada beda lihat
(parallax). Posisi atau kedudukan hilal pada ufuk menurut aliran
ini adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk hissi.
Jelasnya menurut aliran ini, awal bulan Qamariah dimulai
pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat
itu titik pusat bulan sudah berada di atas ufuk hissi.
Dalam melakukan perhitungan posisi bulan terhadap ufuk,
aliran ini memberikan koreksi parallaks terhadap hasil perhitugan
menurut aliran ijtima’ dan ufuk hissi. Koreksi parallaks ini
dikurangkan terhadap hasil perhitungan.141
c. Ijtima dan Imkan al Rukyat
Awal bulan Qamariah menurut aliran ini dimulai pada saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal
sudah diperhitungkan untuk dapat dirukyat, sehingga diharapkan
awal bulan Qamariah yang dihitung sesuai dengan penampakan
141 Ibid.
50
hilal sebenarnya (actual sighting). Jadi, yang menjadi acuan adalah
penentuan kriteria visibilitas hilal untuk dapat dirukyat.142
Para ahli hisab yang mendukung aliran ini masih berbeda
pendapat dalam menetapkan kriteria visibilitas hilal untuk dapat
dirukyat. Di kalangan mereka ada yang hanya menetapkan
ketinggian hilal saja dan ada pula yang menambah kriteria lain,
yakni angular distance (sudut pandang/jarak busur) antara bulan
dan matahari. Kedua kriteria tersebut digunakan secara kumulatif.
Konferensi Internasional tentang penentuan awal bulan Qamariah
yang diselenggarakan di Turki pada tahun 1978 menetapkan bahwa
untuk dapat terlihatnya hilal (cresent visibility) ada dua syarat yang
perlu dipenuhi, yaitu ketinggian hilal di atas ufuk tidak kurang dari
05º dan angular distance antara hilal dan matahari 07º 08’.143
Sebetulnya, metode ini relatif lebih mudah untuk dijadikan
pedoman penyusunan Kalender Islam. Dalam wilayah empiris
tampaknya metode ini lebih banyak digunakan kalangan astronom
dibandingkan ahli hisab. Persoalannya terletak pada kriteria
visibilitas hilal. Bagi ahli hisab yang penting secara hukmi hilal
sudah berada di atas ufuk. Sedangkan bagi astronom yang
dipentingkan adalah penampakan riil berdasarkan pengalaman
pengamatan di lapangan.144
142 Ibid.143 Ibid.144 Ibid, hlm. 103.
51
Mengenai imkan al Rukyat, pada bulan Maret 1998 para
ulama ahli hisab dan rukyat dan para perwakilan organisasi
masyarakat Islam mengadakan musyawarah kriteria imkan al
rukyat untuk Indonesia. Di mana keputusan musyawarahnya baru
dihasilkan pada tanggal 28 September 1998. Keputusannya adalah:
1. Penentuan awal bulan Qamariah didasarkan pada sistem hisab
haqiqi tahqiqi dan atau rukyat.
2. Penentuan awal bulan Qamariah yang terkait dengan
pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadan, Syawal dan
Dzulhijjah di tetapkan dengan mempertimbangkan hisab
haqiqi tahqiqi dan rukyat.
3. Kesaksian rukyat dapat diterima apabila ketinggian hilal 2
derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.
4. Kesaksian rukyat hilal dapat diterima apabila ketinggian hilal
kurang dari 2 derajat, maka awal bulan ditetapkan berdasarkan
istikmal.
5. Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih, awal bulan dapat
ditetapkan.
6. Kriteria Imkan al rukyat tersebut diatas akan dilakukan
penelitian lebih lanjut.
7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan organisasi
kemasyarakatan Islam untuk menyosialisasikan keputusan ini.
52
8. Dalam melaksanakan itsbat, pemerintah mendengarkan
pendapat-pendapat dari organisasi kemasyarakatan Islam dan
para ahli.145
Walau sudah disepakati adanya batasan minimal imkan al
rukyat, namun ternyata belum disepakati tentang boleh dan
tidaknya penetapan awal bulan dengan berpedoman pada imkan al
rukyat. Nahdlatul ulama tidak membolehkannya, sementara
Muhammadiyah juga masih berpegang pada hisab wujud al hilal.
Walaupun dalam muker 1999/2000, baik Nahdlatul ulama maupun
Muhammadiyah menyatakan akan membahas masalah kriteria
imkan al rukyat tersebut pada muktamarnya masing-masing,
namun sampai sekarang mereka masih juga berpegang pada prinsip
masing-masing. Sehingga saat ini sistem imkan al rukyat terkesan
sebagai madzhab pemerintah.146
Lepas dari itu, Ahmad Izzuddin menduga bahwa lahirnya
sistem imkan al rukyat di Indonesia terilhami oleh adanya batas
imkan al-rukyat 2 derajat yang lebih awal diputuskan oleh Komite
Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri
Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura).147 Salah satu
hasil keputusannya menyatakan:
Had/batas minimal ketinggian yang dijadikan pedomanimkan al-rukyat dan diterima oleh ahli hisab falaki syar i di
145 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 92.146 Ibid, hlm. 92147 Ibid.
53
Indonesia serta negara-negara MABIMS adalah dua derajat dariumur bulan dan minimal delapan jam dari saat ijtima , perludikembangkan dengan penelitian-penelitian yang sistematis danilmiah.
MABIMS telah menentukan kriteria bersama dalam
penentuan hilal yang bisa menjadi solusi bersama umat Islam.
MABIMS menentukan berdasarkan imkan al rukyat dengan
analisis sederhana dan diterima oleh negara-negara Asia Tenggara.
Kriteria MABIMS adalah ketinggian hilal minimum dua derajat
dan umur bulan saat matahari terbenam minimum delapan jam.148
Kriteria visibilitas hilal merupakan kajian astronomi yang
terus berkembang, bukan sekadar untuk keperluan penentuan awal
bulan Qamariah bagi umat Islam, tetapi juga merupakan tantangan
saintifik para pengamat hilal. Dua aspek penting yang
berpengaruh: kondisi fisik hilal akibat iluminasi (pencahayaan)
pada bulan dan kondisi cahaya latar depan akibat hamburan cahaya
matahari oleh atmosfer di ufuk (horizon).149
Kondisi iluminasi bulan sebagai prasyarat terlihatnya hilal
pertama kali diperoleh Danjon yang berdasarkan ekstrapolasi data
pengamatan menyatakan bahwa pada jarak bulan-matahari < 7o
hilal tak mungkin terlihat. Batas 7o tersebut dikenal sebagai limit
Danjon. Beberapa peneliti membuat kriteria berdasarkan beda
148 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di TengahPerbedaan, hlm. 157.
149 http://tdjamaluddin.wordpress.com. Diakses pada 9 Desember 2010.
54
tinggi bulan-matahari dan beda azimutnya. Ilyas memberikan
kriteria jarak busur minimal 10,5 o dan tinggi hilal 5o.150
Berdasarkan data kompilasi Kementerian Agama RI yang
menjadi dasar penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah,
Thomas Djamaluddin mengusulkan kriteria visibilitas hilal di
Indonesia yang dikenal sebagai Kriteria LAPAN, yaitu:
1. Umur hilal harus > 8 jam.
2. Jarak sudut bulan-matahari harus > 5,6o.
3. Beda tinggi > 3o (tinggi hilal > 2o) untuk beda azimut ~ 6o,
tetapi bila beda azimutnya < 6o perlu beda tinggi yang lebih
besar lagi. Untuk beda azimut 0o, beda tingginya harus > 9o.
Kriteria tersebut memperbarui kriteria MABIMS yang selama
ini dipakai dengan ketinggian minimal 2o, tanpa memperhitungkan
beda azimuth.
Dengan menganalisis berbagai kriteria visibilitas hilal
internasional dan mengkaji ulang kriteria LAPAN yang didasarkan
pada data rukyat di Indonesia yang dikompilasi oleh Kementerian
Agama RI dan data baru rukyat di wilayah sekitar Indonesia yang
dihimpun Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), Thomas Djamaluddin
mengusulkan kriteria baru “Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia”
sebagai kriteria tunggal hisab-rukyat di Indonesia. “Kriteria Hisab-
Rukyat Indonesia” adalah sebagai berikut:
150 Ibid.
55
1. Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o.
2. Beda tinggi bulan-matahari > 4o.
Menurut Thomas Djamaluddin kriteria baru tersebut hanya
merupakan penyempurnaan kriteria yang selama ini digunakan
oleh BHR dan ormas-ormas Islam untuk mendekatkan semua
kriteria itu dengan fisis hisab dan rukyat hilal menurut kajian
astronomi. Dengan demikian aspek rukyat maupun hisab
mempunyai pijakan yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i
tetapi juga interpretasi operasionalnya berdasarkan sains-astronomi
yang bisa diterima bersama. Jangan sampai kriteria yang menjadi
pedoman sekadar berdasarkan interpretasi dalil syar’i tanpa
landasan ilmiah astronomi atau berdasarkan laporan rukyat lama
yang kontroversial secara astronomi.151
151 Ibid.
56
BAB III
SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH
DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT
A. Biografi Intelektual Dr. Ing. Khafid
Khafid, lahir di Demak, 4 Maret 1967. Sebagian besar masa
kecilnya dihabiskan di Demak. Sekolah di SD Negeri Kadilangu I Demak,
SMP Negeri II Demak, dan SMA Negeri I Demak. Baru meninggalkan
Demak pada tahun 1987 setelah menerima beasiswa OFP (Offersis Felope
Program) yang disponsori oleh Bapak BJ. Habibi. Khafid merupakan satu
dari 250 penerima beasiswa tersebut yang dikirim ke berbagai negara
seperti Prancis, Jerman, Belanda, Amerika, Jepang, Austria, dan negara
lainnya yang kemudian akan ditempatkan di beberapa lembaga,
diantaranya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BMKG (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), BAKOSURTANAL (Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional), BPPT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi), LAPAN (Lembaga Penerbangan Antariksa
Nasional), dan lembaga lainnya.152
Sesuai dengan minatnya kepada teknik informatik, Khafid memilih
jurusan Teknik Informatika ke Jepang, akan tetapi nasib berkata lain,
Khafid mendapatkan jatah beasiswa ke Belanda dengan jurusan Teknik
Geodesi sesuai dengan penempatannya nanti di Bakosurtanal. Karena pada
152 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.
57
awalnya Khafid memang berkeinginan untuk mempelajari teknik
informatika, meskipun sekolah jurusan teknik geodesi tetapi dia senang
mengotak-atik komputer yang akhirnya menghasilkan macam-macam
software, salah satu diantaranya Mawaaqit.153
Lulus SMA (1987) dia kemudian melanjutkan program S1 di
Teknik Geodesi Universitas Delft Belanda. Karena program S1 dan S2 nya
merupakan satu paket, program S2 nya pun diselesaikan di Universitas
yang sama. Program sarjana dan magisternya diselesaikan dalam kurun
waktu 6,5 tahun. Kemudian Khafid melanjutkan program Doktornya di
Universitas Teknik Munchen Jerman.154
Bersamaan dengan masuknya Khafid menjadi anggota Badan
Hisab Rukyat Pusat pada tahun 2001, disanalah program Mawaaqit mulai
dikenal. Tahun 2006 Khafid dimintai kesediannya oleh Rois PBNU, KH.
Ghozali Masruri, untuk menjadi anggota Litbang LF-PBNU.155
Saat ini Khafid bekerja di BAKOSURTANAL. Selain menjadi
anggota Badan Hisab Rukyat nasional mewakili BAKOSURTANAL, dia
juga menjadi salah satu tim penyusun Sub Misi Landas Kontinental
Indonesia yang dikirim ke PBB. Hal ini terkait dengan batas wilayah
Indonesia yang dimungkinkan untuk diperluas, dimana dia harus
membuktikan data-datanya dengan menyusun data taktis untuk dikirim ke
PBB.156
153 Ibid154 Ibid155 Khafid, Wawancara via Email pada 12 Oktober 2010156 Ibid
58
B. Karya-karya Dr. Ing. Khafid
Mawaaqit merupakan salah satu software karya Khafid yang
berasal dari kegemarannya terhadap teknik informatika dan keinginan
untuk menyatukan perbedaan penentuan awal bulan Qamariah yang terjadi
di sekelilingnya, khususnya diantara teman-temannya yang berasal dari
berbagai negara, seperti Maroko, Mesir, Suriname, Turki, dan negara lain.
Berdasarkan perbedaan tersebut Khafid merasa tertarik untuk mempelajari
ilmu falak.157 Dengan keahliannya di bidang teknik informatika, Khafid
dkk berhasil menciptakan software penentuan awal bulan Qamariah yang
diberi nama Mawaaqit 1.0.
Ketika duduk di bangku kuliah, dia lebih banyak mempelajari
Teknik Satelit Altimetri (mengukur permukaan air laut dari satelit) untuk
memprediksi gunung bawah laut, kedalaman laut, naik turunnya air laut,
dan sebagainya. Sesuai dengan jurusannya tersebut, dia menghasilkan
software pemrosesan data altimetri, software untuk menghitung geoid, dan
software-software lainnya. Mawaaqit adalah satu-satunya software hisab
rukyat karyanya. Di antara semua software buatannya, software yang
cukup besar adalah Mawaaqit dan software Pemrosesan Data Altimetri.158
Karya lain yang berbentuk buku adalah buku formal (tidak
diperjual belikan di pasaran melainkan untuk dikirim ke PBB), di
antaranya adalah buku laporan survey. Adapun buku hisab rukyat karya
Khafid hanya Buku Garis Tanggal Kalender Islam yang berisi tentang
157 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (Pembuat Program Mawaaqit) di Kantor Pasca SarjanaIAIN Walisongo Semarang pada tanggal 8 Mei 2010.
158 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid, op.cit.
59
kalender Qamariah, garis tanggal Internasional, problematika penentuan
awal bulan kalender Islam, penentuan awal bulan di Saudi Arabia, peran
ilmu Astro-Geodesi dalam penanggalan Qamariah dan penelitian
perhitungan penentuan awal bulan Qamariah.
C. Pemikiran Dr. Ing. Khafid tentang Hisab Awal Bulan Qamariah
Program Mawaaqit
Geodesi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari ilmu
ukur tanah (bumi). Sebagai seorang ahli geodesi, Khafid tidak
mempelajari ilmu astronomi secara mendalam ketika di bangku kuliah.
Hal ini dikarenakan di fakultas geodesi tidak ada mata kuliah yang
mempelajari astronomi secara khusus, yang ada mata kuliah Geodetik
Astronomi yang hanya mempelajari masalah positioning (tempat).
Meskipun demikian Khafid telah berhasil menciptakan sebuah program
(software) yang merupakan aplikasi dari ilmu falak, yaitu Mawaaqit.
Perbedaan penentuan awal bulan Qamariah yang terjadi di antara
Khafid dkk menjadi motivasi penyatuan penentuan awal bulan Qamariah
di Belanda. Pada tahun 1992/1993 ICMI orsat Belanda mensponsori
penelitian perhitungan awal bulan Qamariah dengan metode astronomi
modern. Pelaksanaan kegiatan penelitian itu dilakukan oleh beberapa
siswa yang sedang tugas belajar di Delft Belanda. Adapun peneliti-peneliti
tersebut adalah Khafid, Wakhid Sudiantoro Putro, Dadan Ramdani, Ade
60
Komara Mulyana, Adi Junjunan Mustafa (dari Bakosurtanal) dan Kiki
Yaranusa (dari IPTN).159
Kegiatan penelitian ini menghasilkan software Mawaaqit 1.0 yang
ditulis dalam bahasa program PASCAL dalam DOS. Tanggapan positif
dari kalangan masyarakat muslim Indonesia baik yang berada di
mancanegara maupun yang ada di dalam negeri, bahkan banyaknya
tanggapan dari masyarakat muslim dari negara lain memberikan bukti
bahwasanya penelitian lebih lanjut sangat diperlukan. Pada periode tahun
1994 sampai 1996, Khafid dan Fahmi Amhar dari Bakosurtanal
melakukan perbaikan-perbaikan program Mawaaqit sampai pada versi 1.3.
Bersamaan dengan perkembangan teknologi komputer, terutama
didorong dengan munculnya sistem operasi baru Windows 95 dan
Windows NT dan juga teknologi internet, penelitian lebih lanjut tentang
perhitungan kalender Qamariah dilakukan oleh Khafid. Sebagai hasilnya
dipublikasikan serangkaian versi software Mawaaqit dan Mawaaqit 32++
yang ditulis dengan bahasa program C/C++ berjalan dalam sistem operasi
Windows 95/Windows NT, Mawaaqit 96.04 versi Internet ditulis dengan
Java. Selanjutnya muncul Mawaaqit 2000 yang sudah dilengkapi dengan
modul-modul analisis yang diperlukan. Saat ini, Mawaaqit yang teraktual
adalah versi 2001.
Khafid merancang Mawaaqit 2001 untuk pemakai di seluruh dunia.
Untuk memenuhi tujuan ini maka disediakan opsi menu dalam empat
159 Khafid, Petunjuk Pemakaian Program Mawaaqit Versi 2001 Disampaikan pada KuliahUmum dan Penutupan Kursus Hisab Rukyat Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tanggal 4-5September 2005 dengan topik: Komputerisasi Program Hisab Rukyat.
61
bahasa, yakni: Inggris, Jerman, Belanda dan Indonesia. Program ini terdiri
dari program al-Qur’an, al-Hadis, waktu shalat dan arah kiblat, dan
kalender.160
Khafid menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan awal
bulan Qamariah Program Mawaaqit. Kaitannya dalam penentuan awal
bulan Qamariah, metode astro-geodesi digunakan untuk memprediksi
kenampakan bulan. Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana
dapat diperhitungkan.161
Tugas ilmu geodesi salah satunya adalah penentuan posisi, baik
dipermukaan bumi maupun di luar angkasa, sehingga sangat akrab dengan
ilmu astronomi. Hal ini dapat dilihat pada awal-awal perkembangan ilmu
geodesi, sewaktu manusia mencoba menentukan bentuk dan ukuran bumi
secara pasti dengan bantuan astronomi, yakni dengan merumuskan
hubungan matematis antara jarak Alexandria ke Shiena di muka bumi
terhadap posisi matahari untuk menghitung jari-jari bumi. Demikian
halnya dahulu orang menentukan posisinya kapalnya di laut dengan
bantuan astronomi untuk keperluan navigasi. Perpaduan ilmu geodesi
dengan ilmu astronomi tersebut, baik dalam teori maupun dalam praktek
kemudian melahirkan cabang ilmu astro-geodesi ataupun teknik-teknik
geodesi antariksa (Space Geodetic Technique).162
160 Ibid161 Khafid, Garis Tanggal Kalender Islam 1427H, Bogor: Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional, 2006, hlm. 17162 Ibid. hlm. 16
62
Dalam program penentuan awal bulannya, Khafid menggunakan
teori dan algoritma dengan ketelitian yang sangat tinggi yaitu VSOP87.
Variations Seculaires des Orbites Planetaires Theory (VSOP) ini disusun
oleh Bretagnon pada tahun 1982 dan disempurnakan oleh Bretagnon dan
Francou pada tahun 1987 sehingga sering disebut VSOP87. 163 Jean Meeus
menyatakan bahwa dengan teori dan algoritma VSOP87 akurasi yang
didapatkan adalah lebih baik dari 0.01”.164
Pada Mawaaqit versi 1.0 yang ditulis dalam bahasa program
PASCAL dalam DOS hingga Mawaaqit versi 2000 Khafid menggunakan
algoritma Meeus dengan kisaran ketelitian sekitar 1”, akan tetapi pada
Mawaaqit versi 2001 Khafid mengkombinasikan algoritma Meeus dengan
VSOP87 yang ketelitiannya mencapai 0.01”.
Khafid menggunakan teori dan algoritma VSOP87 untuk
menentukan koordinat matahari yang meliputi lintang matahari165, bujur
matahari166, jarak matahari dari bumi, deklinasi matahari167, ascension
rekta168, tinggi matahari dari horizon169, dan azimuth matahari170.
163 Dhani Herdiwijaya, Makalah disampaikan pada acara Diklat Nasional Pelaksana RukyatNahdatul Ulama, oleh Lajnah falakiyah NU di Masjid Agung Jawa Tengah, 19 Desember 2006.
164 http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/posisi-matahari-algoritma-meeus.htm.diakses pada 9 Desember 2010.
165 Lintang ekliptika dikenal dalam bahasa Indonesia dengan lintang astronomi yang dikenalpula dengan ‘ardlusy syams. Data ini adalah jarak titik pusat matahari dari lingkaran ekliptika.Lihat Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan MasyarakatIslam, Ephemeris Hisab Rukyat, Departemen Agama RI, hlm. 3
166 Bujur ekliptika dikenal dalam bahasa Indonesia dengan bujur astronomi yang dikenal puladengan istilah Taqwim atau Thul yakni jarak matahari dari titik Aries (Vernal Equinox) diukursepanjang lingkaran ekliptika. Ibid.
167 Apparent declination dikenal dalam bahasa Indonesia dengan deklinasi matahari yangterlihat (bukan matahari hakiki) atau yang dikenal dengan mail syams adalah jarak matahari dariequator. Ibid.
168 Apparent right ascension dikenal dalam bahasa Indonesia dengan Asensio Rekta. Data iniadalah jarak matahari dari titik aries diukur sepanjang lingkaran equator. Ibid.
63
Sedangkan untuk menentukan posisi bulan, Khafid menggunakan
algoritma Jean Meeus yang meliputi lintang bulan, bujur bulan, jarak
bulan dari bumi, deklinasi bulan, ascension rekta, tinggi bulan dari
horizon, dan azimuth bulan, umur bulan, fase illuminasi171, elongasi172.
Algoritma Meeus sendiri sebenarnya merupakan reduksi dari
algoritma VSOP87 yang lengkap. Dari ribuan suku koreksi dalam
algoritma VSOP87, maka yang diperhitungkan adalah sekitar ratusan
suku-suku yang besar dan penting dalam algoritma Meeus ini.173
D. Sistem Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit
Di antara data-data yang diperlukan dalam penentuan awal bulan
Qamariah adalah waktu ijtima’ dan tinggi hilal. Berikut langkah-langkah
dalam penentuan awal bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit:
Contoh perhitungan awal Ramadan 1431 H dengan Sistem MAWAAQIT :
Lintang Semarang ( x) : 6° 58’ LS
Bujur Semarang ( x) : 110° 29’ BT
169 Ketinggian yang dalam astronomi dikenal dengan istilah altitude, yaitu ketinggian bendalangit dihitung sepanjang lingkaran vertical dari ufuk sampai benda langit yang dimaksud.Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila benda langit ybs berada di atas ufuk. demikianpula bertanda negatif (-) apabila ia berada di bawah ufuk. Dalam astronomi biasanya diberi notasih (hight). Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op.cit, hlm. 37.
170 Azimuth matahari adalah busur matahari pada lingkaran horizon diukur mulai dari titikutara ke arah timur atau kadang-kadang diukur dari titik selatan ke arah barat. Dalam bahasa arabdisebut as-simt. Lihat Encup Supriatna, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, Bandung: Refika Aditama,Cetakan Pertama, 2007, hlm. xi.
171 Illuminasi adalah luas bagian bulan yang memancarkan sinar. dalam praktek perhitungan,harga maksimal iluminasi bulan adalah 1 (satu) yakni ketika terjadi bulan purnama. MuhyiddinKhazin, op.cit, hlm. 34.
172 Elongasi adalah sudut pada bumi yang dibentuk oleh garis hubung antara suatu planetdengan bumi. Elongasi 0° ketika terjadi konjungsi; 90° ketika pada kwartir pertama; 180° ketikaoposisi, dan 270° ketika pada kwartir kedua. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 23.
173 Dhani Herdiwijaya, op.cit.
64
Ketinggian tempat (h) : 0 m
1. Menghitung perkiraan Akhir Sya’ban 1431 H
29 Sya’ban 1431 H secara astronomis berarti 1430 th + 7 bl + 29 hari
1430/30 = 47 Daur + 20 Thn + 7 bl + 29 hari
47 daur x 10631 = 499657 hari
20 th = (20 x 354) + 7 = 7087 hari
7 bl = (30x4) + (29x3) = 207 hari
29 h = 29 hari
= 506980 hari
Tafawut (Angg M – H) = 227016 hari
Anggaran baru Gregorius (10 +3)= 13 hari
= 734009 hari
734009 /1461 = 502 + 587 hari
502 Siklus = 502 x 4 = 2008
587 hari = 1 th + 222 hari
Sehingga menjadi 222 hari + 1th + 2008 tahun (yang sudah dilewati)
Maka menjadi 10 Agustus 2010 hari Selasa Kliwon.
2. Mencari saat Ijtima Akhir Sya’ban 1431 H
K = (thn + bulan/12 + tgl/365.25 - 2000) x 12.3685
K = (2010 + 8/12 + 10/365.25 - 2000) x 12.3685 = 132
K = k – 1 = 1
T = k / 1236,85 = 0.105914218
E = 1 – 0.002516 x T – 0.0000074 x T2 = 0.999733437
65
M = 2.5534 + 29.10535669 x K – 0.0000218 x T2) / 360) x
360 = 3.758656012
M1 = 201.5643 + 38581693528 x K + 0.0107438 x T2 +
0.00001239 x T3 – 0.000000058 x T4 = 5.996653595
F = 160.7108 + 390.67050274 x K – 0.0016341 x T2 –
0.00000227 x T3 + 0.000000011 x T4 = 3.814358448
= 124.7746 – 1.5637558 x K + 0.0020691 x T2 +
0.00000215 x T3 = 4.885571255
A1 = (299.77 + 0.107408 x k – 0.009173 x T2 ) x PI
= 5.477547348
A2 = (251.88 + 0.016321 x k) x Phi = 4.433451349
A3 = (251.33 + 26.651886 x k) x Phi = 65.33163695
A4 = (349.42 + 36.412478 x k) x Phi = 89.35133899
A5 = (84.66 + 18.206239 x k) x Phi = 43.1040005
A6 = (141,74 + 53.303771 x k) x Phi = 124.346576
A7 = (207.14 + 2.453732 x k) x Phi = 9.225442022
A8 = (154.84 + 7.30686 x k) x Phi = 19.40873603
A9 = (34.52 + 27.261239 x k) x Phi = 62.93207527
A10 = (207.19 + 0.121824 x k) x Phi = 3.894683795
A11 = (291.34 + 1.884379 x k) x Phi = 9.301795936
A12 = (161.72 + 24.198154 x k) x Phi = 58.14875375
A13 = (239.56 + 25.513099 x k) x Phi = 62.51378373
A14 = (331.55 + 3.592518 x k) x Phi = 14.00050518
66
JDE = 2451550.09765 + 29.530588853 x k + 0.0001337 x T2 –
0.00000015 x T3 + 0.00000000073 x T4 = 2455418.605
Corr planet = ((325 x sin A1) + (165 x sin A2 ) + (164 x sin A3) +
(126 x sin A4) + (110 x sin A5) + (62 x sin A6) + (60 x
sin A7) + (56 x sin A8) + (47 x sin A9) + (42 x sin A10)
+ (40 x sin A11) + (37 x sin A12) + (35 x sin A13) + (23
x sin A14)) / 100000 = -0.000244366
Corr fase = (-40720 x Sin M1 + 17241 x e x Sin M + 1608 x sin
(2 x M1) + 1039 x sin (2 x F) + 739 x e x sin (M1 – M)
– 514 x e x sin (M1 + M) + 208 x e2 x sin (2 x M) – 111
x sin (M1 -2 x F) -57 x sin (M1 +2 x F) + 56 x e x sin (2
x M1 + M) – 42 x sin (3 x M1) + 42 x e x sin (M+2 x F)
+ 38 x e x sin (M -2 x F) – 24x e x sin (2 x M1 - M) –
17 x sin ( ) – 7 x sin (M1 +2 x M) + 4 x sin (2 x(M -
M1)) + 4 x sin (3 x M) + 3 x sin (M1+ M-2 x F) +3 x
sin (2 x(M1 + F)) – 3 x sin (M1 + M +2 x F) + 3 x sin
(M1 – M +2 x F) – 2 x sin (M1 – M – 2 x F) – 2 x sin (3
x M1 + M) + 2 x sin (4 x M1))/100000 = 0.026796947
JDE corrected = JDE + corr planet + corr fase = 2455418.631
T = 66.72201387 / 86.400 = 0.000775089
JD (LT) = JDE corrected - T = 2455418.922
JD (LT) + 0.5 = 2455419.422
Z = int (JD ijtima’) = 2455419
67
F = JD ijtima’ – z = 0.422235402
= int ((z – 1867216.25)/36524.25 = 16
A = z + 1 + – int ( / 4) = 2455432
B = A + 1524 = 2456956
C = int ((B – 122.1) / 365.25) = 6726
D = int (365.25 x C) = 2456671
E = int ((B – D) / 30.6001 = 9
Tahun = C – 4716 = 2010
Bulan = E – 1 = 8
Tanggal = int (hari) = 10
Hari = B –D – int (30.6001 x E) + F = 10.4222354
Jam = (hari – tanggal) = 10:08:01
Jadi, ijtima akhir Sya ban 1431 H terjadi pada tanggal 10 Agustus
2010 M Pk. 10. 08. 01 WIB
3. Menentukan terbenam Matahari di Semarang pada tanggal 29 Sya’ban
1431 H/10 Agustus 2010 M.
a. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus:
h0 = - ( ku + ref + sd )
ku = 0° 1.76’ √ h
= 0° 1.76’ √ 0 m
= 0° 00’ 00”
h0 = - ( ku + ref + sd )
= - ( 0° 00’ 00” + 0° 34’ + 0° 16’ )
= - 0° 50’ 00”
68
b. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam dan equation of
time ( e ) Ta dilal Waqt/Ta dil asy Syam atau Perata Waktu pada
tanggal 29 Sya’ban 1431 H/10 Agustus 2010 M saat ghurub di
Semarang dengan prakiraan ( taqriby ) maghrib kurang lebih pk.
18 WIB, diperoleh:
δ0 = 15° 31’ 12,2” dan e = -0j 05m 22,95d
c. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) saat terbenam dengan rumus:
Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .
= sin -0° 50’ 00”÷cos 6° 58’÷cos 15° 31’ 12,2” – Tan 6°58’
x tan 15° 31’ 12,2”
t0 = 88° 55’ 37.07”
= +5j 55m 42.47 d
d. Terbenam matahari
= pk. 12 + (+5j 55m 42.47 d)
= pk. 17. 55. 42,47 WH – e + ( BTd –BTx )
= pk. 17. 55. 42,47 – (-0j 05m 22,95d) + ( 105° – 110° 29’)
= pk. 17. 39. 09.42 WIB.
= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )
e. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 39. 09
WIB dengan rumus:
Sin A = sin h cos cos a
69
sin A = sin 88° 55’ 35.12” x cos 15° 31’ 27,49” : cos -0° 50’
A = 740 27’ 40,72” ( UB )
Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 - 740 27’ 40,72”
= 2850 32’ 19”
f. Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) al-Mathalai al-
Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB dengan rumus interpolasi (Ta dil)
sebagai berikut:
ARA0 = ARA01 + k ( ARA0
2 – ARA01 )
ARA01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 140° 07’ 38,7”
ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 140° 10’ 00,9”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
ARA0 = 140° 07’ 38,7” + 00j 39m 09d x (140° 09’ 0,9” -
140°07’38,7”) = 140° 09’ 11”
g. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) al-Mathalai al-
Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB dengan rumus interpolasi (Ta dil)
sebagai berikut:
ARA( = ARA(1 + k ( ARA(
2 – ARA(1 )
ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 143° 00’ 49,6”
ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 143° 36’ 35,2”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
ARA( = 30° 56’ 38” + 00j 39m 09d x (31° 28’ 30”– 30° 56’ 38”)
= 143° 24’ 09,6”
70
h. Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t( ) pk. 17. 39. 09 WIB dengan
rumus sebagai berikut:
t( = ARA0 + t0 - ARA(
= 140° 09’ 11” + 88° 55’ 35.12” - 143° 24’ 09,6”
= 85° 40’ 36.52”
i. Menentukan Deklinasi Bulan ( δ( ) Mail Qamar pk. 17. 39. 09
WIB dengan menggunakan rumus interpolasi (Ta’dil) sebagai
berikut:
δ( = δ(1 + k (δ(
2 -δ(1 )
δ(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 11° 05’ 3,9”
δ(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 10° 50’ 28,2”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
δ( = 11° 05’ 09”+ 00j 39m 09d x (10° 50’ 33” - (11° 05’ 09”))
= 10° 55’ 32.51”
j. Menentukan Tinggi Bulan Haqiqi ( h ( ) dengan menggunakan
rumus:
Sin h( = cos t( cos δ( cos φx + sin δ( sin φx .
Sin h( = cos 85° 40’ 36.52” x cos 10° 55’ 32.51” x
cos -60 58’ + sin 10° 55’ 32.51” x sin -60 58’
h( = +020 53’ 36,73” ( tinggi hilal haqiqi )
k. Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal
Mar i ( h( ):
71
1. Parallaks, digunakan untuk mengurangi tinggi hilal haqiqi.
Untuk mendapatkan Parallaks harus melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Menentukan Horizontal Parallaks (HP) Ikhtilaful Mandhar
saat ghurub, dengan rumus interpolasi (Ta dil) sebagai
berikut :
HP = HP1 + k ( HP2 – HP1 )
HP(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 01° 01’ 15,4”
HP(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 01° 01’ 15,6”
k( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
HP = 01° 01’ 15” + 00j 39m 09d x (01° 01’ 16” –
01° 01’ 15”) = 01° 01’ 15.53”
b. Parallaks ( Par ) = HP cos h(
= 01° 01’ 15. 53” x cos 020 53’ 36,73”
= 01° 01’ 10.84”
2. Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal
haqiqi, dan untuk mendapatkan refraksi dapat digunakan
rumus:
+
+=
4.436,73"53'02°31.736,73"53'02°tan
1R = 00° 14’ 41”
+
+
=
4.431.7tan
1
oo h
hR
72
l. Menentukan tinggi hilal mar i ( h( ), dengan rumus:
h( = h’( - Par + Ref
= +02° 53’ 36,73” - 01° 01’ 10.84” + 00° 14’ 41”
= +02° 07’ 06.89”
m. Azimuth hilal ( Az( ) dapat diperoleh dengan rumus:
Sin A = sin h cos cos a
sin A = sin 85° 40’ 36.52” x cos 10° 55’ 32.51” :
cos 02° 53’ 36,73”
A = 780 37’ 01,38” ( UB )
Azimuth Bulan (Az( ) = 360 - 780 37’ 01,38”
= 2810 22’ 58”
n. Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:
P( = Az( – Az0
= 2810 22’ 58” - 285 32’ 19”
= 4° 09’ 20.38” ( miring ke utara )
Dari hasil hisab tersebut dapat disimpulkan:
1. Ijtima’ akhir Sya’ban 1431 H terjadi hari tanggal 10 Agustus 2010 M
Pk. 10. 08. 01 WIB
2. Matahari terbenam (ghurub) pada pukul 17. 39. 09 WIB
3. Tinggi hilal haqiqi +020 53 36,73
4. Tinggi hilal mar’i +02° 07 06.89
5. Azimuth Bulan 2810 22 58
73
6. Azimuth Matahari 2850 32 19
7. Posisi hilal 4° 09 20.38 di Selatan Matahari terbenam (miring ke
Selatan).
Untuk memprediksi visibilitas hilal, hal pokok yang harus
diketahui adalah posisi bulan dan matahari terhadap bumi. Untuk itu
setidaknya harus dipertimbangkan faktor-faktor astro-geodesi sebagai
berikut:174
1. Konjungsi
Sebagai syarat mutlak nampaknya hilal adalah terjadinya
ijtima . Ijtima artinya berkumpul atau bersama, yaitu posisi Matahari
dan Bulan berada pada satu bujur astronomi. Dalam astronomi dikenal
dengan istilah Conjunction (konjungsi). Para ahli astronomi murni
menggunakan ijtima’ ini sebagai kriteria pergantian bulan Qamariah,
sehingga ia disebut pula dengan New Moon (bulan baru).175
Bulan baru dalam astronomi tidaklah sama dengan definisi
bulan baru dalam kalender Qamariah. Bulan baru dalam astronomi
adalah konjungsi yang terjadi serentak untuk seluruh dunia, akan tetapi
belum tentu pada saat tersebut bulan dapat terlihat dengan mata.
Sedangkan bulan baru dalam kalender Islam disebut dengan awal
bulan Qamariah, tergantung pada kenyataan kenampakan bulan (hilal)
pertama kali dari pengamat yang berada di bumi setelah terjadinya
konjungsi. Kenampakan bulan sudah barang tentu tergantung juga
174 Khafid, op.cit.175 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan
Press, 2009, hlm. 70.
74
pada lokasi atau posisi dimana pengamat berada di muka bumi. Hal
inilah diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
prediksi teramatinya hilal. Perbedaan atau selisih waktu tersebut dapat
menyebabkan beda penanggalan satu hari.
Secara perhitungan astro-geodesi modern kapan terjadinya
konjungsi dapat diperkirakan dengan ketelitian sampai beberapa detik.
Contoh yang jelas adalah prakiraan terjadinya gerhana bulan atau
gerhana matahari yang dapat dilakukan dengan ketelitian sampai
bilangan beberapa detik.176
2. Peta Ketinggian Bulan
Pada dasarnya dengan ilmu astro-geodesi, ketinggian bulan
atau hilal dapat diperkirakan untuk berbagai tempat di seluruh belahan
bumi. Adanya perhitungan yang akurat dan penyajian yang gamblang
dalam bentuk peta akan sangat membantu analisis untuk keperluan
prediksi kenampakan bulan. Peta semacam ini perlu dibuat dihari saat-
saat yang diduga hilal akan nampak. Di dalam peta, bisa kita lihat
adakalanya satu wilayah mempunyai ketinggian bulan positif dan ada
kalanya negatif. Wilayah-wilayah yang mempunyai ketinggian bulan
negatif sudah barang tentu dapat disimpulkan di wilayah tersebut
tidaklah mungkin bulan akan nampak. Sedangkan untuk daerah-daerah
176 Khafid, op.cit, hlm. 18.
75
yang mempunyai ketinggian positif masih perlu di analisis lebih lanjut
dengan gabungan data-data lainnya.177
Gambar tersebut menunjukkan ketinggian bulan di saat
matahari terbenam di masing-masing tempat pada tanggal 8 September
2010. Semakin tinggi keberadaan bulan di atas ufuk semakin besar
kemungkinan terlihatnya hilal. Garis tebal menunjukkan garis
penanggalan awal Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikannya
semata-mata dari ketinggian bulan 2 derajat pada saat matahari
terbenam.178
3. Peta Ketinggian Matahari
Kenampakan bulan dari pengamat yang berada di bumi sangat
dipengaruhi oleh sinar matahari. Disamping itu di saat-saat terjadinya
177 Khafid, op.cit, hlm. 18.178 Program Mawaaqit Versi 2001, peta ketinggian bulan dari ufuk pada 10 Agustus 2010.
Peta ketinggian bulan dari ufuk dalam derajat pada8 September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing
tempat
76
hilal dimana intensitas pencahayaan bulan masih sangat rendah,
cahaya matahari sangat berpengaruh dalam hasil pengamatan
kenampakan bulan. Itulah sebabnya pengamatan kenampakan hilal
harus dilakukan setelah matahari terbenam. Peta ketinggian matahari
akan sangat membantu perhitungan kenampakan bulan dengan teliti.179
4. Peta Umur Bulan Saat Matahari Terbenam
Terjadinya konjungsi saja tidak memberikan jaminan bahwa
hilal pasti nampak. Syarat-syarat berikutnya yang harus dipenuhi
adalah umur bulan180 saat matahari terbenam. Informasi tentang umur
bulan pada saat matahari terbenam inipun dapat disajikan dalam
bentuk peta sebagai bahan analisis kenampakan hilal.181
179 Khafifd, op.cit, hlm. 19.180 Umur bulan didefinisikan sebagai hitungan waktu dengan epoch saat terjadinya konjungsi.
Sebagai contoh: apabila hari ini terjadi konjungsi pada jam 15.00 WIB, dan matahari terbenam jam18.00. Maka umur bulan saat matahari terbenam adalah 3 jam.
181 Khafifd, op.cit, hlm. 20.
Peta ketinggian matahari dari ufuk dalam derajatpada 8 September 2010 jam 18:00 WIB
77
Garis tebal pada gambar tersebut dapat disebut sebagai garis
penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan
kenampakan bulan semata-mata berdasarkan umur bulan sudah
mencapai 8 jam pada saat matahari terbenam di masing-masing
tempat.182
5. Peta Fase Pencahayaan Bulan
Syarat yang harus dipertimbangkan untuk memperkirakan
kenampakan hilal adalah fase pencahayaan bulan. Bisa jadi karena
bulan sudah cukup fase pencahayaannya di saat syarat-syarat lain
masih belum memenuhi kriteria yang ditentukan, namun dalam
kenyataannya hilal sudah nampak atau terjadi sebaliknya. Informasi
tentang fase pencahayaan bulan yang tergantung tempat dan waktu ini
182 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan umur bulan.
Peta umur bulan dari saat terjadinya konjungsi dalam jam pada 8September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing tempat
78
bisa dipetakan juga untuk membantu analisis prakiraan kenampakan
hilal.
Garis tebal pada gambar tersebut dapat disebut sebagai garis
penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan
kenampakan bulan semata-mata berdasarkan fase pencahayaan sudah
mencapai 0.5% di saat matahari terbenam di masing-masing tempat.183
6. Peta Jarak Waktu Terbenam Antara Matahari dan Bulan
Rukyat harus dilakukan sesaat setelah matahari terbenam
sampai bulan terbenam. Jadi tidak mungkin mengamati hilal apabila
pada hari melakukan rukyat ternyata bulan terbenam mendahului
matahari atau dalam artian bulan masih di bawah ufuk. Jarak waktu
matahari dan bulan terbenam yang terlalu pendek pun mempunyai
183 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan prosentase fasepencahayaan bulan.
Peta prosentase fase pencahayaan bulan dalam % pada 8September 2010 di saat matahari terbenam di masing-masing
79
tingkat kemungkinan kenampakan hilal yang sangat kecil.
Kenampakan hilal dapat dikaitkan dengan jarak waktu terbenam antara
matahari dan bulan terbenam, “semakin lama jangka waktunya
semakin besar kemungkinan hilal dapat diamati”. Komponen inipun
informasinya dapat dituangkan dalam bentuk peta, karena dari
kenyataan bahwa jarak waktu terbenam antara matahari dan bulan juga
tergantung letak geografis suatu tempat.184
Garis tebal pada gambar di atas dapat disebut sebagai garis
penanggalan awal bulan Syawal 1431 H apabila kita mendefinisikan
kenampakan bulan semata-mata berdasarkan terbenamnya bulan 15
menit setelah terbenamnya matahari.185
184 Khafid, op.cit, hlm. 22.185 Program Mawaaqit Versi 2001, peta kenampakan bulan berdasarkan selisih waktu
terbenamnya matahari dan bulan
Peta selisih waktu terbenamnya matahari dan bulan dalam menitpada 8 September 2010
80
7. Overlay Antara Berbagai Topik Peta
Dari berbagai faktor-faktor yang disebutkan diatas dapat
dilakukan overlay186 peta sesuai dengan definisi kenampakan bulan
menurut kriteria astro-geodesi.
186 Overlay adalah lembaran penutup; lapisan atas; hamparan. Lihat John M. Echols danHassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke XXIV,2000, hlm. 412
Peta kenampakan bulan pada 9 September 2010 jam 18:00 WIB
Peta kenampakan bulan pada 8 September 2010 jam 18:00 WIB
81
Gambar tersebut menunjukkan hasil overlay peta ketinggian
bulan dan ketinggian matahari pada tanggal 8, 9 dan 10 September
2010. Dalam gambar-gambar tersebut terlihat bahwa semakin besar
umur bulan semakin besar pula cakupan wilayah yang memungkinkan
untuk mengamati kenampakan bulan.187
Di sekitar hari terjadinya konjungsi dapat dilakukan analisis
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan bulan. Dari
analisa itu akan menghasilkan prakiraan tempat-tempat dimana hilal
akan nampak dan tempat-tempat yang tidak memungkinkan dapat
melihat hilal. Batas dari kedua tempat-tempat tersebut secara geografis
dapat dituangkan dalam bentuk peta garis penanggalan Kalender
Qamariah. Karena posisi bulan dan matahari berubah-rubah, maka peta
semacam ini haruslah dibuat setiap pergantian bulan Qamariah.188
187 Program Mawaaqit, Peta Kenampakan bulan.188 Khafid, op.cit, hlm. 26.
Peta kenampakan bulan pada 10 September 2010 jam 18:00 WIB
82
BAB IV
ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH
DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT
A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program
Mawaaqit
Mawaaqit merupakan salah satu contoh program komputer yang
berbasis astronomi modern. Metode yang digunakan dalam penentuan
awal bulan program Mawaaqit adalah menggunakan metode hisab haqiqi
kontemporer. Dimana sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian
terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.
Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja
sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan
sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga
untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal
komputer.189
Mawaaqit menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan
awal bulan Qamariah-nya. Meskipun demikian rumus perhitungannya
tetap menggunakan rumus astronomi (spherical trigonometry). Peran
metode astro-geodesi adalah untuk memprediksi kenampakan bulan.
189 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 8.
83
Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana dapat
diperhitungkan.190
Dalam perhitungannya ada beberapa koreksi terhadap ketinggian
hilal, di antaranya:
a. Berbeda dalam melihat (Parallaks/ikhtilaf al-mandhar). Dengan
koreksi ini berarti tinggi hilal diperhitungkan dari permukaan bumi
tempat pengamat, bukan dari titik pusat bumi.
Parallaks ini diformulasikan dengan besarnya suatu sudut antara dua
garis yang ditarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan garis
yang ditarik dari benda langit ybs ke mata peninjau di permukaan
bumi. Semakin jauh jaraknya semakin kecil harga parallaksnya.
Begitu pula semakin tinggi posisi benda langit dari ufuk semakin
kecil pula harga parallaksnya.191
b. Pembiasan Sinar (Refraksi). Refraksi yaitu perbedaan antara tinggi
suatu benda langit yang sebenarnya dengan tinggi benda langit itu
yang dilihat sebagai akibat adanya pembiasan sinar. Refraksi terjadi
karena sinar yang datang sampai ke mata kita telah melalui lapisan-
lapisan atmosfer, sehingga sinar yang datang itu mengalami
pembengkokan, padahal yang kita lihat adalah arah lurus pada sinar
yang ditangkap mata kita.192
190 Khafid, Garis Tanggal Kalender Islam 1427 H, Cibinong: Badan Koordinasi Survey danPemetaan Nasional, 2006, hlm. 17
191 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,Cetakan Pertama, 2004, hlm. 138
192 Ibid, Hlm. 142
84
Dengan koreksi ini yang dihisab adalah tinggi melihat hilal, bukan
tinggi nyata.
Pada Mawaaqit koreksi refraksi hanya diterapkan ketika matahari
berada di atas ufuk. Jika hilal dibawah ufuk refraksi tidak
diperhitungkan. Adapun refraksi di sekitar ufuk sebesar 0° 34’.193
Ketinggian hilal pada Mawaqit dihitung dari titik pusat bulan,
sehingga semidiameter bulan tidak diperhitungkan.194 Begitupun
dengan kerendahan ufuk tidak diperhitungkan, karena dalam
Mawaaqit ketinggian seluruh tempat dianggap 0.
B. Analisis terhadap Kriteria Penentuan Awal Bulan Qamariah Dr. Ing.
Khafid dalam Program Mawaaqit
Data-data yang diberikan ke BHR dalam penanggalan Hijriyah
tidak secara spesifik mengikuti kriteria yang mana. Namun karena di
BHR disepakati memakai kriteria MABIMS yang dimodifikasi yakni
tinggi hilal 2 derajat atau umur bulan 8 jam maka Mawaaqit memberikan
data untuk mendukung kriteria ini.195
Kriteria tersebut merupakan keputusan Komite Penyelarasan
Rukyat dan Taqwim Islam MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia,
Malaysia dan Singapura) yang salah satu keputusannya menyatakan
bahwa batas minimal ketinggian yang dijadikan pedoman imkan al-rukyat
193 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.
194 Khafid, op.cit.195 Wawancara dengan Khafid via sms.
85
dan diterima oleh ahli hisab falaki syar’i di Indonesia serta negara-negara
MABIMS adalah dua derajat dari umur bulan dan minimal delapan jam
dari saat ijtima’.196
Banyak ormas Islam termasuk NU dan Persis yang menerima
kriteria MABIMS, namun Muhammadiyah termasuk ormas besar yang
belum bisa menerimanya hingga berpatokan pada wujud al hilal.
Menurut penulis, kriteria tersebut masih memerlukan penelitian
lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan penulis selama ini, ketinggian hilal
sulit sekali untuk dilihat apalagi jika beda azimuth matahari dan bulan
ketika matahari terbenam cukup dekat. Hal ini terjadi pada rukyat akhir
Sya’ban 1431 H dimana ketinggian hilal ketika itu sekitar 2 dengan beda
azimuth sekitar 4 . Dari sekian titik tempat dilaksanakannya rukyat al
hilal di seluruh wilayah Indonesia hanya dua tempat saja yang berhasil
melihat hilal yaitu di daerah Gresik dan Probolinggo. Berdasarkan
pengalaman tersebut perlulah kiranya agar para ahli mengadakan
penelitian lebih lanjut untuk mencari kriteria imkan al rukyat yang
memiliki landasan operasional yang ilmiah.
Penulis sepakat dengan pendapat Thomas Djamaluddin bahwa
kriteria yang digunakan harus memiliki pijakan aspek rukyat maupun
hisab yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i tetapi juga interpretasi
operasionalnya berdasarkan sains-astronomi yang bisa diterima bersama.
196 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalamPenentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, op.cit, hlm. 92.
86
Jangan sampai kriteria yang menjadi pedoman sekadar berdasarkan
interpretasi dalil syar’i tanpa landasan ilmiah astronomi.
Sekarang sudah ada kriteria baru yang diusulkan oleh Thomas
Djamaluddin yaitu Kriteria LAPAN yang merupakan pembaharuan dari
kriteria MABIMS yang selama ini dipakai dengan ketinggian minimal 2o,
tanpa memperhitungkan beda azimuth. Kriteria LAPAN adalah sebagai
berikut:197
4. Umur hilal harus > 8 jam.
5. Jarak sudut bulan-matahari harus > 5,6o.
6. Beda tinggi > 3o (tinggi hilal > 2o) untuk beda azimut ~ 6o, tetapi bila
beda azimutnya < 6o perlu beda tinggi yang lebih besar lagi. Untuk
beda azimut 0o, beda tingginya harus > 9o.
Akan tetapi setelah menganalisis berbagai kriteria visibilitas hilal
internasional dan mengkaji ulang kriteria LAPAN, Thomas Djamaluddin
memperbaharui kembali kriteria tersebut dengan Kriteria Hisab-Rukyat
Indonesia sebagai berikut:198
3. Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o.
4. Beda tinggi bulan-matahari > 4o.
Menurut Thomas Djamaluddin, kriteria baru tersebut hanya
merupakan penyempurnaan kriteria yang selama ini digunakan oleh BHR
dan ormas-ormas Islam untuk mendekatkan semua kriteria itu dengan
fisis hisab dan rukyat hilal menurut kajian astronomi.
197 http://tdjamaluddin.wordpress.com198 Ibid.
87
Terlepas dari itu semua, Mawaaqit sendiri merupakan software
yang dirancang untuk dijadikan alat bantu dalam penentuan awal bulan
Qamariah. Mawaaqit sifatnya opsional, dapat digunakan oleh ormas
manapun baik NU, Muhammadiyah, maupun Persis. Tidak ada kriteria
khusus yang dipakai program Mawaaqit dalam penentuan awal bulan
Qamariah. Dengan sifatnya yang opsional Mawaaqit bisa diset untuk
kriteria apapun baik Danjon, MABIMS, Imkan al Rukyat, ataupun Wujud
al Hilal.199
Di dalam Mawaaqit disediakan beberapa opsi yang digunakan
sebagai kriteria penentuan awal bulan Qamariah, antara lain berdasarkan
umur hilal, ketinggian hilal, fase pencahayaan bulan serta selisih waktu
terbenamnya matahari dan bulan.
C. Analisis terhadap Tingkat Akurasi Hisab Awal Bulan Qamariah dalam
Program Mawaaqit
Dalam program penentuan awal bulannya, Khafid menggunakan
sumber data dan algoritma dengan ketelitian yang sangat tinggi, yaitu
VSOP87.
Melihat teori dan algoritma yang digunakan Mawaaqit yaitu
VSOP87 dengan tingkat akurasinya yang sangat tinggi (lebih baik dari
0.01”), hisab awal bulan Kamariah Program Mawaaqit dapat dikatakan
cukup akurat.
199 Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid (pembuat program Mawaaqit) di Hotel NalendraCihampelas Bandung pada tanggal 28 Juli 2010.
88
Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasil hisab
Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris
Hisab Rukyat yang termasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang
selama ini sering dijadikan pedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan
awal bulan Qamariah.
Pada awalnya data yang dipakai oleh para astronom dalam
perhitungan awal bulan Qamariah di Indonesia adalah data almanak
nautika. Mengingat data almanak nautika itu hanya diterbitkan setiap
tahun, sehingga apabila ingin melakukan perhitungan untuk dua tahun
yang akan datang tentu mengalami kesulitan, sebab almanak nautika
belum ada karena memang belum dikirim.200
Ephemeris yang dikenal dengan “Hisab for Windows ver 1.0
merupakan salah satu program software data astronomis yang disusun
pada tahun 1993 oleh Drs. H. Taufik beserta putranya atas biaya
Departemen Agama RI. Software ini dibuat karena langkah perhitungan
ilmu falak sampai periode ini yang dirasa panjang dan melelahkan, juga
buku Almanak Nautika sering terlambat datang. Software ini hasilnya
mirip dengan Almanak Nautika atau semacamnya. Kemudian pada tahun
1988, program ini disempurnakan dan berganti nama menjadi “Winhisab
versi 2.0” dengan hak lesensi pada Badan Hisab Rukyat Departemen
Agama RI. Di antara isi program ini adalah data astronomis (Ephemeris)
matahari dan bulan untuk keperluan perhitungan pengukuran arah kiblat,
200 http://prisdaba.blogspot.com
89
waktu-waktu shalat, awal bulan dan gerhana. Perhitungan yang
menggunakan data dari program Winhisab ini dikenal dengan Sistem
Ephemeris atau Sistem Ephemeris Hisab Rukyat.201
Berikut data hasil hisab Program Mawaaqit dan Ephemeris Hisab
Rukyat dalam penentuan awal bulan Ramadan 1431 H untuk markaz
Semarang dengan koordinat 6° 58’ LS dan 110° 29’ BT dengan
ketinggian 0 m.
Sistem
Hasil Hisab Ephemeris
Hisab RukyatMawaaqit
Ijtima’
Selasa,
10 Agustus 2010
Pukul. 10:09:17
Selasa,
10 Agustus 2010
Pukul. 10:08:01
Matahari terbenam 17. 39. 09,33 WIB 17. 39. 09 WIB
Azimuth matahari 285° 32’ 20,00” 285° 32’ 19,00”
Azimuth bulan 281° 23’ 03,70” 281° 22’ 58,00”
Posisi hilal 04° 09’ 16,38” SM 04° 09’ 20,38” SM
Tinggi hilal 02° 06’ 27,03” 02° 07’ 06,89”
Ketidaksamaan hasil perhitungan itu terjadi mungkin karena:202
1. Data koordinat (lintang dan bujur tempat observasi) yang digunakan
tidak sama.
2. Koreksi-koreksi terhadap gerak bulan yang dimasukkan tidak sama.
201 Ibid.202 Muhyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, hlm. 83
90
3. Pangkal ukur perhitungan ketinggian hilal tidak sama. Ada yang
menghitung ketinggian hilal dari ufuk haqiqi dan ada pula yang
menghitungnya dari ufuk mar’i.
4. Bagian hilal yang dihitung tidak sama. Ada yang menghitung
ketinggian hilal dari ufuk sampai titik pusat hilal. Ada yang
menghitung ketinggian hilal dari ufuk sampai piringan atas hilal dan
ada yang menghitung ketinggian hilal dari ufuk sampai pirigan
bawah hilal.
Secara kesuluruhan rumus-rumus yang digunakan dalam
perhitungan awal bulan Qamariah Program Mawaaqit sama dengan
rumus perhitungan yang digunakan Ephemeris Hisab Rukyat, hanya saja
ada beberapa turunan rumus yang berbeda, di antaranya rumus
menghitung azimuth, dan refraksi.
Di samping itu koreksi terhadap ketinggian hilal pada Program
Mawaaqit hanya terdiri dari dua macam, yaitu koreksi refraksi dan
parallax, berbeda dengan koreksi pada sistem Ephemeris Hisab Rukyat
yang juga memperhitungkan kerendahan ufuk/dip. Hal ini disebabkan
karena pada Mawaaqit ketinggian semua tempat dianggap 0.
Perbedaan lain pada Mawaaqit dan Ephemeris Hisab Rukyat
adalah sumber data ephemeris yang digunakan dalam Mawaaqit
menggunakan jam LMT (Local Mean Time), sedangkan Ephemeris Hisab
Rukyat mengggunakan jam GMT (Greenwich Mean Time).
91
Kemudian terdapat perbedaan data koordinat Program Mawaaqit
dengan data koordinat dari sumber lain. Misalkan koordinat Kota
Semarang, pada Mawaaqit dituliskan bahwa koordinat Kota Semarang
adalah 6° 58’ LS dan 110° 29’ BT sedangkan kebanyakan sumber lain
menyatakan bahwa koordinat Kota Semarang adalah 7° 00’ LS dan 110°
24’ BT. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena
Program Mawaaqit belum dikoreksi kembali setelah versi terakhirnya
yang dikeluarkan pada tahun 2001.
Program Mawaaqit dalam penentuan awal bulan Qamariah
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihannya antara lain:
1. Penentuan awal bulan Qamariah Program Mawaaqit yang bersifat
opsional memudahkan semua golongan untuk menyesuaikan kriteria
penentuan awal bulan yang dikehendakinya untuk mengetahui kapan
awal bulan Qamariah dimulai sejak jauh-jauh hari, terutama bulan-
bulan yang ada kaitannya dengan ibadah umat Islam.
2. Program Mawaaqit dilengkapi dengan peta kenampakan hilal dan
data koordinat kota-kota besar di seluruh dunia, sehingga akan
memudahkan pengguna untuk mengetahui kapan dan dimana hilal
akan terlihat.
3. Tingkat ketelitian data yang digunakan dalam program Mawaaqit
cukup tinggi. Dengan teori dan algoritma VSOP87 akurasi yang
didapatkan adalah lebih baik dari 0.01”. Sehingga hasil hisab
92
Program Mawaaqit bisa menghasilkan data yang akurat dan dapat
dijadikan pedoman penentuan awal bulan Qamariah.
Adapun kekurangannya antara lain:
1. Program Mawaaqit belum mencantumkan ketinggian tempat dalam
perhitungan awal bulan Qamariah, ketinggian semua tempat
dianggap 0 padahal ketinggian bulan dipengaruhi juga oleh
ketinggian tempat.
2. Data koordinat kota-kota yang terdapat pada Program Mawaaqit
adalah data lama yang belum diperbaharui lagi selama 10 tahun.
Sehingga data-data tersebut memerlukan koreksi dengan data-data
koordinat yang terbaru.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit adalah Hisab
Haqiqi Kontemporer. Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian
terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan.
Metodenya sama dengan metode hisab haqiqi tahqiqi hanya saja
sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan
sains dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih disederhanakan sehingga
untuk menghitungnya dapat digunakan kalkulator atau personal
komputer.
Mawaaqit menggunakan metode astro-geodesi dalam penentuan awal
bulan Qamariah. Kaitannya dalam penentuan awal bulan Qamariah,
metode astro-geodesi digunakan untuk memprediksi kenampakan
bulan. Dengan kata lain, kapan hilal nampak dan dimana dapat
diperhitungkan.
2. Kriteria penentuan awal bulan Qamariah yang dipakai oleh Dr. Ing.
Khafid dalam Program Mawaaqit adalah kriteria MABIMS yakni:
4. Ketinggian hilal minimum dua derajat
5. Umur bulan saat matahari terbenam minimum delapan jam
94
Penggunaan kriteria tersebut didasarkan pada kesepakatan anggota
BHR (Badan Hisab Rukyat) untuk menggunakan kriteria MABIMS
dalam penentuan awal bulan Hijriyah.
Program Mawaaqit sendiri merupakan software yang dirancang
sebagai alat bantu untuk mempermudah hisab awal bulan Qamariah.
Mawaaqit sifatnya opsional, dapat digunakan oleh ormas manapun
baik NU, Muhammadiyah, maupun Persis. Tidak ada kriteria khusus
yang dipakai Mawaaqit dalam penentuan awal bulan Qamariah.
Dengan sifatnya yang opsional Mawaaqit bisa diset untuk kriteria
Danjon, MABIMS, Imkan al Rukyat, ataupun Wujud al-Hilal.
3. Tingkat akurasi hisab awal bulan Qamariah Program Mawaaqit dapat
dikatakan cukup akurat. Karena teori dan algoritma yang digunakan
Mawaaqit adalah VSOP87 yang tingkat akurasinya lebih baik dari
0.01”. Pada awalnya Mawaaqit menggunakan sumber data dan
algoritma Jean Meeus dengan tingkat keteletian 1”, akan tetap pada
Mawaaqit versi 2001 Mawaaqit mengkombinasikannya dengan
VSOP87 yang memiliki ketelitian yang sangat tinggi, yaitu 0,01”.
Di samping itu bukti keakurasiannya dapat dilihat dari hasil hisab
Program Mawaaqit ketika dibandingkan dengan hasil hisab Ephemeris
yang termasuk ke dalam High Accuracy Algorithm yang selama ini
sering dijadikan pedoman pelaksanaan rukyat dalam penentuan awal
bulan Kamariah yang hanya berbeda pada hitungan detik.
95
B. Saran-Saran
4. Dengan munculnya program-program komputer berbasis astronomi
modern yang mendukung penentuan awal bulan Qamariah bukan
berarti kita tidak perlu lagi belajar ilmu hisab, untuk menjaga khazanah
keilmuan khususnya ilmu falak, hendaknya kita harus tetap
memelihara dan melestarikan ilmu hisab.
5. Dengan metode astronomi yang sama, bahkan dengan program
komputer, semua ormas bisa menghitung dengan hasil yang sama.
Akan tetapi penyelesaian permasalahan hisab rukyah tidak semata
dapat diselesaikan dengan hitungan astronomi atau penggunaan
teknologi modern. Wilayah Indonesia yang dilewati oleh garis
penanggalan Islam Internasional yang secara teknis berarti bahwa
wilayah Indonesia terbagi atas dua bagian yang mempunyai tanggal
hijriah yang berbeda. Untuk penyatuan garis tanggal dalam
penanggalan Hijriyah di Indonesia, perlu juga ditetapkan sebuah
lembaga yang mempunyai wewenang memutuskan garis tanggal yang
diberlakukan. Dengan keputusan ini diharapkan perbedaan-perbedaan
yang selama ini ada dapat disatukan.
6. Perlu dicari kriteria Imkan al Rukyat yang memiliki pijakan aspek
rukyat maupun hisab yang kuat, bukan sekadar rujukan dalil syar’i
tetapi juga interpretasi operasionalnya berdasarkan sains-astronomi
yang bisa diterima bersama dan perlu komitmen bersama untuk
mematuhi kriteria tersebut.
96
7. Dalam perhitungan koreksi tinggi hilal, hendaknya Mawaaqit
menerapkan koreksi ketinggian tempat. Karena posisi pengamat di
permukaan bumi akan mempengaruhi perhitungan ketinggian hilal
yang akan dirukyat. Dalam hal ini yang diperlukan adalah rumus
menghitung kerendahan ufuk/dip.
8. Data koordinat kota-kota yang terdapat pada Program Mawaaqit
adalah data lama yang belum diperbaharui lagi selama 10 tahun.
Sehingga data-data tersebut memerlukan koreksi dengan data-data
koordinat yang terbaru.
C. Penutup
Alhamdulillahirabbil‘alamin rasa syukur penulis panjatkan ke
hadirat Ilahi Rabbi. Setelah perjalanan panjang yang penulis tempuh
akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan. Ibarat kata pepatah Tiada gading
yang tak retak , begitu pun dalam skripsi yang penulis susun. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Demikian yang dapat penulis susun dan sampaikan. Mudah-
mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
97
DAFTAR PUSTAKA
Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, jilid I, Beirut, Dar al Fikr.
Ahmad, Noor, Hisab Awal Bulan Hijriyah, disampaikan pada Seminar sehari,
yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo
Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus IAIN Walisongo
Semarang.
Anam, A. Syifaul, Studi Tentang Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab
Khulashoh al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi bit Tahqiq, Skripsi
Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2001.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Penerbit Rineka Cipta, 2002.
Arkanuddin, Muthoha, Mengenal Peralatan Hisab Rukyat, Disampaikan pada
Acara Pelatihan Hisab Rukyat Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah, 29 Juli 2007, di Hotel Plaza Arjuna
Yogyakarta.
Azhari, Susiknan, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta, Lazuardi,
2001.
_______, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, Yogyakarta, Putaka Pelajar, 2007.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cet IV,
2004.
98
Badan Hisab dan Rukyah Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyah,
Jakarta, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Islam, 1981.
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rineka Cipta,
2008.
Departeman Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Bandung, Syaamil
Cipta Media, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, Gramedia, Cetakan Pertama Edisi IV, 2008.
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam
Departemen Agama RI, Kumpulan Materi Pelatihan Keterampilan
Khusus Bidang Hisab Rukyat, Lestarikan Tradisi Ulama Salaf
Kembangkan Keterampilan Hisab Rukyat, Mesjid Agung Jawa
Tengah, 2007.
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimbingan
Masyarakat Islam, Ephemeris Hisab Rukyat, Departemen Agama RI.
Djamaluddin, Thomas, Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal, dalam
Media Indonesia, 10 Oktober 2007.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke XXIV, 2000.
Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Bogor, Ghalia Indonesia, 2002.
99
Herdiwijaya, Dhani, Makalah disampaikan pada acara Diklat Nasional
Pelaksana Rukyat Nahdatul Ulama, oleh Lajnah falakiyah NU di
Masjid Agung Jawa Tengah, 19 Desember 2006.
Izzuddin, Ahmad, Zubaer Umar al-Jaelani (Dalam Sejarah Pemikiran Hisab
Rukyat di Indonesia), Penelitian Individual IAIN Walisongo
Semarang, 2002, tp.
_______, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang, Komala Grafika, 2006.
_______, Fiqh Hisab Rukyat, Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta,
Erlangga, 2007.
_______, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Yogyakarta, Logung Pustaka,
Cetakan pertama, 2010.
Khafid, Hisab Dan Rukyah Kontemporer, Peran Kemajuan Teknologi Sebagai
Solusi Sekaligus Pemicu Permasalahan Baru, disampaikan pada
Seminar sehari, yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana
IAIN Walisongo Semarang, hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus
IAIN Walisongo Semarang.
_______, Petunjuk Pemakaian Program Mawaaqit Versi 2001, disampaikan
pada Kuliah Umum dan Penutupan Kursus Hisab Rukyat Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya Tanggal 4-5 September.
_______, Garis Tanggal Kalender Islam 1427H, Bogor, Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional, 2006.
100
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta, Buana
Pustaka, Cet I, 2004.
_______, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta, Buana Pustaka, Cetakan pertama,
2005.
_______, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab dan Rukyat, Yogyakarta,
Ramadhan Press, 2009.
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan
Hisab Nahdlatul Ulama, Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, 2006.
Masroeri, A. Ghozali, Rukyatul Hilal, Pengertian dan Aplikasinya,
Disampaikan dalam Musyawarah Kerja dan Evaluasi Hisab Rukyat
Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama RI di Ciawi Bogor tanggal 27-29 Februari 2008.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja
Rosdakarya, Cet XXI, 2005.
Muhammad ibn Isma’il al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, Beirut, Dar al Fikr.
Mulyana, Deddy, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja Rosdakarya,
Cet IV, 2004.
Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya,
Arkola, 1994.
Radiman, Iratius, dkk, Ensiklopedi singkat astronomi dan ilmu yang
bertautan, Bandung, Penerbit ITB, 1980.
101
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains dan
Teknologi, Jakarta, Gema Insani Press, 1996.
Saksono, Tono, Mengkompromikan Hisab dan Rukyat, Jakarta, Amythas
Publicita (www.majalah farmacia.com) Center for Islamic Studies
(www.c4is.web.id), 2007.
Simamora, P., Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta, Pedjuang Bangsa, 1985.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1986.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif Tata
Langkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, Cet ke 1, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2003.
Sudarmono, Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Kamariah Menurut
Persatuan Islam, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang, 2008, t.d.
Supriatna, Encup, Hisab Rukyat dan Aplikasinya Buku Satu, Bandung, Refika
Aditama, Cetakan Pertama, 2007.
Taufiq, M, Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariah Menurut
Muhammadiyah Dalam Perspektif Hisab Rukyat di Indonesia, Skripsi
Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2006, t.d.
http://suaramerdeka.com
http://komunitas-falak-perempuan-indonesia.blogspot.com
http://www.oase.kompas.com
http://tdjamaluddin.wordpress.com
102
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
N a m a : Eni Nuraeni Maryam
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 17 Juni 1987
Alamat Asal : Perum Puteraco Blok E2 No 4 RT 06 RW 03 Pasir
Nanjung Cimanggung Sumedang 45364
Alamat Sekarang : Ponpes Daarun Najaah Jl. Stasiun No 275 Jrakah
Tugu Semarang 50151
Jenjang Pendidikan :
a. Pendidikan formal
1. Sekolah Dasar Negeri Awi Gombong Cicadas Bandung 1993-1995
2. Sekolah Dasar Negeri Pasir Huni Pasir Nanjung Cimanggung
Sumedang lulus tahun 1999
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama PGRI 1 Cicalengka lulus tahun
2002
4. TMI Darussalam Sindangsari Kersamanah Garut lulus tahun 2006
b. Pendidikan Informal
1. Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kersamanah Garut
2002-2007
2. Pondok Pesantren ”Daarun Najaah” Jerakah Tugu Semarang 2007-
sekarang
Semarang, 13 Desember 2010
Eni Nuraeni Maryam NIM. 072111061
103
Contoh perhitungan awal Ramadan 1431 H dengan Sistem EPHEMERISHISAB RUKYAT:Lintang Semarang ( x) : 6° 58’ LSBujur Semarang ( x) : 110° 29’ BTKetinggian tempat (h) : 0 m
4. Menghitung perkiraan Akhir Sya’ban 1431 H29 Sya’ban 1431 H secara astronomis berarti 1430 th + 7 bl + 29 hari
1430/30 = 47 Daur + 20 Tahun + 7 bl + 29 hari 47 daur x 10631 = 499657 hari 20 th = (20 x 354) + 7 = 7087 hari 7 bl = (30x4) + (29x3) = 207 hari 29 h = 29 hari
= 506980 hari Tafawut (Angg M – H) = 227016 hari Anggaran baru Gregorius (10 +3 ) = 13 hari
= 734009 hari 734009 /1461 = 502 + 587 hari 502 Siklus = 502 x 4 = 2008 587 hari = 1 th + 222 hari
Sehingga menjadi 222 hari + 1th + 2008 tahun (yang sudah dilewati)Maka menjadi 10 Agustus 2010 hari Selasa Kliwon.
5. Mencari saat Ijtima Akhir Sya’ban 1431 H FIB terkecil pada Tanggal 10 Agustus 2010 adalah 0,00070 dalam tabel
terjadi pada jam 3 GMT. Jam GMT EL AL 03 137° 24’ 15” 137° 18’ 45” 04 137° 26’ 39” 137° 56’ 41”
IJTIMA’ = J + ((EL1 – AL1)) / ((AL2 – AL1) – (EL2 – EL1)))= Pk. 03 + ((137° 24’ 15” – 137° 18’ 45”)) / ((137° 56’ 41” – 137°
18’45”) – (137° 26’ 39” – 137° 24’ 15”))) = Pk. 03. 09. 17,22 GMT + 7 j
= Pk. 03. 09. 17 GMT (pembulatan) + 7 j
= Pk. 10. 09. 17 WIBJadi, ijtima akhir Sya ban 1431 H terjadi hari Rabu Kliwon tanggal 10Agustus 2010 M Pk. 10. 09. 17 WIB
6. Menentukan terbenam Matahari di Semarang pada tanggal 29 Sya’ban 1431H/10 Agustus 2010 M.a. Hitung tinggi Matahari saat terbenam ( h0 ) dengan rumus: h0 = - ( ku + ref + sd )
104
ku adalah kerendahan ufuk dapat diperoleh dengan rumus:
ku = 0° 1.76’ √ h
= 0° 1.76’ √ 0 m
= 0° 00’ 00”
ref = 0° 34’(refraksi/pembiasan tertinggi saat ghurub)
sd = 0° 16’ semi diameter matahari rata-rata.
h0 = - ( ku + ref + sd )
= - ( 0° 00’ 00” + 0° 34’ + 0° 16’ )
= - 0° 50’ 00”
b. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam dan equation of time ( e) Ta dilal Waqt/Ta dil asy Syam atau Perata Waktu pada tanggal 29Sya’ban 1431 H/10 Agustus 2010 M. saat ghurub di Semarang denganprakiraan ( taqriby ) maghrib kurang lebih pk. 18 WIB ( 11 GMT ),diperoleh:
δ0 = 15° 31’ 13” dan e = -0j 05m 23d
c. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) prakiraan ( taqriby ) saat terbenamdengan rumus:
Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .
= sin -0° 50’ 00”÷cos 6° 58’÷cos 15° 31’ 13”– Tan 6° 58’x
tan 15° 31’13”
t0 = 88° 55’ 36.97”
= +5j 55m 42.46 d
d. Terbenam matahari= pk. 12 + (+5j 55m 42.46 d)
= pk. 17. 55. 42,46 WH – e + ( BTd –BTx )
= pk. 17. 55. 42,46 – (-0j 05m 23d) + ( 105° – 110° 29’)
= pk. 17. 39. 09.46 WIB.
= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )
105
e. Tentukan deklinasi matahari ( δ0 ) dan equation of time ( e ) Ta dilalWaqt/Ta diasy Syam atau Perata Waktu pada tanggal 29 Sya’ban 1431H/10 Agustus 2010 M di Semarang yang sesungguhnya ( hakiki ), yaitupk. 17. 39. 09 WIB dengan melakukan interpolasi sebagai berikut:
f. Deklinasi matahari ( δ0 ) al-Mail Syam pk. 17. 39. 09 WIB denganrumus :
δ0 = δ01 + k (δ0
2 -δ01 )
δ01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 15° 31’ 57”
δ02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 15° 31’ 13”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
δ0 = 15° 31’ 57” + 00j 39m 09d x (15° 31’ 13” - (15° 31’ 57”)) = 15° 31’ 28,28”
g. Equation of Time ( e ) Ta’dilal Waqt/Ta’diasy Syam Pk. 17. 41. 46WIB. dengan rumus:
e = e1 + k (e2 - e1 ) e1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = -00j 05m 23d
e2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = -00j 05m 23d
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
e = -00j 05m 23d + 00j 39m 09d x (-00j 05m 23d - (-00j 05m 23d)) = -00j 05m 23d
h. Tentukan sudut waktu matahari ( t0 ) sesungguhnya ( hakiki ), saatterbenam dengan rumus:
Cos t0 = sin h0 ÷ cos φx ÷ cos δ0 - tan φx tan δ0 .
= sin -0° 50’ 00” ÷ cos -6° 58’ ÷ cos 15° 31’ 28,28” –
Tan -6° 58’ x tan 15° 31’ 28,28”
t0 = 88° 55’ 35.02”
= +5j 55m 42,33d
106
i. Terbenam matahari = pk. 12 + (+5j 55m 42,33d)
= pk. 17. 55. 42,33 WH – e + ( BTd –BTx )
= pk. 17. 55. 42,33 – (-00j 05m 23d) + ( 105° - 110° 29’)
= pk. 17. 39. 09,33 WIB.
= pk. 17. 39. 09 WIB ( dibulatkan )
j. Menghitung Azimuth Matahari ( Az0 ) saat ghurub pk. 17. 39. 09 WIB (pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumus:Cotan A0 = tan δ0 cos φx : sin t – sin φx : tan t0.
= tan 15° 31’ 28,28” x cos -60 58’ ÷ sin 88° 55’ 35.02” –sin -60 58’
÷ tan 88° 55’ 35.02” A0 = 740 27’ 40” ( UB )
Azimuth Matahari ( Az0 ) = 3600 - 740 27’ 40” = 2850 32’ 20”
k. Menentukan Right Ascension Matahari ( ARA0 ) al-Mathalai al-Baladiyah pk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumusinterpolasi (Ta’dil) sebagai berikut:
ARA0 = ARA01 + k ( ARA0
2 – ARA01 )
ARA01 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 140° 07’ 37”
ARA02 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 140° 09’ 59”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
ARA0 = 140° 07’ 37” + 00j 39m 09d x (140° 09’ 59” - 140° 07’37”)
= 140° 09’ 09”
l. Menentukan Right Acsension Bulan ( ARA( ) al-Mathalai al-Baladiyahpk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09 GMT ) dengan rumus interpolasi(Ta’dil) sebagai berikut:
107
ARA( = ARA(1 + k ( ARA(
2 – ARA(1 )
ARA(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 143° 00’ 50”
ARA(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 143° 36’ 36”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
ARA( = 30° 56’ 38” + 00j 39m 09d x (31° 28’ 30”– 30° 56’ 38”)
= 143° 24’ 10”
m. Menentukan Sudut Waktu Bulan ( t( ) pk. 17. 39. 09 WIB ( pk. 10. 39. 09GMT ) dengan rumus sebagai berikut:
t( = ARA0 + t0 - ARA(
= 140° 09’ 09” + 88° 55’ 35.02” - 143° 24’ 10”
= 85° 40’ 34.22”
n. Menentukan deklinasi Bulan ( δ( ) Mail Qamar pk. 17. 39. 09 WIB ( pk.10. 39. 09 GMT ) dengan menggunakan rumus interpolasi (Ta’dil)sebagai berikut:
δ( = δ(1 + k (δ(
2 -δ(1 )
δ(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 11° 05’ 09”
δ(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 10° 50’ 33”
k ( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
δ( = 11° 05’ 09”+ 00j 39m 09d x (10° 50’ 33” - (11° 05’ 09”))
= 10° 55’ 37.33”
o. Menentukan Tinggi Bulan Hakiki ( h ( ) dengan menggunakan rumus:Sin h( = sin φx sin δ( + cos φx cos δ( cos t( .
108
Sin h( = sin -60 58’ x sin 10° 55’ 37.33” + cos -60 58’ x cos 10°55’ 37.33” x cos 85° 40’ 34.22”
h( = +020 53’ 38,32” ( tinggi hilal hakiki )
p. Koreksi-koreksi yang diperlukan untuk memperoleh Tinggi Hilal Mar i (h( ):3. Parallaks ( Par ), digunakan untuk mengurangi tinggi hilal hakiki.
Untuk mendapatkan Parallaks ( Par ) harus melalui tahapan sebagaiberikut:
c. Menentukan Horizontal Parallaks (HP) Ikhtilaful Mandhar saatghurub, dengan rumus interpolasi (Ta dil) sebagai berikut :
HP = HP1 + k ( HP2 – HP1 )
HP(1 ( pk. 17 WIB/10 GMT ) = 01° 01’ 15”
HP(2 ( pk. 18 WIB/11 GMT ) = 01° 01’ 16”
k( selisih waktu ) = 00j 39m 09d
HP = 01° 01’ 15” + 00j 39m 09d x (01° 01’ 16” – 01° 01’ 15”)
= 01° 01’ 15.65”
d. Parallaks ( Par ) = HP cos h(
= 01° 01’ 15.65” x cos 020 53’ 38,32”
= 01° 01’ 10.96”
4. Semi diameter ( s.d. ) Nisfu Quthr bulan tidak perlu diperhitungkankarena yang memantulkan cahaya bukan bagian atas, melainkankadang kala busur bagian bawah kanan, kadang kala bawah kiri dankadang kala busur bagian bawah tepat. Dalam hal ini adalah bagianbawah kanan.
5. Refraksi ( Ref ), digunakan untuk menambah tinggi hilal hakiki, danuntuk mendapatkan refraksi dapat digunakan rumus interpolasi(Ta dil) yang datanya diambil dari tabel refraksi:
109
Ref = Ref1 + k ( Ref2 - Ref1 )
Ref1 ( h( = +02° 51’ ) = 00° 14’,1
Ref2 ( h( = +02° 56’ ) = 00° 13’,9
k ( selisih ) = ((020 53’ 38,32” - 02° 51’) ÷ (02° 56’ - 02° 51’))
Ref = 00° 14’,1 + ((020 53’ 38,32” - 02° 51’) ÷ (02° 56’–
02° 51’)) x (00° 13’,9 - 00° 14’,1)
= 00° 13’ 59”,67
q. Kerendahan ufuk ( ku / dip ), digunakan untuk menambah tinggi hilalhakiki. Dan untuk mendapatkannya dapat digunakan rumus:
ku / dip = 0° 1’,76 √ h
= 0° 1’.76 √ 0 m
= 0° 50’ 00”
r. Menentukan tinggi hilal mar i ( h( ), dengan rumus: h( = h’( - Par + Ref + ku
= +020 53’ 38,32” - 01° 01’ 10.96” + 00° 13’ 59”,67+
0° 50’ 00”
= +02° 06’ 27.03”
s. Azimuth hilal ( Az( ) dapat diperoleh dengan rumus:Cotan A( = tan δ( cos φx : sin t( – sin φx : tan t(
= tan 10° 55’ 37.33” x cos -6° 58’ : sin 85° 40’ 34.22” – sin-60 58’ :
tan 85° 40’ 34.22”
A( = 780 36’ 56,3” ( UB )
Azimuth bulan (Az() = 360 - 780 36’ 56,3” = 2810 23’ 03.7”
110
t. Posisi hilal ( P ) dapat diperoleh dengan rumus:P( = Az( – Az0
= 2810 23’ 03.7” - 2850 32’ 20”
= 4° 09’ 16.3” ( miring ke utara ).
Dari hasil hisab tersebut dapat disimpulkan:8. Ijtima’ akhir Sya’ban 1431 H terjadi hari Rabu Kliwon tanggal 10
Agustus 2010 M Pk. 10. 09. 17 WIB9. Matahari terbenam (ghurub) pada pukul 17. 39. 09 WIB10. Tinggi hilal hakiki +020 53 38,3211. Tinggi hilal mar’i +02° 06 27.0312. Azimuth Bulan 2810 23 03.713. Azimuth Matahari 2850 32 2014. Posisi hilal 4° 09 16.3 di Selatan Matahari terbenam
(miring ke Selatan)
111
Hasil Wawancara dengan Dr. Ing. Khafid di Hotel Nalendra Cihampelas
Bandung
tanggal 28 Juli 2010.
Eni Nuraeni : Riwayat Pendidikan Bapak?
Dr. Ing. Khafid : Saya sekolah di SD Negeri Kadilangu I Demak, SMP
Negeri II Demak, SMA Negeri I Demak, lalu meneruskan
S1 ke Teknik Geodesi University DELFT Belanda,
kemudian S2 di tempat yang sama karena sistemnya satu
paket, jadi S1 dan S2 diselesaikan di Universitas yang sama
selama 6,5 tahun, kemudian melanjutkan S3 di Universitas
Teknik Munchen Jerman.
Eni Nuraeni : Apa yang membuat Bapak tertarik untuk mempelajari
ilmu geodesi?
Dr. Ing. Khafid : Awalnya sebetulnya kaitannya dengan beasiswa, jadi
setelah lulus SMA, dulu ada program beasiswa dari Pak
Habibi, nama program beasiswanya OFP (Offersis Felope
Program). Ada beberapa angkatan, saya termasuk angkatan
OFP 3 tahun 1987. OFP 3 itu diantaranya ada 250 orang
yang seangkatan dengan saya, mereka ada yang dikirim ke
Perancis, Jerman, Belanda, Amerika, Austria, Belanda,
Jepang, dan Negara lain. Saya termasuk yang dikirim ke
Belanda. Ketika memilih, saya sebetulnya memilih teknik
komputer ke Jepang, akan tetapi saya mendapatkan jatah
teknik geodesi ke Belanda, karena memang kebetulan
penempatan saya di Bakosurtanal. Ketika itu
penempatannya ada di beberapa tempat, diantaranya
BMKG, BPPT, LIPI, LAPAN, Bakosurtanal, dll. Karena
saya penempatannya di Bakosurtanal dan masalahnya
pemetaan jadi lebih pas geodesi.. Ketika disodorkan pilihan
itu saya sendiri tidak tahu apa itu geodesi. Karena memang
112
awalnya ada keinginan untuk belajar teknik informatik
sehingga meskipun sekolah ke geodesi, saya juga hobi
mengotak atik komputer.
Eni Nuraeni : Tempat tanggal lahir Bapak?
Dr. Ing. Khafid : Demak, 4 Maret 1967
Eni Nuraeni : Karya Bapak selain Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Mawaaqit itu sebetulnya hasil dari penyaluran hobi, kalau
yang dibidang saya sendiri, saya banyak terlibat di batas
wilayah dan termasuk tim penyusun sub misi landas
Kontinen Indonesia dan akhir-akhir ini sering mondar
mandir ke PBB. Hal ini terkait dengan wilayah kita yang
dimungkinan untuk diperluas. Itu yang kita harus
membuktikan data-data taktisnya, data-data itu kita yang
susun lalu dikirim ke PBB.
Kalau sekolahnya dulu memang lebih banyak belajar teknik
satelit altimetri. Dengan satelit altimetri kita mengukur
permukaan air laut dari satelit. Dari pengukuran itu kita
bisa memprediksikan gunung bawah laut, berapa
kedalaman laut, aliran lautnya bagaimana, pasang surutnya
seperti apa. Termasuk software-software yang dibuat
program komputer, sebetulnya tidak mengarah ke hisab
rukyat, hisab rukyat itu diluar studi. Di antara software
karya saya adalah software pemrosesan data altimetri,
software untuk menghitung geoid, dll. Banyak sebetulnya
software lain, tapi kalau disebutkan satu per satu terlalu
banyak. Tapi yang besar memang diantaranya Mawaaqit
dan software pemrosesan data altimetri.
Eni Nuraeni : Karya Bapak dalam bentuk buku?
Dr. Ing. Khafid : Untuk buku sebetulnya banyak buku-buku formal (tidak
dijual belikan dipasaran) yaitu semacam buku-buku yang
dikirim ke PBB, pernah buat juga buku kalender Hijriyah,
113
buku laporan-laporan survey, dan kebanyakannya tidak
mengarah ke hisab rukyat.
Eni Nuraeni : Sejarah Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Mawaaqit sebetulnya berproses.
Tahun 1993, Saya membuat Mawaaqit 1.0, dibuatnya
ketika saya masih di Belanda, ditulis dengan MS. DOS.
Kemudian tahun 1995 ketika ada Windows, saya membuat
versi windowsnya atau Mawaaqit 32 ++. Karena Mawaaqit
yang pada awalnya hanya berkisar pada arah kiblat, waktu
shalat, dan tahun Hijriyah, kemudian saya menambahkan
dengan Al-qur’an dan Hadis.
Kemudian tahun 1996. Saya membuat Mawaaqit versi
internet. Jadi dulu ada Mawaaqit yang bisa diklik di
internet, itu sudah lama sekali tapi tidak terpelihara. Itu
dulu ketika saya di universitas Munchen.
Kemudian baru tahun 2000 membuat Mawaaqit versi
sekarang kemudian diperbaiki menjadi Mawaaqit 2001, dan
sampai sekarang belum pernah dikoreksi lagi sudah hampir
10 tahun.
Eni Nuraeni : Apakah masih ada koreksi-koreksi dalam Program
Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Sebetulnya memang ingin ada tambahan seperti
perhitungan gerhana yang sampai sekarang masih dalam
konstruksi. Saya akan mencoba menyisihkan waktu 1/2 jam
untuk memperbaiki Mawaaqit termasuk program gerhana.
Saya tidak menjanjikan, tapi mungkin setelah 10 tahun dari
tahun 2001, mungkin tahun 2011 saya akan memunculkan
Mawaaqit versi perbaikan. Itu kaitannya juga sebetulnya
dengan program arah kiblat yang masih terdapa kesalahan.
Untuk Indonesia sudah benar, akan tetapi untuk
menghitung ke arah Maroko terdapat kesalahan kecil,
114
kesalahannya hanya masalah sudut yang tidak
diperhitungkan kuadrannya. Sehingga mengakibatkan
perhitungannya salah. Sudah kadung salah dan sudah
kadung nyebar kemana-mana, tidak mudah untuk
memperbaiki dan menariknya kembali. Jadi kalau mau
memperbaiki harus dengan release yang baru.
Eni Nuraeni : Sumber data yang Bapak gunakan dalam Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Referensi pada Mawaaqit 2001 lebih banyak ke VSOP87,
dan memang itu mengalami perkembangan juga. Mawaaqit
yang sebelumnya memakai Jean Meeus, akan tetapi pada
Mawaaqit 2001 terdapat penambahan perhitungan posisi
matahari memakai VSOP87.
Eni Nuraeni : Kriteria yang Bapak gunakan dalam Program Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Kalau ditanya Mawaaqit itu kriterianya apa, Mawaaqit itu
tidak memberikan kriteria tapi memberikan tools, usernya
mau memakai kriteria apa saja silahkan, dan itu
dimungkinkan di Mawaaqit. Misalkan DEPAG ingin
memakai kriteria hanya ketinggian hilal saja atau fraction
illuminasion, itu ada. Jadi Mawaaqit tidak menentukan
kriterianya apa. Mawaaqit itu tidak bernuansa NU maupun
Muhammadiyah tetapi netral, jadi siapapun bisa
menggunakannya.
Eni Nuraeni : Apa kaitan antara ilmu astronomi dan ilmu geodesi?
Dr. Ing. Khafid : Jadi begini, karena background saya geodesi, dan di
geodesi itu ada metode-metode pengukuran posisi
berdasarkan astronomi, Dalam perkembangannya geodesi
memakai sistem astronomi dan sekarang memakai satelit,
salah satu hasil pengembangannya adalah GPS.
GPS merupakan bagian dari sistem pengembangan posisi di
geodesi yang didukung oleh kemajuan teknologi baik
komputer ataupun persatelitan.
115
Disebut astro-geodesi karna memang disana ada hal-hal
yang terkait dengan bidang saya. Jadi sebetulnya rumus-
rumusnya tetap menggunakan astronomi (seperti posisi
matahari, bulan).
Sebetulnya ada semacam overlap beberapa hal, misalkan
terkait dengan konversi atau transformasi koordinat,
misalkan transformasi koordinat goesentrik ke
toposentrik/elipstik/equator, dsb. Sebetulnya geodesi pun
belajar seperti itu.
Termasuk kalau kita bicara masalah arah kiblat, untuk
ukuran teliti menurut ilmu geodesi, bentuk bumi itu bukan
bulat tapi ellipsoid (sebetulnya lebih geodetic), akan tetapi
astronomi tidak memperhitungkan ketelitian sampai itu,
cukup dengan bumi itu bulat. Koordinat yang dipakai
biasanya juga koordinat bola.
Eni Nuraeni : Siapa yang mengeluarkan istilah astro-geodesi?
Dr. Ing. Khafid : Ada di dalam geodesi itu pengukuran posisi menggunakan
astronomi, yang biasa disebut dengan astro-geodesi. Ya
sebetulnya campuran unsur geodesi dan astronomi.
Eni Nuraeni : Lalu bagaimana dengan tingkat akurasi Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Dari rumus-rumus yang digunakan, VSOP memiliki
ketelitian posisi matahari kurang dari 1 detik, tetapi jika
menggunakan Jean Meeus kisaran 1 detik. Sebetulnya kalau
dari sisi ketelitian pastinya kita sulit juga untuk mengatakan
berapa detik, perbandingannya apa.
Setidaknya saya pernah mencoba membandingkannya
dengan Astronomical Almanac dalam hitungan ijtima’ (new
moon), hasilnya 96% sama, hanya sesekali ada perbedaan
pembulatan, itu berbeda satu menit.
Eni Nuraeni : Ketinggian hilal?
116
Dr. Ing. Khafid : Jika hilal sudah di bawah ufuk, Mawaaqit tidak
menerapkan koreksi refraksi. Koreksi refraksi itu cukup
signifikan, karena koreksi refraksi di sekitar ufuk bisa
kisaran 34 menit. Pada Mawaaqit koreksi hanya diterapkan
ketika bulan di atas ufuk. Termasuk juga di Mawaaqit
ketinggian hilal itu dihitung dari titik pusat bulan bukan
lower limb.
Eni Nuraeni : Jadi, semidiameter bulan tidak diperhitungkan?
Dr. Ing. Khafid : Semidiameter bulan tidak diperhitungkan. Seringkali
perhitungan-perhitungan software tidak menyebutkan
ketinggian bulannya diukur dari mana, apakah diukur dari
lower limb, pusat bulan, atau over limb. Sehingga kita pun
susah untuk membandingkan. Mawaaqit juga tidak
menyebutkan secara jelas.
Eni Nuraeni : Apakah bapak mencantumkan ketinggian tempat pada
Mawaaqit?
Dr. Ing. Khafid : Nggak. Itu bisa dilihat di data koordinat/lokasi yang hanya
memuat nama kota, lintang, bujur, dan time zone. Semua
ketinggiannya dianggap 0. Saya akan coba masukkan
ketinggian tempat itu di versi yang baru tapi nggak tau
kapan.
117
Wawancara via email dengan Dr. Ing. Khafid pada Selasa, 12 Oktober 2010
Eni Nuraeni : Kapan Bapak masuk menjadi anggota BHR dan LF-
PBNU?
Dr. Ing. Khafid : Mulai menjadi anggota BHR pada tahun 2001, disanalah
program Mawaaqit mulai dikenal di depag/BHR hingga
akhirnya saya diminta untuk memberikan presentasi dan
berlanjut hingga sekarang.
Sekitar 4 tahun yang lalu 2006 KH. Ghozali Masruri
meminta saya untuk menjadi anggota Litbang LF-PBNU.
Hal ini lebih banyak didasari seringnya bertemu di BHR.
Eni Nuraeni : Kriteria apa yang Bapak gunakan dalam Penentuan Awal
Bulan Qamariah?
Dr. Ing. Khafid : Data-data yang diberikan ke BHR dalam penanggalan
Hijriyah tidak secara spesifik mengikuti kriteria yang mana.
Namun karena di BHR disepakati memakai kriteria
MABIMS yang dimodifikasi yakni tinggi hilal 2 derajat
atau umur bulan 8 jam maka Mawaaqit memberikan data
untuk mendukung kriteria ini.