BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

23
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk. 1985:46). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588 ), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep variasi dan bunyi vokal. 2.1.1 Variasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1259) variasi adalah tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, variasi dalam lingkungan yang sama, terutama dalam beberapa kata yang tidak berubah maknanya. Aslindaf (2007:17) memberikan pengertian tentang variasi dalam kajian bahasa adalah bentuk-bentuk atau bagian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya. Chaer (2004:62) mengatakan bahwa variasi bahasa adalah bentuk perbedaan untuk membedakan bahasa berdasarkan penutur dan penggunanya, berdasarkan penutur berarti siapa Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

Page 1: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk. 1985:46). Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588 ), konsep adalah gambaran mental dari

objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal

budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan

beberapa konsep, yaitu konsep variasi dan bunyi vokal.

2.1.1 Variasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1259) variasi adalah

tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, variasi dalam lingkungan

yang sama, terutama dalam beberapa kata yang tidak berubah maknanya.

Aslindaf (2007:17) memberikan pengertian tentang variasi dalam kajian

bahasa adalah bentuk-bentuk atau bagian dalam bahasa yang masing-masing

memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya. Chaer (2004:62)

mengatakan bahwa variasi bahasa adalah bentuk perbedaan untuk membedakan

bahasa berdasarkan penutur dan penggunanya, berdasarkan penutur berarti siapa

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

yang menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan

sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu

digunakan. Berdasarkan penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa,

dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, bagaimana situasi keformalannya.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil simpulan bahwa variasi

adalah bentuk-bentuk perubahan untuk membedakan antara satu bahasa dengan

bahasa lain tetapi tidak mempengaruhi bahasa induknya.

2.1.2 Bunyi Vokal

Jones (dalam Marsono 2008) mengatakan secara umum bunyi bahasa

dibedakan atas vokal, konsonan, dan semi-vokal. Pembedaan ini didasarkan pada

ada tidaknya hambatan (proses artikulasi) pada alat bicara. Bunyi disebut vokal,

bila tidak ada hambatan pada alat bicara, jadi tidak ada artikulasi.

Verhaar (1977:17) mengatakan hambatan untuk bunyi vokal hanya pada

pita suara saja, hambatan yang hanya terjadi pada pita suara tidak lazim disebut

artikulasi. Vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita suara bergetar.

Glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali, dengan demikian semua

vokal bunyi bersuara. Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan

melibatkan pita suara tanpa penyempitanatau penutupan apa pun pada daerah

artikulasi mana pun. Bunyi vokal terjadi apabila pita suara terbuka dan menjadi

bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru dan arus udara,

keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan, kecuali bentuk rongga

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

mulut yang berbentuk sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Jadi bunyi vokal

semuanya bersuara sebab dihasilkan dengan pita suara yang terbuka sedikit.

Lyons (1995: 102) menjelaskan bahwa vokal umumnya diklasifikasikan

menurut tiga dimensi artikulatoris: tingkat terbukanya mulut; posisi bagian lidah

yang tertinggi; dan posisi bibir. Jadi, bunyi tertentu mungkin dideskripsikan

sebagai vokal rapat, depan, dan bundar dan bunyi lain sebagai rapat, depan, dan

tak bundar. Contoh vokal depan tak bundar /i/ : [lidah].

Selanjutnya, Chaer (1994: 113) membagi vokal berdasarkan posisi lidah

dan bentuk mulut. Posisi lidah dapat bersifat vertikal dan dapat bersifat horizontal,

sedangkan bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar.

Seperti terlihat dalam tabel berikut:

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi I U

e ∂ o

tengah ᴐ

rendah a

Gambar: Peta Vokal Bahasa Indonesia

Secara vertikal vokal dibedakan atas vokal tinggi /i/ dan /u/, vokal tengah

/e/ dan / ə /, vokal rendah /a/. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan /I/

dan /e/, vokal pusat / ə /, vokal belakang /u/ dan /o/. Kemudian pada diagram

terdapat vokal bundar yaitu /o/ dan vokal /u/. Vokal tidak bundar yaitu /i/ dan /e/

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Fonologi

Secara garis besar, fonologi adalah suatu subdisiplin dalam ilmu bahasa

atau linguistik yang membicarakan tentang bunyi bahasa. Lebih sempit lagi,

fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organsasi bunyi

sebagai unsur-unsur linguistik; berbeda dengan fonetik, yang berupa kajian yang

lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena dalam dunia fisik dan unsur-

unsur fisiologikal, anatomikal, neurologikal, dan psikologikal manusia yang

membuat bunyi-bunyi itu.

Verhaar (1996: 67) menyatakan bahwa fonologi juga bisa disebut sebagai

bunyi yang “fungsional” misalnya dalam bahasa inggris, [t] dalam stop dan [th]

dalam top kebetulan merupakan bunyi yang „sama‟ secara „fungsional‟. Bunyi

fungsional tersebut disebut fonem. Jadi [t] dan [th] merupakan dua bentuk bunyi

yang berbeda dari „fonem‟ yang sama. Fonem itu dilambangkan sebagai huruf t

diapit diantara dua garis miring menjadi bentuk seperti ini: /t/. demikian pula,

bunyi [Ɂ] dan [k] dalam bahasa Indonesia merupakan dua bentuk yang berbeda

dari fonem /k/ yang sama.

Rogger (1998:1) berpendapat bahwa secara garis besar, fonologi adalah

suatu subdisiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang

bunyi bahasa. Lebih sempit lagi, fonologi murni membicarakan tentang fungsi,

perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik. Berbeda dengan

fonetik yang berupa kajian lebih netral terhadap bunyi-bunyi sebagai fenomena

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

dalam dunia fisik dan unsur-unsur fisiologikal, anatomikal, neurologikal, dan

psikologikal manusia yang membuat bunyi-bunyi itu. Fonologi adalah „linguistik‟,

dalam pengertian bahwa sintaksis, morfologi, semantik juga termasuk linguistik,

sedangkan fonetik berangsur-angsur berubah dalam berbagai hal menuju

neurologi, psikologi perceptual, akustik, dan sebagainya.

Kegunaan fonologi dalam kajian variasi bunyi vokal bahasa Indonesia ini

adalah untuk membedakan variasi-variasi apa saja yang terjadi dalam bunyi vokal

bahasa Indonesia dan untuk mengetahui perubahan bentuk bunyi vokal apa saja

yang dituturkan oleh masyarakat keturunana Tionghoa

2.2.2 Fonetik Artikulatoris

Verhaar (1996:27) mengatakan fonetik artikulatoris adalah jenis fonetik

yang membahas bunyi-bunyi bahasa dari cara menghasilkan bunyi-bunyi bahasa

dengan alat-alat bicara. Hal utama yang harus diperhatikan pada fonetik

artikulatoris adalah alat-alat bicara.

1. Paru-paru

2. Batang tenggorokan

3. Pangkal tenggorok

4. Pita-pita suara

5. Krikoid

6. Tiroid atau lekum

7. Aritenoid

8. Dindingrongga kerongkongan

9. Epiglottis

10. Akar Lidah

11. Pangkal Lidah

12. Tengah Lidah

13. Daun Lidah

14. Ujung Lidah

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

15. Anak Tekak

16. Langit-langit lunak

17. Langit-langit keras

18. Gusi, lengkung kaki gigi

19. Gigi atas

20. Gigi bawah

21. Bibir atas

22. Bibir bawah

23. Mulut

24. Rongga mulut

25. Rongga hidung

Pike, 1947 dan Lapoliwa, 1981 (dalam Marsono 2008) mengatakan

sumber energi utama dalam hal terjadinya bunyi bahasa adalah udara dari paru-

paru. Udara dihisap ke dalam paru-paru dan dihembuskan keluar bersama-sama

saat bernafas. Udara yang dihembuskan itu kemudian mendapatkan hambatan di

berbagai tempat alat bicara dengan berbagai cara, sehingga terjadilah bunyi-bunyi

bahasa. Tempat atau alat bicara yang dilewati oleh udara tersebut. Pada waktu

udara mengalir keluar pita suara dalam keadaan terbuka. Jika udara tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

22

mengalami hambatan pada alat bicara maka bunyi bahasa tidak akan terjadi

seperti dalam bernafas.

2.2.3 Bunyi Vokal

Salah satu kajian fonologi yang mengkaji tentang bunyi vokal bahasa

Indonesia adalah teori yang dipakai adalah teori Marsono (1986:29-34)

mengklasifikasikan vokal berdasarkan:

a. Tinggi rendahnya lidah, vokal terbagi atas: vokal tinggi [i, u] vokal madya

[e, ƹ , ǝ, o, ᴐ], vokal rendah [a].

b. Bagian lidah yang bergerak, vokal dibedakan menjadi: vokal depan [i, e, ᴐ,

a], vokal tengah [ǝ], vokal belakang [u, o, ƹ, a]

c. Struktur yaitu keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan

artikulator pasif (Lapoliwa, 1981: 18 dalam Marsono). Vokal dibedakan

atas: vokal tertutup yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat

setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Vokal

tertutup ini terletak pada garis yang menghubungkan antara [i] dengan [u],

vokal semi tertutup yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat

dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau duapertiga di atas vokal

yang paling rendah, terletak pada garis yang menghubungkan antara vokal

[e] dengan [o], vokal semi terbuka yaitu vokal yang diangkat dalam

ketinggian sepertiga di atas vokal yang paling rendah terletak pada garis

yang menghubungkan vokal [ƹ] dengan [ᴐ], vokal terbuka yaitu vokal

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

23

yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin, kira-kira pada

garis yang menghubungkan antara vokal [a].

d. Bentuk bibir, berdasarkan bentuk bibir waktu vokal diucapkan (Jones,

1958: 16 dalam Marsono), vokal dapat dibedakan atas: vokal bulat yaitu

vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat seperti vokal [ᴐ] posisi

bibir terbuka bulat, vokal [o, u] posisi bentuk bibir tertutup bulat, vokal

netral yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir dalam posisi netral

seperti vokal [ a ] vokal tak bulat yaitu vokal yang diucapkan dengan

bentuk bibir terbentang lebar seperti vokal [i, e, ∂, ᴐ, a].

Lain halnya dengan bunyi vokal dalam bahasa mandarin. Bunyi vokal dasar

bahasa mandarin terdiri atas: [a], [o]. [e]. [u], [i], [ Ü].

Contoh variasi bunyi vokal [e] pada keturunan Tionghoa adalah sebagai

berikut:

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ u ]

Contoh : tepung diucapkan [ tupung ]

semut diucapkan [ sumut ]

tebu diucapkan [ tubu ]

sembuh diucapkan [ sumbuh ]

Bunyi [ e ] bervariasi dengan bunyi [ i ]

Contoh : senang diucapkan [ sinaη ]

sedang diucapkan [ silaη ]

segar diucapkan [ sikal ]

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

24

seperti diucapkan [ sipalti ]

senantiasa diucapkan [ sinaηtiasa ]

2.2.4 Bunyi Vokal Bahasa Mandarin

Walsh (2009:13) mengatakan bahwa huruf vokal dasar dalam bahasa

Mandarin ada enam jenis yaitu: [a, o, e, i, u, Ü]

depan tengah belakang

TB B TB B TB B

i u

tinggi Ü

e o

tengah

rendah a

Gambar: Peta Variasi Bunyi Vokal Bahasa Mandarin

Berikut keterangan pada peta variasi bunyi vokal bahasa Mandarin di atas:

Vokal /a/ bertemu dengan vokal /i/ bunyi pelafalan menjadi /ai/.

Contoh: [ai] artinya cinta

Vokal /e/ bertemu dengan vokal /i/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ei/.

Contoh: [wei] artinya kenapa

Vokal /a/ bertemu dengan vokal /o/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ao/.

Contoh: [hao] artinya baik

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

25

Vokal /o/ bertemu dengan vokal /u/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ou/.

Contoh : [qou] artinya mulut

Vokal /i/ bertemu dengan vokal /a/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ia/.

Contoh : [jiao] artinya nama

Vokal /i/ bertemu dengan vokal /e/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ie/.

Contoh: [xie-xie] artinya terima kasih

Vokal /u/ bertemu dengan vokal /a/ bunyi pelafalan menjadi bunyi /ua/. Contoh

Contoh : [huaŋ] artinya berhenti

2.2.5 Macam-Macam Perubahan Bunyi

2.2.5.1 Asimilasi

Verhaar (1990: 33) berpendapat bahwa asimilasi adalah perubahan bunyi yang

terjadi diantara bunyi-bunyi yang berdampingan (bunyi kontigu) atau antara yang

berdekatan tetapi dengan bunyi lain diantaranya dalam ujaran (bunyi diskret).

Asimilasi yang mengubah fonem tertentu menjadi fonem tertentu disebut

dengan asimilasi fonemis, sedangkan asimilasi yang tidak mengubah status fonem

bunyi yang diperngaruhi disebut dengan asimilasi fonetis. Untuk membedakan

antara asimilasi fonetis dengan asimilasi fonemis, perhatikan bagan dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

26

Asimilasi fonemis fonem 1 menjadi fonem lain

Fonologi

Jadi aternasi alofonemis saja dengan mempertahankan

fonem sama

Fonetik asimilasi fonetis penyesuaian bunyi dengan bunyi

yang lain

Bagan Asimilasi fonetis dengan Asimilasi Fonemis

Dari bagan di atas, asimilasi fonetis termasuk bidang fonetis, dan perubahan

bunyi dalam asimilasi jenis ini terjadi sedemikian rupa sehingga identitas fonemis

bunyi yang bersangkutan tidak berubah. Sejauh ini asimilasi fonetis hanya

menyangkut bidang fonetik saja. Akan tetapi, bila perubahan bunyi terjadi

sedemikian rupa sehingga bunyi yang merupakan alternasi alofonemis, perubahan

tersebut termasuk fonologi. Akhirnya, seluruh asimilasi fonemis termasuk

fonologi, karena fonem tertentu yang satu diubah menjadi fonem tertentu yang

lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

27

Verhaar (1996:79) membagi asimilasi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah

bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa belanda, ik eet

vis „saya makan ikan‟. Kata vis „ikan‟, yang memiliki bentuk fonemis

/vis/, dimulai dengan frikatif labio-dental bersuara /v/, sedangkan kata

eet, setiap /v/ berubah menjadi konsonan homorgan tak bersuara, yaitu

/f/. akibatnya klausa tadi memiliki analisis fonemis sebagai berikut: /ik

et fis/. Bunyi fonem /v/ berubah menjadi fonem /f/.

2. Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sebelum

bunyi yang mengasimilasikannya. Contoh dalam bahasa Belanda op de

weg „di jalan‟ (de adalah kata sandang) dengan bentuk pelafalan /obd

w x/, dengan /b/ yang bersuara karena pengaruh /d/ yang bersuara

pada awal kata sandang de. Asimilasi ini merupakan asimilasi fonemis,

karena /p/ dan /b/ dalam bahasa ini terbukti merupakan fonem-fonem

yang berbeda.

3. Asimilasi resiprokal yaitu bunyi yang diasimilasikan sehingga

menimbulkan bunyi baru. Contoh dalam Kata bahasa Batak Toba

holan ho „hanya kau‟ diucapkan /holakko/, suan hon diucapkan

/suatton/. Bunyi /n/ pada holan dan bunyi /h/ pada ho saling

disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /k/, sedangkan /n/ pada suan

han /h/ pada hon saling disesuaikan atau diasimilasikan menjadi /t/.

adanya perubahan bunyi yang menimbulkan bunyi baru disebut dengan

asimilasi resiprokal.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

28

2.2.5.2 Disimilasi

Seperti halnya asimilasi menyebabkan penyamaan dua fonem yang berbeda,

maka yang dimaksud dengan disimilasi adalah dua fonem yang sama (berdekatan

atau tidak) menjadi fonem yang lain.

Verhaar (1996:86) menyatakan bahwa disimilasi adalah perubahan bunyi dari

dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.

Dalam sebuah contoh kasus beberapa kata dalam bahasa Indonesia, Verhaar

(1996:86) membedakan disimilasi menjadi dua bagian yaitu:

1. Pada kata belajar yang dihasilkan dari menggabungkan awalan ber- dan

ajar. Akan tetapi bentuk berajar mempunyai dua /r/, dan dalam bahasa

Indonesia ada kecenderungan untuk menghindari dua /r/ dalam kata yang

berawalan ber-. Contoh kata belajar adalah kasus disimilasi sinkronik.

2. Contoh dalam kasus disimilasi diakronik adalah pada kata cinta dan cipta.

Kedua kata itu berasal dari kata sanskerta citta, jadi /tt/-nya menjadi /pt/

untuk cipta dan /nt/ untuk cinta. Contoh lain terdapat pada kata langsir,

langsir, yang dulu pernah dipungut dalam bahasa Belanda itu, /r/ yang

pertama, dalam pemungutan, secara disimilatif diubah menjadi /l/.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

29

2.2.5.3 Metatesis

Verhaar (1996: 86) berpendapat bahwa dalam proses metatesis yang

diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu. Biasanya bentuk asli dan bentuk yang

mengalami metatesis itu terdapat bersama-sama, sehingga ada variasi bebas.

Contoh yang terdapat dalam bahasa Indonesia

Brantas dan bantras, jalur dan lajur, kerikil dan kelikir

2.2.5.4 Modifikasi vokal

Verhaar (1996: 81) mengatakan bahwa modifikasi vokal adalah modifikasi

yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain.

Ada tiga jenis modifikasi vokal yaitu:

1. Modifikasi Vokal: Umlaut, yaitu perubahan vokal sedemikian rupa

sehingga vokal itu diubah menjadi vokal lebih tinggi, sebagai akibat

vokal (biasa /i/) atau semivokal (yaitu [y]) yang mengikutinya

(langsung atau tidak langsung) yang tinggi. Tentunya umlaut itu

merupakan salah satu jenis asimilasi. Peninggian vokal seperti itu

dapat merupakan perubahan fonetis saja, dapat juga merupakan

perubahan fonemis. Contoh dalam bahasa Jerman bucher „buku‟

(jamak) dengan bentuk tunggal buch /bux/. Akhiran jamak –er tidak

memadai untuk menyebabkan umlaut pada suku kata pertama, karena

vokal dalam akhiran itu tidak cukup tinggi (kualitas /ǝ/, jadi bunyi

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

30

pepet) karena itu, tidak ada dasar sinkronik untuk pengumlautan dari

/u-/ menjadi / Ü /, tetapi dulu pernah akhiran jamak untuk buch

memiliki bunyi /i/, sehingga /u/ berubah menjadi / Ü /.

2. Modifikasi vokal: Ablaut, yaitu perubahan vokal yang ditemukan

dalam bahasa-bahasa german. Contohnya adalah pemarkah kala dalam

bahasa inggris: sing, sang, sung „bernyanyi‟ atau dalam bahasa

Belanda duiken, dook. gedoken „terjun‟. Secara diakronik, ablaut itu

berdasarkan aksen, Oleh karena itulah termasuk fonologi. Secara

diakronik, perubahan sing menjadi sang lalu menjadi sung termasuk

morfologi lalu diberi nama modifikasi internal.

3. Modifikasi vokal: harmoni vokal adalah perubahan vokal di bawah

pengaruh vokal yang lain, sedemikian rupa sehingga vokal dalam

setiap silabel (dalam kata yang sama) secara fonemis berubah menjadi

vokal yang lain. Bahasa Turki terkenal karena harmonisasi vokal

tersebut, seperti contoh at : atlar „kuda‟; oda : odalar „kamar. Vokal

/a/ dalam bentuk tunggal menyebabkan akhiran penjamak memiliki

vokal /a/ juga. Hal terpenting dalam harmonisasi vokaladalah betuk

keselarasan dengan melibatkan tiga kualitas vokal, yaitu; depan

belakangnya, tinggi rendahnya, dan bundar tidaknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

31

2.2.5.5 Netralisasi

Crystal (dalam Lubis 2011) memberi arti bahwa netraslisasi adalah istilah

yang digunakan dalam fonologi untuk menggambarkan apa yang terjadi

perbedaan antara dua fonem hilang dalam tertentu.

Fungsi fonem adalah membedakan makna,suatu fungsi yang nampak dalam

pasangan minimal. Misalnya /t/ dan /d/ berfungsi dalam pasangan minimal dalam

banyak bahasa. Jika pada satu waktu atau pada satu lingkungan perbedaan atara

dua fonem itu tidak lagi atau satu fonem menjadi fonem yang lain, maka

netralisasi telah terjadi karena telah terjadi perpindahan identitas fonem yang satu

menjadi satu fonem yang lain.

Verhaar (1996:85) mengambil contoh dalam bahasa Belanda yaitu antara hard

atau hart. Hard „keras‟ sama ucapannya dengan hart karena memang dalam

bahasa Belanda tak terdapat /d/ pada akhir kata.

Tetapi anehnya bila kata-kata yang dua itu diberi akhiran maka jadilah /herder/

dan /harter/ fonem /t/ pada kata hard berubah menjadi /d/.

Dengan demikian oposisi antara /d/ dan t/ menjadi batal. Bentuk fonem akhir

pada hard adalah /d/ dan /t/, karena kedua fonem itu memiliki fungsi yang sama

maka disebutlah dengan arkifonem. Arkifonem selalu dilambangkan dengan huruf

besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

32

2.2.5.6 Monoftongisasi

Verhaar (1996) mengatakan bahwa monoftongisasi adalah perubahan dua

bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong).

Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai

sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.

Kata ramai diucapkan [rame], petai diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi

pada bunyi vokal rangkap [ai] ke vokal tunggal [e]. Penulisan juga disesuaikan

menjadi rame dan pete.

Contoh lain:

- kalau [kalau] menjadi [kalo]

- danau [danau] menjadi [dano]

- satai [satai] menjadi [sate]

2.2.5.7 Anaptiksis

Verhaar (1996) berpendapat bahwa anaptiksis atau suara bakti adalah

perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua

konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah

bunyi vokal lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi vokal lemah ini

biasa terdapat dalam kluster. Seperti contoh: putra menjadi putera; bahtra

menjadi bahtera; srigala menjadi serigala

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

33

Akibat penambahan [ə] tersebut, berdampak pada penambahan jumlah silabel.

Konsonan pertama dari kluster yang disisipi bunyi [ə] menjadi silabel baru

dengan puncak silabel pada [ə]. Jadi, [tra] menjadi [tə+ra], [tri] menjadi [tə+ri],

[sri] menjadi [sə+ri], dan [slo] menjadi [sə+lo].

2.2.5.8 Penambahan Bunyi

1.Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal

kata. Misalnya: mpu menjadi empu; mas menjadi emas

2.Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada

tengah kata. Misalnya: kapak menjadi kampak; sajak menjadi sanjak.

3.Paragog adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir

kata. Misalnya: adi menjadi adik; hulubala menjadi hulubalang

2.2.5.8 Zeroinisasi / Penghilangan Bunyi

Verhaar (1996) berpendapat bahwa zeronisasi adalah penghilangan bunyi

fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan.

Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk

bahasa Indonesia, asalkan saja tidak menggangu proses dan tujuan komunikasi.

Peristiwa ini terus berkembang karena secara diam-diam telah didukung dan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

34

disepakati oleh komunitas penuturnya. Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai

pemakaian kata yang menghilangkan beberapa fonem. Penghilangan beberapa

fonem tersebut dianggap tidak baku oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi

demi kemudahan dan kehematan, gejala itu terus berlangsung. Apabila

diklasifikasikan, zeronisasi dibagi menjadi , yaitu:

1. Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih

fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, tidak menjadi tak.

Apokop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih

fonem pada akhir kata. Misalnya: president menjadi presiden, pelangit

menjadi pelangi

2. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih

fonem pada tengah kata. Misalnya: dahulu menjadi dulu, baharu menjadi

baru.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai fonologi maupun mengenai variasi bunyi bahasa

bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang

masalah tersebut. Namun, penelitian yang membicarakan tenang variasi bunyi

bahasa Indonesia dalam suatu etnis belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

35

Sidriana (2011) dalam skripsinya berjudul “Analisis Kesalahan

Pelafalan Bahasa Mandarin pada Mahasiswa Program Studi Sastra Cina

Universitas Sumatera Utara” (2011). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kesalahan dan faktor pengucapan dalam Bahasa Mandarin

yang dibuat oleh mahasiswa program studi Sastra Cina USU, juga upaya

untuk mengetahui kesalahan pengucapan yang dibuat oleh narasumber

karena campur tangan dari bahasa ibu, gangguan dialek kuno dan

kurangnya pengetahuan fonologi. Metodologi yang digunakan dalam

skripsi ini adalah adalah metodologi deskriptif. teori digunakan untuk

menentukan kesalahan pengucapannya adalah teori vokal, konsonan, nada,

fonologi dan fonetik. Hasil menunjukkan sebagian besar siswa membuat

beberapa kesalahan dalam percakapan mereka pada bahasa Mandarin

adalah vokal, konsonan, dan nada sulit untuk diucapkan. Skripsi ini

dijadikan sebagai salah satu tinjauan pustaka agar dapat dijadikan

referensi dalam penambahan kosakata pada penelitian skripsi ini nantinya,

selain itu teori dan hasil juga dapat dijadikan referensi dalam mendukung

penelitian skripsi ini.

Vira (2010) dalam skripsinya berjudul “Analisis Asimilasi Bunyi-

bunyi Nasal pada Surah Al-Mulk Program studi Sastra Arab, Universitas

Sumatera Utara” (2010), dalam skripsinya yang diteliti adalah tentang

proses asimilasi dilihat dari perubahan bunyi , serta bunyi-bunyi nasal

yang mengalami perubahan bunyi yang terdapat pada Surah Al-Mulk.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses asimilasi, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

36

bunyi-bunyi nasal yang mengalami perubahan bunyi pada Surah Al-Mulk.

Untuk menganalisis asimilasi bunyi-bunyi nasal ini penulis menggunakan

teori Marsono dan metode análisis deskriftif. Hasil penelitian ini

menunjukan terdapat 57 bunyi nasal pada Surah Al-Mulk yang terdiri atas

bunyi-bunyi nasal dan bunyi oro-nasal. Adapun yang dapat diambil

sebagai bahan referensi ini adalah penggunaan bentuk teori dan hasil yang

digunakan yaitu teori Marsono tentang klasifikasi bunyi vokal dan hasil

dari penelitian yang mengklasifikasikan bentuk bunyi-bunyi yang berubah.

Dardanilla (Jurnal Ilmiah logat vol.1 No.1 Tahun 2005) berjudul

“Bunyi Vokal Bahasa Gayo Dialek Gayo Lut”. Dalam penelitiannya, dia

menganalisis ragam ragam bunyi vokal yang digunakan oleh masyrakat

gayo dalam bahasa gayo dialek gayo lut. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengidentifikasikan bunyi vokal bahasa Gayo dialek Lut. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini metode simak, metode cakap dan

metode padan. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori yang dikemukakan oleh Marsono (1993) yang membagi bunyi vokal

atas tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, striktur dan

bentuk bibir. Dalam bahasa Gayo dialek Gayo Lut terdapat delapan bunyi

vokal yaitu: [a, i, I, u, U, ǝ, ε, o].

Hal yang dapat diambil dari jurnal ilmiah ini adalah teori yang digunakan

sama dengan teori yang akan dipakai serta hasil dan metode yang

digunakan dalam jurnal ilmiah ini menjadi referensi untuk penelitian

skripsi nantinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

37

Salliyanti (karya ilmiah e-repository USU tahun 2005) berjudul

“Proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis”, dalam tulisannya ia

mendeskripsikan tentang proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal yang dapat dijadikan

referensi untuk proposal penelitian ini adalah teknik dalam

mendeskripsikan proses fonologis dan kaidah-kaidah fonologis.

Lumonggom (2002) dalam tesisnya berjudul “Analisis Konstrastif

Bunyi Konsonan dan Vokal Bahasa Batak Angkola dan Bahasa Inggris”

(2002), Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola

pendistribusian bunyi konsonan dan vokal bahasa Batak Angkola dan

bahasa Inggris pada posisi awal, tengah dan akhir kata, mendeskripsikan

persamaan dan perbedaan pelafalan bunyi-bunyi yang ada, memprediksi

dan menjelaskan tingkat kesulitan penutur asli bahasa Batak Angkola

dalam pengujaran bahasa Inggris yang mengacu pada teori Clifford Prator

(1967). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan analisis

kontrastif melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Hal yang dapat

diambil dari tesis ini adalah tmetode dalam mendeskripsikan persamaan

dan perbedaan pelafalan bunyi-bunyi bahasa yang ada pada bunyi vokal

bahasa Indonesia pada Etnis Tionghoa di Kota Medan.

Anni (karya ilmiah e-repository USU tahun 2002) berjudul

“Variasi Dialek Bahasa Indonesia di Kota Madya Medan”, dalam

tulisannya ia mendeskripsikan gambaran dan keterangan variasi bunyi

bahasa secara fonologis dan morfologis dialek bahasa Indonesia di

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...

38

kotamadya Medan, variasi dialek yang diteliti adalah dialek beberapa

penutur bahasa Indonesia yang ada di Kotamadya Medan dari daerah :

Toba, Karo, Angkola/Mandailing, Simalungun, Jawa, Minangkabau,

Melayu Deli, dan Cina. Jurnal ilmiah ini dijadikan sebagai salah satu

tinjauan pustaka penulis karena dalam jurnal ilmiah ini teori yang dipakai

adalah teori Marsono dan juga sebagai referensi bacaan tentang variasi

bunyi vokal dalam bahasa Indonesia yang dipakai oleh masyarakat

keturunan etnis Tionghoa.

Universitas Sumatera Utara