BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

83
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian terhadap mitos khususnya mitos perkawinan sumbang belum banyak dilakukan. Demikian juga halnya penelitian terhadap cerita rakyat Batak Toba, khususnya yang meneliti motif sumbang, baik yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri maupun peneliti luar negeri. Yang bisa dicantumkan dalam bab ini adalah penelitian mitos dalam cerita rakyat suku Bayo oleh Ahimsa Putra, penelitian yang dilakukan M. Rafiek, yakni penelitian mitos dalam cerita rakyat di Kalimantan, penelitian Struktur Cerita Rakyat yang dilakukan Razali Kasim, serta penelitian Sumbang dalam cerita Rakyat di Indonesia yang dilakukan Will Derk. Sedangkan untuk pustaka teori adalah kumpulan teori dibawah judul Myth, A Symposium yang dikumpulkan oleh Thomas Sabeok, A Short History of Myth yang ditulis oleh Karen Amstrong dan Mythologies yang ditulis oleh Roland Barthes 2.1.1 Pustaka Teori 2.1.1.1 Myth, A Symposium oleh Thomas A. Sabeok Seperti judulnya buku Myth a Symposium ini merupakan kesimpulan pendapat beberapa ahli mengenai mitos. Boleh disimpulkan, buku ini seperti sebuah ruangan seminar di mana beberapa ahli mendiskusikan topik yang spesifik. Tulisan pertama dengan judul Myth, Symbolism and Truth ditulis oleh David Bidney. Dalam bahagian ini digambarkan betapa persoalan mitos sudah menjadi perhatian ahli filsafat barat sejak zaman Plato yang mencoba menerangkan hubungan Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian terhadap mitos khususnya mitos perkawinan sumbang belum banyak

dilakukan. Demikian juga halnya penelitian terhadap cerita rakyat Batak Toba,

khususnya yang meneliti motif sumbang, baik yang dilakukan oleh peneliti dalam

negeri maupun peneliti luar negeri. Yang bisa dicantumkan dalam bab ini adalah

penelitian mitos dalam cerita rakyat suku Bayo oleh Ahimsa Putra, penelitian yang

dilakukan M. Rafiek, yakni penelitian mitos dalam cerita rakyat di Kalimantan,

penelitian Struktur Cerita Rakyat yang dilakukan Razali Kasim, serta penelitian

Sumbang dalam cerita Rakyat di Indonesia yang dilakukan Will Derk. Sedangkan

untuk pustaka teori adalah kumpulan teori dibawah judul Myth, A Symposium yang

dikumpulkan oleh Thomas Sabeok, A Short History of Myth yang ditulis oleh Karen

Amstrong dan Mythologies yang ditulis oleh Roland Barthes

2.1.1 Pustaka Teori

2.1.1.1 Myth, A Symposium oleh Thomas A. Sabeok

Seperti judulnya buku Myth a Symposium ini merupakan kesimpulan pendapat

beberapa ahli mengenai mitos. Boleh disimpulkan, buku ini seperti sebuah ruangan

seminar di mana beberapa ahli mendiskusikan topik yang spesifik.

Tulisan pertama dengan judul Myth, Symbolism and Truth ditulis oleh David

Bidney. Dalam bahagian ini digambarkan betapa persoalan mitos sudah menjadi

perhatian ahli filsafat barat sejak zaman Plato yang mencoba menerangkan hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

pikiran, kebenaran filsafat dengan keyakinan tradisional dan agama. Pemikir Yunani

kuno menganggap mitos sebagai allegori yang membuka kebenaran yang alamiah dan

kebenaran moral.

Dalam bagian ini penulis banyak membicarakan pemikir dari beberapa aliran

yang memberikan pendapat tentang apakah mitos itu sebenarnya. Dari mulai penguasa

Julian yang memberikan pendapat bahwa mitos adalah kebenaran yang agung dan

merupakan misteri yang tersembunyi dari orang banyak dan hanya jelas bagi orang

yang bijaksana, sampai dengan filsafat Neokantian yang menganggap mitos merupakan

pikiran dalam bentuk yang bebas dari semangat manusia dan oleh karena itu tidak dapat

direduksi menjadi kekuatan psikologis empiris yang menghasilkan produksi.

Bidney menyimpulkan bahwa ahli filsafat, ahli teologi dan mahasiswa sastra

yang secara umum berbicara tentang posisi mitos yang sangat penting dalam

hubungannya dengan agama dan filsafat, serta antropolog dan sosiolog yang dengan

sinis mengakui mitos karena fungsi sosialnya yang pragmatis, sebenarnya sedang

melemahkan keyakinannya terhadap bidangnya dan memberi kontribusi secara tidak

sengaja terhadap degradasi manusia dan kebudayaan yang sebenarnya sedang mereka

dalami secara serius.

Lebih jauh Bidney menyimpulkan bahwa mitos harus diperlakukan secara

serius dan tepat untuk digunakan dalam mencari kebenaran dan perkembangan

intalijensi manusia. Pemikiran yang normatif, saentifik dan kritis hanya memberikan

alat mengkoreksi sendiri perlawanan terhadap diffusi mitos yang sebenarnya, yang

hanya dapat dilakukan dalam kondisi dimana keyakinan sangat kuat dan tidak

kompromi akan integritas akal dan kebenaran transkultural dari keberanian ilmu

pengetahuan atau sains.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Bagian kedua buku ini diberi judul The Eclips of Solar Mythology ditulis oleh

Richard H. Dorson. Dalam bahagian ini dibahas mitos di sekitar matahari dan

hubungan matahari dengan benda langit lainnya.

Pokok pembicaraan dalam bahagian ini sebenarnya adalah melemahnya

perhatian terhadap mitos disekitar benda langit dengan menekankan pembicaraan pada

dua figur terkenal yaitu Max Muller dan Andrew Lang.

Max Muller memulai karirnya dengan mempelajari karya-karya agung India

yang membawa dia kearah pendalaman mitos, dimana dia memakai filologi dan ilmu

bahasa seperti metapora dalam meneliti pengertian dibelakang mitos.

Andrew Lang lebih tertarik kepada cerita rakyat dalam menyingkap keyakinan

suku-suku primitif. Andrew Lang di awal karirnya sangat mengagumi Muller namun

arah yang berbeda membuat pertentangan yang besar di antara mereka yang menurut

penulis menjadi awal dari kesuraman penelitian disekitar benda langit, karena

memfokuskan perhatian pada sastra agung Junani kuno.

Bagian ketiga adalah tulisan Reidar TH. Christiansen dengan judul Myth,

Metaphor and Simile. Bahagian ini dimulai Christiansen dengan membicarakan

kecenderungan orang menggunakan istilah myth dan mythical dengan perasaan ragu-

ragu. Menurut penulis alasannya adalah penggunaan secara umum istilah tersebut telah

berkembang dan akhirnya memberikan arti dari dua hal yang berbeda seperti halnya

dengan legenda historis dan legenda yang bersifat mitos.

Mengenai mitos, Christiansen memberikan dua spesifikasi yang dia sebut

higher mythology dan lower mythology. Menurut penulis pembedaan ini sangat penting

bahkan bila kita menggunakan folk belief atau untuk lebih rinci ancient folk belief.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Higher mythology menurut penulis lebih kaya dan lebih berwarna. Dengan

menggunakan istilah lower mythology dan higher mythology kita menekankan

kelangsungan secara fundamental atau menekankan kebersinambungan keyakinan

manusia sejalan dengan perubahan waktu atau periode.

Lebih jauh penulis membicarakan hubungan mitos dan legenda yang menurut

penulis akhirnya hanya meninggalkan nama figur tertentu dan tempat yang menjadi

sumber mitos. Demikian juga halnya dengan cerita rakyat yang kemudian

meninggalkan jejaknya pada penggunaan metafora dan simili yang diikuti teka teki atau

riddle. Hubungan mitos dan metapora dalam teka-teki sudah menjadi objek penelitian

dengan cara-cara yang umum yang kemudian dapat menolong untuk memahami mitos

dan cara- cara berfikir manusia tradisional.

Menurut Christiansen, teka-teki mungkin dianggap tidak penting tetapi

sebenarnya menarik untuk diteliti walaupun di kalangan masyarakat modern dan

primitif teka-teki mempunyai fungsi yang berbeda tetapi sebenarnya mempunya

hubungan satu sama lain. Menjawab pertanyaan posisi metapora dalam mitos dan teka-

teki, penulis memberi kesimpulan bahwa teka teki tidak berasal dari mitos, melainkan

keduanya muncul dari aktivitas puitis dari kreatifitas imaginasi manusia.

Bahagian keempat dari buku ini adalah bahagian yang paling menarik dan

penting bagi peneliti mitos. Claude Levi-Strauss memberi judul tulisannya The

Struktural Study of Myth.

Bahagian ini dibuka Levi Strauss dengan mengutip pernyataan Franz Boaz

(1974:81) “It would seem that mythological worlds have been built up to shatter again,

and that new world were built from the fragment“. (Kelihatannya dunia mitologi telah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

dibangun untuk hancur kembali dan sekarang dunia baru dibangun dari puing-puing

tersebut).

Dalam bahagian ini Strauss memberi alasan yang sangat logis mengenai

mitos dengan memberikan graphis dan susunan logis, serta contoh. Contoh mitos

dalam mitologi Yunani yakni mitos disekitar dewa Zeus kemudian dihubungkan

dengan cerita Oedipus Rex. Demikian juga mitos di dalam suku Indian Pueblo. Yang

menarik adalah formula yang dia berikan dihubungkan dengan teori Freud tentang dua

trauma yang selalu terjadi dalam mitos disekitar munculnya neurosis, yakni problema

kejiwaan.

Strauss menyimpulkan pengulangan-pengulangan topik dalam cerita rakyat

adalah cara untuk membuat struktur hubungan lebih jelas. Struktur sinkronis-diakronis

dari mitos memberi peluang untuk menyusunnya menjadi urutan diakronis yang

seharusnya dibaca secara sinkronis.

Lapisan-lapisan mitos tidak sama satu sama lain karena tujuan mitos adalah

menyediakan model yang dapat diterima akal dalam menyelesaikan pertentangan.

Lapisan tersebut berkembang dan berbeda tipis satu sama lain. Mitos berkembang

secara spiral sampai impuls spritual manusia letih.

Mitos berkembang terus menerus tetapi strukturnya tidak berkembang. Menurut

Strauss hal ini dimaksudkan untuk menolong memahami hubungan mitos dalam satu

sisi dengan apa yang disebut lingua dan parole disisi lain. Cara ini merupakan cara

yang umum dalam menerangkan perbedaan-perbedaan yang masuk akal antara apa

yang disebut jiwa primitif (primitive mind) dengan pemikiran-pemikiran saentifik.

Perbedaan ini sering menuju ke arah perbedaan-perbedaan kualitatif antara proses

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

bekerja jiwa dari kedua kasus sambil berasumsi bahwa objek terhadap mana cara ini

dipakai tetap sama.

Bagian kelima ditulis oleh satu-satunya peneliti wanita yaitu Dorothy Eggan

dengan judul The Personal Use of Myth in Dreams. Sebenarnya tulisan ini hanya

berbicara di sekitar beberapa ilustrasi yang digunakan untuk menjawab hubungan hasil

peneliti lain dalam membirakan topik ini yaitu penelitian Kluckhohn yang

mengumpulkan mimpi-mimpi masyarakat suku Indian Hopi, dan menghubungkannya

dengan konflik-konflik kejiwaan yang dialami mereka, seperti keinginan menjadi suku

Hopi yang baik atau menjadi bahana yaitu julukan yang digunakan untuk orang kulit

putih. Konflik ini akan muncul dalam mimpi mereka dalam bentuk ketidak mampuan

menjadi pemburu. Hal lain adalah munculnya sosok dalam mimpi mereka yang

mereka anggap sebagai sosok pengawal (guardian) mereka dalam kehidupan.

Hubungan mimpi dan cerita rakyat memang tidak terlalu jelas di kalangan

suku Hopi, tetapi Eggan menyimpulkan bahwa di kalangan suku yang lebih tua dan

sama sekali belum mengalami akulturasi, hubungan ini sangat jelas terlihat.

Lebih jauh penulis menyimpulkan bahwa sering sekali ahli antropologi

menemukan bahwa lebih mudah mempelajari hal-hal yang berbau kebudayaan dan

organisasi sosial dalam kumpulan yang kecil dan homogen daripada dalam komunitas

yang besar dan menyebar. Sehingga, kadang-kadang dimungkinkan meneliti

kedinamisan segmen atau bahagian seperti struktur kekerabatan atau bentuk cerita

rakyat dengan mempelajari secara intensif cara yang membentuk kehidupan individual

atau perseorangan.

Sebagai penutup Eggan mengutip ucapan Heskovict yang menyatakan bahwa

dalam hal fantasi yang tersosialisasi, cerita rakyat menunjukkan dirinya sebagai alat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

atau bentuk ekspressi diri pada tingkatan sadar dan bawah sadar yang memiliki banyak

wajah atau multifaced.

Bahagian keenam dari buku ini berjudul Myth and Ritual ditulis oleh Lord

Raglan. Menurut Lord Raglan, suatu anggapan, bahwa sangat mudah untuk

membuktikan teori-teori lama tentang mitos yang menyatakan bahwa mitos

hanyalah sejarah yang membingungkan atau ciptaan manusia primitif, adalah tidak

benar. Untuk menjawab pertanyaan apakah mitos itu, cukup dengan menyatakan

bahwa dalam pandangan banyak mahasiswa modern, mitos adalah narasi yang

dihubungkan dengan upacara ritual.

Hanya sedikit mahasiswa yang akan menolak hubungan ritual dan mitos dalam

beberapa kasus. Namun yang mengherankan Raglan adalah keengganan untuk

menerima prinsip-prinsip saentifik yang sederhana, seperti penyebab-penyebab yang

menghasilkan efek yang sama, serta daftar panjang dari sebab-sebab, yaitu dari

mulai spekulasi yang liar sampai perhatian yang serius terhadap kebenaran yang

bersifat sejarah yang akan menghasilkan cerita-cerita yang cukup mirip untuk

diklassifikasikan sebagai mitos.

Bahagian selanjutnya adalah bahagian ketujuh di bawah judul The Ritual

View of Myth and the Mythic yang ditulis oleh Stanley Edgar. Halyang berbeda dari

penelitian sebelumnya Edgar membicarakan ritual dalam The Origin of Species yang

membuka pintu kepada berbagai jenis studi genetis budaya. Di dalam bukunya yang

berjudul The Descent of Man, menurut Edgar, Darwin sudah menunjukkan bahwa

evolusi manusia disusun secara tidak jelas, namun secara budaya berkembang

dengan cepat dan luas.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Yang menarik dalam pembahasan Edgar dalam buku ini adalah betapa

pendekatan Darwin diikuti kemudian oleh ahli–ahli terkenal lainnya seperti

Taylor, Boaz bahkan Malinowski dan pengikutnya .

Menurut Edgar pendekatan ritual terhadap mitologi atau bentuk yang lain yang

didasarkan pada mitos tidak terbatas pada konsiderasi genetik saja. Pendekatan ritual

berhubungan dengan tiga persolan yang saling berhubungan yakni jenis, struktur dan

fungsi.

Menurut Edgar mitos muncul dari ritual bukan sebaliknya. Yang diucapkan

dalam ritual berkorelasi dengan tindakan-tindakan di dalam ritual tersebut. Menolak

teori Darwin, Edgar mengatakan bahwa ritual yang mendekati mitos atau setiap

bentuk yang didasarkan pada mitos tidak bisa membatasi dirinya pada pengertian

genetik.

Menurut Edgar pendekatan ritual terhadap masyarakat tradisional sangat

berhasil. Sebelum tahun 1912 sudah banyak studi ritual di berbagai area biarpun

pendekatan ini bukanlah pendekatan teoritis, tetapi hanya sebuah metode dalam studi

terhadap hal-hal yang menonjol secara spesifik.

Menurut Edgar ada dua pendekatan ritual yaitu euhemerist yang mengatakan

bahwa mitos adalah didasarkan kepada figur- figur sejarah, sedangkan yang kedua

adalah ide daripada para cognitivist yang mengatakan bahwa mitos berasal dari usaha

pencarian- pencarian dari ilmu pengetahuan.

Bahagian kedelapan ditulis oleh Wheel Wright dengan judul The Semantic

Approach of’ Myth. Bahagian ini menghubungkan mitos dengan bahasa, dilihat dari

fungsi bahasa bukan tata bahasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Dalam bahagian ini Wright banyak memberikan defenisi mitos yang dapat

digunakan untuk menghubungkan mitos dengan bahasa. Misalnya defenisi yang

diberikan Alan W.Watts; ” Myth is to be defined as a complex of stories-some no

doubt fact-and some fantasy-which, for various reasons, human regards as

demonstration of the inner meaning of the universe and human life”. (1974:154) “Mitos

dapat dijabarkan sebagai suatu kumpulan cerita, sebahagian fakta-sebahagian adalah

fantasi yang untuk berbagai alasan dianggap sebagai perwajantahan makna dalam jagad

raya dan hidup manusia”.

Wright juga memberi pendapat bahwa pendapat Cassirer dan Langer mengenai

mitos merupakan ‘pre-linguistic tendency of human envisagement’ (kecenderungan

pra-linguistik dari persepsi manusia), dan dalam aspek utamanya mengandung

hubungan khusus dengan bahasa. Eksplorasi hubungan ini merupakan cara yang

paling berguna untuk menemukan bahwa alamiah mitos dan bahasa sebenarnya

adalah sama. Menurut Wright sebelum mengeksplorsi hubungan yang mungkin antara

pembentukan kalimat dikalangan suku primitif dan mitos, harus diteliti dulu

bagaimana sebenarnya asal muasal adanya logika .

Bahagian terahir dari buku ini yakni bahagian kesembilan dengan judul Myth

and Folktales, ditulis oleh Stith Thompson. Inti pembicaraan dalam bahagian ini

adalah bagaimana membedakan mitos dan cerita rakyat dan hubungan satu sama

lainnya.

Menurut Thompson untuk menjawab pertanyaan ini harus dimulai memberi

jawaban atas pertanyaan apa yang dibicarakan orang ketika mereka mendiskusikan

mitos. Banyak yang menjawab bahwa yang dibicarakan adalah cerita traditional.

Tetapi pertanyaan selanjutnya adalah yang mana disebut mitos dan yang mana legenda.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Thompson menyimpulkan bahwa sejauh ini setelah satu abad atau lebih

lamanya diskusi dan pembicaraan, masih sedikit yang diketahui mengenai

hubungan berbagai jenis cerita rakyat antara satu dengan yang lainnya. Bahwa

kadang- kadang adanya satu bentuk mengarah ke bentuk yang lain tidak bisa

ditampik, tapi hal ini dianggap manifestasi lokal bukan sebagai evolusi yang

mendunia. Menurut Thompson, hanya perhatian, minat yang besar serta teori yang

betul-betul benar dan sahih yang akan memberi penjabaran yang tidak dapat

disepelekan atau dihindari.

Menurut Thompson persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh mitos sudah

pasti tidak dapat diselesaikan oleh generasi sekarang. Tapi dapat dipastikan bahwa

satu abad dari sekarang para mahasiswa akan masih menganalisis dan mencoba

mendapat sintesa dari penemuan-penemuan mereka yang bersifat analitik, dan pada

waktu itu jumlah ahli- ahli akan sudah cukup untuk meneliti bentuk dan gaya

yang terdapat dalam cerita rakyat atau sastra lisan. Pada waktu itu, menurut Thompson

a pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah kita setuju mengenai adanya suatu

periode tertentu penulisan mitosakan terjawab serta pertanyaan tentang apakah kita

setuju bahwa kekuatan yang mendorong penciptaan mitos masih aktif bilamana

kondisinya tepat. Teori dapat dipastikan akan berkembang dan apa yang kita lakukan

kelihatannya ketinggalan jaman, tetapi menarik melihat hal ini dari sudut pandang

mereka dan melihat bagaimana teori dan ide yang kita buat muncul setelah satu

abad.

Thompson berusaha memberikan satu defenisi setelah pembahasan yang

panjang mengenai cerita rakyat dari berbagai belahan dunia dan berusaha memberikan

spesifikasi dari masing- masing cerita rakyat tersebut. Thompson mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

: ”....myth is to do with the god ”. Selanjutnya dia mengatakan bahwa mitos

mempunyai sejarahnya seperti halnya setiap cerita rakyat mempunyai sejarahnya.

Asal muasal mitos dan cerita rakyat akan tetap menjadi misteri seperti halnya asal

muasal bahasa yang tetap menjadi misteri.

Namun kemudian Thompson memberi argumentasi bahwa lebih mudah

meminjam cerita atau legenda serta mitos daripada membentuk atau menciptakan. Dan

kalau diperhatikan bahwa narrasi dari cerita suku primitif tidak terdapat dalam jumlah

yang besar dan dari jumlah yang ada sebagian besar mempunyai persamaan dengan

milik suku yang menjadi tetangganya. Dengan argumentasi ini Thomson sampai pada

kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antaran cerita rakyat dan mitos.

Dalam tulisan nya Thomson memberi catatan bahwa sangat disayangkan dia

belum membaca tulisan dari Levi-Strauss namun dia berpendapat dalam meneliti mitos,

motif merupakan elemen yang harus diberi perhatian yang lebih.

2.1.1.2 A Short History of Myth oleh Karen Amstrong

Buku ini mengundang pujian dan komentar yang positif dari berbagai pihak.

David Mitchel dari Sunday Herald mengatakan:” Visionary....a crisp and lucid

exploration of myth-making” , sedangkan Dvid Flusteder dari Daily Telegraph

mengatakan : “ Elegantly argued and consistently though-provoking”

Amstrong membagi buku ini dalam tujuh bahagian. Bahagian pertama adalah

uraian tentang apa sebenarnya mitos itu. Bahagian ke dua sampai ke tujuh adalah

uraian mitos dalam beberapa era, dimulai dari periode Palaeolithic, yakni jaman batu

yang merupakan era mitologi pemburu, diikuti uraian mitos pada priode Neolithic

yakni jaman batu terahir yang merupakan era mitologi petani. Mitos pada periode

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

peradaban yang pertama yakni Early Civilisation terdapat pada bahagian ke empat

buku tersebut yang diikuti uraian mitologi dari periode Axial. Kemudian bahagian ke

enam mengenai mitos pada periode setelah periode Axial, dan bahagian terahir yakni

bahagian ke tujuh mengenai mitos pada era transformasi Barat atau The Great Western

Transformation.

Bahagian pertama dari buku ini mempunyai nilai yang lebih karena berisikan

uraian yang membantu untuk memahami mitos yang di terangkan pada periode-periode

seperti disinggung di atas karena Amstrong berusaha lebih dulu mengambarkan ciri-

ciri manusia sebelum dia memberi kesimpulan apa mitos itu sebenarnya.

Bahagian pertama ini yang diberi judul What is a myth?, dibuka dengan

pernyataan bahwa manusia itu dari dahulu kala adalah pencipta mitos. Peninggalan-

peninggalan manusia purbakala menunjukkan keyakinan mereka akan dunia masa

depan. Manusia purbakala sudah menyadari ke tidak abadian manusia itu sendiri dan

kemudian menciptakan narasi yang memampukan mereka untuk menghadapinya.

Amstrong mengatakan bahwa manusia itu adalah makluk pencari makna atau

arti. Sesuatu yang tidak dimiliki oleh makluk lain seperti binatang. Manusia dengan

mudah merasa sedih, karena itu mereka menciptakan tulisan-tulisan yang

memungkinkan manusia menempatkan hidupnya di dalam setting yang lebih besar,

yang memberikan makna yang bertentangan dengan keadaan-keadaan yang menekan,

dimana hidup mempunyai makna dan nilai.

Satu karakteristik manusia yang menurut Amstrong merupakan karakteristik

yang aneh, yaitu kemampuan untuk memiliki ide dan pengalaman yang tidak dapat

diterangkan secara rasional. Manusia mempunya imajinasi, suatu kemampuan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

memungkinkan manusia memikirkan sesuatu yang tidak muncul seketika, sehingga

ketika memikirkan sesuatu itu, objeknya tidak hadir.

Menurut Amstrong, adalah imajinasi ini yang memampukan manusia untuk

menghasilkan mitos. Pada masa sekarang, berpikir secara mitos dianggap sesuatu yang

irrasional, pada hal menurut Amstrong, imajinasi itu lah yang memampukan para

ilmuwan membawa pengetahuan kepada pencerahan dan menemukan tehnologi yang

memberikan manusia itu banyak keefektifan. Imaginasi manusia memampukan

manusia terbang ke luar angkasa dan berjalan di atas bulan yang sebelumya hanya

terjadi dalam mitos.

Menurut Amstrong ada lima hal yang harus diketahui mengenai mitos. Yang

pertama adalah, mitos hampir selalu berakar pada kematian, kedua mitos tidak dapat

dipisahkan dari ritual, ketiga mitos selalu mengingatkan keterbatasan hidup manusia.

Mitos yang paling kuat adalah mitos yang memaksa manusia pergi ke suatu suasana di

luar jangkauan pengalaman, pergi ke suatu tempat yang belum pernah dilihat, mitos

adalah mengenai sesuatu yang tidak diketahui, dimana manusia itu tidak mempunyai

ungkapan untuk hal tersebut. Mitos melihat ke kedalaman suatu kesunyian yang sangat.

Hal ke empat yang harus dimengerti tentang mitos ialah, mitos bukanlah cerita yang

diceritakan demi cerita itu sendiri, mitos menunjukkan bagaimana kita seharusnya

bersikap. Yang ke lima menurut Amstrong, mitos adalah keyakinan tentang sesuatu

yang tidak kelihatan yang kadang –kadang merupakan realitas yang lebih kuat.. Karena

itu mitologi dibuat sedemikian rupa untuk menolong manusia itu sendiri menghadap

problem, menolong manusia menemukan tempatnya dan orientasinya di atas jagad

raya.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Menurut Amstrong mitos secara sederhana digunakan untuk menerangkan

seuatu yang tidak benar. Sejak abad delapan belas manusia mengembangkan

pandangan ilmuwan mengenai sejarah, memperhatikan kejadian-kejadian yang benar-

benar terjadi. Tetapi setelah jaman sebelum modernisasi, ketika menulis tentang masa

lalu, manusia lebih memberi perhatian kepada arti kejadian tersebut. Sebuah mitos

adalah suatu kejadian yang dalam beberapa pengertian telah terjadi tetapi juga yang

terjadi sepanjang waktu.

Menurut Amstrong adalah suatu kesalahan untuk meremehkan mitos sebagai

sesuatu cara berpikir yang rendah. Mitos sebagaimana novel adalah memciptakan

keyakinan . Mitos adalah permainan yang mentranfigurasikan dunia tragis yang sudah

terpecah-pecah dan menolong manusia melihat secercah kemungkinan-kemungkinan

yang baru dengan bertanya;” Bagaimana kalau seandainya?’ suatu pertanyaan yang

mendorong tercapainya penemuan-penemuan yang paling penting dalam filsafat, sains

dan teknologi.

Manusia adalah mahluk yang unik dalam kapasitasnya untuk bermain. Manusia

dewasa menikmati bermain dengan berbagai kemungkinan. Dalam mitologi manusia

memainkan hipotesa, membawanya ke dalam kehidupan dengan ritual dan tindakan,

berkontemplasi dengan efek mitos dalam kehidupan dan menemukan bahwa manusia

telah mencapai suatu pengertian tentang dunia yang penuh dengan teka teki.

Berdasarkan uraian di atas Amstrong sampai pada kesimpulan mitos adalah

benar karena mitos efektif bukan karena mitos memberi manusia informasi yang

faktual. Bila seandainya mitos tidak memberikan pengertian tentang makna yang lebih

dalam tentang hidup, maka mitos tersebut telah gagal. Suatu mitos yang sejati akan

berhasil mendorong manusia merubah pikiran dan perasaan, memberikan harapan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

baru dan mendorong manusia untuk benar-benar hidup sepenuhnya. Mitologi akan akan

mentransformasikan manusia bila manusia mengikuti petunjuknya. Mitos adalah

pembimbing yang menyatakan apa yang harus dilakukan manusia itu untuk hidup lebih

kaya. Bila manusia tidak menggunakannya dalam situasi mereka dan membuat mitos

sebagai sesuatu realitas dalam hidup, mitos akan tinggal sebagai sesuatu yang tidak

dapat dimengerti, membingungkan dan membosankan.

Menurut Amstrong mitos adalah bentuk awal dari psikologi, yang membawa

kepada pencerahan tentang cara kerja yang misterius dari kejiwaan, dengan ceritera-

ceritera tentang pahlawan, dewa-dewa dan monster, tentang bagaimana menyelesaikan

problem dan krisis dari jiwa manusia. Ketika Freud dan Jung mulai menulis pencarian

– pencarian manusia modern tentang jiwa, secara naluri mereka berpaling ke mitologi

klasik untuk menerangkan pengertian mereka dan memberikan interpretasi yang baru

tentang mitos.

Lebih lanjut Amstrong menyimpulkan tidak ada versi tunggal tentang mitos.

Karena keadaan manusia yang berubah, manusia perlu menceritakan kisah mereka

secara berbeda untuk mengekpresikan kebenaran-kebenaran yang tidak pernah

berubah.

2.1.1.3 Mythologies oleh Roland Barthes

Buku ini terdiri dari dua bahagian. Bahagian pertama adalah kumpulan dari dua

puluh delapan (28) essai yang diberi judul Mythologies, yang setiap essai diselesaikan

penulis dalam satu bulan dari tahun 1954 sampai 1956. Tulisan – tulisan dalam

bahagian ini berisikan hasil eksplorasi penulis atas sejumlah penomena sosial masa

kini dalam usahanya membuat defenisi mitos kontemporer.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Bahagian kedua, yang memberi pembahasan tentang bagaimana membaca dan

memahami mitos diberi judul Myth Today. Dalam bahagian ini Roland Barthes

mempertegas pemahamannya tentang apa sebenarnya mitos itu. Dari awal Roland

Barthes menunjukkan keyakinannya yang dicantumkannya dalam pernyataannya pada

pendahuluan buku tersebut: ”....myth is a language”, mitos adalah bahasa. Hal yang

sama dipertegas pada paragrap pembuka bahagian ke dua buku tersebut dimana dengan

tegas dia menyatakan: ”....myth is a type of speech....”

Bahagian ke dua buku yang secara garis besar membicarakan mitos segai alat

komunikasi berisikan beberapa tulisan yang diberi judul seperti Myth is a type of

speech; Myth as a semiological system; The form and tthe concept; The signification;

Myth as stolen language; The bourgeoisie as a joint-stock company; Myth is

depoliticized speech; Myth on the left dan Myth on the Right.

Tulisan pada bahagian ke dua yang sangat membantu penelitiaan mitos adalah

tulisan yang pertama sampai ke empat. Roland Barthes adalah seorang ahli semiotika,

meninggal pada tahun 1980. Pada awal pemikirannya Barthes mencoba melihat bahwa

aspek sosial dan budaya tidak dalam kerangka sifat objek yang tidak bersifat essential

tetapi dalam kerangka penandaan dan semiotika, serta mempelajari bagaimana tanda

melakukan penandaan.

Dalam bahagian tulisan yang diberi judul Myth is a type of speech Roland

Barhes memberikan teori bahwa mitos adalah pesan dan bukan melakukan penandaan,

gagasan atau konsep, dan bukan sebuah objek. Bagaimana kita menguraikan pesan

tersebut adalah dengan mempelajari hasil dari wicara atau parole bukan bahasa.

Membaca sebuah mitos adalah menerima pesannya sebagaimana apa adanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

“Myth is a type of speech”. Menurut Roland Barthes definisi mitos didasarkan

pada gagasan bahasa yang bertanggung jawab. Oleh karena itu mitos sesuai dengan

jagad raya. Wicaranya adalah meta bahasa yang selalu berada dalam keadaan kabur,

terikat dengan asal muasal etis.

Lebih jauh Barthes mengatakan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi

karena mitos merupakan sebuah pesan. Mitos yang merupakan modus penandaan

merupakan bentuk wicara. Melalui wacana, mitos tidak dapat digambarkan melalui

objek pesannya, melainkan melalui cara pesan itu disampaikan.

Menurut Roland Barthes, mitos merupakan urutan ke dua dari sistim semiologis

yang mana tanda berada pada urutan pertama dalam sistim tersebut yang merupakan

kombinasi petanda dan penanda, menjadi penanda pada urutan kedua. Dalam

membedakan sistem mitos dari hakekat bahasanya, Barthes menggambarkan penanda

dalam mitos sebagai bentuk dan petanda sebagai konsep.

Roland Barthes mempelopori apa yang disebut aliran semiotik konotatif. Makna

konotasi yaitu arti pada bahasa sebagai model kedua yaitu tanda-tanda tanpa maksud

langsung sebagai simptom yang diperoleh atas dasar ciri-ciri denotasi. Disamping

sastra, paham ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang.

Barthes mengatakan bahwa seluruh tanda dalam sistem denotatif

berfungsisebagai penanda pada sistem konotatif atau sistem mitos. Lebih jauh Barthes

mengatakan bahwa jika dia bermaksud menguraikan mitos, maka terlebih dahulu dia

harus dapat mengidentifikasikan konsep-konsepnya. Menurut Barthes hal ini dilakukan

karena fungsi denotasi dan konotasi yang membentuk tanda-tanda harus dipahami

orang. Barthes memberikan aspek pendekatan struktural atau semiotik terhadap analisis

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

gejala sosial dan semiologi yang diilhami oleh De Saussure, dimana selalu ada

kaitannya dengan aspek penanda semua benda.

Semiologi sering dituduh menampilkan bahasa sebagai sebuah bidang lingua,

sehingga Barthes memobilisasi semua sumber daya teori inguistik, kususnya bahasa

sebagai sistem pembedaan untuk bisa mengenali bahasa.

Barthes memberikan model sistematis dalam menganalisi makna tanda-tanda

yang dibagi dalam dua tahap. Indikasi tahap pertama merupakan hubungan antara

penanda dan petanda dalam sebuah tanda terhadap makna eksternal yang disebut

denotasi, yakni makna paling nyata dari tanda. Signifikasi kedua disebut konotasi yang

menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan peranan emosi dari

pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan.

Konotasi mempunyai makna yang subjektif, menurut Barthes paling tidak

intersubjektif. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa denotasi adalah yang

digambarkan tanda terhadap sebuah objek dan konotasi akan membantu bagaimana

menggambarkannya.

Pada tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda berhubungan dengan isi.

Dalam hal ini tanda bekerja melalui mitos dimana kebudayaan menjelaskan atau

memberi pemahaman mengenai beberapa aspek tentang realitas. Dari sisi ini dapat

dilihat bahwa mitos merupakan produk sosial yang mempunyai mutu dominan seperti

hidup dan mati, manusia dan jagad raya.

Roland Barthes mengatakan bahwa mitos memiliki karakter sadar diri, fungsi

yang kaku dan sederhana sehingga mempengaruhi peristiwa intelektual secara terbuka

dengan fondasi politis. Mitos bermain pada tingkat konotasi bahasa. De Seassura

mengatakan bahwa makna adalah yang didenotasikan oleh tanda tetapi Barthes

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

menambahkanpengertian ini menjadi makna pada tingkat konotasi. Bagi Barthes

konotasi justru mendenotasikan suatu hal yang dinyatakan sebagai mitos, dan mitos

mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.

Pendapat Barthes memungkinkan mengkaji ide secara sinkronis atau diakronis.

Secara sinkronis makna terpadu rata pada titik sejenis dan seolah berhenti disitu.

Karena itu pola-pola tersambung yang menyertai telaah lebih mungkin dilakukan.

Secara diakronis analisis Barthes memungkinkan melihat kapan, dimana dan dalam

lingkungan sebuah sistem bagaimana mitos digunakan.

Menurut Roland Barthes, mitos didasarkan pada gagasan bahasa yang

bertanggung jawab sehingga mitologi memostulatkan kebebasan bahasa yang artinya

mitologi sesuai dengan aspek universal atau jagad raya.

2.1.1.4 Mitos dan Komunikasi oleh Umar Junus

Buku ini berisikan beberapa bahagian yang membicarakan pengertian mitos

secara umum dan pembahasan mitos yang terdapat dalam beberapa karya sastra

Indonesia.

Dalam bahagian yang berjudul ‘Berhadapan dengan Mitos’ Umar Junus

mengatakan bahwa mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan melainkan melalui

anggapan atau observasi kasus yang digeneralisasikan, karena itu mitos lebih

banyak hidup dalam masyarakat.

Umar Junus berpendapat bahwa mitos dapat dihidupkan melalui karya sastra

sehingga karya sastra dapat bertugas sebagai alat yang membentuk mitos. Lebih

jauh Umar Junus mengatakan bahwa mitos hanya dapat dilawan dengan dua cara yakni

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

membentuk mitos yang mendemitifikasikannya dan mitos yang membuktikan

membuktikan bahwa suatu mitos tidak benar adanya.

Dalam bahagian ini, Umar Junus juga memberi pendapat bahwa kutukan yang

banyak terjadi dalam mitos bukanlah ditujukan untuk kepentingan pengutuk, melainkan

untuk kepentingan suatu pembuktian.

Dalam bahagian ‘Mitos dan Kontra Mitos’ Umar Junus mengatakan bahwa

karya sastra, cerita novel, drama dan cerpen merupakan mitos yang bertugas untuk

mengukuhkan sesuatu, yakni mitos pengukuhan atau myth of concern atau mitos yang

merombak sesuatu yakni mitos pembebasan atau myth of freedom. Dalam menentukan

apakah sebuah mitos adalah mitos pengakuan atau mitos pembebasan dilakukan dengan

memberi perhatian terhdap semua unsur dari karya sastra tersebut, unsur internal dan

eksternalnya seperti lingkungan sosial.

Menurut Umar Junus kehidupan manusia, yang didalamnya terdapat

hubungan atas manusia, dikuasai oleh mitos-mitos. Oleh karena itu, sikap manusia

terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri manusia, dan mitos ini

mempengaruhi manusia, untuk menyakininya atau membencinya. Dengan demikian

mitos akan mempengaruhi manusia sehingga berprasangka terhadap sesuatu hal yang

dinyatakan dalam mitos. Untuk dapat mengetahui kebenaran atau kesalahan mitos

tersebut manusia harus berhubungan dengan hal tersebut.

Hubungan manusia terhadap sesuatu hal dapat memperkuat atau

meniadakan suatu mitos. Suatu mitos yang bertentangan dengan mitos yang lain

dianggap kontramitos. Hal ini selalu terjadi karena bagaimanapun kokohnya suatu

mitos dia akan selalu didampingi mitos lain yang merupakan kontramitos.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Dalam bahagian ‘Mitos dan Realitas’ Umar Junus membicarakan kadar

kerealitasan dan kerasionalan karya sastra. Menurut Umar Junus karya sastra dari masa

lampau dianggap sesuatu yang penuh dengan hal-hal yang tidak masuk akal.

Namun bagi Umar Junus hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang realistis dan rasional

bagi masyarakat di mana karya itu tercipta, karena masyarakat tersebut dikuasai

hubungan sebab akibat biarpun berbeda dengan apa yang ada pada masyarakat

modern. Sehingga bagi masyarakatnya suatu mitos adalah realitas dan masyarakat di

masa lampau melihat mitos itu tidak dari segi rasional atau tidak, tetapi dilihat dari

segi yang mengatakan tidak adanya karya sastra yang sepenuhnya realitas atau

sepenuhnya imajinasi.

Semua kajian pustaka yang dibahas diatas menambah pemahaman akan

keberadaan mitos, kedudukannya dalam sastra, teori dan langkah langkah yang akan

digunakan dalam penelitian selanjutnya.

2.1.2 Pustaka Terapan

2.1.2.1 Pitoto’ Si Muhamma’ 0leh Heddy Shri Ahimsa Putra

Cerita Pitoto Si Muhamma’ adalah cerira rakyat suku Bajo. Menurut Ahimsa

Putra cerita ini adalah milik suku Bajo yang mempunyai hubungan dekat dengan

masyrakat Sulawesi Selatan, terutama suku Bugis Makassar.

Cerita Pitoto Si Muhamma’ berkisah tentang dua orang pemuda yang

memperebutkan seorang gadis. Muhamma’ dari kampung Tengah dan Daeng

Manjakari dari kampung Toroh merupakan pemuda jagoan dan mereka masing-

masing adalah putra juragan. Si gadis yakni Hajira yang sebenarnya adalah sepupu

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

dari Muhamma’adalah putri seorang punggawa. Hajira selalu sakit-sakitan sehingga

ibunya bernajar bila putrinya sembuh akan dibawa ke sumur Toraja.

Daeng Manjakari adalah seorang jagoan yang sngat senang mengikuti

pertandingan bola semparaga. Suatu hari dia pamit kepada ibunya untuk mengikuti

pertandingan semparaga. Si Muhamma’ pada waktu yang sama ingin menonton

pertandingan semparaga. Ketika dia sampai di tempat pertandingan, tidak disangka-

sangka raga atau bolanya terlempar tepat dihadapan Muhamma’ yang langsung

menendangnya. Pemain Bugis Makassar yakni Daeng Manjakari dan teman-temannya

tidak menyukai hal ini karena bagi mereka Muhamma’ adalah orang asing.

Ibu Hajira sangat tertarik dengan Daeng Manjakari karena dia sangat sopan.

Suatu hari dia meminta Daeng Manjakari mengantarkan Hajira ke sumur Toraja. Hal

ini menimbulkan kecemburuan Muhamma’ karena dia merasa lebih berhak untuk

mengantarkan Hajira sehingga timbul perkelahian yang kemudian dimenangkan

Muhamma’ yang berhasil menewaskan Daeng Manjakari. Namun setelah Hajira

menjatuhkan pilihan kepada Muhamma’,justru Muhamma’ meninggalkan dia dan

menghilang dari kampung tersebut.

Ahimsa Putra menngunakan strukturalisme Levi Strauss,yakni opposisi binari

untuk membedah cerita tersebut serta memberi tafsiran setelah membagi dalam

beberapa episode serta memfokuskan penelitian pada miteme dan ceritemenya. Ahimsa

Putra berhasi menarik makna bahwa mitos Pitoto Si Muhamma’ merupakan usaha

simbolisasi dari orang Bajo untuk memahami kontrakdisi empiris sebagai masyarakat

yang hidup di laut dengan mengumpulkan hasil laut namun mereka masih tergantung

dari hasi bumi di daratan. Untuk hidup di laut mereka bukan hanya membutuhkan

bantuan dari kerabat tetapi juga dari mereka yang bukan kerabat yang berada di darat.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Penelitian Ahimsa Putra ini sangat membantu penulis dalam memahami teori

Strukturalisme Levi Strauss dan bagaimana mengaplikasikannya juga dalam

menafsirka setiap episode cerita.

2.1.2.2 Hikayat Raja Banjar oleh M.Rafiek

M. Rafiek (2010:71) meneliti mitos dibawah judul Hikayat Raja Bnjar: Kajian

Jenis, Makna dan Fungsi Mitos Raja. Penelitian dilakukan dengan menitikberatkan

pada telaah sastra dengan pendekatan struktural-hermeneutika. Menurut Rafiek, konsep

strukturalisme Levi-Strauss membantu memudahkan memahami dan menganalisis

cerytheme (tindakan) dalam naskah yang memuat mytheme (peristiwa) tertentu.

Kesulitan yang didapati ada dalam pengkotak-kotakan cerytheme berdasarkan

mytheme sehingga dianjurkan untuk membaca teks berulang-ulang.

Dalam penelitian ini Rafiek menyimpulkan bahwa mitos raja dalam Hikayat

Raja Banjar mendapat pengaruh dari kisah Nabi dan Rasul dalam agama Islam, kisah

Sunan Giri dan mitologi Junani. Rafiek menemukan dua jenis, empat fungsi dan tiga

makna mitos yang terdapat pada Hikayat Raja Banjar. Dua jenis mitos yang ditemukan

adalah mitos yang sesuai dengan fakta sejarah dan yang tidak sesuai dengan fakta

sejarah. Empat makna yang ditemukan adalah makna religious, makna filosofis makna

estetis makna magis dan makna etis. Sedangkan fungsi mitos yang ditemukan adalah

fungsi integratif mitos raja, fungsi politis mitos raja, fungsi ideologis mitos raja, fungsi

legitimasi, fungsi mistis dan fungsi yudikasi.

Penelitian ini menjadi sangat bermanfaat karena memberikan gambaran tentang

penelitian mitos di Indonesia secara umum sebagai reprensentasi budaya. Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

ini juga sangat membantu dalam penerapan teori dan langkah langkah yang harus

dilakukan terutama dalam menemukan jenis mitos.

2.1.2.3 Struktur Satra Lisan Batak Toba oleh Drs Razali Kasim M.A

Razali Kasim meneliti struktur Sastra Lisan Batak Toba (2000:66) dengan

memusatkan perhatian pada empat cerita yaitu Suhutan Nan Jomba Ilik, Datu Dalu dan

Tao Sipinggan, Sombaon Sipitung dan Ratu Jolma. Salah satu dari keempat cerita

rakyat di atas mempunyai motif sumbang yakni Suhutan Nan Jomba Ilik.

Dalam menganalisis keempat cerita di atas, Razali Kasim menerapkan teori

Strukturalisme yang dikemukakan oleh Roland Barthes yang memberi pandangan

bahwa karya sastra terbentuk dari berbagai tanda, karena itu karya sastra dapat dipilih

berdasarkan kode (codes) yang tidak bersifat mutlak (arbitrary) dan bergantung pada

pemahaman dan sudut kepentingan. Lima kode yang diberikan Barthes adalah (1)

kode teka-teki (code of puzzles); (2) kode tindakan (code of action); (3) kode kultural

(cultural code); (4) kode konotatif (conotative code); dan (5) kode simbolis (symbolic

code).

Sebagai kesimpulan dari analisis hasil penelitian adalah, bahwa tidak semua

cerita rakyat di atas mengandung semua kode yang diberikan oleh Barthes, tapi semua

cerita rakyat di atas memiliki kode kebudayaan dan kode perlambangan Penelitian ini

sangat membantu dalam proses memberi makna pada setiap tanda berdasarkan prinsip-

prinsip yang diberikan Roland Barthes.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

2.1.2.4 Sumbang, Incest in de Indonesische Mythologie oleh Well Derk

Buku ini merupakan hasi penelitian untuk tesis. Dari judul dapat kita lihat

bahwa buku ini ditulis dalam bahasa Belanda. Derk mengambil duapuluh (20) cerita

rakyat dari Indonesia untuk menjadi objek penelitian. Keduapuluh cerita rakyat itu

diambil dari Aceh, Sumatera, dalam hal ini Cerita rakyat Batak Toba dan Nias, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi dan Kalimantan. Umumnya teks yang dicantumkan

sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan yang lain seperti cerita rakyat Batak

Toba diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Dalam melakukan penelitian, penulis menerapkan teori Strukturalisme Levi-

Straus yaitu opposisi binari dan teori Psikoanalis dari Freud. Well Derk memusatkan

perhatian pada motif, mediator dan ada tidaknya sikap mendua terhadap hubungan

sumbang yang terdapat dalam cerita rakyat tersebut.

Kesimpulan yang diambil penulis antara lain adalah, bahwa ada sikap yang

mendua terhadap hubungan sumbang, terutama dalam cerita rakyat Batak. Perkawinan

sepupu menurut penulis adalah usaha kompromi antara perkawinan sumbang dan

perkawinan luar (luar klan).

Seperti halnya dalam beberapa cerita rakyat di tempat lain seperti cerita rakyat

Junani kuno dan Mesir, anjing mendapat peran dalam beberapa cerita rakyat di

Indonesia yang mempunyai motif sumbang seperti mitologi terciptanya gunung

Tangkuban Perahu. Dalam mitos sumbang yang terdapat dalam cerita rakyat Batak

Toba seperti Tongkat Panaluan anjing juga mendapat peran.

Kesimpulan yang lain adalah hubungan anak kembar dengan sumbang. Dalam

beberapa suku di Indonesia ada anggapan bahwa kembar sepasang laki-laki

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

perempuan sudah melakukan hubungan sumbang atau incest sejak dalam kandungan.

Oleh karena itu kembar seperti ini tidak dihargai.

Terdapat juga penemuan mengenai sikap masyarakat di Jawa terhadap gerhana

matahari, yang merupakan sesuatu yang memalukan karena gerhana merupakan

hubungan sumbang antara matahari dan bulan sehingga ketika ada gerhana, masyarakat

bersembunyi karena malu.

2.1.2.5 Calling A Rainy Day; A Rain Ritual and Incest Myth oleh Rita Smith Kipp

Tulisan ini merupakan paper yang dipresentasikan dalam pertemuan

masyarakat antropologi yaitu Central States Anthropological Society di Milwaukee,

Wisconsin dan sedang dalam penulisan menjadi buku ketika paper ini ditulis.

Dalam paper ini Ritha Smith membahas satu cerita rakyat dari Tanah Karo

yaitu yang berjudul Tole Mama.Menurut penulis kata sumbang tidak hanya digunakan

untuk perkawinan sedarah, tetapi digunakan juga untuk jenis hubungan lain antara

pribadi-pribadi yang dianggap tidal layak dan harus dilarang, seperti berbicara dengan

mertua.

Cerita Tole Mama adalah cerita seorang anak gadis yang melakukan hubungan

terlarang dengan pamannya yaitu saudara ibunya. Akhirnya pasangan ini melarikan

diri dengan terbang ke angkasa dan berobah menjadi pelangi.

Dari penelitian yang dilakukan didapati bahwa kekeringan dan musim kemarau

merupakan hukuman terhadap hubungan sumbang dan harus disucikan (purify)

kembali dengan upacara ritual memanggil hujan.

Cerita rakyat yang mempunyai motif sumbang menurut penulis bukan hanya

mengenai hubungan sumbang itu sendiri dan hukuman yang harus ditanggung

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

pelakunya, tetapi mitos sumbang mencakup konsep yang lebih luas, perilaku yang

terlalu dekat dalam hubungan yang spesifik, hubungan kekerabatan, harapan-harapan

dalam perkawinan, dan pengasuhan anak. Mitos sumbang memberi gambaran tentang

proses alamiah, hubungan sex, melahirkan anak, pengasuhan anak dan kemudian

mentransformasikan fakta-fakta alam ini ke dalam fakta-fakta sosial. Hubungannya

dengan ritual adalah bahwa ritual bukan hanya usaha meluruskan pandangan terhadap

fakta alam tetapi juga usaha memperbaiki tatanan sosial dari hubungan antar manusia

yang sepantasnya.

2.1.2.6 Parodi Mitos Tradisional Burisrawa Yang Ditulis Oleh Riantiarno oleh

Reny Widjajanti Soedjono Azwar.

Penelitian yang dilakukan Reny Widjajanti ini merupakan penelitian disertasi.

Secara garis besar Reny Widjajanti mencoba melihat bentuk penulisan drama

Konglomerat Burisrawa yang merupakan parodi dari mitos tradisional Sumbadra

Larung.

Sumbadra Larung berkisah tentang kesetiaan Sumbadra terhadap suaminya

Arjuna. Kesetiaannya di uji melalui perbincangan Sumbadra dengan istri Arjuna yang

lain seperti Srikandi dan Larasati dan penolakannya terhadap rayuan Burisrawa yang

merupakan suatu cobaan utama. Sumbadra berhasil mempertahankan kesetiaannya

yang ditunjukkan pada ahir cerita ketika Sumbadra tewas bunuh diri dengan

menusukkan tusuk kondenya ke dadanya.

Di dalam Konglomerat Burisrawa digunakan setting dan karakter dari masa

kontemporer dimana Burisrawa digambarkan sebagai seorang putra pengusaha besar

yang terkenal. Kekayaan Burisrawa sangat besar yakni memiliki perusahaan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

pabrik. Dalam pandangannya semua bisa di atur dengan uang , bahkan dalam hal cinta

dia memakai bahasa dagang dengan menjanjikan akan memberikan saham . Burisrawa

merasa mampu membeli segalanya termasuk cinta Sumbadra. Sumbadra dalam drama

ini mempertahankan pendapatnya mengenai cinta dan kesetiaan. Cinta dalam drama ini

menggambarkan cinta sesuai dengan jamannya yang dipengaruhi materi.

Reny Widjajanti mencoba menemukan seberapa dekat drama ini dengan

sumbernya dengan melakukan studi yang teliti terhadap penyimpangan dari mitos

tradisional. Reny Widjajanti juga mencoba membahas kedekatan drama ini dengan

masyarakat lingkungan atau menurut istilah Reny Widjajanti, ‘satire jamannya’.

Sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya penelitian ini mencoba menemukan

pelanggaran konvensi mitos tradisional.

Dengan tujuan seperti diatas, Reny Widjajanti harus menukik lebih dalam untuk

menemukan makna dan fungsi mitos dalam Konglomerat Burisrawa dan dalam

Sumbadra Larung. Untuk pencarian makna dan fungsi ini Widjajanti menggunakan

Teori Viala yang didasarkan pada teori Todorov mengenai tiga aspek sastra yakni

aspek sintaksis, aspek semantik dan aspek pragmatik dan teori Anne Ubesvield yang

didasarkan pada teori Greimas untuk menganlisis sintaksis.

Disamping teori diatas Renny Widjajanti menggunakan beberapa teori yang

berhubungan dengan drama seperti teori Marco de Marinis mengenai aspek drama dan

teori dari Sapardi Joko Damono mengenai unsur drama.

Kesimpulan yang didapati Renny Widjajanti adalah bahwa drama Konglomerat

Buris Rawa yang merupakan adaptasi dari wayang tradisional merupakan parodi yang

mengandung satire atas kemewahan konglomerat jaman orde baru. Untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

menyampaikan hal itu Riantiarno melakukan penyimpangan konvensi wayang,

penyimpangan alur dan tokoh.

Penelitian ini membantu penulis untuk lebih faham memilih dan

mengaplikasikan teori secara tepat untuk peelitian mitos tertentu.

2.2 Konsep

2.2.1 Sastra Batak

Secara umum, bentuk sastra Batak yang lebih dikenal adalah umpama atau

umpasa karena kedua bentuk sastra ini selalu digunakan dalam upacara adat

masyarakat Batak. Dimana ada upacara adat, disana akan terdengar umpama atau

umpasa. Kadang-kadang dalam pergaulan sehari-hari umpama dan umpasa sering

dibacakan dalam percakapan.

Sebenarnya masyarakat Batak sudah lama mempunyai tulisan sendiri, namun

masyarakat Batak lebih mengenal seni sastra yang sifatnya lisan yang bernilai tinggi

untuk dipelajari. Sastra lisan tersebut meliputi cerita rakyat seperti turi-turian, sastra

yang bersifat agama, dan pantun yang lebih dikenal dengan umpama atau umpasa dan

andung-andung.

Cerita rakyat atau turi-turian terdiri dari cerita binatang, pelipur lara, nasehat

dan keyakinan. Terdapat juga mitos yang menggambarkan keyakinan mereka, sesuai

dengan pemahaman mereka, yaitu alam pemikiran primitif mereka mengenai

penciptaan, terjadinya bumi dan segala isinya, mengenai debata mula jadi nabolon

yang menjadi keyakinan mereka sebagai yang maha kuasa yang menciptakan bumi dan

manusia terdapat dalam sastra lisan seperti cerita rakyat Si Boru Deak Parujar.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Turi-turian megandung pelukisan tingkah laku manusia kehidupan masyarakat,

tentang watak manusia seperti cerita orang yang bodoh, pemalas yang berfungsi

memberi ajaran dan nasehat. Turi-turian merupakan sastra Batak yang sering

dilisankan kepada anak-anak menjelang tidur atau ketika sedang berkumpul di malam

hari di tengah halaman dibawah terang bulan. Turi-turian dalam bentuk cerita dongeng

tentang bintang merupakan alat pendidikan mental. Salah satu turi-turian yang sering

di tuturkan adalah cerita Si Jonaha. Namun terdapat juga cerita yang mengandung

sejarah seperti tarombo yang berisikan silsilah kekerabatan, cerita tentang alam dan

tentang kehidupan.

Sastra yang bersifat agama terdapat pada mantera dan bait sajak yang dihapal

oleh datu (magician) yang diangap mempunyai hubungan dengan pencipta. Datu

seperti ini sangat dihormati karena dapat menghafal mantera-mantera dalam melakukan

pegobatan. Doa yang dipanjatkan datu yang disebut tonggo-tonggo merupakan

bentuk sastra yang sudah dikenal sejak dahulu kala. Dalam bukunya yang berjudul

The Structure of Batak Belief yang merupakan hasil desertasinya, Ph.O.L.Tobing

(1963:93) mengutip bahagian dari Tonggo-tongo atau doa seperti di bawah ini:

Hutonggo, hupio, hupangalu-alui ompunami, sumangot ni Ompu Boru, sumangot ni ompunami, sumangot ni Ompu Doli, sumangot ruma-ruma ni jumaida silaon, na maniti na manggabe di hasuhuton on. Ho do na hundul di raga-raga na bolak, manguntean di pamoltok ni ruma, na martagaung di tali siariman; na marhalinuhon di guri-guri sijonggi; na mangan di pinggan limar, na marsiruho di pinggan pasu; na manggagat di bulung motung, minum bagot raja ni tuak, aek raja ni tapian; pardemban na lompu-lompu junjungon, parpiring tinikil-tinikilan; na martali-talion bonang sitiga jalan,parrudang ragi-ragian; parmanuk sombaturun, parpidong marhata-hata. Ompu raja mula-mula, ompu raja mula adong, mula ni sosungguon. Indangmu na jumadihon bohi; gabungan meal-meal, na jumadihon pamatang; na patingko-tingko ulu, mula ni simanjujung na pajambe-jambe obuk, mula ni siporhoton. Raja Intan sumormin na gabe simalolong, landismaria mula ni igung, sibolbohas raja osang, handang diri mula ni pipi, raja marhilap mula ni tangan, raja gumbok nabolon mula ni pusu-pusu, raja urundirea na jumadi ate-ate. Raja imbang mula ni pogu, pedang

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

mangaris raja ni pia, raja alim mula ni limpa, nandaruruam mula ni si ubeon; raja ulion partambang bitis, na jumadi pat, jumadihon simanjojak, jojak ma anak tubu, jojak ma boru tubu. Bintang na rumiris, ombun nasumorop, anak pe riris,boru pe torop.

(Kupanggil, kuundang tempat mengadu, roh nenek moyang kami, roh nenek moyang perempuan, roh nenek moyang kami roh nenek moyang laki-laki, roh rumah pencipta, yang menentukan yang memberkati pesta ini. Kau yang duduk di tempat pemujaan yang luas, yang bersemayam di bawah tiang rumah, yang menggantung di tali siariman, yang membayang di tempayan sijonggi; yang makan di piring limar, berkumur di piring pasu; yang memamah di daun motung, minum nira raja tuak, air raja mata air; yang makan sirih yang lebar, yang memiliki piring yang tahan uji, yang berikat tiga helai, yang berselendangkan selendang bermotif; yang memiliki ayam yang hinggap di ketinggian, yang memiliki burung pandai berbicara. Moyang yang menjadi awal, moyang dari mula penciptaan, awal dari yang sesungguhnya. Indangmu yang menjadikan wajah; yang menjadikan tubuh; yang menjadikan kepala bulat, awal dari kepala yang ditumbuhi rambut, awal dari sangul. Raja Intan bercahaya yang jadi mata, landismaria awal dari hidung, sibobolhas awal dari dagu, pagar awal dari pipi, raja melambai awal tangan, raja urundirea yang menjadikan jantung. Raja imbang awal dari empedu, pedang mangaris awal ginjal, raja alim awal dari limpa, mandururuan awal perut, raja ulion awal betis yang jadi kaki, menjadikan kaki, mapan anak yang lahir, mapan putri yang lahir. Bintang yang bertaburan, awan yang menyebar, putra pun berbaris, putri pun banyak) Tonggo-tonggo atau doa yang lain yang tercantum dalam buku tersebut diatas

ditujukan kepada Pane Na Bolon (Tambunan, 1982:73).

Hujou hutonggo, hupangalu-alui, sahala ni Daompung, Boru saniang naga, Saniang naga tunggal, Saniang naga di jae, Sainang naga di julu, partintin na rumiris, parsanggul na lumobi, parbunga-bunga nas tutup ni odap. Naga na marjullak goar ni mualmi, si raja mangarabuk goar ni sampuranmi, si si raja mumbak-umbak goar ni umbakmi, si raja mompas-ompas goar ni pasirmi, si boru menak-enak di bagasan aekmi. Hamu panguhatan arian, pangalapan bodari, tangkas hamu huboto marruma gorga, parsopo ni ambaruran jala parruma ijuk, na mian di tonga-tonga ni lautan. Disi ma hamu marmula poda dohot marmula hata jumurju ari na tolu pulu, bulan na sampulu dua, panggorda na ualu, parmanis na lima dohot Ompunta Pane na bolon sinuru ni Ompunta Tuan Mula Jadi. Tumpa k ma hami horas, maduma jala gabe.

(Kupangil, kuundang engkau tempat mengadu, kemuliaan dari nenek boru Saneang Naga yang bercincin banyak, yang sanggulnya tebal, dan yang dipenuhi bunga. Mata airmu bernama naga yang bergejolak, air terjunmu bernama raja mangarubuk, ombakmu bernama raja mumbak-umbak,

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

pasirmu bernama raja mompas-ompas dan di dalam airmu berada boru menak-enak. Kamu yang diambil di siang hari dan diambil di malam hari, jelas aku ketahui memiliki rumah yang diukiri, pemilik rumah moyang, dewi Saneang Naga, Saneang Naga tunggal, Saneang Naga di hulu, Saneang Naga di muara ijuk, yang berada di tengah lautan. Disanalah engkau mengajarkan nasehat pertamakali dan memulai kata menghitung hari yang tigapuluh, bulan yang dua belas, bermata-angin yang delapan, parmanis yang lima dengan moyang kita panen yang besar yang disuruh mahapencipta. Berkatilah kami biar selamat, makmur dan berketurunan)

Bentuk sastra Batak yang lain adalah pantun. Di antara pantun-pantun itu

seperti yang terdapat di bawah ini, merupakan pantun nasehat

Silaklak ni dandorung

Tu dangka ni sila-sila

Ndang iba jumonok-jonok

Tu naso oroan niba

Kulit kayu Dandorung

Pada cabang dari Sila-sila

Jangan dekat-dekat

Dengan yang bukan tunangan kita

Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terahir adalah isi yang

merupakan nasehat bahwa laki-laki hendaknya jangan dekat-dekat dengan perempuan

yang bukan tunangan atau isterinya. Contoh yang lain adalah seperti pantun dibawah

ini (Tambunan, 1982:73)..

Pat ni Lote ma tu

Pat ni satua

Mago ma pangose

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Horas ma na niula

Kaki burung puyuh

Kaki dari gereja

Binasalah yang ingkar janji

Selamatlah yang dikerjakan

Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi

yang menasihatkan untuk tidak mengingkari janji karena akan membawa akibat yang

tidak baik dan yang setia pada janji akan memperoleh kemakmuran. Pantun ini

menasehatkan supaya setiap orang jangan memungkiri janjinya. Demikian juga

pantun dibawah ini

Pauk-pauk hu dalani ma

Pago-pago tarugi

Na tading huulahi

Na salah hupauli

Cangkul bergigi tiga

Pancang serabut ijuk

Yang tertinggal kuulangi

Yang salah kuperbaiki

Dua baris terahir yang merupakan isi mengandung nasehat untuk selalu

menyelesaikan dan menyempurnakan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Dalam sastra Batak ada yang disebut andung-andung. Andung-andung adalah

rangkaian kalimat yang disenandungkan ketika menangisi kematian orang baik

keluarga dan kerabat. Andung-andung mengandung kisah kehidupan dari yang

meninggal. Lebih sering mengenai hal-hal yang baik mengenai orang tersebut semasa

hidupnya. Andung-andung juga mengekspresikan perasaan-perasaan mereka yang

ditinggalkan, yang disusun dengan kata-kata yang penuh gaya bahasa sehingga yang

mendengar atau para pelawat biasanya terpengaruh dan ikut menangisi yang meninggal

(Tambunan, 1982:75)..

Menurut Bisuk Siahaan dalam bukunya Kehidupan Di Balik Tembok

Bambu(1982:82) dimasa silam terdapat orang-orang yang mempunyai keahlian

mangandung atau bersenandung sambil menangis sehingga merupakan profesi

dimana mereka dapat dipanggil dan diberi upah untuk menangisi seseorang yang

meninggal yang semasa hidupnya adalah orang yang mempunyai status tinggi. Pada

umumnya mereka adalah perempuan yang sudah berusia lanjut. Nalom Siahaan dalam

Tambunan (1982:73).

Damang i amang siadopan i

Sulu-sulu diaari golap i

Huat-huat di ari parudan i

Sisongsong dua ribu i

Siambat dua ratus i, (dan seterusnya)

Ayahanda, suami

Obor di hari yang gelap

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Bilah pijar di hari hujan

Yang menghambat dua ribu

Yang menghempang dua ratus

Bentuk sastra Batak yang lain adalah torsa-torsa (ridle) atau teka-teki yang

disebut juga huling-hulingan atau hutinsa yang dahulu sering dilisankan oleh muda-

mudi namun dilakukan oleh orang tua juga ketika memberi nasehat atau pengajaran

tentang alam dan pengetahuan akan kehidupan (Tambunan, 1982:75).. Torsa-torsa atau

huling-hulingan terdiri dari satu atau dua baris seperti dibawah ini.

Gantung mok-mok. Aha mai?

Tergantung, gemuk. Apakah itu?

Gantung marniang. Ahamai?

Tergantung, kurus. Apakah itu?

Pir dauk-dauk.

Molo diboto ho di ho deba. Aha ma i?

Bulung ni si hapodea

Keras tapi kendur,

Kalau kau tahu untukmu sebahagian

Daun Sihapodea

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Turi-turian merupakan jenis sastra Batak yang dahulu disampaikan orang tua

secara oral (lisan) kepada anak-anak di malam hari di tengah halaman di bawah

terangbulan. Turi-turian bisa cerita dongeng tentang binatang yang selalu merupakan

alat pendidikan moral seperti cerita Si Jonaha. Namun sebahagian mengandung sejarah

atau mitologi penciptaan seperti terciptanya manusia dan terjadinya danau Toba

(Tambunan, 1982:72)..

Umpasa adalah bentuk sastra Batak yang dilisankan pada acara adat atau

pesta adat perkawinan, acara adat pada kemalangan seperti kematian dan pesta adat

yang lain. Umpasa adalah sejenis pantun yang berisikan dua, tiga atau empat baris.

Baris pertama dan atau baris kedua adalah sampiran sedangkan baris ketiga dan atau

keempat adalah isi (Tambunan, 1982:77).

. Umpasa mengandung ungkapan yang puitis yang mengandung makna yang

khusus dan dalam tentang hidup, merupakan nasehat atau ungkapan-unkapan yang

memohon berkah (Tambunan, 1982:73)..

Mangula ma pangula, dipasae duhut-duhut

Molo burju marhula-hula, dipadao mara marsundut-sundut.

Bekerjalah pekerja, menyelesaikan rumput

Kalau baik berbesan, akan jauh bahaya turun temurun

Asing dalan tu mual, asing dalan tu onan

Asi ma roha ni Tuhan, sai dilehon ma hangoluan

Ditambai nang angkaka pangomoan.

Lain jalan ke sumur, lain jalan ke pekan

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Tuhan maha pengasih, akan memberikan kehidupan

Dan peruntungan akan dilimpahkan

Gadu-gadu ni Silindung, tu gadu-gadu ni Sipoholon

Sai tubu ma anakmuna sampulu pitu dohot borumuna sampul Onom

Pematang di Silindung ke pematang di Sipoholon

Lahirlah anakmu tujuh belas dan putrimu enam belas

Ruma ijuk tu ruma gorga

Sai tubu ma anakmuna na bisuk dohot borumuna na lambok marroha.

Rumah ijuk ke rumah ber- ukir

Lahirlah putra kalian yang bijak dan putri yang yang lembut

Rimbur ni Pangkat ma tu jimbur ni hotang

Tusi hamu mangalakka, sai tusi ma dapotan.

Capung dari Pakat ke capung rotan

Kemana kalian melangkah, disitu kalian akan memperoleh peruntungan

Martahuak ma manuk di bungkulan ni ruma

Horas ma hula-hulana, songon i nang angka boruna.

Berkokok ayam di bubungan rumah

Selamatlah besan, demikian juga putrinya

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Ogung na mabola dipaboa soarana

Angka boru na malo marroha pintor di pahombar do tu hula-hulana.

Gong yang pecah ditandai oleh suaranya,

Anak perempuan yang bijak akan mendekati hula- hulanya

Aek ni Ampuli di dolok ni Tampongan

Sai sahat ma angka na uli, jala tamba angka passamotan.

Air Ampuli di ketinggian Tampongan

Semoga yang baik akan tiba dan pendapatan akan bertambah.

Simbora ma pulguk, pulguk di lage-lage

Sai mora ma hita luhut, huhut horas jala gabe.

Perak yang teronggok, teronggok ditikar

Semoga kita semua akan menjadi kaya serta selamat dan berketurunan.

Turtu ni anduhur, tio ninna lote

Hata na nauli dohot pasu-pasu pinasahatmu

Sai saut ma tutu, unang muba unang mose.

Suara tekukur,suara Lote jernih

Ucapan yang indah dan berkat yang kalian sampaikan

Semoga akan terjadi dan tidak akan berubah.

Andor hadukka patogu-togu lombu

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Sai sarimatua ma hamu sahat tu na patogu-togu pahompu.

Daun ubi jalar ditarik-tarik lembu

Semoga panjang umur di iringi cucu-cucu

Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu bontean

Sae leleng ma hita mangolu sahat tu panggabean.

Sampai lah sampan sampai ke Bontean

Semoga kita lama hidup dan beranak berketurunan

Hariara mandung-dung, pilo-pilo na maragar

Sai tanding ma na lungun, ro ma na jagar

Beringin yang teduh pada pohon enau

Tinggallah yang menyedihkan, datang lah yang baik.

Hotang pinabebe-bebe, bonang pinapulos-pulos.

Sotung pola mandele rohamuna,ai godang do tudos-tudos.

Rotan yang diputar-putar benang yang digulung gulung

Jangan hatimu putus asa karena banyak orang yang mengalami yang sama

Bona ni arirang, peak di tinga onan

Dagingmu so marsirang, tondimu pe marsigom-goman.

Batang pinang terletak di tengah pekan

Badan yang bercerai roh tetap saling mengayomi

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Anian ma pagabe tumundalhon sitodoan

Arimu ma gabe molo marsipaolo-oloan.

Ani adalah mistar memunggungi selendang

Hari-hari akan makmur kalau masih saling seia sekata

Sinuan bulu sibaen na las

Tabahen uhum mambahen na horas.

Ditanam bambu membuat hangat

Kita ciptakan hukum untuk membuat selamat

Sai tubu ma hariara jonok tu jambatan

Sai tubu ma angka anakmuna, sude gabe marjabatan.

Semoga tumbuh baringin dekat jembatan

Semoga lahirlah anak-anak kalian yang semua punya jabatan

Eme ni simbolon parasaran ni siborok

Sai horas-horas ma hita on laos Debata ma na marorot.

Padi simbolon jadi sarang berudu

Selamat lah kita semua dan Allah yang merawat

Sititi ma sigompa, golang-golang ma pangarahutna

Tung so sadia pe nuaeng tarpatupa, sai anggiat ma godang pinasuna.

Sititi adalah sigompa, gelang pengikatnya

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Sedikit yang bisa disajikan banyak berkatnya

Pinasa Siantar godang rambu-rambuna,

Tung so sadia hatangki, sai godang ma pinasuna.

Nangka dari Siantar banyak serabutnya

Sedikit yang bisa saya katakan banyak berkatnya

Tuat si puti, nangkok si deak

Ia i na ummuli, ima tapareak.

Turun si Putih, Naik si Deak

Yang bagus itulah yang kita tunggu.

2.2.2 Mitos

Di dalam A Handbook to Literature, Hammon (1993:339) mengatakan bahwa

mitos adalah : “An anonymous story that present supernatural episodes as a means of

interpreting natural events. Myth makes concrete and particular a special perception

of human beings or a cosmic”

“Cerita anonim yang menggambarkan kejadian-kejadian supernatural sebagai

suatu alat untuk menginterpretasikan peristiwa-peristiwa alam. Mitos menjadikan suatu

presepsi khusus dari manusia dan kosmos menjadi kongkrit dan tertentu”.

Menurut Ratna (2004:66) mitos adalah cerita anonim yang berakar dalam

kebudayaan primitif, yang pada awalnya mitos diartikan sebagai imajinasi yang

sederhana dan primitif untuk menyusun suatu cerita sehingga dalam pengertian

modern mitos adalah struktur cerita itu sendiri.

Mengenai mitos Malinowski dalam Sabeok (1974:128) mengatakan:

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

“Myth studied alive, is not symbolic but a direct expression of its subject matter....Myth fulfills in primitif culture, an indispensable functions; it expresses enhances and codifies belief; it safe guards and enforces morality, it vouches for the efficiency and contains practical rules for the quidance of man”.

(Mitos yang terus hidup bukanlah sesuatu yang bersifat simbol, tetapi merupakan ekspresi tegas dari persoalan intinya.....Mitos dalam kebudayaan primitif memenuhi fungsi yang penting; mitos mengekspresikan, membangun dan membentuk keyakinan; melindungi dan menekankan moral; menjamin efisiensi dan mengandung hukum-hukum praktis yang menjadi petunjuk bagi manusia”.) “Myth is thus a vital ingredient of human civilization; it is not an idle tale, but a hard–worked active force; it is not an intelectual explanation or an artistic imagery, but a pragmatic charter of primitive faith and moral wisdom” (Mitos merupakan unsur yang penting dari peradaban; bukan hikayat yang asal jadi; tetapi merupakan kekuatan yang aktif dan bermakna; bukan juga penjelasan intelektual atau imaji yang artistik, tetapi suatu pernyataan pragmatis dari keyakinan dan kebiksanaan moral dari keyakinan primitif )

Lebih jauh dalam buku yang berjudul Malinonowski and the Work of Myth

seperti dikutip oleh Stronski, Malinowski mengatakan :

“Myth is not just the name of any story. The term myth singles out a class of the story, just as the term ’art’ or ‘literatura‘ do the same for their referent. Thus using the word myth is a way evaluating stories, or of discribing them a special or importand stories” 1992 : 270).

(Mitos bukanlah nama cerita. Istilah mitos menggambarkan tingkatan cerita, sama seperti istilah ‘art’ dan ‘litteratura’ melakukan hal yang sama untuk apa yang dimaksud. Sehingga menggunakan kata mitos merupakan suatu cara mengevaluasi atau menerangkan bahwa cerita tersebut adalah ceritera yang spesial dan penting). “Myth are narratives which occur within a society, a culture; they cannot therefore fully be appreciated unless we have access to that livng culture which gives them birth and which they are current “ (1992 :28). (Mitos merupakan narasi yang terdapat pada suatu masyarakat, suatu

kebudayaan; oleh karena itu tidak dapat secara penuh dimaknai kecuali

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

kita mempunyai akses kedalam budaya dimana dia diciptakan dan dimana

mereka ada).

Karena itu Mlinowski menghimbau untuk meneliti mitos untuk melihat

”contex of living, faith, social organization...morals....and custom.”(konteks hidup,

keyakinan, organisasi sosial, moral dan adat istiadat) Mitos menurut Malinowski lahir

dari ’innermost and emotional reaction to the most formidable and haunting

idea”.perasaan paling dalam dan reaksi emosional terhadap ide-ide yang menghantui

dan menakutkan)

Filsafat Neo Kantian menganggap mitos sebagai bentuk pikiran yang bebas

dari semangat manusia dan oleh karena itu tidak dapat direduksi menjadi drama

tentang kekuatan psikologis empiris yang menghasilkan produksi. Cassirer dalam

Sabeok (1974:7) memberikan pendapat mengenai mitos sebagai kesatuan dari bentuk

struktural yang spesifik dari semangat. Menurut Max Muller dalam Smith (1979:8),

mitos adalah ekspressi pertama dari proses spiritual dari pembebasan yang

dipengaruhi dalam suatu perkembangan pandangan dunia mistis dan magis sampai

dengan pandangan agama. Mitos adalah langkah pertama dari dialektik perbudakan,

dari pembebasan dimana pengalaman dan semangat manusia berhadapan dengan dunia

pencitraan diri sendiri .

Ricoeur (dalam Rafiek, 2010:54) memberi pengertian mitos sebagai tipe yang

spesifik dari symbol yang dijabarkan dalam bentuk cerita, dan dituturkan berulang-

ulang dalam ruang dan waktu. Mitos berkenan dengan asal-usul, menghasilkan

ketegangan antara ekteoritas mitos, seperti penciptaan dan kejadian tragis dan

menyedihkan, menempatkan asal-usul mendahului keberadaan manusia. Basirun

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

didalam Rafiek (2010:56) memberi empat fungsi mitos didalam cerita rakyat yaitu:

(a) sebagai system proyeksi angan-angan suatu kolektif, (b) sebagai alat pengesahan

pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat pendidikan dan (d) sebagai

alat pendidikan dan pengawasan, agar norma masyarakat akan selalu dipatuhi

anggota kolektifnya.

Secara sederhana mitos adalah cerita anonim yang menggambarkan kejadian-

kejadian supernatural sebagai suatu alat untuk menginterpretasikan peristiwa-peristiwa

alam yang membuat persepsi khusus dari manusia dan kosmos menjadi kongkrit dan

tertentu. Mitos merupakan unsur penting dari peradaban ,bukan hikayat yang asal jadi,

bukan penjelasan intelektual atau imaji yang artistik tetapi merupakan kekuatan yang

bermakna, suatu pernyataan pragmatis dari keyakinan dan kebijaksanaan moral dari

keyakinanmanusia primitif yang mengekspresikan, membangun dan membentuk

keyakinan;melindungi dan menekankan moral; menjamin efisiensi dan mengandung

hukum praktis yang menjadi petunjuk bagi manusia. Mitos merupakan narasi yang

terdapat pada suatu masyarakat, suatu kebudayaan yang hanya dapat dimaknai secara

penuh bila mempunyai akses kedalam budaya dimana dia diciptakan.

2.2.3 Sumbang

Sumbang adalah aktivitas seksual antara dua orang yang mempunyai

hubungan dekat. Di dalam kamus Webster sumbang dikatakan sebagai: “Sexual activity

between people who are very closely related in a family for example a brother and

sister as a father and daughter” (Aktivitas seksual antara orang yang mempunyai

hubungan dekat dalam keluarga misalnya antara abang dan adik dan ayah dan anak

perempuannya”)

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Dalam masyarakat Batak perkawinan sumbang tidak terbatas hanya pekawinan

sedarah. Perkawinan antara pasangan dari marga yang sama juga dianggap sumbang,

demikian juga dua saudara, abang adik yang mengawini dua perempuan kakak beradik

dianggap juga sumbang (Vergowen1964:162-165). Lebih jauh dalam masyarakat Batak

Toba dapat dilihat bahwa seorang laki-laki tidak diijinkan menikah dengan putri

namboru, yakni adik ayahnya dan sepupunya dari pihak ibu.

Secara sederhana konsep sumbang dalam penelitian ini adalah perkawinan

sedarah, semarga dan perkawinan seorang laki-laki dengan adik istri saudaranya.

2.2.4 Folklore atau cerita Rakyat

Basirun dalam Rafiek membagi Folklore dalam tiga bahagian yaitu :

1. Folklore lisan atau verbal folklore

Bentuk folklore lisan murni lisan. Yang termasuk dalam Folklore lisan antara

lain :

a. Bahasa rakyat (logat), julukan, pangkat tradisional dan titik kebangsawan

b. Ungkapan tradisional seperti pribahasa, pepatah dan pameo

c. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki

d. Puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair

e. Cerita prosa rakyat seperti mitos, lengenda dan dongeng

2. Folklore sebahagian lisan (partly verbal folklore)

Bentuk Folklore sebahagian lisan merupakan campuran unsur lisan dan unsur

bukan lisan seperti kepercayaan, permainan rakyat, tari rakyat adat-istiadat, upacara,

pesta rakyat dan lain-lain

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

3. Folklore bukan lisan

Bentuk Folklore bukan lisan diajarkan secara lisan. Bentuk ini dibagi dalam

dua kelompok :

a. Material, seperti arsitektur rakyat, kerajinan rakyat, pakaian danperhiasan

tubuh adat, makanan dan minum-minuman serta adat tradisional

b. Folklore bukan lisan non material termasuk gerak isyarat tradisional, bunyi

isyarat untuk komunikasi dan musik rakyat

Di dalam bukunya Teori Sastra : Kajian Teori dan Praktek Rafiak

memberikan pengertian cerita rakyat antara lain adalah penyebarannya dan

pewarisannya dilakukan secara lisan. Cerita rakyat bersifat tradisional diantara

komunitas tertentu. Cerita rakyat ada dalam versi berbeda yang diakibatkan oleh

penyebarannya dari mulut ke mulut, cerita rakyat bersifat anonim dan mempunyai

bentuk berpola. Lebih lanjut Rafiek menyatakan bahwa cerita rakyat mempunyai

kegunaan dan fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat bersifat

pralogis yaitu sesuai dengan logika umum dan merupakan milik bersama dari kolektif

tertentu dan bersifat polos dan lugu.

Dananjaya (1986:20) memberi ciri-ciri cerita rakyat sebagai berikut :

a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan

melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya

b. Cerita rakyat bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif atau

dalam bentuk standar. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

cukup lama (paling sedikit dua generasi)

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

c. Cerita rakyat ada dalam versi atau varian yang berbeda. Hal ini adalah akibat

penyebarannya dari mulut ke mulut, sehingga mudah mengalami perubahan,

biarpun perubahan ini biasanya hanya bagian luar, sedangkan bentuk

dasarnya dapat tetap bertahan.

d. Cerita rakyat bersifat anonim

e. Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk berpola dan menggunakan kata-

kata klise dan ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan kalimat serta kata

pembuka dan penutup yang baku

f. Cerita rakyat mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu terpendam

g. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal karena

pencipta pertama tidak dikenal lagi sehingga setiap anggota kolektif merasa

menjadi pemilikny

h. Cerita rakyat bersifat spontan dan lugu. Ini diakibatkan sifat cerita rakyat yang

merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

Cerita perkawinan sumbang dapat dikatakan adalah mitos karena mempunyai

sifat pengulangan atau repetitive dari motifnya. Repetisi atau repetition menjadi suatu

karakter dari mitos. Dalam cerita Batak Toba motif ini diulang-ulang dalam banyak

cerita rakyat yang sebahagian menjadi objek penelitian selanjutnya. Hal lain yang

mendukung sumbang adalah mitos karena cerita tersebut di dukung dan diyakini

masyarakat Batak Toba. Fakta bahwa ada peninggalan cerita sumbang yang dapat

dianggap sebagai bukti bahwa cerita itu benar-benar terjadi, memperkuat sumbang

dalam cerita rakyat adalah mitos.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Dundes memberian daftar hal-hal yang termasuk cerita rakyar antara lain myth,

legend, folktales, jokes, proberbs, riddles, chants, charms, blessing, insult, retorts,

taunts, teases, toast, tongue twisters, greeting, leavetaking, formula (1965:108)

Mitos atau cerita yang menjadi objek penelitian selanjutnya menjadi bahagian

dari cerita rakyat karena pengarang tidak dikenal atau anonimus, disampaikan secara

turun-temurun dan secara lisan dan mengandung sifat atau karakter cerita rakyat

yang lain .

2.2.5 Struktur

Struktur adalah cara dimana bahagian dihubungkan, diatur dan diorganiser

satu sama lain dalam suatu pengaturan yang tertentu.

Dalam A Handbook to Literature dikatakan: “Structure is the planned framework of a piece of literature, sometime referred to as structural features. The term usually is applied to the general plan or outline. In a narrative the plot itself is the structural element”(Hammon,1993 :499 ). (Struktur adalah kerangka suatu karya sastra yang direncanakan, kadang-kadang dihubungkan dengan ciri-ciri yang bersifat struktural. Istilah ini biasanya diaplikasikan pada rencana umum atau garis besar. Dalam sebuah karya naratif, plot itu sendiri merupakan elemen yang bersifat struktural ) Michael Lane dalam bukunya Structuralism, A Reader (1970:29)

mengatakan:

”A structure is a set of any element between which or between certain. Selanjutnya dia mengatakan, ”....The structuralism is a method whose primary intention is to permit the investigator to go beyond a pure discription of what is percieves or experiance in the direction of the quality of rationality which underlies the social phenomena in which he is concerned”. (Strukturalisme adalah suatu metode yang tujuan utamanya adalah memberi peluang kepada peneliti untuk berusaha lebih dari sekedar meneliti diskripsi sederhana dari apa yang dipersepsikan atau dialami dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

arah kualitas rasionalitas yang mendasari penomena sosial dimana dia sangat perduli).

2.2.6 Makna

Makna adalah pemahaman yang baik tentang sesuatu. Dalam karya sastra

Richard dalam Hammon (1993:309) membedakan empat aspek makna yakni:

sense, the denotative massage that one is trying to communicate; (2) feeling, none attitute toward the sense; (3) tone, one’s attitute toward the audience; and (4) intention, the effect one consciously or unconciously intends through what is said,how one feels about it, and the attitute one takes toward the audience. (1) makna, pesan denotatif yang hendak disampaikan oleh seseorang; (2) perasaan, yakni sikap seseorang terhadap pesan konotatif; (3) nada, yakni sikap seseorang terhadap pendengar atau pembaca dan (4) tujuan, yakni akibat yang sadar atau tidak sadar diinginkan melalui apa yang dikatakan, bagaimana perasaan seseorang tentang hal tersebut, dan sikap seseorang terhadap pendengar atau pembaca.

Dengan kata lain “meaning can be seen as of two kinds, denotation and

conotation” (terdapat dua jenis makna, makna denotasi dan makna konotasi), untuk

karya sastra terdapat juga empat makna yang mungkin timbul yakni “the literal, the

allegorical, the tropological or moral and the analogical or spritual. (harafiah, allegoris,

tropologis atau moral dan makna analogis).

Mengenai makna Levi Strauss ( 1978:12) mengatakan :

”Absolutely impossible to conceive of meaning without order. There is something very curious in semantic, that the word meaning is probably , in the whole language the word meaning of which is the most difficult to find.What does to mean to mean. It seem to me that the only answer we can give is that to mean is mean the ability of any kind of data to be translated in different language. I do not mean a different language like French or German, but different words on a different level” (Adalah betul - betul tidak mungkin untuk mengerti makna tanpa keteraturan. Ada sesuatu hal yang membingungkan di dalam semantik, bahwa kata meaning mungkin di dalam seluruh bahasa sulit didapati

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

artinya. Apakah arti meaning. Untuk saya jawaban satu-satunya yang dapat kita berikan adalah to mean artinya adalah kemampuan setiap jenis data untuk diterjemahkan kedalam bahasa yang berbeda. Yang saya maksud bukan bahasa yang berbeda seperti bahasa Jerman dan Perancis, tetapi kata-kata yang berbeda pada tingkatan yang berbeda.

Pengertian makna dalam pembahasan mitos adalah kemampuan setiap jenis

data untuk diterjemahkan kedalam bahasa yang berbeda dan secara menyeluruh

memberikan totalitas makna.

2.2.7 Fungsi

Mircea Eliade dalam Susanto (1987:92) mengatakan bahwa fungsi mitos

yang paling utama adalah menentukan contoh atau model bagi semua tindakan

manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang

bermakna seperti pekerjaan, pendidikan seksualitas, makan, dan sebagainya.

Lebih lanjut Mircea dalam Susanto (1987:92) mengatakan bahwa mitos

berfungsi membentuk suatu pengetahuan esoteris, pengetahuan yang hanya dikenal

oleh orang-orang tertentu. Mitos juga berfungsi sebagai sarana penyembuhan.

Durkheim dalam Brown (1965:179) memberikan defenisi fungsi sebagai:

”....the corresfondence between it and the needs of the social organism. Sedangkan

Proff (1975:21) mengatakan bahwa fungsi: ”....is understood as an act of character

defined from the point of view of its significance for the course of action”

Malinowski mengatakan bahwa fungsi dari unsur kebudayan dipergunakan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan naluri manusia dan kebudayaan itu sendiri.

Menurut Malinowski (1974:87) seperti penganut fungsionalime yang lain mitos

berfungsi sebagai :

Universitas Sumatera Utara

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

“....a warrant, a charter, and even a practical guide to the activities with wich it is connected. Mitos merupakan” active parts of culture like commands, deeds, or guarantees, certifying that some sort of social arrangement is legitimate; mitos merupakan” backbone of primitive culture” (bahagian kebudayaan yang aktif seperti perintah, kesepakatan, atau

jaminan yang meyatakan bahwa beberapa jenis tatanan sosial adalah

masuk akal; mitos merupakan tulang punggung budaya primitif).

Fungsi mitos adalah bagaimana mitos sebagai bahagian dari kebudayaan

memenuhi kebutuhan manusia primitif Batak Toba.

2.2.8 Nilai Budaya dan Kearifan Lokal

Kebudayaan adalah seluruh sistem dan hasil kerja manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia itu sendiri dengan belajar.

Hal ini berarti bahwa seluruh tindak tanduk manusia adaah kebudayaan, karena sedikit

sekali aktivitas manusia dalam rangka kehidupan manusia tersebut yang tidak perlu

dibiasakan dengan belajar yaitu naluri.

Menurut Talcot Parson dalam Harahap(1987:24), yakni Orientasi Nilai-Nilai

Budaya Batak ada tiga wujud kebudayaan yaitu: Ideas, Activities, Artifacts.

Idea merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu daerah dimana gagasan,

norma dan peraturan berada. Activities adalah wujud kebudayaan yang merupakan

lingkungan kegiatan serta tindakan berpola manusia berada. Sedangkan artifacts adalah

wujud kebudayaan sebagai benda hasil kerja manusia.

Kuncaraningrat dalam Harahap memberikan tujuh unsur kebudayaan yang

dikatagorikan sebagai unsur kebudayaan universal yakni: Bahasa, Sistim pengetahuan,

Universitas Sumatera Utara

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Organisasi sosial, Sistim peralatan hidup dan teknologi, Sistim mata pencaharian,

Sistim religi danKesenian

Pada tahap yang lebih tinggi, menurut Ignas Kleden dalam Harahap (1987:26),

kebudayaan dikatakan sebagai sistem kognitif kerangka pengetahuan dan kegiatan yang

memberikan pedoman bagi orientasi sikap dan masyarakat yang hidup dalam

kebudayaan itu.

Nilai budaya adalah nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu

masyarakat, lingkup organisasi, hubungan masyarakat yang mengakar pada suatu

kebiasaan, kepercayaan (belief), simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat

dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan

terjadi atau apa yang sedang terjadi. Nilai nilai budaya akan tampak pada simbol-

simbol, slogan, moto, visi misi atau segala sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok,

moto suatu lingkungan yakni :

1. Simbol-simbol, slogan atau lainya yang kasat mata

2. Sikap, tingkah laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto

3. Kepercayaan yang tertanam yang mengakar dan menjadi kerangka acuan

dalam bertindak dan berperilaku.

Ada sembilan nilai budaya Batak yang menyangkut kehidupan orang Batak

menurut Harahap (1987,111). Kesembilan nilai budaya tersebut adalah:

1. Kekerabatan : yang mencakup hubungan primordial suku

2. Religi : yang mencakup kehidupan keagamaan

3. Hagabeon : banyak keturunan dan umur panjang

4. Hasangapon : kemuliaan, kewibawaan, kharisma suatu nilai

Universitas Sumatera Utara

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

utama yang memberi dorongan kuat untu meraih

kejayaan

5. Hamoraon : kaya raya, salah satu nilai budaya yang mendasari,

mendorong mencari harta benda

6. Hamajuon : kemajuan

7. Hukum : aturan atau batasan-batasan

8. Pengayoman : pemberian kesejahteraan

9. Konflik : pertentangan dalam kekerabatan, karena faktor

ekonomi dan dalam meraih hasil budaya

Kearifan Lokal adalah gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-pandangan

setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan

diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan Lokal merupakan energi potensial dari

sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan

dalam suasana damai.

Menurut Robert Sibarani (2012:112): “Kearifan lokal adalah kebijaksanaan

atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya

untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat“. Lebih lanjut dikatakannya bahwa

”Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur

tatanan kehidupan secara arif dan bijaksana”.

2.3 Landasan Teori

Di dalam bukunya Structuralism in Literature (1977:8-9) Scoles

mengatakan:”....two bodies of works upon which each kind of criticism might

Universitas Sumatera Utara

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

legitimately operate. The hermeneutic would treats’ living’ land strcturalits treat (dua

bahagian struktur dimana setiap kritik dapat digunakan secara resmi). Lebih lanjut

distant in time or space...” dia mengatakan bahwa hal ini bukan berarti bahwa

strukturalisme dan hermeneutika adalah

“.... in a relation of opposition, dividing the world into objectbelonging exclusively to each group, but in relation of complementarity, capable of profitably approahing the same work and disengaging from it complimentary signification.Thus literary criticism should not refuse to learn what structuralism can tell it,even about the works that seems nearest to us, precicely by distancing the objectively and examining their fungtioning. “....dalam suatu hubungan yang berlawanan membagi dunia atas objek yang secara eksklusif menjadi milik setiap kelompok, tetapi dalam hubungan yang saling melengkapi, mampu secara menguntungkan mendekati karya yang sama, dan membebasakan dari sana siknifikasi yang penuh penghargaan. Sehingga kritik sastra seharusnya tidak ditolak untuk mempelajari apa yang dapat diberikan strukturalisme,bahkan mengenai karya-karya yang kelihatannya paling dekat dengan kita, secara tepat dengan memberi jarak secara obkjektif dan mengamati bagaimana mereka berfungsi. Hal inilah alasan dipilihnya strukturalisme dan hermeneutika sebagai alat untuk

menguraikan mitos sumbang dalam ke enam cerita. Strukturalisme Levy Strauss

menjadi pilihan untuk diaplikasikan, namun dibawah ini sengaja teori strukturalisme ini

di terangkan lebih luas secara historis karena sebenarnya mereka saling berhubungan

dimulai dengan structuralisme yang dikemukakan De Sausure sampai dengan

penafsiran semiotik seperti yang dikemukakan C.E Pierce, menjadi pilihan setelah

pembahasan singkat hermeneutika itu sendiri.

2.3.1 Strukturalisme

Sebagai suatu pendekatan, strukturalisme mencakup segala bidang yang

menyangkut fenomena sosial kemanusiaan, tercakup di dalamnya ilmu-ilmu sosial

murni (antropologi, sosiologi, politik, ekonomi, dan psikologi), ilmu-ilmu

Universitas Sumatera Utara

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

kemanusiaan (sastra, sejarah, dan linguistik), dan seni rupa. Luasnya cakupan

pendekatan itu didasarkan pada keyakinan kaum strukturalis bahwa segala manifestasi

kegiatan sosial adalah struktur.

Ciri utama dasar telaah strukturalisme adalah perhatianya yang besar

terhadap keutuhan dan totalitas. Yang menjadi dasar telaah strukturalisme

bukanlah bahagian-bahagian totalitas itu, tetapi jaringan hubungan yang ada antara

bahagian-bahagian itu, yang menyatukannya menjadi totalitas. Kaum strukturalis tidak

menelaah struktur pada permukaannya, tetapi struktur di balik kenyataan empiris.

Analisis yang dilakukan pun menyangkut struktur yang sinkronis, bukan diakronis.

Teks sastra dapat dianalisis dari struktur dalam maupun dari segi

eksternalnya seperti lingkungan sosial ekonomi, politik yang menghasilkannya, apa

yang disebut strukturalisme historis. Strukturalisme historis merupakan pendekatan

yang menganggap teks yang dianalisis itu spesifik dari segi historis. Pendekatan ini

menjadi sangat penting artinya karena menempatkan karya sastra sebagai data dasar

penelitian, sebagai suatu makna yang belapis-lapis yang merupakan suatu totalitas yang

tidak dapat dipisah-pisahkan. Teori struktural yang digunakan dalam pembahasan

adalah teori struktural naratif dan teori strukturalisme dari Levi Strauss. Teori

struktural narratif yakni model narration, yaitu tingkat jalinan plot dalam cerita untuk

melakukan analisis data. Dundes dalam Endarswara ( 2009: 112) mengatakan cerita

rakyat memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain dan unsur cerita yang paling

utama adalah motif sehingga cerita dapat dipotong menjadi beberapa bahagian dan

bahagian itu disebut motifem. Bahagian ini akan membentuk struktur yang teratur.

Endarswara (2009:112) mengatakan cerita rakyat dapat dipotong-potong

menjadi beberapa bahagian. Hal pemotongan ini dapat dibenarkan pada analisis

Universitas Sumatera Utara

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

stuktural. Setiap bahagian disebut motifem. Cerita terdiri dari sederet motifem namun

unsur-unsur motifem itu tidak terpisah melainkan mengarah kepada keutuhan makna.

Hasil analisis struktur seperti ini digunakan untuk mencari apakah ada motifem yang

spesifik.

Hasil analisis struktur 1. Membuat tipologi cerita rakyat. 2 mencari apakah ada

motifem yang spesifik 3. Mencari atau mengetahui sejauh mana suatu cerita yang

berasal dari suatu daerah tertentu diubah dan digubah mencadi cerita baru di daerah

lain. Endasrwara (2009:120) dan Dundes (1965: 31) mengatakan yang termasuk

folklore adalah mitos, legenda, dongeng, lelucon, peribahasa, tekateki, dan sebagainya.

Strukturalisme dari Levi Strauss termasuk strukturalisme fungsional.

Strukturalisme fungsional berkembang pada sekitar tahun 1960 sebagai usaha untuk

menerapkan metode dan kemampuan memahami pada kesusasteraan biarpun usaha ini

sudah dirintis Ferdinand De Saussure pada tahun 1916 dengan diterbitkannya bukunya

yang berjudul Course in General Linguistic

Strukturalisme fungsional ini lahir oleh adanya kesadaran akan keberadaan

elemen-elemen yang mendominasi tindakan komunikasi. Strukturalisme fungsional ini

juga lahir karena adanya kesadaran bahwa tidak ada yang mempunyai fungsi estetik

tanpa terlepas dari tempat, waktu atau orang yang menilai dan tidak ada yang

mempunyai fungsi tersebut dalam kondisi yang tepat.

Strukturalisme berurusan dengan struktur, meneliti peraturan umum yang

mendasari cara kerja. Strukturalisme mereduksi fenomena individual menjadi sekedar

contoh dari peraturan- peraturan, dengan mengeluarkan isi cerita dan berkonsentrasi

pada bentuk, hubungan antara item dalm cerita seperti paralelisme, pertentangan,

pembalikan dan keselarasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Strukturalisme tidak memperdulikan aspek kultural dari karya, tidak perduli

dengan apa yang disebut akal sehat, menolak makna yang jelas serta mengisolasi

struktur-struktur yang mendalam dari cerita sehingga isi tertentu dari cerita dapat

diganti karena isi narasi adalah strukturnya.

Strukturalisme fungsional sebaliknya secara umum merupakan usaha

menerapkan teori linguistik pada objek dan aktivitas selain bahasa itu sendiri seperti

mitos, kekerabatan sebuah suku dan lain-lain dan menganggapnya sebagai sistem

tanda. Sehingga strukturalisme fungsional memberikan perhatian yang besar pada

aspek kultural dari suatu karya, mempertimbangkan akal sehat dan makna yang jelas

serta struktur yang mendalam dari cerita.

Strukturalisme fungsional ini juga lahir karena adanya kesadaran bahwa tidak

ada yang mempunyai fungsi estetik tanpa terlepas dari tempat, waktu atau orang yang

menilai dan tidak ada yang mempunyai fungsi tersebut dalam kondisi yang tepat.

Strukturalime berurusan dengan strukturnya, meneliti peraturan umum yang

mendasari cara kerjanya. Teori ini mereduksi fenomena individual menjadi sekedar

contoh dari peraturan, mengeluarkan isi cerita dan berkonsentrasi pada bentuk,

hubungan antara item dalam cerita seperti paralelisme, pertentangan, pembalikan dan

keselarasan.

Strukturalisme fungsional sebaliknya secara umum merupakan usaha

menerapkan teori linguistik pada objek dan aktivitas selain bahasa itu sendiri seperti,

mitos, kekerabatan sebuah suku dan lain-lain dengan menganggap mereka sebagai

sistem tanda.

Menurut Eagleton (2006: 192 ) analisis strukturalisme fungsional mencoba

memisahkan perangkat aturan, yang mengkombinasikan tanda-tanda menjadi sebuah

Universitas Sumatera Utara

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

makna yang mendasari sistem. Analisis ini tidak terlalu menghiraukan apa

sebenarnya yang dikatakan oleh tanda namun memberi perhatian yang besar pada

hubungan bahagian internal satu sama lain. Strukturalisme fungsional merupakan

suatu usaha untuk memikirkan ulang segala hal secara keseluruhan dengan kaidah

linguistik sehingga sastra akan dianggap sebagai struktur fungsional dengan

menciptakan sistematisasi linguistik dimana penanda dan petanda diatur oleh suatu

perangkat hubungan yang kompleks. Tanda-tanda ini harus dipelajari tersendiri

bukan sebagai cerminan realitas eksternal

Fersinand De Saussure, Roman Jacobson, Claude Levi-Strauss dianggap

sebagai penggagas strukturalisme fungsional karena mencoba memahami rangkayan

tanda dan fenomena kebudayaan dengan menerapkan strukturalisme bahasa atau

linguistik mengenai relasi dan tanda.

Levi Strauss sangat dipengaruhi oleh Ferdinand de Saussure. Menurut Eagleton

(2006:192) dan Scholes dalam bukunya yang berjuduk Structuralism in Literature

(1974:13-22) ada lima pandangan Saussure yang merupakan dasar strukturalisme yaitu

(1) petanda atau signified, dan penanda atau signifier. Setiap tanda harus dilihat dari

sebuah penanda, citra-bunyi atau persamaannya dan sebuah petanda yaitu konsep atau

makna dibelakang tanda atau yang dikandung tanda; ( 2) bentuk atau form dan isi atau

content, bentuk besifat tetap sedangkan isi berubah-ubah; (3) bahasa atau langue dan

tuturan atau parole. Bahasa atau parole bersifat stabil sedangkan tuturan selalu

berubah dan berbeda, tergantung kepada orangnya; (4) hubungan sinkronis atau

sincronic dan diakronis atau diacronic. Bahasa yang dipelajari secara sinkronis yakni

bahasa yang diperlakukan atau didekati sebagai suatu sistem yang statis, lengkap pada

suatu waktu tertentu dan bahasa yang dipelajari secara diakronis adalah bahasa yang

Universitas Sumatera Utara

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

didekati dalam perkembangan sejarahnya yang mengalami perkembangan atau

perubahan; (5) sintakmatis atau syntacmatic dan paradikmatis atau paradigmatic.

Hubungan sintakmatis sebuah kata atau tanda adalah hubungan yang dimilikinya

dengan kata yang berada di depannya atau di belakangnya, sedangkan hubungan

paradikmatis sebuah kata adalah hubungan-hubungan yang sangat penting yang

dimilikinya di luar hubungan sintakmatik

Menurut Saussure dalam bukunya General Linguistic (1966-116- 118) tidak

ada ide sebelum kata, hal ini berarti pikiran terlepas dari perwujudan dalam kata.

Alasannya adalah kalau kata bukan nama, apa ciri yang penting dari kata sehingga

kata mempunyai makna. Saussure memberikan dua macam pembedaan yakni penanda

atau signified dan petanda atau signifier dan pembeda yang kedua adalah bentuk

atau form dan isi atau content. Dua pembeda tersebut saling menyilang sehingga

kata mempunyai empat aspek yaitu bentuk dan isi dari penanda dan bentuk dan isi

dari petanda.

Saussure mangatakan bahwa setiap tanda kebahasaan menyatukan konsep

dan suara (sound and image). Bahasa menyatukan benda, sesuatu dengan sebuah

nama. Suara yang muncul dari yang diucapkan mengandung penanda yaitu signifier,

konsep atau signified. Pemisahan, distinct concept and distinct sound akan

menghancurkan kata. Bila petanda harus dirobah penanda juga harus dirobah.

Menurut Saussure bahasa seperti kertas dengan dua sisi yaitu pikiran dan suara.

Saussure memandang bahasa sebagai satu sistem tanda yang harus dipelajari

secara sinkronis yang artinya bahasa dipelajari sebagai suatu sistem yang lengkap pada

waktu tertentu, bukan pada perkembangan sejarahnya yaitu diakronis. Tiap tanda

terdiri dari sebuah penanda yang berupa bunyi atau gambar dan sebuah petanda

Universitas Sumatera Utara

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

yaitu konsep atau makna. Dalam linguistik yang ada hanya perbedaan, sedangkan

makna tidak terkandung secara misterius tetapi bersifat fungsional, yang merupakan

konsikuensi dari perbedaannya dengan tanda-tanda yang lain.

Elemen dasar dari struktur linguistik adalah tanda.” A linguistic system is not a

simply a name for a thing, but a complex whole which links a sound image and

concept”.( Sebuah sistem linguistik buka hanya sebuah nama untuk satu benda, tetapi

suatu kesatuan yang kompleks yang menghubungkan gambaran suara dan konsep)

Tanda kebahasaan atau linguistic sign menurut Saussure merupakan entitas

yang arbitrair. Hubungan antara elemen penanda dan petanda adalah semena-mena,

artinya tidak ada hubungan yang alami dari penanda dan petanda, sehingga tidak ada

konsep dalam memberi nama sesuatu.

Setiap bahasa mengartikulasikan, menyatakan ide tentang realitas dengan

cara yang berbeda. Bahasa tidak besifat nomenklatur ( sistem menamai) Tanda

bukanlah konsep yang sudah ada, melainkan konsep yang dapat berubah. Yang

menentukan bahwa penanda adalah penanda dan petanda adalah petanda adalah relasi

atau hubungan karena keduanya bersifat arbiter, keduanya bersifat relasional.

Menurut Seassure, linguistik mempunyai aspek langue dan parole. Aspek

langue merupakan aspek sosial bahasa. Langue memungkinkan komunikasi

simbolik antara manusia karena langue dimiliki bersama. Karena itu langue

mempunyai kompetensi yaitu fenomena kolektif.

Parole yang merupakan wujud aktualisasi dari langue dalam rupa lisan atau

tulisan adalah tuturan yang kita wujudkan ketika kita menggunakan bahasa.

Tuturan bersifat individual yang menunjukkan kebebasan pribadi yang kemudian dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

berfungsi membedakan orang per orang. Tuturan adalah sisi empirik dan konkrit dari

bahasa dan merupakan struktur yang tidak kelihatan.

Menurut Saussure (1966:80) seperti diterangkan di muka, tanda selalu

berubah atau arbiter. Karena itu tanda bahasa tunduk pada proses sejarah atau

contingent result’ dari perobahan-perobahan. Kombinasi penanda dan petanda

merupakan ‘contingent result’ dari proses pengalaman analisis historis bahasa. Tidak

ada inti yang harus bertahan yang entitasnya bersifat rasional dalam relasinya dengan

tanda yang lain. Bahasa menurut Seassure adalah “....a system of a pure value which

are determined by nothing except by the momentary arrangement of its term ” .

Artinya bahasa merupakan entitas historis. Fokus kajian bahasa adalah pada relasi

yang ada dalam keadan sinkronis-diakronis dan sejarah tidak relevant untuk analisis

bahasa. Inilah yang dikenal dengan dengan relasi sintakmatis dan paradikmatis.

Pada difrensiasi sinkronis-diakronis yang disinggung di depan, dalam

hubungan yang diberikan bahasa, tiap kata di dalam mempunyai hubungan assosiatif

atau paradigmatis dan hubungan sintagmatis dalam rangkaian bunyi maupun kata

sebagai konsep.

Hubungan sintagmatis sebuah kata adalah hubungan yang dimiliki, dengan

kata yang lain yang mungkin berada di depan atau di belakang. Sedangkan hubungan

paradigmatis adalah hubungan assosiatif, hubungan pengertian antara satu kata dan

tuturan dengan kata lain di luarnya. Kata yang ada dalam satu rantai, kalau berbeda

makna memiliki persentuhan makna atau kesamaan arti atau kesamaan fungsi tertentu,

maka kata-kata dalam rantai tersebut dapat saling menggantikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Hubungan sintagmatis sangat penting bagi kata. Kata akan kehilangan relasi

sintakmatisnya atau akan mempunyai sintagmatis yang baru dan akan kehilangan

identitas formalnya, ditentukan oleh hubungan sintagmatisnya.

“In the syntagmatic a term accurances its value only because it stand in

opposition to everything that precides or follow it or both. Sedangkan hubungan

paradigmatis adalah hubungan yang penting yang dimiliki di luar hubungan

sintagmatis, yang memisahkan berbagai perbedaan yang penting fungsinya bagi

pendefenisian kata tersebut.

Relasi meupakan aspek yang sangat penting karena kalau satu kata kehilangan

sebahagian relasi tersebut atau mendapat relasi non sintagmatis yang benar, kata

tersebut akan kehilangan identitas formalnya yang lama. Sedangkan hubungan

pradigmatis kata sama dengan hubungan yang dimiliki dengan kata lain yang dapat

menggantikannya dalam satu hubungan tanpa membuat kata tersebut secara sintagmatis

tidak dapat diterima atau tidak bermakna.

“Language is a system of interdependent terms in which the value of each terms resulted solely from the symultaneus precense of others.. ... and the system is a ...complex mechanism that can be grasped only through reflection, the very one who use it clearly are ignorant of it. (1966 :83) (Bahasa adalah suatu sistem dari kata dimana satu sama lain saling tergantung satu sama lain....dan sistim tersebut merupakan mekanisme yang kompleks yang hanya dapat dimengerti lewat pantulan, dimana setiap orang yang menggunakannya jelas tidak memperhatikannya).

Sebuah cerita atau mitos seperti bahasa memiliki poros sintakmatis dan poros

paradigmatis yang dapat di susun dengan menemukan bahagian paling kecil dari narrasi

yaitu miteme dan ceriteme yakni kumpulan peristiwa atau bahagian yang bersama-

sama membentuk serta menampilkan berbagai tokoh dalam gerak. Sehingga hubunga

Universitas Sumatera Utara

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

paradigmatis dalam cerita yakni hubungan suatu miteme dengan miteme diluarnya,

sedangkan hubungan sintagmatik adalah hubungan miteme dengan miteme yang di

depannya atau di belakangnya.

Sebagai rangkaian tanda dan simbol, fenomena kebudayaan dapat ditanggapi

dengan cara seperti yang diberikan Saussure diatas. Makna yang ditampilkan dari

berbagai fenomena budaya dapat menjadi lebih kaya dan utuh.

Mitos sebagai bahagian kebudayaan dan alat komunikasi dapat ditanggapi juga

dengan cara pendekatan terhadap bahasa seperti digambarkan diatas yakni dengan

menentukan poros sintagmatis dan paradikmatis.

Teori strukturalisme Levi-Strauss berdiri di atas teori semiotik atau semiologi

Saussure . Analisis Strauss menjadi awal dari strukturalisme modern dan mitos yang

menjadi awal analisis terhadap narasi menjadi analisis yang dirintis oleh Levi-Strauss.

Strukturalisme Levi Strauss menganggap teks narratif misalnya mitos sejajar

atau mirip dengan kalimat berdasarkan dua hal yakni pertama teks tersebut adalah

kesatuan yang bermakna (meaningful whole) yang dapat dianggap mewujudkan atau

mengekspresikan keadaan pemikiran seorang pengarang seperti halnya sebuah kalimat

yamg menunjukkan atau megejawantahkan pemikiran pembicara. Kedua, teks tersebut

memberikan bukti bahwa mitos diartikulasikan dari bahagian-bahagian, sebagaimana

kalimat diartikulasikan oleh kata-kata yang membentuk kalimat.

Levi-Strauss memberi perhatian terhadap mitos yang terkandung dalam setiap

dongeng baik secara utuh maupun fragmentaris dan memandang mitos berbeda

disebakan variasi sejumlah tema dasar. Menurut Levi Strauss, dibalik keragaman mitos

terdapat struktur universal yang konstan sehingga mitos manapun dapat direduksi

Universitas Sumatera Utara

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

menjadi struktur. Karena itu, menurut Strauss mitos merupakan jenis bahasa yang

dapat dipecahkan menjadi unit individual atau mythemes.

Strauss dapat menunjukkan bahwa masyarakat primitif mempunyai pola

berpikir yang bersifat kompleks. Fenomena antropologis yang lain seperti halnya

kinship atau kekerabatan dapat dipelajari maknanya bila diletakkan di dalam relasi

struktural. Sehingga sumbang atau perkawinan terlarang yang hampir selalu ditemukan

dalam setiap suku bangsa tidak dapat begitu saja dikatakan berasal dari kodrat biologis,

melainkan adalah representasi sebuah sistem penandaan atau kebudayaan.

Penelitian Strauss yang dilakukannya dengan serius dan tajam mengenai

masyarakat primitif membuka dimensi baru dalam pemahaman budaya secara umum.

Salah satu dari kesimpulan yang dia berikan adalah bahwa mitos hampir selalu

mengulang tema yang sama yang berhubungan dengan pencarian asal usul dan

eksistensi manusia. Strukturalisme Strauss memungkinkan mengenali kondisi-kondisi

yang memungkinkan produksi dan transformasi mitos dengan memberikan perhatian

terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng baik secara utuh ataupun

fragmentaris.

Mengenai langkah–langkah struktural, Levi-Strauss dalam bukunya The

Structural Study Of Myth (1974:76) mengatakan:

“.... the only method we can suggest at this stage is to proceed tentatively, by trial and error, using as a check the principles which serve as a basis for any kind of structural analysis; unity of solution, and ability to construct the whole from a fragment, as well as a further stages from the previous one”

(Dalam tahap ini metode yang dapat kami berikan untuk sementara adalah melanjutkan dengan uji coba, untuk menguji prinsip yang dapat dianggap sebagai dasar setiap analisis struktural yakni ketepatan urayan,

Universitas Sumatera Utara

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

keutuhan solusi atau pemecahan dan kemampuan menyusun kembali kesatuan berdasarkan fragment atau pecahan, demikian juga halnya tahapan yang lebih jauh dari sebelumnya).

Langkah kerja Levi-Strauss( dalam Rafiek,2010:76 dan Ahimsa Putra 2012

:208) dimulai dengan membaca keseluruhan cerita serta kemudian membaginya

dalam beberapa episode. Langkah selanjutnya adalah mencari diskripsi setiap episode

tentang tindakan atau peristiwa yaitu mytheme dan cerytheme yang dialami tokoh-

tokoh. Selanjutnya adalah memperhatikan adanya relasi, yakni hubungan–hubungan

tertentu antara elemen dalam satu cerita. Cerytheme disusun secara diakronis dan

sinkronis mengkuti sumbu sintagmatik dan paradigmatik dengan elemen yang lain.

Langkah selanjutnya adalah menarik hubungan atau relasi antar elemen dalam satu

cerita secara keseluruhan dan langkah terakhir adalah menarik kesimpulan.

Membongkar mitos dengan memilahnya menjadi poros sintagmatis yaitu

urutan cerita secara horizontal dan poros paradigmatis secara vertikal dimaksudkan

untuk mengungkap arti sebuah mitos dengan mengenali kondisi yang memungkinkan

produksi dan transformasi mitos.

Dalam tulisannya yang berjudul The Structural Study of Myth, Levi-Strauss

(1974:86)menyatakan:

“ (1) If there is a meaning to be found in mythology, this cannot be made in the Isolated elment which enter into the composition of myth, but only in the way those elements are combined. (2) Although belong to the same catagory as language, being, as a matter of fact, only part of it. language in myth unveils spcific properties. (3) Those properties are only to be found above the ordinary linguistics level; that is the exhibit more complex feature beside those are to be found in any kind of linguistic expressio”.

(1).Seandainya ada makna untuk ditemukan dalam mitologi, hai ini tidak didapati dalam elemen-elemen yang terpisah yang dimasukkan

Universitas Sumatera Utara

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

komposisi mitos, tetapi hanya dengan cara dimana elemen-elemen dikombinasikan. (2). Biarpun dapat dikatagorikan sebagai bahasa, dalam kenyataannya hanya sebahagian dari bahasa mitos yang membukakan properti yang spesifik. (3). Properti-properti tersebut hanya dapat ditemukan dengan cara-cara di atas tingkat linguistik, yakni properti- properti tersebut menunjukkan gambaran yang lebih kompleks dari gambaran yang ditemukan dalam ekspressi linguistik.

Dalam bukunya yang berjudul Strukturalisme Levi-Straus, Ahimsa Putra

(2011:92) menyatakan bahwa strukturalisme Levi-Strauss cocok dan dapat diterapkan

dalam menganalisis mitos. Analisis struktural mengambarkan struktur-stuktur tertentu

yang jelas tidak mungkin dilihat kalau tidak menganalisisnya secara struktural. Struktur

membantu memahami suatu karya sastra karena dengan pembahasan struktur, analisis

lebih konstektual karena menghasilkan makna-makna baru di balik karya yang

dianalisis.

2.3.2 Teori Hermeneutika

Mitos dapat diuraikan bila didekati secara holistik yakni secara menyeluruh.

Teori yang mengamati secara holistik adalah teori Hermeneutika (Junus, 1981:10).

Sedangkan pengertian hermeneutika itu sendiri adalah menafsirkan.

Dalam bukunya Metodologi Penelitian Sastra Endarswara (2006:43)

memberikan pengertian hermeneutika sebagai tafsir, dan studi sastra mengenal

hermeneutika sebagai tafsir sastra. Selanjutnya Ricoeur dalam Endaswara (2006:43)

mengatakan bahwa hermeneutika berusaha memahami makna sastra yang ada dibalik

struktur.

Kata Hermeunetika asalnya dibatasi hanya pada penafsiran Kitab Suci pada

abad ke XIX yang memperluas pengakuan dengan mencakup penafsiran tekstual secara

Universitas Sumatera Utara

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

keseluruhan. Filsafat Heidegger menjadi penafsiran tekstual secara keseluruhan yang

kemudian diteruskan oleh Hans G.Godamer.

Dalam bukunya yang berjudul Truth and Method (Eagleton,2006:93) Gadamer

mengatakan masalah yang ditemukan ketika membicarakan teori sastra adalah tidak

pernah ditemukan kesimpulan seberapa jauh karya sastra relevan dengan makna atau

dapatkah karya sastra dimaknai oleh pembaca yang secara budaya dan historis asing

dengan karya sastra itu, kemudian apakah dimungkinkan memaknai objek dan apakah

pemahaman objek berhubungan dengan situasi historis. Pertanyaan-pertanyaan di

ataslah yang mendasari teori hermeneutika.

Gadamer dalam Eagleton (2006-96) mengatakan bahwa makna karya sastra

tidak pernah terkuras oleh maksud pengarang dan makna-makna baru muncul ketika

karya berpindah antara konteks budaya dan histories. Hal ini diterima oleh Hirsh,

namun dia menyebutnya sebagai signifikansi. Menurut Gadamer semua penafsiran

terhadap sebuah karya yang ditulis dimasa lalu terdiri dari dialog antara masa lalu dan

masa sekarang. Apa yang dikatakan karya itu pada gilirannya tergantung dari jenis

pertanyaan yang dapat diajukan kepada karya sastra tersebut dari sudut pandang

pembaca. Kemampuan memahami sejarah yang disampaikan sebuah karya, tergantung

kepada kemampuan kita merekonstruksi pertanyaan di mana karya itu menjadi

jawaban.

Menurut Gadamer dalam Eagleton (2006:98), karya adalah dialog dengan

sejarahnya sendiri. Sejarah percakapan yang merupakan diri kita, dan Hermeneutika

menganggap sejarah sebagai dialog hidup antara masa lalu, masa kini dan masa depan.

Tetapi hermenutika tidak menerima masalah ideologi karena sejarah manusia yang

tanpa akhir, seringkali hanya merupakan monolog dari golongan yang berkuasa ke

Universitas Sumatera Utara

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

golongan lemah. Metode hermeneutika mencoba menyesuaikan setiap elemen dalam

teks menjadi suatu keseluruhan yang lengkap dalam sebuah proses yang bisa dikenal

sebagai lingkaran hermeneutika yaitu ciri-ciri individual yang dapat dimengerti

berdasarkan keseluruhan konteks dan keseluruhan konteks dapat dimengerti melalui

ciri-ciri individual.

Perkembangan hermeneutika menurut Eagleton (2006:100-101)dikenal sebagai

estetika resepsi atau teori resepsi. Teori ini tidak berkonsentrasi secara eksklusif pada

masa lalu. Teori resepsi meneliti pesan pembaca dalam kesusasteraan baru dan

merupakan suatu hal yang baru dan menarik. Dilanjutkan dengan tindakan atau

kegiatan. Tindakan harus dijabarkan dalam tingkat pemahaman. Penjelasan diarahkan

pada tujuan akhir, maksud dan ruang lingkup tindakan. Selanjutnya adalah proses

pengalaman yaitu kecenderungan yang dicetuskan atau sebagai ungkapan non verbal,

dengan memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk atau

jenis pengalaman.

Lebih lanjut Gadamer dalam Eagleton (2006:1005) mengatakan bahwa masalah

ini hanya akan dapat dimengerti dengan melihat atau lewat masa lalu yang kemudian

keduanya membentuk suatu ketersinambungan yang hidup. Karena masa lalu selalu

dimengerti secara parsial oleh sudut pandang dari masa sekarang, maka perstiwa

pemahaman hanya dapat dilakukan bila wilayah makna historis dan asumsi bersatu

dengan kondisi dan situasi tempat karya itu berada. Mungkin kita akan bersentuhan

dengan peninggalan yang asing bagi masa sekarang, tetapi akan memberi pemahaman

yang utuh akan masa sekarang.

Teori ini akan diterapkan dalam pembahasan setiap episode mitos dengan

menghubungkan makna historis yang bersatu dengan asumsi dengan kondisi dan

Universitas Sumatera Utara

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

situasi tempat karya itu berada, dalam hal ini situasi dan kondisi masyarakat Batak

Toba diwaktu dan ditempat dimana karya itu berada.

Menurut Hammon ( 2000: 192):“Episode is an incident presented as one

continuous action. Though having an unity within itself, the episode in any composition

is usually accompanied by other episode woven together to create a total work“.

Episode adalah suatu kejadian yang dipresentasikan sebagai suatu kegiatan yang

berkelanjutan. Biarpun memiliki kesatuan di dalam dirinya, episode dalam sitiap

komposisis biasanya disertai oleh episode yang dirangkaiaka bersama sama

untukmenciptakan karia yang total).

Lebih lanjut Hammon mengatakan: ”More narrowly, the term is sometimes

used for an incident injected into a piece of fiction simply to illuminate character or to

create background whithout advancing the action” ( lebih sempit lagi istilah episode

digunakan sebuah kejadiaan yang dimasukkan ke dalam suatu karya hanya untuk

menonjolkanpelaku atau menciptakan latar belakang tanpa mengembangkan kegiatan)

Hal ini dilakukan dengan memahami sudut pandang para pelaku dalam mitos,

memahami makna dan kegiatan para pelaku yang berhubungan dengan peristiwa secara

historis serta memahami peristiwa berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat

sekarang dimana analisis akan dihubungkan dengan realitas sosial.

2.3.3 Interpretasi Semiotik C.S. Pierce

C.S. Pierce filsuf Amerika dalam Hawkes (1977:127) membedakan adanya tiga

jenis tanda dasar yakni resentment or sign (tanda itu sendiri), object (hal yang

ditandai), dan ground (sebuah tanda baru yang terjadi di dalam benak penerima tanda.

Lebih lanjut Pierce mengatakan kaitan representasi (yang menghadirkan berada

Universitas Sumatera Utara

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

diantara tanda dan yang ditandai (interpretasi yang ada dibenak penerima berada

diantara kedua tanda tersebut).

Interpretant

Representament Object

Figura 1: Interpretasi Semiotik Pierce

Representment : bentuk yang mengatakan makna

Interpretant : makna

Object : Sesuatu yang berada diluar tanda yang merupakan

acuan

Berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan didapatlah tiga

jenis tanda ( Hawkwes 1977:127) yakni:

“Icon something which function as a sign by means of features of itself which resemble its object; the index, something which function as a sign by virtue of some sort of factual or casual connection with its object; and the symbol something which function as a sign because of some rule of conventional or habitual association between its self and its object. Icon merupakan tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk, index merupakan tanda yang memiliki hubungan kausal dengan yang ditandakan, berkesinambungan dan simbol adalah tanda yang memiliki hubungan makna yang bersifat arbitrer berdasarkan kesepakatan yakni sesuai dengan lingkungan sosial tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Simbol sering berbeda di anatara wilayah pemilik folklor. Dua jenis tanda

yang pertama yakni ikon dan indeks merupakan tanda yang dapat menggugah emosi

dan pengalaman langsung dari hal-hal yang ditandai, sedangkan symbol merupakan

spritual pengalaman dari hal-hal yang ditandai.

Dengan pendekatan ini penelitian dapat diarahkan pada hubungan teks dan

pembaca. Teks sastra menjadi alat komunikasi antara pengarang dan pembaca. Dengan

urayan diatas dapatlah penelitian diarahkan pada hubungan teks dan pembaca dalam hal

ini penelitian diarahkan kepada pembacaan hermeneutika yang merupakan penafsiran

atas totalitas karya sastra.

Tanda mitos sebagai satu jenis cerita rakyat menurut Endarswara (2009:124)

memuat hubungan representasi objek. Interpretasi terdiri dari tiga hal yaitu ikon yang

merupakan hubungan persamaan antara tanda dan referen didalamnya ada keterkaitan

yang berupa persamaan bentuk. Kedua indeks adalah tanda yang meliputi hubungan

kausal yang berkesinambungan dan yang ketiga adalah simbol yakni tanda yang

bersifat arbriter, yakni berdasarkan kesepakatan. Simbol sering berbeda diantara

wilayah pemegang mitos. Ikon dan Indeks merupakan tanda yang dapat menggugah

emosi dan pengalaman langsung dari hal-hal yang ditandai. Peneliti dengan sendirinya

akan bangkit emosinya ketika mengamati fenomena sedangkan simbol merupakan

pengalaman pikiran, pengetahuan dan memerlukan tafsiran.

Mempelajari tanda mitos sebagai satu jenis cerita rakyat harus

memahamibentuk yang tercitra dalam kognisi seseorang serta makna atau isi, yakni

yang dipahami oleh manusia pemakai tanda. De Seassure menggunakan istilah

significant signifier untuk segi bentuk suatu tanda dan signified untuk segi makna.

Dengan demikian De seassure dan para pengikutnya seperti Rolan Barthes melihat

Universitas Sumatera Utara

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

tanda sebagai sesuatu yang menstruktur dimana proses pemaknaan adalah berupa

kaitan antara penanda dan petanda, dan kaitan ini merupakan kaitan yang terstruktur

yang terdapat dalam kognisi manusia.

Penelitian akan terkait dengan interpretasi yakni hermeneutika yaitu

pemaknaan terhadap fenomena. Cerita rakyat memiliki fenomena mitos yang

memiliki makna tertentu yang akan terwujud jika telah ditafsirkan Fenomena dibalik

mitos memberikan makna yang tepat. Hermeneutika artinya menafsirkan.

Endarswara dalam bukunya Metodologi Penelitian Sastra (2008:43-44)

mengatakan teks dalam penafsiran sendiri sudah jelas .Menurut pandangan ini , maka

syarat-syarat dan susunan teks membuka kesempatan bagi seorang pembaca yang

kompeten untuk menemukan arti yang tepat. Dalam hal ini diperlukan aspek

penghayatan teks dalam penafsiran sehingga penafsiran tidak terasa dangkal. Untuk itu

langkah – lamgkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah: (1) menentukan arti

langsung yang primer, (2) bila perlu menjelaskan arti-arti yang implisit, (3)

menentukan tema, (4) memperjelas arti simbolik dalam teks. Hal inilah yang dilakukan

dalam bahagian tafsir teks selanjutnya.

2.3.4 Teori Sosiologi Sastra

Teori sosiologi sastra sudah dikemukakan sejak sebelum Masehi, diantaranya

oleh filsuf Yunani, Plato, yang mengatakan bahwa segala yang ada di dunia ini

sebenarnya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang ada di dunia gagasan.

Dalam teori tersebut secara tidak langsung Plato mengatakan bahwa faktor lingkungan,

cuaca, geografi, iklim dan watak manusia mempangaruhi perkembangan sastra.

Setelah Plato kemudian muncul seorang kritikus Jerman, Johan Gottfried van Herder

Universitas Sumatera Utara

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

yang mengatakan bahwa setiap karya sastra berakar pada suatu lingkungan sosial dan

geografis tertentu seperti iklim, lanskap, ras, adat istiadat dan kondisi lingkungan.

Pada perkembangannya pendekatan sosial terhadap sastra terbagi dua, pertama

yaitu aliran positifisme yang berusaha untuk menghubungkan sastra dan sosial melalui

faktor iklim, geografi dan ras. Pandangan positivisme ini jelas hanya menjadikan sastra

sebagai bahan telaah saja. Aliran yang kedua adalah aliran yang menolak pandangan

tersebut. Dalam pandangan ini sastra dinilai bukan sekedar pencerminan

masyarakatnya. Sastra merupakan usaha manusia untuk menemukan makna dunia yang

semakin kosong dari nilai-nilai sosial.

Secara sosiologis, sastra adalah cara dan sikap untuk menghadapi keadaan yang

dialami manusia demi kesejahteraan manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang

berlaku.

Ada dua istilah yang perlu dijelaskan untuk memberikan pengertian yang jelas

mengenai istilah sosiologi dan sastra. Sorikin ( dalam Sukanto, 1983:15) mengatakan

bahwa sosiologi adalah telaah atau studi yang mempelajari hubungan dan pengaruh

timbal balik antara berbagai gejala sosial dan gejala non sosial serta mempelajari ciri-

ciri umum semua jenis gejala sosial. Hal ini akan menarik perhatian kita kepada

hubungan manusia di dalam suatu kelompok sosial serta lingkungannya, baik yang

bersifat budaya atau bukan budaya. Dengan mempelajari gejala budaya tersebut kita

mendapat pengertian tentang bagaimana manusia berdaptasi dengan lingkungannya,

mekanisme sosial dan proses pembudayaannya. Hyppolyte Taine (dalam

Damono1984:4) meletakkan dasar-dasar teori sosiologi sastra dengan menyatakan

bahwa karya sastra adalah refleksi kondisi masyarakat. Oleh sebab itu, telaah sosiologi

Universitas Sumatera Utara

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

suatu karya sastra akan mencakup tiga hal yaitu konteks sosiologi pengarang, kondisi

masyarakat yang digambarkan dan nilai sosial yang tergambar.

Grebstein (dalam Damono,1984:5) menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat

dipahami secara utuh apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban

yang menghasilkannya karena karya sastra merupakan hasil pengaruh timbal balik dari

faktor-faktor sosial dan kultural. Setiap karya sastra yang dapat bertahan lama, pada

hakikatnya adalah suatu moral, dalam hubungannya dengan kebudayaan yang

menghasilkannya maupun dengan perseorangan. Moral dalam hal ini berarti bahwa ia

terlibat dengan kehidupan dan memberikan penilaian terhadap kehidupan itu sendiri.

Karena itu sastra adalah eksperimen moral.

Lebih jauh Grebstein mengatakan bahwa sastra dapat didekati dari dua arah

yakni sastra sebagai kekuatan material dan yang kedua sastra sebagai kecenderungan

spritual maupun kultural yang bersifat kolektif. Oleh karena itu, bentuk dan isi sastra

mencerminkan perkembangan sosiologis dan perubahan watak kultural.

Sosiologi sastra dikaitkan dengan peta budaya yang mengelilingi cerita rakyat

atau mitos. Menurut Endarswara (2006:80 ) ada beberapa llangkah yang harus

dilakukan dalam aplikasi sosiologi sastra yakni:

(1) perspektif teks sastra yakni teks sastra diteliti sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya, dimana teks dipotong-potong dan makna sosiologisnys diterangkan, (2)persfektif biografis yaitu persfektif yang menganalisis kehidupann pengarang ,dan latar belakang sosiologisnya dan (3) yaitu persfektif reseptif yaitu tentang bagaimana penerimaan masyarakat terhadap teks. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan temuan analisis dengan

perkembangan sosiologis dan perubahan watak kultural masyarakat Batak Toba yang

ditemukan dalam fakta di lapangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

2.3.5 Teori Fungsionalisme.

Berdasarkan sejarah ada dua aliran fungsionalisme yakni yang diajukan

Radcliffe- Brown dan yang diajukan Bronislaw Malinowski. Keduanya memandang

masyarakat manusia sebagi sesuatu yang secara keseluruhan saling beintegrasi dan

berfungsi. Pandangan ini didasarkan pada analogi organis biologi.

Malinowski melihat kondisi manusia di dalam mana terdapat suatu susunan

kebutuhan mendasar biologis yang harus dipenuh,i seperti lapar dan haus, yang disebut

primary drive. Dorongan- dorongan ini dikonversikan didalam konteks budaya

kedalam secondary drive. Dan secondary drive ini lah yang menentukan bagaimana

kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut dipenuhi misalnya kalau lapar makanan apa yang

harus dimakan dan makanan mana yang harus dihindari (Alland 1981:270).

Malinowski dalam Alland(1981:271) melihat institusi budaya sebagai suatu

mekanisme untuk memuaskan keinginan-keinginan tersebut. Dia melihat budaya

sebagai suatu susunan yang dapat membuat proses adaptasi manusia itu dimungkinkan.

Brown juga mempunyai pandangan yang sama dan dia menekankan bahwa fungsi

institusi atau lembaga hanya dapat dipahami secara menyeluruh pada titik waktu

tertentu. Fungsi dari unsur-unsur kebudayan adalah untuk memilih keutuhan dan

sistematika struktur sosial.

Menurut Malinowski (1974:187) fungsionalisme berarti, bagaimana melihat

masyarakat lebih dari sekedar a part dan mengundang perhatian terhadap bagaimana

budaya masyarakat , sebagai an indipendent organic whole. Fungsinalisme

mengundang perhatian untuk mempelajari cara –cara kebudayaan atau masyarakat

koherens, hangs together, work-how its functions.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Menurut Malinowski (dalam Turner 2010:86)) kebutuhan struktural sosial atau

kebutuhan instrumetal muncul setelah manusia mampu mengorganiser diri mereka

dalam memenuhi kebutuhan biologisnya. Bagi Malinowski konsep lembaga sangat

penting karena merupakan organisasi aktivitas manusia yang mengungkapkan struktur

yang jelas. Lembaga reproduksi yaitu ikatan darah yang ditetapkan oleh suatu kontrak

legal perkawinan dan diperlukan oleh prinsip keturunanyang ditetapkan khusus pada

garis silsilah merupakan lembaga universal yang menempati urutan pertama dari tujuh

dalam daftar jenis kelembagaan oleh Malinowski. Lembaga ini mencakup keluarga,

ikatan masa pacaran, ikatan dan batasan perkawinan, kelompok keuarga jauh,

kelompok keluarga yang disatukan berdasarkan prinsip keturunan, klan dan sistim klan.

Lembaga yang lain adalah lembaga teritorial, lembaga fisiologis, lembaga perkumpulan

sukarela, lembaga pekerjaan dan profesional, lembaga peringkat dan status serta

lembaga komprehensif berdasarkan komunitas budaya atau politik.

Malinowskidalam Tunner (1977:94) juga memberikan empat kebutuhan

‘instrumental dasar’ yang harus dipenuhi lembaga sosial agar strukturnya tetap jelas

yakni kebutuhan instrumental ekonomi, pendidikan, kontrol sosial dan organisasi

politik. Instrumental ekonomi adalah instrumental yang memproduksi,

menggunakan,mempertahankan dan mengganti peranti budaya dan barang konsumsi.

Instrumental pendidikan adalah sumber daya manusia yang mempertahankan lembaga

yang harus selalu diperbaharui, dibentuk, dilatih dan dilengkapi dengan pengetahuan

penuh tentang tradisi suku. Instrumental kontrol sosial mengatur perilaku

manusia,terkait dengan peraturan teknis, adat-istiadat hukum atau moral yang harus

dikodifikasi agar bisa berjalan dan ditetapkan sangsinya. Sedangkan instrumental yang

terahir adalah organisasi politik yang merupakan otoritas dalam masing-masing

Universitas Sumatera Utara

Page 77: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

lembaga yang harus ditetapkan, dilengkapi dengan kekuasaan dan diberi alat yang kuat

untuk melaksanakan peraturan-peraturan.

Proof dalam Hawkes (1977 : 68) dan Endaswara (2006:125) dalam kerangka

analisis stuktural mengatakan:”.... fungtion is understood as an act of character,

defined from point of viwes its significance for the course of the action, dalam konteks

ini fungsi merupakan bentuk ketergantungan secara utuh pada sistem budaya.

Kebudayaan memiliki fungsi bagi pemenuhan kebutuhan naluri manusia. Fungsi

cerita rakyat menurut Bascom dalam Dundes (1965: 28) tidak dapat dilepaskan dari

kebudayan secara luas dan juga dengan konteksnya. Cerita rakyat menjadi milik siapa

hanya dapat diketahui dari atau melalui pengetahuan yang mendalam dari kebudayaan

orang yang memilikinya. Bascom dalam Dundes (1985:285) mengatakan bahwa

pemilik cerita rakyat tidak menganggap penting asal usul atau sumber cerita rakyat

melainkan fungsi dari cerita itu yang lebih menarik. Bascom memberikaan empat

fungsi (1965: 279-298) cerita rakyat yakni:

(1) cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya

(2) alat pengesahan pranata pranata dan lembaga kebudayaan

(3) alat pendidikan

(4) alat penekanan atau pemaksa berlakunya tata nilai masarakat dan

pengendali perilaku masyrakat.

Dalam bukunya (1965: 280) Dundes memberikan fungsi mitos yang bersifat

umum yakni :

1. alat pendidikan

2. alat peningkat perasaan solidaritas kelompok

Universitas Sumatera Utara

Page 78: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

3. pengunggul dan pencela orang lain

4. pelipur lara

5. kritik masyarakat.

Bacom dalam Endaswara (2006:129) mengatakan bahwa fungsi cerita rakyat

dapat dimengerti sepenuhnya hanya melalui pengetahuan yang mendalam mengenai

kebudayaan orang yang memilikinya. Apakah mitos masih berfungsi adalah dengan

membandingkan kedua alatar belakang karya tersebut yakni latar belakang masyarakat

primitif dan masa sekarang . Bila mitos masih berfungsi di dalam dua kolektif tersebut

maka dapatlah dikatakan bahwa mitos tersebut masih berfungsi.

2.4 Kerangka Penerapan Teori.

Analisis struktur narratif digunakan untuk menemukan struktur mitos sumbang

dalam keenam cerita rayat Batak Toba. Dalam analisis ini digunakan juga teori

Hermeneutika dari Habermas untuk memberikan pemahaman yang lebih lengkap

untuk memberikan penjelasan yang diarahkan pada tujuan ahir.

Dalam analisis selanjutnya, teori yang paling utama digunakan adalah teori

Strukturalisme Levi-Strauss yang akan digunakan untuk menemukan makna karena

fungsi akan bisa ditemukan setelah menemukan makna. Namun seperti dipahami

bahwa teori ini dipengaruhi strukturalisme fungsional terutama teori yang dikemukakan

oleh Jacobson, De Saussure, serta Pierce. Sehingga memahami teori- teori tersebut

akan menambah pemahaman dalam mengaplikasikan teori Levi-Strauss, khususnya

dalam pemahaman makna serta Hemmeneutika yang dipengaruhi teori interpretasi

semiotik Pierce mengenai tanda.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Teori Hermeneutika akan sangat membantu untuk menganalisis mitos secara

holistik yaitu memaknai struktur untuk menemukan struktur konsep mitos menjadi

signified. Sosiologi sastra akan membantu untuk melihat hubungan mitos dengn fakta

sosial yakni fakta sosial penulis dan pembaca serta fakta sosial yang terdapat pada

mitos yang akan mengarahkan kepada penemuan fungsi sesuai dengan faham

fungsionalime.

Sesuai dengan uraian di atas, bahwa untuk menemukan dan memahami

berbagai pesan yang terkandung dalam mitos, struktur dan makna berbagai elemen

yang ada dalam mitos lebih dulu harus ditemukan dengan menggunakan teori

srukturalisme dan tafsir hermeneutika. Karena itu disusunlah langkah langkah kegiatan

sebagai berikut.

Untuk menemukan struktur mitos digunakan teori strukturalisme. Setelah

menemukan dan dapat menggambarkan strukturnya dalam hal ini menggunakan

pendekatan struktur narrasi yakni strukur plot seperti sudah diterangkan di depan

dengan membagi strukturnya atas motifem.

Kegiatan selanjutnya adalah menemukan makna dengan menggunakan teori

strukturalisme Levi- Strauss dengan menggunakan susunan miteme yang disusun dalam

poros sintakmatik dan paradikmatik. Untuk mendapat diskripsi menyeluruh digunakan

teori yang berusaha memaknai struktur yakni teori C.S. Fierce dan konsep atau

pemikiran dluar struktur dan makna.

Sosiologi sastra memberi perhatian kepada asal atau sumber mitos yang

membantu menemukan hubungan mitos dengan latar belakang peristiwa atau sejarah

Universitas Sumatera Utara

Page 80: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

dan juga untuk mengetahui kepada siapa mitos ditujukan yang akan membantu

menemukan fungsinya sesuai paham fungsionalisme.

Seandainya penulis dikenal, penelitian akan dipusatkan pada penulis, bukan

tafsiran pembaca. Karena cerita rakyat adalah anonim, penelitian akan dipusatkan

kepada komunitas di mana cerita rakyat atau mitos tersebut lahir. Untuk tujuan ini teori

Hermeneutika digunakan.

Keterkaitan mitos dengan masyarakat di mana mitos masih berkembang dan

diyakini akan dapat digambarkan dengan teori sosiologi sastra begitu juga dengan

fungsinya. Sedangkan kearifan lokal dapat membantu menjawab apakah mitos masih

perlu dilestarikan untuk melindungi budaya dan tatanan masyarakat, terutama dalam

hal ini tatanan dalam masyarakat Batak Toba.

Untuk lebih jelas, tahapan-tahapan penerapan tori-teori tersebut diatas

digambarkan dalam grafis di bawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 81: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

Figura 2 : Penerapan Teori

Strukturalisme berurusan dengan struktur. Strukturalisme meneliti konvensi-

konvensi umum yang mendasari cara kerja, dan berkonsentrasi pada bentuk serta

hubungan antara bahagian dalam cerita. Strukturalisme digunakan untuk melihat

struktur yang mendalam dari cerita sehingga isi cerita dapat diganti karena isi narrasi

Strukturalisme:

Narrasi Plot

NASKAH

Strukturalisme

Levi - Strauss

Semiotik Pierce

Struktur

Sumbang

Makna

Sosiologi Sastra

Fungsionalisme

Fungsi

Hermeneutik Gadamer

Universitas Sumatera Utara

Page 82: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

adalah strukturnya. Strukturalisme juga digunakan untuk melihat jaringan antara

bahagian-bahagian cerita yang penyatuannya akan memberikan pengerian yang

totalitas. Teori strukturalisme digunakan untuk membagi cerita rakyat dalam episode

untuk bisa memukan makna hermeneutika.

Strukturalisme digunakan untuk melihat miteme dan ceritema untuk dapat

menemukan makna setelah cerita dibagi dalam episode. Cerita dibagi berdasarkan

hubungan sintakmatik dan paradigmatik. Setelah makna diketahui jenis mitos akan

diketahui dengan penerapan teori hermeneutika. Strukturalisme fungsional yakni

strukturalisme Levi-Strauss membantu menemukan fungsi dengan penerapan sosiologi

sastra.

Strukturalisme Levi-Strauss mengkombinasikan tanda–tanda menjadi

sebuah makna yang mendasari sitem dan menghubungkan temuan pada realitas sosial.

Perhatian difokuskan pada miteme dan ceriteme dan menyusunnya mengikuti sumbu

sintagmatis dan paradigmatis dengan elemen yang lain. Hubungan relasi didalam cerita

disimpulkan sebagai bangunan makna.

Teori Hermeneutika digunakan untuk memaknai cerita internal dengan

kesimpulan refrensial atau kontekstual di mana cerita berada dan menarik sebuah

makna umum yang memposisikan makna internal sebagai bahagian dari makna umum.

Teori Sosiologi sastra digunakan untuk melihat sikap dalam hal ini masyarakat

Batak Toba dalam menghadapi keadaan yang dialami. Teori ini digunakan untuk

melihat pengaruh timbal balik antara gejala sosial yang akan mengarahkan penelitian

ke arah hubungan manusia dalam hal ini masyarakat Batak dalam kelompok sosial serta

lingkungan budaya dan non budaya. Teori ini digunakan juga untuk melihat keterkaitan

Universitas Sumatera Utara

Page 83: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 ...

mitos dengan masyarakat dan melihat apakah mitos tersebut masih berfungsi. Teori

Fungsionalisme digunakan untuk menemukan fungsi dari mitos perkawinan sumbang.

Penerapan teori Kearifan Lokal digunakan untuk mencoba melihat apakah mitos

tersebut masih perlu untuk dilestarikan. Teori Kearifan Lokal membantu untuk

menemukan kontribusi mitos terhadap kesejahteraan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara