BAB II KET
-
Upload
noviantykusumo -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of BAB II KET
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan
ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga
perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa
misalnya dalam cervik, pars interstitialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena
tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan bagi janin untuk
berkembang mencapai aterm. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah
keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi
abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya
kehamilan ektopik. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut
Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29
tahun. Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan
paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Ada laporan yang
menyebutkan kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan. Penelitian di RSUD
Arifin Achmad di Pekan Baru selama periode 1 Januari 2003-31 Desember
2005 melaporkan bahwa kehamilan ektopik terganggu terbanyak terjadi pada
penderita paritas lebih dari 1 kali (35,34 %).
Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak
kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens
dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase
kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka
terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan
mungkin juga progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi
tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu,
perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut
berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Kehamilan
ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit
putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak
ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Kehamilan ektopik banyak
terdapat bersamaan dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang
rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada
masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju
dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi. Di Amerika
Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena
kemungkinan berobat kurang.
3.3 ETIOLOGI
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah
sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel
telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba. Beberapa hal
yang mempengaruhi kehamilan ektopik adalah motilitas tuba, pergerakan tuba
dan progresifitas ovum yang dibuahi. Hal-hal yang menyebabkan kelainan di
atas adalah:
Pengaruh faktor mekanik
Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara
lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-
ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,
salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam
lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan
intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan
zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita
kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti
rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang
mengganggu keutuhan saluran telur.
Pengaruh faktor fungsional
Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan
dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi
lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum
uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan
keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi
perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam
uterus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan
ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung
hanya progesteron saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi
pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu terjadi
konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang
diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor
adrenergik dalam tuba.
Kegagalan kontrasepsi
Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang
karena kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi
dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik
apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam
rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun
ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan
frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak
meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada
wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut
adalah kehamilan ektopik.
Pengaruh proses bayi tabung
Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses
kehamilan yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted
reproduction). Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete
intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan
induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan
hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi
terjadi peningkatan pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.
3.4 PATOGENESIS
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang
terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau
interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi.
Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili
khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding
tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah
pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan
dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara
keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua
dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau
berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi,
tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa
kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh
vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta
serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna,
seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam
kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis
ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering
terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya
terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture yang terjadi pada pars-
intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.
3.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi
dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi:
1. Kehamilan tuba
Yaitu kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian
besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Namun, konseptus juga
dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%),
ataupun pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai
kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar
akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.
2. Kehamilan ovarial
Merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik
dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya
akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya
akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada
tahap awal.
3. Kehamilan servikal
Bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi
dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks
mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu
sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan
kuretase.
4. Kehamilan Abdominal.
Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1%
dari seluruh kehamilan ektopik.20 Kehamilan Abdominal ada 2 macam:
a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga
perut.
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain
misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya
berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat
asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan
kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba
atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya
kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang
terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas
(bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
5. Kehamilan Heterotopik
Kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama dengan kehamilan
intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam
17.000-30.000 kehamilan ektopik. Kehamilan heterotopik dapat di
bedakan atas:
a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan
yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan
intrauterin normal.
b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu
terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan
ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang
terjadi kemudian berkembang seperti biasa.
6. Kehamilan interstisial
Yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba. Kehamilan ini
juga disebut sebagai kehamilan kornual (kehamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah).
Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih
lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial
merupakan penyebab kematian utama dari kehamilan ektopik yang pecah.
7. Kehamilan intraligamenter
Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba
yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal
ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh
vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh
membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan
kehamilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan
ektopik dalam tuba yang pecah.
8. Kehamilan tubouterina
Merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi pada tuba pars
interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke
dalam kavum uteri.
9. Kehamilan tuboabdominal
Berasal dari tuba, dimana zigot yang semula mengadakan implantasi di
sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur mengadakan ekstensi ke
kavum peritoneal.
10. Kehamilan tuboovarial
Digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba dan sebagian
pada jaringan ovarium
Gambar. 1 Lokasi kehamilan ektopik
3.6 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas.
Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa
dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek,
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung
hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda,
dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan
tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau
ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan
umum penderita sebelum hamil.
Gejala subjektif:
1. Amenorrhea (75%-90%)
Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau
menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus
tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
2. Perdarahan pervaginam (50%-80%)
Sebagian besar dari seluruh kehamilan ektopik tuba akan mengalami
abortus spontan dalam waktu 5 minggu. Kebanyakan dari KE akan
mengalami abortus di awal kehamilan. Gejala utamanya adalah keluarnya
discharge coklat tua dari vagina setelah fase tidak menstruasi. Jumlah
perdarahan bermacam-macam, bisa sangat berat dan 10-20% tidak terjadi
perdarahan. Perdarahan pervaginam terjadi akibat degenerasi dan
pengelupasan desidua uterus, perdarahan dapat atau mungkin tidak dikenal
sebagai kelainan dibandingkan dengan haid yang biasanya. Desidua
mungkin dilepaskan dalam perjalanan bercak perdarahan yang intermitten
atau kontinu.
3. Nyeri abdomen
Lokalisasinya tidak spesifik dan sering pasien mengeluh nyeri pada
sisi kontralateralnya. Intensitas nyeri tidak mencerminkan jumlah
perdarahan. Nyeri KE biasanya disebabkan akibat ruptura sehingga terjadi
perdarahan dan darahnya mengalir lewat akhir fimbrial ke kavitas
peritoneal sehingga sering diikuti tanda peritonitis. Nyeri abdomen,
terutama nyeri pelvik unilateral merupakan gejala karakteristik yang
paling sering pada pasien kehamilan ektopik. Tetapi nyeri dapat juga
bilateral pada abdomen bagian bawah, pada abdomen bagian atas, atau
seluruh abdomen.
Beberapa pasien waspada akan nyeri seperti kram unilateral yang
berlokasi di satu sisi uterus, yang dapat disebabkan oleh distensi tuba oleh
kehamilan yang membesar. Nyeri yang tiba-tiba, bersifat tajam seperti
ditusuk pada abdomen bagian bawah biasanya disebabkan oleh ruptur tuba
yang akut dengan perdarahan intraabdominal yang dapat menyebabkan
syok. Variasi nyeri yang ketiga yaitu bersifat penuh, nyeri dihubungkan
dengan suatu hematoma sekeliling suatu “ektopik yang mengalami ruptur
kronik”. Darah yang menetes, banyak atau sedikit dikelilingi oleh adhesi,
terkumpul dalam pelvis, dan membentuk suatu hematokel rektouterina.
Nyeri yang disebabkan oleh kehamilan ektopik biasanya diperberat oleh
gerakan tubuh, seperti membungkuk, naik, atau mengendarai mobil. Pada
perdarahan berat sering diikuti mual, muntah, dan diare.
Temuan Objektif
a. Syok hemoragik, yang ditandai dengan hipotensi, oliguria, palor, dan
takikardia.
b. Tanda klasiknya (namun jarang terjadi) adalah wanita muda (usia
reproduksi) tiba-tiba pingsan disertai keluarnya discharge coklat dari
vagina setelah fase amenorea. Terdapat riwayat lemah/pusing/hampir
hilang kesadaran, nyeri tajam pada pundak, dan akut abdomen. Pada
palpasi didapatkan kaku abdomen (defanse muscular), dan pada
laparoskop terdapat haemoperitoneum dengan ruptur tuba fallopi. Darah
yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum,
sehingga pada pasien akan ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal,
nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan defense muskular.
c. Gejala subakut, nyeri abdomen bagian bawah yang bersifat sentral atau
terlokalisasi. Pada anamnesis didapatkan adanya fase amenorrea 6-8
minggu, tidak menggunakan kontrasepsi, dan sekarang terdapat
perdarahan vagina yang berwarna merah dan kadang disertai perdarahan
yang berwarna coklat.
d. Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda
anemia pada pasien
e. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus
f. Dengan adanya hematokel retrouterina maka kavum Douglas teraba
menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio)
g. Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti
pembesaran uterus
3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang
terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri
bahu, dan tenesmus dapat ditanyakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah
nyeri perut bagian bawah.
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga
perut dapat ditemukan tanda-tanda syok. Pada jenis tidak mendadak, perut
bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik,
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic
Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ektopik. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah hemoglobin,
jumlah sel darah merah, dan leukosit.
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan,
bila leukositosis meningat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes
kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.
Dilatasi dan kerokan
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis
kehamilan ektopik tidak dianjurkan dikarenakan beberapa alasan, antara lain:
kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik,
hanya 12%-19 % kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi
desidua, dan perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-stella tidak
khas untuk kehamilan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan
bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu
dapat memperkuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosentesis
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah atau tidak. Darah segar berwarna merah
yang dalam beberapa menit akan membeku ini berarti darah berasal dari arteri
atau vena yang tertusuk. Darah tua berwarna coklat samapi hitam yang tidak
membeku atau yang berupa bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan
adanya hematokel retrouterina.
Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik.
Diagnostik pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang
di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ±5%
kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hasil ini masih harus diyakini
lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uternus
bikornis.
3.8 DIAGNOSIS BANDING
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral.
Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,50C, selain
itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/abortus inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median
dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di
perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan
abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau
di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/Kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan
pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan
lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4. Appendisitis
Nyeri mula-mula dirasakan di daerah periumbilikus, diikuti dengan
anoreksia, nausea, atau vomitus, dan penjalaran nyeri ke kuadran kanan
bawah. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik
McBurney.
Selain itu pada pasien ditemukan peningkatan suhu tubuh dan juga
leukositosis. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada
gerakan servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik
terganggu. Perdarahan uterus tidak terjadi kecuali pasien kebetulan sedang
haid.
3.9 PENATALAKSANAAN
a. Tatalaksana KET
1) Stabilisasi keadaan umum ibu:
• Oksigen
• Transfusi
• Infus untuk koreksi terhadap anemia dan hipovolemia
• Jika dicurigai ada infeksi antibiotika
2) Operatif
Penatalaksanaan yang ideal yaitu menghentikan sumber
perdarahan dengan segera melakukan tindakan operatif, yaitu dengan
laparotomi dan salpingektomi (memotong bagian tuba yang
terganggu). Histerektomi dilakukan bila umur >35 tahun, fundektomi
bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa haid, insisi bila
kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi.
Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:
Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya
akan kehamilan berulang.
Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan
fertilitasi invitro, maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi
risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro.
Penderita tidak ingin punya anak lagi.
b. Tatalaksana kehamilan ektopik (tuba) dan masih dalam kondisi baik dan
tenang, memiliki 3 pilihan yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah
1) Penatalaksanaan Ekspektasi
Dasar terapi: fakta bahwa sekitar 75% pasien akan mengalami
penurunan kadar -hCG. Efektif pada 47-82% kehamilan tuba. Maka,
kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau
cenderung turun akan diobservasi ketat Penatalaksanaan ekspektasi ini
dibatasi pada keadaan-keadaan berikut:
Kehamilan ektopik dengan kadar -hCG menurun (< 1000 miu/ml)
Kehamilan tuba
Tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur
Diameter massa ektopik ≤ 3.5 cm
2) Penatalaksanaan Medis
Di sini digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan
dan sel hasil konsepsi. Syarat untuk penatalaksanaan ini:
Keadaan hemodinamik yang stabil
Bebas nyeri perut bawah
Tidak ada aktivitas jantung janin
Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum
Douglas
Harus teratur menjalani terapi
Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan
pascaterapi
Tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta
Sedang tidak menyusui
Tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis
Memiliki fungsi ginjal
Hepar dan profil darah yang normal,
Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate
Untuk terminasi kehamilan, dapat digunakan terapi medis sbb:
a) Methotrexate (MTX)
Terapi MTX dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. Angka
kegagalan terapi yaitu 5-10%. Angka kegagalan meningkat pada
usia gestasi >6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter
>4 cm. Bila terjadi kegagalan terapi medis maka ulangi terapi.
Harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan
(pada KET). Dilarang melakukan senggama dan konsumsi asam
folat.
Efek samping obat yaitu gangguan fungsi hepar, stomatitis,
gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Dosis yang diberikan
adalah dosis tunggal : 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel : 1 mg/kg (intramuskular) pada hari I, III, V, dan VII.
Pantau keberhasilan terapi dengan pemeriksaan -hCG serial.
Klinis MTX pada hari-hari pertama yaitu 65-75% pasien
akan mengalami nyeri abdomen akibat pemisahan hasil konsepsi
dari tempat implantasinya (separation pain) dan hematoma yang
meregangkan dinding tuba. Atasi nyeri dengan NSAID. -hCG
umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian
methotrexate. Massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada
USG akibat edema dan hematoma JANGAN dianggap sebagai
kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil awasi kadar -hCG tiap
minggunya hingga kadarnya < 5 mIU/mL.
b) Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin
i.v. selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada
pasien dengan kegagalan terapi MTX sebelumnya.
c) Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga
merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum
terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan
injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi
kehamilan tuba. Namun, angka kegagalan terapi ini cukup tinggi
sehingga jarang digunakan.Umumnya injeksi MTX tetap lebih
unggul.
3) Penatalaksanaan Bedah
Indikasi pembedahan yaitu KE atau KET. Ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba:
a) Pembedahan konservatif
Integritas tuba dipertahankan, meliputi:
Salpingostomi:
- Mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter < 2 cm dan
berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii
Salpingotomi:
- Sama dengan salpingostomi tapi insisi dijahit kembali
b) Pembedahan radikal yaitu berupa salpingektomi:
Indikasi:
KET
Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif
Terjadi kegagalan sterilisasi
Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya
Pasien meminta dilakukan sterilisasi
Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi
Kehamilan tuba berulang
Kehamilan heterotopik
Massa gestasi berdiameter > 5 cm
Berbagai metode di atas dapat dilakukan melalui laparotomi
maupun laparoskopi. Jika pasien syok atau tidak stabil sebaiknya
jangan lakukan pembedahan per laparoskopi.
4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat
dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan
menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau
spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan
3.10 PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik
terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan
darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada
umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat
mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. Ruptur
dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang
lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.
3.11 KOMPLIKASI
Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan keadaan akut
abdomen dan syok hipovolemik. Kematian paling sering disebabkan oleh
ruptura yang disertai perdarahan yang masif. Kehamilan ektopik dapat
terjadi berulang hingga menyebabkan infertilitas. Komplikasi sangat
tergantung dari lokasi tumbuh dan berkembangnya embrio.