BAB II KET

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars interstitialis atau dalam tanduk rudimeter rahim. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan bagi janin untuk berkembang mencapai aterm. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. 3.2 EPIDEMIOLOGI Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan ektopik. Sebagian

description

ket obsgyn

Transcript of BAB II KET

Page 1: BAB II KET

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan

ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga

perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa

misalnya dalam cervik, pars interstitialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena

tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan bagi janin untuk

berkembang mencapai aterm. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah

keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi

abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

3.2 EPIDEMIOLOGI

Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya

kehamilan ektopik. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan

ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut

Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29

tahun. Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan

paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Ada laporan yang

menyebutkan kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan. Penelitian di RSUD

Arifin Achmad di Pekan Baru selama periode 1 Januari 2003-31 Desember

2005 melaporkan bahwa kehamilan ektopik terganggu terbanyak terjadi pada

penderita paritas lebih dari 1 kali (35,34 %).

Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak

kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens

Page 2: BAB II KET

dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase

kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka

terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan

mungkin juga progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi

tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu,

perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut

berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Kehamilan

ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit

putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak

ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Kehamilan ektopik banyak

terdapat bersamaan dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang

rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada

masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju

dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi. Di Amerika

Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241

kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada

golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena

kemungkinan berobat kurang.

3.3 ETIOLOGI

Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah

sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel

telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba. Beberapa hal

yang mempengaruhi kehamilan ektopik adalah motilitas tuba, pergerakan tuba

dan progresifitas ovum yang dibuahi. Hal-hal yang menyebabkan kelainan di

atas adalah:

Pengaruh faktor mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara

lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-

ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,

Page 3: BAB II KET

salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam

lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam

rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan

intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan

zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita

kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti

rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang

mengganggu keutuhan saluran telur.

Pengaruh faktor fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan

dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi

lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum

uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan

keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi

perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam

uterus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan

ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung

hanya progesteron saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi

pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu terjadi

konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang

diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor

adrenergik dalam tuba.

Kegagalan kontrasepsi

Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang

karena kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi

dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik

apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam

rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun

ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan

frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak

Page 4: BAB II KET

meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada

wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut

adalah kehamilan ektopik.

Pengaruh proses bayi tabung

Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses

kehamilan yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted

reproduction). Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete

intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan

induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan

hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi

terjadi peningkatan pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

3.4 PATOGENESIS

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang

terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau

interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau

sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh

kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi.

Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.

Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan

jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena

pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili

khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan

merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya

tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding

tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah

pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan

Page 5: BAB II KET

tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah

menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel

membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.

Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi

menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan

dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara

keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua

dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau

berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik

terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6

sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi,

tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa

kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh

vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya

pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta

serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna,

seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam

kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan

gejala-gejala menghilang.

3. Ruptur dinding tuba

Page 6: BAB II KET

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis

ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering

terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya

terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture yang terjadi pada pars-

intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara

spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan

pemeriksaan vagina.

3.5 KLASIFIKASI

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi

dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi:

1. Kehamilan tuba

Yaitu kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian

besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Namun, konseptus juga

dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%),

ataupun pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai

kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar

akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.

2. Kehamilan ovarial

Merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik

dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya

akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya

akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada

tahap awal.

Page 7: BAB II KET

3. Kehamilan servikal

Bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi

dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks

mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu

sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan

kuretase.

4. Kehamilan Abdominal.

Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1%

dari seluruh kehamilan ektopik.20 Kehamilan Abdominal ada 2 macam:

a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga

perut.

b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain

misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya

berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat

asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan

kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba

atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya

kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang

terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas

(bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.

5. Kehamilan Heterotopik

Kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama dengan kehamilan

intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam

17.000-30.000 kehamilan ektopik. Kehamilan heterotopik dapat di

bedakan atas:

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan

yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan

intrauterin normal.

Page 8: BAB II KET

b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu

terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan

ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang

terjadi kemudian berkembang seperti biasa.

6. Kehamilan interstisial

Yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba. Kehamilan ini

juga disebut sebagai kehamilan kornual (kehamilan intrauteri, tetapi

implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah).

Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih

lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial

merupakan penyebab kematian utama dari kehamilan ektopik yang pecah.

7. Kehamilan intraligamenter

Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba

yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal

ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh

vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh

membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan

kehamilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan

ektopik dalam tuba yang pecah.

8. Kehamilan tubouterina

Merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi pada tuba pars

interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke

dalam kavum uteri.

9. Kehamilan tuboabdominal

Berasal dari tuba, dimana zigot yang semula mengadakan implantasi di

sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur mengadakan ekstensi ke

kavum peritoneal.

10. Kehamilan tuboovarial

Page 9: BAB II KET

Digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba dan sebagian

pada jaringan ovarium

Gambar. 1 Lokasi kehamilan ektopik

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinik kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas.

Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan

mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa

dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek,

walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung

hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.

Page 10: BAB II KET

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda,

dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya

gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan

tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau

ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan

umum penderita sebelum hamil.

Gejala subjektif:

1. Amenorrhea (75%-90%)

Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau

menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus

tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena

kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

2. Perdarahan pervaginam (50%-80%)

Sebagian besar dari seluruh kehamilan ektopik tuba akan mengalami

abortus spontan dalam waktu 5 minggu. Kebanyakan dari KE akan

mengalami abortus di awal kehamilan. Gejala utamanya adalah keluarnya

discharge coklat tua dari vagina setelah fase tidak menstruasi. Jumlah

perdarahan bermacam-macam, bisa sangat berat dan 10-20% tidak terjadi

perdarahan. Perdarahan pervaginam terjadi akibat degenerasi dan

pengelupasan desidua uterus, perdarahan dapat atau mungkin tidak dikenal

sebagai kelainan dibandingkan dengan haid yang biasanya. Desidua

mungkin dilepaskan dalam perjalanan bercak perdarahan yang intermitten

atau kontinu.

3. Nyeri abdomen

Lokalisasinya tidak spesifik dan sering pasien mengeluh nyeri pada

sisi kontralateralnya. Intensitas nyeri tidak mencerminkan jumlah

perdarahan. Nyeri KE biasanya disebabkan akibat ruptura sehingga terjadi

perdarahan dan darahnya mengalir lewat akhir fimbrial ke kavitas

peritoneal sehingga sering diikuti tanda peritonitis. Nyeri abdomen,

Page 11: BAB II KET

terutama nyeri pelvik unilateral merupakan gejala karakteristik yang

paling sering pada pasien kehamilan ektopik. Tetapi nyeri dapat juga

bilateral pada abdomen bagian bawah, pada abdomen bagian atas, atau

seluruh abdomen.

Beberapa pasien waspada akan nyeri seperti kram unilateral yang

berlokasi di satu sisi uterus, yang dapat disebabkan oleh distensi tuba oleh

kehamilan yang membesar. Nyeri yang tiba-tiba, bersifat tajam seperti

ditusuk pada abdomen bagian bawah biasanya disebabkan oleh ruptur tuba

yang akut dengan perdarahan intraabdominal yang dapat menyebabkan

syok. Variasi nyeri yang ketiga yaitu bersifat penuh, nyeri dihubungkan

dengan suatu hematoma sekeliling suatu “ektopik yang mengalami ruptur

kronik”. Darah yang menetes, banyak atau sedikit dikelilingi oleh adhesi,

terkumpul dalam pelvis, dan membentuk suatu hematokel rektouterina.

Nyeri yang disebabkan oleh kehamilan ektopik biasanya diperberat oleh

gerakan tubuh, seperti membungkuk, naik, atau mengendarai mobil. Pada

perdarahan berat sering diikuti mual, muntah, dan diare.

Temuan Objektif

a. Syok hemoragik, yang ditandai dengan hipotensi, oliguria, palor, dan

takikardia.

b. Tanda klasiknya (namun jarang terjadi) adalah wanita muda (usia

reproduksi) tiba-tiba pingsan disertai keluarnya discharge coklat dari

vagina setelah fase amenorea. Terdapat riwayat lemah/pusing/hampir

hilang kesadaran, nyeri tajam pada pundak, dan akut abdomen. Pada

palpasi didapatkan kaku abdomen (defanse muscular), dan pada

laparoskop terdapat haemoperitoneum dengan ruptur tuba fallopi. Darah

yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum,

sehingga pada pasien akan ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal,

nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan defense muskular.

Page 12: BAB II KET

c. Gejala subakut, nyeri abdomen bagian bawah yang bersifat sentral atau

terlokalisasi. Pada anamnesis didapatkan adanya fase amenorrea 6-8

minggu, tidak menggunakan kontrasepsi, dan sekarang terdapat

perdarahan vagina yang berwarna merah dan kadang disertai perdarahan

yang berwarna coklat.

d. Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda

anemia pada pasien

e. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus

f. Dengan adanya hematokel retrouterina maka kavum Douglas teraba

menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio)

g. Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti

pembesaran uterus

3.7 DIAGNOSIS

Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang

terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri

bahu, dan tenesmus dapat ditanyakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah

nyeri perut bagian bawah.

Pemeriksaan umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga

perut dapat ditemukan tanda-tanda syok. Pada jenis tidak mendadak, perut

bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.

Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks

menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit

Page 13: BAB II KET

membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas

yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba

menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik,

sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

Pemeriksaan laboratorium

Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic

Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis.

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan

kehamilan ektopik. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah hemoglobin,

jumlah sel darah merah, dan leukosit.

Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-

tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak

biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan

hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.

Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan,

bila leukositosis meningat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari

infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang

melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes

kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak

menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian

hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human

chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.

Dilatasi dan kerokan

Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis

kehamilan ektopik tidak dianjurkan dikarenakan beberapa alasan, antara lain:

kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik,

Page 14: BAB II KET

hanya 12%-19 % kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi

desidua, dan perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-stella tidak

khas untuk kehamilan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan

bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu

dapat memperkuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

Kuldosentesis

Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah

dalam kavum Douglas ada darah atau tidak. Darah segar berwarna merah

yang dalam beberapa menit akan membeku ini berarti darah berasal dari arteri

atau vena yang tertusuk. Darah tua berwarna coklat samapi hitam yang tidak

membeku atau yang berupa bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan

adanya hematokel retrouterina.

Ultrasonografi

Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik.

Diagnostik pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang

di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ±5%

kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hasil ini masih harus diyakini

lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uternus

bikornis.

3.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan

jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan

yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral.

Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,50C, selain

Page 15: BAB II KET

itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes

kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Abortus iminens/abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih

merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median

dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di

perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan

abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau

di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.

3. Tumor/Kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan

pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan

lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

4. Appendisitis

Nyeri mula-mula dirasakan di daerah periumbilikus, diikuti dengan

anoreksia, nausea, atau vomitus, dan penjalaran nyeri ke kuadran kanan

bawah. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik

McBurney.

Selain itu pada pasien ditemukan peningkatan suhu tubuh dan juga

leukositosis. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada

gerakan servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik

terganggu. Perdarahan uterus tidak terjadi kecuali pasien kebetulan sedang

haid.

3.9 PENATALAKSANAAN

a. Tatalaksana KET

1) Stabilisasi keadaan umum ibu:

• Oksigen

• Transfusi

Page 16: BAB II KET

• Infus untuk koreksi terhadap anemia dan hipovolemia

• Jika dicurigai ada infeksi antibiotika

2) Operatif

Penatalaksanaan yang ideal yaitu menghentikan sumber

perdarahan dengan segera melakukan tindakan operatif, yaitu dengan

laparotomi dan salpingektomi (memotong bagian tuba yang

terganggu). Histerektomi dilakukan bila umur >35 tahun, fundektomi

bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa haid, insisi bila

kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi.

Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:

Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.

Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya

akan kehamilan berulang.

Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan

fertilitasi invitro, maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi

risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro.

Penderita tidak ingin punya anak lagi.

b. Tatalaksana kehamilan ektopik (tuba) dan masih dalam kondisi baik dan

tenang, memiliki 3 pilihan yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant

management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah

1) Penatalaksanaan Ekspektasi

Dasar terapi: fakta bahwa sekitar 75% pasien akan mengalami

penurunan kadar -hCG. Efektif pada 47-82% kehamilan tuba. Maka,

kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau

cenderung turun akan diobservasi ketat Penatalaksanaan ekspektasi ini

dibatasi pada keadaan-keadaan berikut:

Kehamilan ektopik dengan kadar -hCG menurun (< 1000 miu/ml)

Kehamilan tuba

Page 17: BAB II KET

Tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur

Diameter massa ektopik ≤ 3.5 cm

2) Penatalaksanaan Medis

Di sini digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan

dan sel hasil konsepsi. Syarat untuk penatalaksanaan ini:

Keadaan hemodinamik yang stabil

Bebas nyeri perut bawah

Tidak ada aktivitas jantung janin

Tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum

Douglas

Harus teratur menjalani terapi

Harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan

pascaterapi

Tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta

Sedang tidak menyusui

Tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis

Memiliki fungsi ginjal

Hepar dan profil darah yang normal,

Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate

Untuk terminasi kehamilan, dapat digunakan terapi medis sbb:

a) Methotrexate (MTX)

Terapi MTX dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling

ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. Angka

kegagalan terapi yaitu 5-10%. Angka kegagalan meningkat pada

usia gestasi >6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter

>4 cm. Bila terjadi kegagalan terapi medis maka ulangi terapi.

Harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani pembedahan

(pada KET). Dilarang melakukan senggama dan konsumsi asam

folat.

Page 18: BAB II KET

Efek samping obat yaitu gangguan fungsi hepar, stomatitis,

gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Dosis yang diberikan

adalah dosis tunggal : 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis

multipel : 1 mg/kg (intramuskular) pada hari I, III, V, dan VII.

Pantau keberhasilan terapi dengan pemeriksaan -hCG serial.

Klinis MTX pada hari-hari pertama yaitu 65-75% pasien

akan mengalami nyeri abdomen akibat pemisahan hasil konsepsi

dari tempat implantasinya (separation pain) dan hematoma yang

meregangkan dinding tuba. Atasi nyeri dengan NSAID. -hCG

umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian

methotrexate. Massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada

USG akibat edema dan hematoma JANGAN dianggap sebagai

kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil awasi kadar -hCG tiap

minggunya hingga kadarnya < 5 mIU/mL.

b) Actinomycin

Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin

i.v. selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada

pasien dengan kegagalan terapi MTX sebelumnya.

c) Larutan Glukosa Hiperosmolar

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga

merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum

terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan

injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi

kehamilan tuba. Namun, angka kegagalan terapi ini cukup tinggi

Page 19: BAB II KET

sehingga jarang digunakan.Umumnya injeksi MTX tetap lebih

unggul.

3) Penatalaksanaan Bedah

Indikasi pembedahan yaitu KE atau KET. Ada 2 macam

pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba:

a) Pembedahan konservatif

Integritas tuba dipertahankan, meliputi:

Salpingostomi:

- Mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter < 2 cm dan

berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii

Salpingotomi:

- Sama dengan salpingostomi tapi insisi dijahit kembali

b) Pembedahan radikal yaitu berupa salpingektomi:

Indikasi:

KET

Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif

Terjadi kegagalan sterilisasi

Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya

Pasien meminta dilakukan sterilisasi

Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi

Kehamilan tuba berulang

Kehamilan heterotopik

Massa gestasi berdiameter > 5 cm

Berbagai metode di atas dapat dilakukan melalui laparotomi

maupun laparoskopi. Jika pasien syok atau tidak stabil sebaiknya

jangan lakukan pembedahan per laparoskopi.

4) Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Page 20: BAB II KET

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat

dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan

menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau

spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari

implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi

berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan

bertekanan

3.10 PROGNOSIS

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik

terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan

darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada

umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat

mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun

dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai

resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang

sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat

kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. Ruptur

dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.

Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%

kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang

lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.

3.11 KOMPLIKASI

Kehamilan ektopik terganggu dapat menyebabkan keadaan akut

abdomen dan syok hipovolemik. Kematian paling sering disebabkan oleh

ruptura yang disertai perdarahan yang masif. Kehamilan ektopik dapat

Page 21: BAB II KET

terjadi berulang hingga menyebabkan infertilitas. Komplikasi sangat

tergantung dari lokasi tumbuh dan berkembangnya embrio.