BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERUMUSAN TINDAK...

29
15 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERUMUSAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK A. Pengertian pencemaran nama baik / penghinaan dalam KUHP. 1. Pencemaran. Penghinaan adalah mengihina yaitu “ menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”, Yang di serang itu merasakan malu. Kehormantan yang di serang disni hanya mengenai kehormatan yang dapat dicemarkan. Penghinaan itu ada 6 (enam ) macam : a. Menista (smaad) b. Menista dengan surat (smaadchrift) c. Menfitnah (laster) d. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging) e. Mengadu secara menfitnah (lasterajke aanklacht) f. Tuduhan sevara menfitnah (lasterajke verdhartmaking) Semua penghinaan itu hanya dapat di tuntut, apabila ada pengaduan dari orang yang menderita ( delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalakan tugas yang sah. Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri, hinaan diartikan sebagai nistaan, cercaan dan caci-makian. Sedangkan Penghinaan yaitu proses, perbuatan, cara menistakan. Adapun arti Menghina yaitu memandang rendah, merendahkan, memburukkan nama baik orang lain, mencemarkan nama baik orang lain,

Transcript of BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PERUMUSAN TINDAK...

15

BAB II

KAJIAN UMUM TENTANG PERUMUSAN TINDAK PIDANA

PENCEMARAN NAMA BAIK

A. Pengertian pencemaran nama baik / penghinaan dalam KUHP.

1. Pencemaran.

Penghinaan adalah mengihina yaitu “ menyerang kehormatan dan nama baik

seseorang”, Yang di serang itu merasakan malu. Kehormantan yang di serang

disni hanya mengenai kehormatan yang dapat dicemarkan. Penghinaan itu ada 6

(enam ) macam :

a. Menista (smaad)

b. Menista dengan surat (smaadchrift)

c. Menfitnah (laster)

d. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging)

e. Mengadu secara menfitnah (lasterajke aanklacht)

f. Tuduhan sevara menfitnah (lasterajke verdhartmaking)

Semua penghinaan itu hanya dapat di tuntut, apabila ada pengaduan dari

orang yang menderita ( delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan

terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalakan tugas yang sah.

Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri, hinaan diartikan sebagai nistaan,

cercaan dan caci-makian. Sedangkan Penghinaan yaitu proses, perbuatan, cara

menistakan. Adapun arti Menghina yaitu memandang rendah, merendahkan,

memburukkan nama baik orang lain, mencemarkan nama baik orang lain,

16

memaki-maki. Jadi, kamus Bahasa Indonesia memberikan penekanan bahwa

pencemaran nama baik lebih hanya pada person/pribadi seseorang.1718

Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, untuk dapat

dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan

jalan “menuduh suatu perbuatan”. Penghinaan yang dilakukan dengan “menuduh

suatu perbuatan” termasuk pada delik penghinaan pasal 310 KUHP atau

penghinaan dengan tulisan pasal 311 KUHP. Penghinaan yang dilakukan dengan

jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”,

“bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.19

Selanjutnya, Soesilo menjelaskan bahwa untuk dapat dihukum, penghinaan

itu – baik lisan maupun tulisan – maka penghinaan itu harus dilakukan di tempat

umum. Yang dihina sendiri tidak perlu berada di situ. Pengecualiannya adalah:

1. Apabila orang yang dihina berada di situ melihat dan mendengar sendiri

penghinaan tersebut.

2. Apabila penghinaan dilakukan dengan surat (tulisan), maka surat itu harus

dialamatkan kepada yang dihina.

Kata-kata atau kalimat apakah yang dianggap menghina itu, bergantung

pada tempat, waktu, dan keadaan, ialah menurut pendapat umum di tempat itu.

17Umi Chulsum dan Windy Novia, 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya ;

Kashiko, , hal. 283-284

19 R.soesilo,1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bogor . politeia . hal 225

17

Penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan, misalnya dengan meludahi muka,

atau sodokan, pukulan atau dorongan yang tidak seberapa keras, bisa juga

dikategorikan sebagai penghinaan.

Pencemaran nama baik/penghinaan terdiri ata dua unsur, yakni tindakn

pencemran dan objek yang dicemarkan berupa nama baik seseorang. Pencemaran

nama baik bisa diartikan sebagai perbuatan/suatu tindakan seseorang yang

mengakibatkan tercemarnya nama baik seorang lain atau objek yang dihina.

Tindak pidana pencemaran nama baik dapat dikelompokan berdasarkan sarana

yang digunakan antara lain :

a) Pencemaran nama baik secara konvensional

Yang mana pencemaran namabik yang dilakukan dengan cara-cara

biasa seperti berbuat/bertindak dengan lisan ataupun dengan tertulis.

Pencemaran dengan menggunakan lisan yakni berucap dengan maksud

untuk menyerang atau membuat malu nama baik / kehormatan di depan

khalayak ramai. Sedangkan pencemaran nama baik secara tertulis yakni

dengan membuat tulisan ataupun gambar dengan maksud menyerang

kehormatan / nama baik seseorang pada suatu media dan di sebarkan

dengan maksud untuk di ketahui khalayak ramai.

b) Pencemaran nama baik dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Dimana pencemaran nama baik ini dilakukan dengan cara

memanfaatkan teknologi informasi dengan cara lisan maupun dengan

cara tertulis. Pencemaran nama baik dengan memanfaatkan teknologi

informasi menggunakan lisan biasanya dilakukan dengan melalaui

18

telepon atau pesan suara yang mana di maksud untuk menyerang nama

baik seseorang. Pencemran namabaik menggunakan teknologi

informasi dilakukan secara tertulis dilakukan dengan cara memebuat

tulisan atau gambar berupa dokume elektronik dengan maksud untuk

menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.20

Dalam ketentuan KUHP pasal 310 ayat (1) BAB PENGHINAAN

menerangkan bahwa tindak pidana penghinaan itu bisa di kategorikan penghinaan

apabila seseorang telah menuduh seorang lainya telah melakukan perbuatan yang

tertentu, dengan maksud tuduhan itu tersiar atau di ketahui oleh khalayak ramai.

Contoh tuduhan yang membuat orang merasa terserang kehormatannya yakni

menuduh yang membuat perasaan korban menjadi malu atas tuduhan orang yang

menyebarkan tuduhannya, tuduhan tersebut dilakukan dengan lisan apabila di

lakukan dengan tertulis aytua gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista

dengan surat dan di kenakan pasal 310 ayat 2.Menurut ketentuan ayat 3

perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam ayat 1 dan 2 tidak termasuk menista

atau menghina degan tulisan dan tidak dapat dihukum. 21

Rumusan kejahatan pencemaran ayat (1) terdiri dari unsur sebagai berikut :

Unsur obyektif :

1) Perbuatannya : menyerang

20Atven Vemanda Putra, Al. Wisnubroto .2013.Eksistensi Pasal 27 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 dalam Perkara Pencemaran Nama Baik. Vol 1 No.1 Program

Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta 21R.Soesilo. Opcithal 226.

19

Perbuatan menyerang aanranden, bukan bersifat fisik, karna pada

dasarnya yang di serang hanya mengenai kehormatan dan perasaan

mengenai nama baik orang yang di serang. Perbuatan yang menurut

ketentuan menyerang dalam ayat 1 berupa perbuatan ucapan.

2) Objeknya :

a. Kehormatan orang

b. Nama baik orang

Objek yang diserang adalah rasa / perasaan harga diri mengenai

kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri menegenai nama baik

orang (godennaam). Harga diri adalah objek dari setiap penghinaan yang

menurut Wirjono Prodjodikoro yakni ukuran dalam suatu tindak pidana

penghinaan.

3) Caranya : dengan menuduhkan perbuatan tertentu

Perbuatan menyerang ditujukan pada rasa harga diri atau martabat

mengenai kehormatan dan nama baik orang, dengan meenggunakan

kata/kalimat melalui ucapan, caranya dengan menuduhkan suatu perbuatan

tertentu (telast-legging van een bepaald feit).22

Unsur subyektif :

1) Kesalahan : sengaja

2) Maksudnya terang supaya diketahui umum.

22 Adam chazawi . 2009 . Hukum Pidana Positif Penghinaan Tindak Pidana Menyerang

Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan Dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat

Pribadi Maupun Komunal .Surabaya Putra Media Nusantara. Hal 93.

20

Dalam kejahatan pencemaran nama baik terdapat dua unsur kesalahan, yakni

sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Dalam

artian doktrin , maksud itu adalah juga kesengajaan dalam arti sempit bisa

disebut juga dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk,

akan teteapi fungsi dari unsdur sengaja dan maksud dalam pencemaran nama

baik berbeda. Sikap batin sengaja yang ditujukan pada perbuatan menyerang

kehormatan atau nama baik orang. Sikap batin maksud ditujukan pada unsur

“diketahuio oleh umum” mengenai perbuatan apa yng dituduhkan pada orang

lain.

Ringkasan dalam unsur-unsur pada tindak pidana pencemaran nam baik yank ni

meliputi :

a. Perbuatan menyerang

b. Objek : kehormatan atau nama baik orang

c. Dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu.

2. Pencemaran tertulis.

Pencemaran dengan menuduhkan suatu perbutan tertentu yaang

dilakukan dengan tulisan dan gambar yang disiarkan atau pun di publikasikan

dipan umum. Disbeut dengan pencemaran scara tertulis yang dirumuskan pada

pasal 310 ayat 2 dengan unsur sebagai berikut :

1) Semua unsur objektif dan subyektif dalam ayat 1.

Apa yang terdapat dalam pasal 310 ayat 1 dengan ucapan yang berari

terdiri dari perkataan atau kalimat yang memang ditujukan kepada orang

lain dengan maksud dan tujuan menyerang kehormatan atau nam baik

21

orang lain. Dan maksud dari pencemaran tertulis , pada dasarnya tulisan

adalah wujud nyata dari kata-kata atau kalimat yang diucapkan.

2) Menuduhkan melakukan perbuatan dengan cara / melalui : tulisan,

gambar:

a) Yang disiarkan.

b) Yang dipertunjukan dan atau

c) Yang di tempel

3) Secara terbuka.23

B. Klasifikasi tindak pidana Penginaan dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946)

KUHP mengklasifikasikan tindak pidana penghinaan ada 6 kategori yaitu

sebai berikut :

a. Penistaan Pasal 310 ayat 1 KUHP

“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang,

dengan menuduh suatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu

diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling

lama Sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka

penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduhkan seseorang telah

melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui

oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan

yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya,

cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.24

23Ibid. hal. 100 24 R. Soesilo, 1993, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, jakarta, Politeia. Hal . 225

22

Beberapa pakar menggunakan istilah “menista” dan ada juga yang

menggunakan istilah “celaan”. Perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan

kata-kata dalam menerjemahkan kata “smaad” dari Bahasa Belanda. Kata nista

dan kata celaan merupakan sinonim.25

b. Penistaan dengan surat Pasal 310 ayat 2 KUHP

“Bila hal itu dilakukan dnegan tulisan atau gambar yang disiarkan,

ditunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena

pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Menurut R. Soesilo, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 ayat

(2) KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar,

maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat. Jadi seseorang dapat dituntut

menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukandengan surat atau

gambar.

Istilah menista secara tertulis oleh beberapa pakar dipergunakan istilah

menista dengan tulisan. Perbedaan tersebut disebabkan pilihan kata-kata untuk

menerjemahkan yakni kata smaadschrift yang dapat diterjemahkan dengan kata-

kata yang bersamaan atau hampir bersamaan.

c. Fitnah pasal 311

“Bila yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis

diperbolehkan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya itu, namun ia tidak

dapat membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa

25Leden Marpaung, 1997, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan

Penerapannya, Jakarta, PT Grafindo Persada. Hal . 11.

23

yang diketahuinya, maka dia diancam karena melakukan fitnah dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.”

Kata fitnah sehari-hari umumnya diartikan sebagai yang dimuat dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia yakni: perkataan yang dimaksud menjelekkan orang...

Dalam ilmu hukum pidana, fitnah adalah menista atau menista dengan

surat/tulisan tetapi yang melakukan perbuatan itu, diizinkan membuktikannya dan

ternyata, tidak dapat membuktikannya. Menurut Pasal 313 KUHP, membuktikan

kebenaran ini juga tidak diperbolehkan apabila kepada si korban dituduhkan suatu

tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, dan pengaduan ini in

concreto tidak ada.

d. Penghinaan Ringan Pasa 315 KUHP.

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau

pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di depan umum

dengan lisan atau tulisan, maupun di depan orang itu sendiri dengan tulisan

atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan

kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara

paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah”

Kata penghinaan ringan diterjemahkan dari bahasa Belanda yaitu kata

eenvoudige belediging; sebagian pakar menerjemahkan kata eenvoudige dengan

kata biasa, sebagian pakar lainnya menerjemahkan dengan kata ringan. Dalam

Kamus Bahasa Belanda, kata eenvoudige: sederhana, bersahaja, ringan. Dengan

demikian, tidak tepat jika dipergunakan kata penghinaan biasa.

24

Unsur-unsur Pasal 315 KUHP terdiri dari Unsur Objektif yaitu Setiap

penghinaan yang tidak bersifat pencemaran (dengan lisan) atau pencemaran

tertulis, yang dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau

tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri degan lisan atau perbuatan, dengan surat

yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya. Sedangkan Unsur Subjektif yaitu

Dengan sengaja.

e. Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah Pasal 317 KUHP

“Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan

palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang

seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam

karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama

empat tahun.”

R. Sugandi, S.H memberikan uraian terhadap pasal di atas, yakni yang diancam

hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja:

a. memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada

pembesar negeri.

b. menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang

kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu

terserang.26

f. Perbuatan Fitnah pasal 318 KUHP.

“Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu

persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan

26R. Sughandi, 1980, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut

Penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional. Hal . 337

25

pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan dengan

pidana penjara paling lama empat tahun”

Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP, yang diancam hukuman

dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang

menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana,

misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di

dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan

kejahatan.27

C. Pengertian dan unsur tindak pidana.

Istilah tindak pidana hakikatnya merupaka istilah yang berasal dari

terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahsa belanda. Kemudian di terjemahkan

dalam berbagai terjemahan dalam bahasa indonesia, yang di gunakan oleh para

sarjana-sarjana indonesia antara lain : 1) tindak pidana 2) delict 3) perbuatan

pidana. Secara doktrinal dalam hukum pidana di kenal adanya dua pandangan

tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan dualistis yakni :

1) Pandang monistis, suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk

adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.

a. Menurut D. Simons tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum

yang telah di lakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakan yang o;leh

undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat

dihukum.

27Ibid. Hal .339

26

b. Menurut J. Bauman perbutan atau tindak pidana adalah perbuatan yang

memenuhi rumusan delik bersifat melawan hukum dan dilakukan

dengan kesalahan.

c. Menurut Wiryono prodjodiko tindak pidana adalah suatu perbuatan

yang pelakunya dapat di kenakan pidana.

2) Pandangan dualistis, memisahkan antara perbuatan pidana dan

pertanggung jawaban pidana.28

a. Menurut Pompe strafbaarfeit adalah feit (tindakan) , yang diancam

pidana dalam ketentuan undang-undang.

b. Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang

diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut,

dengan harus memenuhi unsur tindak pidana antar lain :

1) Adanya perbuatan

2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang pasal 1 KUHP

3) Besifat melawan hukum.

1. Penggolongan tindak pidana.

A. Pengolan tindak pidana dengan doktrin.

Secara umum tindak pidana mempunyai beberap perbedaan antara

lain:

a. Tindak pidana secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran

1) Kejatan adalah rechtdelicht , yakni perbuatn-perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan.

28Tongat.2012. Dasar-dasar hukum pidana dalam perspektif pembaharuan. Malang ,

penerbit UMM PRESS. Hal.91

27

2) Jenis tidnak pidana adalah westdelicht, yakni perbuatan yang

oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidan, dan

bisa di sebut juga mala quia prohibita.

b. Tindak pidana dapat di bedakan atas tindak pidana formil dan

materiil

1) Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya

dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang, dan dianggap

telah terjadi

2) Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang

perumusannya dititkberatkan pada akibat yang dilarang, dan

baru dianggap telah terjadi.

c. Tindak pidana di bedakan atas delik

1) Delik comissionis adalah delik yang berupa pelanggran

terhadap larangan.

2) Delik omiisionis adalah delik yang berurpa pelanggran

terhadap perintah.

3) Delik comissionis per omiisionis comissa adalah delik yang

berupa pelanggaran terhadap larangan.

d. Tindak pidana di bedakan atas kesenganjaan dan kealpaan

1) Tindak pidana kesengajaan adalah delik yang memeuat unsur

kesengajaan.

2) Tindak pidana kealpaan adalah delik yang memeuat unsur

kealpaan.

28

e. Tindak pidana dibedakan atas delik tunggal dan delik berganda

1) Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan satu

kali perbutan.

2) Delik berganda adalah delik yang untuk kualifikasinya baru

terjadi apabila dilakukan beberapa kali perbuatan.

f. Tindak pidana dibedaka atas yang berlangsung terus dan yang

tidak berlangsung terus.

1) Tindak pidana yang berlangsung terus adalah Tindak pidana

yang memepunyai ciri, bahwa keadaan atau perbuatan yant

terlaranag itu berlangsung terus .

2) Tindak pidana yang tidak berlangsung terus adalah bahwa

keadaan yang terlarang itu tidak berlangsung terus.

g. Tindak pidana dibedakan atas aduan dan bukan aduan.

1) Tindak pidana aduan adalah yang penentuannya hanya

dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena atau

yang dirugikan. Dan ada dua jenis tindak pidana aduan antara

lain :

Tindak pidan aduan absolut

Tindak pidana aduan relatif.

2) Tindak pidana bukan aduan adalah tindak pidana yang tidak

mempersyaratkan adanya pengaduan untuk penuntunnya.

h. Tindak pidana dibedakan atas tindak pidana biasa atau pokok dan

tindak pidana yang dikualifikasikan :

29

1) Tindak pidana dalam bentuk pokok adalah betuk tindak pidana

yang paling sederhana, tanpa adanya unsur yang bersifat

memeberatkan.

2) Tindak pidana yang di kualifikasikan adalah tindak pidana

dalam bentuk pokok yang ditambah dengan adanya unsur

pemberat sehingga ancaman pidananya menjadi lebih berat.29

D. Unsur-unsur tindak pidana.

Mengikuti asas yang berlaku dalam hukum pidana , maka seseorang tidak

dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila tindak pidana tersebut

belum dirumuskan di dalam undang – undang. Dengan itu seseorang hanya dapat

dikategorikan melakuka tindak pidana apabila orang tersebut melakukan

perbuatan yang telah dirumuskan dalam ketentuan undang-undang sebagai tindak

pidana.30

Berdasarkan asas legalitas bahwa seseorang hanya dapat dipersalahkan

setelah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut oleh hakim telah

dinyatakan terbukti bersalah dengan memenuhi unsur-unsur dari rindak pidana

yang bersangkutan, seperti yang dirumuskan didalam undang-undang. Dengan

kata lain bahwa seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana

apabila salah satu unsur tindak pidana yang didakwakan kepada orang tersbut

tidak dapat dibuktikan.

29Tongat . 2012 Op.cit. Hal.111 30Tongat .2015 .Hukum Pidana Materiil . Malang. UMM Press. Hal.2

30

Pemahaman terhadap unsur – unsur tindak pidana merupakan kebutuhan

yang sangat mendasar berkaitan dengan penerapan hukum pidana materiil. Secara

umum unsur-unsurtindak pidana dapat dibedakan menjadi dua macam :

1. Unsur subyektif, yakni unsur yang terdapat diluar pelaku (dader) yang

dapat berupa :

a. Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak

berbuat. Contoh unsur obyektif yang berupa “perbuatan” yanitu

perbuatan – perbuatan yang dilarang dan ancam oleh undang-

undang.

b. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil.

Contoh unsur obyektif yang berupa suatu “akibat” adalah akibat-

akibat yang dilarang dan diancam oleh undang-undang dan

sekaligus merupkan syarat mutlak dalam tindak pidan antara lain

akibat-akibat sebagaimana dimaksudkan dalm ketentuan pasal

351,338 KUHP.

c. Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan diancam

oleh undang-undang. Contoh unsur obyektif yang berupa suatu

“keadaan” yang dilarang dalam dan diancam oleh undang-undang

adalah keadaaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal

160, 281, 282 KUHP yang memeberikan ketentuan unsur obyektif

yang berupa “keadaan” adalah di tempat umum.

2. Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri sipelaku (dader)

yang berupa :

31

a. Suatu perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkannya seseorang

terhadap perbuatan yang telah dilakukan (kemampuan bertanggung

jawab)

b. Kesalah atau schuld. berkaitan dengan maslah kemapuan

bertanggung jawab diatas, persoalnnya adalah kapan seseorang

dapat dikatakan mamapu bertanggung jawab apabila dalam diri

orang itu memenuhi tiga syarat antara lain:

1) Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga ia

dapt mengertiakan nilai perbuatan dan karena juga menegrti

akan nilai dari akibat perbuatannya.

2) Keadan jiwa orang itu sedemikan rupa, sehingga orang tersebut

dapat menetukan kehendaknya terhadap perbutan yang ia

lakukan.

3) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan

perbuatan mana yang tidak diarang oleh undag-undang.

Berkaitan dengan persoalan kemampuan bertanggung jawab pembentuk

KUHP berpendirian, bahwa “stiap orang dianggap mamapu bertanggung jawab”.

Konsekuensi dari pendirian ini yakni bahwa masalah kemampuan bertanggung

jawab tidak perlu dibuktikan dipengadilan kecuali apabila terdapat unsur tersebut.

Dalam ketentuan KUHP tidak menyebutkan tentang kemapuan

bertanggung jawab, akan tetapi ada pasal yang berhubungan dengan ketentuan

bertanggung jawab yakni pasal 44 : “ barang siapa melakukan perbuatan yang

tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya , karena jiwanya cacat dalam

tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit”. Dari keterangan beberapa

sarjana bisa diambil kesimpulan bahwasanyya untuk adanya kemampuan

bertanggung jawab harus ada :

32

1) Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang

buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum

2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan

tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

Dalam kemampuan bertangung jawab harus ada faktor akal (intlektual factor)

yakni dapat membedakan antara perbuatan yang di perbolehkan dan yang tidak

diperbolehkan. Yang selanjutnya faktor persaan atau kehendak (volitional factor)

yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas nama yang

diperbolehkan dan mana yang tidak.31

E. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana.

Dalam atauran hukum pidana yang berlaku bagi stiap orang yang melakukan

tindak pidana sesuai asas ruang linkup berlakunya Kitab Undang-undang Hukum

Pidana. Ada empat asas ruang lingkup hukum pidan antara lain :

1. Asas Teritorial (teritorialitets beginsel)

2. Asas Nasionalitas Aktif (actief nationaliteitsbeginsel)

3. Asas nasionalis Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

4. Asas universal.32

F. Tindak Pidana Dalam Teknologi Informasi (Cybercrime) .

A. Definisi Cyrbercrime.

Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang

berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang

menggunakan komputer.

Barda Nawawi Arief menunjukan pada kerangka (sistematis) Draft

Convention on Cybercrime dari dewan eropa (Draft No. 25, Desember 2000) .

31 Moeljatno, 2002. Asas-asas hukum pidana. jakarta : PT Asdi Mahasatya. Hal .165 32 Teguh prasetyo 2010. Hukum Pidana. jakarta : rajawali pers.Hal. 19

33

Beliau menyamakan peristilahan antara keduanya dengan memebrikan definisi

cybercrime sebagai “ crime related to technology, computers, and the internet”

atau secara sederhana berarti kejahatan yang berhubungan dengan teknologi,

komputer dan internet.33

Cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer, definisi kejahatan

komputer sendiri, sampai sekarang para sarjana belum sependapat mengenai

pengertian atau definisi dari kejahatan komputer. Bahkan penggunaan istilah

tindak pidana untuk kejahatan komputer dalam bahasa inggris pun masih belum

seragam. Beberapa sarjana menggunakan istilah “ computer misuse”, “computer

abuse”, “computer farud”, “computer-related crime”, “computer-assited crime”,

atau “computer crime.34

Dalam undang-undang ITE yang dimaksud dengan infromasi elektronik

adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasiyang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Udang-undang ITE berlaku pada setiap orang yang melakukan pelanggaran

33 Dikdik M.arief mansur dan Elistaris gultom. 2005. Cyber law Aspek Hukum Teknologi

Informasi. Bandung,PT. Rafita aditama. Hal.8 34 Budi suharyanto. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi (cybercrime) uregensi

pengaturan dan celah hukumnya. Jakarta . PT. Rajagrafindo persada. Hal . 9

34

hukum atau tindak pidana sebagaimana di ataur dalam ketentuan yang ada dalam

undang-undang tersbut, baik yang berada dalam wilayah hukum Indonesia

maupun diluar wilayah hukum Indoneisa. Yang memiliki akibat hukum di

wilayah indonesia dan/atau di luar wiliyah Indonesia dan merugikan indonesia.35

Undang-undang informasi dan transaksi elektronik disahkan pada tahun

2008, dan telah di revisi dan di sahkan pada tanggal 28 November 2016.

Khususnya dalam pasal 27 ayat 3 dianggap telah membungkam kebebasan warga

masyarakat untuk berekspresi melalui dunia maya. Oleh sebab itu banyak desakan

untuk merevisi undang-undang tersebut dan masuk dalam agenda program legislai

nasional (proglegnas) untuk dibahas oleh DPR dengan pembahasan harus secara

multi stakehoder. Dalam ketentual pasal 27 ayat 3 dinilai sudah sering digunakan

oleh orang yang memilikikekuasan untuk menekan pihak yang tidak sepaham

yang mengakibatkan chilling effect atau dengan kata lain kekuatiran untuk

berkespresi dan / atau berbeda pendapat karna adanya ancaman.36

B. Aspek-aspek kriminologi kejahatan mayantara (Cybercrime).

1. Pengertian Kriminologi.

Dari berbagai bagai definisi tentang kriminologi salah satunya :

Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala kejahatan dalam arti

seluas-luasnya. Yang dimaksud mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya.

35 Anonim. 2009. undang-undang informasi dan transaksi elektronik nomor 11 tahun

2008. Jojga . jogja bangkit publisher. Hal 14 36 Tina asmarawati. 2015 Delik-delik yang Ada diluar KUHP jakarta , Deepublish. Hal 54

35

Dapat disimpulkan bahwa kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan masalah kejahatan, termasuk keseluruhan fenomenngan a atau

gejala-gejala sosial yang berhubungan dengan kejahatan (Abdul Wahid, 2002).

Keseluruhan fenomena sosial memang tepat dijadikan sebagai dari kajian

kriminologi, karena ada sisi relasional dengan masalah prilakunya menyimpang.

2. Pengertian Kejahatan.

Kajian kriminologi adalah kejahatan, yang tidak lepas dari dunia empiris

dimana kenyataan sosial itu berbeda. Secara empiris definisi kejahatan dapat

dilihat dari dua persepektif, Pertama, adalah kejahatan dalam persepektif yuridi,

kejahatan dirumuskan sebagai perbuatan yang oleh diberi pidana. Pemberian

pidana ini dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu

akibat perbuatan itu.

Kedua, kejahatan dalam arti perspektif sosiologis krimonologis merupakan

suatu perbuatan yang dari sisi sosialogis merupakan kejahatan sedangkan dari segi

yuridis bukan merupakan suatu kejahatan. Aritnya perbuatan tersebut oleh negara

tidak dijatuhi pidana, perbuatan ini dalam ilmu hukum pidana disebut dengan

strafwaardig, artinya perbuatan tersebut patu dan pantas dipidana.

3. Pengertian Kejahatan Mayantara (Cybercrime)

Pada perkembangan internet ternyata membawa sisi negatif, dengan

membuka peluang munculnya tindakan-tindakan sosial yang selama ini dianggap

tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori

menyatakan, Crime is product of society it’s self, yang menghasilkan kejahatan.

36

Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi

internet ini sering disebut dengan Cybercrime. Dari pengertian ini tempak bahwa

Cybercrime mencakup semua jenis kejahatan beserta modus operandinya yang

dilakukan sebagai dampak negatif aplikasi internet. Dalam definisi tidak

menyebutkan secara spesifik dari karakteristik Cybercrime, definisi ini mencakup

segala kejahatan yang dalam modus operandinya menggunakan fasilitas internet.

Muladi dalam bukunya yang ditulis bersama Barda Nawawi Arief, “Bunga

Rampai Hukum Pidana” memandang cybercrime pendekatan computer crime

(kejahatan koputer). Namun demikian, cybercrime sesungguhnya berbeda dengan

computer crime.37

C. Delik – delik cybercrime dalam UU ITE

Unsur objektif dalam hal perumusan delik cybercrime mengalami beberapa

terobosan dari sifat-sifat umum dari KUHP. Disebabkan kegiatan cyber meskipun

bersifat virtual tetapi dapat di kategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum

yang nyata. Secara yuridis untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi

untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi konvensional

untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, kegiatan cyber adalah kegiatan virtual,

tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat bukti elektronik, dengan subjek

pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai telah melakukan perbuatan hukum

secara nyata.

37 Abdul wahid dan Mohammad Labib.2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime).

Bandung .PT refika Aditama. Hal 41

37

Dunia hukum sejak lama memeperluas penafsiran asas dan normanya ketika

menghadapi persoalan benda berwujud, misalnya dalam kasus pencurian sebagai

mana perbuatan pidana. Dalam kenyataannya kegiatan cyber tidak lagi sederhana

karana kegiatannya tidak lagi dibatasi peleh wilayah suatu negara, yang mudah

diakses kapa pun dimana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi

maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya

pencurian kartu kredit melalui pembelanjaan internet. Secara lebih jelasnya dapat

diuraikan beberapa perbuatan yang dilarang dalam undang-undang Informasi dan

Transaksi Elektronik.38

D. Perbuatan Yang Di Larang Dalam Undang-Undang Informasi Dan

Transaksi Elektronik.

Perbuatan yang dilarang dalam undang-undang nomer 11 tahun 2008 tentang

informasi dan transaksi elektronik dinyatakn dalam pasal-pasal sebagai berikut :

Pasal 27 :

(1) Setiap orang dengan sengajadan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar

kesusilaan.

(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronikyang memilik muatan perjudian.

(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yeng memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

pemerasan dan/atau pengancaman. 39

38Budi Suhariyanto. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) urgensi

pengaturan dan celah hukumnya. Jakarta PT.Raja Grafindo. Hal .104 39 Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

38

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong

dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,

dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau

menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan

cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun

dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik.

Dijelaskan lebih lanjut dalam memori penjelasan ayat (2) sebagai berikut :

Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat

ini dapat ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan :

a. Melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja

berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapapun yang tidak

berhak untuk menerimanya; atau

b. Sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal

diterima oleh berwenang menerimanya dilingkungan pemerintah

dan/atau pemerintah daerah.40

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun

dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem

pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik

tertentu milik Orang lain.

Penjelasan ayat (1) menerangkan sebagai berikut :

40 Danrivanto Budhijanto . 2010. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi

Informasi regulasi & konvergensi. Bandung PT. Refika Aditama. Hal 147

39

Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan

untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, megubah, menghambat,

dan/atau mencatat transmisi informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel

komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis

atau radio frekuensi.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam

suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik

yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan

adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),

intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan

kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang

ditetapkan berdasarkan undang-undang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan

cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,

merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau

milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan

cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang

tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan

keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau

mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana

mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,

mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

40

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau

secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

b. Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu

yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan

tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

sampai dengan Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika

ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem

Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah

dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data

yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34

yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar

wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah

yurisdiksi Indonesia.41

E. Alat-alat bukti dalam sistem pembuktian UU ITE di indonesia.

Dalam sistem hukum pembuktian dalam tindak pidana informasi dan

transaksi elektonik , terdapat beberapa doktrin pengelompokan alat bukti, yang

membagi alat-alat bukti ke dalam kategori oral evidance, documentary evidance,

material evidance dan electronic evidance. Berikut pembagian pada masing-

masing kategori:

1. Oral evidance.

41 Undang-undang Nomer 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

41

a. Perdata (keterangan saksi, pengakuan, dan sumpah)

b. Pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan

terdakwa)

2. Documentary evidance.

a. Perdata (surat dan persangkaan)

b. Pidana (surat dan petunjuk)

3. Material evidance.

a. Perdata (tidak ada )

b. Pidana (barang yang digunakan untuk melakukan tindak

pidana, barang yag digunakan untuk membantu tindak pidana,

barang yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana, barang

yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dan informasi dalam

arti khusus).

4. Electronic evidance.

a. Konsep pengelompokan alat bukti menjadi alat bukti tertulis

dan elektronik. Tidak dikenal di indonesia.

b. Konsep tersebut terutama berkembang di negara-negara

common law.

c. Pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi

memeperluas cakupan alat bukti yang masuk kategori

documentary edvace.42

42 Dikdik M.arief mansur dan elisatris gultom. 2005 Cyber law aspek hukum teknologi

informasi. Bandung . PT.refika aditama. Hal.101

42

Penjelasan pencemaran nama baik dalam ketentuan undang-undang nomer

11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik bisa dilihat dalam pasal

27 ayat 3 dengan penjelasan sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan sengaja

dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Selanjutnya dalam Pasal 45

ayat (1) UU ITE mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran ketentuan Pasal 27

(3) yang diancam dengan pidana penjara 6 (enam) tahun.43

Dalam ketentuan pasal 27 ayat 3 memuat unsur membuat dapat di

aksesnya infromasi dan / atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan dalam ketentuan pasal tersebut

merupakan delik biasa, ada dua pemahaman yakni dari segi esensi delik

penghinaan dan dari sisi historis antara lain :

1. Dari segi esensi delik penghinaan, pencemaran nama baik merupakan

perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga

menimbulkan tercemarnya atau rusakanya nama baik atau harga diri

seseorang tersebut.

Menentukan adanya perbuatan penghinaan atau pencemran nama baik

mempunyai bagian yang penting yakni antara konten dan konteks. Tercemarnya

atau rusaknya nama baik seseorang hakekatnya hanya bisa dinilai orang yang

bersangkutan. Secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari informasi

43 Pasal 27 ayat (3) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi

elektronik

43

atau dokumen elektronik yang di rasa telah menyarang kehormatan atau nama

baik dari korban. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan

martabat seseorang sebgai hak asasi manusia. Perlindungan hukum diberikan

kepada korban dan bukan terhadap orang lain. Dengan alasan orang lain tidak

dapat menilai sama sperti penilaian korban.

Dilihat dari konteks berperan memebrikan penilaian secara obyektif

terhadap konten, pemahaman dari konteks mencakup gambaran mengenai suasana

hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi

informasi. Serta kepentingan – kepentingan yang ada di dalam penyerbarluasan

konten, dalam memahami konteks mungkin di perlukan pendapat dari berbagai

ahli, sperti ahli bahasa, ahli psikologi dan ahli komunikasi.

2. Secara historis ketenutan dalam pasal 27 ayat 3 Undang-undang

informasi dan transaksi elektroni, mengacu kepada ketentuan

penghinaan atau pencemaran nama baik menurut kitab Undang-undang

Hukum pidana.44

44Klinik detail pencemaran nama baik dimedia sosial delik biasa atau

aduan.www.hukumonline.com di akses pada tanggal jumaat 14 April 2017 21.35.WIB