BAB II KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A....
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A....
17
BAB II
KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan {LAPAS}
Dalam kamus hukum (Dictionary of Law Complete Edition), Lembaga
Pemasyarakatan adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.1 Sedangkan
pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut kamus bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut:2
Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu
penyelidikan atau melakukan suatu usaha.
Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang
keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Hukum
dan HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tuntutan
kepada hukuman/ bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang
dalam tindak pidana diajukan ke depan pengadilan dan dinyatakan ikut
terlibat untuk kembali ke masyarakat.
1Marwan, M. dan Jimmy P. 2009. Kamus Hukum (Dictionary of Law Complete Edition. Reality
Publisher: Surabaya, hlm. 405 2Pusat Bahasa Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar BahasaIndonesia. Edisi Ketiga. Balai
Pustaka: Jakarta, hlm. 655
18
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan
adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah/ menampung kegiatan
pembinaanbagi narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan
secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali di tengah masyarakat.
Bertitik tolak dari Pasal 1 ayat (1) Reglemen Penjara (Staatsblad 708
Tahun 1917) bahwa penjara itu dapat diartikan sebagai:
1. Tempat untuk menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim
2. Tempat untuk mengasingkan orang yang melanggar tata tertib hukum
Menurut Ramli Atmasasmita, rumah penjara sebagai tempat pelaksanaan
pidana penjara saat itu dibagi dalam beberapa bentuk, antara lain:3
a. Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang sifatnya
berat.
b. Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan
pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan benda- benda
dari kayu dengan menggunakan ampelas.
Penjara dikenal di Indonesia melalui KUHP (Wetboek VanStrafrecht)
yang termuat dalam Pasal 14 yaitu:4 orang terpidana yang dijatuhi pidana
penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya
menurut aturan yang diadakan pelaksanaan Pasal 29 KUHP.”
3Ramli Atmasasmita, 1982, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum dalamPenegakan Hukum di
Indonesia, Alumni Bandung, Bandung, hlm. 44. 4 Soesilo, R. 1998. Pasal 10 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana(KUHP). Politeia: Bogor, hlm. 38
19
Sementara dalam Pasal 29 ayat (1) yaitu hal menunjuk tempat untuk
menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga
hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang
terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran,
penyelenggaraan ibadah, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan,
dan pakaian, semuanya itu diatur sesuai dengan Kitab Undang- Undang ini.5
Pembagian rumah penjara pada saat itu erat kaitannya dengan
kebiasaan saat itu dalam hal menempatkan para terpidana secara terpisah
sesuai dengan berat ringannya pidana yang harus mereka jalani di rumah-
rumah penjara manapun di dunia ini. Di Indonesia saat ini, hal demikian juga
diikuti namun bentuk dan namanya bukan rumah penjara lagi melainkan
Lembaga Pemasyarakatan.
2. Tujuan Pemidanaan
Perkembangan perlakuan bagi narapidana berkaitan erat dengan tujuan
pemidanaan. Alasan pemidanaan dapat digolongkan dalam tiga golongan pokok
yaitu:6
1. Teory absolute atau teori pembalasan
Menurut teori ini bahwa membenarkan pemidanaan karena seseorang
telah melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak pidana
mutlak harus diadakan pembalasan berupa pidana.
2. Teory relative atau teori tujuan
Menurut teori ini bahwa suatu kejahatan tidak mutlak arus diikuti suatu
pidana. Penjatuhan pidana tidak cukup hanya dengan suatu kejahatan
melainkan harus dipikirkan manfaatnya dari pidana itu bagi masyarakat
5 Ibid, hlm. 51.
6S.R Sianturi, 1996, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Alumni Anhaem- Perehaem, Jakarta, hlm. 96.
20
atau bagi si penjahat. Dasar pemidanaan dalam teori ini adalah
mempertahankan tata tertib masyarakat. Oleh sebab itu tujuan
pemidanaannya adalah mencegah atau menghindarkan (prevensi)
dilakukannya atau pelanggaran hukum. Sifat prevensi itu sendiri terdiri
dari prevensi umum yaitu jika seseorang mengetahui terlebih dahulu
bahwa ia akan mendapat suatu pidana apabila ia melakukan kejahatan
maka ia akan lebih berhati- hati. Sedangkan menurut prefensi khusus
adalah menahan niat buruk pembuat, menahan pelanggar melakukan
perbuatan jahat yang telah direncanakan
3. Teori penggabungan
Teori penggabungan muncul dikarenakan adanya keberatan- keberatan
terhadap teori- teori pembalasan dan teori- teori relatif. Menurut teori-
teori ini bahwa pidana hendaknya berdasarkan atas tujuan pembalasan-
pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat.
Oleh karena itu, tidak hanya saja mempertimbangkan masa lalu
(terdapat dalam teori pembalasan) tetapi juga harus bersamaan
mempertimbangkan masa yang akan datang (yang dimaksud pada teori
tujuan), dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan rasa
kepuasaan bagi si hakim maupun kepada penjahat itu sendiri, disamping
kepada masyarakat. Jadi, harus ada keseimbangan antara pidana yang
dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan.
Lembaga Pemasyarakatan harus memperhatikan hak-hak narapidana
dan di sisi lain petugas harus dapat melaksanakan ketertiban dan penegakan
hukum. Saat ini, seiring dengan era reformasi, wacana hak asasi manusia
begitu gencarnya ditegakkan, baik itu dari lembaga swadaya masyarakat
(LSM). Praktisi hukum, bahkan sampai pada masyarakat umum dengan
penerapan program bernama keluarga sadar hukum ( kadarkum).
Seiring dengan berjalannya waktu, struktur organisasi lembaga
pemasyarakatan berubah dengan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri
21
Kehakiman RI No.01.-PR.07.03 Tahun 1985 dalam Pasal 4 ayat (1)
diklasifikasikan dalam 4 Klas yaitu :
1. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I;
2. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A;
3. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B dan
4. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas III.
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan
kegiatan kerja. Lembaga Pemasyarakatan menurut Kementerian Hukum dan
HAM RI adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) pemasyarakatan yang
menampung, merawat dan membina narapidana.
Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga
berfungsi untuk melakukan program pembinaan terhadap para narapidana,
dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang
bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang
berguna di masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan
kualitas kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik
pemasyarakatan.7
Lembaga pemasyarakatan diharapkan sebagai wadah bagi narapidana
untuk menjalani masa pidananya serta memperoleh berbagai pembinaan dan
keterampilan. Berbagai kegiatan yang dilakukan dan diberikan oleh petugas
7PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan Pasal 1 ayat ( 1)
22
Lembaga Pemasyarakatan hendaknya mempercepat proses resosialisasi
narapidana.
3. Tujuan Sistem Permasyarakatan
Proses penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan eksistensi dari
pemasyarakatan. Pemasyarakatan sebagai salah satu penyelenggara negara
yang mempunyai tugas dan fungsi dalam proses penegakan hukum.
Eksistensi pemasyarakatan sebagai instansi penegakan hukum telah diatur
secara tegas di dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 dalam Pasal 1
angka (1) bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan
pembinaan Narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.”
Istilah Pemasyarakatan ini mengandung tujuan tertentu yaitu didikan,
asuhan dan bimbingan terhadap narapidana yang ketika setelah masa pidana
dapat kembali ke masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.
Sementara dalam Pasal 1 angka (2) Bab I Ketentuan Umum Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang dimaksud dengan Sistem
Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan Narapidana Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Narapidana agar menyadari kesalahan,
23
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggungjawab.
Dalam Sistem Pemasyarakatan seseorang yang bersalah itu bukanlah
untuk disiksa, melainkan untuk diluruskan dan diperbaiki kembali ke jalan
yang benar sesuai moral Pancasila. Para narapidana harus dididik, diasuh,
dibimbing dan diarahkan pada tujuan yang bermanfaat baik untuk diri
sendiri dan keluarganya maupun bagi masyarakat setelah pada waktunya
dapat kembali ke masyarakat.
Tujuan diselenggarakannya Sistem Pemasyarakatan pada Pasal 2
Undang- Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan
adalah dalam rangka membentuk Narapidana agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
Yang dimaksud dengan “agar menjadi manusia seutuhnya” adalah
upaya untuk memulihkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada
fitrahnya dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
24
pribadinya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
lingkungannya.
Fungsi sistem pemasyarakatan yaitu menyiapkan Narapidana dapat
berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan
kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab.
Yang dimaksud dengan “berintegrasi secara sehat” adalah pemulihan
kesatuan hubungan narapidana dengan masyarakat.
Selain itu, dalam Pasal 8 ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan juga menyatakan bahwa Petugas
pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan
narapidana pemasyarakatan.8
Dengan demikian maksud dan tujuan dari munculnya istilah
pemasyarakatan mengandung arti bahwa adanya itikad baik yang tidak
hanya terfokus pada proses menghukum untuk memberikan efek jera, namun
juga lebih berorientasi pada pembinaan agar kondisi narapidana yang
bersangkutan nantinya akan lebih baik.
Pemasyarakatan bagi terpidana dikemukakan oleh Sahardjo yang
dikenal sebagai tokoh pembaruan dalam dunia kepenjaraan sebagai berikut:9
8 Lihat pasal 8 ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
9Koesnan, 1961, Politik Penjara Nasional, Sumur Bandung, Bandung, hlm.8.
25
a. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia.
b. Tiap orang adalah makluk kemasyarakatan, tidak ada orang di luar
masyarakat.
c. Narapidana hanya dijatuhi hukuman hilang kemerdekaan bergerak.
Istilah pemasyarakatan ini mengandung tujuan tertentu yaitu adanya
didikan, bimbingan terhadap narapidana yang pada akhirnya nanti dapat
kembali ke masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.
Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :
a. Pengayoman;
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. Pendidikan;
d. Pembimbingan;
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-
orang tertentu.
Dalam sistem pemasyarakatan, Narapidana tidak dianggap lagi sebagai
objek dan pribadi yang inheren dengan tindak pidana yang dilakukannya.
Narapidana dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan,
itikad dan potensi positif yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangka
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
B. KETENTUAN HAK NARAPIDANA
1. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang tersesat yang mempunyai waktu dan
kesempatan untuk bertobat. Pada pasal 1 angka (7) Undang- Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan
26
(LAPAS). Terpidana yang dimaksud yaitu seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.10
Menurut Soedjono Dirdjosisworo, terpidana adalah seseorang yang telah
merugikan pihak lain, kurang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
Tuhan dan masyarakat serta tidak menghormati hukum, setelah habis
menjalani pidananya mereka mau tidak mau harus kembali ke masyarakat.11
Menurut kamus hukum (Dictionary of Law Complete Edition),
narapidana adalah orang yang tengah menjalani masa hukuman atau pidana
dalam Lembaga Pemasyarakatan.12
Sementara itu, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa:13
“ Narapidana adalah
orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana: terhukum).”
Sebelum istilah narapidana digunakan, yang lazim dipakai adalah orang
penjara atau orang hukuman. Dalam Pasal 4 ayat (1) Gestichtenreglement
(Reglemen Penjara) Stbl. 1917 No. 708 disebutkan bahwa orang terpenjara
adalah :
a. Orang hukuman yang menjalani hukuman penjara (Gevengenis Straff)
atau suatu status/ keadaan dimana orang yang bersangkutan berada
dalam keadaan Gevangen atau tertangkap;
b. Orang yang ditahan buat sementara;
c. Orang di sel dan
10
Lihat Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangLembaga Pemasyarakatan. 11
Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Sejarah dan Asas-Asas Penologi, Armico, Jakarta, hlm. 26. 12
M. Marwan & Jimmy P, 2009, Kamus Hukum ( Dictionary of Law CompleteEdition), Reality
Publisher, Surabaya, hlm. 447. 13
Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, hlm. 774
27
d. Sekalian orang-orang yang tidak menjalani hukuman orang.
Menurut Arimbi Heroepoetri, imprisoned person atau orang yang
dipenjarakan adalah seseorang yang dihilangkan kebebasan pribadinya atas
tindak kejahatan.14
Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pada Pasal 1 angka (32), terpidana adalah seseorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Tujuan dari menjalani pidana hilangnya kemerdekaan pada narapidana
adalah untuk mengikuti proses pemasyarakatan. Maksud dari
pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan
narapidana pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.
Pidana yang sering kita kenal dengan hukuman yaitu merupakan sanksi
yang sangat berat karena berlakunya dapat dipaksakan secara langsung
kepada setiap pelanggar hukum. Adapun macam- macam hukuman yang
berlaku sekarang ini yaitu diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum
Pidana yang terdapat dalam pasal 10 yaitu:15
Pidana pokok terdiri dari:
14
Arimbi Heropoetri, 2003, Kondisi Tahanan Perempuan di Nangroe AcehDarussalam, Sebuah
Pemantauan Komnas Perempuan, Komnas Perempuan ,Jakarta, hlm. 6. 15
R. Soesilo, 1998, Pasal 10 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana ( KUHP), Politeia, Bogor, hal. 34.
28
1) Pidana mati
2) Pidana penjara
3) Pidana kurungan
4) Pidana denda
Pidana tambahan terdiri dari:
1) Pencabutan hak- hak tertentu
2) Perampasan barang- barang tertentu
3) Pengumuman putusan hakim
Tujuan adanya hukuman ini timbul karena orang yang melakukan
pelanggaran terhadap aturan- aturan yang telah ditetapkan serta merugikan
masyarakat dianggap sebagai musuh dan sudah sepantasnya mereka dijatuhi
hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Dalam usaha untuk melindungi masyarakat dari gangguan yang
ditimbulkan oleh pelanggar hukum, maka diambil tindakan yang paling baik
dan yang berlaku hingga sekarang yaitu dengan menghilangkan
kemerdekaan bergerak si pelanggar hukum tersebut berdasarkan keputusan
hakim. Mereka yang diputuskan pidana penjara dan pidana kurungan
berdasarkan vonis dari hakim itulah dinamakan narapidana.
Rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan
narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum
yang berlaku dan kemudian diajukan ke pengadilan dijatuhi vonis pidana
29
penjara dan kurungan oleh hakim, yang selanjutnya ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan untuk menjalani masa hukumannya.
Pembagian mengenai narapidana yang terdiri atas narapidana dan anak
didik pemasyarakatan sudah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Dalam penulisan ini yang akan dibahas yakni mengenai perbedaan
antara hak narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Menurut Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, narapidana
berhak atas:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
30
Cara Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan dimana Anak Didik
Permasyarakatan mempunyai hak sebagai berikut:16
a. Berhak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
b. Berhak untuk mendapat perawatan jasmani dan rohani. Perawatan jasmani
berupa:
1) Pemberian kesempatan melakukan olahraga dan rekreasi;
2) Pemberian perlengkapan pakaian; dan
3) Pemberian perlengkapan tidur dan mandi Perawatan rohani diberikan
melalui bimbingan rohani dan pendidikan budi pekerti.
c. Berhak untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
d. Berhak memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar dari instansi yang berwenang
apabila Anak Didik Permasyarakatan telah berhasil menyelesaikan pendidikan
dan pengajaran.
e. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak .
f. Berhak mendapatkan makanan dan minuman sesuai dengan jumlah kalori
yang memenuhi syarat kesehatan.
g. Berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter bagi
Anak Didik Permasyarakatan yang sedang sakit.
h. Berhak menyampaikan keluhan kepada Kepala Lapas atas perlakuan petugas
atau sesama penghuni terhadap dirinya.
i. Berhak mendapatkan upah atau premi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
j. Berhak menerima kunjungan dari keluarga, penasihat hukum atau orang
tertentu lainnya.
k. Berhak mendapatkan remisi.
l. Berhak mendapatkan kebebasan bersyarat
Dalam rangka memberikan pendidikan dan pengajaran terhadap
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan juga terdapat penggolongan
narapidana atas dasar:17
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Lama pidana yang dijatuhkan
16
Cindy Elviyany Tarigan. Skripsi. PELAKSANAAN HAK ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN
SEBAGAI WARGA BINAAN (Studi di LPKA Klas II Bandar Lampung). Universitas Lampung, 2017 17
Lihat Pasal 12 ayat 1 Undang- Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
31
4. Jenis kejahatan, dan
5. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.
2. Hak-hak Narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan
Dalam kamus bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang
sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu.18
Konsep hak memiliki dua pengertian dasar, pertama merupakan hak-
hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut. Hal ini adalah hak- hak moral
yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak- hak itu bertujuan untuk
menjamin martabak setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum yang dibuat
sesuai proses pembuatan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara
nasional maupun internasional. Adapun dasar dari hak- hak ini adalah
persetujuan orang yang diperintah yaitu persetujuan dari para warga, yang
tunduk pada hak- hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan
dasar dari arti yang pertama tersebut di atas.19
Menurut prinsip- prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada
di bawah tentu bentuk apapun atau pemenjaraan (Body of Principles for the
Protection of All Persons Under Any Form Detentionor Imprisonment) yang
18
Pusat Bahasa Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar BahasaIndonesia. Edisi Ketiga. Balai
Pustaka: Jakarta, hlm. 381 19
Syahruddin, 2010, Hak Asasi Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Melakukan Hubungan Biolgis
Suami Istri, Disertasi. Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar,hlm.
11.
32
dikeluarkan oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) pada
tanggal 9 Desember 1988 dengan Resolusi 43/173, tidak boleh ada
pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap hak- hak asasi manusia dari
orang- orang yang berada di bawah bentuk penahanan atau pemenjaraan,
penangkapan, penahan, atau pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara
yang manusiawi dan dengan menghormati martabat pribadi manusia yang
melekat.20
Pengaturan hak narapidana ini harus mengacu pada hak asasi manusia
secara internasional, karena setiap negara diwajibkan untuk menghormati
hukum hak asasi manusia tanpa terkecuali. Dengan penetapan hukum
Internasional HAM, maka jaminan kolektif untuk perlindungan dan
pemenuhannya secara otomatis juga terus dikembangkan. Secara hukum
Internasional standar perlakuan narapidana ini diatur dalam setidaknya dua
macam konvensi. Hak seseorang untuk tidak dikenakan penganiayaan atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, atau hukuman yang
merendahkan harkatnya jelas termasuk dalam Konvensi Hak- Hak Sipil dan
Politik.21
Hak- hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat
dan melekat pada manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh
negara agar manusia bebas menikmati hak- hak dan kebebasannya dalam
bidang sipil dan politik.
20
Bahri, 2009, Perlindungan Hukum Warga Binaan Pemasyarakatan di RumahTahanan Negara,
Tesis, Perpustakaan FH-UH, Makassar, hlm. 32. 21
Lihat pasal 7 Konvensi Hak- Hak Sipil dan Politik.
33
Pasal 10 Konvensi Hak Sipil dan Politik menentukan:
1. Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara
manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri
manusia.
2. Tersangka, kecuali dalam keadaan yang sangat khusus, hanya
dipisahkan dari orang yang telah dipidana , dan diperlakukan secara
bebeda sesuai dengan statusnya sebagai orang yang belum dipidana.
3. Terdakwa di bawah umur harus dipisahkan dari orang dewasa dan
secepat mungkin segera dihadapkan ke sidang pengadilan.
4. Sistem pemasyarakatan harus memiliki tujuan utama memperbaiki dan
melakukan rehabilitasi dalam memperlakukan narapidana
Materi hak narapidana yang terdapat pada pedoman PBB mengenai
standar peraturan untuk perlakuan narapidana yang menjalani hukuman
(Standard Minimum Rules for the Treatment Prisoner) 31 Juli 1957, yang
meliputi:22
1. Buku register;
2. Pemisahan tegur napi;
3. Fasilitas akomodasi yang harus memiliki fentilasi;
4. Fasilitas tempat sanitasi yang memadai;
5. Mendapatkan air dan perlengkapan toilet;
6. Pakaian dan tempat tidur yang layak;
7. Makanan yang sehat;
8. Hak untuk berolahraga di udara terbuka;
9. Hak untuk mendapatkan pelayanan dokter;
10. Hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan membela diri
apabila dianggap indisipliner;
11. Tidak diperkenankan pengurungan pada sel gelapdan hukuman badan;
12. Borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana;
13. Berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmiuntuk
mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan
14. Berhak untuk berkomunikasi dengan dunia luar;
15. Hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku- buku yang bersifat
mendidik;
16. Hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang-barang
berharga;
22
Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga PemasyarakatanDalam Perspektif Sistem
Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 74.
34
17. Pemberitahuan kematian, sakit, dari anggota keluarga
Dari apa yang tertulis di atas, dapat dilihat bahwa masih banyak
aturan-aturan yang disepakati oleh masyarakat internasional yang
dikeluarkan oleh PBB tentang Perlindungan HAM narapidana yang masih
sangat mungkin untuk diadopsi ke dalam hukum normatif di Indonesia
terkait dengan pemasyarakatan di Indonesia.
3, Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Narapidana Pemasyarakatan
Hak dan kewajiban Dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan Pasal (15) yaitu:23
1) Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu;
2) Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah;
Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola
pembinaan yang dilakukan oleh para petugas kepada narapidana. Dalam hal
ini dapat dilihat apakah petugas benar-benar memperhatikan hak-hak
narapidana. Dan apakah narapidana juga sadar selain hak narapidana juga
mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh
kesadaran. Dalam hal ini dituntut adanya kerjasama yang baik antara petugas
dan para narapidana.
23
Lihat pasal 15 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
35
Teori pidana pembebasan itu mengandung implikasi bahwa
meskipun si terpidana berada dalam lembaga pemasyarakatan, unsur-unsur
dan sifat-sifat peri kemanusiaan tidak boleh dikesampingkan dengan begitu
saja demi membebaskan yang bersangkutan dari pikiran, sifat, kebiasaan
atau tingkah laku yang dinamakan jahat. Bersumber pada Pancasila, teori
pidana pembebasan menekankan pula bahwa rasa kecintaan terhadap Tanah
Air, Nusa dan Bangsa Indonesia harus ditanam, dipupuk dan dibina. Pula
dalam kaitanya yang demikian, teori pidana pembebasan menampilkan aspek
dari sisi yang lain, yaitu bahwa pemerintah dan rakyat perlu merasa ikut
bertanggungjawab untuk membebaskan orang yang di pidana dari kemelut
dan kekejaman kenyataan sosial bilamana bersangkutan dibebaskan pada
waktunya, Dengan demikian, apa yang diutarakan diatas itu mengandung
penjabaran bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tampak
dengan jelas sekali. Apa artinya si terpidana direhabilitasi atau dibina dan di
masyarakatkan, atau lebih tegas lagi, dibina dan diubah mentalnya
berdasarkan ajaran agama, jika kenyataan sosial tidak menjamin adanya
keadilan sosial baginya setelah ia dibebaskan dari lembaga
pemasyarakatan.24
R. Sosilo yang menggunakan istilah “hukuman” untuk menyebut
istila “pidana” merumuskan, bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman
adalah adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh
hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang
24
Sahetapi, 2007, Stetsel Pidana Mati Dalam Negara Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 95
36
Hukum Pidana. Apabila dilihat dari filosofisnya, hukuman yang mempunyai
arti yang sangat beragam. Jerman E Kant misalnya, merumuskan hukuman
adalah suatu pembalasan. Sementara Feurbach menyatakan, bahwa hukuman
harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat.25
Berbicara masalah eksistensi pidana seumur hidup dalam sistem
hukum pidana di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kajian terhadap
tujuan pemidanaan. Kajian terhadap tujuan pemidanaan akan mengantarkan
pada pemahaman atau analisis tentang seberapa jauh sanksi pidana relevan
dan karenanya patut dipertahankan dalam sistem hukum pidana. Dari kajian
yang dilakukan oleh berbagai kalangan ahli hukum dapat dikatakan, bahwa
perkembangan teori pemidanaan cendrung beranjak dari prinsip
“penghukuman” yang berorentasi ke depan (backward-looking). Menurut
Roeslan Saleh pergeseran orentasi pemidanaan disebabkan oleh karena
hukum pidana berfungsi dalam masyarakat.26
Sifat kedinamisan tata nilai berlaku pula pada sistem pemidanaan
dan sistem sanksi dalam hukum pidana. Bila sistem pemidanaan ini diartikan
secara luas, maka pembahasannya menyangkut aturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan sanksi (dalam hukum pidana) dan pemidanaan
karena menurut L.H.C. Hulsman The Sentencing system is the statutory
rules relating to penal sanctions and punishment. Secara lebih singkat Andi
25
Tongat, 2004, Pidana Seumur Hidup dalam Sistem Hukum Pidana di Indoensia, Universitas Muhammadiya Malang, hlm. 59 26
Andi Hamza, 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Jakarta. Pradnya Paramita, hlm. 10
37
Hamza memberikan arti sistem pidana dan pemidanaan itu sebagai susunan
pidana dan cara pemidanaan.27
C. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota
Ternate
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate merupakan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang kedudukannya berada di bawah naungan
Depertemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Knator
Wilayah Maluku Utara. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate
terletak di jalan Pengayoman No. 1 Kelurahan Jambula, Pulau Ternate
Provinsi Maluku Utara. Letak geografik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Kota Ternate mempunyai batas – batas wilayah sebagai berikut:Sebelah
barat berbatasan dengan jalan desa yang beraspal dan tanah tegalan
(perkebunan) penduduk, Sebelah Timur berbatasan dengan rumah dinas
pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Ternate dan STIKIP (Sekolah
Tinggi Ilmu Keguruan Dan Ilmu Pendidikian), Sebelah Utara berbatasan
dengan Kantor Rupbasan Ternate dan sangat tampak Gunung Gamalama,
Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah dan tanah tegalan (perkebunan)
penduduk, serta kurang lebih 550 meter kearah selatan merupakan lautan
lepas. Dari pusat pemerintahan (Kantor Wali Kota Ternate) letak Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Ternate kearah barat dan jaraknya kurang lebih 10
27
Ibid, hlm. 1
38
Kilometer. Sedangkan dari jalan raya di Kelurahan Jambula, Kecamatan
Pulau Ternate berjarak 500 meter kearah utara dengan jalan menanjak
Secara Umum bangunan LAPAS Kelas II A Kota Ternate meliputi
halaman depan, halaman dalam, dan pos jaga di setiap sudut bangunan yang
dibatasi tembok keliling. Bangunan utaman terdiri atas potir, ruang
perkantoran, ruang dharma wanita, ruang rapat, ruang sidang TPP, ruang
konseling, koperasi, gudang dan terdapat masing-masing empat sel di sudut
kanan dan kiri bangunan utama. Setelah melewati portir, terdapat ruang jaga,
gudang senjata, ruang kunjungan/ruang besuk, dan taman. Memasuki
halaman dalam tepatnya di bagian tengah terdapat sarana olahraga seperti
lapangan bulu tangkis, lapangan volly, lapangan tennis, lapangan upacara
dan sarana ibadah (mushollah). Kamar hunian yang terdiri atas 8 (delapan)
blok, yaitu empat blok terdapat di sebalah utara halaman dalam dan empat
blok lainnya terdapat di sebalah timur halaman dalam dengan jumlah kamar
sebanyak 96 kamar. Selain itu, sebelah timur halaman dalam terdapat pula
ruang pendidikan, ruang poliklinik dan gudang, sedangkan di sebelah barat
halaman dalam terdapat ruang dapur, gudang beras, ruang aula, dan dua
ruang bimbingan kerja.
Berdasarkan Keputusan Mentri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor: M. 01-PR.07.03. Tahun 1985 tentang organisasi dan tata kerja
lembaga pemasyarakatan, bahwa lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota
Ternate mempunyai susunan organisasi dan tata kerja sebagai berikut:
1. Kepala LAPAS
39
2. Sub Bagian Tata Usaha, Terdiri dari:
a. Urusan Kepegawaian dan Keuangan
b. Urusan umum
3. Seksi pembimbingan narapidana Anak Didik dan Kegiatan
Kerja terdiri dari:
a. Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan
b. Sub Seksi Keperawatan narapidanaAnak Didik
c. Sub Seksi Kegiatan Kerja
4. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib terdiri dari:
a. Sub Seksi Keamanan
b. Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib
5. Satuan Pengamanan Lapas.
Pada garis besarnya Kepala Lapas mempunyai tugas pokok memberi
petunjuk atau bimbingan terhadap pelaksana tugasdan tanggung jawab baik
dari segi keamanan, kepegawaian dan proses pelaksanaan pembinaan
narapidanaserta melakukan hubungan dengan instansi terkait.
Dari masing-masing bagian dan sub bagian serta seksi dan sub seksi
memiliki kewenangan dan fungsinya masing-masing dalam pelaksanaan
tugas pembinaan wargabinaan, sebagaimana berikut:
Sub bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan
tata usaha dan rumah tangga lapas, dan menyelenggarakan
fungsi melakukan urusan kepegawaian dan keuangan,
melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan dan
rumah tangga.
40
Urusan kepegawaian dan keuangan mempunyai tugas
pokok melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
Seksi bimbingan wargabinaan Anak Didik dan bimbingan
kerja, melakukan registrasi dan membuat statistik
dokumentasi dan sidik jari serta memberi bimbingan
pemasyarakatan bagi wargabinaan Anak Didik, mengurus
kesehatan dan memberikan perawatan bagi wargabinaan
anak didik, memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan
fasilitas sarana kerja dan mengelola hasil kerja.
Sub Seksi perawatan wargabinaan anak didik mempunyai
tugas pokok mengurus kesehatan dan memberikan
perawatan bagi wargabinaan anak didik.
Sub Seksi Kegiatan kerja mempunyai tugas pokok
memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan fasilitas
sarana kerja dan mengelola hasil kerja.
Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib mempunyai
tugas pokok mengatur jadwal tugas, penggunaan
perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,
menerima laporan harian dan berita acara dari satuan
pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan
berkala dibidang keamanan dan menegakan tata tertib.
Sub seksi keamanan mempunyai tugas pokok mengatur
jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian
tugas pengamanan.
Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib mempunyai tugas
pokok menerima laporan harian dan berita acara dari
satuan pengamanan yang bertugas dan mempersiapkan
laporan berkala dibidang keamanan dan menegakan tata
tertib.
Kesatuan Pengamanan Lapas mempunyai tugas pokok
menjaga keamanan dan ketertiban Lapas.
Klasifikasi kepangkatan Pegawai pada Lapas Kelas II A Kota Ternate
sangat beragam, dengan golongan tertinggi IV a sampai Golongan terendah
yakni II a. Adapun jumlah petugas berdasarkan tingkat kepangkatan pada
Lapas Kelas II A Kota Ternate dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel : 1
41
Jumlah Petugas Berdasarkan Urutan Kepangkatan Pada Lapas Kelas II A Kota
Ternate Pada Bulan September 2017
No
Pangkat/Golongan
Jenis Kelamin
Jumlah Pria Wanita
1. IV/ a 1 - 1
2. III/ d 2 - 2
3. III/ c 3 - 3
4. III/ b 2 - 2
5. III/ a 4 1 5
6. II/ d 2 - 2
7. II/ c - 1 1
8. II/ b 9 3 12
9. II/ a 13 3 16
Jumlah 36 8 44
Sumber Data: Kasubbag Tata Usaha LAPAS Kelas II A Kota Ternate
Sumber daya manusia pegawai juga menjadi satu faktor yang sangat
memepengaruhi kinerja Instansi Lapas Kelas II A Kota Ternate. Hal ini
dapat di lihat dari tingkat pendidikan pegawai. Adapun klasifikasi pegawai
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel sebagaimana berikut:
Tabel: 2
Jumlah Petugas Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Bulan September 2017
No
Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah Pria Wanita
1. Pasca Sarjana (S2) 1 - 1
42
2. Sarjana (S1) 5 - 5
3. Sarjana Muda (D3) - 1 1
4. SMA 31 6 37
5. SMP - - 0
6. SD - - 0
Jumlah 37 7 44
Sumber: Kasubbag Tata Usaha LAPAS Kelas II A Kota Ternate
Tingkat pendidikan pegawai LAPAS Kelas II A terdiri dari, Pasca
Sarjana (S2) 1 orang, Sarjana (S1) 5 orang, sarjana muda (D3) 1 orang dan
selebihnya adalah pendidikan SMA sebanyak 37 orang.
Kepala Sub Seksi Legistrasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate. Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM28 saat ditemui di kantornya
pada tanggal 29 Agustus 2017 pukul 09.15 wit menyatakan bahwa saat ini
total jumlah tahanan dan narapidana (napi) yang menghuni LAPAS Kelas II
A Kota Ternate tersebut adalah sebanyak 104 orang dari kapasitas
maksimumnya yaitu mampu menampung 400 orang tahanan dan narapidana.
Namun dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada narapidana
saja sehingga tidak pada tahanan, maka narapidana yang terdapat pada Lapas
Kelas II A Kota Ternate sebanyak 82 (delapan puluh dua) narapidana. Dari
jumlah narapidana tersebut masih ada juga anak didik. Hal ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:29
28
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM. Selaku Sub Seksi Legistrasi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017. 29
Data dari Sub Seksi Legistrasi, senin tanggal 28 Agustus 2017
43
Tabel 3
Jumlah Narapidana pada LAPAS Kelas II A Kota Ternate pada bulan
September 2017
STATUS JENIS KELAMIN JUMLAH
ORANG
NARAPIDANA L P ANAK
BI 61 - 12 73
BIIA - - - -
BIIB 5 1 3 9
Jumlah 66 1 15 82
Sumber: Sub Seksi Legistrasi
B I: Narapidana dengan masa pidana 1 (satu) Tahun
BIIA: Narapidana dengan masa pidana 3 (tiga) Bulan sampai 1
(Satu) Tahun
B IIB: Narapidana yang menjalani kurungan pengganti denda.
Demikian fungsi LAPAS sebagai pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan
memperluas peran serta LAPAS dalam sistem peradilan pidana yang dimulai
sejak penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, pelaksanaan
putusan pengadilan sampai pembebasan kembali ke masyarakat.
2. Tahapan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota
Ternate
Pembinaan yang diberikan sesuai dengan sistem pemasyarakatan agar
narapidana dididik dan dibimbing serta diarahkan kepada tujuan yang
44
bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan bagi masyarakat setelah lepas
menjalani pidananya.
Secara formal, proses pemasyarakatan sebagi metode pembinaan
narapidana dalam sistem pemasyarakatan, diberlakukan pada tahun 1965.
Tujuan utama dari pada penetaman metode tersebut ialah sebagi petunjuk
dan sekaligus sebagi landasan bekerja para petugas lembaga pemasyarakatan
didalam kegiatan melaksanakan sistem pemasyarakatan. Penetapan proses
pemasyarakatan sebagai metode pembinaan ini meliputi emapat tahap.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas LAPAS Kelas II A Kota
Ternate,30
maka tahapan pembinaan bagi narapidana. Bapak Iswan Idrus,
S.Sos. MM31 selaku Kepala Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan
Kemasyaraktan bahwa yang diberikan tidak jauh berbeda dengan apa yang
tercantum dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana
Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:32
1. Tahap pertama: Terhadap setiap narapidana yang masuk di lembaga
pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal
ikhwal prihal dirinya termasuk seba-sebabnya ia melakukan
pelanggaran dan segala keterangan mengenai dirinya yang dapat
diperoleh dari keluarga, bekas majikan, atau atasannya, teman sekerja,
sikorban dari perbuatannya, serta petugas dari instansi lain yang telah
menangani perkaranya.
2. Tahap kedua: jika proses pembinaan terhadap narapidana yang
bersangkuatan telah berlangsung selama-lamanya sepertiga (1/3) dari
30
Wawancara dengan Kamri Ahmad, SH. Selaku petugas Lembaga Pemasyarkatan Kelas II A Kota
Ternate, senin tanggal 28Agustus 2017 31
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM, Selaku Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017 32
Lihat Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
45
massa pidana yang sebenarnya dan menurut pendapat Dewan Pembina
Pemasyarakatan (DPP) sudah dicapai cukup kemajuan, antara lain:
menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patut pada peraturan
tata tertib yang berlaku di lembaga-lembaga, kapan wargabinaan yang
bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan di tempatkan di
lembaga pemasyarakatan mediumsecurity.
3. Tahap ketiga: jika proses pembinaan terhadap narapidana telah
dijalankan segera (1/2) dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut
Dewan Pembina Pemasyarakatan (DPP) telah dicapai cukup
kemajuan-kemajuan, baik secara fisik, maupun mental dan juga segi
keterampilannya, maka wada proses pembinaannya diperluas dengan
diperbolehkan mengadakan asimilasi dengan masyarakat luar, antara
lain: ikut beribada bersama dengan masyarakat luar, berolah raga,
mengikuti pendidikan di sekolah umum, bekerja di luar, akan tetapi
dalam pelaksanaannya masih berada dibawah pengawasan dan
pembinaan petugas lembaga;
4. Tahap keempat: jika proses pembinaan terhadap narapidana
sebenarnya atau sekurang-kurangnya sebilan (9) Bulan, maka kepada
narapidana yang bersangkutan dapat diberikan bebas bersyarat dan
pengusulan bebas bersyarat, ditetapkan oleh Dewan Pembina
Pemasyarakatan (DPP). (Surat Edaran, No. KP.10.13/3/1 Tanggal 8
Februari 1965).
Aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, serta
kemampuan intelektual yang terpadu secara integratif dengan faktor
lingkungan kehidupan. Untuk itu, diperlukan penguasaan situasi untuk
menghadapi berbagai rangsangan yang dapat mengganggu kestabilan
pribadinya. Kepribadian adalah organisasi psikologi dan fisik yang dinamis
dalam diri setiap manusia yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik
terhadap lingkungannya. Pembinaan kepribadian dapat membantu peserta
didik untuk mengenal ciri, karakter, watak, jiwa, moral, semangat,
kebiasaan, dan tingkah lakunya.
Demikian fungsi LAPAS sebagai pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan
memperluas peran serta LAPAS dalam sistem peradilan pidana yang dimulai
46
sejak penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, pelaksanaan
putusan pengadilan sampai pembebasan kembali ke masyarakat.
3. Bentuk Implementasi Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate
a. Pembinaan Kesadaran Beragama
Pendidikan Kesadaran Beragama merupakan salah satu hak narapidana
dalam bidang melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan.
Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan
dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya. Pendidikan kesadaran beragama diberikan
kepada narapidana pemasyarakatan untuk memantapkan mereka dalam
menjalankan peranannya yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan mengamalkan ajaran agamanya masing-masing.
Penghuni LAPAS Kelas II A Kota Ternate terdiri dari agama Islam,
Kristen dan Katholik. Sehingga pembinaan keasadaran beragama ini di
pisahkan antara yang Islam, yang Kristen dan yang Katholik, namun
pembinaan ini diperlukan untuk tujuan agar narapidana dapat diteguhkan
imannya terutama memberikan pengertian agar mereka menyadari akibat-
akibat dari perbuatan yang benar dan perbuatan-perbuatan yang salah.
Pembinaan ini dilakukan instansi terbaik seperti Departemen Agama ataupun
unsur keagamaan lainnya. Dari 82 narapidana di LAPAS Kelas II A Kota
Ternate, apakah sudah seluruhnya mengikuti kegiatan pembinaan kesadaran
47
beragama atau belum? Penulis hanya mengambil 30 respoden dari
narapidana tersebut. Pembinaan kesadaran beragama di LAPAS Kelas II A
Kota Ternate ini dapat dilihat di tabel berikut ini:
Tabel 4
Tanggapan Responden Terhadap Hak Kesadaran Beragama
Tanggapan Responden Frekuensi Persentase (%)
Mengikuti 25 83,33
Tidak mengikuti 5 16,67
Jumlah 30 100
Sumber: data primer yang diolah, 2017
Dari 30 narapidana yang dijadikan sampel yang penulis ajukan
quisioner sebanyak 25 orang atau 83,33 % mengatakan selama mereka
berada didalam Lapas, mereka mengikuti penyuluhan rohani. Sedangkan
sebanyak 5 orang atau 16,67 % mengatakan tidak mengikuti penyuluhan
tersebut.
b. Pendidikan dan Pengajaran
Dalam pendidikan dan pengajaran yang diperoleh narapidana di dalam
LAPAS antara lain, kesadaran berbangsa, bernegara, sadar hukum,
kemampuan intelektual, kecerdasan dan kemandirian (wiraswasta).
Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara tidak terlepas dari
nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. Identitas
nasional itu sangat berhubungan erat dengan proses berbangsa dan
48
bernegara. Semua warga negara termasuk warga negara yang berstatus
narapidana dituntut untuk memahami dan mengerti proses berbangsa dan
bernegara karena dengan mengerti proses itu maka setiap warga negara akan
merasa memiliki tanggung jawab untuk selalu menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara ini juga
dilakukan dengan pembinaan politik, menanamkan nilai-nilai patriotisme
dan partisipasi dalam pembangunan bangsa dan Negara.
Pembinaan sadar hukum dilakukan dengan maksud agar narapidana
mampu mengetahui norma, hukum dan peraturan yang dilarang,
diperbolehkan maupun dianjurkan untuk dilakukan. Tidak hanya dituntut
sadar hukum tetapi juga dapat taat hukum agar tidak mengulang kesalahan
yang sama atau tidak melakukanpelanggaran hukum lagi.
Pembinaan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa meliputi
penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum yang dijadwalkan oleh petugas
Lapas Kelas II A Kota Ternate dilakukan tiga bulan sekali dari pemateri
yang berasal dari Pengadilan Negeri Kota Ternate. Berdasarkan quisioner
yang diberikan ke 30 (tiga puluh) narapidana dan ada juga 3 (tiga)
narapidana yang telah menjalani masa hukuman lebih dari 1 (satu) tahun,
mereka hanya pernah sekali mengikuti kegiatan penyuluhan hukum tersebut.
Kemampuan Intelektual merupakan suatu proses kemampuan
seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam
hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
Kapasitas intelektual umum mencakup kemampuan-kemampuan menalar
49
dan menilai secara menyeluruh dalam menciptakan dan merumuskan arah
berfikir spesifik.
Usaha ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berfikir
narapidana. Pemberantasan buta huruf merupakan sasaran utama. sebagai
bentuk pendidikan formalnya adalah Kejar Paket A dan Kejar Paket B,
disamping itu bisa juga diberikan pendidikan non formal, seperti: kursus-
kursus, pesantren kilat, mendengarkan radio dan sebagainya. Program
pembinaan kemampuan intelektual dan kecerdasan ini juga mendapat respon
yang positif dari narapidana.
Pembinaan ini diberikan melalui program latihan keterampilan untuk
mendukung usaha mandiri seperti : kerajinan tangan, tukang cukur dan
pengelasan. Dapat pula keterampilan yang mendukung usaha-usaha industri
kecil, misalnya pembuatan paving blok, batu bata, dan lain-lain.
Kemungkinan bisa juga keterampilan yang mendukung usaha-usaha industri
besar bekerja sama pabrik-pabrik atau parusahan-perusahan besar. Misalnya
bekerja dipabrik tekstil, perkebunan, dan sebagainya. Mandiri adalah dimana
seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang
terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu
(barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.
Pembinaan kemandirian bagi narapidana sebagai peserta didik dimaksudkan
agar dikemudian hari mereka dapat menggunakan keahliannya tersebut di
50
luar sehingga mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau
tergantung pada orang lain.
Tabel 5
Tanggapan Responden Terhadap HakKesadaran Berbangsa, Bernegara dan
Sadar Hukum
Tanggapan Responden Frekuensi Persentase (%)
Kurang Memahami 28 93,33
Memahami 2 6,67
Jumlah 30 100
Tanggapan Responden Terhadap Pembinaan Intelektual dan
Kecerdasan
Tanggapan Responden Frekuensi Persentase (%)
Dapat Membaca 23 76,67
Tidak dapat Membaca 7 23,33
Jumlah 30 100
Sumber: data primer yang diolah, 2017
Quisioner yang dilakukan dengan narapidana yang dijadikan sampel,
umumnya mereka baru memahami sepenuhnya mengenai kesadaran
berbangsa dan bernegara ini setelah mendapatkan pembinaan didalam Lapas.
Hal ini dikatakan oleh responden sebanyak 28 orang atau 93,33 % kurang
memahami arti pentingnya nilai-nilai kewarganegaraan dan kepatuhan
terhadap hukum. Sedangkan 2 orang atau 6,67 % mengatakan bahwa mereka
sudah memahami tentang pentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara.
Sedangkan responden dari pembinaan kemampuan intelektual dan
kecerdaan, dari Sampel yang diambil sebanyak 30 orang, ada sebnayak 23
51
orang atau 76,67 % mengatakan telah mendapat informasi berupa Koran atau
buku, ada pula 7 orang atau 23,33 % yang belum bisa membaca, hingga
mereka masih tidak mau berusaha untuk dapat membaca. Diantara 7 orang
tersebut adalah anak pidana.
Dari 82 narapidana yang mengikuti kegiatan pembinaan kemandirian
yang terdiri atas kerajinan tangan, tukang cukur dan pengelasan. Penulis
mengambil sempel sebanyak 30 orang, terdapat 16 orang yang aktif
mengikuti kegiatan tersebut, sedangkan 14 orang lainnya tidak aktif
mengikuti kegiatan tersebut.
4. Faktor-faktor yang Menghambat Implementasi Hak Narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan di Lapas Kelas II A
Kota Ternate tentang pelaksanaan Pembinaan Narapidana terdapat beberapa
faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembinaan narapidana.
Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.sos. MM, selaku
Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan Kemasyarakatan. Menurut Bapak Iswan,
faktor yang menghambat implementasi hak narapidan antara lain33
:
1. Kemampuan Sumber Daya Manusia Penegak Hukum
33
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.sos.MM selaku Sub Seksi Legitrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate.
52
Penegakan hukum dalam hal ini adalah petugas Lapas. Yang akan
dikemukakan dalam hal ini adalah mentalitas dari petugas Lapas itu
sendiri. Mentalitas pegawai lapas, yaitu prilaku sering melakukan
kekerasan (pemukulan) terhadap narapidana atau melakukan pemerasan
terhadap narapidana dan keluarganya. Bahkan yang lebih nekat dari itu,
misalnya ada petugas Lapas yang terlibat dalam hal meloloskan narkotika
ke dalam Lapas untuk dikomsumsi oleh narapidana. Ini semua karena
kemampuan sumber daya manusia petugas Lapas lemah dalam tabel yang
sebelumnya, jumlah pegawai rata-rata dengan tingkat pendidikan SLTA
sehingga yang lebih banyak dikedepankan kekerasan.
Selain mentalitas harus didukung pula profesionalitas dan keahlian
yang memadai. Demikian pula potensi yang ada pada diri narapidana dapat
berguna bagi kepentingan manusia melalui tangan-tangan manusia yang
bertindak baik.
2. Anggaran
Anggaran merupakan sesuatu hal yang penting karena
anggaran dapat mendukung ataupun menghambat berbagai kegiatan
dalam Rutan. Besar atau kecilnya anggaran yang dialokasikan
pemerintah kepada Lapas Kelas II A Kota Ternate menjadi salah satu
acuan pembinaan narapidana. Apalagi pihak rutan tidak memiliki
kerjasama dengan perusahan-perusahan atau pihak luar terkait pendanaan.
Bahkan hasil kerja narapidana dari pembinaan kerajinan tangan hanya
53
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan pembinaan
kerajinan dan sebagian diberikan kepada narapidana. Prasarana maupun
sarana yang belum memadai dikarenakan anggaran yang diterima harus
dialokasikan ke hal-hal yang lebih mendesak lainnya.
3. Budaya Hukum
Yang dimaksud dengan budaya hukun adalah keseluruhan faktor yang
menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis
dalam kerangka budaya milik masyarakat umum.
Dengan bentuk-bentuk program pembinaan yang baik, didukung
dengan kemauan dan keahlian petugas, pada umumnya narapidana
antusias mengikuti setiap kegiatan. Memang masih ada beberapa
kelompok narapidana yang hanya pura-pura patuh dan semangat
mengikuti kegiatan pembinaan, tetapi setelah bebas mereka tetap tidak
bisa lepas dari kejahatan atau menjadi residivis. Kelompok narapidana ini
biasanya berasal dari dunia kejahatan yang terorganisir atau bersindikat,
misalnya dari kelompok preman yang menjadikan kejahatan sebagai lahan
mencari nafkah, misalnya, sindikat pencurian kendaraan bermotor,
sindikat pengedaran narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba). Namun
pada umumnya narapidana mempunyai kesadaran yang tinggi untuk
mengikuti semua kegiatan pembinaan di LAPAS, yang masih perlu
digugat adalah sikap masyarakat terhadap narapidanayang hingga
sekarang masih penuh curiga dan sukar menerima kehadiran bekas
narapidana di lingkungannya. Sesungguhnya, tidak sepatutnya masyarakat
54
bersikap demikian, bukankah mereka adalah warga masyarakat juga, akan
kembali ke masyarakat dan pembinaan selanjutnya merupakan
tanggungjawab masyarakat.
Namun kenyataan menunjukan bahwa masyarakat masih memberikan
cap jahat, prasangka negativ kepada setiap bekas narapidana. Reaksi
masyarakat ini cukup beralasan, dan ada dua faktor penyebabnya. Pertama
ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan hakim, yang menjatuhkan
pidana yang dianggap tidak adil, karena tidak setimpal dengan kerugian
dengan kerugian yang diakibatkan oleh pelaku. Kedua, tidak diakuinya
pembinaan yang dilakukan oleh LAPAS sebagai sekolah kejahatan
(School Of Crime).
Maka sesungguhnya tugas LAPAS sangat berat, disamping harus
membina kesadaran narapidana, juga harus membina kesadaran
narapidana, juga harus menumbuhkan citra pemasyarakatan yang baik
dihadapan publik.
4. Sarana Fasilitas Kesehatan
Dalam system pemasyarakatan, semua bentuk bangunan penjara masih
tetap digunakan, hanya namanya saja yang dirubah menjadi Lembaga
Pemasyarakatan. Pemasyarakatan juga memperkenalkan lembaga
pemasyarakatan terbuka yang biasanya ditempatkan didaerah pertanian,
perikanan atau tambak milik orang lembaga pemasyarakatan. Jadi
55
penempatannya tidak berada di pertengahan pemukiman penduduk, tetapi
ditengah tanah tempat usaha Lapas.34
Fasilitas baik untuk fungsi pembinaan narapidana selalu ketinggalan
zaman. Tempat hunian untuk LAPAS Anak pun belum ada sehingga anak
dalam proses pembinaan terkadang mengalami gangguan sikologi. Hal ini
mustahil akan menghasilkan out put yang memuaskan dari fungsi tersebut.
Kekurangan-kekurangan yang menyangkut fasilitas ini antara lain meliputi
perlengkapan makan maupun tempat tidur yang kurang layak, indeks
biaya makan seorang sehari hanya Rp. 8.200 (diluar beras) masih jauh dari
standar biaya hidup minimal masa sekarang. Pakaian narapidana yang
sangat terbatas, kurangnya pelayanan kesehatan.
Departemen Hukum dan HAM Provinsi Maluku Uatara telah
menyadari hal ini merupakan penghambat pembinaan, bahkan telah
menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan dan ketertiban.
D. ANALISIS
Perbandingan antara hak narapidan menurut Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 dengan yang terjadi dalam LAPAS Kelas II A Kota ternate seperti yang
terlihat dalam tabel dibawah ini:
34
Harsono. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, hlm. 33
56
Tabel 6
Perbandingan hak narapidana dalam UU No. 12 Tahun 1995 dengan
yang ada di dalam LAPAS
UU No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
LAPAS Kelas II A Kota Ternate
a. Melakukan ibadah sesuai
dengan agama atau
kepercayaannya.
b. Mendapat perawatan baik
rohani maupun jasmani.
c. Mendapatkan pendidikan dan
pengajaran.
d. Mendapatkan pelayanan
kesehatan dan makan yang
layak .
e. Menyampaikan keluhan.
f. Mendapatkan bahan bacaan dan
mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang.
g. Mendapatkan upah atau premi
atas pekerjaan yang dilakukan.
h. Menerima kunjungan keluarga,
penasehat hukum, atau orang
tertentu lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan
masa pidana.
j. Mendapatkan kesempatan
berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan
bersyarat cuti menjelang bebas.
l. Mendapatkan cuti menjelang
bebas
m. Mendapatkan hak-hak lain
sesuai dengan ketentuan
Perundang-undangan yang
berlaku. Serta ketentuan dan
syarat-syarat dan tata cara
pelaksanaan hak-hak
narapidana.
1. Pembinaan kesadaran
beragama.
2. Pembinaan kesadaran
berbangsa, bernegara dan
kesadaran hukum.
3. Pembinaan kemasyarakatan.
4. Pembinaan kemandirian.
5. Pemeliharaan kesehatan
jasmani dan rohani.
6. Bimbingan keterampilan.
7. Pemberian remisi.
8. Pembebasan bersyarat cuti
menjelang bebas
57
Berdasarkan tabel diatas diperoleh data yang menjelaskan hak yang belum diberikan
di dalam LAPAS antara lain:
a. Menyampaikan keluhan.
b. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lain yang tidak
dilarang.
c. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
d. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya.
e. Mendapat pengurangan masa pidana.
f. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
Belum terpenuhinya hak seperti disebut diatas karena kurangnya sumber daya
manusia yang profesional serta kurangnya anggaran dalam proses pemenuhan hak
tersebut.
Sedangkan hak yang sudah diberikan oleh LAPAS antara lain:
1. Pembinaan kesadaran beragama.
2. Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara dan kesadaran hukum.
3. Pembinaan kemasyarakatan.
4. Pembinaan kemandirian.
5. Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
6. Bimbingan keterampilan.
7. Pemberian remisi.
8. Pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas
Dengan terpenuhinya hak narapidana seperti diatas berarti telah berjalan pula fungsi
LAPAS sebagai sarana untuk menyiapkan narapidana agar dapat berintegrasi secara
sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab seperti yang termuat dalam pasal 3 UU
No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
58
Implementasi hak narapidana diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam hal ini saya memfokuskan penelitian ini
menganai hak-hak narapidana yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate sudah sesuai dengan hak narapidana yang tercantum dalam Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 atau belum.
1. Hak Narapidana yang Harusnya diperoleh:
Hak-hak narapidana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 Pasal 14 Ayat (1) yaitu35
:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan, hal itu
ditujukan agar narapidana dapat tetap melakukan ibadah sesuai agama
dan tidak meninggalkan kewajibannya. Hal itu juga dapat
meningkatkan kesadaran baik atau tidak perbuatan yang sudah
mereeka lakukan, dibolehkan atau tidak hal yang mereka lakukan
dalam agamanya itu.
b. Mendapatkan perawatan baik rohani maupun jasmani, selain
melakukan perbaikan sikap tetapi juga turut melakukan perbaikan
rohani maupun jasmani yang bertujuan agar rohani jasmani mereka
tetap baik, terjaga.
c. Mendapat pendidikan dan pengajaran, Lembaga Pemasyarakatan
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para narapidana
mengenai kesadaran hukum, berbangsa dan bernegara. Agar para
35
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
59
narapidana dapat pemnelajaran tentang setiap perbuatan yang mereka
lakukan. Dan mereka sadar bahwa perbuatan tersebut melanggar
hukum. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran sebagai
narapidana di dalam LAPAS juga termasuk salah satu cara
mengembangkan diri bagi narapidana. Sehubungan dengan itu, Sri
Widayati Wiratmo Soekito menegaskan:36
“Hak asasi tidak tanpa batas, karena jika akan dilanggar hak-
hak yang sama dengan orang lain karena itu kewajiban negara
adalah memberikn batas-batas sampai seberapa jauh hak-hak
asasi kemerdekaan dapat dijalankan dan dilindungi
pelaksanaannya dengan mengutamakan kepentingan umum”.
Mulyana W. Kusumah menyatakan bahwa:37
“Bagi Indonesia semua (Hak-hak Asasi Manusia) menuju pada
penciptaan kondisi-kondisi sebagaimana yang diamanatkan
oleh Pancasila, melalui jalan yang selaras dengan sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, oleh karena proses
pemerdekaan adalah pelaksanaan sila kemanusiaan yang adil
dan beradab itu sendiri.”
Hak pendidikan dan pengajaran untuk narapidana meliputi pendidikan
kepribadian dan kemandirian. Pendidikn kepribadian meliputi
pembinaan kesadaran hukum, berbangsa, dan pmbinaan intelektual.
Pendidikan kemandirian meliputi pembinaan kemandirian yang terdiri
dari program pendidikan keterampilan, keterampilan untuk
mendukung usaha industri, dan keterampilan yang dikembangkan
sesuai dengan bakat masing-masing. Bagi tahanan dapat diberikan
kesempatan mengikuti pendidikan dan pengajaran. Pelaksanaan
36
Sri Widyati Wiratmo Soekito, 1983, Anak dan Wanita Dalam Hukum, LP3ES, Jakarta, hlm.: 135. 37
Kusuma Mulyana W, 1981, Hukum dan HAM, Alumni Bandung, Bandung, hlm: 51.
60
pendidikan dan pengajaran bagi tahanan berupa penyuluhan hukum,
kesaadaran berbangsa dan bernegara sesuai dengan program perawatan
tahanan.38
d. Mendapat pelayanan kesehatan dan makan yang layak.
Setiap narapidanamempunyai hak untuk mendapat pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu bulan,
mendapat pelayanan di Rumah Sakit Umum Pemerintah Di luar
Lembaga Pemasyarakatan, menerima makanan dan minuman dari luar
Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan jumlah kalori yang
memenuhi syarat kesehatan, jika puasa maka narapidanaberhak
mendapat makanan tambahan.
e. Menyampaikan keluhan.
Setiap narapidanaberhak menyampaikan keluhan yang benar-benar
telah mengganggu hak asasi narapidana kepada kepala lembaga
pemasyarakatan terhadap perlakuan petugas dan sesama warga binaan.
f. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti suaran media masa lainnya
yang tidak di larang.
Berhak dapat bahan bacaan baik media cetak atau elektronik, yang
dapat menunjang pembinaan kepribadiandan tidak bertentangan
dengan Undang-undang yang berlaku. Bisa membawa bahan dari luar
lembaga pemasyaraatan atas seijin kepaa lembaga pemasyarakatan.
38
Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
61
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan ynag di lakukan.
Berhak mendapatkan upah dan premi setelah bekerja di dalam
lembaga pemasyarakatan.
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya.
Berhak menerima kunjungan dari keluarga, penasihat hukum, atau
orang tertentu lainnya (keluarga dan rohaniawan).
i. Mendaptkan pengurangan masa pidana.
Berhak mendapatkan remisi jika selama menjalani masa hukumannya
berkelakuan baik (mentaati peraturan dan tidak pernah dikenakan
tindakan disiplin) dan telah menjalani masa pidana selama 6 (enam)
bulan.
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga.
Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat dengan ketentuan telah
menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
masa pidana atau minimal 9 (sembilan) bulan, telah memenuhi syarat
administrasi dan substantif, serta berkelakuan baik dengan syarat-
syarat tertentu diantaranya adalah adanya masa percobaan dan syarat-
syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas.
Berhak mendapatkan cuti menjelang bebas dengan ketentuan telah
menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
62
masa pidana, berkelakuan baik selama menjalani pidana sekurang-
kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3
(dua pertiga) masa pidana, dan lamanya cuti menjelang remisi terakhir,
paling lama enam bulan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan Pasal 1 yaitu:
a. Melakukan pendidikan dan pengajaran.
b. Pelayanan kesehatan.
c. Pembimbingan.
d. Remisi, pengutangan masa hukuman yang didasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
e. Pembebasan bersyarat, bebasnya narapidana setelah menjalani aekurang-
kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga
tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.39
2. Implementasi Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, olehnya itu pemikiran-
pemikiran baru, mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar
penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi
sosial NarapidanaPemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan
39
Pasal 12 huruf K UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
63
yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan
sistem pemasyarakatan.
Perbaikan mengenai tatanan (stelsel) pemidanaan seperti pranata
pidana bersyarat (Pasal 14a KUHP), pelepasan bersyarat (Pasal 15 KUHP),
dan pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak (Pasal 45,
46, dan 47 KUHP), namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak
dari asas dan sistem pemenjaraan, sistem pemenjaraan sangat menekankan
pada unsur balas dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang
dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi
Narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah. Olehnya
itu pemberlakuan Undang-Unadang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan Lexspcialis derogate Lexgeneralis
untuk merubah fungsi penahanan sebagai mana yang diatur dalam KUHP
dimaksud.
Implemntasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS) merupakan upaya pemerintah untuk merubah
system pemenjaraan menjadi proses pembinaan, sehingga hak-hak
narapidanadi dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dapat terwujud
sebagimana yang diatur dalam undang-undang dimaksud. hak-hak
narapidanadalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate dinilai
belum maksimal seperti apa yang diharapkan. hal ini dibuktikan dengan hak-
hak narapidana yang banyak diabaikan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan, seperti: Bantuan Hukum, Penyuluhan Rohani,
64
Pemeliharaan Kesehatan, Bimbingan Keterampilan, Perpustakaan, yang
dijabarkan sebagi berikut:
a. Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan Rohani
Pemeliharaan jasmani adalah suatu proses pembinaan seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan
sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan
jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan,
kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam
rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila.
Sedangkan pendidikan rohani (jiwa) adalah suatu proses pendidikan untuk
mewujudkan perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan
hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani diperuntukkan oleh semua
narapidana pemasyarakatan. Kegiatan kesehatan jasmani di LAPAS Kelas II
A Kota Ternate meliputi program senam pagi yang diadakan setiap pagi dan
memanfaatkan lapangan olahraga pada sore hari. Pemeliharaan rohani dapat
diwujudkan melalui bimbingan rohani dan pendidikan budi perketi40
. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 pasal 14 ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap LAPAS disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan
sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan
lainnya.”
40
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
65
Dan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan pasal 16
ayat (1) yang berbunyi:
“Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan dan dicatat dalam kartu kesehatan”.
Berdasarkan quisioner terhadap 30 narapidana diperoleh hasil
beberapa narapidana tidak mendapatkan dan menikmati kegiatan rekreasi
seperti hiburan televisi, maupun pertandingan olahraga. Sedangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan pemasyarakat Pasal 7 sudah dijelaskan hak
apa saja yang berhak didapat dalam perawatan jasmani. Karena fasilitas dalam
LAPAS untuk menunjang kegiatan tersebut belum memadai. Begitupun
mengenai penyuluhan kesehatan yang terdapat pada Peraturan Pemerintan
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan Pasal 16 ayat (1) sudah jelas bahwa pemeriksaan di
lakukan paling sedikit satu bulan sekali, namun yang terjadi di LAPAS Kelas
II A Kota Ternate pemeriksaan kesehatan dilakukan dua bulan sekali.
Sehingga terdapat narapidana yang tidak mendapat pemeriksaan kesehatan
tersebut.
66
Tabel 6
Tanggapan Responden Terhadap Hak Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan
Rohani
Tanggapan Responden Frekuensi Persentase (%)
Tidak Mendapatkan 23 76,67
Mendapatkan 7 23,33
Jumlah 30 100
Sumber: data Primer yang diolah, 2017
Sekitar 23 orang atau 76,67 mengatakan bahwa selama didalam Lapas
mereka tidak mendapatkan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani bagi
diri mereka sendiri. Tetapi mereka sangat menginginkan dengan adanya
program pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani agar mereka bisa juga
mendapatkannya di Lapas mereka menyadari bahwa betapa pentingnya
pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani tersebut. Sedangkan sisanya
sebanyak 7 orang atau 23,33 % mengatakan mendapatkan pemeliharaan
kesehatan jasmani dan rohani secara teratur.
b. Pemberian Remisi
Remisi atau pengurangan hukuman selama narapidana menjalani
hukuman pidana, juga berubah dari waktu ke waktu. Sistem kepenjaraan
menempatkan remisi sebagai anugerah. Artinya remisi adalah anugerah dari
pemerintah kepada narapidana. Dalam Gestichten Reglement, remisi hanya
diberikan pada hari ulang tahun Belanda. Jadi remisi benar-benar sebagai
anugerah belaka. Baru pada tahun 1950 berdasarkan Keppres No. 156/1950
67
remisi diberikan setiap ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perubahan ini disebut dengan kelegaan hati rakyat Indonesia, sebab pada
setiap ulang Tahun RI banyak Narapidana yang mendapatkan remisi. Sejak
tahun 1950, remisi tidak lagi sebagai anugerah, tetapi menjadi hak semua
narapidana yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Salah satu
syarat dalam mendapatkan remisi berdasarkan Keppres 156/1950 adalah
narapidana harus berkelakuan baik selama menjalani pidana. Selama
menjalani pidana diartikan sebagai berkelakuan baik dalam kurun waktu
pemberian remisi, jadi penilaian itu berkisar setahun. Sedangkan Syarat
berkelakuan baik, adalah tidak melanggar pasal 69 Gestichten Reglemen.
Pasal 69 Reglemen Penjara sebenarnya merupakan tata tertib penjara, namun
disana di klasifikasikan. Selain syarat berkelakuan baik, lama pidana bagi
narapidana yang akan mendapatkan remisi tidak boleh kurang dari enam
bulan atau narapidana yang dipidana seumur hidup tetapi belum diubah
menjadi pidana sementara.41
Adapun bentuk-bentuk remisi, remisi khusus itu terdapat pada hari-
hari besar agam dan remisi umum itu terdapat pada hari-hari besar
kemerdekaan. jumlah narapidana yang mendapat remisi umum dan remisi
khusus sebanyak 50 orang,42
sebagai mana terlihat pada tabel berikut ini:
41
Harsono. 1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan, hlm. 25 42
Kepala Sub Seksi Legistrasi, senin taggal 28 Agustus 2017
68
Tabel 7
Pemberian Hak Remisi pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Kota Ternate
STATUS
WARGABINAAN
JENIS
KELAMIN
REMISI MENURUT
JENIS KELAMIN
KET
L P L P
BI 73 - 5 - 2 org bebas
BIIA - - - - -
BIII 8 1 2 1 1 org bebas
JUMLAH 81 1 7 1
Sumber data: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, 2017
Namun hak narapidana untuk mendapatkan remisi kerap menjadi
kontroversi di masyarakat, mulai dari keheranan seorang narapidana yang
dinilai terlalu cepat bebas, hingga wacana pemotongan hak narapidanauntuk
memperoleh remisi tersebut. Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang
biasanya diberikan saat hari-hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan.
Selain remisi, proses yang juga kerap membingungkan masyarakat umum
adalah Pembebasan Bersyarat (PB).
Remisi dasarnya masih UU No 12/95 bahwa setiap napi berhak
mendapat remisi, kemudian diatur juga dalam PP 32/28 diatur bahwa
narapidana yang berkelakuan baik berhak dapat remisi, lalu diperkuat dengan
Keppres 174/99. Sesuai Keppres 174/99 tentang jenis remisi, ada remisi
69
umum, khusus, tambahan, remisi dasawarsa. Remisi diberikan pada hari ulang
tahun kemerdekaan, hari raya keagamaan.43
Remisi umum diberikan kepada narapidana pada setiap peringatan 17
Agustus telah menjalani pidana lebih dari 6 bulan, berkelakuan baik, tidak
sedang dikenakan hukuman disiplin dan tidak dijatuhi pidana hukuman mati
atau seumur hidup.Bagi narapidana yang telah menjalani pidana 6 sampai 12
bulan diberikan remisi 1 bulan, untuk yang lebih 12 bulan dapat 2 bulan, bagi
yang sudah menjalani tahun kedua dapat 3 bulan, tahun ketiga 4 bulan, tahun
keempat dan kelima dapat 5 bulan, tahun keenam dan seterusnya dapat 6
bulan. Remisi khusus diberikan kepada narapidana yang merayakan hari besar
keagamaannya, pada prinsipnya syarat yang berlaku sama dengan remisi
umum.
Syarat subtantifnya sudah memenuhi 2/3 masa tahanan, sekurang-
kurangnya sembilan bulan, berkelakuan baik, ada jaminan dari keluarga atau
lingkungan bahwa dia bisa dibina di luar dan tidak akan mengulangi
perbuatannya, narapidanamenunjukkan mengikuti program kegiatan dan
memiliki kesadaran sebagai orang yang bersalah. Namun memang ada
perubahan perhitungan pembebasan bersyarat. pembebasan bersyarat
perhitungan lama (pertama), diawali sejak inkraht (dieksekusi jaksa),
sehingga walaupun sudah divonis oleh hakim tetapi belum dieksekusi JPU,
belum dihitung dalam pemberian PB, CMB (Cuti Menjelang Bebas) atau CB
43
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 174 Tahun 1999 Tentang Jenis Remisi
70
(Cuti Bersyarat). Perubahan yang kedua, kalau dulu pidananya secara umum,
misalnya pidana 4 tahun dikurangi masa tahanan, dikurangi remisi, baru
dihitung 2/3 tapi sejak inkraht, itu peraturan lama. Yang sekarang, sebenarnya
tidak jauh beda, akan tetapi karena dulu keputusan tidak selalu di kurangi
masa tahanan, sekarang dihitung sejak masa tahanan, jadi lebih simple.
c. Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas
Pembinaan dalam keluarga narapidana. bentuk pembinaan ini adalah
narapidana yang ditempatkan didalam keluarga narapidana sendiri.
Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu, kepadanya dapat
diberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Pembinaan dapat
berupa VI (Voolwaardelyke Invrijheidsstelling) dalam bahasa Indonesia
disebut pelepasan bersyarat, atau PRT (Pre Release Treatment) disebut
pelepasan bersyarat.44
Hak untuk mendapatkan pelepasan bersyarat sekurang-kurangnya dua
pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang
dari 9 (sembilan) bulan,dari jumlah narapidana hak mendapatkan
pembebasan bersyarat, sebanyak 30 orang sesuai dengan kurungan yang
ditetapkan oleh pengadilan.45
Tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri menurut pasal 2 Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
44
Harsono. 1995, Sistem Baru Pembinaan. Jakarta: Djambatan, hlm. 85 45
Sumber data: Kepala Sub Seksi Legistrasi, Bapak Iswan Idrus, S.sos. MM, pada tanggal 29 Agustus
2017.
71
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
NarapidanaPemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggung jawab.”
Sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate belum
terlaksanakan dengan baik, karena kurangnya fasilitas dan sumber daya manusia.
Seharusnya pembinaan narapidana bukan hanya tanggungjawab Lembaga
Pemasyarakatan, tetapi secara bersama-sama dengan Pemerintah Daerah setempat
dan masyarakat diamana narapidana berdomisili. Kegiatan pembinaan narapidana
menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan, Pasal 5
sudah jelas namun pihak Pemerintah Daerah berupaya memperioritaskan adanya
lapangan kerja bagi narapidana untuk mengadakan penyuluhan hukum secara
berkesinambungan dan bekerjasama dengan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia di wilayahnya.
Dalam pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan terdiri dari
pembinaan didalam lembaga, yang meliputi pembinaan agama, pembinaan umum,
kursus keterampilan, rekreasi, olahraga, kesenian, latihan kerja asimilasi, sedangkan
pembinaan diluar lembaga antara lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas
bersyarat, cuti menjelang bebas. Dilihat dari tujuan pemasyarakatan, Lembaga
Pemasyarakatan harus memberikan hak-hak narapidana yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1999.
72
Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate
memberikan hak-hak narapidana berupa:
a. Pembinaan kesadaran beragama.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara dan kesadaran hukum.
c. Pembinaan kemasyarakatan.
d. Pembinaan kemandirian.
e. Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
f. Bimbingan keterampilan.
g. Pemberian remisi.
h. Pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas.
Jika ditinjau dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tidak semua hak
narapidana diberikan oleh lapas diantaranya:
a. Menyampaikan keluhan.
b. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lain yang tidak
dilarang.
c. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
d. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu
lainnya.
e. Mendapat pengurangan masa pidana.
f. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
73
Dari hasil wawancara yang sudah saya lakukan terjadi ketimpangan antara
yang menerima hak dan yang tidak menerima hak. Menurut wawancara yang saya
lakukan dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos.MM,46
hak narapidana yang diberikan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate meliputi:
a) Pembinaan kesadaran beragama.
b) Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara dan kesadaran hukum.
c) Pembinaan kemasyarakatan.
d) Pembinaan kemandirian.
e) Pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani.
f) Bimbingan keterampilan.
g) Pemberian remisi.
h) Pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas.
Faktor yang menyebabkan ketimpangan seperti yang disebut diatas
antara lain:
1. Kemampuan Sumber Daya Manusia Penegak Hukum
Hal tersebut diatas dapat terjadi, karena kemampuan sumber daya
manusia petugas LAPAS lemah dengan jumlah pegawai yang rata-
rata tingkat pendidikan SLTA. Petugas yang ada di dalam LAPAS
untuk tingkat pendidikan masih rendah tidak hanya berhenti di
46
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM, Selaku Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017
74
SLTA tetapi juga ada yang SLTP. Dan kurangnya tenaga
profesional dalam membimbing narapidana.
2. Anggaran
Salah satu masalah faktor berupa anggaran dikarenakan pihak
LAPAS tidak memiliki kerjasama dengan perusahaan-perusahaan
atau pihak luar terkait pendanaan. Disamping itu uang dari hasil
pembinaan kerajinan tangan digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan dalam pelaksanaan pembinaan tersebut. Maka hak dari
narapidana tidak bisa berjalan dengan sesuai karena kurangnya
anggaran dan kurang banyaknya kerjasama dengan perusahaan-
perusahaan.
3. Budaya hukum
Budaya hukum harus ditegakkan oleh pihak LAPAS karena
selepas keluarnya narapidana dari dalam LAPAS namun
masyarakat masih menilai mereka jahat. Sesungguhnya tugas
LAPAS sangat berat karena harus membina kesadaran narapidana,
juga membina kesadaran narapidana, juga menumbuhkan citra
pemasyarakatan yang baik dihadapan publik.
4. Sarana fasilitas kesehatan
Belum adanya hunian untuk LAPAS anak, merupakan salah satu
faktor yang cukup menghambat. Karena dengan demikian anak
dapat mengalami gangguan psikologi.
75
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Narapidana dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa program pembinaan dan
pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan
kepribadian dan kemandirian. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 3
tentang pembinaaan dan pembimbingan keperibadian dan kemandirian:
a. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara;
c. Intelektual;
d. Sikap dan prilaku;
e. Kesehatan jasmani dan rohani;
f. Kesadaran hukum;
g. Reintegrasi sehat dngan masyarakat;
h. Ketermpilan kerja
i. Latihan kerja dan produktif
Pada Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate juga melakukan
Implementasi hak narapidana menurut undang-undang No. 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, (LAPAS) merupakan upaya pemerintah untuk
merubah system di dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat terwujud
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang dimaksud hak-hak
narapidana dalam Lemabaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate
dinilai belum maksimal seperti apa yang diharapkan, hal dapat dibuktikan
76
dengan hak-hak narapidana yang banyak diabaikan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan, seperti memberikan Penyuluhan Rohani, Pemiliharaan
Kesehatan.
a. Pemeliharaan Kesehatan Jasmani dan Rohani
Pemiliharaan kesehatan telah di ataur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Narapidana pasal 2 huruf e. Dimana semua narapidana berhak
mendapatkan pemiliharaan kesahatan jasmani dan rohani. Pada Lemabga
Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate sedah melakukan kegiatan tersebut
namun masih saja ada yang belum sepenuhnya mendapatkan haknya sebagai
narapidana. Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner terhadap
beberapa narapidana, mereka tidak pernah mendapatkan dan menikmati
kegiatan rekreasi seperti hiburan televisi, maupun pertandingan olahraga.
Begitupun mengenai penyuluhan kesehatan seperti penyuluhan HIV/ AIDS
dan penyuluhan bahaya narkoba belum pernah mereka dapatkan.
b. Pemberian Remisi
Namun hak narapidana untuk mendapatkan remisi kerap menjadi
kontroversi di masyarakat, mulai dari keheranan seorang narapidana yang
dinilai terlalu cepat bebas, hingga wacana pemotongan hak narapidana
untuk memperoleh remisi tersebut. Remisi adalah pengurangan masa
hukuman yang biasanya diberikan saat hari-hari besar keagamaan dan hari
77
kemerdekaan. Selain remisi, proses yang juga kerap membingungkan
masyarakat umum adalah Pembebasan Bersyarat (PB)
Remisi dasarnya masih UU No 12/95 bahwa setiap napi berhak
mendapat remisi, kemudian diatur juga dalam PP 32/28 diatur bahwa
narapidana yang berkelakuan baik berhak dapat remisi, lalu diperkuat
dengan Keppres 174/99. Sesuai Keppres 174/99 tentang jenis remisi, ada
remisi umum, khusus, tambahan, remisi dasawarsa. Remisi diberikan pada
hari ulang tahun kemerdekaan, hari raya keagamaan.47
Hal ini sudah dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota
Ternate dengan memberikan remisi kepada narapidana yang telah
melakukan perlakuan baik wajib mendapatkan remisi.
Syarat subtantifnya sudah memenuhi 2/3 masa tahanan, sekurang-
kurangnya sembilan bulan, berkelakuan baik, ada jaminan dari keluarga
atau lingkungan bahwa dia bisa dibina di luar dan tidak akan mengulangi
perbuatannya, narapidana menunjukkan mengikuti program kegiatan dan
memiliki kesadaran sebagai orang yang bersalah. Namun memang ada
perubahan perhitungan pembebasan bersyarat. pembebasan bersyarat
perhitungan lama (pertama), diawali sejak inkraht (dieksekusi jaksa),
sehingga walaupun sudah divonis oleh hakim tetapi belum dieksekusi
JPU, belum dihitung dalam pemberian PB, CMB (Cuti Menjelang Bebas)
atau CB (Cuti Bersyarat). Perubahan yang kedua, kalau dulu pidananya
47
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 174 Tahun 1999 Tentang Jenis Remisi
78
secara umum, misalnya pidana 4 tahun dikurangi masa tahanan, dikurangi
remisi, baru dihitung 2/3 tapi sejak inkraht, itu peraturan lama.Yang
sekarang, sebenarnya tidak jauh beda, akan tetapi karena dulu keputusan
tidak selalu di kurangi masa tahanan, sekarang dihitung sejak masa
tahanan,
c. Pembebasan Bersyarat Cuti Menjelang Bebas
Hak untuk mendapatkan pelepasan bersyarat sekurang-kurangnya dua
pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak
kurang dari 9 (sembilan) bulan, dari jumlah narapidana hak mendapatkan
pembebasan bersyarat, sebanyak 30 orang sesuai dengan kurungan yang
ditetapkan oleh pengadilan.48
Dengan hasil analisis di atas maka Pemasyarakatan di Lapas Kelas II
A Kota Ternate belum sesuai dengan tujuan Pemasyarakatan
sesungguhnya.
48
Wawancara dengan Bapak Iswan Idrus, S.Sos. MM, Selaku Sub Seksi Legistrasi dan Bimbingan
Kemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate, pada tanggal 29 Agustus 2017