BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Full day...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Full day...
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Full day school
Full day school berasal dari bahasa Inggris, yang memiliki arti sekolah
sepanjang hari. Baharuddin (2009: 223) mengungkapkan bahwa Full day school
merupakan sekolah sepanjang hari, atau proses belajar mengajar yang dilakukan
mulai pukul 06.45-15.00 dengan durasi istirahat setiap dua jam sekali. Dengan
demikian sekolah dapat mengatur jadwal pelajaran dengan pendalaman materi.
Menurut Mujayanah (2013:13) full day school merupakan sebuah model
pendidikan alternatif, dimana peserta didik sehari penuh berada di sekolah untuk
melakukan proses pembelajaran dan proses beribadah. Proses pembelajaran dalam
sistem full day school tidak hanya bersifat formal, tetapi terdapat banyak suasana
pembelajaran yang bersifat informal dan tidak kaku serta menyenangkan bagi
siswa.
Full Day School menurut Mushlihah (2009: 17) merupakan salah satu
kreasi atau inovasi pembelajaran untuk menjadikan sekolah unggul, inovatif dan
kreatif dengan sistem pembelajaran terpadu yang berlandaskan iman dan taqwa
(imtaq, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu, sistem full day
school memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi topik-
topik pelajaran secara lebih mendalam, memberi keleluasaan dalam beraktifitas
positif, serta menyediakan lingkungan yang baik untuk mengembangkan
pendidikan secara tepat sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
11
Hilalah (2009: 22) berpendapat bahwa full day school merupakan suatu
proses pembelajaran yang dilaksanakan sehari penuh yang menerapkan dasar
integrated curriculum dan integrated activity yang berarti hampir seluruh aktivitas
anak berada di sekolah, mulai dari belajar, makan, bermain, dan ibadah di kemas
dalam dunia pendidikan. Full day school menekankan pada komponen-komponen
yang disusun dengan teratur dan baik untuk menunjang proses pendewasaan
manusia (siswa) melalui upaya pengajaran dan pelatihan dengan waktu di sekolah
yang lebih panjang atau lama dibandingkan dengan sekolah-sekolah pada
umumnya berdasarkan konsep integrated curriculum dan integrated activity.
Sejalan dengan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa full day
school merupakan inovasi baru sistem pendidikan yang menerapkan pembelajaran
sepanjang hari sejak pagi hingga sore dimana seluruh aktivitasnya dilakukan di
sekolah dengan menggunakan proses pembelajaran yang dapat memberikan
kegiatan belajar yang aktif dan menyenangkan bagi siswa. Sekolah diharapkan
dapat mengembangkan dan menambah jam pelajaran untuk pendalaman materi
serta menumbuhkan kreatifitas siswa. Sekolah yang berlandaskan Islam, full day
school menambahkan dengan kegiatan yang berbasis spiritual seperti: mengaji Al-
Qur’an, Hafalan Al-Qur’an, ekstrakurikuler yang berasaskan Islam.
B. Tujuan Pelaksanaan Full day school
Pelaksanaan full day school menurut Baharuddin (2009: 229-230)
merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan,
baik dalam prestasi maupun dalam hal moral atau akhlak. Dengan mengikuti full
day school, orang tua dapat mencegah dan menetralisir kemungkinan dari
kegiatan-kegiatan anak yang menjerumus pada kegiatan yang negatif. Salah satu
12
alasan para orangtua memilih dan memasukkan anaknya ke full day school adalah
dari segi edukasi siswa.
Full day school selain bertujuan mengembangkan mutu pendidikan yang
paling utama adalah full day school bertujuan sebagai salah satu upaya
pembentukan akidah dan akhlak siswa dan menanamkan nilai-nilai positif. Full
day school juga memberikan dasar yang kuat dalam belajar pada segala aspek
yaitu perkembangan intelektual, fisik, sosial dan emosional. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Seli (2009: 62-63) bahwa dengan full day school sekolah lebih bisa
intensif dan optimal dalam memberikan pendidikan kepada anak, terutama dalam
pembentukan akhlak dan akidah. Waktu untuk mendidik siswa lebih banyak
sehingga tidak hanya teori, tetapi praktek mendapatkan proporsi waktu yang lebih,
sehingga pendidikan tidak hanya teori mineed tetapi aplikasi ilmu.
C. Pelaksanaan Full Day School
Pelaksanaan full day school merupakan model sekolah umum yang
memadukan sistem pengajaran agama secara intensif yaitu dengan memberi
tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa. Oleh karena itu,
pembelajaran dimulai pukul 07.00 hingga pukul 15.00, sedangkan pada sekolah-
sekolah umum, anak biasanya sekolah sampai pukul 13.00. Pelaksanaan full day
school, dilengkapi program rekreatif dalam pembelajaran agar tidak timbul
kejenuhan pada siswa.
Full day school sendiri menurut Sunardi dkk (2014: merupakan satu istilah
dari proses pembelajaran yang dilaksanakan secara penuh, aktifitas anak lebih
banyak dilakukan di sekolah dari pada di rumah. Meskipun begitu, proses
pembelajaran yang lebih lama di sekolah tidak hanya berlangsung di dalam kelas,
13
karena konsep awal dibentuknya sistem full day school ini bukan menambah
materi ajar dan jam pelajaran yang sudah ditetapkan oleh Depdiknas seperti yang
ada dalam kurikulum tersebut, melainkan tambahan jam sekolah digunakan
untuk pengayaan materi ajar yang disampaikan dengan metode pembelajaran
yang kreatif dan menyenangkan untuk menambah wawasan dan memperdalam
ilmu pengetahuan, menyelesaikan tugas dengan bimbingan guru, pembinaan
mental, jiwa dan moral anak. Dengan kata lain konsep dasar dari full day
school ini adalah integrated curriculum dan integrated activity.
Sekolah yang menerapkan sistem full day school harus mempunyai
program yang baik, kurikulumnya harus jelas, sesuai dengan tingkatan
pendidikan. Untuk saat ini peraturan mengenai adanya sistem full day school
belum dibuat, sejauh ini Menteri Muhajir Effendy baru mencanangkan program
tersebut, hal terpenting dari pelaksanaan full day school ialah kesiapan komponen
di sekolah dan kesiapan program-program yang harus diperhatikan. Semuanya
dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu. Sekolah diberikan kebebasan untuk
berkreativitas, bertanggungjawab, dan juga memiliki otonomi yang sebesar-
besarnya, sehingga timbul kompetisi satu sama lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, di atas, dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan full day school adalah keterkaitan antara unsur-unsur dalam
pembelajaran seperti lingkungan tempat belajar, metode, strategi, teknologi, dan
media agar terjadi tindak belajar yang menekankan pada pembelajaran aktif
(active learning), kreatif (creative learning), efektif (effective learning), dan
menyenangkan (fun learning) dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
14
D. Faktor Penunjang dan Penghambat Full Day School
Baharuddin (2009: 232) setiap sistem pembelajaran pasti memiliki
kelebihan (faktor penunjang) dan kelemahan (faktor penghambat) dalam
penerapannya, tidak terkecuali dengan sistem full day school. Adapun faktor
pendukung dan penghambat sistem full day school adalah sebgai berikut:
1. Faktor Pendukung Pelaksanaan Sistem full day school
Faktor pendukung pelaksanaan sistem full day school adalah setiap
sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai, tentunya pada tingkat
kelembagaan. Untuk menuju kearah tersebut, diperlukan berbagai kelengkapan
dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Diantara faktor-faktor pendukung itu
diantaranya adalah kurikulum, management pendidikan, sarana dan prasarana,
sarana belajar, dan yang paling penting dalam pendidikan adalah SDM
(Sumber daya manusia).
2. Faktor penghambat Full Day School
Faktor penghambat full day school salah satunya adalah sarana dan
prasarana. Sarana dan prasarana merupakan bagian dari pendidikan yang sangat
vital, guna menunjang keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya
pengelolaan pendidikan yang baik, sebagaimana dikatakan bahwa sekolah dapat
berhasil apabila pengelolaan sarana dan prasarana juga baik. Selain itu faktor
penghambat full day school juga bisa disebabkan oleh guru, apakah guru pada
sekolah yang menerapkan full day school tersebut dapat memanfaatkan waktu
yang diberikan dengan baik ataukah sebaliknya.
15
E. Kelebihan dan Kelemahan Full Day School
Pelaksanaan program full day school memiliki banyak manfaat bagi siswa
contohnya dalam dalam aspek akademik. Lamanya waktu belajar juga merupakan
salah satu dari dimensi pengalaman anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hasan (2006: 114) bahwa dengan adanya full day school menunjukkan anak-anak
akan lebih banyak belajar daripada bermain, karena adanya waktu terlibat dalam
kelas, hal ini mengakibatkan produktifitas anak tinggi, maka juga lebih mungkin
dekat dengan guru, siswa juga menunjukkan sikap yang lebih positif, karena tidak
ada waktu luang untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan karena seharian
siswa berada di kelas dan berada dalam pengawasan guru.
Sistem full day school seperti yang dikemukakan Hasan (2006: 114)
mempunyai sisi kelebihan antara lain:
1) Sistem full day school lebih memungkinkan terwujudnya pendidikan utuh.
Benyamin S. Blom menyatakan bahwa sasaran (obyectivitas) pendidikan meliputi
tiga bidang yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Karena melalui sistem
asrama dan pola full day school tendensi ke arah penguatan pada sisi kognitif
saja dapat lebih dihindarikan, dalam arti aspek afektif siswa dapat lebih
diarahkan demikian juga pada aspek psikomotoriknya. 2) Sistem full day school
lebih memungkinkan terwujudnya intensifikasi dan efektivitas proses edukasi. Full
day school dengan pola asrama yang tersentralisir dan sistem pengawasan 24 jam
sangat memungkinkan bagi terwujudnya intensifikasi proses pendidikan dalam arti
siswa lebih mudah diarahkan dan dibentuk sesuai dengan misi dan orientasi
lembaga bersangkutan, sebab aktivitas siswa lebih mudah terpantau karena sejak
awal sudah diarahkan. 3) Sistem full day school merupakan lembaga yang terbukti
efektif dalam mengaplikasikan kemampuan siswa dalam segala hal,seperti yang
mencakup semua ranah baik kognitif, afektif maupun psikomotorik dan juga
kemampuan bahasa asing.
Namun demikian, Hasan (2006: 115) mengemukakan sistem pembelajaran
model full day school ini tidak terlepas dari kelemahan atau kekurangan antara
lain:
1) Sistem full day school acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa. Sistem
pembelajaran dengan pola full day school membutuhkan kesiapan baik fisik,
psikologis, maupun intelektual yang bagus. Jadwal kegiatan pembelajaran yang
padat dan penerapan sanksi yang konsisten dalam batas tertentu akan meyebabkan
siswa menjadi jenuh. Namun bagi mereka yang telah siap, hal tersebut bukan suatu
masalah, tetapi justru akan mendatangkan keasyikan tersendiri, oleh karenanya
16
kejelian dan improvisasi pengelolaan dalam hal ini sangat dibutuhkan. Keahlian
dalam merancang full day school sehingga tidak membosankan. 2) Sistem full
day school memerlukan perhatian dan kesungguhan manajemen bagi
pengelola, agar proses pembelajaran pada lembaga pendidikan yang berpola
full day school berlangsung optimal, sangat dibutuhkan perhatian dan curahan
pemikiran terlebih dari pengelolaannya, bahkan pengorbanan baik fisik,
psikologis, material dan lainnya. Tanpa hal demikian, full day school tidak akan
mencapai hasil optimal bahkan boleh jadi hanya sekedar rutinitas yang tanpa
makna.
Pelaksanaan sistem full day school diharapkan siswa dapat
memperoleh pendidikan umum yang antisipatif terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan keIslaman (al-Qur’an, Hukum
Islam, Aqidah dan wawasan lain) secara layak dan proposional. Pendidikan
kepribadian yang antisipatif terhadap perkembangan sosial budaya yang
ditandai dengan derasnya arus informasi dan globalisasi.
Potensi anak tersalurkan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Perkembangan bakat, minat dan kecerdasan anak terantisipasi sejak dini
melalui pemantauan psikologis. Pengaruh negatif kegiatan anak di luar
sekolah dapat dikurangi seminimal mungkin kerena waktu pendidikan anak
di sekolah lebih lama, terencana dan terarah. Anak mendapatkan pelajaran
dan bimbingan ibadah praktis (doa-doa keseharian, sholat, mengaji al-
Qur’an).
F. Pengertian Kecerdasan
Banyak yang mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan intelektual,
kemampuan akademis yang tinggi. Bila seorang siswa mendapatkan prestasi
tinggi di kelas maka disebut anak cerdas. Pada hakikatnya kecerdasan tidak
berpusat pada kemampuan akademik namun, pada kenyataannya seseorang
dianggap cerdas apabila memperoleh kedudukan serta prestasi yang tinggi.
Beberapa pakar menjelaskan definisi tentang inteligensi. Menurut Robert S.
17
Feldman (2012: 344) Intelegensi adalah sebuah kapasitas untuk memahami dunia,
berpikir rasional, dan menggunakan akal dalam menghadapi tantangan.
Baharuddin dan Wahyuni (2008:146) mengemukakan bahwa kecerdasan
adalah kemampuan yang dibawa sejak sejak lahir, yang kemampuan seseorang
untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-
macam. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner (2007: 11) mendefinisikan
kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan
sesuatu yang bernilai dalam suatu budaya. Armstrong (2013:6), mendefinisikan
kecerdasan sebagai berikut:
(a) Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah; (b) kemampuan untuk
menciptakan masalah baru untuk dipecahkan; (c) kemampuan untuk
menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam
suatu kebudayaan masyarakat.
Kecerdasan menurut M. Alisuf Sabri (2006: 112) merupakan suatu
kemampuan umum individu yang menunjukkan kualitas kecepatan, ketepatan dan
kebehasilannya dalam bertindak berbuat atau memecahkan masalah yang
dihadapi. Thobroni dan Mustofa (2005: 49) menyatakan bahwa kecerdasan
merupakan kemampuan untuk menalar, merencanakan, memecahkan masalah,
berpikir abstrak , memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli, kecerdasan merupakan kemampuan,
kecepatan, ketepatan yang dimiliki seseorang melalui perbuatan dan tindakan
dalam memecahkan suatu masalah serta kemampuan seseorang untuk
menciptakan suatu yang bernilai dan berharga di dalam lingkungan masyarakat.
Baharuddin dan Wahyuni (2008: 146) mengungkapkan bahwa manusia tidak
hanya memiliki satu kecerdasan melainkan sembilan jenis kecerdasan, yang
dipetakan menjadi sembilan kecerdasan yaitu kecerdasan matematika, kecerdasan
18
linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan natural, dan
kecerdasan eksistensial.
1. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Salah satu potensi yang dimiliki siswa dan berpengaruh terhadap prestasi
belajar adalah kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk merupakan faktor
internal yang telah ada dalam diri siswa dan mempengaruhi proses belajar siswa
Menurut Amstrong (2013: 6-7) penting untuk mengenali dan mengembangkan
semua kecerdasan manusia yang bervariasi, dan semua kombinasi dari
kecerdasan-kecerdasan. Armstrong mengklasifikasikan kecerdasan majemuk
berdasarkan bagian otak tertentu. Selanjutnya lebih lanjut Armstrong menyatakan
bahwa ada sembilan jenis kecerdasan yaitu: kecerdasan linguistic, musical,
logical-mathematical, visual-spatial, bodily kinesthetic, intrapersonal,
interpersonal, naturalist, dan existentialist. Kecerdasan linguistic berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan
maupun tertulis.
Kecerdasan musical, berkaitan dengan kepekaan seseorang terhadap suara,
ritme, nada, dan musik. Kecerdasan logical-mathematical berkaitan dengan
kemahiran seseorang dalam menggunakan logika atau penalaran, melakukan
abstraksi, menggunakan bilangan, dan dalam berpikir kritis Selanjutnya,
kecerdasan visual-spatial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
memvisualisasikan gambar di dalam benak mereka. Kecerdasan bodily-kinesthetic
berkaitan dengan keahlian seseorang dalam menggunakan atau menggerakkan
seluruh tubuhnya untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kecerdasan
19
intrapersonal didefinisikan sebagai kemampuan memahami diri sendiri dan
bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
memahami, berinteraksi, dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan
naturalist berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam menghadapi fenomena
alam. Kecerdasan existentialist berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
mempertanyakan segala sesuatu. Salah satu kecerdasan yang penting distimulasi
untuk perkembangan anak pada kehidupan selanjutnya adalah kecerdasan
interpersonal.
2. Kecerdasan Interpersonal
Salah satu kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat
adalah kemampuan bersosialisasi dengan baik. Kemampuan ini merupakan
salah satu bagian dari kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan untuk mengamati atau mengerti maksud, motivasi, dan
perasaan orang lain (Gunawan, 2006: 237). Kecerdasan interpersonal mencakup
kemampuan membaca orang, kemampuan berteman, dan keterampilan yang
dimiliki beberapa orang untuk bisa berjalan memasuki sebuah ruangan dan mulai
menjalin kontak pribadi yang penting, kemampuan untuk menyerap dan
tanggap terhadap suasana hati, niat, dan hasrat orang lain.
Musfiroh, (2010: 7) mengutarakan bahwa anak dengan kecerdasan
interpersonal biasanya sangat memperhatikan orang lain, memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap ekspresi wajah, suara, dan gerak isyarat. Anak dengan kecerdasan
interpersonal memiliki banyak kecakapan, yakni kemampuan berempati dengan
orang lain, kemampuan mengorganisasi sekelompok orang menuju suatu tujuan
20
bersama, kemampuan mengenali atau membaca pikiran orang lain, kemampuan
berteman, dan menjalin kontak.
Safaria (2005: 23) kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai
kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang
dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi
sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menguntungkan.
Definisi lain juga diutarakan oleh Dwi Siswoyo,dkk. (2008: 114) yang
mengutarakan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang
dimiliki peserta didik untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan-
perbedaan mood, tujuan, motivasi dan perasaan-perasaan orang lain. Gordon dan
Huggins-Cooper (2013: 57) menyebut kecerdasan interpersonal sebagai
kecerdasan sosial, dengan memiliki kecerdasan sosial membantu kita untuk
memahami perasaan, motivasi, dan intense orang lain.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan untuk memahami maksud dan perasaan orang lain sehingga
tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal
penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia tidak bisa
menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup manusia terkait dengan orang lain,
begitu juga seorang anak yang membutuhkan dukungan orang-orang di
sekitarnya. Keterampilan sosial anak terjalin melalui hubungan dengan teman
sebayanya.
3. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal
Karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menurut
Muhammad Yaumi (2012: 147) adalah:
21
(1)Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun
interaksi antara satu dengan yang lainnya;(2) Semakin banyak berhubungan
dengan orang lain, semakin merasa bahagia;(3) Sangat produktif dan
berkembang dengan pesat ketika belajar secara kooperatif dan kolaboratif;(4)
Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial,sangat senang dilakukan dengan
chatting atau teleconference;(5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-
organisasi sosial keagamaan dan politik;(6) Sangat senang mengikuti acara talk
show di tv dan radio;(7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain
secara tim (double atau kelompok) daripada bermain sendirian (single);(8) Selalu
merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri;(9) Selalu melibatkan
diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler;(10) Sangat peduli
dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial.
Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati dari perilaku
seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang kuat cenderung
mampu berdaptasi dengan lingkungan, senang bersama-sama dengan orang lain,
dan mampu menghargai orang lain serta memiliki banyak teman.
Safaria (2005: 25), juga menyebutkan karakteristik anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi, sebagai berikut :
(1) Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara
efektif;(2) Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain
secara total;(3) Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif
sehingga tidak mudah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin
intim/ mendalam/ penuh makna;(4) Mampu menyadari komunikasi verbal
maupun nonverbal yang dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitif
terhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya;(5) Mampu
memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan
win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya
masalah dalam relasi sosialnya;(6) Memiliki kemampuan komunikasi yang
mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis
secara efektif.
Dari beberapa pendapat diatas dapat diuraikan bahwa anak yang memiliki
kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Dapat membangun dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan
orang lain. Anak dapat menempatkan dirinya dalam situasi apapun dengan
baik dalam hubungannya dengan orang lain sehingga membuat orang lain
merasa nyaman berada didekatnya.
22
2) Mampu berempati dengan orang lain, maksudnya adalah anak mampu
memahami dan mengerti perasaan orang lain. Anak akan ikut merasakan
ketika orang lain merasa sedih ataupun senang.
3) Mampu menjaga dan mempertahankan persahabatan dengan rekan/teman,
dan menjauhi permusuhan. Anak dengan kecerdasan hubungan interpersonal
tinggi akan memiliki banyak teman, karena ia dapat menjaga pertemanannya
dengan baik.
4) Memahami norma-norma sosial yang berlaku sehingga anak mampu
beradaptasi dan berperilaku santun dengan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
5) Mampu mencari solusi yang baik atas permasalahan yang terjadi.
6) Memiliki kemauan tinggi untuk berbagi dan membantu orang lain.
7) Menyukai kegiatan-kegiatan yang melibatkan aktivitas kelompok.
8) Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain.
4. Dimensi Kecerdasan Interpersonal
Semua anak dapat mempunyai kecerdasan interpersonal yang tinggi, untuk
itu membutuhkan bimbingan dari orang tua dan pendidik untuk mengembangkan
kecerdasan interpersonalnya. Terdapat tiga dimensi kecerdasan interpersonal
menurut Safaria (2005: 24-25), yaitu kepekaan sosial (social sensivity),
pemahaman sosial (social insight), komunikasi sosial (social communication).
a. Kepekaan sosial (social sensivity), kemampuan anak dalam mengamati
perubahan reaksi pada orang lain, dimana perubahan tersebut ditunjukan
secara verbal ataupun non verbal. Anak yang mempunyai sensivitas yang
23
tinggi akan cepat dan mudah menyadari perubahan reaksi dari orang lain, baik
reaksi positif dan negatif.
a) Sikap Empati
Empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang mengacu pada
“respon emosi yang dianut berasama dan dialami anak ketika ia
mempersepsikan reaksi emosi orang lain”. Empati mempunyai dua
komponen kognitif dan satu komponen afektif. Dua komponen kognitif
itu adalah pertama, kemampuan individu mengidentifikasi dan
melabelkan perasaan orang lain, kedua adalah kemampuan individu
dalam mengasumsikan perspektif orang lain. Satu komponen afektif
adalah kemampuan dalam meresponsifkan emosi.
b) Prososial
Prilaku prososial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli
psikologi sebuah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural
seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerja sama
dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati.
b. Pemahaman sosial (social insight), kemampuan anak dalam mencari
pemecahan masalah yang efektif dalam interaksi sosial, sehingga masalah
tersebut tidak lagi menjadi penghambat dalam relasi sosial yang telah
dibangun anak. Di dalam pemecah masalah yang ditawarkan adalah
pendekatan menang-menang atau win-win solution, yang di dalamnya terdapat
kemampuan memahami situasi sosial dan etika sosial sehingga anak mampu
menyesuaikan diri terhadap situasi yang dihadapi. Pondasi dari social insight
adalah kesadaran diri, kesadaran diri yang baik akan mampu memahami diri
24
anak baik keadaan internal seperti emosi dan eksternal seperti cara berpakaian
dan cara berbicara.
a) Berkembangnya kesadaran diri
Safaria (2005: 46) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kemampuan
seorang pribadi menginsafi keberadaannya sejauh mungkin.
Maksudnya adalah individu mampu menyadari dan menghayati
totalitas keberadaannya di dunia seperti menyadari keinginan-
keinginannya, cita-citanya, harapan-harapannya dan tujuan-tujuannya
di masa depan.
Safaria (2005: 46) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kecenderungan
individu untuk dapat menyadari dan memperhatikan aspek diri internal
maupun aspek diri eksternalnya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah
individu memiliki dua aspek dalam kesadaran akan dirinya yaitu aspek
diri internal (privat) yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam
menyadari kemampuan internalnya seperti pikiran, perasaan, emosi-
emosi, pengalaman, dan tindakan-tindakan yang diambil. Sedangkan
aspek diri eksternal (publik) adalah kemampuan individu untuk
menyadari penampilan, pola interaksi dengan lingkungan sosial, dan
menyadari situasi yang terjadi di sekeliling individu.
b) Pemahaman situasi sosial dan etika sosial
Safaria (2005: 65-67) menjelaskan untuk sukses dalam membina dan
mempertahankan sebuah hubungan, individu perlu memahami norma-
norma sosial yang berlaku. Dalam bersosialisasi individu harus
memahami kaidah moral. Ada perbuatan yang harus dilakukan dan ada
25
pula perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Etika adalah suatu kaidah
sosial yang mengatur mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak
boleh dilakukan. Aturan ini mencakup banyak hal seperti bagaimana
etiket dalam bertemu, berteman, makan, minum, bermain, meminjam,
meminta tolong, dan banyak lagi lainya.
c) Pemecahan masalah efektif
Safaria (2005: 67) menjelaskan setiap individu membutuhkan
keterampilan dalam memecahkan masalah secara efektif, apalagi jika
masalah tersebut berkaitan dengan konflik interpersonal. Semakin tinggi
kemampuan anak dalam memecahkan masalah, maka akan semakin
positif hasil yang akan didapatkan dari penyelesaian konflik antar
pribadi tersebut. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang
tinggi memiliki keterampilan memecahkan konflik antar pribadi yang
efektif, dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya
rendah.
c. Komunikasi sosial (social communication), kemampuan individu untuk
masuk dalam proses komunikasi dalam menjalin hubungan antarpribadi
yang sehat. Sarana yang digunakan dalam menjalin komunikasi yang sehat
yaitu mencakup komunikasi nonverbal, verbal, maupun komunikasi
melalui penampilan fisik. Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai
adalah keterampilan mendengarkan efektif, keterampilan berbicara efektif,
keterampilan public speaking dan keterampilan menulis secara efektif.
a) Kemampuan berkomunikasi dengan santun.
26
Safaria (2005: 132) menjelaskan komunikasi dapat didefinisikan
sebagai sebuah proses penyampaian informasi, pengertian dan
pemahaman antara pengirim dan penerima. Pada intinya dari berbagai
definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli bersumber dari adanya
informasi yang ingin disampaikan kepada komunikan dari
komunikator melalui lambang-lambang yang mengandung arti untuk
mencapai kesamaan pemahaman antara keduanya.
b) Kemampuan mendengarkan efektif.
Safaria (2005: 165) menyatakan bahwa mendengarkan adalah proses
aktif menerima rangsangan (stimulus) telinga (aural) dalam bentuk
gelombang gelombang suara.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa aspek kecerdasan
interpersonal antara lain adalah: sensitivitas sosial yang memiliki indikator sikap
empati dan sikap prososial, aspek social insight dengan indikator kesadaran
diri, pemahaman situasi sosial dan etika sosial, aspek social kommunication
dengan indikator kemampuan komunikasi santun dan kemampuan mendengan
efektif.
27
Gambar 2.1. Dimensi Kecerdasan Interpersonal T. Safaria (2005: 26)
5. Unsur-Unsur Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal memiliki beberapa unsur penting. Beberapa
penelitian telah menelaah unsur-unsur dalam kecerdasan interpersonal. Beberapa
unsur ini dikemukakan oleh Goleman (2007: 114) yaitu kesadaran sosial merujuk
pada spektrum yang merentang secara instan merasa keadaan batiniah orang lain
sampai memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi sosial
yang rumit. Hal ini meliputi:
(a)Empati dasar: perasaan dengan orang lain, merasakan isyarat emosi non
verbal;(b) Penyelarasan: mendengarkan dengan penuh reseptivitas;
menyelaraskan diri dengan seseorang;(c) Ketepatan empatik : memahami
pikiran, perasaan, dan maksud orang lain;(d) Pengertian sosial : mengetahui
bagaimana dunia sosial bekerja.
Empati merupakan unsur yang mudah terlihat ketika seseorang memiliki
kecerdasan interpersonal. Orang dengan kecerdasan interpersonal memiliki empati
yang tinggi. Mereka aktif dalam memproses hal-hal yang berkaitan dengan sosial dan
SOSIAL INSIGHT
KESADARAN DIRI, PEMAHAMAN SITUASI
SOSIAL SERTA KETERAMPILAN PEMECAHAN
MASALAH
SOSIAL SENSITIFITY
SIKAP EMPATI dan SIKAP PROSOSIAL
SOSIAL COMMUNICATIONS
KOMUNIKASI EFEKTIF
MENDENGARKAN EFEKTIF
28
memberikan aksi serta reaksi yang sesuai dengan kondisi tersebut. Empati juga
merupakan pondasi penting bagi pembentukan jalinan relasi, karena melalui empati
seseorang bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain sehingga mereka mampu
memulai hubungan yang didasari dengantoleransi dan saling memahami. Empati
dapat diamati atau dideteksi sehingga dapat diteliti.
Pendeteksian empati ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari
adanya kecerdasan interpersonal dalam diri siswa. Hal ini dikarenakan empati
dapat mudah terlihat dari tutur kata, perangai serta ekspresi yang ditunjukkan
seseorang. Dalam hal ini, Borba (2008: 122) menyebutkan bahwa pewawancara
dapat mendeteksi empati seseorang melalui ekspresi sekilas yang akan
mengindikasikan empati dasar yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain
dimana disebutkan bahwa empati dasar ini akan muncul dan gagal secara cepat
dan otomatis.
Empati dasar ini merupakan emosi natural dan dimunculkan secara tidak
sadar. Empati dasar ini dimunculkan melalui pengiriman rangsangan-rangsangan
emosi. Hal ini turut dikemukakan oleh Diana dkk (2013: 81) yang menyatakan
bahwa meski tidak berbicara, seseorang tidak akan berhenti mengirimkan sinyal
baik melalui nada suara maupun ekspresi sekilas tentang apa yang dirasakan oleh
seseorang atau dengan kata lain hal apapun yang menyangkut emosi tidak akan
dapat disembunyikan.
Rauli (2014: 2) mengemukakan pendapatnya berbagai ekspresi yang tidak
dapat disembunyikan ini dikarenakan emosi ini diatur oleh amygdala (bagian otak).
Amygdala akan mengatur emosi dalam diri seseorang sehingga ketika ada rangsangan
terhadap emosi secara alamiah tubuh akan merespon baik secara vebal maupun
29
melalui ekspresi atau tindakan. Hal ini menyebabkan respon akan sesuatu akan
terlihat meski sekilas.
Lebih lanjut Goleman (2007: 116) mengatakan bahwa proses perekaman ini
akan memperlihatkan ekspresi atau reaksi yang keluar sehingga data yang
diperoleh dapat diproses untuk mengetahui bagaimana empati seseorang. Ada
beberapa tes lain yang dikembangkan untuk mengetahui empati yang
mengindikasikan adanya kecerdasan interpersonal dalam diri seseorang. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya semua merujuk pada kesadaran akan
pentingnya kecerdasan yang tercermin dalam empati yang tinggi terhadap orang
lain atau hal-hal diluar dirinya.
Menurut Sutanti (2015: 191) Ketepatan empatik tidak jauh berbeda dengan
empati akan tetapi pada ketepatan empatik seseorang mampu menyalurkan rasa
empati atau memberikan respon dengan tepat dan memberikan tindakan sebagai
respon dengan tepat pada sasaran. Ketepatan empatik ini juga melibatkan aktivitas
otak. Unsur lain dari kecerdasan interpersonal ini adalah kognisi sosial. Kognisi
sosial menurut Goleman (2007: 121) adalah pengetahuan yang berkaitan dengan
bagaimana cara dunia sosial bekerja. Pada dasarnya kognisi sosial merupakan
kemampuan untuk mengenali gejala sosial yang ada dalam masyarakat dan
mampu beradaptasi atau mampu berjalan sesuai dengan gejala serta dinamika
dalam masyarakat.
Siswa yang mampu mengaplikasikan kognisi sosial akan mampu
membaca pergerakan yang ada didalam lingkungannya dan mampu memberikan
aksi atas hal tersebut. Mereka cenderung up to date dengan info-info terbaru
yang ada didalam lingkungannya sehingga dia mampu bersosialisasi dan
cenderung populer.
Selain menjadi populer siswa yang memiliki kognisi sosial yang baik akan
membuat dirinya mampu berkomunikasi dengan baik dengan orang baru
30
dilingkungannya. Kemampuan untuk cepat berbaur karena mampu mengenali
kecenderungan serta informasi dengan cepat sehingga menyebabkan siswa mudah
bergaul. Dari paparan diatas siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal
memiliki beberapa unsur yang khas. Hal yang membedakan antara siswa yang
memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi diantaranya yaitu empati sosial
yang tinggi, memiliki kognisi sosial yang baik, mampu menjadi pendengar bagi
orang lain, dapat berbicara dengan baik serta mampu membaur dimanapun dia
berada.
6. Pentingnya Kecerdasan Interpersonal Pada Siswa
Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu modal penting dalam
masyarakat. Hal ini dikarenakan kecerdasan interpersonal pada dasarnya
merupakan salah satu kemampuan atau soft skill yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi merupakan hal yang sangat
penting dimana melalui komunikasi seseorang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Melalui komunikasi seseorang dapat memenuhi kebutuhan baik
kebutuhan materil (sandang, pangan dan papan) maupun kebutuhan non-materiil
(kasih sayang, perhatian, informasi, dll). Melalui komunikasi seseorang dapat
menjelaskan apa yang dia butuhkan kepada orang lain.
Kemampuan dalam menjalin komunikasi dan relasi pada kecerdasan
interpersonal sangat dibutuhkan dalam beberapa bidang pekerjaan. Menurut
Saifuddin Azwarn (2011: 43) beberapa bidang pekerjaan yang membutuhkan
kecerdasan interpersonal yang tinggi diantaranya ahli psikoterapi, guru, polisi, dan
semacamnya. Hal tersebut dapat diperoleh melalui kecerdasan interpersonal.
Kecerdasan interpersonal mampu mengakumulasi kemampuan dalam memulai,
31
mengelola, menjalin, serta mempertahankan komunikasi antar pribadi sehingga
terjalin hubungan yang baik.
G. Peran Guru Untuk Membangun Kecerdasan Interpersonal Siswa
Armstrong (2013: 61) menjabarkan peran guru di kelas yang
mengembangkan kecerdasan interpersonal berlawanan tajam dengan seorang guru
di kelas tradisional. Dalam kelas tradisional, guru mengajar sambil berdiri di
depan kelas, menulis di papan tulis, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
siswa tentang buku bacaan yang ditugaskan atau bahan modul, dan menunggu
sementara siswa meyelesaikan pekerjaan tertulis mereka. Guru dalam kelas
kecerdasan interpersonal meminta siswa untuk berinteraksi satu sama lain dengan
cara yang berbeda (misalnya, berpasangan, membentuk kelompok kecil, atau
kelompok besar). Guru mengajar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
membangkitkan interaksi penuh semangat pada siswa.
Tabel 2.1 Ringkasan Cara Mengajar Armstrong (2013: 64)
Kecerdasan Aktifitas
Pengajaran
(contoh-
contoh)
Material
Pengajaran
(contoh-contoh)
Strategi-strategi
Instruksional
Contoh
Keterampilan
Presentasi
Guru
Interpersonal Pembelajaran
kooperatif,
pengajaran
kelompok,
keterlibatan
masyarakat,
pertemuan-
pertemuan
sosial, simulasi
Papan permainan,
perlengkapan
pesta, alat peraga
untuk bermain
peran / drama
Mengajar,
berkolaborasi,
berinteraksi
Berinteraksi
dengan para
siswa dengan
dinamis
Thobroni dan Mustafa (2013: 247) mengemukakan bahwa guru perlu
menggunakan strategi umum maupun khusus dalam pembelajaran untuk
mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa secara optimal. Selain itu tidak
ada satu pun model yang cocok digunakan bagi semua siswa. Guru dapat
32
menggunakan berbagai alternatif model pembelajaran salah satu contohnya yaitu
menggunakan konseling sebaya/ tutor sebaya. Model konseling atau tutor sebaya
memungkinkan siswa untuk berkembang secara optimal karena memberi
kesempatan siswa untuk membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat,
bertanggung jawab, percaya diri, mandiri tidak bergantung pada orang lain,
kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang tidak baik.
H. Kajian Penelitian yang Relevan
Tabel 2.2. Penelitian Relevan
No. Identitas Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Penelitian
1. Jurnal Kajian
Pengembangan
Pendidikan Minsih
Mahasiswa PGSD
FKIP Universitas
Muhammadiyah
Surakarta
Pola
Pengembangan
Kecerdasan
Intrapersonal dan
Interpersonal di MI
Al-Islam Kartasura
Sukoharjo
Penelitian ini
bertujuan untuk
melihat pola
pengembangan
kecerdasan
interpersonal siswa
program full day
school di MI Al
Islam Kartasura
Sukoharjo yang
terfokus pada proses
pelaksanaan beserta
fakto-faktor yang
mempengaruhinya.
Peneltian ini
meneliti pola
pengembangan
kecerdasan
intrapersonal dan
kecerdasan
interpersonal
siswa dan faktor-
faktor yang
mempengaruhinya
Judul penelitian
ini adalah
analisis sistem
full day school
untuk
membangun
kecerdasan
interpersonal
siswa kelas IV.
Penelitian ini
dibatasi pada
runag lingkup
kecerdasan
interpersonal
dalam dimensi-
dimensinya yaitu
social sensitivity,
social insight,
sosial
communication
sisiwa kelas IV
SD
Muhammadiyah
4 Malang. Pada
penelitian ini
dilakukan di
kelas IV A, B
dan C sebanyak
90 siswa.
2. Jurnal Kajian
Moral dan
Kewarganegaraan
Nomor 2 Volume 2
Tahun 2014, Hal
719-733 Lisnawati
Soapaty Mahasiswa
S1 PPKn, Fakultas
Ilmu Sosial,
Universitas Negeri
Surabaya
Pengaruh Sistem
Sekolah Sehari
Penuh (Full Day
School) terhadap
Prestasi Akademik
Siswa SMP Jati
Agung Sidoarjo
Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui adakah
pengaruh sistem full
day school terhadap
faktor-faktor apa
saja yang
mempengaruhi
prestasi akademik
siswa SMP Jati
Agung Sidoarjo.
Penelitian ini
melihat pengaruh
sistem full day
school terhadap
faktor-faktor apa
saja yang
mempengaruhi
prestasi
akademik siswa
SMP Jati Agung
Sidoarjo.
3. Jurnal Studi
Keislaman Volume
1, Nomor 1, Juni
2015, Purnama
Pelaksanaan full
day school sekolah
dasar Islam
Terpadu Al-Huda
Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui
problematika
Penelitian ini
melihat
problematika
perkembangan
33
No. Identitas Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Penelitian
Susiati dan Ali
Asyhar Mahasiswa
STAI Hasan Jufri
Bawean
Gresik (Studi
Problematika
Perkembangan
Sosial Peserta
Didik)
perkembangan sosial
peserta didik
sosial peserta
didik
I. Kerangka Pikir
Kerangka pikir berfungsi untuk membentuk bingkai penalaran, asumsi
secara rasional untuk menjelaskan tahapan penelitian. Terkait dengan jurnal yang
diangkat peneliti yaitu Analisis Sistem Full Day School untuk membangun
kecerdasan interpersonal Siswa Kelas 4 SD Muhammadiyah 4 Malang, maka
disusunlah kerangka pikiran bahwa dengan penerapan full day school dengan baik
dan sesuai dengan tujuan awal penerapan full day school, maka akan dapat
membangun kecerdasan interpersonal siswa.
34
Kerangka Pikir
Analisis Sistem Full Day School untuk Membangun Kecerdasan Interpersonal
Siswa Kelas IV SD Muhammadiyah 4 Malang
Analisis Sistem Full Day School untuk Membangun Kecerdasan
Interpersonal Siswa Kelas 4 SD Muhammadiyah 4 Malang
Full day school merupakan sebuah model
pendidikan alternatif, dimana peserta didik
sehari penuh berada di sekolah untuk
melakukan proses pembelajaran dan proses
beribadah
Kecerdasan interpersonal sebagai
kecerdasan sosial dengan memiliki
kecerdasan sosial membantu kita untuk
memahami perasaan, motivasi, dan intense
orang lain.
Social Sensitivity
Kepekaan sosial Social Insight
Pemahaman Sosial
Social Communication
Komunikasi Sosial
Empati
Pro- Sosial
Kesadaran Diri
Pemahaman Situasi dan
Etika Sosial
Keterampilan Pemecahan
Masalah
Komunikasi Efektif
Mendengarkan Efektif
1. Observasi
2. Dokumentasi
3. Wawancara
4. Angket
1. Bagaimana Sistem Full Day School dilaksanakan untuk membangun
kecerdasan interpersonal siswa kelas 4 SD Muhammadiyah 4 Malang?
2. Bagaimana Peran Guru/ Pihak Sekolah dalam pelaksanaan sistem full
day school untuk membangun kecerdasan interpersonal siswa kelas 4
Muhammadiyah 4 Malang?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi SD Muhammadiyah 4 Malang dalam
sistem Full Day School untuk membangun kecerdasan interpersonal
siswa kelas 4?
4. Bagaimana solusi yang dilakukan sekolah untuk mengatasi hambatan
yang dihadapai SD Muhammadiyah 4 dalam melaksanakan sistem full
day school untuk membangun kecerdasan interpersonal siswa kelas 4?
Gambar 2.2. Kerangka Pikir