BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian...

21
7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kinerja Istilah kinerja (performance) terkait dengan beberapa pemaknaan, antara lain pengertian kinerja, pengukuran kinerja (measurement performance) dan indikator kinerja (performance indicator). Konsep kinerja dalam berbagai literatur secara redaksional cukup bervariasi, akan tetapi secara substansi pada umumnya mengarahkan kepada makna unjuk kerja atau prestasi kerja, ataupun pencapaian hasil kerja. Hal ini antara lain terlihat dari pengertian kinerja menurut Bateman, Heather et al. (2003:196-197), bahwa kinerja (performance), merupakan suatu kata kerja yang berarti “the way in which someone or something act performance of staff against objectives how saff have worked, measured against the objectives set” makna yang terkandung didalam defenisi ini pada prinsipnya kinerja merupakan suatu pengukuran terhadap tindakan kerja seseorang pegawai berdasarkan sasaran yang ditetapkan. Mangkunegara (2000:67) memberikan pengertian kinerja sebagai”hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Pengertian yang senada terlihat pula dalam Dictionaries Encarta 2009, bahwa kinerja ini dimaknai sebagai “working effectiveness” or “accomplishment of something: the act of carrying out or accomplishing something such as a task or action”. kinerja dalam konteks ini terkait dengan

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian...

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja (performance) terkait dengan beberapa pemaknaan, antara

lain pengertian kinerja, pengukuran kinerja (measurement performance) dan

indikator kinerja (performance indicator).

Konsep kinerja dalam berbagai literatur secara redaksional cukup

bervariasi, akan tetapi secara substansi pada umumnya mengarahkan kepada

makna unjuk kerja atau prestasi kerja, ataupun pencapaian hasil kerja.

Hal ini antara lain terlihat dari pengertian kinerja menurut Bateman,

Heather et al. (2003:196-197), bahwa kinerja (performance), merupakan suatu

kata kerja yang berarti “the way in which someone or something act performance

of staff against objectives how saff have worked, measured against the objectives

set” makna yang terkandung didalam defenisi ini pada prinsipnya kinerja

merupakan suatu pengukuran terhadap tindakan kerja seseorang pegawai

berdasarkan sasaran yang ditetapkan.

Mangkunegara (2000:67) memberikan pengertian kinerja sebagai”hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.” Pengertian yang senada terlihat pula dalam Dictionaries Encarta

2009, bahwa kinerja ini dimaknai sebagai “working effectiveness” or

“accomplishment of something: the act of carrying out or accomplishing

something such as a task or action”. kinerja dalam konteks ini terkait dengan

8

efektifitas kerja atau prestasi dari sesuatu. Efektifitas kerja berhubungan dengan

cara dimana seseorang melakukan pekerjaan dan dinilai efektifitasnya. Sementara

itu, prestasi dari sesuatu berhubungan dengan tindakan seseorang untuk

melakukan atau mencapai sesuatu seperti tugas. Menurut Brumbrach (dalam

Amstrong, 2006:498). Menjelaskan keberadaan kinerja sebagai:

“Performance means both behaviours and results. Behaviours emanate

from the ferformer and transform performance from abstraction to action.

Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their

own right - the product of mental and physical effort applied to tasks – and

can be judget apart from results‟‟.

Pengertian : " kinerja berarti perilaku dan hasil. Perilaku berasal dari

pelaku dan mengubah kinerja dari bentuk abstrak ke tindakan bukan hanya alat

untuk hasil, perilaku juga hasil mereka senddiri untuk memproduksi mental dan

fisik yang diterapkan ke tugas dan dapat dinilai terpisah dari hasil.

Kinerja pada prinsipnya dipandang sebagai suatu interaksi antara perilaku

dan hasil. Dalam konteks ini perilaku yang bersumber dari pekerja dan bersifat

abstrak ditransformasi menjadi tindakan, atau merupakan suatu produk dari usaha

mental dan fisik yang diterapkan dalam pelaksanaan suatu aktifitas atau tugas,

sehingga keberadaan prilaku dapat dinilai sebagai suatu hal yang terpisah dari

hasil.

Dalam pandangan yang lain, Wood et al. (2001:67). Menjelaskan bahwa “

Performance is a concise measurement of the quantity and qualitity of the

contribution of the tasks performed by individuals or work groups or

organizations.”

9

Pandangan Wood ini secara umum mengartikan bahwa pada prinsipnya

kinerja merupakan suatu pengukuran ringkas secara kuantitas dan kualitas

kontribusi tugas- tugas, baik yang dilakukan pada tingkat individu, kelompok

kerja, maupun organisasi.

Bertitik tolak dari pengertian kinerja itu, maka pada dasarnya keberadaan

kinerja dapat ditemui dalam berbagai tingkatan, baik pada tahap individu,

kelompok, maupun organisasi, dan dapat dinilai dari berbagai persfektif atau

sudut pandang. Kinerja pada tahap individu pada dasarnya secara akumulasi akan

mencerminkan kinerja kelompok, dan kinerja kelompok akan menggambarkan

kinerja organisasi, karena pada hakekatnya keberadaan individu, baik sebagai

pribadi maupun kelompok dalam suatu organisasi merupakan satu kesatuan dan

bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan organisasi secara keseluruhan.

Hal ini sejalan apa yang dikemukakan oleh Keban (2008:213) bahwa “ apa

yang dilakukan oleh individu tidak terlepas dari desain proses dan struktur serta

perilaku organisasi yang berlaku.” Dalam konteks ini, kinerja organisasi dimediasi

melalui keahlian dan usaha manusia.

Sejalan dengan perumusan diatas penulis dapat menghubungkan antara

kinerja guru dengan pembelajaran. Dimana pembelajaran ini diartikan sebagai

tindakan yang dilakukan oleh seorang guru, dan memberikan yang terbaik kepada

peserta didik. Kinerja merupakan dualisme antara perilaku dan hasil. Dengan kata

lain bahwa kinerja dan pembelajaran adalah suatu komponen yang saling

berhubungan, akan tetapi pembelajaran sebagai pemberi rangsangan dan kinerja

menerima rangsangan dari pembelajaran. Mengertinya bahwa keberhasilan

10

pembelajaran dapat menggambarkan kinerja seorang guru sebab kinerja hanya

melihat melihat dari segi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan oleh

seorang guru dan berdaya guna kepada peserta didik.

2.1.1 Pengukuran Kinerja

Untuk mengetahui keberhasilan kerja atau pencapaian hasil kerja pegawai

didalam suatu organisasi, perlu dilakukan pengukuran kinerja (measurement

performance) sebagai suatu cara untuk menilai keberhasilan kerja. Secara umum

pengukuran kinerja menurut Poister (2003:4). menjelaskan:

“perpormance measurement is intended to produce objective, relevant

information on program or organizational performance that can be used to

strengthen management and inform decision making, achieve results and

improve overall performance, and increase accountability”.

Pengertian: pengukuran kinerja ini dimaksudkan untuk menghasilkan

tujuan, informasi yang relevan pada kinerja program atau organisasi yang dapat

digunakan untuk memperkuat manajemen dan menginformasikan pengambilan

keputusan, mencapai hasil dan meningkatkan keseluruhan kinerja dan

meningkatkan akuntabilitas ".

Menurut Pizam (2005:469) pengukuran kinerja merupakan komponen

penting dari proses pengambilan keputusan. Pengukuran kinerja digunakan untuk

berbagai alasan, sebagaimana yang diungkapkannya:

“the term „perfomance measurement‟ has been in existence for a

considerable time as an important component of the decision – making

process. Performance measurement is utilized for different reasons: to

monitor activities in business units and trought time, for diagnosing

problems and taking corrective action, to pacilitate continuous

improvement in key areas and to promote behavior in ways that would

help sustain competitive advantage. Overall, performance measurement is

considered to be an integral part of the management processes to identify

11

the poor performing areas or opportunities so that better plans can be

developed”.

Pengertian: “ bentuk pengukuran kinerja sudah ada sejak lama sebagai

komponen penting dari proses pengambilan keputusan. Pengukuran kinerja

digunakan untuk berbagai alasan untuk memantau kegiatan di dalam unit bisnis

dan waktu, untuk mendiagnosa masalah dan mengambil tindakan yang benar,

untuk memfasilitasi perbaikan lanjutan dalam bidang utama dan untuk

mempromosikan perilaku dalam cara yang akan membantu mempertahankan

keunggulan kompetitif. Secara keseluruhan, pengukuran kinerja adalah dianggap

sebagai bagian integral dari proses manejemen untuk mengidentifikasi bagian

yang sedikit kinerja atau peluang sehingga rencana yang lebih baik dapat

dikembengkan ".

Berdasarkan pada pandangan terhadap kegunaan dari pengukuran kinerja

itu, dapat digaris bawahi bahwa pengukuran kinerja pada intinya dimaksudkan

sebagai suatu upaya memperbaiki manajemen internal organisasi berdasarkan

imformasi yang relevan, objektif dalam rangka pengambilan keputusan untuk

meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Dari sisi presfektif subjek

pengukuran kinerja dalam suatu organisasi dapat berupa kinerja perorangan atau

kolektif ataupun kombinasi keduanya.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Stiffler (2006:92)

mengemukakan keberadaan pengukuran kinerja pada tingkat individu sebagai

suatu pengukuran yang terkait dengan penerapan ukuran yang sesuai dengan

kinerja dari semua karyawan untuk menentukan sejauh mana mereka telah

12

memberi kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi dan departemen, dan

tujuan individu sebagaimana yang dijelaskannya:

“Measurement at the individual level is about applying the appropriate

yard stick to the performance of al employees to determine the extent to

which they have contributed to the achievement of organizational and

departmental objectives and individual goals”.

Pengertian: "Pengukuran pada tingkat individu adalah tentang menerapkan

sesuai ukuran untuk kinerja kariyawan serta menentukan sejauh mana mereka

telah berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi serta tujuan-tujuan

individu".

Adapun pengukuran kinerja dari sisi sumber pengukuran bisa berasal dari

berbagai sumber, sebagaimana diungkapkan oleh Boyne (2006:6) bahwa :

“performance measures are derived from a variety of sources including

inspections, user and citizen satisfaction surveys and archival data”. Termasuk

inspeksi penggunaan dan survey kepuasan warga Negara dan arsip-arsip data.

Dengan demikian berdasar pada presfektif subjek pengukuran kinerja

pada dasarnya dapat dilakukan pada tingkat individu baik secara perorangan

ataupun kelompok, dan sumber pengukurannya dapat dilakukan secara internal,

misalnya melalui inspeksi atau secara eksternal, antara lain melalui pengguna dan

survei kepuasan masyarakat penerima layanan, ataupun melalui arsip data yang

tersedia.

2.1.2. Dimensi dan Indikator Kinerja

Sebagai konsekuensi logis dari suatu proses pengukuran kinerja, dengan

sendirinya keberadaan indikator kinerja (Performance Indicator). Menjadi faktor

13

pendukung yang sangat penting, dimana keberadaan indikator kinerja dalam

proses pengukuran kinerja pada prinsipnya berfungsi sebagai alat atau instrument

untuk melakukan pengukuran suatu kinerja. Menurut Batemen, Heather. Et al.

(2003:196). Indikator kinerja dimaknai sebagai:

“a figure or measurement that acts as a guide to how well an organization

is performance, as a whole or in some aspect of its activities, and what its

strengths and weaknesses are (NOTE: performance indicator can relate,

for example, to the quality of its output or to the turnover rate amongst its

staff.)”

Pegertian: " seorang tokoh atau pengukuran yang bertindak sebagai

panduan untuk mengetahui seberapa baik suatu organisasi adalah kinerja, secara

keseluruhan atau dalam beberapa aspek dari kegiatan, dan apa kekuatan dan

kelemahan ( catatan: indikator performa dapat berhubungan, misalnya untuk

kualitas keluarnya atau tingkat pergantian para stafnya) ".

Dengan demikian, indikator kinerja merupakan suatu panduan yang dapat

berupa angka atau ukuran dalam rangka menilai kinerja organisasi, baik secara

keseluruhan maupun beberapa aspek kegiatan saja, serta menilai kekuatan dan

kelemahan. Selain itu, indikator kinerja dapat berhubungan dengan kualitas

maupun kuantitas dari output para pegawai dalam suatu organisasi.

Diberbagai kepustakaan, perspektif para ahli mengenai indikator kinerja

sebagai panduan di dalam melakukan pengukuran kinerja cukup beragam. Hal ini

terlihat dari pendapat Poister (2003:47) yang mengemukakan beberapa dimensi

yang relevan digunakan untuk menilai kinerja dalam organisasi publik dan non-

profit, yaitu “out, productivity, efficiency, service quality, effectiveness,

costeffectiveness, and custumer satisfaction”. Diluar, produktivitas, efisiensi,

14

kualitas jasa, evektivitas, costeffetiveness, dan kepuasan konsumen. Secara

operasional, Poister (2003:50-54) menjelaskan keberadaan pengukuran dari

beberapa dimensi kinerja dalam organisasi publik dan non-profit sebagai beikut:

1. Ukuran Hasil (Output Measure)

Ukuran hasil merupakan langkah yang penting karena keberadaannya mewakili

produk langsung dari organisasi publik atau program non-profit (nirllaba). Ukuran

hasil (output) menurut Poister (2003 : 50) dapat dinilai dari:

“They often measure volumes of programmed activity; outpus are aften

measured in terms of the amount of work that is performed; finally, output

measures something reprent the number of cases that are dealt with by a

program”.

Pengertian : "Mereka sering mengukur volume kegiatan terprogram; outpus

yang aften diukur dari jumlah pekerjaan yang dilakukan, akhirnya mengukur

output, reprent sesuatu jumlah kasus yang ditangani oleh program".

Dengan demikian dari penjelasan ukuran hasil itu, maka pada dasarnya

ukuran hasil terkait dengan ukuran volume kegiatan dari suatu program; ukuran

jumlah pekerjaan yang dilakukan; ataupun jumlah kasus yang ditangani oleh

sebuah program. Menurut Poister (2003 : 50).

2. Ukuran Produktivitas (Productivity Measures)

Secara umum, ukuran produktivitas terkait dengan rasio antara input

dengan output. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Poister (2003:50)

yang menyatakan:

“Productivity indicators most aften measure the rate of producsion

persome specific unit of resource, usually staff or employees. To be

meaningful they also must be defined in terms of some particular unit of

time,…sometimes the specific resource used as the basis for a productivity

indicator may measure equipment rather than personnel… In some cases,

15

productivity ratios use the unit of measurement in both the numerator and

denominator”.

Pengertian: "Indikator Produktivitas paling sering mengukur tingkat

produksi beberapa unit dari sumber daya tertentu, biasanya staf atau karyawan.

Untuk menjadi bermakna mereka juga harus didefinisikan dalam beberapa unit

waktu tertentu, ... kadang sumber daya tertentu yang digunakan untuk indikator

yang dapat mengukur peralatan daripada personil ... Dalam beberapa kasus,

produktivitas rasio menggunakan unit pengukuran di kedua pembilang dan

penyebut ".

Mencermati penjelasan ukuran produktivitas Poister tersebut, maka

indikator produktivitas paling sering diukur berdasarkan tingkat produksi perunit

tertentu dari suatu sumber daya (staf atau karyawan); atau kadang-kadang sumber

daya tertentu digunakan sebagai dasar untuk mengukur indikator produktivitas

peralatan daripada tenaga. Selain itu dalam beberapa kasus, rasio produktivitas

menggunakan unit pengukuran antara pembilang dan penyebut.

3. Ukuran Efisiensi (Efficiency Measures)

Ukuran efisiensi pada dasarnya identik dengan ukuran produktivitas,

namun pengukurannya lebih dititik beratkan pada aspek biaya, sebagaimana

dijelaskan oleh Poister (2003:51) bahwa:

“Like productivity indicators, measures of operating efficiency relate

outpus to the resources utilized in producing them, but efficiency

indicators look at the ratio of output to the dollar cost of the collective

resources consumend in producing them”.

Pengertian: "Seperti iproduktivitas indikator, ukuran efisiensi operasi

berhubungan output untuk sumber daya yang digunakan dalam memproduksi

16

mereka, tetapi melihat indikator efisiensi rasio output untuk biaya dolar kolektif

sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi mereka".

Secara operasional ukuran efisiensi berhubungan dengan sumber daya

yang dimanfaatkan dalam memproduksi suatu output, dengan penekanan pada

indikator efisiensi rasio output terhadap jumlah biaya yang digunakan didalam

memproduksi output mereka.

4. Ukuran Efektivitas (Effectiveness Measures)

Ukuran efektivitas pada dasarnya terkait pencapaian tujuan dasar dari

suatu program tertentu. Oleh karena itu pengukurannya dipandang sesuatu yang

penting dalam menilai suatu kinerja. Hal ini sebagaimana tergambar dari

penjelasan Poister (2003:52):

“ It is probably fair to say that effectiveness measures constitute the single

most important category of performabce measure because they represent the

degree to wich a program is producing its intended outcomes and achieving

the desired result”.

Pengertian: " hal ini mungkin adil untuk mengatakan bahwa langkah-

langkah efektifitas merupakan satu kategori yang paling penting dari ukuran

kinerja karena mereka mewakili tingkat yang program ini menghasilkan hasil

yang dimaksudkan dan mencapai hasil yang diinginkan".

Penjelasan pentingnya ukuran produktivitas pada dasarnya dilatar

belakangi oleh keberadaan pengukuran efektifitas yang dipandang mewakili

gambaran dari capain hasil atau produksi dari suatu program tertentu. Lebih jauh

Poister (2003:53) menjelaskan “The most important effectiveness mesures tie

back to the basic purpose of a given program”. Penjelasan ini mencerminkan

17

bahwa yang paling penting dari pengukuran efektivitas adalah untuk mengikat

kembali tujuan dasar dari suatu program tertentu.

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengartikan bahwa kinerja

merupakan produktivitas atau keberhasilan yang dilakukan oleh seorang guru

tentang apa yang dikerjakan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya yang

telah diembannya.

1.2 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi unsur-unsur manusiawi,

material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mencapai tujuan

pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru

dan tenaga-tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Materi meliputi buku,

papan tulis, kapur, foto grafik, slide, film, audio, video tape, dan komputer,

prosedur pembelajaran yang meliputi jadwal, metode dan peyampaian informasi,

praktek belajar, ujian dan sebagainya. (Samatowa, 2002:5).

Hal ini dikemukakan oleh Dewey, (1970). Sasaran utama ilmu pembelajaran

adalah mendeskripsikan strategi pembelajaran yang optimal untuk mendorong

prakarsa dan memudahkan belajar siswa. ilmu ini lebih tepat dipandang sebagai

ilmu terapan yang menjembatani teori belajar dan praktik pembelajaran.

Hal ini senada dengan penjelasan oleh Glaser (dalam, Uno:2009:vi).

Dikatakan merupakan kebutuhan yang amat mendesak. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa ilmu pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk

meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses pembelajaran.

18

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng (dalam, Uno: 2009 : 83)

adalah upaya untuk membelajarkan siswa. dalam pengertian ini secara implicit

dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan

metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan,

penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pembelajaran

yang ada. Kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan

pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dengan demikian bahwa

pembelajaran atau pengajaran merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seorang

guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk memanusiakan manusia

dalam rangka mencerminkan kehidupan bangsa.

1.3 Pengertian Guru

Guru dalam bahasa sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi secara

harfiahnya adalah “berat” artinya seorang pengajar suatu ilmu. Dalam Bahasa

Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajak, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik

Pengertian guru menurut undang-undang guru dan dosen dalam (tim

redaksi fokus media : 2009 ) adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan dasar dan pendidikan

menengah.

19

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur

sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal dalam definisi

yang lebih luas setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat

dianggap seorang guru.

Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaan utamanya

mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3 ). Guru dianggap sebagai

tolak ukur berhasil tidaknya suatu pendidikan. Program pendidikan sering di

anggap tergantung pada kualitas guru pengajarannya oleh sebab itu, kualitas guru

dapat dipakai sebagai indikator input dalam analisis efisiensi pendidikan

Guru merupakan faktor yang dianggap penting juga dalam mengarahkan

anak pada tingkat kedewasaan. Guru memiliki peran fungsi dan tugas tersendiri

dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Guru yang tidak professional

kadang-kadang kurang cakap dalam membawakan atau melaksanakan tugasnya.

Disamping itu kecakapan kognitif, guru juga harus memiliki kecakapan yang

afektif dan psikomotor. Guru dituntut untuk lebih bisa membimbing dan

mengarahkan anak sesuai dengan kemampuan mereka. Karena guru merupakan

orang tua kedua di rumah, maka setiap perilaku dan tindakan-tindakannya sebagai

teladan bagi anak-anak didik mereka.

Jadi dengan demikian, bahwa guru yang berkualitas sangat dibutuhkan

oleh suatu lembaga pendidikan; dalam hal melakukan proses pembelajaran.

Berhasilnya suatu pembelajaran di tentukan oleh seorang guru, di samping itu

juga guru berperan sebagai perencana, pelaksana, dan penilai pembelajaran.

20

1.4 Peranan Guru

Peranan guru adalah sebagai director of learning (direktur belajar)

maksudnya, setiap guru diarahkan untuk pandai mengarahkan kegiatan belajar

siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) yang telah

ditetapkan dalam proses belajar mengajar.

Syaodih ( dalam Anwar 2003:13) mengemukakan bahwa guru memegang

peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan

kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah perencana,

pelaksana, dan pengembangan kurikulum bagi kelasnya. Guru dituntut untuk

menjadi ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain

menyampaikan informasi kepada peserta didik. Guru juga berperan sebagai

perencana (designer), pelaksana, (implementer) dan penilaian (evaluator)

pembelajaran.

Pengertian proses belajar mengajar mempunyai makna yang lebih luas

dan lebih berarti daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar mengajar

tersirat adanya satu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan antara siswa sebagai

pelajar dengan guru sebagai pengajar. Dalam aktivitas tersebut, terdapat interaksi

antara siswa yang belajar dengan guru yang mengajar. Seperti telah dimaklumi

bersama, bahwa proses belajar merupakan suatu proses terjadinya perubahan

tingkah laku, yang berarti bahwa seseorang yang telah melalui proses belajar akan

mengalami perubahan tingkah laku.

Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur belajar, guru hendaknya

senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi

21

aman untuk belajar, beberapa penelitian menunjukan bahwa motif berprestasi

mempunyai korelasi positif dan cukup berarti terhadap pencapaian proses belejar.

Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar hanya ditentukan oleh

tinggi rendahnya motif berprestasi. Dalam hubungan ini, guru berfungsi sebagai

motifator dalam keseluruhan dalam kegiatan belajar mengajar.

Sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab guru yang paling utama

adalah pendidik, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan.

Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka seorang guru hendaknya

memahami segala aspek pribadi anak didik, baik jasmani maupun segi psikis.

Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat perkembangan peserta didik,

sistem motivasi atau kebutuhan, pribadi, kecakapan, kesehatan mental dan

sebagainya. Tindakan yang bijaksana akan timbul juga apabila guru benar-benar

memahami seluruh pribadi peserta didik.

Disamping memahami subjek didik, salah satu tugas guru yang tidak boleh

diabaikan adalah mengenal dan memahami dirinya. Memahami dan mengenal

siswa tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik tanpa mengenal dan memahami

dirinya sendiri. Guru harus mempunyai informasi yang cukup untuk dirinya

sehubungan dengan peranannya, pekerjaan, kebutuhan dan motivasi, kesehatan

mentalnya, dan tingkatan kecakapan yang dimilikinya.

Jenis-jenis informasi tentang dirinya sangatlah membantu para guru itu

sendiri dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam tugasnya seperti

konflik, ilustrasi, maladjustment (Latihan kemampuan penguasaan diri ) dan

22

sebagainya. Agar guru dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-

baiknya maka guru itu sendiri harus menghindari masalah-masalah tersebut diatas.

Sesuai dengan bidang tugasnya maka seorang guru tidak hanya berperan

dalam interaksi dengan siswa tetapi interaksi yang mencakup ruang lingkup

lingkungan sosial yang lebih luas baik keluarga, sekolah maupun variasi peranan

guru, dengan demikian dapat diartikan bahwa kompotensi guru akan meliputi

unsur-unsur:

a. Guru sebagai pendidik dan pengajar, sehubungan dengan perannya sebagai

pendidik dan pengajar, guru harus mempunyai pengetahuan luas, menguasai

bahan pelajaran/ bidang studi yang diajarkannya, menguasai teori dan praktek

mendidik, teori kurikulum metode pengajaran dan sebagainya

b. Guru sebagai anggota masyarakat, bersikap terbuka, tidak bertindak secara

otoriter, tidak bersikap angkuh, bersikap ramah pada siapapun suka menolong

dimanapun dan kapan saja, serta simpati dan empati terhadap pemimpin,

teman sejawad dan para siswa.

c. Guru sebagai pemimpin, bekerja dalam tim, bertindak selaku penasehat dan

orang tuah bagi murid-muridnya serta membuat keputusan yang tepat, cepat,

rasional, dan prkatis.

d. Guru sebagai pelaksana administrasi ringan, jujur dan teliti dalam bekerja,

rajin, memiliki keterampilan menyusun arsip dan keterampilan mengetik, serta

berbagai keterampilan lainnya yang berkenan dengan pelaksanaan

administrasi ringan sekolah, Hamalik (2004:42)

23

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dengan demikian bahwa

peran guru sangatlah penting dalam melakukan proses pembelajaran kepada

peserta anak didik. Peran guru adalah penentu sukses tidaknya suatu pembelajaran

dalam menyajikan materi yang diberikan.

1.5 Hakikat Kinerja Guru

Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada

suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukan kinerja yang

memuaskan dan memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pencapaian

tujuan organisasi tersebut.

Kinerja merupakan terjemahan bebas dari istilah performance yang artinya

adalah prestasi kerja atau pelaksana kerja atau pencapaian kerja atau hasil kerja”.

Dalam kajian yang berkenan dengan profesi guru.

Anwar (1986:22) memberikan pengertian kinerja sebagai “seperangkat

perilaku nyata yang ditunjukan oleh seorang guru pada waktu memberikan

pelajaran kepada siswanya”. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan dan

ditunjukan oleh seorang guru pada waktu memberikan pelajaran kepada

siswanya”. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar-

mengajar dikelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program semester

maupun persiapan mengajar. (http//Wikipedia.org/wiki/kinerja-22-k).

Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan,

pelaksanaan dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Guru dituntut untuk

menjadi ahli penyebar informasi yang baik, Karena tugas utamanya antara lain

24

menyampaikan informasi kepada peserta didik. Guru juga berperan sebagai

perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran.

Kualitas guru dapat ditinjau dari segi proses dan dari segi hasil. Guru

dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara

aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu,

dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya percaya diri.

Sedangkan dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang

diberikannya mampu dikuasai oleh sebagian peserta didik dengan baik .( Anwar :

2003).

Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawab menjalankan

amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggung jawab moral di pundaknya.

Semua itu akan terlihat pada kepatuhan dan loyalitasnya dalam menjalankan tugas

keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya diluar kelas. Sikap ini

akan dibarengi pula dengan rasa tanggung jawabnya mempersiapkan segala

perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada hakekatnya yang dimaksud dengan

kinerja guru dalam hal ini adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam

melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan

apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

1.6 Profesionalitas Guru

Profesionalitas guru merupakan suatu bentuk pekerjaan yang elastis, yang

harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan jaman. Hal ini

dikemukakan oleh Oteng Sutisna dalam Mukhtar, (2001 : 80). Mendefinisikan

25

istilah profesi dengan menunjuk kepada kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal,

hanya dalam bentuk abstrak, namun menyediakan suatu status model pekerjaan

yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisme dengan

penuh, sedangkan istilah profesionalisme lebih mengarah kepada suatu bentuk

pekerjaan yang menjadi bidang keahlian seseorang.

Menurut Rokeach 1969, (dalam, Imbron: 1995 : 209).mengartikan sikap

sebagai sistem yang relatif tetap yang memuat didalamnya evaluasi kognitif yang

bersifat positif atau negativ, evaluasi efektif yang bersifat suka atau tidak suka dan

kecenderungan bertindak yang bersifat pro atau kontra terhadap objek psikologik

yang dihadapi. Berarti, guru yang puas pekerjaannya menjadi indikasi positifnya

sikap dia terhadap pekerjaan; atau tidak puas, maka sikapnya tidak lagi positif

terhadap pekerjaannya.

Berdasarkan pandangan parah ahli di atas maka guru secara profesional

merupakan profesi / jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus,

karena jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, yang

dalam posisinya berada diluar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya

masih juga dilakukan oleh orang-orang diluar kependidikan. Akibatnya, jenis

profesi keguruan terkadang memiliki masalah, yakni tidak dapat memberikan

pelayanan yang maksimal kepada siswa, kemanusiaan, dan masarakat. (Mukhtar,

2001 : 80).

Bepijak pada pendapat para ahli di atas maka dengan demikian bahwa

pendidikan kewarganegaraan (PKn), merupakan persyaratan utama yang perlu

diketahui, dipahami, dan diperdalam oleh masyarakat, khususnya masyarakat

26

ilmiah. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan yang benar- benar berkualitas dan

mampu berdaya saing maka yang diperlukan adalah kinerja guru yang profesional

untuk melaksanakan panggilan tugas khususnya pembelajaran PKn, yang dapat

menyentuh langsung kepada peserta didik, guna mengatasi faktor penghambat

dalam pembelajaran seperti: Faktor kemalasan siswa dalam menerima materi

PKn.

Di samping itu juga guru dituntut berperan aktif untuk meningkatnya mutu

pendidikan, yang mampu mengembangkan potensi anak didik untuk memahami

bahan ajar yang disajikan oleh pendidik.

Pendidikan merupakan sumber pengetahuan yang perlu didukung dan

dikembangkan, maka kinerja dan peran guru sangat diharapkan untuk melakukan

pembelajaran dalam memotivasi belajar siswa terhadap pelajaran PKn.

27