BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar -...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar -...
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan yang diperoleh siswa setelah mengalami
aktivitas belajar. Perubahan yang diperoleh tersebut tergantung pada apa yang
dipelajari oleh siswa. Keberhasilan seseorang dalam proses belajar mengajar
paling banyak di ukur dengan alat ukur tes belajar, yang diberikan di akhir
pembelajaran atau di akhir semester. Hasil belajar yang dapat dihasilkan oleh
siswa tergantung pada proses belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan atau
prestasi siswa yang siswa capai setelah melalui proses belajar mengajar. Sudjana
(2011:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar merupakan suatu bukti bahwa seseorang telah belajar, yang
dilihat dari perubahan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak tahu menjadi
tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik 2014:30). Hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada seseorang yang menerima
pembelajaran, dari kondisi tidak tahu dan tidak mengerti akan sesuatu, karena ia
belajar sehingga menghasilkan pengetahuan dan mengerti tentang hal yang ia
pelajari.
Menurut Susanto (2015:5) mengatakan bahwa hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan
tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.
Menurut Nawawi dalam K. Brahim pada 2007:39 (dalam Susanto 2015:5)
mengatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
6
Menurut Purwanto (2014:44) hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian
hasil (product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu
aktivitas atau proses yang mangakibatkan berubahnya input secara fungsional.
Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan
mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods).
Baik atau buruknya hasil belajar tergantung pada individu siswa yang
belajar dan guru yang mengajar, karena hasil belajar diperoleh dari siswa yang
mengalami proses pembelajaran dan guru yang mengajarnya. Seberapa baik siswa
menerima pelajaran dalam proses belajar mengajar dan seberapa baik guru
membuat pembelajaran menjadi menarik untuk siswa terima adalah salah satu
faktor penentu hasil belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar juga mempengaruhi
hasil belajar siswa. Berikut dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar,
menurut Slameto (2003:54-60) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor interen adalah faktor yang ada di dalam
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di
luar individu. Dalam faktor interen terdapat faktor jasmaniah yang meliputi
kesehatan, cacat tubuh. Kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah
faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor ekstern diantaranya
adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar
belakang kebudayaan. Di samping itu, terdapat juga faktor sekolah yang meliputi
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah, dan yang terakhir adalah faktor
masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhi siswa dalam belajar maka penelitian ini mengacu pada teori
Nawawi dalam K. Brahim pada 2007:39 (dalam Susanto 2015:5) yang
7
mengatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
2.2 Hakikat Matematika
Menurut Shadiq (2014:5) matematika berasal dari bahasa latin manthanein
atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut wiskunde atau “ilmu pasti”. Jadi berdasarkan kata asal
matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berfikir. Matematika
lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio, bukan menekankan dari hasil
eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran
manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.
Johnson dan Rising pada 1972 (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28)
mengatakan sebagai berikut: 1). Matematika adalah pengetahuan terstruktur,
dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang
didefenisikan atau tidak didefenisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori
yang telah dibuktikan kebenarannya; 2). Matematika adalah bahasa simbol
tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefenisikan
secara cermat, jelas, dan akurat; 3). Matematika adalah seni, dimana
keindahannya terdapat dalam keterurutan dan keharmonisan.
Berth & Piaget pada 1956 (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah pengetahuan yang
berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut
sehingga terogranisasi dengan baik.
Kline pada 1972 (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28) mengatakan
bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu
manusia dalam memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan
alam. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu
logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.
Reys, dkk pada 1985 (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28) mengatakan
bahwa matematika itu adalah studi tentang pola dan hubungan, cara berpikir
8
dengan strategi organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk
memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis.
Dari pendapat-pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi
hitung saja, melainkan matematika arti dari matematika selalu berhubungan
dengan tujuan pembelajaran matematika itu sendiri, seiring dengan
berkembangnya tujuan pembelajaran matematika maka berkembang pula arti
matematika. Maka matematika memiliki arti yang luas dan selalu berkembang
sesuai zaman dan matematika juga merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan
aktivitas manusia sehari-hari.
2.3 Model Pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division)
2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran STAD
Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk
permulaan bagi guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang mudah
diaplikasikan dalam proses pembelajaran, model pembelajaran ini telah digunakan
mulai dari kelas dua Sekolah Dasar (SD) sampai kelas sebelas Sekolah Menengah
Atas (SMA) pada mata pelajaran Matematika, Seni Budaya, Ilmu Sosial, dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Menurut Slavin (2015:143-147) STAD terdiri atas lima komponen utama
yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.
1. Presentasi Kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam
presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran
biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit
STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-
benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian
akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka
sangat menentukan tim mereka.
9
2. Tim. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama
dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan
lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim
berkumpul untuk mempelajari lembar-kegiatan atau materi lainnya. Yang paling
sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila
anggota tim ada yang membuat kesalahan. Tim adalah fitur yang paling penting
dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim
melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik
untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi
kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan
perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan
seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-
siswa mainstream.
3. Kius. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi
dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya.
4. Skor Kemajuan Individual. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah
untuk memberikan kepada setiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai
apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik
daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang
maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat
melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa
diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut
sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan
mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikkan skor kuis
mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
10
5. Rekognisi Tim. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan
yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa
dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
2.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD
Persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum memulai pembelajaran
STAD adalah menyiapkan materi yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, materi pembelajaran bisa di ambil dari buku teks atau sumber-
sumber terbitan lainnya atau bisa juga dengan materi yang guru buat sendiri.
Selain materi guru juga mempersiapkan lembar kegiatan, lembar jawaban dan kuis
serta kunci jawaban untuk setiap kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan.
Selanjutnya, guru mengelompokkan siswa dalam tim secara heterogen. Setelah
itu, guru harus menentukan skor awal pertama. Skor awal mewakili skor rata-rata
siswa pada kuis–kuis sebelumnya. Apabila guru memulai menggunakan STAD
setelah tiga kali atau lebih kuis, gunakan rata-rata skor siswa sebagai skor awal
atau jika tidak, gunakan hasil nilai terakhir siswa pada tahun lalu. Terakhir adalah
membangun tim, sebelum memulai kegiatan pembelajaran akan lebih baik jika
memulai dengan satu atau lebih latihan pembentukan tim sekedar untuk memberi
kesempatan kepada anggota tim untuk melakukan sesuatu yang mengasyikkan dan
untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya (Slavin, 2015:147–151).
Membangun tim atau membagi siswa kedalam tim dapat dilakukan dengan
melihat tabel 2.1 dibawah ini:
11
Tabel 2.1 Membagi Siswa Kedalam Tim
Peringkat Nama Tim
Siswa berprestasi tinggi 1
2
3
4
5
6
7
8
A
B
C
D
E
F
G
H
Siswa berprestasi sedang 9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
H
G
F
E
D
C
B
A
A
B
C
D
E
F
G
H
Siswa berprestasi rendah 27
28
29
30
31
32
33
34
H
G
F
E
D
C
B
A
Sumber: Slavin (2015:152)
Langkah-langkah atau tahapan model pembelajaran STAD menurut
Suprijono (2013): a) Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara
heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain); b)
Guru menyajikan pelajaran; c) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti
dapat menjelaskan pada anggota-anggota lainnya sampai semua anggota dalam
12
kelompok itu mengerti; d) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh
siswa; e) Memberi evaluasi; f) Kesimpilan.
2.3.3 Tahapan Menghitung Skor Individu dan Tim
Skor individu dan skor tim dapat di hitung setelah siswa melakukan aktivitas
kuis secara individu. Kuis dilakukan guna untuk mengumpulkan poin tim mereka
berdasarkan tingkat di mana skor kuis siswa melampaui skor awal. Hitung skor
kemajuan individu terlebih dahulu untuk dapat menghitung dan skor tim.
Pedoman untuk menghitung skor individu dapat di lihat pada tabel 2.2 dibawah
ini:
Tabel 2.2 Skor Kemajuan Individu
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
10-1 poin dibawah skor awal
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30
5
10
20
30
Sumber: Slavin (2015: 158)
Skor tim adalah jumlah skor kemajuan setiap anggota tim. Untuk
menghitung skor tim, catatlah tiap poin kemajuan semua anggota tim pada lembar
rangkuman tim dan bagilah jumlah total poin kemajuan seluruh anggota tim
dengan jumlah anggota tim yang mengikuti kuis. Skor tim lebih tergantung pada
skor kuis dari pada skor awal. Pedoman untuk menghitung skor tim dapat di lihat
pada tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.3 Skor Tim
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
15
16
17
TIM BAIK
TIM SANGAT BAIK
TIM SUPER
Sumber: Slavin (2015: 160)
13
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran STAD
Model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Kelebihan model pembelajaran STAD adalah siswa dapat meningkatkan
kemampuan individu, kerja sama kelompok, dan seluruh siswa dapat lebih siap
mengikuti pembelajaran.
Kekuangan model pembelajaran STAD adalah siswa cenderung tidak mau
apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang
pandai dan yang kurang pandai pun merasa minder apabila digabungkan dengan
temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan
sendirinya (Ibrahim, 2010: 72).
2.4 Model Pembelajaran Example Non Example
2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Example Non Example
Model pembelajaran Example Non Example merupakan model pembelajaran
yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan materi
pembelajaran. Media gambar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
bertujuan untuk mendorong siswa belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan oleh
guru. Model pembelajaran Example Non Example juga mengajarkan siswa untuk
belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep.
2.4.2 Langkah-langkah Model Example Non Example
Dalam Miftahul Huda (2013) Example Non Example langkah-langkah
penerapan model pembelajaran Example Non Example dapat dilakukan sebagai
berikut: a). Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran; b). Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat
OHP; c). Guru menempelkan kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri
dari 2-3 siswa; d). Guru memberi petunjuk dan memberi kesempataan kepada
setiap kelompok untuk memperhatikan dan/atau menganalisis gambar: e).
Mencatat hasil diskusi dari analisis gambar pada kertas; f). Memberi kesempatan
bagi setiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya. g). Berdasarkan
komentar atau hasil diskusi siswa, guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang
ingin dicapai; h). Penutup.
14
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Example Non
Example
Model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Menurut Miftahul Huda (2013) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran Example Non Example memiliki kelebihan, antara lain: a) Siswa
lebih kritis dalam menganalisis gambar; b) Siswa mengetahui aplikasi dari materi
berupa contoh gambar; dan c) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya. Memiliki kekurangan yaitu: a) Tidak semua materi dapat disajikan
dalam bentuk gambar; b) Membutuhkan waktu lama dalam mempersiapkan
pelajaran.
2.5 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang terdahulu dilakukan oleh Hendra (2012) dengan judul
penelitian “Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diajar Dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dan
Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) pada Materi
Kubus dan Balok Kelas IV SD Negeri Sumogawe 01 Kecamatan Geta”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai hasil belajar matematika yang diperoleh
siswa pada kelompok eksperimen memperoleh nilai rata-rata sebesar 81,95
dengan nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 67, sedangkan nilai hasil belajar
matematika yang diperoleh siswa pada kelompok kontrol memperoleh nilai rata-
rata sebesar 70,90 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 53. Berdasarkan
hasil penelitian dapat dikatakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Shofiana (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model
Pembelajaran Example Non Example Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas IX SMP Negeri 2 Tuntang” menyatakan bahwa model pembelajaran
Example Non Example berpengaruh baik terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas IX SMP Negeri 2 Tuntang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Example Non
Example terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IX SMP N 2 Tuntang
semester ganjil Tahun ajaran 2014/2015 yang dibuktikan dengan adanya
perbedaan hasil belajar antara kedua kelas. Hal ini dibuktikan hasil belajar
15
diperoleh nilai signifikan 0,046 < 0,05. Rata-rata hasil belajar kelas konvensional
(kontrol) sebesar 68,5413 sedangkan rata-rata hasil belajar kelas yang diajarkan
dengan model pembelajaran Example Non Example (eksperimen) sebesar
79,1663. Hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penerapan model
pembelajaran Example Non Example juga dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
2.6 Kerangka Berpikir
Kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
adalah model yang digunakan guru pada saat mengajar. Faktor tersebut sangat
menunjang keberhasilan siswa dalam belajar.
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan hasil belajar metematika siswa
yang menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Division
(STAD) dengan model pembelajaran Example Non Example pada materi Bangun
ruang kubus dan balok kelas IV di SD Kristen Satya Wacana Kecamatan Siderejo
Salatiga semester II tahun pelajaran 2015/2016.
Penelitian akan dimulai dengan memberikan pretest terhadap kedua
kelompok dengan soal yang sama dan hari yang sama pada jam yang berbeda,
untuk mengetahui tingkat kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan.
Setelah didapatkan hasil pretest, kemudian akan ditentukan kelas eksperimen dan
kelas kontrol, dengan perbedaan bahwa pada kelas eksperimen penelitian
dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran STAD dan kelas kontrol
menggunakan model pembelajaran Example Non Example. Kemudian setelah
adanya treatment pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, akan diadakan posttest
pada siswa di kedua kelas tersebut, untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
penggunaan model pembelajaran STAD dengan Example Non Example terhadap
hasil belajar matematika siswa. Dimana skema kerangka berpikir untuk
pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada gambar
2.1 berikut:
16
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang akan diterapkan dalam penelitian pada siswa kelas
IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
2.7 Hipotesis
Berdasarkan uraian dari kerangka berpikir, peneliti mengemukakan bahwa
akan ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara penggunaan
model pembelajaran STAD dengan Example Non Example pada materi bangun
ruang kubus dan balok di kelas IV semester II SD Kristen Satya Wacana Salatiga
tahun ajaran 2015/2016.
Memilih model pembelajaran STAD dan Example Non Example
Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
Memberi pretest
Kelas eksperimen di beri
perlakuan model
pembelajaran kooperatif
tipe STAD
Kelas kontrol di beri
perlakuan model
pembelajaran Example
Non Example
Memberi posttest Memberi posttest
Hasil belajar Hasil belajar
Membandingkan hasil