BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Gaya Bahasaeprints.umm.ac.id/52462/3/BAB II.pdf · meliputi unsur-unsur...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Gaya Bahasaeprints.umm.ac.id/52462/3/BAB II.pdf · meliputi unsur-unsur...
12
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Gaya Bahasa
Gaya merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek, keseluruhan ciri sekelompok penulis sastra dan cara
khas, dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, secara lisan maupun tertulis.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Gaya bahasa atau style menjadi masalah dari bagian diksi maupun pilihan kata,
yang mempermasalahkan kecocokan atau tidaknya pemakaian kata, frasa dan
klausa tertentu. Persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan, pilihan
kata secara individual, frasa, klausa dan kalimat, bahkan meliputi sebuah wacana
secara keseluruhan. Jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya
meliputi unsur-unsur kalimat yang mengandung corak-corak tertentu, seperti yang
umum terdapat dalam retorika klasik.
Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara
menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya, untuk melukiskan perasaan dan
pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari maupun bersifat
subyektif. Majas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan,
gaya bahasa sindiran, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa pertentangan.
Gaya bahasa dapat di nilai dari kepribadian seseorang, watak, dan skill
seseorang yang mempergunakan bahasa itu sendiri. Semakin baik gaya bahasanya,
semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, semakin buruk gaya bahasa
seseorang, semakin buruk pula penilaian orang terhadapnya. Gaya bahasa adalah
13
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseoarang dalam bertutur atau menulis;
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan cirri-
ciri bahasa sekelompok penulis sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulis atau lisan (Ratna, 2009:15).
Gaya bahasa juga bermakna cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai
bahasa, gaya bahasa ini bersifat individu dan dapat juga bersifat kelompok. Gaya
bahasa yang bersifat individu disebut idiolek, sedangkan yang bersifat kelompok
(masyarakat) disebut dialek. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak, dan kemampuan seseorang ataupun masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut.
Gaya bahasa adalah bahasa yang indah dan digunakan untuk
meningkatkan dengan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau
hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 2013 :4). Gaya
bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Semakin
kaya kosakata seseorang, semakin beragam pula gaya bahasa yang di pakainya.
Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas memperkaya kosakata pemakainya,
oleh karena itu dalam pengajaran bahasa atau gaya bahasa merupakan suatu teknik
yang penting dalam mengembangkan kosakata para siswa.
2.1.1 Bentuk Gaya Bahasa
Keraf (2010: 115-116) membagi gaya bahasa dari dua segi yaitu segi
nonbahasa dan segi bahasa. Gaya bahasa dari segi nonbahasa dibagi atas tujuh
pokok, yaitu berdasarkan pengarang, masa, medium, subjek, tempat, hadirin, dan
tujuan. Berdasarkan segi bahasanya, gaya bahasa dibedakan berdasarkan pilihan
14
kata, nada yang terkandung dalam wacana, struktur kalimat, dan langsung
tidaknya makna. Berikut ini adalah uraian singkat tentang gaya bahasa dilihat dari
segi bahasa.
1. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur kalimat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa
ini. Struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur
kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Struktur kalimat yang
ada bersifat:
(a) Periodik, apabila yang terpenting atau gagasan yang mendapat
penekanan ditempatkan pada akhir kalimat.
(b) Bersifat kendur, apabila kalimat penekanan ditempatkan pada awal
kalimat.
(c) Kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian
kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat
(Keraf, 2010: 124).
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut maka gaya
bahasa menurut Keraf (2010: 124-128) dibagi menjadi:
a) Klimaks.
b) Antiklimaks, terdiri dari: dekrementum, katabasis, batos.
c) Paralelisme.
d) Antitesis.
e) Repetisi, terdiri dari: epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa,
symploche, mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis.
15
2. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa ini mengacu pada makna denotatif dan makna
konotatif. Jika masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu
masih bersifat polos (makna denotatif). Namun, apabila sudah ada
perubahan makna, maka sudah menjadi makna konotatif.
2.1.2 Jenis Gaya Bahasa
Tarigan (2013: 6) mengemukakan ada sekitar 60 buah gaya bahasa yang
dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa
perulangan.
1) Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan menurut Tarigan (2013: 9-52) membagi
menjadi beberapa diantaranya;
(a) Perumpamaan.
Majas perumpamaan atau asosiasi adalah majas yang
membandingkan sesuatu dengan keadaan lainnya di karenakan
persamaan sifat atau sederhananya majas yang membandingkan dua
hal berbeda namun dianggap sama. Ciri majas asosiasi ini adalah
adanya kata penghubung; ibarat, bagai, laksana, seumpama, bagaikan,
bak dan lain sejenisnya. Majas yang sering disebut majas asosiasi ini
seringkali digunakan dalam obrolan, maupun dalam penulisan
(b) Metafora
Majas metafora ialah majas ayang mengungkapkan perbandingan
analogis antara dua hal yang berbeda. Bisa juga diartikan sebagai
16
suatu majas yang dibuat dengan frasa secara Implisit tidak berarti
namun secara eksplisit dapat mewakili suatu maksud lain berdasarkan
pada persamaan ataupun perbandingan, atau mudahnya majas ini
digunakan sebagai bentuk kata kiasan untuk mengungkapkan sesuatu.
(c) Personifikasi.
Majas Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-
benda mati seperti seolah-olah memiliki sifat manusia. Majas ini
membuat benda mati seperti dapat melakukan sesuatu seperti yang
dilakukan makhluk hidup
2) Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan menurut Tarigan (2013: 55-92) terbagi
menjadi beberapa yaitu;
a) Hiperbola.
Hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud
memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya Tarigan (1985:
55). Menurut Keraf (1981: 127) hiperbola adalah semacam gaya
bahasa yang mengandung suatu penyataan yang berlebihan, dengan
membesar-besarkan sesuatu hal.
b) Litotes
Litotes adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia, yang
mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut.
17
Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan daripada hal yang
ingin diungkapkan
c) Ironi.
Ironi (dari bahasa Yunani Kuno εἰρωνεία eirōneía, melalui bahasa
Belanda ironie) adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia.
Ironi adalah majas yang mengungkapkan sindiran halus.
3) Gaya Bahasa Pertautan
Gaya bahasa pertautan menurut Tarigan (2013: 121-137) terbagi
menjadi beberapa diantaranya;
a) Metonimia.
Metonimia adalah sebuah majas yang menggunakan sepatah-dua
patah kata yang merupakan merek, macam atau lainnya yang
merupakan satu kesatuan dari sebuah kata
b) Sinekdoke.
Majas sinekdoke adalah majas/gaya bahasa yang menggunakan
suatu bagian dari objek untuk menyatakan benda/sesuatu secara
keseluruhan, atau sebaliknya yaitu menggunakan kata keseluruhan
untuk menyatakan suatu bagian dari objek tersebut.
4) Gaya Bahasa Perulangan
Gaya bahasa perulangan menurut Tarigan (2013: 175-191) terbagi menjadi
beberapa diantaranya;
a) Aliterasi.
Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan dalam baris- baris
karya. perlu ditegaskan bahwa aliterasi bukannya pengulangan huruf
18
konsonan, tapi bunyi konsonan. kedudukan konsonan itu boleh jadi
diawal kata (contoh: segala sudah sedia) atau pada suku kata yang
ditekankan (contoh: duka menjalar ke jantung).
b) Anafora.
Anafora adalah pengulang kata atau frasa yang terdapat di awal
kalimat. Contoh majas anafora adalah: Kalau kau mau, aku akan
datang; Jika kau berkenan, aku akan datang; Bila kau minta, aku akan
datang. Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur.
2.2 Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan
kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan
irama yang terkandung dalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang
terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa
(Aminuddin, 2014: 134).
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Struktur fisik terdiri dari diksi, pengimajinasian, kata konkret, majas,versifikasi
(rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema,
nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan berkombinasi secara
utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memunculkan makna,
keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya, jika dibandingkan dengan bentuk
karya sastra lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif.
19
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasan penyair secara imajinatif dengan
menggunakan kata-kata yang indah dan penuh makna serta mengonsentrasikan
semua kekuatan bahasa struktur fisik dan struktur batinnya. Secara garis besar,
unsur pembangun puisi terbagi ke dalam dua macam, yakni struktur fisik dan
struktur batin.
4.1.1 Unsur Fisik
Unsur fisik meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Diksi (Pemilihan Kata)
Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan
yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan,
baik makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan
kata-kata lain dalam baris dan baitnya serta memiliki kedudukan
yang sangat penting dalam puisi, bersifat konotatif dan ada pula
kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin
lebih dari satu efek keindahan, bunyinya harus indah dan memiliki
keharmonisan dengan kata-kata lainnya.
Kata konotasi adalah kata-kata yang bermakna tidak sebenarnya,
kata tersebut telah mengalami penambahan-penambahan, baik
berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi, dan sebagainya. Kata-
kata berlambang digunakan penyair dalam puisinya seperti gambar,
tanda, ataupun kata yang menyatakan maksud tertentu, misalnya,
api adalah lambang‘semangat’
b) Pengimajinasian
20
Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat
menimbulkan khayalan atau imajinasi, daya imajinasi tersebut,
pembaca seolah-olah merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu
yang diungkapkan penyair. Kata-kata yang digunakan penyair,
dapat dirasakan pembaca seolah-olah;
(1) mendengar suara/imajinasi auditif,
(2) melihat benda-benda/imajinasi visual, dan
(3) meraba serta menyentuh benda-benda/imajinasi taktil.
c) Kata Konkret
Kata konkret membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus
diperjelas, apabila penyair mahir memwujudkan kata-kata,
pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, atau merasa apa
yang dilukiskan oleh penyair. Pembaca dapat membayangkan
secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyair.
d) Bahasa Figuratif (Majas)
Majas (figurative language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan benda atau katalain.
Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain.
e) Rima/Ritme
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi, dengan adanya rima,
suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkan lebih kuat,
ritma dapat diartikan sebagai pengulangan kata, frase, atau kalimat
dalam bait-bait puisi.
f) Tata Wajah (Tipografi)
21
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan
prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf,
melainkan membentuk bait.
4.1.2 Unsur Batin
Ada empat unsur batin puisi, yakni tema, perasaan penyair, nada
atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat.
a) Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang digunakan penyair dalam
puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam
puisinya dan menjadi kerangka pengembang dalam sebuah puisi.
b) Perasaan
Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi
perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan,
kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau
kepada sang Khalik.
c) Nada dan Suasana
Nada puisi adalah sikap penyair kepada pembaca. Adapun suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau sbuah
akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca.
d) Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah
memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan hal
yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat
22
dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang
diungkapkan.
2.3 Gaya Bahasa Tinjauan Stilistika
Kegiatan berbahasa yang bertujuan menghidupkan kalimat akan terjadi
apabila seseorang ingin mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, perasaan atau
sesuatu yang lain kepada orang lain. Orang tidak akan berbahasa demi bahasa itu
sendiri. Intinya adalah adanya sesuatu yang di dalam batin yang akan
diungkapkan dalam wujud bahasa yang dapat di dengar atau dihasilkan untuk
kemudian dilihat ataupun didengar oleh orang lain. Sesuatu yang masih dalam
batin jumlahnya banyak sekali, tetapi yang akan dihasilkan dalam bentuk bahasa
tentunya sesuai dengan tujuannya saja. Cara pengungkapan apa yang ada di batin
ini bisa dilakukan oleh seseorang dengan berbagai cara, dan hal inilah yang
kemudian disebut style itu.
Gaya dalam konteks pemakaian ini merupakan cara pengarang
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang dapat memperlihatkan
jiwa dan kepribadian pemakai bahasa oleh karena itu, gaya bahasa disebut sebagai
cara menggunakan bahasa. Gaya masing-masing orang tentu berbeda-beda. Gaya
inilah yang selanjutnya dikenali sebagai ‘style’ (Keraf, 2010 :113).
Kemampuan seorang pengarang ketika berimajinasi dan berkreasi dalam
retorika sastra merupakan style yang membedakan antara pengarang yang satu
dengan pengarang lainnya. Selain itu, jika seorang pengarang mahir, dalam
mengungkapkan ide, gagasannya melalui perwujudan kreativitas serta
memberdayakan sarana retorika diatas, pembaca akan dapat membayangkan
secara jelas peristiwa atau keadaan yang digambarkan oleh pengarang.
23
Teori Stilistika kedudukannya sebagai teori dan pendekatan penelitian
terhadap suatu karya sastra yang berorientasi linguistik dan menggunakan
wawasan dengan parameter linguistik utuk mencapai tujuan. Untuk memahami
tujuan dari kajian stilistika dapat ditekankan pada kemampuan antara lain;
1) merespon yang dianalisis sebagai sebuah karya sastra.
2) mengobservasi bahasa suatu karya sastra tersebut, dengan
menggambarkan dua kemampuan sebagai ‘cycle’ (lingkaran siklus)
yang saling mengisi, seperti yang terlihat dalam bagan berikut ini.
Gambar 2.1
Tujuan Stilistika menurut Leech & Short (1981) dalam Keraf (2010)
Bagan tersebut menjelaskan pada kita bahwa tujuan kajian stilistika berada
pada dua sisi, yaitu;
1) Mencari fungsi estetik karya sastra.
2) Mencari buktibukti linguistik.
Proses kajian stilistika berkisar pada deskripsi segi-segi linguistik yang
ada dalam karya sastra, sebaliknya dalam proses mencari fungsi estetik, proses
Apresiasi Sastra
Proses
mencari
bukti-bukti
linguistik
Proses
mencari
fungsi
estetik
Deskripsi
A B
24
kajian stilistika berkisar pada apresiasi sastra. Gaya dianggap sebagai sarana yang
dipergunakan oleh pengarang untuk mencapai tujuannya, pendapat lain mendefinisikan
gaya sebagai variasi. Gaya adalah segala sesuatu yang memberikan ciri khas
dibandingkan dengan teks-teks lainnya. Variasi dapat dijumpai di dalam ungkapan saja
(dualistik didalam keseluruhan ungkapan dan isi (monistik). Variasi ini diklasifikasikan
dan dikenal sebagai pola-pola gaya dalam struktur teks, meliputi;
1) penambahan/pengulangan,
2) penukaran,
3) penggantian, dan
4) penghapusan.
Empat jenis transformasi di atas dapat dikaitkan dengan sintaksis, semantik,
dan bunyi ‘fonologi’ (Luxemburg dalam Keraf, 2010: 104-105). Seorang pengarang
sebagai pembuat teks, berhubungan dengan masalah bagaimana cara (seseorang)
menyatakan sesuatu sebaliknya, hubungan selanjutnya berkaitan dengan apa yang
akan dikatakan. Sebuah fiksi hadir dihadapan pembaca untuk mengenalkan dunia,
untuk mengenalkan ini hanya dapat dicapai melalui sarana bahasa.
Bahasa merupakan sarana bagi seorang pengarang untuk menunjukan gaya
atau style pada pembaca. Gaya merupakan kekhasan yang dimiliki oleh seorang
pengarang, baik dari pilihan kata yang digunakan, kalimat yang diberdayakan
maupun bahasa-bahasa figuratif yang digunakan. Teknik pengarang dalam
memberdayakan bahasa sedemikian rupa, untuk menuangkan ide, gagasan serta
pikiran, hal inilah yang dapat disebut sebagai gaya.
Sejalan dengan yang diungkapkan Stanton, bahwa gaya merupakan cara
pengarang dalam menggunakan bahasa misalnya, dua orang yang menggunakan
alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda.
25
Perbedaan ini terletak pada bahasa yang menyebar dalam berbagai aspek seperti
kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekongkretan,
banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan
kadar tertentu) akan menghasilkan gaya.