BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism -...

23
7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism Penginjilan adalah memberitakan Kabar Baik tentang Kristus. Hal ini dinyatakan jelas dalam Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-20. Tuhan Yesus sendiri memberi perintah kepada setiap orang percaya untuk memberitakan Injil, tanpa kecuali. Penginjilan itu lebih dari pada sekadar metode, penginjilan adalah sebuah berita. Berita tentang kasih Allah, tentang dosa manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya, dan kebangkitan- Nya. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan menerima Injil itu dengan iman, lalu menjadi murid Yesus. Istilah "penginjilan" mencakup segala usaha untuk memberitakan Kabar Baik tentang Yesus Kristus. Tujuannya ialah supaya orang-orang mengerti bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya mereka menerima keselamatan itu dengan iman, lalu hidup sebagai murid Yesus. 4 Memberitakan Injil tidaklah mudah. Seorang penginjil masa kini harus mempunyai strategi-strategi khusus agar penginjilan itu menjadi efektif. Selain itu, sikap hidup seorang penginjil harus sesuai dengan injil yang diberitakanya, sehingga keteladanannya mencerminkan Kristus sendiri. Integritas adalah modal utama seorang pemimpin. Integritas tidaklah sama dengan citra diri (image). "Image" adalah persepsi orang mengenai diri kita, sedangkan integritas adalah siapa diri kita sesungguhnya. Integritas sangat penting untuk menegaskan berita Injil yang disampaikan. Bukan hanya sekadar kata-kata, dan berita tanpa kenyataanya, tapi berita itu menjadi sungguh nyata. 1 Penginjilan bersifat berkelanjutan (Strong James, 1997). Alkitab menyatakan keberlanjutan penginjilan sebagai berikut: 1 James Strong‟s Exhaustive Concordance Of The Bible 1997 (Iowa: Riverside BOOK and Bible House Iowa Falls),p.33

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism -...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Evangelism

Penginjilan adalah memberitakan Kabar Baik tentang Kristus. Hal ini

dinyatakan jelas dalam Amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius

28:19-20. Tuhan Yesus sendiri memberi perintah kepada setiap orang

percaya untuk memberitakan Injil, tanpa kecuali. Penginjilan itu lebih dari pada

sekadar metode, penginjilan adalah sebuah berita. Berita tentang kasih Allah, tentang

dosa manusia, tentang kematian Kristus, tentang penguburan-Nya, dan kebangkitan-

Nya. Penginjilan adalah berita yang menuntut suatu tanggapan menerima Injil itu

dengan iman, lalu menjadi murid Yesus. Istilah "penginjilan" mencakup segala usaha

untuk memberitakan Kabar Baik tentang Yesus Kristus. Tujuannya ialah supaya

orang-orang mengerti bahwa Allah menawarkan keselamatan dan supaya mereka

menerima keselamatan itu dengan iman, lalu hidup sebagai murid Yesus.4

Memberitakan Injil tidaklah mudah. Seorang penginjil masa kini harus

mempunyai strategi-strategi khusus agar penginjilan itu menjadi efektif. Selain itu,

sikap hidup seorang penginjil harus sesuai dengan injil yang diberitakanya, sehingga

keteladanannya mencerminkan Kristus sendiri. Integritas adalah modal utama seorang

pemimpin. Integritas tidaklah sama dengan citra diri (image). "Image" adalah persepsi

orang mengenai diri kita, sedangkan integritas adalah siapa diri kita sesungguhnya.

Integritas sangat penting untuk menegaskan berita Injil yang disampaikan. Bukan

hanya sekadar kata-kata, dan berita tanpa kenyataanya, tapi berita itu menjadi

sungguh nyata.1 Penginjilan bersifat berkelanjutan (Strong James, 1997). Alkitab

menyatakan keberlanjutan penginjilan sebagai berikut:

1 James Strong‟s Exhaustive Concordance Of The Bible 1997 (Iowa: Riverside BOOK and Bible

House Iowa Falls),p.33

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

8

“ Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah

mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. dan ajarlah mereka

melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan

ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." ,

(Matius 28:19 20).

Sejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan dunia informasi

dan teknologi. Di era perkembangan teknologi informasi saat ini, kegiatan penginjilan

yang dulu terpusat di Gereja-gereja, saat ini mulai beralih kepada pemanfaatan sarana

informasi teknologi. Penginjilan dapat dilakukan melalui majalah, surat kabar, radio,

televisi, internet, dan media massa lainnya. Banyak sekali kesaksian orang yang

bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat melalui media massa.

Metode seperti ini harus disertai dengan ilmu-ilmu lain, misalnya: ilmu jurnalistik

untuk penginjilan melalui penulisan; ilmu komunikasi yang khusus dan sesuai untuk

media massa; ilmu teknik yang menjadi media pembawa berita, dan sebagainya.

Bagaimanapun metode yang diterapkan, penginjilan tetap bergantung kepada konsep

kuasa Roh Kudus dan manusia yang menjalankan metode tersebut. Dengan kata lain,

keberhasilan penerapan metode tersebut bergantung kepada manusia yang dipimpin

Roh Kudus.

(Bounds, 2009) dalam bukunya "Power through Prayer's" mengatakan sebagai

berikut: "Manusia mencari metode dalam penginjilan, tetapi Allah mencari manusia

untuk melakukannya”2. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi dalam bidang

informasi saat ini sangat pesat pertumbuhannya Tuhan tetap mencari manusia dan

bukan sekadar metode untuk melaksanakan kehendak-Nya di antara manusia di bumi.

Bagi umat Kristiani media komunikasi menjadi salah satu sarana mewartakan

iman dan Kerajaan Allah secara efektif dan efisien kepada semua orang, baik yang

seiman maupun yang tidak seiman, dengan tujuan agar mereka semua mengalami

5http://misi.sabda.org/mengapa_injil_harus_diberitakan

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

9

keselamatan. Media komunikasi ternyata juga memainkan peranan penting dalam

karya pewartaan. Media komunikasi dapat digunakan untuk mewartakan ajaran-ajaran

Kristus, agar ajaran-ajaran Kristus tersebut dapat dikenal dan diterima seutuhnya oleh

seluruh manusia di dunia. Dan akhirnya ajaran-ajaran Kristus itu tidak hanya

membawa keselamatan bagi umat Kristiani saja, melainkan juga kemajuan bagi

seluruh manusia di dunia. Hal ini dapat kita lihat antara lain banyaknya muncul

majalah, program-program televisi dan situs-situs di internet yang bersifat kerohanian

yang dapat kita akses dengan mudah. Selanjutnya, media komunikasi dapat juga

dipakai untuk menebarkan keutamaan teologal: iman, harapan dan kasih kepada umat

beriman Kristiani, agar supaya iman, harapan dan kasih mereka terus bertumbuh dan

berkembang sesuai dengan yang dikehendaki. Selain itu juga, media komunikasi dapat

dimanfaatkan untuk mempererat tali persaudaraan, menggalang solidaritas,

menyuarakan keadilan dan perdamaian dunia.

Menurut peneliti sendiri program acara Onecubed menjadi salah satu media

komunikasi mewartakan Injil, Onecubed menjadi suatu program dengan metode

penginjilan bagi anak muda. Melalui program ini Injil dapat disampaikan dengan

lebih menarik dan kreatif, orang-orang yang melihat tayangan ini mereka akan

mendengar kabar keselamatan.

2.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Kehadiran televisi di dunia telah membawa dampak yang besar bagi umat

manusia. Televisi membawa berbagai kandungan informasi, pesan-pesan yang dalam

kecepatan tinggi menyebar ke seluruh pelosok dunia. Televisi menjadi berbagai alat

bagi berbagai kelompok untuk menyampaikan berbagai pesan untuk bermacam

kalangan masyarakat. Dalam kehidupan kita sekarang, televisi telah membawa

dampak yang sangat besar buat manusia. Televisi membawa berbagai kandungan

informasi, dimana pesan-pesannya dalam kecepatan tinggi menyebar ke seluruh

tempat yang dengan mudah diterima tanpa perdebatan mengenai fasilitas yang terlalu

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

10

beragam. Hal ini membuat orang bisa secara langsung mendapatkan informasi yang

dibutuhkan tanpa membutuhkan waktu yang lama. Di sinilah peranan televisi

demikian penting dan dibutuhkan oleh manusia, serta menjadikan daya tarik

menonton masyarakat meningkat.

Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication,

sebagai kependekan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang

menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass

communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa

(mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa

mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu

yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu

yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang

sama.

Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengartikan massa sebagai meliputi semua

orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung

lain dari saluran. Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan

sumber pesan, mereka juga berperan sebagai gate keeper (lihat McQuail, 1987;

Nurudin, 2003). Yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan,

mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh

audience-nya. Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa pelaksanaan peran gate

keeper dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika pribadi dan

profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.

Menurut peneliti, dengan perkembangan teknologi komunikasi penyebaran

pesan secara luas dan dalam waktu yang singkat saat ini bukan hal yang sulit

dilakukan. Dalam media massa media yang digunakan menyebarkan suatu pesan.

Media massa kemudian menjadi sesuatu yang penting, berpengaruh, dan mampu

menyebarkan pesan secara baik. Pesan media yang ditransmisikan secara luas kepada

khalayak tersebut mengandung ideologi tertentu jika ditransmisikan dalam waktu

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

11

lama dan frekuensi yang sering akan memberikan efek tertentu pada khalayak. Hal ini

terjadi karena isi media dibuat oleh orang-orang yang juga memiliki ideologi dan

pandangan tertentu. Salah satu pesan yang membutuhkan media massa untuk bisa

ditransmisikan secara luas adalah pesan penginjilan.

2.2.1 Konstruksi Sosial Media Massa

Berger dan Luckmann (Poloma, 2004:301) meyakini secara substantif bahwa

realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial

terhadap dunia sosial di seklilingnya. Paradigma konstruktivis yang melihat realitas

sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan

manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi

berdasarkan kehendaknya. Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme telah

muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato

menemukan akal budi dan ide.3 Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah

Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi,

dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap

pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta.

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan

Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa

dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas promer dan semi sekunder. Basis

sosial teori dan pendekatan ini adalah transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun

1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk

dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckmann tidak memasukan media massa

sebagai variabel atua fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas

realitas.

3 Bertens, K, Sejarah Filsafat Yunani,Yogyakarta: Kanisius. 199, hl, 89-106

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

12

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan

Luckmann telah direvisi dengan melihat fenomena media massa sangat substantif

dalam proses eksternalisasi, subyektivasi dan internalisasi inilah yang kemudian

dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Menurut perspektif ini tahapan-

tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap

menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; tahap

konfirmasi. 4 Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media

massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media

massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan

kebutuhan dan visi suatu media. Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni:

a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui,

saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh

kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media

massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal.

b. Keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan

umum. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati

dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah

juga untuk menjual berita demi kepentingan kapitalis.

c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada

kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap

media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan

jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar.

Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri

pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpihakan pada

4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di

Masyarakat,( Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 188-189

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

13

kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah

mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan

keuntungan.

2. Tahap sebaran konstruksi : prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media

massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat

berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi

penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung

melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran, adalah konstruksi pembenaran

sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat

yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa

sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa

sebagai

otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian.

(2) kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari

tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa

adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh

media massa.

(3) sebagai pilihan konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada

media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa

dilepaskan. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas

apabila ia belum membaca koran.

4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun

penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk

terlibat dalam pembetukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai

bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses

konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam

konfirmasi ini yaitu a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

14

berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, b) kedekatan dengan

media massa adalah lifestyle orang modern, dimana orang modern sangat

menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, dan c)

media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media

berdasarkan subyektivitas media, namun kehadiran media massa dalam

kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang

sewaktu-waktu dapat diakses.

Media sebagai arena pertarungan dan pendominasian wacana tentunya antara

kekuatan sosial-politik yang ada saling mempengaruhi, dimana mereka saling

berlomba untuk mempengaruhi pendapat publik guna pemenang suara pada pemilu.

Dalam hal ini media cetak di lihat sebagai perpanjangan tangan kekuatan politik

tersebut.

Analisis Framing sebagai pengembangan lebih lanjut dari analisis wacana banyak

mengadopsi perangkat operasional analisis wacana. Analisis Framing dapat

mengungkap kecenderungan perspekif media saat mengkonstruksi fakta sebagai

bangunan realitas konstruksional.

Menurut Eriyanto, terdapat empat model analisi framing, yaitu pertama Murray

Edelman, dalam bukunya “Contestablle Categories and Public Opinion” ia

mensejajarkan framing sebagai kategorisasi, artinya pemakaian perspektif tertentu

dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta

atau realitas dipahami, kategorisasi juga dapat diartikan sebagai penyederhanaan,

realitas yang kompleks dan berdimensi banyak dipahami dan ditekankan supaya

dipahami dan hadir dalam benak khalayak. 5

Kedua, adalah Robert Entman dalam metodenya framing dilakukan dengan

empat cara yaitu: problem identification (indifikasi masalah), casual interpretation

5 Eriyanto, halaman 155-167,2001

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

15

(indifikasi penyebab masalah), moral identification (evaluasi moral) dan treatment

recommendation (saran penanggulangan masalah). 6

Model ketiga framing Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) dalam

tulisan mereka yang berjudul “Framing Analysis: An Approach to New Discourse”

mengoperasionalkan empat dimensi structurak teks sebagai perangkat framing, yaitu

sintaksis, skrip, temantik, dan retoris.7

Model keempat, William A. Gamson mendefinisikan framing dalam dua

pendekatan yaitu pendekatan menghasilkan framing dama level cultural, dan

pendekatan psikologis yang menghasilakn framing dalam level individual. Framing

dalam level cultural dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen

konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana. Dalma hal ini, frame memberikan

pentunjuk elemen-elemen isu makna yang relevan untuk diwacanakan, problem-

problem apa yang memerlukan tindakan-tindakan politis, solusi yang pantas diambil,

serta makna yang legitimate dalam wacana yang terbentuk. 8

Framing dalam level individu, berangkat dari asumsi bahwa individu selalu

bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional dan internasional, yang

selalu merunjuk pada frame of reference (kerangka referensi) dan field of experience

(bidang pengalaman). Artinya, individu dalam memaknai realitas selalu melibatkan

pengalaman hidup, wawasan sosial dan kecenderungan psikologisnya dalam

menginterpretasi pesan yang ia terima. Pengalaman dan pengetahuan individu pada

akhirnya mengendap dan mengkristal sehingga terbentuk (schemata of

interpretation). Schemata inilah yang memberikan kemampuan kepada individu untuk

memetakan, menerima, mengidentifikasi dan memberikan lebel pada informasi yang

diterimanya.

6 Alex Sobur, halaman 172-175

7 Eriyanto, (2001: 251-266)

8 Analisis Framing: Konstruksi, ideology, dan Politik Media, Eriyanto, penerbit LKSIS (2002: 217-

228)

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

16

2.2.2 Teks Sebagai Wacana

Konsep tentang citra dan program televisi sebagai teks yang dibaca telah

dibakukan sebagai pendekatan kritis. Konsep ini merupakan perpanjangan dari proses

pembacaan teks-teks satra. Secara historis konsep teks, sebagaimana diterapkan pada

artefak budaya mana pun, berhubungan dengan membuka kembali jalinan makna dan

citra. Fiske (1991:36) bahkan menekankan gagasan bahwa teks televisi bersifat

ambigu, bahkan media tersebut bersifat polisemik atau dipenuhi oleh kode-kode serta

tanda-tanda yang dapat diintepretasikan. Fiske melukiskan televisi sebagai sebuah

teks yang menyifati sifat produser (producerly text). Menurutnya, televisi

„mendelegasikan produksi makna kepada produser-permisa‟

Norman Fairclough (1995:36) menggambarkan teks sebagai

mempresentasikan berbagai pandangan dan kepentingan produsernya: „teks-teks

media merupakan versi realitas yang tergantung pada posisi dan kepentingan sosial

serta tujuan produsernya‟.

2.3 Membaca Teks Televisi

Proses melihat gambar televisi yang tersusun atas representasi adalah proses

yang kompleks. Melihat bukan sekedar aktivitas visual. Tindakan melihat hanya

merupakan bagian dari persepsi, yang dalam proses itu kita harus memahami apa

yang dilihat (kembali pada makna lagi). Sudut pandang dipahami lebih secara harfiah

berdasarkan pembacaan atau citra. Sudut pandang ini berhubungan dengan posisi

temporer teks televisi. Sudut pandang dipahami secara harfiah berdasarkan

pembacaan gambar atau citra. Berkenaan dengan waktu, misalnya sebagai pemirsa

kita sadar terhadap apa arti yang tengah berlangsung di layar kaca.

2.3.1 Ideologi

Burfon (2008:193) secara sederhana menjelaskan bahwa ideologi adalah

seperangkat kepercayaan dan nilai yang melengkapi pandangan tentang dunia dan

tentang hubungan kekuasaan antara orang-orang dan kelompok-kelompok. Setiap

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

17

orang memiliki semacam ideologi atau pandangan tentang dunia serta bagaimana

dunia sekarang dan bagaimana dunia seharusnya.

Sedangkan Rosalind Brunt menggambarkan ideologi sebagai “ sistem

keyakinan yang bersifat mejelaskan” dan menautkannya pada “kesadaran bahwa

televisi mengomunikasikan beragam makna, nilai, dan keyakinan” (Burton, 2007:37).

Televisi adalah sebuah agen pembawa ideologi. Beragam program televisi

merepresentasikan ideologi. Televisi tidak bisa bebas dari ideologi karena televisi

menjadi sarana bagi berbagai kepentingan dan nilai pemegang kekuasaan dicekokkan

kepada mereka yang menjadi sasaran kekuasaan, meski penerapan kekuasaan itu

sebagaian besar tak tampak. Televisi kemudian menjadi ideologi baru atau bahkan

agama baru.

Althusser dan Gramsci sepakat bahwa media massa bukanlah entitas yang

idependen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial. Ada berbagai

kepentingan yang bermain dalam media massa, kepentingan ideologi masyarakat dan

Negara, kapitalisme pemilik modal, keberlangsungan media, dan sebagainya (Sobur,

2004:30).

Dalam teori kritis, ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk

realitas kelompok atau masyarakat, yaitu suatu system representasi atau kode makna

yang mengatur bagaimana individu memandang dunia. Dalam pandangan Marxisme

klasik, suatu idoelogi adalah seperangkat gagasan yang salah yang dilestarikan oleh

kekuatan politik dominan dan karenanya, ilmu pengetahuan harus menggantikan

ideologi yang salah guna memperoleh kebenaran (Morissa, 2011:156).

Dalam praktiknya, idelogi menjadi kategori-kategori ilusi dan kesadaran palsu

yang berdasarkan praktik tersebut kelas yang berkuasa menjaga dominasinya. Kelas

yang berkuasa mengontrol sarana-sarana pokok tempat ideologi digandakan dan

disebarluaskan pada seluruh mayarakat.

Dalam penelitian ini, konsep ideologi dipandang sebagai sebuah pesan yang

kemudian dikirimkan melalui media televisi yang menggunakan konsep pelayanan

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

18

modern dengan pergerakan independen di tengah industri media yang memerlukan

kekuatan finansial. Sehingga ketika mereka memproduksi isi media tersebut, maka

ideologi yang ada dalam diri mereka mau tidak mau juga dipengaruhi oleh media.

Menurut Marx, ideologi menjaga kelas subordinat berada pada kesadaran

palsu. Kesadaran tentang siapa dirinya, bagaimana mereka berelasi dengan bagian lain

dari masyarakat, dan arena itu pengertian mereka tentang pengalaman sosialnya

dihasilkan oleh masyarakat, bukan oleh alam atau psikologi individu. Konsep

kesadaran palsu inilah yang kemudian menjelaskan mengapa mayoritas dalam

masyarakat kapitalis menerima sebuah sistem sosial yang tidak menguntungkan

mereka. Karena Marx menyakini bahwa “realitas” ekonomi berpengaruh setidaknya

dalam jangka panjang, dibandingkan ideologi.

Televisi, dengan beragam programnya pada praktiknya merepresentasikan

ideologi. Televisi tidak bisa mengelak untuk bersifat ideologi. Rosalind Brun

merangkum semua kegagalan ihwal ideologi dan teks melalui pembacaan atas satu

program spesifik. Brunt menggambarkan ideologi sebagai system keyakinan yang

bersifat menjelaskan dan mengautkanya pada kesadaran bahwa televisi

mengomunikasikan beragam makna, nilai, budaya, dan keyakinan.

Dalam penelitian ini, konsep ideologi dipandang sebagai sebuah pesan yang

kemudian dikirimkan melalui media televisi yang menggunakan konsep pelayanan

modern dengan pergerakan independen di tengah industry media yang memerlukan

kekuatan finansial maupun untuk mengisi jam tayang kosong yang ada di televisi.

Sehingga ketika mereka memproduksi isi media tersebut, maka idoelogi yang ada

dalam diri mereka mau tidak mau juga dipengaruhi oleh media.

2.4 Representasi

Analisis representasi televisi juga merupakan sebuah pendekatan kritis untuk

memahami signifikasi medium dan makna yang dibangun bagi audiens televisi. Istilah

representasi secara lebih luas mengacu pada penggambaran kelompok-kelompok dan

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

19

institusi sosial. Tampilan representasi adalah sebuah jubah yang menyembunyikan

bentuk makna sesungguhnya yang ada dibaliknya. Karena televisi adalah media

visual, televisi menampilkna ikon, gambar orang dan kelompok yang setidaknya

terlihat seperti hidup, sekalipun ikon atau gambar itu hanyalah konstruk atau

bangunan elektronis. Bisa dikatakan bahwa representasi mengharuskan kita berurusan

dengan persoalan bentuk. Cara penggunaan televisilah yang menyebabkan audiens

membangun makna yang merupakan esensi dari representasi (Sobur, Alex.2006).

Representasi anak muda di televisi memunculkan pertanyaan tentang istilah

„anak muda‟. Secara kolektif, kaum muda tampaknya masih merasa pas dengan model

Hebdige (1979) yang begitu terkenal, bahwa „masa muda adalah masa bersenang-

senang, masa muda adalah masa yang penuh masalah‟. Sejauh menyangkut program

untuk anak muda, semuanya berkenaan dengan kesenangan, musik, dan fesyen. Sebab

program-program diharapkan dapat menyenangkan hati audiens muda dan

mendongkrak rating. Definisi dan representasi ihwal anak muda, dalam bahasa

sosiologis, rumit oleh fakta bahwa fenomena seperti budaya club dan budaya dansa

sebenarnya melibatkan orang-orang pada usia dua puluhan dan beberapa pada usia tiga

puluhan. Sampai saat ini kita bisa menarik batasan bahwa „anak muda‟ lebih

merupakan keadaan mengonsumsi ketimbang persoalan usia. Pada kenyataanya

mungkin tidak pernah ada audiens muda yang benar-benar setia, sebab definisi anak

muda sangat sulit untuk dirumuskan.

2.4.1 Genre Dalam Industri Televisi

Genre merupakan Suatu kerangka konseptual dalam hubungannya dengan

industri, audiens, dan kebudayaan sejauh fungsinya sebagai: 1. dasar pembiayaan

produksi dengan merujuk pada bentuk produk-produk sebelumnya untuk mengurangi

risiko finansial; 2. seperangkat persepsi dan harapan audiens untuk mengorganisir apa

yang mereka tonton; 3. suatu kerangka kritis bagi pengamat untuk menentukan

kekhususan sebuah karya dan citarasa audiensnya. Dengan demikian, genre

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

20

dipergunakan sebagai upaya memahami film sebagai bentuk spesifik suatu komoditas.

Genre film yang dikenal antara lain: western, epik, thriller, perang, gangster, horor,

komedi, musikal, laga (action), science-fiction, dan petualangan. Sedangkan,

berdasarkan usia penonton yang dijadikan sasaran pemasaran, genre dibedakan

menjadi: keluarga, dewasa, remaja, dan anak-anak. Namun, pada kenyataannya, bisa

dikatakan hampir tidak ada sebuah film yang diciptakan secara ketat berdasarkan pada

genre tertentu. Selalu ada kemungkinan untuk menggabungkan lebih dari satu genre.

(Burfon, 2011).

Dalam penelitian ini penulis melihat bahwa program acara penginjilan

Onecubed memiliki genre untuk anak muda. Meskipun tidak menutup kemungkinan

program Onecubed dapat dilihat oleh khalayak umum. Oleh sebab itu Global TV yang

dipilih oleh pihak CBN untuk program penginjilan, dikarenakan Global TV

merupakan salah satu stasiun TV yang mempunyai genre anak muda.

2.5 Politik Ekonomi Media

Kajian media massa pada umumnya terkait dengan aspek budaya, politik dan

ekonomi sebagai suatu kesatuan yang saling mempengaruhi. Dari aspek budaya,

media massa merupakan institusi sosial pembentuk definisi dan citra realitas social,

serta ekspresi identitas yang dihayati bersama (Sunarto,2009:13). Begitu juga apabila

media massa dilihat dari aspek politik. Media massa memberikan ruang dan arena

bagi terjadinya diskusi aneka kepentingan berbagai kelompok sosial yang ada di

masyarakat dengan tujuan akhir untuk menciptakan pendapat umum sebagaimana

yang diinginkan oleh masih-masing kelompok social tersebut. Dari aspek ekonomi,

media massa merupakan institusi bisnis yang dibentuk dengan tujuan untuk

mendapatkan keuntungan secara material bagi pendirinya.

Menurut Vincent Moscow dalam bukunya The Political Economy of

Communication (1998), pendekatan dengan teori ini pada intinya berpijak pada

pengertian ekonomi politik sebagai studi mengenai relasi sosial, khususnya yang

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

21

menyangkut relasi kekuasaan, baik dalam produksi, distribusi dan konsumsi sumber

daya (resourches). Dalam ekonomi politik komunikasi, sumber daya ini dapat berupa

surat kabar, majalah, buku, kaset, film, internet dan sebagainya (Mosco, 1998 : 25).

Bila dikaitkan dengan wilayah komunikasi, khususnya industri media massa, sumber

daya yang dimaksud berupa surat kabar, televisi, buku, video, film, pemirsa dan

seterusnya. Produk-produk ini menjadi sumber daya (resources) untuk didistribusikan

ke publik dan dikonsumsi. Rangkaian pola produksi, distribusi dan konsumsi dalam

industri media massa melibatkan relasi pihak organisasi media, pemilik modal atau

kapitalis (perspektif ekonomi bisnis).

Penelitian ini mencoba melihat juga mengenai bagaimana kegiatan penyiaran

yang dilakukan oleh Onecubed melalui Global TV dengan menekankan kepada politik

keagamaan yang menggunakan konsep pelayanan yang dihadapkan pada situasi

industri penyiaran (ekonomi) dengan konsekuensi budget atau finansial yang harus

dikeluarkan pada setiap jam penyaiarannya. Agama semula diharapkan dapat

mengeliminasikan efek deskruftif kapitalisme. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Zamroni, agama kini telah berubah dari

hubungan sakral dengan Tuhan Yang Maha Kuasa menjadi hubungan produsen dan

konsumen. Agama bukan lagi nilai-nilai agaung yang mencerahkan secara rohaniah,

tetapi hanyalah salah satu dari komuditas yang bisa diperjualbelikan dipasar kapitalis

(Zamroni, 2006:70).

2.6 Teori Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Theory)

Menurut Douglas dalam Mulyana (2000:3), istilah wacana berasal dari bahasa

Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut kemudian

mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Kridalaksana dalam Yoce (2009:69)

membahas bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirearki gramatikal

tertinggi dan merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar.Wacana

direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, cerpen, atau prosa dan

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

22

puisi, seri ensiklopedi dan lain-lain serta paragraph, kalimat, frase, dan kata yang

membawa amanat lengkap.Jadi, wacana adalah unit linguistik yang lebih besar dari

kalimat atau klausa.

Lukmana, Aziz dan Kosasih (2006:12) mengatakan bahwa analisis wacana kritis

(Critical Discourse Analysis) mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang

bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari sebuah

wacana. Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) bertindak lebih jauh,

diantaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah wacana memiliki struktur

tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis hubungan sosial antara

pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.

Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan

untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan

perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda

(Jorgensen dan Philips, 2007: 114). Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan

dimensi linguistik kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan

dalam modernitas terkini (Jorgensen dan Philips, 2007: 116).

Dari sekian banyak model analisis wacana, model Teun Van Dijk adalah salah

satu model yang familiar dan sering dipakai untuk mengkolaborasikan elemen-elemen

wacana sehingga bisa diaplikasikan. Model Van Dijk adalah model yang sedikit

banyak mengadopsi dari pendekatan lapangan “Psikologi Sosial” yaitu sebagai

”Kognisi sosial”. Pendekatan yang dilakukan adalah untuk menjelaskan struktur dan

terbentuknya proses suatu teks. (Eriyanto 2001:221) Menurut Van Dijk, penelitian

atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisa atas teks semata, karena teks

hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati.

(Alex Sobur 2006:73) Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai

struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung, menurutnya dibagi

menjadi ke dalam tiga tingkatan :

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

23

1. Struktur Makro, ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat

dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya

isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.

2. Superstruktur, adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen

wacana disusun dalam teks secara utuh.

3. Struktur Mikro, adalah makna wacana yang dapat diamati dengan

menganalisis kata, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan

sebagainya.

Keseluruhan teks dapat dianalisa dengan menggunakan elemen-elemen diatas,

semua elemen merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu

dengan yang lainnya.

Kekuatan dan Kelemahan Analisis Wacana Kritis

Menurut Teun A. Van Dijk (1997:1-37) dalam Eriyanto (2008) ada beberapa

karakteristik penting analisis wacana kristis, yaitu :

1. Tindakan. Prinsip pertama, dipahami sebagai sebuah tindakan (action).

Wacana bukan ditempatkan dalam ruang tertutup dan internal tetapi sebagai

bentuk interaksi dengan orang lain. Karena itu, wacana harus dipandang

sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk,

menyangga, mereaksi dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai

sesuatu yang diskspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu di luar

kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks. Konteks disini seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana

dipandang, diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.

Menurut Guy Cook (Eriyanto, 2001:8-9), analisis wacana juga memeriksa

konteks dari komunikasi, siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan

mengapa; dalam jenis khalayak situasi apa; melalui medium apa; bagaimana

perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; hubungan untuk setiap

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

24

masing-masing pihak. Guy Cook juga menyebutkan ada tiga hal sentral dalam

pengertian wacana, yakni teks, konteks, dan wacana. Teks, adalah semua

bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi

juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara,

citra dan sebagainya. Konteks, memasukan semua situasi dan hal yang berada

di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam

bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan

sebagainya. Wacana, disini dimaknai sebagai teks dan konteks secara

bersama-sama. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh

terhadap produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang

memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis,

agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Kedua,

setting sosial tertentu seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar

atau lingkungan fisik.

3. Historis. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan

menempatkan wacana itu di dalam konteks historis tertentu. Pada waktu

melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang

berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai

seperti itu dan sebagainya.

4. Kekuasaan. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan dan

atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral

tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah

salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Kekuasaan itu

dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut

sebagai kontrol. Bentuk kontrol ini dapat berupa kontrol konteks atau struktur

wacana.

5. Ideologi. Ideologi merupakan konsep yang sentral dalam analisis wacana yang

bersifat kritis. Ideologi dibangun oleh kelompok dominan dengan tujuan untuk

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

25

mereproduksi dan melegetimasi dominasi mereka. Salah satu strategi

utamanya adalah dengan membuat kepada khalayak bahwa dominasi itu bisa

diterima secara taken for granted (Eriyanto, 2008-18). Seperti dijelaskan oleh

Van Dijk sebagai “kesadaran palsu”, bagaimana kelompok dominan

memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui

kampanye disinformasi, melalui kontrol media dan sebagainya.

Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk

Teks bukan sesuatu yang datang dari langit, bukan juga suatu ruang hampa

yang mandiri. Akan tetapi, teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik

wacana. Kalau ada teks memarjirnalkan wanita, bukan bearti teks tersebut suatu ruang

hampa, bukan pula sesuatu yang datang dari langit. Teks itu hadir dan bagian dari

representasi yang menggambarkan masyarakat patriarkal. Di sini ada dua bagian: teks

yang mikro yang merepresentasikan program televangelism bagi anak-anak muda,

dan elemen besar yang berupa struktur sosial kekristenan di Indonesia.

Van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen dasar berupa

struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi

yang dinamakan kognisi sosial. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak

cukup hanya didasarkan pada analisis atas struktur teks karena struktur wacana itu

sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi.

Untuk membongkar makna tersembunyi dari teks, kita membutuhkan suatu analisis

kognisi9 dan konteks sosial. Wacana oleh van Tjik digambarkan mempunyai tiga

dimensi atau bangunan yaitu, teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis Van

Dijk adalah menggabungkan ketiga wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.

9Eriyanto dalam buku Analisis Wacana (2001:224-225) Teun A. Van Dijk, kognisi sosial didasarkan

pada anggapan umum yang tertanam yang akan digunakan untuk memandang peristiwa. Analisis

kognisi menyediakan gambaran yang kompleks tidak hanya pada teks tetapi juga representasi dan

strategi yang digunakan dalam memproduksi suatu teks.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

26

Gambar 2.6: Model dari Analisis Van Dijk (Sumber, Eriyanto (2001: 225)

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk

memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik tentang kosakata, kalimat, paragraph

untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan dimensi

untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu/kelompok pembuat

teks. Cara memandang atau melihat suatu realitas sosial itu yang melahirkan teks

tertentu. Sedangkan konteks sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh

dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas

suatu wacana. Analisis Van Dijk menghubungkan analisis tekstual kearah analisis

yang kompherensif bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya dengan

individu dan masyarakat (Eriyanto, 2001:225).

Media Dilihat dari Paradigma Kritis

Kaum pluralis melihat media sebagai saluran yang bebas dan netral, dimana

semua pihak dan kepentingan dapat menyampaikan posisi dan pandanganya dengan

bebas. Pandangan semacam ini yang ditolak oleh kaum kritis. Pandangan kritis

melihat media bukan hanya alat dari kelompok dominan, tetapi juga memproduksi

ideologi dominan. Media membantu kelompok dominan menyebarkan gagasannya,

mengontrol kelompok lain, dan membentuk konsensus antar anggota komunitas.

Konteks

Kognisi Sosial

Teks

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

27

Lewat medialah, ideologi dominan, apa yang baik dan apa yang buruk dimapankan.10

Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi

realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya.

Seperti dikatakan Tony Bennett, media dipandang sebagai agen konstruksi

sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. (Eriyanto,

2001:36) Dalam pandangan kritis, media juga dipandang sebagai wujud dari

pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Di sini,

media bukan sarana netral yang menampilkan kekuatan dan kelompok dalan

masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan itulah

yang akan tampil dalam pemberitaan.11

Titik penting dalam memahami media

menurut paradigma kritis adalah bagaimana media melakukan politik pemaknaan.

Menurut Stuart Hall, makna tidak tergantung pada struktur makna itu sendiri, tetapi

pada praktik pemaknaan. Makna adalah suatu produksi sosial, suatu praktik.

10

David barat, Media Sociology, London and New York, Routledge, 1994, hal. 51-52 (Menurut

Eriyanto, dalam buku Analisis Wacana, hal 36) 11

Eriyanto dalam buku Analisis Wacana, 2001 (Teks Berita: Paradigma Kritis, hal 37)

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

28

2.7 Kerangka Pikir

Gambar 2.7 Kerangka Pikir

Penelitian ini melihat bagaimana konsep televisi penginjilan sebagai sebuah

metode penginjilan modern di Indonesia pada lembagaa penyiaran kristen CBN

melalui program Onecubed yang ditayangkan pada stasiun televisi bergenre remaja

Global TV. Dalam hubungannya dengan Global TV, CBN memiliki harapan bahwa

pesan penginjilan yang dikemas melalui acara anak muda akan tepat sasaran. Hal ini

dapat dilihat melalui konsep relasi media dan konstruksi pesan yang merupakan

bagian dari temuan penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian analisis

wacana. Analisis wacana digunakan untuk dapat mengetahui bagaimana makna atas

pesan yang dibuat dalam sebuah paket penayangan pada sebuah media, di mana

simbol-simbol yang dikemas untuk membingkai pesan digunakan agar pesan tersebut

dapat dengan mudah diterima oleh khalayak.

Evangelism Televisi Evagelism

Pengemasan pesan di

Televangelism Kepentingan

remaja

Relasi CBN dengan

Global TV Televangelism

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Evangelism - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6960/2/T1_362008020_BAB II.pdfSejarah paradigma penginjilan sejalan dengan perkembangan

29

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

relasi media dalam konteks penginjilan dan pelayanan agama Kristen melalui media

(televangelism) di Indonesia serta mengetahui bagaimana pesan-pesan penginjilan

dikemas dalam bentuk hiburan remaja dengan memuat materi-materi penginjilan dan

pelayanan.