BAB II KAJIAN PUSTKA · 2015. 5. 26. · BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal...

29
9 BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. 2.1 Partisipasi Menurut Keit Davis menyatakan bahwa “ partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”. 1 George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa “ partisipasi adalah turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut”. 2 Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan 1 Sastropoetro, Santoso. 1989. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada. Jakarta. Hal: 149

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTKA · 2015. 5. 26. · BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal...

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTKA

    Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian

    mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun

    di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori

    ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi

    penyimpangan.

    2.1 Partisipasi

    Menurut Keit Davis menyatakan bahwa “ partisipasi adalah keterlibatan

    mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk

    memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta

    tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”.1

    George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa “ partisipasi adalah

    turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk

    memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama

    mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan

    melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut”.2

    Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat

    dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam

    kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental

    dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan

    1 Sastropoetro, Santoso. 1989. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam

    Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada.

    Jakarta. Hal: 149

  • 10

    kontribusi dan bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu

    tercapainya manusia yang berpendidikan.

    2.1.1 Jenis-jenis Partisipasi

    Partisipasi itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Guna memperoleh

    gambaran yang jelas tentang partisipasi, akan dipaparkan mengenai jenis-jenis

    partisipasi menurut Keit Davis. Adapun jenis-jenis partisipasi tersebut antara lain :

    1. “ Partisipasi berupa pikiran ( psychological participation). Merupakan jenis keikutsertaan secara aktif dengan mengerahkan pikiran

    dalam suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

    2. Partisipasi yang berupa tenaga (physical Participation). Merupakan partisipasi dari individu atau kelompok dengan tenaga yang

    dimilikinya, melibatkan diri dalam suatu aktivitas dengan maksud tertentu.

    3. Partisipasi yang berupa tenaga dan pikiran (physical and psychological participation).

    Partisipasi ini sifatnya lebih luas lagi di samping mengikutsertakan

    aktivitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan.

    4. Partisipasi yang berupa keahlian ( participation with skill). Merupakan bentuk partisipasi dari orang atau kelompok yang mempunyai

    keahlian khusus, yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik

    formal maupun non formal yang menunjang keahliannya.

    5. Partisipasi yang berupa barang (material participation). Partisipasi dari orang atau kelompok dengan memberikan barang yang

    dimilikinya untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.

    6. Partisipasi yang berupa uang (money participation). Partisipasi ini hanya memberikan sumbangan uang kepada kegiatan.

    Kemungkinan partisipasi ini terjadi karena orang atau kelompok tidak bisa

    terjun langsung dari kegiatan tersebut. Partisipasi yang berupa uang dan

    barang sifatnya tersamar, karena dalam hal ini individu atau kelompok

    tidak kelihatan secara jelas beraktivitas melainkan mengikutsertakan

    barang atau uangnya”.3

    2.1.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Partisipasi

    Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk

    keterlibatan mental dan emosional. Menurut Sudjana partisipasi merupakan salah

    satu bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh lima faktor, antara lain:

    3 Sastropoetro, Santoso. op.cit.hal : 56

  • 11

    1. “ Pengetahuan/kognitif, berupa pengetahuan tentang tema, fakta, aturan, dan keterampilan membuat translation.

    2. Kondisi situasional, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, psikososial dan faktor-faktor sosial.

    3. Kebiasaan sosial, seperti kebiasaan menetap dan lingkungan. 4. Kebutuhan, meliputi kebutuhan Approach (mendekatkan diri), Avoid

    (menghindari), kebutuhan individual.

    5. Sikap, meliputi pandangan/perasaan, kesediaan bereaksi, interaksi sosial,minat dan perhatian”.

    4

    Pada hakikatnya keberhasilan pendidikan selalu melibatkan hubungan

    antara pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menciptakan

    keberhasilan dalam hal pendidikan, maka diperlukan adanya partisipasi yang

    tinggi dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Partisipasi orang tua merupakan hal

    yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pendidikan.

    Dalam kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan dasar (SD sampai

    SMP), masyarakat dituntut secara aktif untuk ikut berpartisipasi aktif dalam

    pendidikan, karena masyarakat merupakan kunci utama atau kunci sukses dalam

    keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Masyarakat yang berperan aktif dalam

    pendidikan akan terlihat pada kehidupan keseharian dari masyarakat tersebut.

    Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendorong partisipasi

    masyarakat dalam pendidikan antara lain memberikan beberapa penyuluhan atau

    sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan.

    Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan

    berupa fasilitas-fasilitas belajar serta sarana dan prasarana pendidikan guna

    memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan.

    4 Hayati, Nor. 2001. Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurangnya Partisipasi

    Mahasiswa Malaysia dalam Kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler di Universitas Negeri

    Semarang. UNNES: Skripsi. hal: 16

  • 12

    Masyarakat sebagai subjek dan juga sekaligus sebagai objek dalam proses

    pendidikan. Sebagai subjek, masyarakat merupakan individu yang melakukan

    proses pendidikan. Sebagai objek karena kegiatan pendidikan di harapkan dapat

    memberikan perubahan perilaku pada diri masyarakat. Sehingga, dalam

    pelaksanaannya, diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan

    pendidikan.

    2.2 Masyarakat

    2.2.1 Pengertian Masyarakat

    “ Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem

    semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah

    antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut”.5 Sekelompok

    manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,

    perasaan, serta sistem atau aturan yang sama, dengan kesamaan-kesamaan

    tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan

    kemaslahatan.

    Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia, maka

    masyarakat dibagi dalam tiga kategori yaitu ke dalam kelompok masyarakat desa,

    masyarakat madya, dan masyarakat modern. Ada pun ciri-ciri masyarakat tersebut

    sebagai berikut :

    1. “ Masyarakat Desa a. Hubungan keluarga dan masyarakat masih sangat kuat karena

    didasarkan pada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial.

    b. Masih percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib. c. Tingkat buta huruf relatif tinggi.

    5 http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat

    http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat

  • 13

    d. Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang.

    e. Tidak ada lembaga pendidikan khusus di bidang teknologi dan keterampilan diwariskan oleh orang tua langsung kepada

    keturunannya.

    f. Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual di pasaran untuk memenuhi

    kebutuhan lainnya, dan uang berperan sangat terbatas.

    g. Semangat gotong-royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat kuat.

    2. Masyarakat Madya a. Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan kemasyarakatan

    mulai mengendur.

    b. Adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar.

    c. Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul

    kembali apabila telah kehabisan akal.

    d. Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan dasar dan menengah.

    e. Tingkat buta huruf sudah mulai menurun. f. Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi

    pasaran sehingga menimbulkan diferensiasi dalam struktur

    masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya.

    3. Masyarakat Modern a. Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan

    pribadi.

    b. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling pengaruh mempengaruhi.

    c. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat.

    d. Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga

    keterampilan dan kejuruan.

    e. Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata. f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks. g. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas

    penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya”.6

    6 http://lintasaninfo.blogspot.com/2012/05/masyarakat-indonesia-dan-ciri-cirinya.html

    http://lintasaninfo.blogspot.com/2012/05/masyarakat-indonesia-dan-ciri-cirinya.html

  • 14

    Manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila terdapat unsur-unsur

    yang melandasinya. Adapun unsur-unsur dari suatu masyarakat menurut Soerjono

    Soekamto adalah sebagai berikut :

    1. “ Paling sedikit ada 2 orang individu 2. Mereka menyadari kesatuan mereka 3. Jangka waktu dalam berhubungan termasuk lama yang mengakibatkan

    hubungan itu melahirkan manusia yang baru yang tetap selalu

    berkomunikasi dan membuat berbagai aturan yang berhubungan dengan

    keterkaitan/hubungan antar masyarakat tersebut

    4. Mereka menjadi sebuah sistem, yang hidup secara bersama-sama yang pada akhirnya melahirkan apa yang disebut kultur/kebudayaan serta

    saling berhubungan antar sesama masyarakat”.7

    Sehingga dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah

    sekelompok manusia yang hidup bersama guna mencapai tujuan bersama.

    Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia memerlukan sosialisasi dengan

    orang lain. Sosialisasi adalah proses di mana seseorang mempelajari cara hidup

    masyarakat untuk mengembangkan potensinya, baik sebagai individu maupun

    sebagai anggota kelompok, sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan yang

    berlaku dalam masyarakat tersebut. Proses tersebut dimulai dari lingkungan yang

    paling kecil, yaitu lingkungan keluarga.

    2.2.2 Anggota Masyarakat

    2.2.2.1 Kepala Desa

    Kepala desa adalah bagian dari desa di Indonesia yang merupakan

    pimpinan dari pemerintahan desa. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun (6

    tahun) dan dapat diperpanjang untuk jangka satu kali masa jabatan berikutnya.

    7 http://dimazmarham.blogspot.com/2009/12/faktor-faktor-unsur-unsur-masyarakat-

    m.html?m=I

  • 15

    Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya di koordinasi

    oleh camat.

    Dalam pemerintahannya, kepala desa memiliki beberapa wewenang, di

    antaranya :

    1. “Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang di tetapkan bersama badan permusyawaratan desa

    (BPD).

    2. Mengajukan rancangan peraturan desa. 3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan

    bersama BPD.

    4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa) untuk dibahas

    dan ditetapkan bersama BPD”.8

    Selain itu, kepala desa juga memiliki tugas serta fungsi, di mana tugas dan

    fungsi dari kepala desa itu antara lain :

    1. ” Tugas kepala desa a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan

    kemasyarakatan.

    b. Menjalankan tugas di samping berdasarkan kewenangan jabatan, juga berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama

    antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

    2. Fungsi kepala desa : a. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan

    pemerintah;

    b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembangunan;

    c. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembinaan kemasyarakatan”.

    9

    2.2.2.2 Keluarga

    Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

    keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

    suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicon dan Celis, di

    8 http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_desa 9 http://mandalahurip.or.id/lembaga-desa/pemdes/tugas-pokok-dan-fungsi/

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_desahttp://mandalahurip.or.id/lembaga-desa/pemdes/tugas-pokok-dan-fungsi/

  • 16

    dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena

    hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam

    satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-

    masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”.10

    Dalam pelaksanaannya, keluarga memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang

    dijalankan keluarga adalah sebagai berikut :

    1. “ Fungsi pendididikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan

    anak.

    2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

    3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

    4. Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam

    berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga

    saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan

    dalam keluarga.

    5. Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga

    menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain

    setelah dunia.

    6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat

    memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

    7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama,

    bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

    8. Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya.

    9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga”.

    11

    Keluarga sendiri memiliki anggota. Di mana anggota dalam sebuah

    keluarga terdiri dari :

    10 Salvicon dan Celis dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga 11 http://id.wikipedia.org/

    http://id.wikipedia.org/wiki/Keluargahttp://id.wikipedia.org/

  • 17

    1. Orang tua

    “ Orang tua adalah ayah dan/atau ibu dari seorang anak, baik

    melalui hubungan biologis maupun sosial”.12

    Orang tua memiliki peranan

    yang sangat penting dalam membesarkan anak maupun dalam pendidikan

    anak-anak mereka. Orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan

    anak hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah saja, melainkan orang

    tua harus turut ambil bagian dalam pendidikan anak.

    Berikut adalah fungsi orang tua dalam kaitannya dengan

    pendidikan anak :

    a. “ Membentuk kepribadian dan mendidik anak di rumah.

    Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.

    Menjamin kehidupan emosional anak.

    Menanamkan dasar pendidikan moral anak.

    Memberikan dasar pendidikan sosial.

    Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama.

    Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak.

    Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi

    kehidupan kelak sehingga anak mampu menjadi

    manusia dewasa yang mandiri.

    Menjaga kesehatan anak sehingga anak dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.

    Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Tuhan

    sebagai tujuan akhir manusia.

    b. Mendukung pendidikan anak di sekolah

    Orang tua bekerja sama dengan sekolah.

    Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat

    dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah

    yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.

    Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman

    dan menghargai segala usahanya.

    12 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua

    http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua

  • 18

    Orang tua menunjukkan kerja sama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat

    pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbing

    anak dalam belajar.

    Orang bekerja sama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak.

    Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi

    selama menjalani proses belajar di lembaga

    pendidikan”.13

    Guna dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal,

    orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai sehingga

    anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya

    orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai

    orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu

    tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang

    pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan

    anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola

    pendidikan terutama dalam membentuk kepribadian anak yang

    sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu untuk

    mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

    Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan

    YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

    keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

    mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan

    dan kebangsaan.

    13 http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xid=135

    http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xid=135

  • 19

    2. Anak-anak

    Anak dalam sebuah keluarga seseorang lelaki atau perempuan yang

    belum dewasa yang merupakan keturunan dari orang tua. Sudah

    selayaknya anak yang menjadi bagian dari keluarga mendapatkan hak-

    haknya dalam keluarga yang di antaranya adalah hak mendapatkan

    perlindungan serta hak dalam memperoleh pendidikan yang layak.

    Setiap anak dalam kehidupannya memiliki hak dan kewajiban yang

    diberikannya sehubungan dengan pendidikan, di mana hak dan kewajiban

    itu seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 12 sebagai

    berikut:

    (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang

    dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

    b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

    c. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

    d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

    e. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

    f. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan

    batas waktu yang ditetapkan.

    (2) Setiap peserta didik berkewajiban: a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin

    keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

    b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut

    sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku”.14

    14 UU No. 20 tahun 2003

  • 20

    2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam

    Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun

    2.3.1 Persepsi orang tua

    Sudito berpendapat bahwa “persepsi merupakan suatu proses

    memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasi dan menafsirkan stimulus”.15

    Persepsi dipengaruhi oleh kerja sama dengan faktor luar (stimulus) dan faktor

    dalam (personal). Faktor luar tersebut terdiri dari hal-hal yang berasal dari luar

    individu yang berupa pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, dll. Faktor

    dalam adalah semua yang berasal dari dalam individu, seperti cipta, rasa, karsa

    dan keyakinan. Persepsi dapat berubah karena pengaruh pengalaman, teman, serta

    lingkungan. Maka dalam memberikan persepsi individu mula-mula akan

    mengadakan pengamatan, kemudian mengadakan seleksi dari apa yang di amati,

    setelah itu baru mengadakan penafsiran dan kemudian mereaksi dalam bentuk

    tingkah laku. Dalam menyadari reaksi ini, seseorang akan dipengaruhi oleh

    beberapa faktor berupa “ faktor dalam dirinya dan dari luar diri, di mana faktor

    tersebut di antaranya lingkungan masyarakat di sekitarnya”.16

    Persepsi orang tua terhadap pendidikan akan mempengaruhi aspirasi,

    artinya kemampuan orang tua dalam melihat pentingnya pendidikan akan

    berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk keberhasilan di masa depan. Aspirasi

    dalam hal ini adalah keinginan, harapan, atau cita-cita orang tua terhadap tingkat

    pencapaian pendidikan anak-anaknya.

    15 Sudito dalam http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf 16 http://eprints.undip.ac.id/

    http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf

  • 21

    Persepsi orang tua dengan melihat keberhasilan atau kegagalan yang

    dialami sebelumnya, baik yang dialami oleh dirinya atau orang lain akhirnya

    dijadikan cermin pengalaman bagi dirinya. Pengalaman seseorang yang dianggap

    sebagai kesuksesan akan meningkatkan aspirasinya dan dalam hal ini orang tua

    akan memiliki persepsi bahwa pendidikan memiliki manfaat yang penting. Namun

    jika pengalaman seseorang yang dinilai sebagai kegagalan aspirasinya akan turun

    bahkan orang tua akan memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak begitu penting.

    Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak dapat dilihat dari cara orang

    tua menilai arti penting belajar bagi anak-anaknya, dapat pula dilihat dari cara

    memahami nilai fungsional pendidikan bagi kehidupan anak-anaknya di masa

    depan. Persepsi orang tua terhadap fungsi sekolah adalah anggapan atau pendapat

    orang tua sebagai pengamat sehari-hari tentang sekolah.

    Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak merupakan suatu pola pikir

    orang tua tentang makna dan arti penting proses pendidikan anak setelah

    pendidikan SD, kaitannya dengan relevansi pendidikan serta biaya pendidikan

    yang masih menjadi tanggung jawab orang tua. Apabila persepsi orang tua

    terhadap pendidikan baik, maka akan menopang munculnya aspirasi yang tinggi

    sehingga kesadaran untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih

    tinggi akan besar juga.

    Hal lain yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah persepsi orang

    tua di pedesaan yang menganggap bahwa pendidikan untuk anak wanita kurang

    begitu penting. Hal ini didasari adanya anggapan bahwa yang bertanggung jawab

    setelah berumah tangga adalah seorang laki-laki, sehingga perempuan hanya akan

  • 22

    menjadi ibu rumah tangga, sehingga tidak mengherankan kalau ada anak wanita di

    pedesaan yang sudah dinikahkan sebelum mereka lulus SMP.

    Bertolak dari uraian tersebut, persepsi orang tua tentang pendidikan dalam

    penelitian ini adalah suatu pandangan orang tua dalam melihat konsep pendidikan.

    Artinya kemampuan orang tua dalam melihat tujuan dan manfaat pendidikan bagi

    anak.

    2.3.2 Keadaan Ekonomi

    Keadaan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi orang tua dalam

    membiayai pendidikan anak-anaknya. Permasalahan status sosial ekonomi yang

    dihadapi orang tua di daerah pedesaan masih merupakan suatu masalah yang

    kompleks di mana pemecahannya banyak bergantung pada tingkat pertumbuhan

    ekonomi di daerah setempat.

    Status ekonomi keluarga (orang tua) yang rendah menyebabkan

    ketidakmampuan orang tua dalam memberikan fasilitas belajar yang memadai

    kepada anak-anak mereka. Pendidikan rendah yang disandang orang tua

    menyebabkan tidak mampunya orang tua membantu anak apabila anak tersebut

    menghadapi kesulitan dalam pelajaran di sekolah. Keadaan seperti ini sering

    menyebabkan anak mengalami ketegangan atau stres yang akhirnya dapat

    mengganggu belajar mereka. Gangguan belajar yang berkepanjangan akhirnya

    menyebabkan anak menjadi malas sekolah, bahkan putus sekolah.

    Permasalahan keadaan ekonomi ini di samping permasalahan aspirasi dan

    persepsi pendidikan orang tua, juga dapat mempengaruhi kelanjutan pendidikan

    anak. “ Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk

  • 23

    memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

    pendidikan, dan kesehatan”.17

    Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan lemah

    pula kemampuan untuk menyekolahkan anak, apalagi untuk sekolah lanjutan yang

    berada di daerah yang jauh dari tempat tinggal yang memerlukan biaya yang

    tinggi.

    Masalah kesulitan ekonomi keluarga menyebabkan turunnya jumlah

    peserta didik yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di daerah

    pedesaan selain sarana pendidikan masih kurang, keadaan ekonomi masyarakat

    juga masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa penduduk pedesaan kebanyakan

    bermata pencaharian sebagai petani yang tergolong dalam kategori berpenghasilan

    rendah. Penghasilan rendah orang tua akhirnya mendorong anak-anak yang masih

    berusia muda untuk ikut meringankan beban hidup orang tuanya dengan jalan

    turut ambil bagian dalam pekerjaan orang tuanya. Adanya peluang kerja di kota

    terkadang mendorong anak memutuskan lebih baik bekerja daripada melanjutkan

    sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan keadaan

    sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini adalah kedudukan orang tua dalam

    kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari pendapatan dan keadaan ekonomi

    secara keseluruhan.

    2.4 Pendidikan

    “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

    suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan

    mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

    17 http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

  • 24

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

    yang diperlukan dirinya”.18

    Pendidikan berawal dari seorang bayi dan

    berlangsung seumur hidup.

    Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi

    yang nyata (manifes) berikut :

    1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.

    2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dab bagi

    kepentingan masyarakat.

    3. Melestarikan kebudayaan.

    4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam

    demokrasi.

    Selain mempunyai fungsi nyata, lembaga pendidikan juga mempunyai

    fungsi laten, di mana fungsi laten dari pendidikan adalah sebagai berikut :

    1. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah

    orang tua melimpahkan tugas dan wewenang dalam mendidik anak

    kepada sekolah.

    2. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi

    untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini

    tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan

    masyarakat tentang suatu hal.

    3. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan

    dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima

    18 http ://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan

  • 25

    perbedaan dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga

    diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih

    tinggi atau tidak sesuai dengan status orang tuanya.

    4. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan juga dapat memperlambat

    masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara

    ekonomi pada orang tuanya.

    Menurut David Popeno, ada empat macam fungsi pendidikan yaitu :

    1. Transmisi (pemindahan) kebudayaan.

    2. Memilih dan mengajarkan peranan sosial.

    3. Menjamin integrasi sosial.

    4. Sekolah mengajarkan corak kepribadian.

    2.4.1 Pendidikan di Indonesia

    Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan

    di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara

    terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab kementrian

    pendidikan nasional republik Indonesia (kemendiknas). Di Indonesia, semua

    penduduk wajib mengikuti program wajib pendidikan dasar selama sembilan

    tahun, enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan tiga tahun di

    Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

    Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal,

    nonformal, dan informal. Pendidikan juga di bagi ke dalam empat jenjang, yaitu

    anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

  • 26

    2.4.2 Jalur Pendidikan

    Pengembangan potensi peserta didik dapat ditempuh melalui tiga jalur

    pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan

    nonformal.

    2.4.2.1 Pendidikan Formal

    Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

    yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan

    menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan

    formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

    Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berlangsung di sekolah-

    sekolah. Adapun penyelenggara pendidikan formal dimulai dari tingkat

    pendidikan anak usia dini (TK, RA), pendidikan dasar (SD, MI, SMP, MTs),

    pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi

    (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas).

    2.4.2.2 Pendidikan Nonformal

    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal

    yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan

    nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah

    melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah

    atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

    Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

    memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,

    dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

    sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi

    http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dinihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_dasarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_tinggihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal

  • 27

    peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan

    fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

    Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan

    anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,

    pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi

    Paket A, Paket B, Paket C serta pendidikan yang ditujukan untuk

    mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: Pusat Kegiatan Belajar

    Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,

    majelis taklim, sanggar, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

    mengembangkan kemampuan peserta didik.

    2.4.2.3 Pendidikan Informal

    Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan

    yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui

    sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian

    dengan standar nasional pendidikan.

    Adapun jenis-jenis pendidikan informal meliputi: agama, budi pekerti,

    etika, sopan santun, moral, sosialisasi. Pendidikan informal berlangsung dalam

    lingkup keluarga dan lingkungan sekitar.

    2.5 Wajib Belajar Sembilan Tahun

    2.5.1 Pengertian Wajib Belajar Sembilan Tahun

    “ Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti

    oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah

  • 28

    daerah”.19

    Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem persekolahan

    nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan guna mengembangkan sikap dan

    kemampuan serta untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang

    dibutuhkan untuk hidup di tengah masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik

    yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan menengah.

    Pendidikan dasar yang di maksudkan adalah pendidikan umum yang

    lamanya sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat

    Sekolah Dasar (SD) dan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

    atau satuan pendidikan yang sederajat. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun

    merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak yang berusia 7 – 15

    tahun.

    Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga

    Negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia

    Indonesia, pemerintah melalui PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan

    Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

    Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut seperti tercantum dalam Pedoman

    Persiapan dan Pelaksanaan Perintisan Wajib Belajar Pendidikan Dasar, antara

    lain:

    1. ” Penuntasan anak usia 7 – 12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD); 2. Penuntasan anak usia 13 – 15 tahun untuk Sekolah Menengah Pertama

    (SMP);

    3. Pendidikan untuk semua (education for all)”.20

    19 Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Pasal 1 ayat (1) 20 Wahjoetomo, 1994, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (Problematik dan Alternatif

    Solusinya), PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6

  • 29

    Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

    dicanangkan oleh Presiden Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994 dan

    pelaksanaannya dimulai pada tahun ajaran 1994/1995. Wajib Belajar Sembilan

    Tahun di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

    1. “ Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif; 2. Tidak ada sanksi hukum; 3. Tidak di atur dengan undang-undang tersendiri; 4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang

    semakin meningkat”.21

    Program Wajib Belajar Sembilan tahun diharapkan mampu mengantarkan

    manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi pendidikan dasar, sebagai

    kompetensi minimal. Kompetensi pendidikan dasar yang dimaksudkan seperti

    ditegaskan pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah

    kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk

    hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi

    (pendidikan menengah). Hal ini juga sesuai dengan unsur-unsur kompetensi

    pendidikan dasar yang diidentifikasikan oleh International Development Research

    Center, yang meliputi :

    1. “ Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan dasar berhitung; 2. Pengetahuan dasar tentang Negara, budaya, dan sejarah; 3. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi,

    mengurus rumah tangga, dan memperbaiki kondisi kerja;

    4. Kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan

    kewajibannya sebagai warga Negara, bersikap dan berpikir kritis,

    serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan

    siaran radio”.22

    21 http://www.gudangmateri.com/2010/06/pendidikan-wajib-belajar-9-tahun.html 22 Wahjoetomo, op.cit. hal. 7

    http://www.gudangmateri.com/2010/06/pendidikan-wajib-belajar-9-tahun.html

  • 30

    Bentuk satuan pendidikan untuk membantu menuntaskan Program Wajar

    Pendidikan Dasar sembilan tahun terdiri atas 10 wahana dan empat rumpun, baik

    pada tingkat SD maupun SMP, yaitu :

    1. “ Rumpun SD dan SMP yang terdiri atas SD dan SMP biasa, SD dan SMP kecil, dan SD dan SMP pamong;

    2. Rumpun SD dan SMP Luar Biasa yang terdiri atas SD dan SMP Luar Biasa, SDLB dan SMPLB, serta SD dan SMP Terpadu;

    3. Rumpun pendidikan luar sekolah yang terdiri atas program kelompok belajar paket A dan B (Kejar paket A untuk setingkat SD dan kejar

    paket B untuk setingkat SMP), serta kursus persamaan SD dan SMP;

    4. Rumpun sekolah keagamaan yang terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Pondok Pesantren”.

    23

    Bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan program Wajib

    Belajar Sembilan Tahun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

    1. “ SD/SMP Biasa, merupakan SD/SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam menghadapi situasi yang normal;

    2. SD/SMP Kecil, merupakan SD/SMP negeri yang diselenggarakan di daerah yang berpenduduk sedikit dan memenuhi persyaratan yang

    berlaku;

    3. SD/SMP Pamong, merupakan SD/SMP negeri yang didirikan untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak putus sekolah pada

    jenjang pendidikan SD/SMP dan atau anak lain yang tidak dapat

    datang secara teratur untuk belajar di sekolah;

    4. SD/SMP Terpadu, merupakan SD/SMP negeri yang menyelenggarakan pendidikan untuk anak yang menyandang kelainan fisik dan/atau

    mental bersama anak normal dengan menggunakan kurikulum yang

    berlaku di sekolah.

    5. Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Tsanawiyah, merupakan SD/SMP yang berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh pemerintah atau

    masyarakat di bawah bimbingan Departemen Agama (DEPAG)”.24

    Sasaran dalam program wajib belajar itu sendiri di antaranya anak usia SD

    atau sederajat (7–12 tahun), serta anak usia SMP/MTs atau sederajat (13–15

    tahun).

    23 Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun

    (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDI

    N_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf) 24 Sumantri, Mulyani, Dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, hal. 7

    http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf

  • 31

    Program wajib belajar Sembilan tahun memiliki keuntungan dan kerugian

    dalam pelaksanaannya. Ada pun keuntungan dari program wajib belajar Sembilan

    tahun adalah : (1) Mengembangkan potensi anak bangsa; (2) Melahirkan generasi

    penerus yang berkualitas; (3) Meringankan beban masyarakat. Sedangkan

    kelemahan dari program wajib belajar Sembilan tahun itu sendiri antara lain (1)

    Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai sehingga suasana belajar

    mengajar menjadi kurang nyaman; (2) Banyak di manfaatkan oleh para orang

    kaya yang tidak mau membayar mahal biaya sekolah anaknya; (3) Kurang

    kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya; (4) Guru tidak dapat mendidik

    siswanya secara maksimal.

    2.5.2 Tujuan Wajib Belajar Sembilan Tahun

    Secara umum, tujuan dari program wajib belajar sembilan tahun

    merupakan pencerminan dari tujuan yang terkandung dalam pembukaan UUD

    1954 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Program wajib belajar sembilan tahun juga mempunyai tujuan secara

    khusus. Ada pun tujuan khusus dari wajib belajar sembilan tahun adalah sebagai

    berikut :

    1. “ Meminimalkan jumlah anak putus sekolah; 2. Meningkatkan kualitas bangsa Indonesia; 3. Memperbaiki citra nusantara di mata dunia”.25

    25 http://www.scribd.com/doc/32974730/Program-Wajib-Belajar-9-Tahun

    http://www.scribd.com/doc/32974730/Program-Wajib-Belajar-9-Tahun

  • 32

    2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan

    Tahun

    Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, sejak dilaksanakan pada tahun

    1994/1995, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program

    tersebut di antaranya adalah :

    1. “ Faktor sosial budaya

    Sebuah program yang berkaitan dengan kebijakan publik akan

    berjalan dengan baik dan efektif diperlukan sosialisasi berupa pengertian

    yang baik dan tepat kepada masyarakat tentang pentingnya program ini di

    jalankan, agar mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh elemen

    masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

    program wajar 9 tahun jika ditinjau dari sudut sosial budaya adalah

    sebagai berikut :

    a. Faktor orang tua.

    Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola untuk

    mendidik anak. Sebab hal ini akan berubungan dengan persepsi

    orang tua terhadap sekolah itu sendiri yang dihubungkan

    dengan pengalaman individu dalam mengamati sekolah dan

    kaitannya dengan kejadian sehari-hari di lingkungannya. Pada

    sebagian masyarakat kecakapan baca tulis sebagaimana

    kecakapan lulusan SD pada umumnya digunakan untuk

    mengubah standar hidup. Gambaran kehidupan semacam ini

    dapat membentuk opini sebagian masyarakat untuk kurang

  • 33

    menghargai sekolah dan lulusannya. Dalam kondisi seperti ini

    beberapa kemungkinan bisa terjadi, seperti tidak

    menyekolahkan anaknya, memperhentikan anaknya sebelum

    tamat, atau tidak mau tahu tentang bangunan atau keberadaan

    sekolah di lingkungannya.

    b. Faktor Tradisi Masyarakat.

    Tradisi dan kebiasaan masyarakat sering menghalangi

    partisipasi anak untuk ke sekolah. Dari beberapa daerah masih

    ada tradisi anak untuk ikut bepergian jauh bersama orang

    tuanya, misalnya mengunjungi familinya, orang tua tidak

    merasakan rugi meski harus mengajak anaknya untuk

    meninggalkan sekolah dalam jangka waktu yang lama.

    Tradisi yang lain adalah masih banyaknya orang di dalam

    kehidupan bermasyarakat yang beranggapan mendidik anak

    perempuan kurang menguntungkan, sehingga orang tua enggan

    untuk menyekolahkan anak perempuan. Karena pada akhirnya

    perempuan akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya

    mengurusi pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tidak

    memerlukan sekolah tinggi.

    Tradisi lain di masyarakat adalah tentang menikahkan anak

    perempuan di usia belia. Sebab jika mempunyai anak gadis

    yang dianggap cukup umur tetapi belum menikah dianggap

  • 34

    perempuan yang tidak laku, hal itu menjadi beban dan aib

    dalam keluarga.

    2. Faktor Agama

    Pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru juga dapat

    mempengaruhi keberhasilan terhadap program wajar 9 tahun padahal

    partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program

    ini. Khususnya pemeluk agama Islam yang sebagian besar pemeluk di

    Indonesia.

    Ada pemahaman yang salah yang berkembang di masyarakat, yaitu

    pendidikan Agama lebih penting dari pada pendidikan umum. Ada

    beberapa orang tua yang merasa kalau pendidikan di pesantren akan lebih

    dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan anak daripada harus

    menyekolahkan anak ke sekolah umum. Sehingga begitu tamat dari

    pesantren, anak tidak dapat melanjutkan ke sekolah umum dikarenakan

    perbedaan kurikulum yang ada, sehingga mau tidak mau anak terpaksa

    berhenti sekolah. .

    3. Faktor Ekonomi

    Kemiskinan biasanya akan mempengaruhi aspek-aspek lain

    termasuk pendidikan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa angka

    kemiskinan masih menduduki presentasi tinggi. Berdasarkan data Badan

    Pusat Statistik (BPS), “ jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

    pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

    Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,12 juta (11,96%), turun 0,89 juta

  • 35

    dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar

    30,02 juta (12,49%). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk

    miskin di daerah perkotaan berkurang 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta

    pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta pada Maret 2012), sementara di

    daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta pada Maret

    2011 menjadi 18,48 juta pada Maret 2012)”.26

    Angka kemiskinan tersebut

    berbanding lurus dengan angka usia putus sekolah”.27

    2.6 Kerangka Pikir

    Gambar 1. Kerangka pikir penelitian “ Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

    program wajib belajar sembilan tahun”.

    Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh

    warga negara Indonesia. Keberhasilan program wajib belajar sembilan tahun tidak

    hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab

    masyarakat dalam menyukseskan program tersebut yang dapat terlihat dari

    partisipasinya. Partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di

    26 http://www.bps.go.id/ 27 http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-

    khamdan-m-pd-i/

    Persepsi orang tua

    terhadap pendidikan

    Partisipasi masyarakat dalam

    Pelaksanaan Program Wajib

    Belajar Sembilan Tahun

    Keadaan ekonomi

    orang tua

    http://www.bps.go.id/http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-khamdan-m-pd-i/http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-khamdan-m-pd-i/

  • 36

    antaranya persepsi orang tua terhadap pendidikan serta keadaan ekonomi orang

    tua.

    Persepsi orang tua serta keadaan ekonomi orang tua akan sangat

    berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib

    belajar sembilan tahun. Apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan baik, serta

    keadaan ekonomi orang tua mencukupi, maka partisipasi masyarakat dalam

    program wajib belajar sembilan tahun akan baik, sehingga pelaksanaan program

    wajib belajar akan mengalami kesuksesan. Sebaliknya apabila persepsi orang tua

    terhadap pendidikan itu kurang baik di tambah lagi dengan keadaan ekonomi

    orang tua yang kurang baik, hal ini akan mengakibatkan partisipasi masyarakat

    dalam program wajib belajar sembilan tahun menjadi kurang baik, sehingga

    pelaksanaan program wajib belajar itu sendiri akan mengalami ketidakberhasilan.

    2.7 Penelitian Terdahulu

    Penelitian yang juga membahas tentang partisipasi masyarakat dalam

    pelaksanaan program wajib belajar adalah :

    Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Setiabudi (2012) Universitas

    Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur. Penelitian dengan judul

    Partisipasi Masyarakat dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kecamatan

    Magersari Kota Mojokerto. Masalah dalam penelitian ini adalah adanya siswa

    putus sekolah di kecamatan Magersari, data yang diberikan oleh dinas Pendidikan

    yaitu siswa putus sekolah untuk MI 1 siswa, SMP 10 siswa, SMA 45 siswa, SMK

    143 siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

    kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan angka putus sekolah tidak ada di

  • 37

    kecamatan Magersari. Hal ini dapat dilihat dari APM (Angka Partisipasi Murni)

    untuk SD 119.79%, SMP 105.98% dan SMA 148.63%. APK (Angka Partisipasi

    Kasar) untuk SD 132.84%, SMP 149.30% dan SMA 191.12%. Hal ini

    dikarenakan masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan, pengawasan,

    pelaksanaan maupun evaluasi terhadap program sekolah baik secara langsung

    maupun tidak langsung melalui komite sekolah.28

    28 Setiabudi, Dwi, 2012, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di

    Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa

    Timur.