BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola...

34
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Olahraga Futsal Olahraga futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola dengan menggunakan kaki. Permainan futsal dilakukan oleh lima orang pemain setiap tim berbeda dengan sepak bola konvensional yang pemainnya berjumlah sebelas orang setiap tim. Ukuran lapangan dan ukuran bolanya pun lebih kecil dibandingkan ukuran yang digunakan dalam sepak bola lapangan rumput. Aturan permainan dalam olahraga futsal dibuat sedemikian ketat oleh Federation of International Football Association (FIFA) agar permainan ini berjalan dengan fair play dan juga sekaligus untuk menghindari cedera yang terjadi. Ini disebabkan lapangan yang digunakan untuk pertandingan internasional bukan dari rumput, tetapi dari kayu atau rubber / plastik dengan ukuran lapangan yang lebih kecil dan jumlah pemain yang lebih sedikit. Permainan futsal cenderung lebih dinamis karena gerakan yang cepat (Lhaksana, 2012). Futsal merupakan olahraga yang dinamis, dimana pemainnya dituntut untuk selalu bergerak dan dibutuhkan keterampilan teknik yang baik serta determinasi yang tinggi. Dilihat dari segi teknik keterampilan futsal hampir sama dengan lapangan rumput, hanya perbedaan yang paling mendasar futsal banyak

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola...

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Olahraga Futsal

Olahraga futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang

masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola

ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola dengan menggunakan kaki.

Permainan futsal dilakukan oleh lima orang pemain setiap tim berbeda dengan

sepak bola konvensional yang pemainnya berjumlah sebelas orang setiap tim.

Ukuran lapangan dan ukuran bolanya pun lebih kecil dibandingkan ukuran yang

digunakan dalam sepak bola lapangan rumput. Aturan permainan dalam olahraga

futsal dibuat sedemikian ketat oleh Federation of International Football

Association (FIFA) agar permainan ini berjalan dengan fair play dan juga

sekaligus untuk menghindari cedera yang terjadi. Ini disebabkan lapangan yang

digunakan untuk pertandingan internasional bukan dari rumput, tetapi dari kayu

atau rubber / plastik dengan ukuran lapangan yang lebih kecil dan jumlah pemain

yang lebih sedikit. Permainan futsal cenderung lebih dinamis karena gerakan yang

cepat (Lhaksana, 2012).

Futsal merupakan olahraga yang dinamis, dimana pemainnya dituntut

untuk selalu bergerak dan dibutuhkan keterampilan teknik yang baik serta

determinasi yang tinggi. Dilihat dari segi teknik keterampilan futsal hampir sama

dengan lapangan rumput, hanya perbedaan yang paling mendasar futsal banyak

9

mengontrol atau menahan bola dengan menggunakan telapak kaki (sole), karena

permukaan lapangan yang keras para pemain harus menahan bola tidak boleh jauh

dari kaki, jika jauh dari kaki dan dengan ukuran lapangan yang lebih kecil pemain

lawan akan mudah merebut bola (Lhaksana, 2012)

Futsal menuntut pemain memiliki kemampuan permainan yang mencakup

offence-defence, skill / ability, power balance dan stamina / endurance. Intinya

terdapat dua karakter permainan futsal, yaitu dinamis dan keseimbangan. Dinamis

mencakup kemampuan improvisasi pergerakan transisi secara tim dari pola

menyerang-bertahan atau bertahan-menyerang, karena jika hanya dilakukan

secara monoton, maka kubu lawan akan dengan mudah untuk mengantisipasinya.

Dinamis juga mencakup kemampuan pengolahan bola (skill / ability) secara

individual, pergerakan pemain yang dinamis saat menguasai bola dengan

melakukan shelding, keeping, zig-zag dan trik-trik lainnya, akan mempersulit

lawan untuk membaca arah bola. Keseimbangan dalam permainan futsal

mencakup kemampuan menyerang dan bertahan (offence-defence) setiap pemain

yang harus sama baiknya. Keseimbangan juga mencakup kekuatan keseimbangan

tubuh pemain (power balance) saat melakukan duel satu lawan satu, atau saat

menjaga pengolahan bola tetap berada dalam penguasaan saat bola hendak direbut

oleh lawan (Chandra, 2012)

2.1.1 Teknik Dasar Futsal

Permainan futsal merupakan permainan olahraga beregu yang

membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain membutuhkan

keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim, permainan futsal

10

juga merupakan cabang olahraga yang memiliki unsur gerak yang kompleks.

Dalam pelaksanaannya pada permainan futsal terlibat beberapa unsur

penguasaan keterampilan diantaranya penguasaan keterampilan teknik,

keterampilan taktik, keterampilan fisik, serta mental. Seorang pemain dalam

permainan futsal dituntut untuk dapat menguasai teknik dasar yang baik hal

ini dilakukan untuk mendapatkan efektivitas serta efesiensi dalam bermain

futsal. Beberapa unsur gerak yang terlibat antaranya gerakan berlari,

melompat, meloncat, menendang, menghentikan bola, menggiring bola, serta

menangkap bola khusus bagi penjaga gawang. Selain itu gerakan saat

bermain futsal memaksa pemain utuk berlari kesegala arah sehingga

membutuhkan keseimbangan yang baik untuk mendapatkan performa yang

baik (Ajis, 2014).

Pemain futsal harus memiliki atau menguasai beberapa komponen

teknik dasar yang harus diperhatikan seperti mengumpan (passing), menahan

(kontrolling), menggiring (dribbling), mengumpan lambung (chipping) dan

menembak (shooting). Passing digunakan paling banyak sepenjang

permainan, dibandingkan dengan teknik dasar yang lain. Passing merupakan

salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

permain, karena dengan lapangan yang rata dan ukuran yang kecil dibutuhkan

passing yang keras dan akurat. Controlling adalah kemampuan pemain saat

menerima bola, kemudian berusaha mengusai bola sampai saat pemain

tersebut akan melakukan gerakan selanjutnya terhadap bola. Gerakan

selanjutnya tersebut seperti mengumpan, menggiring atau menembak ke

11

gawang. Teknik controlling dominan digunakan dengan kaki, meskipun dapat

dilakukan dengan semua anggota badan selain tangan. Dribbling adalah

kemampuan pemain dalam menguasai bola dengan baik tanpa dapat direbut

oleh lawan, baik dengan berjalan, berlari, berkelok maupun berputar. Tujuan

dribbling adalah untuk melewati lawan, mengarahkan bola ke ruang kosong,

melepaskan diri dari kawalan lawan, membuka ruang untuk kawan, serta

menciptakan peluang untuk melakukan shooting ke gawang. Shooting adalah

tendangan kearah gawang untuk menciptakan gol. Shooting mempunyai ciri

khas laju bola yang sangat keras dan cepat dan harus memadukan antara

kekuatan dan akurasi tembakan. Shooting dapat dilakukan dengan semua

bagian kaki, terutama pada punggung kaki, sisi kaki bagian dalam, dan sisi

kaki bagian luar. Chipping adalah gerakan menendang bola yang lebih

mengutamakan akurasi tendangan tanpa menggunakan kekuatan dan

kecepatan tendangan. Gerakan menendang yang dimaksud lebih cenderung

sebagai gerakan menyodok bola biasanya dilakukan untuk mengumpan

maupun memasukan bola ke gawang lawan (Agus, 2009).

Keseimbangan sangat diperlukan dalam melakukan teknik-teknik

bermain futsal. Karena saat bergerak pemain dituntut untuk mempertahankan

posisinya agar tidak jatuh dan mempertahankan bola tetap dalam penguasaan

sehingga pemain dapat melakukan tugasnya untuk mengumpan bola bahkan

menciptakan gol (Agus, 2009)

12

2.2 Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relative untuk mengontrol

pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity)

terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai

gerakan di setiap gerakan disetiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem

musculoskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa

tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas

secara efektif dan efisien (Indiraf, 2010).

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan

kesetimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan

dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan

keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah

tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat

massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi

bagian tubuh ketika bagian tubuh yang lain bergerak (Irfan, 2010).

Terdapat dua macam keseimbangan yaitu keseimbangan statis dan

dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh

dalam keadaan diam. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak (Irfan, 2010).

Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan

keseimbangan selama transisi dari dinamis ke statis yang membutuhkan integrasi

visual, vestibular, dan input proprioseptik untuk menghasilkan respon kontrol

tubuh untuk berada dalam base of support (Distefano, 2009). Keseimbangan

13

dinamis adalah kemampuan untuk bergerak dan mengubah arah dari berbagai

kondisi seperti berlari tanpa terjatuh (Clark, 2014).

Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik

dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk dan

berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya. Kontrol

postur dan gerakan terjadi karena aktivitas motorik somatik sangat bergantung

pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik spinalis dan saraf homolog

yang terdapat di nucleus motorik saraf kranialis (Irfan, 2010).

Keseimbangan tubuh diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam

mengontrol alat-alat bersifat neuromuscular. Menurut Frans dan Deutch dalam

penelitian Santika (2014) mendefinisikan keseimbangan tubuh sebagai

kemampuan untuk mempertahankan equilibrium saat diam dan pada waktu

melakukan gerakan. Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa

keseimbangan tubuh adalah kemampuan seseorang dalam mempertahankan

equilibrium tubuhnya dalam keadaan diam atau bergerak. Equilibrium itu sendiri

dapat diartikan sebagai kualitas absolut, yang memiliki pengertian jumlah semua

tenaga (force) yang bekerja saling berlawanan pada sebuah benda yang sama

dengan nol.

Kestabilan merupakan komponen penting dari keseimbangan, karena

kestabilan adalah suatu komponen dalam menahan seluruh gaya yang

mempengaruhi susunan tubuh manusia agar tetap seimbang. Gaya yang dimaksud

adalah tenaga internal dan eksternal yang bekerja pada tubuh. Bekerjanya gaya

yang dapat internal atau eksternal dimana gaya yang dihasilkan oleh tubuh yang

14

dikenakan oleh benda atau badan lain sedangkan gaya eksternal ialah gaya dari

luar tubuh. Dalam kinesiologi, gaya internal ialah gaya otot-otot yang bekerja

pada berbagai struktur badan. Gaya eksternal yang paling terkenal ialah berat atau

gaya gravitasi (Santika, 2014).

Keseimbangan tubuh digunakan dalam aktivitas gerak seperti berdiri,

melompat, menendang dan banyak posisi tubuh melawan gaya gravitasi bumi.

Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan

melalui mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi dan apparatus

vestibular di dalam telinga. Aparatus vestibular mendeteksi perubahan sinyal

mengaktifkan respon motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan

keseimbangan. Respon ini menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota

gerak dan tubuh serta otot penggerak kepala. Menurut Nala (2011) reseptor yang

berada dalam telinga amat sensitif terhadap perubahan posisi kepala dan arah

gerakan. Gerakan kepala merupakan rangsangan bagi reseptor apparatus

vestibular. Rangsangan ini dikirim ke pusat pengatur keseimbangan tubuh yang

ada di otak melalui urat saraf aferen. Setelah rangsangan diterima oleh otak, maka

diperintahkan melalui saraf motorik kepada otot skeletal, agar otot ini

mengadakan gerakan, kontraksi atau relaksasi untuk mengantisipasi keadaan,

sehingga posisi tetap seimbang terkendali. Reseptor ini amat peka terutama

terhadap perubahan percepatan linear (lurus) dan angular (berputar). Dalam

olahraga fungsi alat vestibular ini amat berperan untuk ikut menjaga

keseimbangan tubuh. Pusat keseimbangan tubuh pada otak juga menerima

pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata

15

juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak ini. Dengan demikian

terjadi kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat keseimbangan tubuh ini

dalam mengatur keseimbangan tubuh (Santika, 2014).

2.2.1 Mekanisme Keseimbangan Dinamis

Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh

akan ditangkap oleh receptor vestibular, visual dan proprioseptik. Dari ketiga

reseptor tersebut, reseptor vestibular yang punya kontribusi paling besar

(50%) kemudian receptor visual dan yang paling kecil konstribusinya adalah

proprioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh,

cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk.

Terjadilah permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium

menerobos masuk ke dalam sel (infux), infux Ca menyebabkan depolarisasi

dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (glutamate), saraf aferen

(vestibularis) dan pusat-pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010)

Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita

untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah

proprioseption yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan

posisi bagian sendi atau tubuh dalam bergerak (Brown, 2006). Beberapa jenis

reseptor sensorik diseluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan

tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal

maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada

peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi

klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan keseimbangan pada

16

atlet membantu mereka mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann,

2002). Proprioseption dihasilkan melalui respon secara simultan, visual,

vestibular, dan sistem somatosensori, yang masing-masing memainkan peran

penting dalam menjaga stabilitas postural. Fungsi dari sistem somatosensori

yang paling diperhatikan adalah peningkatkan proprioseption. Meliputi

integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam

mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak. Sistem

somatosensori mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang

terletak di ligamen, kapsul sendi tulang rawan, dan geometri tulang yang

terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptors sensorik khusus

bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis

yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann, 2002). Mereka

yang bertanggung jawab untuk proprioseption umumnya terletak di sendi,

tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak

di facia dan kulit (Berbudi, 2014).

Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di

tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami

gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance),

sistem indera yang mengatur / mengontrol keseimbangan seperti visual,

vestibular, dan somatosensoris (tactile & proprioceptive) (Berbudi, 2014).

Sistem visual (penglihatan) memegang peran penting dalam sistem

sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan

membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan

17

keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau

dinamis. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan

dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk

mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita

berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari

obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Dengan informasi visual, maka

tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada

lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh (Berbudi, 2014).

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi

penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerak bola mata. Reseptor

sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular

meliputi analis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem

sensori ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine

mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui

refleks vestibulo-occular, mereka mongontrol gerak mata, terutama ketika

melihat objek yang begerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf

kranialis VIII ke nucleus vestibular yang berlokasi di bidang otak. Beberapa

stimulus tidak menuju nucleus vestibular tetapi ke serebelum, formation

retikularis, thalamus dan korteks serebri (Hakim, 2009).

Nucleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor

labyrinthine, reticular formasi dan serebelum. Kelaran (output) dari nucleus

vestibular menuju ke motor neuron melalui medulla spinalis, terutama ke

18

motor neuron yang mempersarafi otot-otot proksimal, kumparan otot pada

leher dan otot-otot punggung (postural). Sistem vestibular bereaksi sangat

cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan

mengontrol otot-otot postural (Hakim, 2009).

Sistem somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan

saling berhubungan satu sama lainnya yang mana sistem somatosensori

memiliki tiga neuron yang panjang yaitu primer, sekunder dan tersier. Sistem

somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia dan

vertebrata lainnya. Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neuron

di pinggiran (kulit, otot dan organ-organ misalnya), ke neuron yang lebih

dalam dari sistem saraf pusat (Berbudi, 2014).

Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang

terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas

sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception (posisi tubuh), dan

nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka,

tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi

disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar

masukan (input) proprioseption menuju serebelum, tetapi ada pula yang

menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Willis,

2007).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian

bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi.

Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di

19

synovia dan ligamenum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit

jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi

tubuh dalam ruang (Bebudi, 2014).

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan

jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan

keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada

ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat

berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.

Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan

jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari

perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot

yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan

kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi

gerak tertentu (Nugroho, 2011).

Adaptive sistems merupakan kemampuan adaptasi akan memodifikasi

input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan sesuai

dengan karakteristik lingkungan. Lingkup gerak sendi juga merupakan

komponen penting keseimbangan dimana kemampuan sendi untuk membantu

gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerak yang memerlukan

keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).

20

2.2.2 Komponen-komponen Keseimbangan Dinamis

1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity - COG)

Center of Gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat

pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat

gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari

Center of Gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda

secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh

titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi

perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah,

maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable).

Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai

dengan arah atau perubahan berat, jika Center of Gravity terletak

di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan seimbang, jika

berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada

manusia gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan

vertebrae sacrum 2 (Berbudi, 2014).

Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor,

yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu,

ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu

serta berat badan (Hakim, 2009).

21

2. Garis Gravitasi (Line of Gravity – LOG)

Garis gravitasi (Line of Gravity) adalah garis imajiner

yang berada vertical melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas

tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat

gravitasi dengan Base of Support (bidang tumpu) (Berbudi, 2014).

Garis gravitasi didefinisikan sebagai sebagai imajiner

yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat

goemetris dari base of support pada posisi keseimbang. Kontrol

postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi

berakhir pada base-nya (Gambar 2.1) (Nugroho, 2011).

Gambar 2.1 Line of Gravity

(Irfan, 2010)

3. Bidang Tumpu (Base of Support – BOS)

Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang

berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi

22

tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang.

Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu.

Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya

berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri

dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat

gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Irfan, 2010).

Posisi keseimbangan statis memiliki bsae of support yang

luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga

garis gravitasi selama hal tersebut dilakukan. Berdiri

menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan

berdiri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang

terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Gambar 2.2)

(Irfan, 2010).

Gambar 2.2 Base of Support

(Irfan,2010)

4. Kekuatan Otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot

menghasilkan tegangan dengan tenaga selama usaha maksimal

baik secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot

23

dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat

merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan

baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari

dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke

kantor, dan lain sebagainya (Berbudi, 2014).

Saat otot berkontraksi muscular junction melepas

asetilkolin dan plate sehingga terjadi potensial aksi pada

membran plasma sel otot. Asetilkoline membuat ion Na+ dapat

masuk ke membran plasma sel otot sehingga terjadinya

perubahan muatan yaitu depolarisasi. Impuls elektrik disebarkan

pada membran plasma sel otot dan pada serabut sel otot melalui

tubulus transverses ion Na bersifat impermeable terhadap

membran plasma sel otot sedangkan ion K bersifat permeable

terhadap membran plasma sel otot, sehingga dalam hal ini

asetilkolin diperlukan. Ion Ca2+

dilepaskan oleh reticulum

sarkoplasma melalui terminal sisterna, Ion Ca2+

berikatan dengan

troponin. Tropomiosin bergeser binding site bergeser membuka

kepala myosin dan aktin sehingga cros bridge terjadi. Energi yang

digunakan dari hidrolosis ATP-ADP, digunakan untuk

menggerakkan aktin ke pusat sarkormer, sehingga timbul

kontraksi (Khoiriyah, 2014).

Relaksasi terjadi jika Ion Ca2+

dipompa lagi masuk ke

dalam reticulum sarkoplasma secara transport aktif dengan

24

bantuan ATP, sehingga binding site aktin kembali tertutupi oleh

tropomiosin, cross bridge tidak dapat terjadi dan terjadi relaksasi

(Khoiriyah, 2014).

2.2.3 Faktor-faktor Keseimbangan Dinamis

1. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang secara substansial

meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa kegiatan

sehari-hari (berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah, berkebun)

maupun aktivitas olahraga (berenang, dansa, sepakbola, fitness)

Lord (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa

instabilitas postural semata-mata disebabkan oleh inaktivitas.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat menjadi faktor yang mempengaruhi

keseimbangan, walaupun sampai saat ini penyebabnya belum

jelas. Era (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa

pria lebih cenderung mengalami instabilitas postural dibindangkan

wanita, sedangkan peneliti lain seperti Oversall (dalam penelitian

Husein, 2006) menemukan sebaliknya, yaitu bahwa wanita lebih

banyak yang mengalami gangguan keseimbangan postural.

Patofisiologi perbedaan keseimbangan pada gender ini belum

jelas. Meskipun wanita rata-rata mempunyai ukuran serebelum

yang lebih kecil dibandingkan pria dan secara fisik otot-ototnya

25

juga lebih kecil, tetapi wanita secara fisik mempunyai fleksibilitas

sendi, gerakan dan koordinasi yang lebih baik dan lebih halus.

Gerakan dan koordinasi yang lebih halus tersebut mungkin

disebabkan karena wanita mempunyai substansia grisea otak,

percabangan dendrit dan koneksi antar-neuron yang lebih banyak

dibandingkan pria (meskipun ukuran otak wanita lebih kecil).

Meskipun demikian penelitian lain tidak menemukan perbedaan

antar jenis kelamin.

3. Usia

Fungsi organ-organ keseimbangan mulai mengalami penurunan

seiring dengan pertambahan usia. Pada anak usia 10 sampai

dengan 12 peningkatan perkembangan keseimbangan meningkat

dengan baik. Pada setiap usia anak terjadi peningkatan

perkembangan keseimbangan. Secara teori perkembangan manusia

manusia dimulai dari bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya

akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur di atas 60 tahun.

Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah (Husein,

2006).

4. Fungsi Kognitif

Akhir-akhir ini beberapa penelitian menunjukkan penurunan

fungsi kognitif berkaitan dengan penurunan fungsi keseimbangan,

terutama keseimbangan dinamis.

26

5. Ketajaman Visual

Ketajaman visual juga kadang-kadang disebut sebagai salah satu

faktor yang mempengaruhi keseimbangan. Penurunan ketajaman

visus, persepsi kedalaman dan sensitifitas kontras berhubungan

signifikan dengan jatuh dan dengan instabilitas postural (Husein,

2006).

6. Gangguan Proprioseptif

Faktor lain yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor

yang mempengaruhi keseimbangan postural adalah gangguan

proprioseptif. Proprioseptif mempunyai peranan penting dalam

keseimbangan karena fungsi proprioseptif merupakan faktor

independen untuk terjadinya gangguan keseimbangan postural.

Meskipun dengan fungsi visual yang baik, orang dengan gangguan

proprioseptif secara bermakna mengalami instabilitas postural

(Husein, 2006).

7. Index Massa Tubuh

Index massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan dan tinggi badan seseorang dengan rumus :

Berat Badan (Kg)

IMT =

Tinggi Badan2 (m)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki

pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness

27

dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan

dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan),

encurance (daya tahan), balance (keseimbangan), agility

(kelincahan) serta power (daya ledak) (Husein, 2006).

8. Psikologis

Kepribadian olahragawan dalam lingkungan social tertentu

sebagai kesatuan bio-sosial merupakan pusat pelatihan yang

memungkinkan perkembangan prestasi baru. Situasi tertentu dapat

berkonsentrasi secara maksimal akan mampu menyelesaikan

pelatihan dengan baik. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat

meningkatkan keberanian dalam menyelesaikan pelatihan yang

lebih sulit (Santika, 2014).

2.2.5 Pengukuran Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan dinamis dapat diukur dengan menggunakan Y Balance

Test (Gambar 2.3) (Williams, 2014). Y balance Test adalah bentuk tes

keseimbangan dengan jangkauan tiga arah yaitu anterior, posteromedial dan

posterolateral. Tes ini juga baik untuk keterampilan keseimbangan komponen

kognitif yang kuat.

Gambar 2.3 Y Balance Test

(Williams, 2014)

28

Untuk melakukan tes peserta berdiri di centre of grid dengan satu

kaki, kemudian kaki yang lain menjangkau garis satu per satu (anterior-

posterolateral-posteromedial). Setelah menjangkau satu arah peserta dapat

beristirahat 5 detik untuk melajutkan jangkauan berikutnya. Tes ini dilakukan

dengan tiga kali percobaan dengan mengambil hasil jangkauan terbaik. Tes

ini dikatakan gagal jika peserta kehilangan keseimbangan, kaki yang

menjangkau menyentuh lantai dan tes ini dikatakn gagal pula jika kaki yang

menapak keluar dari centre or grid (William, 2013). Gabungan dari hasil

jangkauan ketiga arah tersebut dihitung dengan menggunakan perhitungan:

(anterior + posteromedial + posterolateral)

Nilai jangkauan = x 100

(3 x panjang tungkai)

Intraclass correction coefficients (ICC) untuk tes ini reabilitas

intratates nya berkisar 0,85 – 0,91 dan untuk reabilitas interrater berkisar 0,91

– 1,00 ( Plisky, 2009).

2.3 Core Exercise

Core exercise merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot inti. Jika

otot-otot inti kuat dan fleksibel anggota gerak atau ekstrimitas akan bergerak

dengan efisiensi yang lebih besar. Core muscle yang termasuk; rectus

abdominalis, transversus abdominalis, obliqus internus abdominalis, obliqus

externus abdomini, multifudus, erector spine, quadratus lumborum, dan

diafragma. Diafragma adalah otot utama untuk menghirup napas pada manusia

29

dan lain sebagainya, sangat penting dalam memberikan kekuatan core stability

saat bergerak dan mengangkat beban (Marguerite, 2013).

Core Exercise dapat meningkatkan stabilitas postur yang baik, sehingga

mendukung efisiensi gerakan pada lengan dan tungkai (ekstremitas). Ini berarti,

seiring peningkatan kekuatan otot-otot inti juga menghasilkan peningkatan pada

anggota gerak (Hemphill, 2012).

Menurut Hemphill (2012), berdasarkan pergerakan tubuh core exercise

terdapat dua macam yaitu, static core exercise dan dynamic core exercise. Static

core exercise yaitu latihan otot-otot inti dengan kontraksi otot secara isometric

atau dengan tanpa adanya gerakan tubuh. Otot-otot tidak memanjang atau

memendek sehingga tidak ada nampak suatu gerakan yang nyata, meskipun

demikian di dalam otot ada tegangan (tension) dan semua tenaga yang dikeluarkan

di dalam otot diubah menjadi panas.

Dynamic core exercise merupakan latihan otot-otot inti dilakukan secara

aerobik yang melibatkan kinerja otot tubuh dalam gerak penuh dengan kontraksi

isotonis. Dalam kontraksi isotonis akan tampak suatu gerakan dari anggota-

anggota tubuh yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot

sehingga terdapat perubahan dalam panjang otot. Untuk mendapatkan hasil yang

lebih efektif harus melibatkan kinerja otot lengan, otot pinggang, dan perut dalam

gerak penuh.

Menurut Amen & Dobinson (2007), core exercise melibatkan sistem otot,

sistem sendi, sistem saraf, dan terjadi dalam tiga bidang gerak. Saat melakukan

gerakan kesalah satu bidang gerak tubuh, maka otot yang bekerja tidak murni

30

sebagai pencetus gerakan tersebut, tetapi dibantu oleh otot lain yang berada

disekitar bidang gerak tersebut.

Core exercise secara efektif harus melibatkan otot-otot yang meliputi

abdominal muscles and back muscles (erector spine). Otot inti berkontribusi

dalam efektivitas gerak ekstremitas (Larry, 2009). Berdasarkan pergerakan tubuh,

fungsi core muscle dapat dibagi menjadi dua yaitu static core function dan

dynamic core function (Quinn, 2013).

Fungsi static core muscle adalah kemampuan seseorang untuk

menyelaraskan dan menstabilitasi / menjaga tubuh tetap diam melawan dorongan

kekuatan dari luar. Ketika atlet menembak menjaga tubuhnya tetap diam melawan

dorongan tolakan yang ditimbulkan dari tembakan peluru.

Fungsi dynamic core muscle adalah menjaga keseimbangan tubuh saat

bergerak. Sebelum seseorang melakukan gerakan yang lebih dulu mesti dilakukan

adalah menciptakan keseimbangan tubuh untuk menggerakkan anggota lainnya

secara fungsional. Ketika berjalan di lereng, tubuh harus melawan gravitasi sambil

bergerak dalam arah, dan menyeimbangkan dirinya sendiri di tanah yang tidak

rata. Hal ini akan memaksa tubuh untuk menyesuaikan tulang dengan cara

menyeimbangkan tubuh, sementara pada saat yang sama mencapai momentum

melalui mendorong terhadap tanah yang berlawanan arah gerakan yang

dikehendaki. Pada awalnya, mungkin tampak bahwa kaki adalah penggerak utama

dari tindakan ini, tetapi tanpa keseimbangan kaki hanya akan menyababkan orang

jatuh. Oleh karena itu, penggerak utama berjalan adalah stabilitas core muscle dan

kemudian kaki bergerak stabil dengan menggunakan otot kaki.

31

Pada prinsipnya, core exercise adalah gerak penguatan dan penguluran

yang bertujuan mengaktifkan otot-otot di daerah perut dan punggung bagian

dalam. Dari prinsip tersebut, pada gerak flexi trunk otot agonisnya akan

mengalami penguatan sedangkan antagonis mengalami penguluran. Begitu juga

sebaliknya pada saat extensi trunk otot antagonisnya mengalami penguatan,

sedangkan agonisnya mengalami penguluran (Amen, 2007).

Otot-otot abdominal diperlukan untuk meningkatkan tekanan pada perut

yaitu Intra Abdominal Pressure, untuk menopang trunk, menurunkan beban pada

otot-otot spine, dan meningkatkan stabilitas trunk. Kontribusi diapraghma pada

intra abdominal pressure penting sebelum menginervasi gerakan-garakan dari

ektremitas atau anggota gerak, sehingga trunk menjadi stabil. Sedangkan pada

abdominal yang terdiri dari muscle (m) tranversus abdominalis, m. obliqus

internus abdominis, m. bliqus externus abdominis, dan m. rectus abdominalis.

Kontraksi muscle (m) tranversus abdominalis meningkatkan intra abdominal

pressure dan tekanan fascia thorakaolumbal (Clyton, 2012).

Kontraksi otot abdominal akan meningkatkan bracing dari lumbar spine.

M. rectus abdominalis dan m. oblique abdominal mengaktivasi pola pada gerakan

anggota gerak bawah, sekaligus memberikan postural support sebelum anggota

gerak bawah bergerak. Oleh karena itu, kontraksi yang meningkatkan tekanan

intra abdominal terjadi sebelum gerakan segmen yang besar pada anggota gerak

atas (Quinn, 2012).

Pada segmen spine terjadi stabilisasi sebelum adanya gerakan-gerakan ada

anggota gerak yang terjadi untuk membuat anggota gerak menjadi lebih stabil

32

dalam melakukan gerak dan aktivasi otot. Pada sebagian kecil short muscle seperti

m. multifidus dan m. erector spine memberikan kontribusi stabilisasi pada colum

vertebre mengikuti gerak tubuh dan fungsi untuk bekerja lebih efisien dalam

mengontrol gerakan spine (Clark, 2012).

Core exercise melibatkan sistem otot, sistem sendi, sistem saraf, dan

terjadi dalam tiga bidang gerak. Dalam mempertahankan stabilitas pada semua

bidang gerak, otot-otot teraktivasi dalam pola yang berbeda dari fungsi utamanya.

Diantaranya m. quadratus lumborum fungsi utamanya sebagai stabilisator saat

aktivasi dari bidang frontal. Aktivasi m. quadratus lumborum terjadi pada

gabungan dengan flesi, ekstensi dan lateral fleksi untuk menopang spine dalam

bidang gerak. Perang m. quadratus lumborum berlawanan dengan aktivasi

diafragma. Otot diafragma merupakan otot utama untuk menghirup napas pada

manusia dan sangat penting dalam memberikan kekuatan saat bergerak dan

mengangkat benda (Willardson, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Hasari (2012) core exercise dapat

meningkatkan keseimbangan pada lansia, dan juga atlet untuk meningkatkan

performa.

2.3.1 Core Exercise terhadap Kesimbangan Dinamis

Core exercise dapat membentuk kekuatan otot-otot postural, hal ini

akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat

meningkatkan keseimbangan. Pada core exercise terjadi peningkatan

fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka

33

terjadi penguluran atau stretch pada otot-otot antagonisnya atau otot

berlawanan. Selain itu kekuatan fleksibilitas keduanya memiliki saling

keterkaitan.

Untuk membuat fondasi keseimbangan tubuh yang baik maka otot-

otot core harus dilatih dengan benar, sehingga mempunyai kemampuan untuk

menyangga batang tubuh kita dengan baik. Latihan-latihan memperkuat otot-

otot core merupakan latihan yang dibe rikan pada fase awal latihan kekuatan,

sebelum melatih tujuan latihan kekuatan lainnya seperti kekuatan daya tahan

(strength endurance), kekuatan maksimal (maximal strength) dan kekuatan

yang cepat (speed strength / power) (Hermawan, 2012).

Memulai latihan core dapat dilakukan dengan menggunakan beban

badan sendiri, kemudian bisa diangkat dengan mempersulit gerakan.

Misalnya dari squat dengan satu kaki dipersulit dengan melakukan squat

dengan satu kaki. Selain latihan menggunakan badan sendiri sudah latihan

core dapat dibantu dengan beberapa alat seperti bola keseimbangan, balance

disk, dan lain sebagainya (Hermawan, 2012).

Jenis latihan kekuatan otot-otot core bermacam-macam, bisa

menggunakan alat atau juga tanpa menggunakan alat / latihan kekuatan otot

core dilakukan dengan melakukan 1-4 macam latihan dalam satu sesi dan

beberapa kali pengulangan (Hermawan, 2012).

Core Exercise merupakan co-activation dari otot-otot bagian dalam

dari lower trunk untuk mengontrol perpindahan berat badan dan melangkah

selam proses berjalan. Inisiasi awalan dalam persiapan bergerak selalu

34

didasari dari adanya tonus postural, seperti co-activation dari abdominal dan

multifungdus untuk stabilisasi trunk dan kepala selama inisiasi tubuh atau

fasilitasi angota gerak saat beraktivitas.

Aktivasi core execise dipengaruhi oleh ventromedial sistem yaitu

sistem untuk menangani daerah-daerah proksimal sebagai stabilisasi dimana

banyak otot anti gravitasi yang tidak bekerja. Retikulospinalis dan vestibule

sistem berkontribusi dalam stabilisasi midline, kontrol postur dan tonus.

Sehingga membuat stabilisasi pada core untuk integrasi dari bagian proximal

dan distal. Mekanisme otot-otot besar dalam core pusat (centre of core)

membuat sebuah rigid cylinder dan sebuah gerakan besar dalam gangguan

inersia tubuh yang berlawanan ketika masih dalam keadaan yang stabil dalam

mobilisasi distal. Core pusat juga merupakan tempat motor terbanyak dari

perkembangan tekanan dalam core tengah (central core), terdapat sedikit

perubahan dalam rotasi mengitari pusat core (pusat tubuh/central core) untuk

memberikan perubahan besar dalam rotasi di bagian-bagian distal.

Perpindahan saat melangkah merupakan bagian dari aktivasi otot-otot core

yang saling bersinergis.

Aktivasi otot-otot core digunakan untuk menghasilkan rotasi spine.

Core exercise dan kekuatan adalah komponen yang penting untuk

memaksimalkan efisiensi keseimbangan dan fungsi pada gerakan upper dan

lower ekstremitas. Core exercise adalah gambaran latihan untuk otot-otot

abdominal dan pelvic region. Core exercise berfungsi meningkatkan

keseimbangan dengan peningkatan kekuatan otot-otot khususnya otot area

35

lumbal spine (Kahle, 2009). Sehingga core exercise yang baik akan

menstabilkan segmen vertebra kemudian gerak extremitas secara dinamis

akan lebih efisien. Dinamik kontrol postural berperan dalam tugas fungsional

yang berguna untuk gerakan fungsional. Aktivitas dinamik menyebabkan

COG berpindah sebagai respon terhadap aktivitas muscular. Kontrol dinamik

penting dalam banyak fungsi juga membutuhkan integrasi proprioseptif,

ROM dan kekuatan karena keseimbangan dinamis penting dalam kehidupan

sehari-hari.

Jenis-jenis latihan core exercise yang akan digunakan yaitu:

a. Plank

Posisi tubuh tidur tengkurap di atas matras. Angkat tubuh dengan tangan.

Gunakan siku untuk menopang. Posisi kaki tetap menempel. Tubuh harus

dalam posisi lurus sempurna (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Plank

(Clark, 2012)

b. Ball Madicine Pullover Throw

Posisi awal berbaring di atas gym ball, dengan lutut ditekuk pada posisi

900 kaki menapak di lantai. Tangan memegang medicine ball lurus di

36

atas kepala lalu lemparkan medicine ball ke dinding lalu tangkap kembali

bola dan kembali keposisi awal (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Ball Madicine Pullover Throw

(Clark, 2012)

c. Front Madicine Ball Oblique Throw

Berdiri berhadapan dengan teman, kaki dibuka selebar bahu dengan

sedikit menekuk, medicine ball dipegang dengan rotasi trunk 900.

Medicine ball dilempar tampa merubah posisi kaki (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Front Madicine Ball Oblique Throw

(Clark, 2012)

37

2.4 Balance Exercise

Balance exercise adalah latihan khusus yang ditujukan untuk membantu

meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah dan untuk meningkatkan

sistem vestibular / keseimbangan tubuh. Organ yang berperan dalam sistem

keseimbangan tubuh adalah balance proprioseption. Disampaikan oleh Nyoman

(2007) bahwa balance exercise adalah suatu aktivitas fisik yang dilakukan untuk

meningkatkan kestabilan tubuh dengan cara meningkatkan kekuatan otot anggota

gerak bawah.

Otak, otot dan tulang bekerja bersama-sama menjaga keseimbangan tubuh

agar tetap seimbang dan mencegah terjatuh. Ketiga organ ini merupakan sasaran

terpenting dan harus dioptimalkan pada latihan keseimbangan, untuk itu program

latihan integrasi yang lengkap harus dipersiapkan dengan baik.

Balance exercise adalah pelatihan keseimbangan, atletik, perkembangan

otak, terapi, dan fungsi lain untuk pengembangan diri. Balance exercise tidak

hanya pada usia muda tetapi pada usia tua agar terhindar dari jatuh, untuk

koordinasi keterampilan motorik, weight distribution, core strength, mencegah

cidera olahraga dan rehabilitasi setelah cedera pada beberapa bagian tubuh

(Reynold, 2010).

Berdasarkan penelitian Mc. Guane (2006) balance exercise ternyata dapat

membantu mencegah terjadinya cidera dan mencegah dan resiko jatuh pada lansia,

dan mencegah cidera serta meningkatkan performa atlit. Balance exercise

bertujuan untuk melatih secara bertahap anggota gerak bawah seperti ankle, knee

dan hip agar menjadi lebih kuat dan reaktif. Reynolds (2010) mengatakan

38

balance exercise dapat membantu menguatkan otot-otot core, bukan hanya otot

core saja tetapi dapat meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah, dan sangat

membantu dalam mencegah terjadinya cidera serta dapat meningkatkan performa

atlit dan menjaga stabilitas postural.

Balance exercise dapat meningkatkan kemampuan tactile &

proprioseption seseorang. Proprioceptive adalah persepsi sendi saat berada di

ruang bebas dan terjadi pergerakan. Pada saat menutup mata, seseorang masih

dapat menyentuh hidungnya dengan jari telunjuk. Melalui reseptor saraf di dalam

sendi tubuh manusia, manusia dapat mengetahui yang sedang dilakukan. Contoh

lain dari fungsi proprioseptive adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan tanah

saat berjalan. Reseptor saraf dalam sendi pergelangan kaki menginformasi ke otak

tentang struktur tanah, gundukan kecil dan lubang, memungkinkan seseorang

untuk berjalan dengan cara yang halus. Memiliki proprioseptive yang efisien

memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan cara halus dengan lingkungannya.

Kurangnya aktivitas fisik atau cidera sendi dapat mempengaruhi kualitas

proprioseptive kita. Hal ini dapat dilatih melalui latihan yang tepat (Mc.Guine,

2006).

2.4.1 Balance Exercise terhadap Keseimbangan Dinamis

Balance exercise merupakan serangkaian gerak yang dirancang untuk

meningkatkan keseimbangan postural, baik untuk keseimbangan statis

maupun keseimbangan dinamis. Pada saat dilakukan serangkaian gerakan ini

ada suatu proses di otak yang disebut central compensation, yaitu otak akan

39

berusaha menyesuaikan adanya perubahan sinyal sebagai akibat dari

rangkaian gerakan ini untuk beradaptasi (Kaesler, 2007).

Pengaruh balance exercise kecuali untuk meningkatkan kekuatan otot

pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular (keseimbangan tubuh)

(Jowir, 2012) juga untuk meningkatkan keseimbangan postur. Banyak

bentuk-bentuk balance exercise untuk meningkatkan keseimbangan. Dimana

bentuk-bentuk latihan tersebut mampu memberikan perubahan fisiologis pada

tubuh manusia yang lebih lanjut akan meningkatkan volume oksigen

maksimum dan penurunan asam laktat. Selain itu, pengaruh untuk sistem

muscular pada anggot gerak bawah adalah meningkatkan maximal muscular

power yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi otot, meningkatnya

penampang luas otot, asupan nutrisi ke dalam otot serta memberikan efek

pemeliharaan daya tahan.

Balance exercise juga memberikan efek pada sistem visual, vestibular,

somatosensoris maupun muskularnya. Pada saat otot berkontraksi akan terjadi

proses sintesa protein pada kontraktil otot yang berlangsung lebih cepat dari

penghancurnya. Hal yang terjadi kemudian adalah bertambah banyaknya

filament aktin dan myosin secara progresif di dalam myofibril. Selanjutnya

myofibril menjadi hipertropi. Serat yang menjadi hipertropi akan

meningkatkan komponen sistem metabolisme fospagen ATP dan

fospokreatin, akibatnya akan terjadi peningkatan kemampuan sistem

metabolisme aerob dan anaerob yang mampu meningkatkan energi dan

kekuatan otot. Adanya peningkatan otot ini akan membuat tubuh semakin

40

kokoh dalam menopang badan, demikian juga saat menopang tubuh ketika

mempertahankan geraknya (Rahayu, 2013).

Jenis latihan balance exercise yang digunakan yaitu:

a. Single Leg Squat

Berdiri tegak dengan kaki selebar bahu, kedua tangan memegang pinggul.

Angkat satu kaki dan secara perlahan-lahan jongkok seolah-olah duduk di

kursi lutut 450, wajah tetap lurus ke depan tahan posisi beberapa detik lalu

berdiri kembali secara perlahan dengan menjaga keseimbangan (Gambar

2.7).

Gambar 2.7 Single Leg Squat

(Clark, 2014)

b. Single Leg Squat Touch Down

Posisi awal berdiri tegak dengan kaki selebar bahu tangan memegang

pinggang, angkat satu kaki dan perlahan-lahan jongkok lutut tidak lebih

dari 450 kemudian tangan yang berlawanan memegang kaki tahan

beberapa detik kemudian perlahan-lahan berdiri kembali ke posisi awal

(Gambar2.8).

41

Gambar 2.8 Single Leg Squat Touch Down

(Clark, 2014)

c. Single Leg Romanian Deadlift

Berdiri tegak lurus dengan kaki selebar bahu tangan memegang pinggang,

Angkat satu kaki dan flexi trunk perlahan-lahan diikuti satu tangan

memegang kaki yang menopang, kaki sedikit ditekuk 150 dan punggung

tetap dalam posisi normal dan menghindari membungkuk (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Single Leg Romanian Deadlift

(Clark, 2014)