BAB II KAJIAN PUSTAKA Pendapat mengenai pengertian belajar...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA Pendapat mengenai pengertian belajar...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar
Pendapat mengenai pengertian belajar ada bermacam-macam. Menurut
Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Uno (2011:139) bahwa “proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
sendiri aturannya (termasuk konsep, teori, dan definisi)”.Sedangkan belajar
menurut Aunurrahman (2009:18) adalah suatu proses mengasimilasi dan
menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang
dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang objek tertentu menjadi lebih
kokoh.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu dengan memberikan kesempatan
untuk menemukan sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dan bahan yang
dipelajari sehingga pengetahuan yang diperoleh akan lebih bermakna.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-
pengalamannya melalui interaksi dengan lingkungan, tanpa pengalaman seseorang
tidak dapat membentuk pengetahuan.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Setiap siswa yang mengikuti proses pembelajaran di sekolah pasti
mengharapkan mendapat hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik
dapat membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Sudjana (2005:3) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencangkup bidang
6
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa setelah menerima
pengalaman belajar.
Gagne & Briggs (Jamil, 2013:37) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan
diamati melalui penampilan siswa. Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan
belajar karena semakin tinggi proses belajar siswa semakin tinggi pula hasil
belajar siswa yang diperoleh.
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku yang dialami siswa sebagai akibat kegiatan belajar
melalui pengalaman atau penemuan sendiri yang menyangkut aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Reigeluth dalam Jamil (2013:37) berpendapat bahwa hasil belajar
atau pembelajaran dapat dipakai sebagai pengaruh yang dapat memberikan suatu
ukuran atau nilai dari metode atau strategi alternatif dalam kondisi berbeda.
Menurut Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2005:23), hasil belajar
diklasifikasikan meliputi tiga ranah yaitu:
a. Ranah kognitif, yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yaitu evaluasi, aplikasi, analisis,pemahaman,
sintesis, dan pengetahuan atau ingatan.
b. Ranah afektif, merupakan ranah yang berhubungan dengan sikap yang
terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi dan internalisasi.
c. Ranah psikomotoris, merupakan ranah yang berhubungan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
psikomotoris, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks,dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti berkesimpulan bahwa hasil belajar
terdiri dari 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Dalam
penelitian ini hasil belajar yang ingin digunakan oleh peneliti hanya ranah kognitif
dan afektif saja. Ranah kognitif digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
7
yaitu menggunakan alat evaluasi berupa tes tertulis, kemudian ranah afektif
digunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa khususnya dalam
pembelajaran IPA, alat evaluasi ranah afektif ini menggunakan lembar observasi.
2.1.2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
a. Faktor internal yang meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis dan
aspek psikologis,yang terdiri dari lima faktor, yaitu: (intelegensi
siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa)
b. Faktor eksternal yang terdiri dari dua macam yaitu: (lingkungan
sosial, lingkungan non sosial (sarana dan prasarana termasuk
didalamnya media pembelajaran)
c. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan
kegiatan pembelajaran.
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena
dalam proses pembelajaran siswa sendirilah yang menentukan terjadi atau
tidaknya proses belajar sebab guru hanya sebagai perantara terjadinya proses
tersebut. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah faktor nonsosial serta faktor pendekatan. Dimana penggunaan model
pembelajaran menggunakan bantuan media pembelajaran dapat mempengaruhi
keaktifan dan hasil belajar siswa.
2.1.3 Keaktifan
2.1.3.1. Pengertian Keaktifan
Pada hakekatnya proses pembelajaran merupakan cara untuk
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas siswa melalui berbagai interaksi dan
pengalaman. Keaktifan belajar merupakan unsur dasar penting untuk
terlaksananya keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Sardiman (2001:98)
bahwa keaktifan merupakan kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu
berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
8
Sedangkan menurut Rochman Natawijaya (Depdiknas, 2006:3) bahwa
belajar aktif adalah Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan
siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil
belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat siswa aktif sejak awal
melalui aktifitas-aktifitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu
singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran.
Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala
kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa, mental intelektual dan
emosional sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan yang bertujuan
untuk memperoleh hasil belajar.
2.1.3.2. Klasifikasi Keaktifan
Dimyanti dan Mudjiono (2009) mengemukankan keaktifan siswa dalam
peristiwa pembelajaran mengambil beraneka ragam bentuk kegiatan fisik yang
dapat diamati. Kegiatan fisik tersebut dapat berupa aktifitas yang dilakukan oleh
siswa. Jenis-jenis aktivitas siswa dalam belajar adalah sebagai berikut (Sardiman,
2001:99):
1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: percakapan, diskusi
, musik, pidato.
4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik peta,
diagram.
6) Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, bermain.
9
7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan.
8) Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, tenang.
Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana
keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Menurut Sudjana
(2005:61) keaktifan belajar siswa dapat dilihat berdasarkan indikator keaktifan
siswa, antara lain:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2) Terlibat dalam pemecahan masalah
3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru
6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil–hasil yang diperolehnya
7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dapat
dilihat dari berbagai aktivitas yang dapat diamati saat proses pembelajaran
berlangsung, aktifitas tersebut diantaranya sebagai berikut: membaca,
memperhatikan, melakukan demonstrasi, bertanya, diskusi, memberi tanggapan,
terlibat dalam pemecahan masalah, mencari berbagai informasi, menyatakan
pendapat, menilai kemampuan dirinya, dan dapat menerapkan apa yang diperoleh
untuk menyelesaikan soal.
10
2.1.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan untuk berpikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari. Keaktifan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa antara lain:
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa)
3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari)
5) Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajari
6) Memunculkan aktifitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran
7) Memberikan umpan balik (feedback)
8) Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur
9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA
Sebelum masuk pada pembelajaran IPA maka perlu diketahui dahulu
pengertian pembelajaran. Menurut Jamil (2013:75) pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun
secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Aunurrahman (2009:2) mengatakan pembelajaran akan berfokus pada
pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara sosial dan
kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri
dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan perspektif
budaya. Menurut Suprijono (2013:13) pembelajaran berdasarkan makna leksikal
berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
yang baik adalah serangkaian kegiatan yang disusun secara terencana yang dapat
mendorong siswa membangun sendiri pengalaman belajarnya untuk memperoleh
11
pengetahuan melalui proses yang dilakukan dalam pembelajaran. Siswa dituntut
untuk berperan aktif agar dalam pembelajaran yang terjadi diperoleh pemahaman
siswa supaya pembelajaran tersebut bermakna.
Kardi dan Nur (Trianto, 2010:136) mengatakan bahwa IPA atau ilmu
kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati
yang diamati.
Menurut Laksmi prihantoro dkk (Trianto, 2010:137) mengatakan bahwa
IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk,
IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk
mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk- produk sains,
dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat
memberikan kemudahan bagi kehidupan.
Merujuk pada hakikat IPA sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai-nilai
IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut
(Trianto, 2010:141):
a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan diharap
secara umum menurut Taksonomi Bloom bahwa:
diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Disamping hal itu, pembelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apersepsi. Di
12
dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya. Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan
dapat memberikan antara lain sebagai berikut (Trianto, 2010:143):
1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan
antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, objektif, jujur terbuka,
benar dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis, induktif dan
dedukatif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
(Depdiknas,2003:2)
Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih
ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori serta sikap ilmiah
siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses
pendidikan maupun produk pendidikan (Nur dan Wikandari, 2000 dalam Trianto,
2010).
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Joyce (Suprijono, 2013:46), mengatakan bahwa melalui model
pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide,
13
keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran
berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Hal ini merujuk bahwa model pembelajaran memberikan petunjuk kepada
guru kelas untuk mengatur materi sebagaimana sudah tersusun secara sistematis
yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif
mencari informasi untuk membangun konsep dalam rangka mencapai hasil
belajar.
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal
dengan nama pembelajaran kooperatif (Isjoni, 2011:17). Menurut Slavin (Isjoni,
2011:17) pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong
para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti
diskusi atau teman sebaya (peer teaching).
Suprijono (2013:54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Slavin
(Isjoni, 2011:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar.
Trianto (2010:74) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bernaung
dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa
belajar dengan cara bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil melalui diskusi
untuk mencapai tujuan keberhasilan bersama.
Menurut Uno (2011:120) hal terpenting dalam model pembelajaran
kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan
14
teman. Bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah.
Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para
siswa juga mendapat kesempatan bersosialisasi.
Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap
kelompok bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya untuk membantu
dalam belajar tidak hanya belajar sendiri. Sehingga dalam pembelajaran bersama-
sama tersebut dapat tercapai keberhasilan karena semua siswa berusaha sampai
semua anggotanya berhasil dalam memahami materi.
2.1.5.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2011:20) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif
yaitu sebagai berikut:
a. setiap anggota memiliki peran
b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya
d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok, dan
e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
2.1.5.3 Sintak dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase dalam sintak model pembelajaran kooperatif. Fase-fase
dalam model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
15
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan
pembelajaran dan
mempersiapkan siswa siap
belajar
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi
kepada siswa
3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menginformasikan
pengelompokan siswa
4
Membimbing kelompok belajar Guru membantu kelompok-
kelompok belajar selama siswa
mengerjakan tugasnya
5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi pembelajaran
yang telah dilaksanakan
6
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk
mengakui usaha dan prestasi
individu maupun kelompok
(Sumber: Suprijono, 2013:68)
Fase pertama dalam pembelajaran kooperatif learning yaitu, menyampaikan
tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru mengklasifikasi maksud pembelajaran
kooperatif. Guru menyampaikan tujuan yang ingin disampaikan supaya siswa
mengetahui manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran. Fase kedua guru
menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase
ketiga guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama di dalam
kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok.
Pada fase keempat guru bertugas mendampingi tim-tim belajar,
mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang
dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
16
pengarahan, atau meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah
ditunjukkan. Fase kelima guru melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Terakhir, pada fase keenam guru mempersiapkan penghargaanyang
akan diberikan kepada siswa.
2.1.5.4 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif
Jarolimek & Parker (Isjoni, 2011:24) mengatakan kelebihan model
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.
1) Saling ketergantungan positif
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru, dan
6) Memiliki banyak kesempatan untuk meng-ekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan.
2.1.5.5 Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Selain terdapat kelebihan, model pembelajaran kooperatif juga mempunyai
beberapa kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada
dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor
dari dalam yaitu:
1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping
itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan
topik masalah meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
17
2.1.6 Penerapan Media Permainan Kokami
2.1.6.1. Pengertian Media
Menurut Sadiman (2003:6) media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim ke penerima pesan. Komalasari (2011:112) menyatakan bahwa
media adalah alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari
sumber belajar ke penerima pesan belajar (Siswa).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media adalah alat
bantu atau segala sesuatu benda yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang perhatian siswa
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
2.1.6.2. Fungsi Media
Menurut Asnawir (2002;13-15) fungsi umum media adalah sebagai berikut:
a) Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang
dimiliki siswa
b) Media dapat mengatasi ruang kelas
c) Media dapat memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa
dengan lingkungan
d) Media menghasilkan keseragaman pengamatan
e) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan
realistis
f) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
g) Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk
belajar
h) Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang
konkrit sampai kepada sesuatu yang bersifat abstrak.
Dengan penggunaan media pada proses pembelajaran, dapat menambah
daya tarik untuk siswa. Dalam hal ini media dapat diartikan sebagai penarik
perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
18
2.1.6.3. Media Permainan Kokami
Dunia anak-anak masih erat hubungannya dengan dunia bermain. Karena
bermain adalah salah satu kegiatan yang disukai anak, bahkan orang dewasa pun
menyenangi beberapa permainan. Melalui permainan anak dapat belajar
bersosialisasi dan belajar hal tentang kehidupan, serta dapat menumbuhkan
percaya diri dan keberanian.
Permainan adalah setiap kontes para pemain yang berinteraksi satu sama
lain dengan mengikuti aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Setiap permainan harus mempunyai empat komponen utama yaitu: (a) adanya
pemain, (b) adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi, (c) adanya
aturan-aturan main, dan (d) adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Menurut Ardhana (ardhana12.wordpress.com/2008/02/05/dengan-bermain-
pembelajaran-lebih-bermakna/ - 46k)
Pada umumnya bermain merupakan suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh baik fisik , intelektual, sosial, moral, dan emosional anak. Permainan dapat bersifat universal karena hidup pada semua masyarakat di dunia. Permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak. Melalui permainan tidak hanya jasmani anak yang berkembang, tetapi juga kognisi, emosi, sosial, fisik, dan bahasa.
Sebagai media pembelajaran, permainan memungkinkan adanya partisipasi
aktif siswa untuk belajar. Permainan mempunyai kemampuan untuk melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran secara aktif. Permainan adalah suatu yang
menyenangkan untuk dilakukan, sesuatu hal yang menghibur, seperti halnya
permainan kartu.
Salah satu permainan yang dapat dijadikan sebagai alternatif metode dalam
model ini adalah permainan kokami. Kokami kepanjangan dari kotak kartu
misterius. permainan kokami adalah salah satu alternatif metode pembelajaran
yang dapat merangsang minat dan perhatian siswa. Model permainan kokami ini
diperkenalkan oleh Abdul Kadir, dengan model ini beliau meraih juara II Lomba
Kreatif Guru tingkat SLTP 2003 yang diselenggarakan oleh Lembaga
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
19
Permainan kokami dilakukan dengan mempersiapkan sebuah kotak
berukuran 30 x 20 x 15 cm, 12 buah amplop ukuran 8 x 14 cm, dan 12 lembar
kartu pesan. Kokami dapat dibuat sederhana yang fungsinya sebagai tempat
amplop-amplop berisi kartu pesan, yang isinya berisi materi pelajaran yang ingin
disampaikan kepada siswa. Kartu pesan ini dibuat dalam bentuk perintah,
petunjuk, pertanyaan, atau pemahaman gambar.
Arah kegiatan belajar mengajar tertuang dalam kartu pesan sehingga
peranan kartu pesan ini merupakan komponen yang paling penting dalam
permainan ini.
Aturan permainan dalam pembelajaran kokami dirangkum dari
www.republika.co.id/Mengusai_Bahasa_Inggris_Melalui_Kokami adalah sebagai
berikut:
a. Masing-masing kelompok terdiri atas delapan siswa (jika siswa 40 orang
per kelas). Jadi terdapat lima kelompok pemain dengan duduk menghadap
ke papan tulis. Media Kokami dengan kelengkapannya diletakkan di depan
papan tulis di atas sebuah meja, sedangkan pada papan tulis guru sudah
menyiapkan sebuah tabel skor.
b. Anggota setiap kelompok diwakili seorang ketua yang dipilih oleh guru
bersama-sama siswa.
c. Selama permainan berlangsung, ketua dibantu sepenuhnya oleh anggota.
d. Ketua kelompok selain bertugas mengambil satu amplop dari dalam
Kokami secara acak dan tidak boleh dilihat, juga membacakan isi amplop
dengan keras (boleh juga dibacakan anggota lain) dan harus diperhatikan
oleh seluruh anggota.
e. Kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat diselesaikan
oleh salah satu kelompok.
f. Pemenang ditentukan dari skor tertinggi dan berhak mendapatkan bonus.
20
2.1.6.4. Penerapan Media Permainan Kokami Dalam Pembelajaran IPA
Media permainan kokami pada penelitian ini adalah satu paket kartu yang
disajikan dalam bentuk kartu IPA. Jumlah kartu yang disajikan sesuai dengan
bahan materi, karena keterbatasan waktu dan adanya percobaan menggunakan
alat peraga yang digunakan maka peneliti membatasi jumlah kartu. Kotak tempat
amplop-amplop terbuat dari kardus yang diberi sampul kertas kado. Untuk
menarik perhatian siswa, maka bahan dasar kartu diberi warna dan isi kartu
berbentuk bervariasi. Kartu dapat berbentuk perintah, petunjuk, pertanyaan, dan
pemahaman gambar.
Aturan permainan kokami dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:
1) Ketua kelompok maju kedepan untuk mengambil sebuah amplop yang
sudah diacak
2) Amplop yang diambil mulai dari nomor 1 kemudian nanti dilanjutkan
dengan mengambil nomor selanjutnya (misal: nomor 2, nomor 3, dst)
3) Terdapat kartu di dalam amplop tersebut yang isinya bisa berupa
pertanyaan, perintah, pemahaman gambar, tentang materi
4) Setiap instruksi yang ada didalam kartu memiliki waktu penyelesaian
berbeda
5) Ketua kelompok yang sudah mengambil amplop juga membacakan isi
amplop dengan keras (boleh juga dibacakan oleh anggota lain) dan
harus diperhatikan oleh seluruh anggota
6) Setelah perwakilan kelompok membacakan isi amplop, perwakilan
kelompok tersebut mundur terlebih dahulu untuk berdiskusi dengan
anggota lain sebelum menjawab
7) Kelompok yang mendapatkan tugas demonstrasi maka perwakilan
kelompok maju kedepan untuk melakukan demonstrasi di depan kelas.
8) Setiap kelompok melakukan diskusi mengenai isi amplop yang sudah
dibacakan
9) Guru membimbing setiap kelompok dalam melakukan diskusi
21
10) Kelompok yang mengambil amplop diberikan kesempatan menjawab
pertama
11) Kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh salah satu kelompok
12) Guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang mendapatkan
skor tertinggi.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif berbantukan media
permainan kokami:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Menyajikan informasi; guru melakukan tanya jawab untuk
mengaitkan pengetahuan siswa dengan materi yang akan dipelajari
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar; guru
membagi siswa menjadi empat kelompok yang terdiri dari 5 siswa,
ketua kelompok maju kedepan untuk mengambil sebuah amplop yang
sudah diacak, ketua kelompok yang sudah mengambil amplop juga
membacakan isi amplop dengan keras dan harus diperhatikan oleh
seluruh anggota, setiap kelompok melakukan diskusi mengenai isi
amplop yang sudah dibacakan
4. Guru membimbing setiap kelompok dalam melakukan diskusi
5. Evaluasi; kelompok yang mengambil amplop diberikan kesempatan
menjawab pertama, kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang
tidak dapat diselesaikan oleh salah satu kelompok
6. Guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang mendapatkan
skor tertinggi.
2.2. Penelitian yang Relevan
1) Fendy Saputra (2011), melakukan penelitian tentang penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) dengan
media Kokami dalam meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa SMP
Negeri 5 Tanggul kelas VIII tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian
22
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan menggunakan kokami sebagai
media pembelajarannya diperoleh beberapa temuan, yakni pada siklus I
ketuntasan klasikal sebesar 69,2%, sedangkan pada siklus II diperoleh
ketuntasan klasikal 94,9 %. Peningkatan aktivitas belajar (tes) siswa, hasil
analisis aktivitas siswa pada siklus I yang diperoleh nilai rata-rata 77%,
sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 87%. Dari hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Team Games Tournament) dengan menggunakan kokami
sebagai media pembelajarannya dapat meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas siswa.
2) Subiyah (2011), melakukan penelitian berjudul “Upaya meningkatkan
hasil belajar siswa mata pelajaran IPA tentang proses daur air melalui
model pembelajaran cooperative learning dan peraga visual (gambar
peraga daur air) pada kelas V SDN Dlisen 01 tahun pelajaran 2011/2012.
Hasil penelitian melalui model pembelajaran cooperative learning dan
peraga visual ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata hasil belajar
siswa dari pra siklus ke siklus-siklus berikutnya. Pada pra siklus
menunjukkan hasil 50% siswa tuntas kemudian pada siklus I meningkat
menjadi 72,7% dan pada siklus II menunjukkan peningkatan menjadi
90,9% siswa yang sudah tuntas.
3) Neneng Paisah dkk (2013) melakukan penelitian tentang penerapan media
kotak dan kartu misterius (kokami) untuk peningkatan keterampilan
berpikir kritis pada siswa kelas VII SMP Negeri 25 Purworejo tahun
pelajaran 2012/2013, yang berjumlah 32 siswa. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa dengan penerapan media kotak dan kartu misterius
(Kokami) dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa kelas VII SMP Negeri 25 purworejo. Hal tersebut
dapat terlihat dari data hasil observasi, ketrampilan berpikir kritis siswa
meningkat dari 32,97% pada pra siklus menjadi 59,06% pada siklus I dan
meningkat lagi menjadi 71,80% pada siklus II. Persentase angket
ketrampilan berpikir kritis meningkat 49,69% pada pra siklus menjadi
23
67,19% pada siklus dan menjadi 74,69% pada siklus II. Peningkatan
keterampilan berpikir kritis ini berpengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar. Pada pra siklus menjadi 66,88% dengan ketuntasan 40,63% pada
siklus I dan meningkat lagi menjadi 73,31% dengan ketuntasan pada siklus
II.
2.3. Kerangka Berfikir
Kondisi awal pembelajaran di SDN Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali pada pembelajaran IPA masih menggunakan metode konvensional yaitu
metode ceramah. Pembelajaran yang demikian membuat siswa merasa bosan dan
tidak memiliki antusias sehingga menimbulkan kegaduhan di dalam kelas.
Keaadan yang demikian berdampak pada siswa menjadi pasif dan hasil belajar
siswa khususnya pelajaran IPA menjadi rendah, ini disebabkan karena siswa tidak
dilibatkan dalam proses pembelajaran secara aktif untuk menemukan sendiri
pengetahuannya sehingga pemahaman siswa mengenai materi IPA kurang.
Kondisi tersebut dapat dilihat dari data nilai bahwa hampir separuh siswa
memperoleh nilai dibawah KKM (65).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti melakukan tindakan
melalui model pembelajaran kooperatifberbantukan media permainan kokami
(kotak kartu misterius). Media ini menggunakan kotak yang didalamnya berisi
amplop-amplop kartu pesan yang isinya berisi materi pelajaran yang ingin
disampaikan kepada siswa.
Kondisi akhir setelah melakukan tindakan dengan menggunakan media
permainan kokami tersebut, diduga pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran kooperatif berbantukan media
permainan Kokami di SDN Senden semester II tahun pelajaran 2013/2014. Siswa
yang semula hanya separuh yang tuntas KKM (65), maka diharapkan terjadi
peningkatan. Berikut skema kerangka berpikirnya.
24
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam
proses belajar mengajar guru menggunakan model pembelajaran kooperatif
berbantukan media permainan kokami dapat meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar IPA pada siswa kelas V semester II SDN Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Guru
menggunakan
pembelajaran
secara
konvensional
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
akhir
Penggunaan
modelpembelajaran
kooperatif Berbantukan
media permainan kokami
Keaktifan
dan hasil
belajar
siswa
rendah
Dengan penggunaan model
pembelajaran
kooperatifberbantukan
media permainan kokami
dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar
IPA pada siswa kelas V
SDN Senden semester II
tahun pelajaran 2013/ 2014