BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran tematik …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17128/2/T1...9...

18
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik SD a. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi pembelajaran dari beberapa mata pelajaran ke dalam tema (Trianto, 2009: 84). Model pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu dengan suatu sistem pembelajaran yang dapat memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif dalam menggali dan menemukan konsep yang bermakna dan autentik (Rusman, 2012: 254). Berdasarkan tema-tema pembelajaran yang ada, diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: (1) Siswa dapat dengan mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu (2) Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama (3) Siswa memiliki kesan dalam memahami konsep pembelajaran (4) Guru dapat mengembangkan kompetensi dasar dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi yang dimiliki siswa (5) Materi disajikan dalam konteks tema yang jelas sehingga siswa mampu merasakan manfaat dan makna belajar; (6) Siswa lebih bergairah dalam belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata serta dapat mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain (7) Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus sehingga dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga dapat menghemat waktu.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran tematik …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17128/2/T1...9...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik SD

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang

menggabungkan beberapa materi pembelajaran dari beberapa mata

pelajaran ke dalam tema (Trianto, 2009: 84). Model pembelajaran tematik

adalah pembelajaran terpadu dengan suatu sistem pembelajaran yang dapat

memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif

dalam menggali dan menemukan konsep yang bermakna dan autentik

(Rusman, 2012: 254).

Berdasarkan tema-tema pembelajaran yang ada, diharapkan akan

memberikan banyak keuntungan, di antaranya: (1) Siswa dapat dengan

mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu (2) Siswa dapat

mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar

antar mata pelajaran dalam tema yang sama (3) Siswa memiliki kesan

dalam memahami konsep pembelajaran (4) Guru dapat mengembangkan

kompetensi dasar dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan

pengalaman pribadi yang dimiliki siswa (5) Materi disajikan dalam

konteks tema yang jelas sehingga siswa mampu merasakan manfaat dan

makna belajar; (6) Siswa lebih bergairah dalam belajar karena dapat

berkomunikasi dalam situasi yang nyata serta dapat mengembangkan suatu

kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata

pelajaran lain (7) Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus

sehingga dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga

dapat menghemat waktu.

8

b. Tujuan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik SD memiliki tujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotorik.

Menurut Kemendikbud (2013), tujuan pembelajaran tematik adalah :

1. Perhatian terpusat pada satu tema atau topik tertentu.

2. Kompetensi muatan pelajaran dipelajari dan dikembangkan dalam

tema yang sama.

3. Siswa dapat memahami materi dengan lebih mendalam dan

berkesan.

4. Kompetensi berbaha siswa dapat dikembangkan dengan mentkan

berbagai muatan pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa.

5. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam

situasi nyata (bercerita, bertanya, menulis maupun mempelajari

pelajaran lainnya).

6. Manfaat dan makna belajar lebih terasa bermanfaat karena materi

yang disajikan dalam tema yang jelas.

7. Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus sehingga

dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga

dapat menghemat waktu.

8. Budi pekerti dan moral siswa dapat dikembangkan dengan

mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai situasi dan kondisi.

1) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik menekankan pada keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik

memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Suryosubroto

(2009: 136-137), ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam

pembelajaran tematik yaitu :

a. Kelebihan pembelajaran tematik :

1. Pembelajaran tematik bersifat menyenangkan karena sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa.

9

2. Pengalaman dan kegiatan belajar sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kebutuhan siswa.

3. Pembelajaran terasa berkesan dan bermakna sehingga hasil

belajar akan bertahan lebih lama.

4. Keterampilan sosial siswa dapat tumbuh malalui pembelajaran

tematik seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi dan

tanggap terhadap gagasan orang lain.

b. Kekurangan pembelajaran tematik :

1. Guru dituntut memiliki keterampilan dan kreatifitas yang

tinggi.

2. Tidak setiap guru mampu mengimplementasikan secara tepat

kurikulum dengan konsep yang ada dalam mata pelajaran.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran tematik

tersebut maka dapat dinyatakan bahwa guru harus memiliki

keterampilan dan kreatifitas yang tinggi serta mampu

mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang tepat agar

pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menarik, menyenangkan dan

berkesan bagi peserta didik melainkan juga semakin bermakna dan

dapat dipahami secara menyeluruh oleh peserta didik. Oleh karena itu,

diperlukan kreatifitas yang tinggi bagi seorang guru dalam

menyampaikan pembelajaran tematik melalui model pembelajaran

yang tepat dan bervariasi.

2) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tematik Kelas 5 Semester

II

Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan yang harus dicapai

siswa untuk mencapai standar kompetensi lulusan pada setiap tingkat

kelas (Permendikbud No. 24 Tahun 2016). Kurikulum 2013

mempunyai cita-cita luhur berupa berkarakter mulia, keterampilan

yang tepat, proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, sifat

pembelajaran yang kontekstual dan terpadu. Dalam hal ini

10

pembelajaran tematik menekankan pada 3 aspek dalam kompetensi

inti, yaitu KI 2 (sikap), KI 3 (pengetahuan) dan KI 4 (spiritual) secara

proporsional.

Kompetensi inti (KI) Tematik kelas 5 semester 2 dirangkum

dalam tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 KI Tematik Kelas 5 SD/MI Semester 2

Kompetensi Inti

1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, santun, percaya diri, peduli, dan

bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, tetangga, dan negara.

3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar dengan cara mengamati, menanya,dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, serta benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.

4. Menunjukkan keterampilan berpikir dan bertindak kreatif, produktif,kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif. Dalam bahasa yang jelas,sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakanyang mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

Kompetensi dasar yaitu kemampuan dan materi pembelajaran

minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam suatu mata pelajaran

pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada

kompetensi inti (Permendikbud No. 24 Tahun 2016).

Kompetensi dasar (KD) tematik tema 8 Lingkungan Sahabat

Kita subtema 2 Perubahan Lingkungan pembelajaran 1 kelas 5

semester 2 dirangkum dalam tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 KD Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI Semester 2

Muatan Pelajaran Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia 3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada teks

nonfiksi. 4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan

latar cerita yang terdapat pada teks fiksi. IPA 3.8 Menganalisis siklus air dan dampaknya pada peristiwa di bumi serta

kelangsungan makhluk hidup. 4.8 Membuat karya tentang skema siklus air berdasarkan informasi dari

berbagai sumber.

Dengan Kompetensi Dasar diatas, peneliti menentukan indikator

sebagai berikut :

11

Tabel 2.3 Indikator Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI

Semester 2 Muatan

Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator

Bahasa

Indonesia

3.8 Menguraikan urutan

peristiwa atau

tindakan yang

terdapat pada teks

nonfiksi.

4.8 Menyajikan kembali

peristiwa atau

tindakan dengan

memperhatikan latar

cerita yang terdapat

pada teks fiksi.

3.8.1 Siswa dapat menjelaskan dan

menyimpulkan arti dan

dampak pada perubahan

lingkungan.

3.8.2 Siswa dapat menentukan cara

menjaga lingkungan dalam

siklus air.

3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi

unsur-unsur yang terdapat

dalam siklus air.

4.8.1 Siswa dapat menjabarkan

peristiwa pada bacaan “Siklus

Air Tanah” dalam bentuk

bagan.

IPA 3.8 Menganalisis siklus air

dan dampaknya pada

peristiwa di bumi

serta kelangsungan

makhluk hidup.

4.8 Membuat karya tentang

skema siklus air

berdasarkan informasi

dari berbagai sumber.

3.8.1 Siswa dapat menentukan

faktor-faktor yang

mempengaruhi siklus air.

3.8.2 Siswa dapat menentukan dan

menjabarkan pemanfaatan

serta cara penghematan air

dalam kehidupan sehari-hari.

3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi

membandingkan kondisi yang

menyebabkan terjadinya air

tanah dan air permukaan.

3.8.4 Siswa dapat menguraikan

proses terbentuknya air tanah

dan air permukaan berkaitan

dengan sifat porositas batu

4.8.1 Siswa dapat membuat gambar

siklus air tanah.

2.1.2 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan pedoman dalam merencanakan

pembelajaran yang akan dilaksanakan baik di kelas ataupun tutorial dan

alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran (Joyce, 2009: 4). Model

pembelajaran menjadi landasan untuk menerapkan kurikulum dalam

12

melakukan praktik pembelajaran di kelas (Hamzah, 2014: 153). Dari dua

pandangan model pembelajaran di atas, definisi model pembelajaran pada

dasarnya sama, yakni sebagai landasan dalam merancang pembelajaran

baik di sekolah maupun di luar sekolah menggunakan alat-alat

pembelajaran.

2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)

Discovery Learning sesuai apa yang tercantum dalam

Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 pada lampiran III adalah sebagai

berikut: Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan peserta

didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif

untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery learning

adalah salah satu level pembelajaran inkuiri yang mempunyai tujuan agar

siswa dapat menemukan konsep dalam pembelajaran dengan panduan dari

guru (Balim, 2009: 2). Pada penggunaan discovery learning, pengalaman

langsung yang dialami siswa dalam menemukan konsep akan menarik

perhatian peserta didik, membuat peserta didik antusias dan

memungkinkan terbentuknya konsep-konsep abstrak, penyerapan materi

yang lebih mudah, motivasi yang meningkat, serta pembelajaran yang

lebih realistik dan bermakna (Illahi, 2012: 70).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa

pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang

menekankan peserta didik untuk menggunakan keterampilan dan

kemampuannya dalam mencari jawaban dari permasalahan yang diberikan

oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik dilatih menarik kesimpulan dari

fakta-fakta hasil pengamatan melalui percobaan yang telah dilaksanakan.

13

2.1.3.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

(DL)

Tahap pelaksanaan discovery learning di atas meliputi enam tahap

yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing,

verification, generalization berikut uraian langkah metode discovery

learning dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih

(2014: 30-34) meliputi:

1. Menciptakan stimulus atau rangsangan (Stimulation)

Kegiatan guru dalam menciptakan stimulus kepada siswa dilakukan

ketika siswa sedang melakukan aktivitas mengamati fakta dan

fenomena dengan cara melihat, mendengar, membaca dan menyimak.

2. Menyiapkan adalah pernyataan masalah (Problem Statement).

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, lalu salahatu masalah

tersebut dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis atau jawaban

sementara.

3. Mengumpulkan data (Data Collecting)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membuktikan benar

atau tidaknya hipotesis dengan cara mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya dengan mengamati objek, wawancara dengan

narasumber, melakukan uji coba sendiri maupun mencari literatur.

4. Mengolah data (Data Processing)

Setelah semua informasi didapatkan, seluruhnya diolah dengan cara

tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Hal ini

berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari

generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru

tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat

pembuktian secara logis.

5. Memverifikasi data (Verification)

Giswa memeriksa secara cermat untuk membuktikan benar atau

tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,

14

dihubungkan dengan hasil data yang telah diolah. Verifikasi bertujuan

agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu

konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia

jumpai dalam kehidupannya.

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat

dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau

masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Tabel 2.4 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Stimulation (pemberian

rangsangan)

Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar

lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Fase 2

Problem statement

(pernyataan/

identifikasi masalah)

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan

dengan bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah).

Fase 3

Data collection

(pengumpulan data)

Guru memberi kesempatan siswa mengumpulkan berbagai

informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri

dan sebagainya untuk menjawab hipotesis.

Fase 4

Data processing

(pengolahan data)

Guru membimbing siswa agar mengolah data dan informasi

yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,

observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

Fase 5

Verification

(pembuktian)

Guru membimbing siswa agar memeriksa secara cermat

berbagai informasi yang didapat untuk membuktikan benar atau

tidaknya hipotesis yang ditetapkan

Fase 6

Generalization

(menarik kesimpulan/

generalisasi)

Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses

penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan

bersama-sama menarik kesimpulan.

2.1.3.3 Kelebihan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

Model pembelajaran Discovery Learning memiliki

keuntungan/kelebihan diantaranya yaitu dapat membantu siswa dalam

memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif,

menguatkan ingatan dalam memperoleh pengetahuan karena siswa dituntut

15

untuk menemukan sendiri dan bekerjasama dengan kelompok,

menimbulkan rasa senang saat menyelidiki dan menemukan konsep atau

pengetahuan baru, berpusat pada siswa sehingga berperan aktif dalam

mengeluarkan gagasan, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif

sendiri, mendorong siswa merumuskan hipotesis sendiri, siswa dapat

memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar (Kurniasih, 2014:66).

Sedangkan kelebihan model pembelajaran discovery learning

yaitu membantu siswa untuk mengembangkan konsep yang didapat,

memperbanyak kesiapan serta penguasan keterampilan, pengetahuan yang

didapat siswa dapat meninggalkan kesan sehingga mudah diingat,

membangkitkan semangat belajar siswa, memberikan kesempatan siswa

untuk berkembang sesuai kemampuan masing-masing, meningkatkan

kepercayaan diri siswa, berpusat pada siswa dengan kata lain guru hanya

sebagai fasilitator (Roestiyah, 2012: 20-21)

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery

learning lebih berpusat kepada siswa. Hal ini berarti, siswa akan lebih

terlihat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga diminta

untuk mencari tahu sendiri informasi melalui percobaan yang

dilaksanakan. Hal ini akan menumbuhkan rasa senang dan percaya diri

pada siswa saat mengikuti proses pembelajaran yang berdampak

meningkatnya hasil belajar siswa.

2.1.3.4 Kelemahan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

Adapun kekurangan model discovery learning dalam pembelajaran

menurut Kurniasih (2014:67) yaitu, siswa yang kurang pandai akan

mengalami kesulitan abstrak dalam berpikir atau mengungkapkan

hubungan antara konsep-konsep, tidak efisien jika digunakan untuk

mengajar siswa dalam jumlah yang banyak karena membutuhkan waktu

yang tidak singkat untuk menemukan pemecahan masalah, lebih cocok

untuk mengembangkan aspek konsep sedangkan aspek keterampilan dan

emosi kurang mendapat perhatian.

16

Berdasarkan kekurangan dalam model pembelajaran discovery

learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan model

pembelajaran discovery learning tidak serta merta dapat mempermudah

seluruh peserta didik dalam mengasah keterampilan dan memahami

konsep pembelajaran. Sehingga guru harus menyesuaikan strategi

pembelajaran dengan minat dan kebutuhan dari setiap peserta didik.

2.1.4 Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)

2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan kurikulum dan proses

pembelajaran. Di dalamnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut

siswa untuk memperoleh pengetahuan yang penting sehingga membuat

siswa mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar

sendiri serta turut serta berpartisipasi dalam tim (Amir, 2009:21). Model

pembelajaran problem based learning didasarkan pada prinsip dalam

menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi

pengetahuan baru (Cahyo, 2013: 283). Pembelajaran ini dirancang

sedemikian rupa agar siswa mendapatkan pengetahuan penting supaya

mahir dalam memecahkan masalah dan berpartisipasi dalam tim.

Model pembelajaran problem-based learning menurut Karaduman

(2013),

problem-based learning (PBL), aims students to gain autonomous learning, independent study, inquisition and problem-solving skills; and it is an approach in which individuals are confronted with simulated situations like the ones they are probable to face in their daily lives and encouraged to learn individually through self-study and research. This method being used in mathematics classes has an importance for the permanent storage of knowledge. One other factor which affects the students’ learning is their efficient and proper way of study. Model PBL ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi

meningkat juga membuat perubahan dalam pembelajaran khususnya dalam

17

segi peranan guru. Guru tidak hanya berada di depan kelas sebagai

pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan

langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi, melainkan guru berkeliling

kelas untuk memfasilitasi siswa berdiskusi, memberikan pertanyaan dan

membantu untuk menjadi lebih sadar akan pentingnya pembelajaran

(Pratiwi dkk, 2013).

2.1.4.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based

Learning (PBL)

Tahap pelaksanaan problem based learning di atas meliputi lima

tahap. Berikut uraian langkah model pembelajaran problem based learning

dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih (2014: 40-

44) meliputi:

Sintaksis PBL dalam penelitian ini meliputi lima tahapan, yaitu :

a. Mengorientasikan siswa pada masalah

Pada tahap ini guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan

topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan

kompetensi dasar yang akan di capai. Selanjutnya guru memberikan

motivasi kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran.

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pada tahap ini guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa

dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok tergantung

tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk didiskusikan.

Apabila dikondisikan secara berpasangan, akan lebih efektif dan

efisien apabila dipasangkan dengan teman semejanya. Seandainya

dikondisikan berkelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa

dengan memperhatikan heterogenitas anggotanya, dimana anggota

kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda

(tinggi, sedang, dan rendah). Selanjutnya guru memberikan lembar

aktivitas siswa yang berisi masalah berkaitan dengan materi yang akan

dipelajari serta media pembelajaran pendukung dalam diskusi.

18

c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Pada tahap ini guru meminta siswa mencermati masalah dalam lembar

aktivitas siswa. Selanjutnya guru melakukan monitoring dan

membimbing siswa yang mengalami kesulitan baik secara individual

maupun kelompok, bertanya tentang pemikiran siswa dalam

menyelesaikan masalah, serta memotivasi semua siswa agar terlibat

aktif dalam penyelesaian masalah. Sedangkan kegiatan siswa adalah

melakukan penyelidikan, mengembangkan cara berpikir mereka

dengan menemukan masalah, membangun pemahamannya sendiri

terhadap konsep, serta mencari penyelesaian masalah untuk

memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka agar

ditanggapi oleh siswa lain. Tahap ini dilakukan agar terjadi tukar ide

atau pendapat antar siswa sehingga memungkinkan dapat membantu

meminimalkan perbedaan ataupun kesalahan dalam penyelesaian

masalah siswa. Sehingga guru berperan untuk membimbing dialog dan

tanya jawab antar siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang

diinginkan sebelum adanya evaluasi.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses

penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan presentasikan.

Selanjutnya guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan dari

materi pembelajaran yang telah dipelajari.

19

Tabel 2.5 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Mengorientasikan

siswa pada masalah

Guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik

materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan

kompetensi dasar yang akan di capai.

Fase 2

Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa

dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok

tergantung tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk

didiskusikan.

Fase 3

Membimbing

penyelidikan

individual maupun

kelompok

Guru melakukan monitoring dan membimbing siswa yang

mengalami kesulitan baik secara individual maupun kelompok,

bertanya tentang pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah,

serta memotivasi semua siswa agar terlibat aktif dalam

penyelesaian masalah.

Fase 4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil

karya

Guru berperan untuk membimbing dialog dan tanya jawab antar

siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang diinginkan

sebelum adanya evaluasi.

Fase 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

penyelesaian masalah

Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses

penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan

presentasikan dan bersama-sama menarik kesimpulan.

2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan langkah Model Pembelajaran Tipe

Problem Based Learning (PBL)

Kelebihan model PBL (Problem Based Learning) menurut Anitah

(2009: 71), ada empat keuntungan PBL (Problem Based Learning) yaitu

“Memandu peserta didik belajar, memadukan materi sehinggga

pemahaman lebih komprehensif, memberikan perspektif yang berbeda,

dan mengajarkan keterampilan memecahkan masalah”. Keunggulan PBL

terletak pada perancangan masalahnya (Amir, 2010: 32).

Sedangkan kelemahan model pembelajaran yaitu, siswa merasa

enggan mencoba ketika tidak memiliki minat dan kepercayaan diri,

membutuhkan persiapan yang matang dan siswa cenderung memecahkan

masalah tanpa pemahaman yang matang sehingga mereka tidak akan

belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2014)

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran

problem based learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan

20

model pembelajaran problem based learning dapat membangun

keterampilan dalam pemecahan masalah peserta didik melalui aktivitas

belajar, akan tetapi guru juga memiliki peran aktif dalam menyajikan

materi. Sehingga peserta didik membutuhkan peran guru dalam

memotivasi dalam hal pemecahan masalah.

2.1.5 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman dan proses belajar (Sudjana, 2010: 22).

Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18),

menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan berhasil dalam belajar

apabila mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya.

Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa dari segi kemampuan berpikir,

keterampilan, maupun sikap terhadap suatu objek. Untuk mengetahui hasil

belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran.

Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpulan data yang

disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka

studi dicapai melalui 3 ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotorik.

Perinciannya adalah sebagai berikut :

1. Ranah kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek

yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan

penilaian.

2. Ranah afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi 5 jenjang

kemampuanyaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,

mengorganisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai yang kompleks.

3. Ranah psikomotorik

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

21

Tipe hasil belajar kognitif lebih mendominasi dibandingkan afektif

dan psikomotorik, hal ini dikarenakan hasil belajar kognitif lebih

menonjol. Namun, hasil belajar afektif dn psikomotorik juga diharuskan

menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Dengan demikian hasil belajar dapat didefinisikan sebagai sesuatu

yang diperoleh individu melalui proses belajar yang ditandai dengan

adanya perubahan perilaku berupa pengetahuan dan kemampuan dalam

berbagai hal.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Sukarman (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis

masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada Siswa

Kelas IV Semester 2 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten

Batang.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Tatang Herman (2007) juga

menyimpulkan bahwa PBL terbuka dan PBL terstruktur secara signifikan

lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa

dibanding pembelajaran konvensional (biasa). Namun, antara PBL terbuka

dan PBL terstruktur tidak ditemukan adanya perbedaan yang berarti dalam

meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farhan (2014)

tentang “keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan

representasi matematis, dan motivasi belajar”.Dimana hasil penelitian

menunjukkan bahwa PBL lebih efektif dibandingkan dengan inquiry-based

learning ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi matematis,

dan motivasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Widjajanti (2009, p.1),

bahwa dibandingkan pendekatan pembelajaran konvensional, PBL

membantu para siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan

penalaran.

Penelitian Siti Fatimah (2015) dengan judul “Eksperimentasi Model

Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL)

22

Berbasis Assessment for Learning (AfL) Terhadap Prestasi Belajar

Matematika Ditinjau dari Tingkat Motivasi Siswa“, menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dan

Problem Based Learning terhadap prestasi belajar matematika.

Penelitian Lenti Agustin (2015) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar

Matematika Antara Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dan

Problem Based Learning Pada Siswa Kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu”,

menunjukkan, bahwa: 1) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada

aspek keterampilan, 2) Ada perbedaan hasil belajar matematika pada aspek

pengetahuan, 3) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek

sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem

Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

Berdasarkan beberapa penelitian mengenai penerapan model

pembelajaran discovery learning dan problem based learning dalam

pembelajaran dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery

learning dapat menjadikan peserta didik aktif dan paham terhadap konsep

materi yang diajarkan, sedangkan model pembelajaran problem based

learning selain membantu mengkonstruksi pengetahuan dan keaktifan

peserta didik, model pembelajaran tersebut juga membangun keterampilan

penalaran.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggabungkan

beberapa muatan pelajaran menjadi sebuah tema dengan bahan ajar yang

sudah ditentukan. Pembelajaran tematik juga bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun

tidak seluruh siswa dapat mengikuti pembelajaran tematik dengan baik, hal ini

dikarenakan dalam pembelajaran tematik siswa dituntut aktif sehingga

pembelajaran yang diterima dapat bermakna.

Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan

merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa.

23

Dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, hasil belajar siswa dalam

hal kognitif afektif dan psikomotorik siswa akan dapat tercapai sesuai dengan

tujuan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang

akan digunakan untuk dibandingkan adalah model pembelajaran Discovery

Learning dan Problem Based Learning.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Discovery Learning dan

PBL

Hasil belajar tematik

Postest

Pretest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kondisi Awal

Pembelajaran Tematik

Indikator Pembelajaran

Discovery Learning

Pemberian rangsangan

Identifikasi masalah

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Pembuktian

Penarikan kesimpulan

Problem Based Learning

Orientasi masalah

Pengorganisasian siswa

Membimbing penyelidikan

Menyajikan hasil karya

Analisis dan evaluasi masalah

24

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan susunan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat

dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema 8

Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam

penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based

Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.

2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema

8 Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam

penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based

Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.