BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran tematik …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17128/2/T1...9...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran tematik …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17128/2/T1...9...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik SD
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
menggabungkan beberapa materi pembelajaran dari beberapa mata
pelajaran ke dalam tema (Trianto, 2009: 84). Model pembelajaran tematik
adalah pembelajaran terpadu dengan suatu sistem pembelajaran yang dapat
memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif
dalam menggali dan menemukan konsep yang bermakna dan autentik
(Rusman, 2012: 254).
Berdasarkan tema-tema pembelajaran yang ada, diharapkan akan
memberikan banyak keuntungan, di antaranya: (1) Siswa dapat dengan
mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu (2) Siswa dapat
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar mata pelajaran dalam tema yang sama (3) Siswa memiliki kesan
dalam memahami konsep pembelajaran (4) Guru dapat mengembangkan
kompetensi dasar dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan
pengalaman pribadi yang dimiliki siswa (5) Materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas sehingga siswa mampu merasakan manfaat dan
makna belajar; (6) Siswa lebih bergairah dalam belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi yang nyata serta dapat mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata
pelajaran lain (7) Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus
sehingga dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga
dapat menghemat waktu.
8
b. Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik SD memiliki tujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotorik.
Menurut Kemendikbud (2013), tujuan pembelajaran tematik adalah :
1. Perhatian terpusat pada satu tema atau topik tertentu.
2. Kompetensi muatan pelajaran dipelajari dan dikembangkan dalam
tema yang sama.
3. Siswa dapat memahami materi dengan lebih mendalam dan
berkesan.
4. Kompetensi berbaha siswa dapat dikembangkan dengan mentkan
berbagai muatan pelajaran dengan pengalaman pribadi siswa.
5. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata (bercerita, bertanya, menulis maupun mempelajari
pelajaran lainnya).
6. Manfaat dan makna belajar lebih terasa bermanfaat karena materi
yang disajikan dalam tema yang jelas.
7. Beberapa mata pelajaran dapat dipersiapkan sekaligus sehingga
dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga pertemuan, sehingga
dapat menghemat waktu.
8. Budi pekerti dan moral siswa dapat dikembangkan dengan
mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai situasi dan kondisi.
1) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik menekankan pada keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Suryosubroto
(2009: 136-137), ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam
pembelajaran tematik yaitu :
a. Kelebihan pembelajaran tematik :
1. Pembelajaran tematik bersifat menyenangkan karena sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa.
9
2. Pengalaman dan kegiatan belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa.
3. Pembelajaran terasa berkesan dan bermakna sehingga hasil
belajar akan bertahan lebih lama.
4. Keterampilan sosial siswa dapat tumbuh malalui pembelajaran
tematik seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi dan
tanggap terhadap gagasan orang lain.
b. Kekurangan pembelajaran tematik :
1. Guru dituntut memiliki keterampilan dan kreatifitas yang
tinggi.
2. Tidak setiap guru mampu mengimplementasikan secara tepat
kurikulum dengan konsep yang ada dalam mata pelajaran.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran tematik
tersebut maka dapat dinyatakan bahwa guru harus memiliki
keterampilan dan kreatifitas yang tinggi serta mampu
mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang tepat agar
pembelajaran yang dilakukan tidak hanya menarik, menyenangkan dan
berkesan bagi peserta didik melainkan juga semakin bermakna dan
dapat dipahami secara menyeluruh oleh peserta didik. Oleh karena itu,
diperlukan kreatifitas yang tinggi bagi seorang guru dalam
menyampaikan pembelajaran tematik melalui model pembelajaran
yang tepat dan bervariasi.
2) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Tematik Kelas 5 Semester
II
Kompetensi inti adalah tingkat kemampuan yang harus dicapai
siswa untuk mencapai standar kompetensi lulusan pada setiap tingkat
kelas (Permendikbud No. 24 Tahun 2016). Kurikulum 2013
mempunyai cita-cita luhur berupa berkarakter mulia, keterampilan
yang tepat, proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, sifat
pembelajaran yang kontekstual dan terpadu. Dalam hal ini
10
pembelajaran tematik menekankan pada 3 aspek dalam kompetensi
inti, yaitu KI 2 (sikap), KI 3 (pengetahuan) dan KI 4 (spiritual) secara
proporsional.
Kompetensi inti (KI) Tematik kelas 5 semester 2 dirangkum
dalam tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 KI Tematik Kelas 5 SD/MI Semester 2
Kompetensi Inti
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, santun, percaya diri, peduli, dan
bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, tetangga, dan negara.
3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar dengan cara mengamati, menanya,dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, serta benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.
4. Menunjukkan keterampilan berpikir dan bertindak kreatif, produktif,kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif. Dalam bahasa yang jelas,sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakanyang mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kompetensi dasar yaitu kemampuan dan materi pembelajaran
minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam suatu mata pelajaran
pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada
kompetensi inti (Permendikbud No. 24 Tahun 2016).
Kompetensi dasar (KD) tematik tema 8 Lingkungan Sahabat
Kita subtema 2 Perubahan Lingkungan pembelajaran 1 kelas 5
semester 2 dirangkum dalam tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 KD Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI Semester 2
Muatan Pelajaran Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia 3.8 Menguraikan urutan peristiwa atau tindakan yang terdapat pada teks
nonfiksi. 4.8 Menyajikan kembali peristiwa atau tindakan dengan memperhatikan
latar cerita yang terdapat pada teks fiksi. IPA 3.8 Menganalisis siklus air dan dampaknya pada peristiwa di bumi serta
kelangsungan makhluk hidup. 4.8 Membuat karya tentang skema siklus air berdasarkan informasi dari
berbagai sumber.
Dengan Kompetensi Dasar diatas, peneliti menentukan indikator
sebagai berikut :
11
Tabel 2.3 Indikator Tema 8 Subtema 2 Pembelajaran 1 Kelas 5 SD/MI
Semester 2 Muatan
Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator
Bahasa
Indonesia
3.8 Menguraikan urutan
peristiwa atau
tindakan yang
terdapat pada teks
nonfiksi.
4.8 Menyajikan kembali
peristiwa atau
tindakan dengan
memperhatikan latar
cerita yang terdapat
pada teks fiksi.
3.8.1 Siswa dapat menjelaskan dan
menyimpulkan arti dan
dampak pada perubahan
lingkungan.
3.8.2 Siswa dapat menentukan cara
menjaga lingkungan dalam
siklus air.
3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi
unsur-unsur yang terdapat
dalam siklus air.
4.8.1 Siswa dapat menjabarkan
peristiwa pada bacaan “Siklus
Air Tanah” dalam bentuk
bagan.
IPA 3.8 Menganalisis siklus air
dan dampaknya pada
peristiwa di bumi
serta kelangsungan
makhluk hidup.
4.8 Membuat karya tentang
skema siklus air
berdasarkan informasi
dari berbagai sumber.
3.8.1 Siswa dapat menentukan
faktor-faktor yang
mempengaruhi siklus air.
3.8.2 Siswa dapat menentukan dan
menjabarkan pemanfaatan
serta cara penghematan air
dalam kehidupan sehari-hari.
3.8.3 Siswa dapat mengidentifikasi
membandingkan kondisi yang
menyebabkan terjadinya air
tanah dan air permukaan.
3.8.4 Siswa dapat menguraikan
proses terbentuknya air tanah
dan air permukaan berkaitan
dengan sifat porositas batu
4.8.1 Siswa dapat membuat gambar
siklus air tanah.
2.1.2 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan pedoman dalam merencanakan
pembelajaran yang akan dilaksanakan baik di kelas ataupun tutorial dan
alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran (Joyce, 2009: 4). Model
pembelajaran menjadi landasan untuk menerapkan kurikulum dalam
12
melakukan praktik pembelajaran di kelas (Hamzah, 2014: 153). Dari dua
pandangan model pembelajaran di atas, definisi model pembelajaran pada
dasarnya sama, yakni sebagai landasan dalam merancang pembelajaran
baik di sekolah maupun di luar sekolah menggunakan alat-alat
pembelajaran.
2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Discovery Learning (DL)
Discovery Learning sesuai apa yang tercantum dalam
Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 pada lampiran III adalah sebagai
berikut: Model pembelajaran Discovery Learning mengarahkan peserta
didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery learning
adalah salah satu level pembelajaran inkuiri yang mempunyai tujuan agar
siswa dapat menemukan konsep dalam pembelajaran dengan panduan dari
guru (Balim, 2009: 2). Pada penggunaan discovery learning, pengalaman
langsung yang dialami siswa dalam menemukan konsep akan menarik
perhatian peserta didik, membuat peserta didik antusias dan
memungkinkan terbentuknya konsep-konsep abstrak, penyerapan materi
yang lebih mudah, motivasi yang meningkat, serta pembelajaran yang
lebih realistik dan bermakna (Illahi, 2012: 70).
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa
pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang
menekankan peserta didik untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuannya dalam mencari jawaban dari permasalahan yang diberikan
oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik dilatih menarik kesimpulan dari
fakta-fakta hasil pengamatan melalui percobaan yang telah dilaksanakan.
13
2.1.3.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning
(DL)
Tahap pelaksanaan discovery learning di atas meliputi enam tahap
yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing,
verification, generalization berikut uraian langkah metode discovery
learning dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih
(2014: 30-34) meliputi:
1. Menciptakan stimulus atau rangsangan (Stimulation)
Kegiatan guru dalam menciptakan stimulus kepada siswa dilakukan
ketika siswa sedang melakukan aktivitas mengamati fakta dan
fenomena dengan cara melihat, mendengar, membaca dan menyimak.
2. Menyiapkan adalah pernyataan masalah (Problem Statement).
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, lalu salahatu masalah
tersebut dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis atau jawaban
sementara.
3. Mengumpulkan data (Data Collecting)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis dengan cara mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dengan mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri maupun mencari literatur.
4. Mengolah data (Data Processing)
Setelah semua informasi didapatkan, seluruhnya diolah dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Hal ini
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis.
5. Memverifikasi data (Verification)
Giswa memeriksa secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,
14
dihubungkan dengan hasil data yang telah diolah. Verifikasi bertujuan
agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau
masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Tabel 2.4 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Stimulation (pemberian
rangsangan)
Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Fase 2
Problem statement
(pernyataan/
identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
Fase 3
Data collection
(pengumpulan data)
Guru memberi kesempatan siswa mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri
dan sebagainya untuk menjawab hipotesis.
Fase 4
Data processing
(pengolahan data)
Guru membimbing siswa agar mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Fase 5
Verification
(pembuktian)
Guru membimbing siswa agar memeriksa secara cermat
berbagai informasi yang didapat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan
Fase 6
Generalization
(menarik kesimpulan/
generalisasi)
Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses
penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan
bersama-sama menarik kesimpulan.
2.1.3.3 Kelebihan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)
Model pembelajaran Discovery Learning memiliki
keuntungan/kelebihan diantaranya yaitu dapat membantu siswa dalam
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif,
menguatkan ingatan dalam memperoleh pengetahuan karena siswa dituntut
15
untuk menemukan sendiri dan bekerjasama dengan kelompok,
menimbulkan rasa senang saat menyelidiki dan menemukan konsep atau
pengetahuan baru, berpusat pada siswa sehingga berperan aktif dalam
mengeluarkan gagasan, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif
sendiri, mendorong siswa merumuskan hipotesis sendiri, siswa dapat
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar (Kurniasih, 2014:66).
Sedangkan kelebihan model pembelajaran discovery learning
yaitu membantu siswa untuk mengembangkan konsep yang didapat,
memperbanyak kesiapan serta penguasan keterampilan, pengetahuan yang
didapat siswa dapat meninggalkan kesan sehingga mudah diingat,
membangkitkan semangat belajar siswa, memberikan kesempatan siswa
untuk berkembang sesuai kemampuan masing-masing, meningkatkan
kepercayaan diri siswa, berpusat pada siswa dengan kata lain guru hanya
sebagai fasilitator (Roestiyah, 2012: 20-21)
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery
learning lebih berpusat kepada siswa. Hal ini berarti, siswa akan lebih
terlihat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga diminta
untuk mencari tahu sendiri informasi melalui percobaan yang
dilaksanakan. Hal ini akan menumbuhkan rasa senang dan percaya diri
pada siswa saat mengikuti proses pembelajaran yang berdampak
meningkatnya hasil belajar siswa.
2.1.3.4 Kelemahan Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)
Adapun kekurangan model discovery learning dalam pembelajaran
menurut Kurniasih (2014:67) yaitu, siswa yang kurang pandai akan
mengalami kesulitan abstrak dalam berpikir atau mengungkapkan
hubungan antara konsep-konsep, tidak efisien jika digunakan untuk
mengajar siswa dalam jumlah yang banyak karena membutuhkan waktu
yang tidak singkat untuk menemukan pemecahan masalah, lebih cocok
untuk mengembangkan aspek konsep sedangkan aspek keterampilan dan
emosi kurang mendapat perhatian.
16
Berdasarkan kekurangan dalam model pembelajaran discovery
learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan model
pembelajaran discovery learning tidak serta merta dapat mempermudah
seluruh peserta didik dalam mengasah keterampilan dan memahami
konsep pembelajaran. Sehingga guru harus menyesuaikan strategi
pembelajaran dengan minat dan kebutuhan dari setiap peserta didik.
2.1.4 Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan kurikulum dan proses
pembelajaran. Di dalamnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang penting sehingga membuat
siswa mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar
sendiri serta turut serta berpartisipasi dalam tim (Amir, 2009:21). Model
pembelajaran problem based learning didasarkan pada prinsip dalam
menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi
pengetahuan baru (Cahyo, 2013: 283). Pembelajaran ini dirancang
sedemikian rupa agar siswa mendapatkan pengetahuan penting supaya
mahir dalam memecahkan masalah dan berpartisipasi dalam tim.
Model pembelajaran problem-based learning menurut Karaduman
(2013),
problem-based learning (PBL), aims students to gain autonomous learning, independent study, inquisition and problem-solving skills; and it is an approach in which individuals are confronted with simulated situations like the ones they are probable to face in their daily lives and encouraged to learn individually through self-study and research. This method being used in mathematics classes has an importance for the permanent storage of knowledge. One other factor which affects the students’ learning is their efficient and proper way of study. Model PBL ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi
meningkat juga membuat perubahan dalam pembelajaran khususnya dalam
17
segi peranan guru. Guru tidak hanya berada di depan kelas sebagai
pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan
langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi, melainkan guru berkeliling
kelas untuk memfasilitasi siswa berdiskusi, memberikan pertanyaan dan
membantu untuk menjadi lebih sadar akan pentingnya pembelajaran
(Pratiwi dkk, 2013).
2.1.4.2 Sintaks/Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL)
Tahap pelaksanaan problem based learning di atas meliputi lima
tahap. Berikut uraian langkah model pembelajaran problem based learning
dalam melaksanakan pembelajaran menurut Sani dan Kurniasih (2014: 40-
44) meliputi:
Sintaksis PBL dalam penelitian ini meliputi lima tahapan, yaitu :
a. Mengorientasikan siswa pada masalah
Pada tahap ini guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan
topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan
kompetensi dasar yang akan di capai. Selanjutnya guru memberikan
motivasi kepada siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada tahap ini guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa
dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok tergantung
tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk didiskusikan.
Apabila dikondisikan secara berpasangan, akan lebih efektif dan
efisien apabila dipasangkan dengan teman semejanya. Seandainya
dikondisikan berkelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa
dengan memperhatikan heterogenitas anggotanya, dimana anggota
kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda
(tinggi, sedang, dan rendah). Selanjutnya guru memberikan lembar
aktivitas siswa yang berisi masalah berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari serta media pembelajaran pendukung dalam diskusi.
18
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Pada tahap ini guru meminta siswa mencermati masalah dalam lembar
aktivitas siswa. Selanjutnya guru melakukan monitoring dan
membimbing siswa yang mengalami kesulitan baik secara individual
maupun kelompok, bertanya tentang pemikiran siswa dalam
menyelesaikan masalah, serta memotivasi semua siswa agar terlibat
aktif dalam penyelesaian masalah. Sedangkan kegiatan siswa adalah
melakukan penyelidikan, mengembangkan cara berpikir mereka
dengan menemukan masalah, membangun pemahamannya sendiri
terhadap konsep, serta mencari penyelesaian masalah untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka agar
ditanggapi oleh siswa lain. Tahap ini dilakukan agar terjadi tukar ide
atau pendapat antar siswa sehingga memungkinkan dapat membantu
meminimalkan perbedaan ataupun kesalahan dalam penyelesaian
masalah siswa. Sehingga guru berperan untuk membimbing dialog dan
tanya jawab antar siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang
diinginkan sebelum adanya evaluasi.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah
Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses
penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan presentasikan.
Selanjutnya guru dan siswa bersama-sama menarik kesimpulan dari
materi pembelajaran yang telah dipelajari.
19
Tabel 2.5 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Mengorientasikan
siswa pada masalah
Guru mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik
materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai dengan
kompetensi dasar yang akan di capai.
Fase 2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru mengorganisasikan kondisi kelas, apakah siswa
dikondisikan secara berpasangan atau secara berkelompok
tergantung tingkat masalah yang diberikan kepada siswa untuk
didiskusikan.
Fase 3
Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru melakukan monitoring dan membimbing siswa yang
mengalami kesulitan baik secara individual maupun kelompok,
bertanya tentang pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah,
serta memotivasi semua siswa agar terlibat aktif dalam
penyelesaian masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya
Guru berperan untuk membimbing dialog dan tanya jawab antar
siswa serta mengarahkan ke penyelesaian yang diinginkan
sebelum adanya evaluasi.
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah
Guru membimbing siswa untuk mengevaluasi proses
penyelesaian masalah yang telah mereka diskusikan dan
presentasikan dan bersama-sama menarik kesimpulan.
2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan langkah Model Pembelajaran Tipe
Problem Based Learning (PBL)
Kelebihan model PBL (Problem Based Learning) menurut Anitah
(2009: 71), ada empat keuntungan PBL (Problem Based Learning) yaitu
“Memandu peserta didik belajar, memadukan materi sehinggga
pemahaman lebih komprehensif, memberikan perspektif yang berbeda,
dan mengajarkan keterampilan memecahkan masalah”. Keunggulan PBL
terletak pada perancangan masalahnya (Amir, 2010: 32).
Sedangkan kelemahan model pembelajaran yaitu, siswa merasa
enggan mencoba ketika tidak memiliki minat dan kepercayaan diri,
membutuhkan persiapan yang matang dan siswa cenderung memecahkan
masalah tanpa pemahaman yang matang sehingga mereka tidak akan
belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2014)
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran
problem based learning tersebut, pembelajaran tematik menggunakan
20
model pembelajaran problem based learning dapat membangun
keterampilan dalam pemecahan masalah peserta didik melalui aktivitas
belajar, akan tetapi guru juga memiliki peran aktif dalam menyajikan
materi. Sehingga peserta didik membutuhkan peran guru dalam
memotivasi dalam hal pemecahan masalah.
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman dan proses belajar (Sudjana, 2010: 22).
Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18),
menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan berhasil dalam belajar
apabila mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya.
Perubahan-perubahan tersebut dapat berupa dari segi kemampuan berpikir,
keterampilan, maupun sikap terhadap suatu objek. Untuk mengetahui hasil
belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran.
Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpulan data yang
disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka
studi dicapai melalui 3 ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Ranah kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
2. Ranah afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi 5 jenjang
kemampuanyaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
mengorganisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai yang kompleks.
3. Ranah psikomotorik
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
21
Tipe hasil belajar kognitif lebih mendominasi dibandingkan afektif
dan psikomotorik, hal ini dikarenakan hasil belajar kognitif lebih
menonjol. Namun, hasil belajar afektif dn psikomotorik juga diharuskan
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Dengan demikian hasil belajar dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang diperoleh individu melalui proses belajar yang ditandai dengan
adanya perubahan perilaku berupa pengetahuan dan kemampuan dalam
berbagai hal.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Sukarman (2012) menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis
masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada Siswa
Kelas IV Semester 2 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten
Batang.
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Tatang Herman (2007) juga
menyimpulkan bahwa PBL terbuka dan PBL terstruktur secara signifikan
lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa
dibanding pembelajaran konvensional (biasa). Namun, antara PBL terbuka
dan PBL terstruktur tidak ditemukan adanya perbedaan yang berarti dalam
meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Farhan (2014)
tentang “keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan
representasi matematis, dan motivasi belajar”.Dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa PBL lebih efektif dibandingkan dengan inquiry-based
learning ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi matematis,
dan motivasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Widjajanti (2009, p.1),
bahwa dibandingkan pendekatan pembelajaran konvensional, PBL
membantu para siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan
penalaran.
Penelitian Siti Fatimah (2015) dengan judul “Eksperimentasi Model
Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL)
22
Berbasis Assessment for Learning (AfL) Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau dari Tingkat Motivasi Siswa“, menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dan
Problem Based Learning terhadap prestasi belajar matematika.
Penelitian Lenti Agustin (2015) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar
Matematika Antara Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dan
Problem Based Learning Pada Siswa Kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu”,
menunjukkan, bahwa: 1) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada
aspek keterampilan, 2) Ada perbedaan hasil belajar matematika pada aspek
pengetahuan, 3) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek
sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem
Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai penerapan model
pembelajaran discovery learning dan problem based learning dalam
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery
learning dapat menjadikan peserta didik aktif dan paham terhadap konsep
materi yang diajarkan, sedangkan model pembelajaran problem based
learning selain membantu mengkonstruksi pengetahuan dan keaktifan
peserta didik, model pembelajaran tersebut juga membangun keterampilan
penalaran.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggabungkan
beberapa muatan pelajaran menjadi sebuah tema dengan bahan ajar yang
sudah ditentukan. Pembelajaran tematik juga bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun
tidak seluruh siswa dapat mengikuti pembelajaran tematik dengan baik, hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran tematik siswa dituntut aktif sehingga
pembelajaran yang diterima dapat bermakna.
Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan
merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa.
23
Dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat, hasil belajar siswa dalam
hal kognitif afektif dan psikomotorik siswa akan dapat tercapai sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang
akan digunakan untuk dibandingkan adalah model pembelajaran Discovery
Learning dan Problem Based Learning.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Discovery Learning dan
PBL
Hasil belajar tematik
Postest
Pretest
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kondisi Awal
Pembelajaran Tematik
Indikator Pembelajaran
Discovery Learning
Pemberian rangsangan
Identifikasi masalah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Pembuktian
Penarikan kesimpulan
Problem Based Learning
Orientasi masalah
Pengorganisasian siswa
Membimbing penyelidikan
Menyajikan hasil karya
Analisis dan evaluasi masalah
24
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan susunan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat
dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema 8
Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam
penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based
Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar Tematik Tema
8 Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 Perubahan Lingkungan dalam
penerapan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based
Learning pada siswa kelas 5 SD semester 2.