BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan...

39
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi pembanding. Penulis menelusuri berbagai hasil studi, buku, hasil penelitian, dan jurnal yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Penulis menemukan hasil studi yang digunakan untuk menganalisis proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Studi-studi ini dikelompokkan dalam dua kelompok. Pertama, penelitian yang memiliki relevansi dengan proses komodifikasi dan pariwisata yaitu penelitian (tesis) berjudul Komodifikasi Dramatari ‗Cak RamayanaDesa Singapadu dalam Industri Pariwisatayang ditulis oleh Lestari (2014), buku berjudul ―Komodifikasi Tubuh Perempuan: Joged ‗NgeborBaliyang ditulis oleh Atmadja (2010), dan penelitian berjudul Komodifikasi dalam Pariwisata: Hegemoni Budaya Populeryang dituangkan dalam Jurnal Kajian Budaya (Surbakti, 2006). Serta, penelitian tentang kajian pariwisata budaya Bali, yaitu penelitian McKean (1974) yang berjudul: Analisa Pendahuluan tentang Interaksi Orang Bali dengan Wisatawan: Tradisi ‗Kecil‘, ‗Besar, dan ‗Moderndari Suatu Kebudayaan‖. Kedua, penelitian yang mendukung studi tentang Jayapangus, Barong Landung dan akulturasi budaya Bali dan Tionghoa. Penelitian tersebut, yaitu penelitian Sulistyawati (2011) berjudul ―Pengaruh Kebudayaan Tionghoa

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada bagian kajian pustaka ada beberapa hasil studi yang menjadi referensi

pembanding. Penulis menelusuri berbagai hasil studi, buku, hasil penelitian, dan

jurnal yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Penulis menemukan hasil studi yang digunakan untuk menganalisis proses

produksi, distribusi, dan konsumsi.

Studi-studi ini dikelompokkan dalam dua kelompok. Pertama, penelitian

yang memiliki relevansi dengan proses komodifikasi dan pariwisata yaitu

penelitian (tesis) berjudul ―Komodifikasi Dramatari ‗Cak Ramayana‘ Desa

Singapadu dalam Industri Pariwisata‖ yang ditulis oleh Lestari (2014), buku

berjudul ―Komodifikasi Tubuh Perempuan: Joged ‗Ngebor’ Bali‖ yang ditulis

oleh Atmadja (2010), dan penelitian berjudul ―Komodifikasi dalam Pariwisata:

Hegemoni Budaya Populer‖ yang dituangkan dalam Jurnal Kajian Budaya

(Surbakti, 2006). Serta, penelitian tentang kajian pariwisata budaya Bali, yaitu

penelitian McKean (1974) yang berjudul: ―Analisa Pendahuluan tentang Interaksi

Orang Bali dengan Wisatawan: Tradisi ‗Kecil‘, ‗Besar‘, dan ‗Modern‘ dari Suatu

Kebudayaan‖.

Kedua, penelitian yang mendukung studi tentang Jayapangus, Barong

Landung dan akulturasi budaya Bali dan Tionghoa. Penelitian tersebut, yaitu

penelitian Sulistyawati (2011) berjudul ―Pengaruh Kebudayaan Tionghoa

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

13

terhadap Peradaban Budaya Bali‖ dalam sebuah bunga rampai ―Integrasi Budaya

Tionghoa ke Dalam Budaya Bali dan Budaya Indonesia‖. Artikel lainnya adalah

―Barong Landung Perspektif Sejarah, Fungsi, dan Pagelaran‖ oleh I Made

Bandem (2011), buku berjudul ―Barong Landung, Bernuansa: Magis – Religius‖

karya Jero Mangku Oka Swadiana (2008), serta disertasi I Wayan Sukerna (2016)

berjudul ―Transformasi Tradisi Barong Ngelawang di Kawasan Pariwisata Ubud,

Gianyar, Bali‖. Benang merah penelitian ini tentang Barong Landung sebagai

simbolisme, sakralisasi, lakon-lakon Barong Landung, Pura Dalem Balingkang

dan keterkaitannya dengan Barong Landung, serta tradisi ngelawang dari beragam

barong dalam tradisi Bali.

Kajian Komodifikasi Dramatari ―Cak Ramayana‖ Desa Singapadu Dalam

Industri Pariwisata yang ditulis oleh Lestari (2014) mengkaji tentang seni cak

yang berawal dari seni wali kemudian dikomodifikasi oleh sanggar untuk

disajikan melalui seni pertunjukan pariwisata kepada wisatawan. Penelitian yang

dilakukan oleh peneliti juga tentang komodifikasi terhadap mitos yang berbalut

ritual menjadi seni pertunjukan pariwisata. Lestari menyatakan bahwa bentuk

komodifikasi dramatari Cak Ramayana dalam industri pariwisata di Desa

Singapadu terbagi atas tiga bagian yaitu komodifikasi produksi, konsumsi, dan

distribusi. Komodifikasi produksi terjadi pada jadwal pementasan, durasi

pementasan, dan tata penyajian pementasan. Komodifikasi distribusi terjadi pada

konsumen yang menjadi penikmatnya dan pola promosi yang dilakukan oleh

pengelola perkumpulan cak (sekaa) untuk dapat melakukan pementasan di hotel-

hotel. Komodifikasi konsumsi dramatari Cak Ramayana terjadi pada tujuan

dilaksanakannya pementasan dramatari Cak Ramayana, tempat atau lokasi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

14

dilaksanakannya pementasan, dan nilai estetik yang terkandung dalam

pementasan dramatari Cak Ramayana.

Lestari menilai komodifikasi dramatari Cak Ramayana di Desa Singapadu

terjadi karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Adapun faktor internal yang memengaruhi terjadinya komodifikasi

adalah: adanya kreativitas seniman dramatari Cak Ramayana, adaptasi praktisi cak

dengan industri pariwisata, adanya sikap terbuka masyarakat Desa Singapadu

terhadap perubahan yang terjadi dalam perkembangan industri pariwisata. Faktor

eksternal yang memengaruhi terjadinya komodifikasi dramatari Cak Ramayana

dalam industri pariwisata di Desa Singapadu adalah perkembangan pariwisata dan

ekonomi, adanya permintaan dari konsumen. Komodifikasi dramatari Cak

Ramayana dalam industri pariwisata berdampak terhadap masyarakat yang terlibat

di dalamnya. Dampak tersebut terlihat dalam sisi sosial ekonomi dan sosial

budaya. Dampak komodifikasi dramatari Cak Ramayana terhadap sosial ekonomi

yaitu: dampak terhadap pendapatan anggota sekaa cak di Desa Singapadu,

timbulnya kesempatan kerja dan persaingan tarif. Komodifikasi dramatari Cak

Ramayana berdampak terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat seperti

pengikatan warga banjar secara formal, pelestarian seni budaya, dan terjadinya

penurunan kualitas estetis dramatari Cak Ramayana.

Atmadja dalam penelitian tentang Joged ―Ngebor‖ Bali melakukan

dekonstruksi terhadap realitas Jodeg ―Ngebor‖ Bali yang sedang marak. Atmadja

menilai bahwa tindakan penari dalam Joged ―Ngebor‖ Bali di ruang pentas

memiliki dimensi yang luas dan kompleks. Tindakan tersebut terjadi karena

pengaruh sistem ekonomi kapitalisme, ideologi pasar atau ―agama pasar‖ yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

15

merupakan anak emas globalisasi. Pengaruh ideologi ini menyebabkan timbulnya

perubahan dalam pengelolaan joged bumbung dari sekaa yang menekankan pada

nilai tanpa pamrih (ngayah) ke arah perusahaan pertunjukan-kelompok bisnis

yang mengkomodifikasikan modal kultural dan modal tubuh wanita berbentuk

hiburan seks. Ia juga menyatakan bahwa joged bumbung merupakan peng-ajeg-an

ideologi dominan pada masyarakat Bali, yakni ideologi gender, ideologi patriarki,

dan ideologi seks. Penelitian tersebut memiliki relevansi bagi penelitian penulis

yang mengkaji tentang ideologi yang bersembunyi dalam seni pertunjukan

pariwisata di Bali, yaitu ideologi pasar, dan ideologi pariwisata budaya.

Surbakti (2006) dalam penelitian berjudul ―Komodifikasi dalam Pariwisata:

Hegemoni Budaya Populer‖ menyebutkan komodifikasi dalam pariwisata adalah

sebuah keniscayaan. Surbakti menyatakan komodifikasi di Bali tidak hanya dalam

pariwisata namun sudah berkenaan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam

keberlangsungan tata sosial-agama di Bali, seperti membuat banten untuk

kehidupan ritual-ritual masyarakatnya. Komodifikasi dinyatakan menyebabkan

ritual keagamaan di Bali mengalami demistifikasi (penurunan tingkat kesakralan).

Surbakti menyebutkan bahwa dampak dari komodifikasi dalam pariwisata

adalah sebagai budaya posmodernis, banyak produk pariwisata popular dicurigai

sebagai pertanda dari kedangkalan budaya dan sering disimpulkan secara

sederhana sebagai dampak negatif pariwisata. Disebutkan pula bahwa, justru

kebudayaan Bali harus berterima kasih kepada kapitalisme (pariwisata) karena

merekalah yang ikut menghidupkan dan mengembangkan kebudayaan lokal.

Tanpa kapitalisme dan pariwisata, kebudayaan Bali tidak semaju sekarang.

Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yaitu terjadinya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

16

proses komodifikasi dalam pariwisata terhadap mitos pernikahan Jayapangus dan

Kang Cing Wei.

Penelitian tentang hubungan timbal balik perkembangan pertunjukkan

berbasis kebudayaan Bali dalam kontkes perkembangan pariwisata Bali dilakukan

oleh McKean pada tahun 1970-1971. Periode ini merupakan awal pengaruh

pariwisata terhadap kebudayaan Bali. McKean menyebutkan bahwa tontonan atau

pertunjukan berbasis kebudayaan Bali terdiri dari tiga penonton, yaitu para

penonton dari alam niskala, para penonton setempat (warga), dan wisatawan

sebagai penonton.

Penonton alam niskala pada pertunjukan, seperti Calon Arang, Tari Legong,

Tari Sang Hyang Dedari pada saat upacara agama (odalan) di pura yang dimaksud

adalah penonton dari alam dewa-dewa, widiadari-widiadari, makluk jadi-jadian

(leyak) atau para leluhur. Penonton tersebut merupakan penonton yang tidak

terlihat namun dirasakan kehadirannnya (orang Bali menggangap mereka sebagai

makluk dari surga). Kehadirannya dengan segala manifestasinya, diundang dan

diharap-harapkan dan dialami dalam banyak pertunjukan di Bali. Dalam upacara

yang dilakukan untuk memuliakan makluk halus yang baik serta mengusir yang

jahat, mungkin akan terjadi peristiwa kesurupan. Jika ada orang mengalami

kesurupan, maka kejadian tersebut dianggap sebagai pertanda bahwa batara telah

berkenan turun ke dunia manusia. Guna menyatakan kehadirannya yang biasanya

tidak nampak itu, maka roh halus itu, mungkin akan meminta sajian makanan dan

minuman atau persembahan khusus.

McKean (1974) menyatakan bahwa alam luhur atau alam gaib itu

merupakan motivasi dan rasion d’etre yang sangat menentukan bagi penonton di

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

17

Bali, maka penonton yang lain pun hadir pada saat itu. Penonton yang merupakan

orang-orang desa hadir baik pada setiap odalan maupun pada upacara-upacara

lain, memenuhi tempat sekitar pertunjukan (arena). Semakin ramai penonton,

semakin tinggi penilaian orang Bali terhadap upacara itu.

Kategori ketiga dari tontotan di Bali, menurut McKean (1974) menunjukkan

bahwa terjadi pertunjukan yang mengikutsertakan orang asing atau wisatawan

menjadi penonton. Di Bali, kehadiran penonton sangat diharapkan, didorong dan

disambut, selama mereka masih memperlihatkan cara-cara yang dipandang

hormat oleh umum baik dari segi pakaian maupun kata-kata. Sejak jaman

kolonial, turisme pun telah berkembang di Bali. Terutama di daerah Badung,

Ubud, Sanur, dan Kuta, kegiatan disediakan untuk wisatawan disamping kegiatan

upacara yang telah umum, seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan, potong

gigi, dan melasti yang merupakan semacam tontotan. Berkembang pula tontonan

yang dijadwalkan, seperti pertunjukan tari Barong dan Rangda, Legong,

Sanghyang Dedari, hingga yang paling popular tari Kecak atau Mongkey Dance.

Pertunjukan itu biasanya berlangsung hampir satu jam dengan lakon yang tidak

dikembangkan, dan grup-grup penari yang baik telah memperhalus mutu seni

tabuh dan tari-tarian mereka dengan secara profesional.

Salah satu diantara transaksi-transaksi yang penting bagi orang Bali sudah

jelas, yaitu segi ekonomi berapakah penghasilan pada malam pertunjukan itu.

Wisatawan membayar untuk diperkenankan memasuki alam mitos orang Bali,

menjadi penonton serta mengalami seni budayanya itu. Dalam pertunjukan

khusus yang diadakan untuk para tamu asing itu, penonton alam halus dan

penonton lokal akan menduduki tempat kedua, meskipun dibuat sesajen-sesajen

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

18

persembahan sebelum pertunjukan di mulai. Penelitian McKean ini memiliki

relevasi dengan penelitian yang dilakukan peneliti bahwa seni pertunjukan yang

berbasis kebudayaan Bali yang diproduksi untuk pariwisata selalu berbasis atau

motif ekonomi serta melibatkan pihak asing (wisatawan) sebagai penonton dalam

seni pertunjukan pariwisata.

Literatur lainnya yang memiliki relevansi dengan mitos Jayapangus dan

Kang Cing Wei adalah penelitian Sulistyawati yang berlokasi di Pura Dalem

Balingkang di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani. Pura Dalem Balingkang

merupakan pura yang menyiratkan terjadinya pengaruh kebudayaan Tionghoa

terhadap sistem religi dan upacara keagamaan di Bali. Pengaruh itu dapat dilihat

pada adanya pemujaan terhadap Ratu Gede Subandar dan Ratu Ayu Subandar.

Sulistyawati menyatakan bahwa bahwa masyarakat Bali, dari masa paling

kuno sampat postmodern, selalu bersifat terbuka dan arif bijaksana dalam

menerima pengaruh baru yang datang dari luar. Manusia Bali tidak pernah alergi

dengan keberadaan etnik yang datang dari luar Bali. Sebaliknya, manusia Bali

sangat genius dalam memanfaatkan dan mengelola pergaulan mereka dengan

beragam etnik dan budaya yang masuk ke Bali untuk mengambil hikmah dan

keuntungan darinya, dalam rangka membangun kemajuan peradaban budaya Bali.

Pengaruh kebudayaan Tionghoa, antara lain pengaruhnya terhadap sistem religi

dan upacara keagamaan, pengaruh terhadap sistem dan organisasi

kemasyarakatan, pengaruh terhadap sistem pengetahuan, pengaruh terhadap

bahasa, pengaruh terhadap kesenian, pengaruh terhadap sistem mata pencaharian,

dan pengaruh terhadap sistem teknologi dan peralatan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

19

Relevansi artikel ini dengan penelitian adalah integrasi antara Bali dan

Tionghoa dalam kehidupan dan budaya Bali sebagaimana tampak pada

pertunjukan seni dan teater Bali Agung di Bali Safari and Marine Park.

Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan

dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada kostum pemain dan latar

pertunjukan tersebut.

Artikel lain yang juga memiliki keterkaitan dengan kajian ini adalah

―Barong Landung: Perspektif Sejarah, Fungsi, dan Pagelaran‖ oleh Bandem

(2011). Artikel ini membahas sejarah panjang barong di Bali serta mitos Barong

Landung. Bandem menyatakan bahwa asal usul barong di Bali memiliki kaitan

dengan barong asal Tiongkok. Disebutkan bahwa asal mula barong adalah tari

Singa Tiongkok yang muncul selama dinasti Tang (abad ke-7 sampai ke-10) dan

menyebar ke berbagai negara di bagian Asia Timur termasuk Bali.

Bandem (2011: 86) juga menyatakan bahwa barong adalah topeng yang

berwujud binatang mitologi yang memiliki kekuatan gaib dan dijadikan pelindung

masyarakat Bali. Dilihat fungsinya, menurut Bandem (2011: 88) barong-barong di

Bali juga melakukan perjalanan ke luar desanya, berkeliling mengunjungi desa

lain, mengadakan pementasan di jalan raya atau rumah orang secara profesional,

memungut uang untuk kepentingan kesejahteraan seka atau banjar pemilik barong

itu atau disebut dengan ngelawang. Selain ngelawang untuk mengumpulkan uang,

ada pula barong yang melakukan perjalanan spiritual, mencari air suci di desa lain

(Bandem dan deBoer, 1995: 104).

Dalam artikelnya, Bandem (2011) juga menceritakan mitos Jayapangus

yang menikah dengan putri asal Cina bernama Kang Cing Wei hingga perjalanan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

20

kehidupan rumah tangga yang belum dikaruniai anak. Raja memutuskan bertapa

di dekat Gunung Batur. Dalam pertapaannya raja menikah dengan Dewi Danu

yang merupakan putri dari Batari Batur. Pernikahan tersebut akhirnya diketahui

Kang Cing Wei. Putri murka. Terjadi pertengkaran dengan Dewi Danu. Akhirnya,

Batari Batur melebur Jayapangus dan Kang Cing Wei. Masyarakat Batur

memohon kepada Batari Batur agar diizinkan membuat patung suci (pratima)

Jayapangus dan Kang Cing Wei.

Relevansi artikel ini dengan penelitian adalah ideologi bermain dalam ruang

ritual Barong Landung dan pada seni pertunjukan di Bali Agung tersebut. Ideologi

kultural dan ideologi pasar tampak bersinggungan antara ritual Barong Landung

dengan pertunjukan seni dan teater Raja Jayapangus. Relevansi lainnya adalah

seni pertunjukan mengambil salah satu versi mitos yang mirip dengan artikel yang

disarikan dalam artikel tersebut.

Buku berjudul ―Barong Landung, Bernuansa: Magis–Religius‖ karya

Swadiana (2008) juga memiliki relevansi dengan penelitian ini. Buku ini

mengkaji Barong Landung sebagai simbolisme, sakralisasi Barong Landung,

lakon-lakon Barong Landung, dan pura Dalem Balingkang dan keterkaitannya

dengan Barong Landung.

Swadiana menyebutkan Barong Landung merupakan simbolisme berupa

benda suci (pralingga) menurut pandangan agama Hindu. Adapun pengertian

benda-benda suci dalam keputusan seminar kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek

agama Hindu adalah benda-benda yang memang disucikan dengan suatu upacara

penyucian (pesucian) tertentu yang fungsi dan penggunaanya semata-mata untuk

tujuan suci dan ditempatkan pada tempat-tempat yang dipandang suci (Swadiana,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

21

2008: 16). Perwujudan Barong Landung akan menampakkan aura magis -

religiusnya sehingga masyarakat penyusungnya makin merasa percaya dan yakin.

Benda yang mati kemudian dihidupkan dengan upacara yang disebut dengan

upacara utpeti (disucikan).

Barong Landung yang difungsikan sebagai seni profan atau murni hiburan

bukanlah Barong Landung yang disungsung oleh warga (krama) lazim

dipergunakan kala menyertai rangkaian upacara-upacara keagamaan. Pegiat seni

yang ingin mengusung Barong Landung ke pentas hiburan harus membuat

Barong Landung yang memang dikhususkan untuk kepentingan itu. Misalnya, ISI

(Institut Seni Indonesia) Denpasar memiliki koleksi Barong Landung yang

memang khusus dibuat untuk kepentingan pertunjukan (Swadiana, 2008: 27).

Sejatinya Barong Landung punya peluang menjadi sebuah seni pertunjukan yang

impresif, menarik, dan unik sekaligus menghibur. Sebagai contoh, pada tahun

1987 Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar saat masih bernama Sekolah Tinggi

Seni Indonesia (STSI) pernah menggarap sebuah drama tari yang mengangkat

cerita Balingkang yang dipentaskan serangkaian peringatan HUT Yayasan Walter

Spies (Swadiana, 2008: 27-28).

Swadiana menyatakan ada banyak versi cerita yang ada dan berkembang

dalam masyarakat Bali yang dapat dijadikan bahan lakon Barong Landung,

namun hanya beberapa yang umumnya diangkat menjadi lakon Barong Landung.

Adapun cerita dimaksudkan antara lain, Barong Landung yang hanya terdiri atas

dua barong yakni Jro Gede (barong pria) dan Jro Luh (barong perempuan),

dengan dasar cerita yang diangkat berkisar dan berkisah tentang kehidupan rumah

tangga (suami–istri). Penyampaian cerita ditransformasikan ke dalam dialog-

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

22

dialog maupun tembang-tembang yang bersifat humor dan komedi

(mesesimbingan). Meskipun kesenian itu difungsikan sebagai seni wali namun

tetap memiliki greget sebagai seni pertunjukkan yang menghibur serta enak

ditonton.

Ada pula versi di masyarakat tentang Barong Landung, yaitu pada abad

XII masa bertahta Raja Detya Jayapangus yang berkedudukan di Panarajon (saat

ini disebut Penulisan). Pada masa itu pemerintahan Sri Jayapangus didampingi

Pendeta Kerajaan Empu Siwa Gandu (sesuai dengan Raja Purana Pura Ulun Danu

Batur). Empu Gandu berkedudukan di Penulisan. Raja Sri Detya Jayapangus

beristrikan Dewi Danu yang anak Bhagawan Daksa dan sudah dikaruniai anak

yang bernama Maya Danau (Maya Danawa) lahir di pinggir Danau Batur. Maya

Danawa adalah putra mahkota yang nantinya siap menjalankan roda-roda

pemerintahan saat itu. Pada zaman pemerintahan dan kekuasaan Sri Detya Jaya,

kerajaan berjalan dengan baik,rakyatnya sejahtera karena sang raja sangat

memperhatikan nasib rakyatnya. Setelah perkawinan Raja Sri Detya Jayapangus

di Puri Jong Les diubahlah kerajaan menjadi Kerajaan Balingkang (Swadiana,

2008: 28-31).

Studi Swadiana (2008) ini memiliki relevansi dengan penelitian ini bahwa

telah terjadi alih wahana dari mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei

dari ritual Barong Landung yang bernuansa sakral dimodifikasi menjadi seni

profan. Proses alih wahana melibatkan seniman Barat menggunakan teknologi

yang modern sehingga menjadi sebuah produk wisata yang bisa mendapatkan

keuntungan dari pariwisata Bali.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

23

Selanjutnya, disertasi Sukerna menjelaskan tentang tradisi barong

ngelawang telah mengalami perubahan, dari semula barong ngelawang yang

sakral menjadi profan, di mana barong ngelawang dimainkan oleh anak-anak

untuk tujuan hiburan dan mencari uang. Perubahan tradisi barong ngelawang

terjadi di kawasan wisata Ubud, Gianyar, Bali. Dalam tradisi ini terjadi pola

transformasi sakral ke profan dan sebaliknya profan ke sakral.

Di kawasan Ubud terdapat lima jenis barong, yaitu Barong Ket, Barong

Bangkal, Barong Landung, Barong Macan, dan Barong Kedingling. Barong

tersebut adalah barong sakral yang digunakan untuk ngelawang mengelilingi desa

pada setiap hari raya Galungan dan Kuningan. Tradisi ngelawang bertujuan untuk

menetralisir pengaruh kekuatan unsur negatif atau sebagai penolak bala. Tradisi

ngelawang sebagai bentuk representasi dari suatu sistem dan keyakinan yang

tertanam dalam masyarakat Ubud yang dilandasi ideologi yang beragam, yaitu

ideologi religi, dan ideologi pasar. Disertasi ini untuk memahami bahwa Barong

Landung merupakan salah satu tradisi ngelawang dari berbagai jenis barong yang

dilaksakan masyarakat Bali, yang bersifat sakral dan juga bisa mengalami

transformasi bersifat profan.

Lestari dan Surbakti dalam penelitian mereka menunjukkan bahwa proses

komodifikasi dalam pariwisata melibatkan kapitalisme. Budaya Bali yang bersifat

sakral dikomodifikasi sehingga menjadi seni pertunjukan pariwisata yang

memberikan dampak sosial, ekonomi, dan budaya. McKean juga menunjukkan

bahwa komodifikasi budaya lokal berdampak pada kesejahteraan masyarakat

lokal di mana wisatawan mendapatkan keuntungan estetika, sementara

masyarakat lokal mendapatkan limpahan kapital.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

24

Lestari menekankan bahwa proses komodifikasi dimulai dari produksi,

distribusi, dan konsumsi sedangkan Surbakti menekankan pada dampak sebuah

komodifikasi terhadap perkembangan kebudayaan lokal Bali. Sementara McKean

menunjukkan bahwa perkembangan penonton dalam budaya Bali berkembang,

dari penonton dewa atau roh halus, penonton dari masyarakat lokal hingga

penonton orang asing atau wisatawan.

Dari beberapa penelitian dan literatur yang dikaji penulis, belum ada yang

melakukan penelitian tentang komodifikasi seni pertunjukan pariwisata Bali

Agung – The Legend of Balinese Goddesses di Bali Safari and Marine Park.

Untuk itu, penulis menjadikan seni pertunjukan pariwisata Bali Agung – The

Legend of Balinese Goddesses di Bali Safari and Marine Park sebagai objek

penelitian.

2.2 Konsep

Ada tiga konsep yang digunakan dan dijelaskan dalam penelitian berjudul

Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukan Bali Agung – The Legend of Balinesse

Goddesses di Bali Safari and Marine Park, yaitu mitos pernikahan Jayapangus

dan Kang Cing Wei, seni pertunjukan pariwisata, dan Bali Agung.

2.2.1 Mitos Pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei

Mitos, dalam bahasa Inggris: myth; dari Yunani mythos (mitos, mite,

fibula, hikayat, legenda, percakapan, ucapan, pembicaraan), myhteomai =

(menceritakan, menghubungkan). Bagus (2005: 658) mengatakan mitos

mempunyai arti asli, yaitu kisah, hikayat dari zaman purbakala (mitos-mitos

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

25

tentang para pahlawan dan para dewa) yang sangat berpengaruh atas kehidupan

dan kebudayaan bangsa-bangsa. Mitos dianggap sebagai pandangan hidup atau

Weltanschauung yang intuitif, imajiner, yang lazimnya dipersonifikasi. Mitos

dapat juga dikatakan sebagai cerita yang asal-usulnya sudah dilupakan,

mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang menyangkut orang-orang penting dalam

masyarakat dan yang mempunyai kesadaran sosial. Mitos diyakini dengan cara-

cara ritual dan cara-cara lain, ikatan-ikatan sosial, adat-istiadat, dan ikatan. Mitos

juga adalah sebuah kebenaran yang belum didukung dengan fakta-fakta.

Raja yang pernah berkuasa di Bali adalah Raja Jayakasunu, Jayasakti, dan

Ragajaya (Atmodjo, 1970: 23). Salah satu raja yang pernah berkuasa di Bali

tersebut, yang tercatat dalam prasasti, adalah raja yang bergelar Paduka Sri

Maharaja Haji Jayapangus Arkajalancana atau selanjutnya dikenal Raja

Jayapangus. Goris, dalam bukunya Prasasti Bali, menyebutkan pada prasasti

Buyan-Sanding-Tamblingan atau disebut Prasasti Kerobokan menyebutkan

Jayapangus berkuasa pada tahun Caka 1103 (1181 A.D.). Raja Jayapangus

memiliki dua permaisuri, yaitu Saha Rajapatnidwaya Paduka sri Parameswari

Indujaketana dan Paduka Sri Mahadewi Sasangkajacihna (Atmodjo, 1970;

Budiastra, 1976).

Salah satu mitos yang berkembang di masyarakat Bali menyebutkan

Jayapangus dikenal masyakarat Bali sebagai seorang raja yang berkuasa di Bali.

Kerajaan tepatnyaberada di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bali.

Dikisahkan, Jayapangus menikah dengan seorang putri Cina bernama Kang Cing

Wei, seorang gadis cantik, putri dari saudagar Cina yang berdagang pada

zamannya. Pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei, diyakini sebagai sebuah

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

26

mitos karena pada fakta sejarah yang tercatat pada prasasti Bali, tidak ada istri

Jayapangus yang bernama Kang Cing Wei. Mitos pernikahan itu kemudian

berkembang di masyarakat Bali. Mitos tersebut semakin diyakini sebagai sebuah

kebenaran oleh masyarakat Bali, dengan adanya wujud Barong Landung. Barong

jenis ini, dipercaya sebagai perwujudan Jayapangus dan Kang Cing Wei yang

dikutuk oleh Dewi Danu.

Barong Landung adalah dua patung raksasa yang disucikan (disungsung)

masyarakat di beberapa daerah di Bali. Barong Landung terdiri atas dua patung

besar, yaitu patung laki-laki wujud bertopeng berwarna coklat kehitam-hitaman,

giginya runcing menonjol yang menggambarkan tipe ideal orang Bali masa

lampau yang diyakini sebagai perwujudkan Jayapangus yang kemudian disebut

Jro Gede. Patung perempuan berwujud topeng dengan matanya sipit, senyumnya

manis, dan warna topengnya putih kekuning-kuningan, menyerupai kulit orang

Tionghoa yang diyakini sebagai perwujudkan Kang Cing Wei yang kemudian

disebut juga sebagai Jero Luh (Sulistyawati, 2011: 83 dan Swadiana, 2008: 13).

Sosok Jayapangus selain dikenal masyarakat Bali dalam mitos serta ritual,

juga tercatat dalam sejarah kerajaan di Bali. Kiprahnya tercatat dalam prasasti

serta purana yang dijadikan panduan oleh masyarakat di Desa Pinggan,

penyungsung Pura Dalem Balingkang.

Dari salah satu versi mitos, menurut Bandem (2011: 91-92) pernikahannya

Jayapangus dan Kang Cing Wei tetap berlangsung meskipun tidak mendapat restu

dari para pendeta kerajaan. Raja dan istrinya saling mencintai, namun dari

pernikahan tersebut belum dikaruniai seorang putra atau pun seorang putri. Sang

raja berhasrat untuk bertapa di sekitar Danau Batur untuk berdoa dan memohon

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

27

untuk memiliki putra atau putri. Dalam pertapaan, Jayapangus menikah dengan

Dewi Danu, putri dari Batari Batur tanpa sepengetahuan istrinya Kang Cing Wei.

Pernikahannya akhirnya diketahui oleh Kang Cing Wei. Ia amat marah dan

terjadilah pertengkaran yang hebat antara Kang Cing Wei dengan Dewi Danu

yang menyebabkan Batari Batur turun tangan melerai pertikaian itu. Batari Batur

menghindari adanya keributan di kawasan suci itu sehingga memutuskan untuk

membasmi (pralina) Jayapangus dan Kang Cing Wei. Seluruh masyarakat Batur

dan Balingkang memohon kepada Batari Batur agar diizinkan untuk membuat

pratima sebagai tonggak peringatan kepada keduanya yang kemudian dipercayai

sebagai perwujudan dari Barong Landung.

Kini, mitos kehidupan Jayapangus dan Kang Cing Wei semakin dikenal

oleh masyarakat Bali serta masyarakat luar Bali (wisatawan domestik dan

wisatawan mancanegara) melalui sebuah seni pertunjukan pariwisata bertajuk Bali

Agung – The Legend of Balinese Goddesses yang digelar di kebun binatang Bali

Safari and Marine Park.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan mitos pernikahan Jayapangus

dan Kang Cing Wei adalah cerita tentang kehidupan mereka yang dimodifikasi

menjadi seni pertunjukan pariwisata yang ditampilkan dalam gedung pertunjukan

di kebun binatang Bali Safari and Marine Park. Alur ceritanya diambil dari salah

satu versi mitos yang berkembang di masyarakat.

2.2.2 Seni Pertunjukan Pariwisata

Dalam konteks tradisional, pertunjukan di Bali adalah aneka upacara

keagamaan (yadnya) yang tersebar di tengah-tengah kegiatan sehari-hari: upacara

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

28

agama yang dipersembahkan kepada Tuhan (odalan/dewa yadnya), upacara

persembahan kepada manusia (manusa yadnya), pembakaran jenasah (ngaben),

pembersihan diri (panglukatan), dan lain-lain (Bandem & deBoer, Basset,

Ramstedt, Zoete & Spies dalam Picard, 2006: 207). Sebuah tarian yang digelar

dalam rangka upacara adat atau agama berfungsi sebagai persembahan pribadi

para penari kepada komunitas dan para dewa. Tarian bukanlah sekadar

pertunjukan untuk ditonton, tetapi secara tidak terpisahkan juga merupakan

sebuah ritus.

Antropolog Amerika, Jane Belo menulis bahwa orang Bali memandang

tarian mereka sebagai persembahan sedangkan persembahan itu dipergelarkan

seperti pertunjukan.

Dalam budaya Bali tidak terdapat batasan yang jelas antara pertunjukan

ritual dan teater; setiap pertunjukan teater merangkap sebagai persembahan

untuk para dewata, dan dalam anggapan umum adalah bahwa semakin

sempurna pertunjukan itu, semakin puas para dewata (Belo, 1960: 115).

Dalam sebuah ritual, pertunjukan tidak hanya dipergelarkan untuk para

penonton (skala), namun juga hadir para dewata (niskala) yang menyaksikan

persembahan pertunjukan itu. Bahkan, antropolog Tyra de Kleen pada artikel

tentang tarian Bali pertama kali dengan berani mengatakan bahwa pertunjukan

pada sebuah ritual di pura dimaksudkan untuk menyenangkan dewata sekaligus

untuk menyenangkan diri sendiri. Kedua hal itu sama saja bagi orang Bali.

Pada perayaan pura (odalan), mereka menggabungkan dua unsur yang baik,

yaitu mereka ingin menyenangkan pada dewa dan sekalian menghibur diri

sendiri (Kleen dalam Picard, 2006: 208).

Seiring perkembangan pariwisata, masyarakat Bali mulai menampilkan

pertunjukan yang bersumber dari upacara agama kepada penonton di luar para

dewata, dan dirinya sendiri, yaitu kepada wisatawan dengan harapan mendapatkan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

29

imbalan uang. Pertunjukan pariwisata digelar mulai dari desa, tujuan wisata, hotel,

hingga teater modern. Sejak tahun 1960-an, banyak tema sastra yang diangkat

menjadi sendratari, hingga menjadi sangat populer. Tari Barong dan Rangda,

yang merupakan dua kekuatan bersisi dua, yaitu pelindung sekaligus perusak

ditampilan dalam seni pertunjukan yang dikenal dengan sebutan Barong and

Keris Dance. Komersialisasi tari-tarian tersebut berakhir dengan tranformasi suatu

tarian ritual menjadi suatu pertunjukan pariwisata (Picard, 2006: 231).

Kekaburan antara ritus dan tontotan, antara apa yang dipersembahkan

kepada para dewa dan apa yang dipertunjukkan kepada wisatawan turut

memrihatinkan pemerhati dan pemerintah di Bali. Perbebatan muncul untuk

mencari batasan antara ritus dan tontonan, membedakan antara di satu pihak

sebagai ragam pertunjukan yang ciri khasnya harus dipertahankan sesuai dengan

tradisi dan ragam pertunjukan yang dapat disesuaikan dengan selera wisatawan di

pihak lain, serta bagaimana memisahkan seni sakral dari seni profan.

Picard (2006: 241) menyatakan bahwa orang Bali kesulitan membedakan

dimensi ritual dan dramatis dari pertunjukan apapun, bahkan termasuk dalam

pementasan yang tujuan komersialnya paling gamblang disaksikan. Yang juga

nampak dengan jelas adalah bahwa pertunjukan-pertunjukan yang diciptakan

untuk pasaran pariwisata cenderung mengikuti prosedur ritual yang sama seperti

yang diterapkan pada upacara agama yang diacukan, termasuk persembahan

sesajen dan penggunaan perlengkapan yang disucikan.

Pemerintah Bali melakukan berbagai cara untuk menemukan batasan untuk

memisahkan antara seni profan dari seni sakral. Untuk mencoba menghilangkan

ketidaktegasan itu, Putra (1982) mengusulkan pengelompokan tari menjadi Tari

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

30

Wali apabila sebelum digelar terlebih dahulu dilakukan acara ―penyucian‖ baik

penari maupun sarana pertunjukannya. Berdasarkan kriteria itu, pertunjukan

wisata yang diilhami Tari Wali diizinkan selama tidak menggunakan sarana yang

disucikan itu (Putra dalam Picard, 2006: 241). Namun dalam pengamatannya,

Picard (2006: 242) menemukan bahwa pertunjukan-pertunjukan yang diciptakan

untuk pasaran pariwisata cenderung mengikuti prosedur ritual yang sama seperti

yang diterapkan pada upacara agama yang diacukan termasukan termasuk

persembahan sesajen dan penggunaan perlengkapan yang disucikan. Berkenaan

dengan hal ini, daripada membicarakan pariwisata berikut dampaknya terhadap

lingkungan penerima, Picard (2006: 164) menggunakan istilah turistifikasi untuk

menamakan proses dimana budaya suatu masyarakat menjadi produk pariwisata.

Seiring perkembangan pariwisata di Bali, seni pertunjukan yang ditujukan

untuk wisatawan semakin eksis seiring perkembangan pariwisata Bali. Seni

pertunjukan bagi wisatawan ada yang bersifat tradisional hingga modern masih

berkembang hingga sekarang di Bali. Dalam perkembangannya, kesenian yang

dipentaskan kepada wisatawan mengalami perubahan pada tata cara penyajian

seni pertunjukan ini. Awalnya, penyajian masih secara tradisional, meskipun saat

ini ada juga sekaa yang menyajikan seni pertunjukan secara tradisional kepada

wisatawan. Misalnya, seni pertunjukan Cak Ramayana di Desa Singapadu,

Kabupaten Gianyar dan seni pertunjukan Kecak di Pura Uluwatu, Kabupaten

Badung.

Kemajuan teknologi memberikan dampak bagi seni pertunjukan wisatawan

di Bali. Pertunjukan pariwisata yang dikelola secara tradisional mulai diproduksi

menjadi seni pertunjukan wisatawan yang modern. Seni pertunjukan yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

31

diproduksi secara profesional dengan melibatkan teknologi canggih serta seniman

ternama dari luar negeri, dikolaborasikan dengan seniman Bali. Seni pertunjukan

kepada wisatawan ditampilkan dengan tata panggung yang megah, tata lampu,

artistik, dan durasi waktu yang ketat.

Untuk itu, yang dimaksud seni pertunjukan pariwisata pada penelitian ini

adalah sebuah proses komersialisasi kesenian lokal yang berakar dari budaya

masyarakat Bali yang diproduksi secara canggih dan profesional sehingga

menjadi seni pertunjukan pariwisata modern yang dipersembahkan kepada dan

sesuai dengan selera wisatawan dengan harapan imbalan uang.

2.2.3 Bali Agung

Seni pertunjukan pariwisata Bali Agung – The Legend of Balinese

Goddesses yang selanjutnya disebut Bali Agung adalah seni pertunjukan

pariwisata yang dipentaskan dalam sebuah gedung pertunjukan yang besar.

Pertunjukan pariwisata Bali Agung berbeda dengan pertunjukan tradisional yang

pertunjukannya di sebuah panggung kecil, pertunjukan terbuka, dan sederhana.

Sedangkan sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata modern, Bali Agung

dipentaskan dalam gedung pertunjukan yang dilengkapi sarana multimedia

canggih, peralatan suara serta tata lampu panggung dengan teknologi tinggi yang

disebut Bali Theatre. Gedung pertunjukan dengan fasilitas modern ini merupakan

gedung pertunjukan teater terbesar di Bali (Bali Safari Marine Park, 2014).

Seni pertunjukan pariwisata Bali Agung menceritakan kisah cinta

Jayapangus dan Kang Cing Wei yang dipentaskan di atas panggung terbesar di

Bali Teater yang megah berkapasitas 1.200 tempat duduk. Pertunjukan ini

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

32

melibatkan 170 orang pemain, 40 boneka dan lebih dari 30 satwa, seperti macan

tutul, sapi, ayam, ular, burung, unta serta sepuluh ekor gajah ditampilkan di atas

panggung besar berukuran 60 x 40 meter. Pertunjukan digelar sebanyak enam kali

dalam sepekan.

Bali Agung merupakan salah satu dari beragam wahana pertunjukan yang

dikomersialkan oleh kebun binatang Bali Safari and Marine Park. Bali Safari

and Marine Park berkomitmen untuk menjaga seni dan budaya Bali dalam

perkembangan pariwisata Bali. Direktur Eksekutif Bali Safari and Marine Park,

Hans Manansang berkomitmen melakukan konservsi terhadap kehidupan liar

(satwa) dan budaya Bali. Untuk itulah, Ia membuat seni pertunjukan pariwisata

yang berakar dari seni dan budaya Bali, yaitu mitos pernikahan Jayapangus dan

Kang Cing Wei. Hans Manansang mengatakan bahwa visinya menampilkan seni

pertunjukan Bali Agung tentang Jayapangus adalah untuk menciptakan sebuah

karya kolosal dengan alur cerita yang merangkum keseluruhan esensi dari Bali –

sebuah pencitraan akan evolusi dalam perspektif budaya Bali.

Seniman Bali juga memiliki keinginan membuat karya seni modern yang

bersumber dari filosofi budaya Bali untuk disajikan kepada wisatawan. Seniman

wayang Bali kenamaan yang terlibat dalam penggarapan, I Made Sidia

mengatakan seni pertunjukan Bali Agung yang ditampilkan merupakan seni

paling megah yang pernah dilakukan di Indonesia. Seni pertunjukan Bali Agung

menonjol dalam hal konsep dan filosofi dibandingkan seni pertunjukan lainnya.

Sebuah mega teater ultra modern namun tetap menunjukkan sisi klasiknya. Teater

ini merupakan yang pertama kali terjadi di Bali.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

33

Berdasarkan komitmennya itulah, Hans Manansang mengajak I Made

Sidia membuat seni pertunjukan pariwisata Bali Agung. Seni pertunjukan tersebut

dialihwahanakan dari mitos pernikahan Jayapangus yang mempersunting seorang

putri dari negeri China - bernama Kang Cing Wei. Putri ini dikutuk oleh Dewi

Danu menjadi patung yang kemudian dikenal dengan Barong Landung.

Kebun binatang Bali Safari and Marine Park membuat seni pertunjukan

pariwisata berkisah tentang mitos kehidupan Jayapangus dan Kang Cing Wei

secara kolosal, megah, dan modern. Seni pertunjukan Bali Agung mulai

dipentaskan di Bali Theatre, Bali Safari and Marine Park pertama kali pada 31

Agustus 2010 (Taman Safari, 2014). Pertunjukan perdana tersebut menjadi tanda

dibukanya panggung Bali Theatre, milik Bali Safari and Marine Park. Panggung

teater ini digunakan sebagai sarana berbagai pertunjukan yang diproduksi oleh

Bali Safari and Marine Park. Sebelum dipentaskan secara komersial, seni

pertunjukan ini diawali dengan pembukaan awal pada 29 Agustus 2010 yang

bertujuan sebagai sarana awal promosi.

Penggarapan seni pertunjukan Bali Agung dilakukan secara profesional.

Bali Safari and Marine Park memperkerjakan seniman-seniman terkenal dunia

yang dipadukan dengan seniman Bali serta para pemain seni pertunjukan dari

Bali. Pertunjukan seni teater dan tari ini disutradarai dan diproduseri tokoh seni

teater bertaraf internasional Peter J Wilson yang berkolaborasi dengan seniman

dan dalang Bali I Made Sidia. Peter J Wilson seorang sutradara, komposer dan

desainer produksi dari teater spektakuler ini telah berpengalaman terlibat dalam

berbagai produksi skala besar termasuk Olimpiade Sydney dan Doha serta

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

34

perhelatan Asian Games (Taman Safari, 2014). Kombinasi seniman dan tim teater

ini menyanjikan pementasan unik.

Sebagai sebuah seni pertunjukan komersil, Bali Agung sengaja disiapkan

untuk dikomersialkan. Bali Agung adalah sebuah pertunjukan yang bisa dianggap

tidak otentik namun mengangkat kisah dari mitos yang bersifat sakral (otentik)

yaitu Barong Landung. Meskipun Bali Agung dipentaskan dalam sebuah gedung

pertunjukan, menurut (Putra, 2015) bahwa perbedaan otentisitas itu bukan sesuatu

yang mutlak mengingat kesenian Bali yang dipertunjukkan kepada wisatawan

memiliki keunikan. Wisatawan yang menontonnya akan menganggapnya sebagai

sesuatu yang asli Bali, yang tidak mungkin dijumpai dengan pesona yang sama di

tempat lain.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori yang relevan dengan masalah yang

dikaji, yaitu teori komodifikasi, semiotika, dan ideologi pariwisata budaya. Teori-

teori ini digunakan secara ekletik atau bersamaan dan saling membantu untuk

menganalisis permasalahan.

2.3.1 Teori Komodifikasi

Komodifikasi adalah proses yang erat dikaitkan dengan kapitalisme di

mana objek-objek, kualitas-kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas.

Komoditas sendiri dipahami sebagai sebuah barang yang tujuan utama

keberadaannya adalah untuk dijual di pasar. Studi budaya sudah cukup lama

menggeluti persoalan ini, di antaranya dengan melihat secara kritis proses

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

35

komodifikasi budaya, di mana industri budaya mengubah orang dan makna

menjadi komoditas yang berguna dan bisa dijual (Barker, 2014: 39).

Ada berbagai pandangan tentang komodifikasi dalam studi budaya, seperti

pandangan oleh Marx. Dalam proses yang disebut Marx sebagai ―pemujaan

komoditas‖ (commodity fetishism), penampakan dari barang-barang yang dijual di

pasar sebenarnya menyembunyikan asal usul lahir atau terciptanya barang

tersebut yang harus melewati proses eksploitasi pada level produksinya (Barker,

2014: 40). Komodifikasi, bagi Adorno (1991), tidak saja menunjuk pada barang-

barang kebutuhan konsumer, akan tetapi telah merambat pada bidang seni dan

kebudayaan pada umumnya. Apa yang dilakukan masyarakat kapitalisme pada

kebudayaan adalah menjadikannya patuh pada hukum komoditas kapitalisme.

Kebudayaan industri-suatu bentuk kebudyaan yang ditujukan untuk massa dan

produksinya berdasarkan pada mekanisme kekuasaan sang produser dalam

penentuan bentuk, gaya, dan maknanya.

Pandangan yang mengkritik komodifikasi biasanya disertai pembandingan

antara segi kedangkalan dan manipulatif dari budaya komoditas dengan ―budaya

rakyat‖ yang otentik atau dengan budaya yang luhur. Menurut Marx dan Simmel

dalam Turner (1992: 115-138), akibat dari ekonomi uang yang berdasarkan spirit

menciptakan keuntungan sebanyak-banyaknya mengakibatkan munculnya gejala

komodikasi di berbagai sektor kehidupan. Dalam kehidupan mutakhir, tidak

hanya barang dan jasa tetapi juga ruang, tubuh, dan spiritualitas pun mengalami

komodifikasi.

Dari berbagai pandangan tentang komodifikasi tersebut, Fairclough (1995:

207) membatasi teori komodifikasi sebagai berikut:

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

36

commodification is the process whereby social domains and

institutions,whose concern is not producing commodities in the narrower

economic sence of goods for sale, come nevertheless to be organized and

conceptualized in terms of commodity production, distribution, and

consumption.

Definisi tersebut menyatakan bahwa komodifikasi adalah suatu konsep

yang luas, tidak hanya menyangkut masalah produksi komoditas dalam pengertian

perekonomian yang sempit tentang barang-barang yang diperjualbelikan saja,

tetapi juga menyangkut bagaimana barang-barang tersebut diproduksi,

didistribusikan, dan dikonsumsi.

Komodifikasi adalah menjadikan sesuatu secara langsung dan sengaja

(dengan penuh kesadaran dan penghitungan) sebagai komoditas. Menurut Barker

(2005: 408) komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme di

mana objek, kualitas, dan tanda dijadikan sebagai komoditas dan komoditas

adalah sesuatu yang tujuan utamanya adalah untuk dijual di pasar.

Komoditas adalah tanda. Di dalam Grundrisse, Marx mengemukakan

bahwa produksi adalah juga konsumsi, (produksi) memroduksi tidak hanya objek,

akan tetapi juga gaya konsumsi, tidak saja objektivitas tapi juga subjektivitas.

Produksi dengan demikian menciptakan konsumer (Piliang, 2012: 274).

Komodifikasi memiliki makna yang luas dan tidak hanya menyangkut

masalah produksi komodifikasi tentang barang dan jasa yang diperjualbelikan.

Permasalahannya bagaimana barang dan jasa tersebut didistribusikan dan

dikonsumsi juga termasuk di dalamnya. Menurut Fairclough (1995: 207),

komodifikasi adalah proses di mana domain-domain dan institusi-institusi sosial,

yang perhatiannya tidak hanya memroduksi komoditas dalam pengertian ekonomi

yang sempit mengenai barang-barang yang akan dijual tetapi bagaimana

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

37

diorganisasikan dan dikonseptualisasikan dari segi produksi, distribusi, dan

konsumsi komoditas.

Komodifikasi tidak semata-mata dilakukan oleh pelaku ekonomi, seperti

pemodal pariwisata. Masyarakat lokal pun berpotensi dan bahkan sering

melakukannya. Hanya karena masyarakat ―memiliki hak‖ untuk

mengkomodifikasikannya, tidak ada yang mempermasalahkannya. Sebaliknya,

karena pemodal (besar) pada umumnya bukan bagian dari masyarakat lokal,

komodifikasi terhadap manusia dan kebudayaan setempat, lebih-lebih dengan

intensitas yang sangat besar. Perlu ditegaskan bahwa peristiwa komodifikasi

adalah fenomena posmodernisasi. Posmodernisme, meskipun lahir belakangan

daripada postrukturalisme atau yang lainnya, kemudian menjadi ibu kandung bagi

semuanya (termasuk postrukturalisme). Komodikasi dalam pariwisata, di mana

pun juga diseluruh dunia, adalah keniscayaan. Dalam kenyataannya, praktik

komodifikasi tidak hanya berkenan dengan pariwisata tetapi dengan hampir

seluruh kehidupan manusia, termasuk dalam keberlangsungan tata sosial-agama di

Bali, seperti membuat banten untuk kebutuhan ritual-ritual masyarakatnya.

Menolaknya adalah sikap hipokrit yang tidak populer dalam lapangan disiplin

kajian budaya (Surbakti, 2006: 83-93).

Teori komodifikasi digunakan untuk memahami proses produksi seni

pertunjukan pariwisata Bali Agung – The Legend of Balinese Goddesses dalam

mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei oleh Bali Safari and Marine

Park mulai dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi oleh wisatawan.

2.3.2 Teori Semiotika

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

38

Dalam kajian budaya, tidak lagi menjadikan semiotika yang

dikembangkan dari pemikiran Ferdinand de Saussure dengan menggunakan

pemahaman strukturalisme sebagai acuan. Teori semiotika yang digagas oleh

pemikir postrukturalis seperti Derrida, Foucoult, Barthes, Kristeva, Deleuze dan

Guattari, serta Baudrillard yang diterapkan pada praktik-praktik budaya populer

digunakan untuk melihat bagaimana peristiwa-peristiwa budaya populer

menciptakan makna. Para pemikir post-strukturalis tersebut di dalam konsep

mereka tentang tanda yang cenderung menekankan konsep tanda berupa apa yang

disebut Harland sebagai tanda anti sosial, yaitu tanda yang memiliki tiga kualitas

utama: ia berubah, berkembangbiak, dan bersifat materi (Piliang, 2012: 272).

Dalam karyanya, Barthes (1967, 1972) menyatakan bahwa tanda tidak

hanya memiliki satu makna denotatif yang stabil, melainkan bersifat polisemis.

Artinya, tanda mengandung banyak makna potensial. Makna selalu tertunda dan

berada dalam proses. Selanjutnya, Bakhtin (1984) menyatakan bahwa semua

bentuk pemahaman memiliki sifat dialogis. Tanda tidak memiliki makna yang

tetap/pasti. Bagi Volosinov (1973: 23) bahwa tanda tidak hanya memiliki satu

makna tunggal. Tanda memiliki ―kualitas internal yang dialektis‖ dan sebuah

―aksen evaluatif‖ yang membuatnya mampu mengandung banyak makna. Makna

dari sebuah tanda tidaklah pasti melainkan dapat dinegosiasikan. Pemaknaan

diperebutkan sehingga ―tanda menjadi arena perjuangan kelas‖. Perjuangan

ideologisnya adalah perebutan dalam hal pemaknaan tanda-tanda di mana

kekuasaan berupaya untuk mengatur dan ―memastikan‖ makna tanda-tanda

tersebut. Sementara itu, bagi Baudrillard (1981: 91) pada tingkat semiotik, oleh

karena yang dicari konsumer bukan lagi makna ideologis yang stabil dan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

39

permanen melainkan permainan penanda dan makna yang ironis. Petanda (makna)

sudah tidak berfungsi lagi –petanda sudah mati. Ia, kalaupun ada, berfungsi tak

lebih dari alibi agar penanda (bentuk) bisa bermain secara bebas.

Dalam semotika, Barthes menyatakan ada dua macam sistem pemaknaan

yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan tingkat makna yang deskriptif

dan literal yang dipahami oleh hampir semua anggota suatu kebudayaan. Pada

tingkat makna yang kedua, yakni konotasi, makna tercipta dengan cara

menghubungkan penanda-penanda dengan aspek kebudayaan yang lebih luas:

keyakinan-keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi-ideologi suatu formasi

sosial tertentu. Makna menjadi permasalahan asosiasi tanda-tanda dengan kode-

kode makna kultural lainnya (Barker, 2005: 93). Makna tekstual bersifat labil dan

tidak bisa dikurung dalam sebuah kata, kalimat, atau teks tertentu. Makna tidak

memiliki sumber orisinalitas tunggal, melainkan merupakan hasil hubungan-

hubungan antarteks, yaitu apa yang disebut sebagai intertekstualitas. Makna

denotatif yang jelas dan stabil itu tidak ada karena semua makna mengandung

jejak-jejak makna lain dari berbagai sumber (Barthes, 2005: 98).

Derrida dalam Piliang (2004: 318) membedakan antara dua pandangan

tentang makna. Pertama, yang disebut tingkat makna restropektif, yaitu upaya-

upaya bagi rekonstruksi makna atau kebenaran asli atau awal; kedua, tingkat

makna prospektif, yang secara eksplisit menerima ketidakpastian makna. Kristeva

(1986) membedakan antara dua praktik pembentukan makna dalam wacana, yaitu

pertama, signifikasi, yaitu makna yang dilembagakan dan dikontrol secara sosial;

kedua, signifiance, yaitu makna yang subversif dan kreatif. Signifiance adalah

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

40

proses penciptaan yang tanpa batas dan tak terbatas, pelepasan rangsangan-

rangsangan dalam diri manusia melalui ungkapan bahasa.

Menurut Barker (2005: 93) semua teks bisa ditafsirkan dengan beberapa

cara yang berbeda. Pemaknaan membutuhkan keterlibatan aktif pembaca dan

kompetensi kultural yang mereka gunakan dalam pembacaan teks-gambar agar

bisa, untuk sementara waktu, ―memastikan‖ makna demi kepentingan tertentu.

Dengan demikian, penafsiran teks tergantung pada repertoar kultural pembaca

serta pengetahuan mereka tentang kode-kode sosial. Repertoar kultural dan

pengetahuan mereka tentang kode-kode sosial ini tidak terdistribusikan secara

merata, tetapi tergantung pada kelas, gender, kebangsaan, dan lain-lain. Sementara

menurut Henry Lefebvre dalam Piliang (2004: 315) menunjuk pada fungsi

duniawi semata dari tanda, yaitu menerangkan apa yang dikatakan Marx sebagai

fetisisme komoditas, yaitu komoditas dianggap merupakan tanda yang

mengandung makna-makna sosial bagi yang menggunakannya (status sosial,

prestise, kelas, simbol).

Barker (2005: 93) menyatakan bahwa dari suatu tanda tertentu terus

tercipta sampai tanda itu menjadi penuh dengan beragam makna. Konotasi

mengandung nilai ekspresif yang muncul dari kekuatan kumulatif dari sebuah

urutan (nilai ekspresif yang muncul secara sintagmatis), atau, yang lebih umum,

dari perbandingan dengan alternatif-alternatif yang tidak muncul atau absen

(secara paradigmatik). Ketika konotasi-konotasi mengalami pengalamiahan

menjadi hegemonis, atau dengan kata lain, telah diterima sebagai hal yang

―normal‖ dan ―alamiah‖, mereka akan berfungsi sebagai peta-peta makna yang

menunjukkan bagaimana memahami dunia.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

41

Teori semiotika digunakan untuk membahas berbagai tanda yang

digunakan dalam seni pertunjukkan Bali Agung-The Legend of Balinese

Goddesses di Bali Safari and Marine Park, baik dalam alur cerita, karakter

pemeran utama, busana, iklan yang ditampilkan ke publik melalui media

konvensional serta media sosial, maupun pelibatan tokoh penting sebagai

penonton seni pertunjukan tersebut.

2.3.3 Teori Ideologi Pariwisata Budaya

Dalam konteks kajian budaya, penjelasan yang paling bertahan lama dan

otoritatif tentang ideologi berasal dari tulisan-tulisan Gramsci yang amat

berpengaruh khususnya pada akhir tahun 1970-an. Bagi Gramsci, ideologi

ditangkap sebagai ide-ide, gugus makna, dan praktik yang mendukung kekuasaan

kelas sosial tertentu, meskipun diklaim sebagai dalil-dalil kebenaran yang berlaku

universal. Ideologi dalam pengertian Gramsci tidak bisa dilepaskan dari kegiatan

praktis sehari-hari namun ideologi sekaligus menyediakan aturan cara-cara

berperilaku praktis maupun moral bagi orang per orang yang berakar dalam

kondisi-kondisi hidup sehari-sehari (Barker, 2014: 138).

Dengan mengacu kepada Spradley (1972), Geertz (1973, 1999), Sanderson

(1993) (dalam Atmadja, 2010: 133) apapun bentuk tindakan manusia, termasuk

kegiatan berkesenian tidak terlepas dari superstruktur ideologi yang ada

dibaliknya. Superstruktur ideologi berfungsi sebagai resep bertindak atau pola dari

dan pola untuk bertindak bagi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

Superstruktur ideologi mencakup di dalamnya, nilai, norma, pengetahuan,

kepercayaan, dan ideologi.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

42

Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai

fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu (O‘neil, 2001: 33). Begitu pula

Thompson (dalam Atmadja, 2010: 133) menunjukkan bahwa ideologi merupakan

sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan

dengan tindakan sosial dan politik.

Dengan mengacu kepada gagasan Marcuse bahwa masyarakat industri

modern di mana kita berada saat ini adalah masyarakat berdimensi satu. Cirinya,

segala segi kehidupan diarahkan pada satu tujuan saja, yakni keberlangsungan dan

peningkatan sistem yang telah ada, yakni sistem kapitalisme atau disebut dengan

istilah kapitalisme lanjut Habermas (dalam Magnis-Suseno, 2005). Apapun

labelnya, prinsip dasarnya tetap sama, yakni manusia melakukan kegiatan

ekonomi secara bebas dengan sasaran mendapatkan laba yang sebanyak-

banyaknya (Magnis-Suseno, 2005; Atmadja, 2010: 135).

Takwin (dalam Atmadja, 2010: 151) menyebutkan bahwa ideologi tidak

hanya terdapat dalam hubungan superstruktur dengan substruktur atau hubungan

negara dengan rakyat atau hubungan buruh dengan majikan. Ideologi terdapat

pada hubungan yang lain, bahkan dalam hubungan sehari-hari antara orang per

orang. Ideologi ada pada diri tiap orang, hanya saja tidak disadari. Ideologi tidak

lagi dipandang sebagai kesadaran palsu tapi lebih jauh dan dalam lagi merupakan

bentuk-bentuk ketidaksadaran yang tertatam pada individu. Ideologi sudah

menjadi ketidaksadaran yang begitu mendalam (pro foundly unconscious). Oleh

karena ideologi adalah salah satu bentuk ketidaksadaran, maka praktiknya dalam

diri manusia tidak disadari ideologi masuk lewat berbagai sumber yang terkait

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

43

dengan struktur masyarakat, keluarga, agama, pendidikan, media massa, dan lain-

lain.

Sementara itu, kata ―pariwisata‖ sesungguhnya baru populer di Indonesia

setelah diselenggarakan Musyawarah Nasional Tourisme ke-2 di Tretes, Jawa

Timur, pada tanggal 12-14 Juni 1958. Pada saat itu, kata ―tourism‖ yang berasal

dari bahasa Belanda diganti menjadi kata ―pariwisata‖. Seorang ahli ekonomi

bangsa Austria, Hermann V. Schular pada tahun 1910 memberikan batasan

tentang pariwisata sebagai sejumlah kegiatan, terutama yang berkaitan dengan

kegiatan perekonomian yang secara langsung berhubungan dengan masuknya,

adanya pendiaman dan bergeraknya orang asing keluar masuk kota, suatu daerah

atau suatu negara.

Pariwisata berkembang menjadi sebuah industri. Bagi suatu negara yang

mengganggap pariwisata sebagai sebuah industri menghasilkan produk yang

dikonsumsi di tempat tujuan. Manfaat yang diperoleh dapat berpengaruh positif

dalam perekonomian, kebudayaan dan kehidupan sosial. Industri pariwisata

mengakibatkan munculnya kegiatan komersialisasi seni budaya dalam pariwisata,

yaitu menyajikan suatu kesenian tradisional yang tidak dilakukan seperti yang

biasa hidup dalam masyarakat, tetapi disesuaikan dengan waktu dan daya beli

wisatawan yang menyaksikannya. Bentuk komersialisasi seni budaya meliputi

semua sektor yang berkaitan dengan kegiatan kepariwisataan, seperti seni patung,

seni lukis, seni membatik, dan seni tari.

Menurut Kurniawan dan Sanderson (dalam Atmadja, 2010: 35), dengan

mengacu kepada Marx, menyatakan bahwa perluasan sistem ekonomi kapitalis

pada masyarakat Bali secara luas memengaruhi unsur superstruktur ideologi,

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

44

mencakup di dalamnya kesenian. Berkenaan dengan itu Lukacs (dalam

Kurniawan, 1999: 71) menyatakan bahwa dalam masyarakat kapitalis, seni pun

telah direduksi sedemikian rupa, hingga hanya menjadi komoditas. Seni

diperjualbelikan dan keindahan diukur dengan uang. Begitu pula Marx, menurut

Eagleton (2002) (dalam Atmadja, 2010: 135-36) menyatakan, bahwa ―…dalam

masyarakat kapitalis, seni diubah menjadi komoditas dan diselubungi ideologi‖.

Baudrillad (dalam Piliang, 2012: 129) menyatakan produksi komoditas di

dalam masyarakat kapitalisme muktahir sama artinya dengan produksi tontotan.

Artinya, di dalam ideologi pariwisata budaya mutakhir, setelah sekian lama

pariwisata hanya memroduksi barang-barang, sedangkan konsumsi sesuatu yang

terpisah, kini sebaliknya, adalah suatu keharusan memroduksi tontonan dalam

rangka memproduksi barang: iklan, pameran, hiburan, dan lain-lain.

Menyuguhkan tontonan dalam rangka menjual, komoditas pariwisata adalah

ideologi pariwisata budaya muktahir.

Perkembangan pariwisata yang tumbuh sejak turis asing memasuki Bali

hingga tahun 1971 membawa kekhawatiran bagi masyarakat Bali, cendikiawan

serta pemerintah. Kaum akademis Bali dan pemerintah terbelah serta bersikap

ambivalen: pariwisata nampak, baik sebagai penyakit maupun sebagai obat,

sebagai sesuatu yang dibutuhkan sekaligus sesuatu yang dapat ditampik. Para

wisatawan dilihat sebagai orang asing yang berasal dari nilai-nilai (Barat) yang

disebarkan oleh wisatawan, terdapat nilai-nilai (Timur) yang dijunjung tinggi oleh

orang Bali. Orang Bali adalah orang berbudaya, sedangkan wisatawan adalah

―dolar berjalan‖, sehingga, menurut Picard (2006: 191) pariwisata budaya untuk

Bali merupakan suatu pertukaran nilai-nilai budaya terhadap nilai-nilai ekonomi.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

45

Pada sebuah seminar bertajuk ―Seminar Budaya daerah Bali‖ pada bulan

Oktober 1971, Gubernur Bali merumuskan pariwisata budaya sebagai berikut:

Pariwisata sebagai genus proximum serta Budaya sebagai differentia

specifia membawa konsekuensi yang berat karena predikat Budaya

membatasi pengertian pariwisata. Segala sesuai yang bertentangan dengan

nilai-nilai seni dan budaya tidak boleh dilaksanakan. Demikian pula

industri-industri pariwisata budaya, suatu industri yang bahan bakunya dan

yang ―dijual‖ adalah kebudayaan sendiri, dengan batas-batas bahwa

pengembangan lepariwisataan itu tidak boleh berakibat merosotnya nilai-

nilai kebudayaan kita yang merupakan daya tarik pokok bagi seseorang

wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Bali ini (Picard, 2006: 187).

Pada tahun 1971, pemerintah daerah Bali membuat semboyan resmi,

ungkapan ―pariwisata budaya‖ bergema sangat luas di Bali, dan disambut dengan

semangat yang sangat luar biasa oleh orang Bali. Motto ―pariwisata budaya‖ itu

juga melahirkan suatu doktrin yang akan memengaruhi perkembangan pariwisata

Bali. Motto ―pariwisata budaya‖ digemakan pemerintah terhadap kekhawatiran

dampak pariwisata terhadap kebudayaan Bali.

Ciri khas dari pariwisata budaya di Bali ialah bahwa orang Bali merasa

tidak puas dengan hanya menawarkan kepada tamu mereka atraksi buatan.

Berbeda dengan apa yang terjadi di daerah tujuan wisata lainnya, seperti Hawaii

misalnya. Di Hawaii budaya pribumi dalam keadaan sekarat dan terpaksa

menggelarkan pertunjukan-pertunjukan buatan yang khusus diciptakan untuk

konsumsi orang luar, sedangkan wisatawan yang mengunjungi Bali diajak

menyaksikan kegiatan budaya yang ―asli Bali‖. Kegiatan tersebut terdiri atas

berbagai perayaan dan upacara di pura (odalan), arak-arakan, dan upacara

pembakaran mayat, yang menyajikan ―tontonan‖ serba megah yang amat digemari

oleh orang-orang Bali itu (Picard, 2006: 194-195).

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

46

Orang Bali ada pada posisi memanfaatkan peluang pariwisata. Agar tujuan

itu tercapai, masyarakat Bali diajak menyadari pentingnya industri pariwisata

untuk masa depan pula. Orang Bali harus mengerti sejauh mana budaya mereka

dapat ―melayani‖ para wisatawan. Menurut Picard (2006: 197) pariwisata budaya

bukanlah sekadar cara untuk memenuhi harapan wisatawan yang mencari

kegiatan-kegiatan budaya asli, tetapi dan terutama suatu sarana perlindungan,

sejenis ―bendungan‖ atau ―benteng‖ yang telah didirikan untuk menempatkan

kebudayaan Bali di luar jangkauan sentuhan komersialisasi budaya.

Kurang dari satu dasawarsa, doktrin pariwisata budaya telah berhasil

membaurkan gagasan ―pembinaan kebudayaan‖ dengan ―pengembangan

pariwisata‖ sehingga pada akhirnya nasib kebudayaan Bali diserahkan ke tangan

industri pariwisata. Namun, sebelum mencapai hasil ini, pertentangan kepentingan

antara pariwisata dan kebudayaan harus dipadamkan lebih dulu, oleh karena

pertentangan itulah yang mendasari pembentukan doktrin pariwisata budaya itu

(Picard, 2006: 268).

Melalui pembahasan struktural dari wacana-wacana instansi Bali yang

telah turut merumuskan hubungan antara pemakna ―pariwisata‖ di satu pihak dan

―kebudayaan‖ di lain pihak yang telah disebut sebagai ―wacana pariwisata

budaya‖ dapat dimengerti bagaimana pertentangan tersebut diselesaikan pada

tataran wacana. Pertentangan awal antara kebudayaan dan pariwisata dirumuskan

dalam suatu sistem oposisi yang memperhadapkan ciri-cirinya masing-masing di

seputar dua poros, yaitu ―dalam‖/ ―luar‖ dan ―nilai budaya‖ / ―nilai ekonomi‖.

Pemecahan yang ditawarkan oleh pariwisata budaya adalah meniadakan

keberadaan oposisi mendasar ini dengan menukarkan masing-masing ciri-ciri

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

47

kebudayaan dan pariwisata untuk memungkinkan peralihan dari satu ke lainnya

(Picard, 2006: 268).

Peralihan tersebut dilakukan dengan mendekatkan secara serentak

pariwisata dari kebudayaan dan kebudayaan dari pariwisata. Di satu pihak, begitu

pariwisata dicap sebagai ―pariwisata budaya‖ seakan-akan diserahkan ciri-ciri dari

budaya tersebut, dan terusirlah ancaman pengerusakan yang terkandung dalamnya

sehingga dapat diberikan cap pengesahan untuk masuk Bali. Namun tentu itu saja

tidaklah cukup. Meskipun dinyatakan bahwa pariwisata harus bersifat ―budaya‖

untuk diterima oleh orang Bali, harus juga kebudayaan Bali diupayakan dapat

ditawarkan di pasaran sebagai produk pariwisata. Maka akibatnya adalah

kebudayaan Bali harus berciri pariwisata (Picard, 2006: 268).

Dengan kata lain, tidaklah cukup pariwisata Bali menjadi ―pariwisata

budaya‖ tetapi harus juga kebudayaan Bali menjadi, dalam batas tertentu, ―budaya

pariwisata‖. Keharusan ini menimbulkan dalam wacana orang Bali suatu sikap

mendua pada cara mereka menanggapi kebudayaan mereka, apakah dikaitkan

dengan pariwisata atau tidak.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

48

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini dapat digambarkan ke dalam model penelitian sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian

Sumber: Konstruksi Suardana, 2017

Keterangan:

: menyebabkan/menentukan

: bekerja sama

Dampak komodifikasi

Seni Pertunjukan Bali

Agungterhadap

Pariwisata Bali

Hasil Penelitian

Proses Produksi Seni

Pertunjukan

Pariwisata

Bali Agung

Proses Distribusi dan

Konsumsi Seni

Pertunjukan

Pariwisata

Bali Agung

Pariwisata Bali

Seni Pertunjukan Pariwisata

Bali Agungdi Bali Safari and

Marine Park

Rekomendasi

Teori

Komodifikasi

Teori

Semiotika

Teori

Ideologi

Pariwisata

Budaya

Konsep Mitos

Pernikahan

Jayapangus dan

Kang Cing Wei

Konsep Seni

Pertunjukan

Pariwisata

Konsep Bali

Agung

Budaya Bali

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

49

Bali memiliki kekayaan budaya yang adi luhung. Budaya Bali tercipta

sebagai wujud atas persembahan tulus ikhlas masyarakat Bali kepada para dewa.

Seiring perkembangan, pariwisata Bali telah tumbuh dan berkembang sejak

zaman kolonial. Kedatangan tamu asing mengubah perilaku masyarakat Bali

terhadap kebudayaannya. Kesenian, seperti seni tari, seni musik, seni lukis, seni

patung yang awalnya hanya dipersembahkan kepada leluhur, dewa dewi, makluk

halus dalam proses ritual, dihaturkan kepada tamu asing. Sejak itu, komodifikasi

terhadap budaya Bali terjadi pada saat masyarakat Bali lebih mementingkan

esensi ekonomi. Kesenian diciptakan bukan lagi sebagai persembahan kepada

para dewa melainkan diproduksi sebagai sebuah pertunjukan atau tontonan yang

dihaturkan kepada tamu asing dengan imbalan uang.

Perkembangan teknologi semakin berpengaruh dalam industri pariwisata

Bali. Seni pertunjukan untuk wisatawan yang biasanya digelar secara tradisional,

kini diproduksi sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisara secara modern.

Industri pariwisata, yaitu Bali Safari and Marine Park melakukan komodifikasi

terhadap mitos pernikahan Jayapangus dan Kang Cing Wei menjadi seni

pertunjukan pariwisata bertajuk Bali Agung – The Legend of Balinese Goddesses

atau disebut Bali Agung. Seni pertunjukan ini dipentaskan di Bali Theatre yang

berada di kawasan kebun binatang Bali Safari and Marine Park.

Proses komodifikasi dipengaruhi berbagai unsur, yaitu mitos pernikahan

Jayapangus dan Kang Cing Wei, seni pertunjukan pariwisata, dan Bali Agung.

Teori yang melandasi yaitu komodifikasi, semiotika, dan ideologi pariwisata

budaya. Komodifikasi seni pertunjukan pariwisata Bali Agung dilakukan mulai

dari proses produksi yang meliputi praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … · Penggunaan simbol dan permainan warna-warni khas Cina yang dipadukan dengan simbol dan warna khas Bali sangat tampak pada

50

Proses distribusi, melalui promosi melalui berbagai media, seperti baliho, poster,

iklan di media massa cetak, elektronik serta melalui media sosial. Komodifikasi

seni pertunjukan Bali Agung yang diproduksi dengan modern dan canggih

dikonsumsi oleh wisatawan luar negeri dan domestik sebagai produk pariwisata

budaya. Proses modifikasi seni pertunjukkan pariwisata Bali Agung memiliki

dampak bagi pariwisata dan budaya Bali.

Akhirnya, penelitian dilakukan untuk mengungkap dan menganalisis

proses komodifikasi mulai dari produksi, konsumsi, dan distribusi, serta

dampaknya melalui penetilian berjudul: Analisis Komodifikasi Seni Pertunjukan

Pariwisata Bali Agung – The Legend of Balinesse Goddesses di Bali Safari and

Marine Park. Hasil penelitian ini berupa rekomendasi.