BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada...

49
18 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Bab ini berisi kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kajian pustaka menjabarkan penelitian-penelitian yang masih ada relevansinya dengan penelitian ini, baik penelitian mengenai bahasa dan gender di dunia Barat dan di dunia Timur serta penelitian mengenai karakteristik joseigo. Konsep memberikan batasan singkat mengenai terminologi yang dijelaskan. Ada tiga konsep yang dipaparkan yaitu (1) Pergeseran bahasa, (2) Gender, (3) Joseigo. Teori yang digunakan adalah: (1) teori sosiolinguistik (bahasa dan gender), (2) teori feminisme liberal, dan (3) teori ideologi. 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai bahasa dan gender menunjukkan adanya unsur atau aspek bahasa yang berbeda antara bahasa wanita dengan bahasa laki-laki. Perbedaannya itu ada yang tidak kentara dan ada juga yang jelas. Berikut ini dijelaskan penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam topik bahasa dan gender secara lebih mendetail. Dimulai dari penelitian bahasa dan gender di dunia Barat, penelitian bahasa dan gender di dunia Timur, dan penelitian mengenai karakteristik joseigo. Trudgill (1972) mengadakan penelitian mengenai dialek pada masyarakat perkotaan di kota Norwich, Inggris, pada musim panas 1968 dengan sampel acak berjumlah 60 orang. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa informan wanita

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

Bab ini berisi kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kajian pustaka menjabarkan

penelitian-penelitian yang masih ada relevansinya dengan penelitian ini, baik

penelitian mengenai bahasa dan gender di dunia Barat dan di dunia Timur serta

penelitian mengenai karakteristik joseigo. Konsep memberikan batasan singkat

mengenai terminologi yang dijelaskan. Ada tiga konsep yang dipaparkan yaitu (1)

Pergeseran bahasa, (2) Gender, (3) Joseigo. Teori yang digunakan adalah: (1) teori

sosiolinguistik (bahasa dan gender), (2) teori feminisme liberal, dan (3) teori

ideologi.

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian mengenai bahasa dan gender menunjukkan adanya unsur atau

aspek bahasa yang berbeda antara bahasa wanita dengan bahasa laki-laki.

Perbedaannya itu ada yang tidak kentara dan ada juga yang jelas. Berikut ini

dijelaskan penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam topik bahasa dan

gender secara lebih mendetail. Dimulai dari penelitian bahasa dan gender di dunia

Barat, penelitian bahasa dan gender di dunia Timur, dan penelitian mengenai

karakteristik joseigo.

Trudgill (1972) mengadakan penelitian mengenai dialek pada masyarakat

perkotaan di kota Norwich, Inggris, pada musim panas 1968 dengan sampel acak

berjumlah 60 orang. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa informan wanita

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

19

menggunakan bentuk bahasa yang diasosiasikan dengan standar bahasa yang lebih

prestisius dibandingkan dengan pria. Trudgill berpendapat bahwa hal tersebut

dikarenakan oleh dua hal.

1) Posisi sosial wanita di masyarakat kurang terjamin dibandingkan

dengan pria, dan umumnya wanita berada dalam posisi yang subordinat.

Mungkin karena itulah, lebih penting bagi wanita untuk mengamankan

dan menandai status sosial mereka secara linguistik.

2) Pria di masyarakat bisa dinilai secara sosial dari pekerjaan, pendapatan,

kekuasaan, dan kebiasaan lain. Dengan kata lain, melalui apa yang

mereka lakukan. Kebanyakan hal tersebut, tidak memungkinkan bagi

wanita. Oleh karena itulah, mereka dinilai dari bagaimana penampilan

mereka. Mereka tidak dinilai dari pekerjaan mereka atau kesuksesan

mereka, penanda status lain, meliputi ujaran, menjadi lebih penting.

Kekasaran ataupun ketangguhan dalam berbicara, pada beberapa masyarakat

Barat memiliki konotasi dengan maskulinitas. Pada wanita, fitur-fitur seperti

kehalusan budi bahasa dan kesempurnaan dalam berbahasa, dianggap lebih sesuai

karena lebih feminin.

Penelitian Trudgill memberikan informasi yang menarik mengenai perbedaan

tingkat kesopanan bahasa yang digunakan oleh pria dan wanita pada masyarakat

perkotaan tahun 1968. Namun, kelemahan penelitian ini adalah, argumen yang

diberikan sebagian besar spekulatif, karena tidak didukung oleh bukti konkret

yang cukup. Selain itu, kurang membahas mengenai kemungkinan adanya nilai-

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

20

nilai tersembunyi lainnya yang memiliki asosiasi dengan ujaran standar maupun

non-standar.

Relevansi penelitian Trudgill dengan penelitian ini adalah pada penekanan

penelitian Trudgill bahwa wanita lebih banyak menggunakan ragam bahasa sopan.

Pada joseigo penggunaan ragam bahasa sopan (dalam bahasa Jepang disebut

dengan keigo) merupakan eufemisme yang banyak digunakan (contohnya pada

banyaknya penggunaan prefiks penghormatan o- ).

O’Barr dan Atkins (1980) meneliti variasi bahasa dalam konteks institusi

khusus (ruang pengadilan di Amerika) dan perbedaan ujaran yang terkait dengan

perbedaan gender, selama 30 bulan. Dalam meneliti para saksi, O’Barr dan Atkins

menggunakan 10 dasar ujaran yang berbeda antara pria dan wanita, yang

dikemukakan oleh Lakoff. O’Barr dan Atkins menemukan bahwa perbedaan yang

ada, bukan semata-mata karena saksi tersebut adalah seorang wanita, namun

ketika saksi tersebut powerless atau tidak memiliki kekuatan.

Mereka menggunakan tiga pria dan tiga wanita sebagai bukti. Wanita dan pria

pertama menggunakan banyak komponen “bahasa wanita” yang diajukan oleh

Lakoff. Wanita tersebut adalah ibu rumah tangga berumur 68 tahun dan pria

tersebut adalah sopir ambulan. Sebagai perbandingan, pada wanita dan pria ketiga,

yang merupakan dokter dan polisi, menggunakan komponen ujaran dalam

frekuensi yang paling sedikit. Pada pasangan kedua, frekuensi penggunaan

komponen “bahasa wanita” berada di tengah-tengah antara pasangan pertama

dengan ketiga.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

21

O’Barr dan Atkins menyimpulkan bahwa ujaran yang banyak memiliki

komponen “bahasa wanita” yang dikemukakan Lakoff, bukanlah karakteristik

ujaran wanita ataupun terbatas hanya digunakan oleh wanita. Wanita yang

menggunakan “bahasa wanita” dengan frekuensi terendah memiliki status sosial

tinggi. Mereka adalah profesional yang berpendidikan tinggi dengan latar

belakang kelas menengah. Pola yang sama juga terlihat pada pria-pria yang

berbicara dengan frekuensi “bahasa wanita” terendah.

Kelebihan penelitian O’Barr dan Atkins adalah pada perspektif baru dalam

melihat komponen “bahasa wanita” yang ditawarkan Lakoff menjadi bukan hanya

mengkhusus untuk wanita, namun bahasa untuk orang yang powerless atau tidak

memiliki kekuatan. Kekurangan penelitian ini ada pada pengajuan bukti yang

hanya mencakup 3 pasang pria dan wanita, jika subjek penelitian ditambah

tentunya memungkinkan untuk mendapatkan bukti yang lebih banyak lagi.

Relevansinya dengan penelitian ini adalah pada poin bahwa wanita karier

yang berpendidikan tinggi kurang menggunakan bahasa wanita dibandingkan

dengan ibu rumah tangga. Hal ini dianggap sebagai tanda kekuatan yang muncul

seiring dengan kemampuannya untuk menghasilkan uang dan memiliki status

sosial yang tinggi di masyarakat. Faktor inilah yang diteliti lebih jauh dalam

penelitian ini, yaitu menyangkut penggunaan joseigo pada wanita Jepang.

MacGeorge (2004) tidak setuju pada buku-buku seperti Men are From Mars

and Women are From Venus yang dikarang oleh John Gray dan You Just Don’t

Understand karya Deborah Tannen, yang membedakan gaya berkomunikasi pria

dan wanita. Perbedaan ini disebut sebagai akibat dari perbedaan gender.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

22

MacGeorge kemudian mengadakan tiga jenis penelitian dengan sampel

penelitiannya 738 orang (417 wanita dan 321 pria) dan datanya diambil dengan

metode kuesioner dan wawancara. Partisipan dalam penelitian ini adalah

mahasiswa dan partisipan yang direkrut oleh mahasiswa pada sebuah universitas

di Utara pusat wilayah Amerika Serikat (daerah Midwestern).

Pada studi pertama, mengenai bagaimana wanita dan pria memberikan

dukungan pada temannya, ditemukan bahwa pria dan wanita berkomunikasi

dengan cara yang serupa. Secara keseluruhan, wanita dan pria suka untuk

mengekspresikan simpati, membagi pengalaman mereka dalam memiliki masalah

yang sama dengan teman yang sedang stres, serta mengajak teman mereka untuk

tidak khawatir. Pria sedikit lebih banyak memberikan saran dibandingkan dengan

wanita. Wanita lebih sering menawarkan bantuan. Walaupun demikian, perbedaan

ini hanya sebesar 2 persen.

Pada studi kedua, yang meneliti bagaimana pria dan wanita merespon saran,

menyimpulkan bahwa baik pria maupun wanita mengapresiasi saran yang relevan

dengan permasalahan mereka dengan positif. Mitos awal yang menyebutkan

bahwa pria menolak saran karena itu mengancam kemerdekaan mereka, tidak

terbukti.

Pada studi ketiga, mengenai bagaimana pria dan wanita mengevaluasi

komentar yang menenangkan seperti “Jangan khawatir, hal itu bukanlah masalah”

atau “Waduh, masalah yang besar sekali. Aku mengerti kenapa kamu sedih”. Hasil

penelitian menunjukkan ada perbedaan hanya sebesar 3 persen antara pria dan

wanita. Baik pria maupun wanita sama-sama tidak menyukai komentar

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

23

menenangkan yang dicap mengandung stereotip maskulin, yaitu komentar yang

bersifat menggampangkan masalah mereka. Partisipan lebih memilih komentar

menenangkan yang dicap mengandung stereotip feminin, yaitu yang mengesahkan

perasaan dan perspektif mereka.

Penelitian ini menunjukkan dengan baik mengenai bagaimana pria dan wanita

memberikan dan merespon saran dengan cara yang kurang lebih sama. Penelitian

ini juga menyarankan suatu pemikiran revolusioner, bahwa ide tentang perbedaan

cara komunikasi antara pria dan wanita hanyalah mitos yang sebaiknya tidak

digunakan lagi.

Kelemahan penelitian ini, seperti yang diakui oleh MacGeorge bahwa karena

pertanyaan penelitian banyak mengenai topik yang sensitif, bahkan perasaan yang

sensitif (karena membahas hal-hal seperti dukungan dan saran dari orang lain

mengenai masalah pribadi partisipan), pengamatan menjadi sulit dilakukan. Di

samping itu, secara etika dilarang untuk memanipulasi stres manusia,

menyebabkan keterbatasan bagi investigasi mengenai proses-proses komunikasi

dalam memberi dukungan.

Relevansi penelitian MacGeorge dengan penelitian ini adalah pada

kesimpulan utamanya yang menunjukkan bahwa sebenarnya tidak terlalu banyak

ada perbedaan antara komunikasi pria dengan wanita, sehingga disimpulkan

bahwa perbedaan tersebut hanyalah mitos yang tidak relevan dengan keadaan

sekarang. Hal ini bisa dikaitkan dengan pendapat beberapa ahli (dibahas lebih

jauh mengenai penelitian bahasa dan gender di dunia Timur) mengenai joseigo

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

24

yang banyak disebutkan sudah mengalami netralisasi sehingga perbedaan bahasa

pria dan wanita sudah tidak kentara lagi.

Kesimpulan dari tiga penelitian terdahulu mengenai bahasa dan gender di

dunia Barat adalah bahwa seiring berjalannya waktu, perbedaan bahasa yang

digunakan pria dengan bahasa yang digunakan wanita menjadi tidak kentara dan

mengarah ke netralisasi bahasa.

Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat

kesopanan yang digunakan oleh pria dan wanita. Informan wanita lebih sering

menggunakan bahasa yang diasosiasikan dengan standar bahasa yang lebih

prestisius. Penelitian O'Barr dan Atkins (1980) menyimpulkan bahwa komponen

bahasa wanita yang ditawarkan oleh Lakoff bukan hanya mengkhusus untuk

wanita namun bahasa untuk orang yang powerless.

Pemikiran bahwa ide tentang perbedaan cara komunikasi antara pria dan

wanita hanyalah mitos, diajukan dalam penelitian MacGeorge (2004) yang

menyimpulkan bahwa pria dan wanita memberi dan merespon saran dengan cara

yang kurang lebih sama.

Pada penelitian bahasa dan gender di dunia Timur, salah satunya ditemui

dalam sebuah buku berjudul Womansword yang dikarang oleh Cherry (1987).

Buku ini memberikan pemaparan terhadap istilah-istilah bahasa Jepang yang

berkaitan dengan wanita dalam berbagai aspek kehidupan. Contohnya kehidupan

menikah, bekerja, keibuan, dan seksualitas yang dibahas satu persatu, disertai

dengan kajian mengenai huruf kanji yang digunakan untuk menulis istilah tersebut.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

25

Kata-kata dalam bahasa Jepang yang disebutkan dalam buku ini disajikan

dengan analisis yang baik, dengan ditinjau dari segi linguistik, budaya, dan tradisi

yang terkandung di dalam kata-kata tersebut. Semuanya dikemas dengan menarik

dalam bahasa yang ringan, sehingga menarik untuk dibaca.

Kekurangan dalam buku ini adalah buku ini sudah cukup lama. Penjabaran

beberapa kata yang pada realitasnya di masa kini, sudah jarang digunakan.

Sebagai contohnya, istilah “ryosai-kenbou” yang berarti “istri yang baik, ibu yang

bijaksana”. Seiring perkembangan zaman, terutama setelah perang dunia II, istilah

ini sudah jarang digunakan, walaupun ideologinya masih influental sampai tahun

1980-an. Sebelumnya sudah ada tulisan yang berjudul The Death of the Good

Wife, Wise Mother yang ditulis oleh Kathleen S UNO pada bab 11 dalam buku

editan Andrew Gordon, Postwar Japan as History. Dalam tulisan ini dipaparkan

dengan jelas konsep ryousai-kenbou sudah dimodifikasi, disesuaikan dengan

perkembangan tingkat kesetaraan wanita dengan pria

Penelitian lain mengenai seksisme dalam bahasa Jepang ditemui dalam jurnal

yang ditulis oleh Endo (1995). Tulisan ini berkesimpulan bahwa seksisme dalam

bahasa Jepang masih ada dan Endo juga mengemukakan saran bahwa dalam

pengajaran bahasa Jepang sebagai bahasa asing, selayaknya menggunakan pilihan

kata-kata yang netral dan tidak menempatkan posisi wanita sebagai subordinat

dengan media bahasa.

Tulisan ini mengulas dengan baik dan mendetail mengenai kata-kata dan

ungkapan yang menandakan pembedaan status bagi pria dan wanita. Contohnya,

kata shujin yang berarti suami sendiri (jika merujuk pada suami orang lain,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

26

ditambahkan prefiks penghormatan “go”, sehingga menjadi goshujin). Kata shujin

jika dilihat dari bentuk hurufnya, dapat diartikan sebagai “tuan” atau “majikan”.

Dahulu, istilah ini digunakan dalam konteks hubungan antara majikan dan

pembantunya. Namun, pada abad ke-20, wanita mulai menggunakan kata ini

untuk merujuk pada suaminya sendiri.

Kekurangan dari tulisan Endo adalah, sehubungan dengan kesimpulan Endo

bahwa pengajaran bahasa Jepang seharusnya menggunakan kata-kata yang lebih

netral. Dalam tulisan ini tidak banyak dipaparkan kata-kata lain yang

kemungkinan menggantikan kata-kata yang mengandung unsur seksisme. Tulisan

ini seperti paparan, yang menjelaskan adanya suatu masalah, menawarkan sebuah

solusi, namun solusi tersebut belum dijelaskan dengan baik.

Tulisan Endo memiliki relevansi dengan penelitian ini, yakni berfokus pada

bias gender dalam bahasa Jepang dan pemahaman bahwa mengubah hal tersebut

berdampak pada bagaimana wanita melihat dan menempatkan dirinya sendiri, di

dalam masyarakat. Penelitian Endo dan penelitian ini sama-sama mengkaji wanita

dalam bahasa, terutama dikaitkan dengan unsur-unsur dalam budaya dan

masyarakat yang membangun kata-kata yang digunakan dalam bahasa tersebut.

Penelitian yang membahas mengenai pergeseran bahasa wanita pada

mahasiswi, pernah diteliti oleh Mizokami (2003). Pada penelitian ini, Mizokami

melakukan survey terhadap 82 mahasiswi dan 62 mahasiswa yang menuntut ilmu

pada K College di Prefektur Aichi, Jepang. Kuesioner yang dibagikan memuat

berbagai pertanyaaan, salah satunya, “apakah anda menggunakan bentuk kata

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

27

penghormatan dalam kehidupan sehari-hari? jika iya, kepada siapa anda

menggunakannya?”.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan

responden mahasiswi dan mahasiswa tidak jauh berbeda dan batas di antaranya

pun ambigu. Walaupun wacana dominansi yang ada di masyarakat menyebutkan

bahwa wanita berbicara dengan berbeda dan lebih sopan dibandingkan dengan

pria, namun pada realitanya, hal ini tidak berjalan sesuai dengan ideologi yang ada.

Tulisan Mizokami ini inovatif dan memberikan hasil yang mendobrak wacana

yang ada selama ini bahwa wanita dan pria berbicara berbeda dengan mengikuti

apa yang disebut “bahasa wanita” dan “bahasa pria”. Hal ini juga yang

menyebabkan tulisan Mizokami ini relevan dengan penelitian ini, karena sama-

sama berawal dari keraguan bahwa bahasa wanita dan bahasa pria tetap digunakan

secara ketat, walaupun sudah ada perkembangan kesetaraan wanita Jepang dan

juga pengaruh modernisasi.

Kekurangan tulisan Mizokami adalah dengan respondennya yang hanya terdiri

atas orang-orang muda (mahasiswi dan mahasiswa), Mizokami sudah

menyimpulkan adanya ambiguitas pada bahasa wanita dan pria. Untuk sampai

pada kesimpulan tersebut, ada baiknya jika responden yang digunakan terdiri atas

orang-orang dengan usia dan jenis pekerjaan yang bervariasi. Kalau hanya

menggunakan responden mahasiswa dan mahasiswi, judul penelitian tersebut bisa

diubah, sehingga hanya mencakup pada ambiguitas bahasa wanita dan pria pada

generasi muda.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

28

Inoue (2006) melakukan penelitian pada wanita pekerja kantoran yang

bekerja di perusahaan farmasi, May Japan Limited. Kesimpulannya adalah

responden menganggap bahwa joseigo adalah bahasa yang digunakan ibu mereka

yang tidak memiliki pilihan lain selain tinggal di rumah dan membesarkan anak.

Pilihan dilakukan dengan sadar oleh responden untuk tidak menggunakan joseigo

sebagai tanda perbedaan generasi, antara mereka dan ibu mereka.

Pada beberapa kesempatan, Inoue menyaksikan responden sengaja

menggunakan joseigo kepada teman sekerjanya, hanya sebagai bahan olok-olok.

Contohnya, dengan mengatakan “kyoo no omeshimono suteki desu koto” (hari ini

bajumu bagus). Penggunaan joseigo sebagai olok-olok untuk memancing tawa

teman sekerjanya ini dikarenakan joseigo dianggap sebagai ragam bahasa yang

terlalu kuno atau kolot untuk tetap digunakan dalam percakapan sehari-hari.

Tulisan Inoue ini memaparkan dengan baik dan mendalam mengenai joseigo,

bagaimana joseigo muncul pada akhir abad sembilan belas, dan perlahan-lahan

mulai memudar pada zaman Jepang modern. Dengan cakupan materi yang luas,

tulisan ini merupakan sumber referensi yang baik untuk pembaca yang ingin

mengetahui lebih jauh tentang joseigo dan pemikiran kritis mengenai kondisi serta

prinsip-prinsip, yang menyebabkan joseigo dibuat, diulangi, ataupun ditinggalkan.

Tulisan ini tidak banyak membahas mengenai penutur joseigo pada dunia

nyata. Inoue menyelipkan informasi bahwa dahulu ia hanya mengenal bahasa

wanita Jepang dari TV karena wanita di daerahnya tidak ada yang menggunakan

joseigo. Tetapi pada saat ia mengunjungi rumah pamannya di Yokohama, untuk

pertama kalinya ia mendengar joseigo diucapkan oleh manusia di kehidupan nyata.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

29

Sepupunya, bibinya, dan banyak wanita lain di sekelilingnya terdengar seperti

wanita di TV ataupun drama karena menggunakan joseigo.

Informasi ini adalah informasi yang menarik namun kemudian Inoue tidak

membahas lagi tentang penutur joseigo tetapi lebih kepada wanita yang tidak

menggunakan joseigo. Jika penutur joseigo di dunia nyata ini lebih dibahas lagi,

maka akan menjadi latar belakang dan komparasi yang baik ketika Inoue

membahas mengenai memudarnya penggunaan joseigo dewasa ini.

Sturtzsreetharan (2008) melakukan penelitian mengenai bahasa yang

digunakan wanita di Osaka, selama 14 bulan, dari Juni 2006 sampai Agustus 2007.

Data diperoleh dari empat perbincangan terpisah antara wanita yang dilahirkan,

dibesarkan, dan pada saat penelitian dilangsungkan, tinggal di Osaka. Penelitian

tersebut melibatkan 9 wanita Osaka, berumur awal 30-an sampai akhir 70-an.

Semua data direkam dengan perekam suara digital dan peneliti tidak hadir pada

saat percakapan berlangsung. Semua percakapan berlangsung dengan latar tidak

formal seperti di rumah, restoran, atau kafe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan dalam penelitian tersebut

memilih untuk menggunakan ragam bahasa yang menunjukkan bahwa wanita

yang berasal dari daerah Osaka menghindari ragam bahasa yang membuat mereka

terdengar seperti osaka aunties atau tante-tante Osaka. Wanita-wanita ini tidak

melihat ragam bahasa yang terdengar seperti tante-tante Osaka sebagai suatu

identitas yang perlu dipupuk.

Bahasa yang digunakan, menggunakan kata-kata yang bernuansa regionalisme

seperti: haru, hen, akan, ya, dan lain lain, walaupun dengan menghindari

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

30

penggunaan kata-kata seperti yaroo dan yanai, tetapi partisipan tetap dapat

menempatkan diri mereka sebagai anggota dari daerah Osaka. Dengan

menggunakan sedikit bagian dari joseigo, seperti: deshoo, noyo, kashira, namun

menghindari penggunaan bentuk hormat standar, partisipan dapat menempatkan

diri mereka sebagai orang yang mengetahui cara yang pantas untuk menjadi

wanita Jepang, tanpa menggunakan joseigo.

Penelitian Sturtzsreetharan menjelaskan dengan baik mengenai hubungan

antara gender dan regional. Pada gender tertentu, yang tinggal di daerah tertentu,

digunakan bahasa yang mampu menempatkan diri mereka pada posisi yang

diinginkan. Contohnya, pada wanita Jepang di Osaka, menggunakan bahasa yang

menunjukkan mereka orang Osaka dan juga menggunakan beberapa bentuk dari

joseigo untuk menunjukkan kefemininitasnya.

Kelemahan penelitian ini adalah tidak adanya percakapan yang direkam

dengan latar formal. Ragam bahasa yang sering diidentikkan dengan Osaka

aunties “tante-tante Osaka” memang lebih sering muncul pada latar informal.

Namun, jika terdapat data percakapan yang terjadi pada latar formal, maka akan

memperkaya data mengenai bentuk penggunaannya pada latar formal. Data ini

lalu bisa dibandingkan dengan bentuk penggunaannya pada latar informal

sehingga bisa mempertajam analisis.

Senada dengan kesimpulan penelitian bahasa dan gender di dunia Barat,

kesimpulan dari lima penelitian Bahasa dan Gender di dunia Timur yang telah

diuraikan di atas adalah, ada pergeseran pada bahasa wanita Jepang seiring

dengan pergeseran kegenderan yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

31

Dari penggunaan bahasa yang masih kuat dengan seksisme menjadi penggunaan

bahasa yang lebih netral.

Penelitian Cherry (1987) mengungkapkan bahwa masih ada begitu banyak

kata dan istilah-istilah yang berkaitan dengan wanita dalam berbagai aspek

kehidupan. Tidak jarang kata-kata dan istilah-istilah ini kuat dengan nuansa yang

bias gender.

Endo (1995) menyimpulkan bahwa seksisme dalam bahasa Jepang masih ada.

Endo juga memaparkan saran bahwa dalam pengajaran bahasa Jepang sebagai

bahasa asing hendaknya menggunakan kata-kata yang netral sehingga tidak

menempatkan posisi wanita sebagai subordinat dengan menggunakan media

bahasa.

Penelitian Mizokami (2003) menyimpulkan bahwa bahasa yang digunakan

responden pria dan wanita tidak jauh berbeda dan batas di antaranya pun ambigu.

Penelitian Inoue (2006) menyebutkan bahwa responden menganggap joseigo

sebagai bahasa yang old fashioned ataupun kuno, dan hanya digunakan oleh ibu

mereka. Senada dengan penelitian Inoue, penelitian Sturtzsreetharan (2008) juga

menunjukkan kecenderungan partisipan penelitian untuk menghindari ragam

bahasa joseigo yang membuat mereka terdengar lebih tua.

Selanjutnya, dibahas penelitian mengenai karakteristik joseigo. Istilah

joseigo dan danseigo adalah istilah teknis yang umumnya digunakan oleh

akademisi. Ragam bahasa wanita Jepang umumnya digambarkan dengan berbagai

atribut, seperti: teinei (sopan), yawarakai (lembut), hikaeme (konservatif), dan

jyouhin (berbudi halus) (Okamoto, 2014:83).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

32

Selain hanya meneliti karakteristik Joseigo (ragam bahasa wanita Jepang),

ada juga beberapa pakar yang membandingkan karakteristik Joseigo tersebut

dengan Danseigo (ragam bahasa pria Jepang). Selain itu, ada beberapa pakar lain

yang membandingkan antara ragam tersebut dan menambahkan satu variabel lagi

yaitu ujaran netral yang umum diucapkan pria maupun wanita. Selanjutnya, hasil

penelitian para pakar tersebut dibahas secara berurutan dari yang hanya meneliti

karakteristik Joseigo saja, membandingan karakteristik Joseigo dengan Danseigo,

membandingkan karakteristik Joseigo, Danseigo, dan ujaran netral. Kemudian,

ditutup dengan kesimpulan mengenai perbandingan ketiga ragam tersebut.

Burch (2003) pada tulisannya yang berjudul Feminine Language in Japanese :

A Study of Usage Among Japanese Graduate Students Residing in Hawaii

menyebutkan bahwa pada joseigo, terdapat unsur-unsur sebagai berikut di akhir

kalimat.

1) Partikel wa (dengan intonasi meninggi) sebagai penegasan yang bersifat

lembut

2) Partikel wa, umumnya diikuti dengan partikel ne, yo, atau yo ne.

3) Partikel no diletakkan setelah betuk dasar sebuah kata kerja ataupun

setelah ikeyoshi (kata sifat i) untuk menunjukkan penekanan.

4) Partikel no diikuti dengan partikel ne, yo, atau yo ne.

5) Kata bantu desho(o) yang berarti kemungkinan atau meminta persetujuan

lawan bicara.

6) Partikel kashira yang berarti sepertinya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

33

Fungsi semantik partikel akhir yang diasosiasikan dengan wanita seperti “wa”,

“no” dan “kashira” membuat pernyataan lebih lembut dan sopan. Partikel akhir

yang diasosiasikan dengan pria seperti “zo”, “ze” “sa” dan “na” menyiratkan

kepercayaan diri, ketegasan, dan konfirmasi (Ide, 1982).

Wanita menggunakan partikel akhir “wa” dengan intonasi meninggi, yang

merupakan cara untuk memberikan pilihan kepada pendengar, seperti halnya tag

questions dalam bahasa Inggris. Ini dikatakan sebagai usaha pembicara untuk

mengurangi kesan akan desakan yang kuat karena wanita tidak seharusnya

berbicara dengan tingkah laku yang asertif (McGloin, 1990).

Ngan (1981) menulis penelitian mengenai asal mula serta karakteristik Joseigo.

Ngan menyebutkan beberapa Joseigo sebagai berikut.

Tabel 2.1 Karakteristik Joseigo Menurut Ngan (1981)

No. Aspek Keterangan

1 Penggunaan Kango (kata-kata yang

berasal dari Cina)

Dihindari untuk digunakan

2 Kosakata yang vulgar Dihindari untuk digunakan,

lebih memilih alternatif kata

yang tidak asertif

3 Prefiks penghormatan/sopan o dan go Lebih sering digunakan wanita

4 Alternatif kata yang lebih sopan dan

menghormati lawan bicara seperti

itadaku, irassharu

Lebih sering digunakan wanita

daripada pria

5 Akhiran kata “mase, mashi” Sering digunakan wanita

6 Kata ganti orang pertama atakushi dan

atashi, kata ganti orang kedua anata

dan anta

Sering digunakan wanita.

Sedangkan khusus untuk pria,

kata ganti orang pertama yang

digunakan adalah washi, ore,

dan boku. Kata ganti orang

kedua “anata, anta, kimi, omae,

kisama”

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

34

7 Partikel akhir Wanita banyak menggunakan

partikel akhir wa, wa yo, no, no

yo, yo, ne, kashira, wa ne, te, te

yo, koto, koto?, koto yo, na, da

wa, na no sedangkan untuk pria

: zo, ze, yo

8 Partikel emosi (emotive particle) Wanita banyak menggunakan

emotive particle seperti ara,

maa, choito, dan raa

9 Kata sifat dan adverbia (kata

keterangan)

Lebih banyak digunakan wanita

daripada pria, terutama adjectiva

seperti suteki na, osoroshii dan

adverbia seperti tottemo,

hijooni, sugoku

10 Kalimat imperatif Wanita menggunakan bentuk –

te kudasai dengan kata kudasai

yang tidak diucapkan.

11 Kosakata Menggunakan kosakata khusus

wanita

Barke (2000) meneliti perbedaan ragam bahasa yang digunakan dalam

percakapan oleh dua kelompok wanita Jepang yang memiliki perbedaan usia.

Kelompok pertama berusia antara 19-30 tahun. Kelompok kedua, antara usia 45-

60 tahun. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan kesimpulan sebagai berikut.

Tabel 2.2. Karakteristik Joseigo Berdasarkan

Perbedaan Usia Menurut Barke (2000)

NO. Aspek Perbandingan Grup Muda dan Grup Tua

1 Pronomina Dari kata “watashi. atashi. anata, anta” tidak

terlalu jauh berbeda penggunaannya antara

yang muda dan yang tua.

2 Memendekkan dan

Memanjangkan Suara

Penggunaan partikel akhir “ne, sa, so, nn”

yang pengucapannya panjang atau pendek

tidak terlalu berbeda antara yang muda dan

yang tua

3 Adverbia Penggunaan adverbia seperti “amari, bakkari,

chotto” dsb, anak muda lebih sering

menggunakan dan juga ada lebih banyak

variasi adverbia yang digunakan dibanding

grup yang lebih tua.

4 Partikel Akhir Kalimat Grup yang tua lebih banyak menggunakan

partikel seperti ”ne, sa, kana, dan wa”

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

35

5 Fillers and Words of

Habit (Fillers : tidak

menambahkan sesuatu

yang penting pada

kalimat, lebih kepada

efek stilistika)

Kata “toka(tte), nanka, dan mo” lebih banyak

digunakan pada grup yang muda sedangkan

kata “hora” hanya digunakan pada grup yang

tua.

6 Repetisi Grup muda lebih banyak menggunakan

repetisi untuk kalimat orang yang diajak

bicara (other-repetition) sedangkan grup

muda banyak menggunakan self repetition.

Inoue (2003) meneliti ujaran pada terjemahan untuk karakter-karakter tokoh

wanita dalam novel, film, dan acara TV. Dia menemukan bahwa ada beberapa

sentence final particles atau partikel akhir kalimat yang sering digunakan dalam

menerjemahkan karakter tokoh wanita.

Tabel 2.3 Karakteristik Joseigo Berdasarkan

Partikel Akhir Kalimat Menurut Inoue (2003)

Aspek Keterangan

Partikel Akhir

Kalimat

Partikel akhir kalimat yang sering digunakan karakter wanita

dalam karya terjemahan yang diteliti adalah : wa, wa yo, no,

no yo, da wa, kashira, kata benda + yo, wa ne, no ne, desu

mono, koto yo.

Selanjutnya, dibahas hasil penelitian beberapa pakar yang membahas

mengenai perbandingan karakteristik antara joseigo dan danseigo. Ogawa (2004)

meneliti perbandingan antara joseigo dan danseigo berdasarkan perbedaan dua

aspek yaitu shuujoshi (partikel akhir kalimat) dan koshou (kata ganti orang) yang

dibagi menjadi ichininshou (kata ganti orang pertama), nininshou (kata ganti

orang kedua) dan sanninshou (kata ganti orang ketiga) seperti dalam tabel 2.5.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

36

Tabel 2.4 Perbandingan Karakteristik Joseigo dan Danseigo

Menurut Ogawa (2004)

No. Aspek Joseigo Danseigo

1 Partikel akhir kalimat

(Shuujoushi)

wa, kashira, te, teyo,

koto, no, noyo, wayo,

yo, tara

ze, na, zo, za, kai,

dai

2 Kata ganti orang pertama

(ichininshou)

atashi ore, washi, asshi,

boku

Kata ganti orang kedua

(nininshou)

anata kimi, omae

Kata ganti orang ketiga

(sanninshou)

ano hito yatsu, koitsu,

soitsu

Sudjianto (2007) membedakan joseigo dan danseigo dengan ditandai oleh

aspek pemakaian shuujoshi, dengan aspek leksikal seperti pemakaian pronomina

persona pertama dan pemakaian interjeksi, dan ditandai juga dengan pemakaian

ragam bahasa hormat (keigo) seperti dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.5 Perbandingan Karakteristik Joseigo dan Danseigo

Menurut Sudjianto (2007)

No. Aspek Joseigo Danseigo

1 Shuujoshi

(partikel akhir)

kashira, wa, wayo, wane, no,

noyo, none, koto, kotoyo

kai, dai, kane, kana,

darooka, zo, ze

2 Pronomina

Persona

atashi, atakushi boku, ore, ware,

washi, jibun, kimi,

omae, kisama

Interjeksi maa, araa yaa

3 Keigo (Ragam

Bahasa hormat)

Ragam bahasa hormat lebih

banyak digunakan

Ragam bahasa

hormat lebih jarang

digunakan

Abe (1998, 64-66) merumuskan perbedaan karakteristik bentuk tuturan

maskulin dan feminin, berdasarkan berbagai jenis tindak tutur yaitu assertive,

mild assertion, directives, assurance/seeking agreement, modesty-nominalization,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

37

confirmation/probability, question/criticism, self questioning, dan invitation.

Dalam menjabarkan mengenai tindak tutur direktif, Abe membuat klasifikasi

seperti dijabarkan dalam tabel 2.7

Tabel 2.6 Perbandingan Karakteristik Joseigo dan Danseigo,

Berdasarkan Tindak Tutur Direktif Menurut Abe (1998)

No. Joseigo Danseigo

1 Bentuk-te dari kata kerja + ne

(Contoh : tabete ne)

Bentuk plain imperative (Contoh :

Tabero)

2 - Bentuk plain imperative + yo (Contoh

: Tabero yo!)

3 Bentuk negative command : plain

negative imperfective form + kopula

–de (Contoh : tabenaide)

Bentuk negative command,

menggunakan bentuk kata kerja-ru +

na. (Contoh : Taberu na)

4 Bentuk negative command, plain

negative imperfective form + kopula

–de + ne (Contoh : tabenaide ne)

Bentuk negative command ,

menggunakan bentuk kata kerja-ru +

na, dengan ditambah –yo. (Contoh :

Taberu na yo)

Berikut adalah pendapat para pakar mengenai perbandingan karakteristik

joseigo, danseigo, dan ragam netral. Okamoto (1995) membagi karakteristik

joseigo, danseigo, dan ragam netral berdasarkan partikel akhir kalimat. Partikel

akhir kalimat penanda joseigo dan danseigo kemudian masing-masing dibagi

menjadi 2 jenis. Pada partikel akhir kalimat penanda joseigo dibagi menjadi

strongly feminine (feminin kuat) dan moderately feminine (feminin sedang).

Sedangkan pada partikel akhir kalimat penanda danseigo dibagi menjadi strongly

masculine (maskulin kuat) dan moderately masculine (maskulin sedang).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

38

Tabel 2.7 Perbandingan Karakteristik Joseigo, Danseigo,

dan Ragam Netral Menurut Okamoto (1995)

No Aspek Joseigo Danseigo Netral

1 Shuujoshi

(partikel akhir

kalimat)

strongly

feminine : wa, no,

nano, no yo, no

ne, kashira.

strongly

masculine : ze, ike

(bentuk imperatif),

bentuk ee (sebagai

pengganti ai dan

oi, contoh :

shiranee),

iku (bentuk

kamus dari

kata kerja), yo

ne

(persetujuan),

ja nai, jan, ka

na, ikoo to

omotte, ii naa moderately

feminine :

deshoo, no

(setelah bentuk

dasar kata kerja

atau setelah kata

sifat –i)

moderately

masculine : yo

(setelah kata kerja

bentuk dasar,

contoh : iku yo),

da (sebagai

pernyataan,

meliputi variasinya

yaitu dane, dayo,

dan dayone), dan

oo ka (contoh :

ikoo ka)

Tanaka (2004) dalam bukunya yang membahas mengenai penggunaan

ragam bahasa berdasarkan gender dalam wawancara di televisi Jepang. Tanaka

membagi karakteristik joseigo, danseigo, dan ragam netral berdasarkan beberapa

6 aspek yakni fitur leksikal, kata ganti orang, partikel akhir kalimat, bentuk kata

kerja, sintaksis, dan kesopanan.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

39

Tabel 2.8 Perbandingan Karakteristik Joseigo, Danseigo,

dan Ragam Netral Menurut Tanaka (2004)

No. Aspek Keterangan

1 Fitur Leksikal Kata sifat oishii (enak), gohan (nasi) dan ohashi

(sumpit) digunakan oleh wanita sementara padanan

kata tersebut untuk laki-laki adalah umai, meshi,

dan hashi. Wanita lebih sering menambahkan

prefiks penghormatan o dan go pada kata benda.

2 Kata Ganti Orang Kata ganti orang pertama yang netral : atashi,

watashi, watakushi. Selain yang netral tersebut,

pria memiliki pilihan yang lebih luas seperti ore,

boku, washi. Untuk kata ganti orang kedua, yang

netral adalah anata, tapi selain anata, pria bisa

menggunakan kata-kata lain seperti kimi dan omae.

3 Partikel Akhir

Kalimat

Netral : ne, yo, no. Khusus wanita : wa, kashira.

Khusus pria : na, zo, ze.

4 Bentuk Kata Kerja Laki-laki menggunakan kata kerja imperatif seperti

Tabero (makan!). Wanita diharapkan

menggunakan bentuk –nasai (contoh : tabenasai

artinya makanlah) agar lebih sopan dan lembut.

5 Sintaksis Dalam hal mengaplikasikan aturan tata bahasa,

wanita kurang konservatif dibanding pria. Wanita

sering menghilangkan case particles lebih sering

dibanding pria, menggunakan lebih banyak kata

sifat ketika kata benda dihapuskan, dan

mengaplikasikan scrambling and left dislocation

lebih bebas dibanding pria.

6 Kesopanan Wanita cenderung lebih sopan dengan lebih

banyak menggunakan prefiks penghormatan o dan

go, bikago (bahasa indah), dan bentuk kata

penghormatan.

Vranic (2013) melakukan penelitian dengan merekam percakapan tiga

mahasiswi Jepang dan lawan bicara mereka. Total ada 6 rekaman yang diteliti,

masing-masing berdurasi 50 menit. Masing-masing penelitian bercakap-cakap

dalam dua percakapan, satu dengan teman wanita dan satu dengan teman pria.

Rekaman tersebut dibuat transkripnya kemudian diteliti SFPs (Sentence Final

Particles) atau partikel akhir kalimat yang digunakan. Setelah dianalisis, Vranic

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

40

memperlihatkan hasil penelitiannya kepada masing-masing subjek lalu

menanyakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi mereka sendiri

tentang gaya ujaran mereka dan identitas kegenderan mereka.

Tabel 2.9 Perbandingan Karakteristik Joseigo, Danseigo,

dan Ragam Netral Menurut Vranic (2013)

Strongly

Feminine

Moderately

Feminine

Strongly

Masculine

Moderately

Masculine

Neutral

Kata

benda/kata

sifat na + yo

Kata

benda/kata

sifat na + ne

ze Kata benda/kata

sifat na + da ne

Kata kerja / kata sifat i /

partikel lain seperti

deshoo, daroo, dan wa

+ ne

Kata

benda/kata

sifat na + yo

ne

Memperhalus

penjelasan no

zo Kata kerja / kata

sifat i / partikel

lain seperti

deshoo, daroo,

dan wa + yo

interogatif no

Kata benda/

kata sifat na +

na-

Deshoo daro(o)

(intonasi

naik, untuk

mengkonfir

masi

sesuatu)

Kata benda/kata

sifat na + da yo

daro(o) (intonasi turun,

untuk menyatakan

kemungkinan)

no Mono/Mon Kata kerja / kata

sifat i / partikel

lain seperti

deshoo, daroo,

dan wa + yo ne

kana

wa (intonasi

naik)

Kata benda/kata

sifat na + da yo

ne

wa (intonasi turun)

Memperhalus

penjelasan no

+ ne

na

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

41

Berkaitan dengan mengenai morfosintaksis dari bahasa Jepang yang

bernuansa gender, Hasegawa (2010 : 110) memodifikasi kategorisasi tradisonal

antara tuturan pria, tuturan wanita, dan tuturan netral yang dibuat oleh Masuoka

dan Takubo (1992) menjadi seperti berikut.

Tabel 2.10 Perbandingan Karakteristik Joseigo, Danseigo,

dan Ragam Netral Menurut Hasegawa (2010)

Aspek Tuturan

Pria

Tuturan Netral Tuturan

Wanita

Arti

kopula da Kore wa

kumo da

Kore wa

kumo Ø

yo/ne/yo ne

Ini adalah laba-

laba

noka/noda itta no ka

Naze itta-n

da(i)

Itta no?

Naze itta

no?

Apakah kamu

pergi? Kenapa

kamu pergi?

Bentuk

kamus + yo

Kore

omoshiroi

yo

Kore

Omoshiroi

wa yo

Imperatif Kopii shiro Kopii

shite/shinasai

Tolong dikopi!

Negatif

Imperatif

Kopii suru

na

Kopii shinaide Jangan dikopi!

Desideratif Kopii shite

kure

Kopii shite

moraitai

Kopii shite

kurenai?

Kopii shite

hoshii no

Aku ingin kamu

mengopinya.

Interogatif Shiai mi ni

iku ka(i)

Shiai mi ni iku? Apakah kamu

akan pergi untuk

melihat

pertandingan?

Partikel

Akhir

Ame ga furu

zo/ze

Ame ga furu

wa

Akan turun hujan

Interjeksi oi, kora araa, maa

Kata ganti

orang

pertama

ore, boku,

oira, washi

watashi,

watakushi

atashi

Kata ganti

orang

kedua

omae, kimi anata, anta,

otaku, sochira

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

42

Selain itu, Hasegawa juga memodifikasi kategorisasi yang dibuat oleh

Okamoto dan Sato (1992). Partikel akhir kalimat berdasarkan gender dibagi

menjadi 5 kategori yakni Strongly Masculine, Moderately Masculine, Neutral,

Mderately Feminine, Strongly Feminine.

Tabel 2.11 Perbandingan Penggunaan Partikel Akhir Kalimat

Menurut Hasegawa (2010)

Strongly

Masculine

Moderately

Masculine

Neutral Moderately

Feminine

Strongly

Feminine

Arti

Iku ze

Iku zo

Iku yo Iku (+

mon)

Iku no Iku wa (+ne/yo) Aku pergi

Iku kana Iku kashira Mungkin dia

pergi

Ike (yo) Pergi!

Iku na (yo) Jangan pergi!

Ikoo ka Ayo kita pergi

Iku ne/yo

ne

Kamu pergi,

kan?

Ashita da

ze

Ashita da

(+ne/yo/yone)

Ashita nan da

(+ne/yo/yo

ne)

Ashita Ashita ne Ashita da wa(+

ne

/yo/yo ne)

Ashita yo

Ashita na no

(+ne/yo/yone)

Besok

Ashita ja

nai?

Ashita

jan

Besok, kan?

Kinoo

datta ze

Kinoo datta wa

(+yo/yone)

Kemarin

(bentuk lampau)

Ashita daroo Ashita

deshoo

Mungkin besok

Chotto

matte kure

Chotto

matte

Chotto

matte ne

Tunggu sebentar

Atsui na Atsui ne Atsui wa ne Panas, ya?

Shiranee Shiranai wa Aku tidak tahu

Shiranai

no ka yo

Shiranai

no?

Kamu tidak tahu

tentang itu?

Oishiin

datte

Aku dengar itu

enak

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

43

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dirumuskan karakteristik

joseigo yang digunakan dalam penelitian ini pada Gambar 2.1 dan lebih jelasnya

(dilengkapi dengan karakteristik danseigo dan ragam bahasa netral) dijabarkan

pada Tabel 2.12

Gambar 2.1 Karakteristik Joseigo

Tabel 2.12 Karakteristik Joseigo, Danseigo, dan Ragam Netral

yang Digunakan dalam Penelitian

No. Aspek Joseigo Danseigo Netral

1 Ninshoo Daimeshi

(Kata ganti persona) :

1)

Ichininshoo

atashi, atakushi,

atashitachi, atashira,

ore, washi, boku,

jibun

watashi,

watakushi

INTERJEKSI

KALIMAT

IMPERATIF

ADVERBIA

KESOPA-

NAN

PARTIKEL

AKHIR

KALIMAT

KATA

GANTI

PERSONA

JOSEIGO

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

44

(kata ganti

persona

pertama)

atai, uchi

2) Nininshoo

(kata ganti

persona

kedua)

- kimi, omae, temae,

kisama

anata, anta

3)

Sanninshoo

(kata ganti

persona

ketiga)

- yatsu, koitsu, soitsu,

aitsu

ano hito, ano

kata, kare,

kanojyo

2 Shuujoshi

(partikel akhir

kalimat)

Feminin kuat : wa,

wane, wayo, wayone,

dawa, nano, nanone,

nanoyo, nanoyone,

noyo, kashira, none,

noyone (setelah kata

benda, kata sifat-na,

atau desu/masu), teyo,

mon ne

Feminin sedang :

mono, mon, no

(deklaratif, setelah kata

kerja bentuk kamus

atau kata sifat -i),

deshoo

Maskulin kuat : ze,

zo, bentuk kata kerja

plain imperative

atau diikuti dengan

partikel yo, bentuk

ee (sebagai

pengganti ai dan oi,

contoh : shiranee)

Maskulin sedang :

yo (setelah kata kerja bentuk kamus

atau kata sifat – i),

da, dane, dayo,

dana, dayone,

darou, oo ka (contoh

: ikoo ka)

Netral : ja nai,

jan, ka na, ikoo

to omotte, naa,

ne, sa, no

(interogatif),

kata kerja

bentuk kamus,

yone, yo (setelah

desu/masu)

3 Kesopanan

1) Keigo

(ragam

bahasa

hormat)*

Lebih sering

digunakan wanita,

seperti kata

irassharu dan

itadaku

Lebih jarang

digunakan pria

dibanding wanita

-

2) Prefiks

penghormatan

o dan go

Lebih sering

digunakan wanita

Lebih jarang

digunakan pria

dibanding wanita

-

4 Fukushi

(Adverbia)**

Wanita lebih banyak

menggunakan

adverbia seperti

amari, bakkari,

chotto, zenzen,

Lebih jarang

menggunakan adverbia

dibanding wanita

-

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

45

zettai, sugoi,

yappari, sukoshi,

dibanding pria.

5 Meirei

(Kalimat

Imperatif)

***

1.Bentuk-te dari kata

kerja + ne (Contoh :

tabete ne)

2.Bentuk negative

command : plain

negative

imperfective form +

copula –de (Contoh :

tabenaide)

3. Bentuk negative

command, plain

negative

imperfective form +

copula –de + ne

(Contoh : tabenaide

ne)

4. Bentuk – te

kudasai tanpa

1.Bentuk plain

imperative (Contoh :

Tabero)

2.Bentuk plain

imperative + yo

(Contoh : Tabero yo!)

3. Bentuk negative

command,

menggunakan bentuk

kata kerja-ru + na.

(Contoh : Taberu na)

4.Bentuk negative

command ,

menggunakan bentuk

kata kerja-ru + na,

dengan ditambah –yo.

(Contoh : Taberu na

yo)

1.Akhiran sopan

–nasai pada kata

kerja bentuk

kamus

2.Akhiran

kudasai pada

kata kerja

bentuk –te

3. Prefiks o/go

+kata kerja

bentuk

kamus+kudasai

6 Kantoushi

(Interjeksi)

*** *

Ada beberapa jenis

interjeksi yang lebih

umum digunakan

oleh wanita : ara dan

maa.

- -

-

Ket :

* ragam bahasa hormat bahasa Jepang dibahas menggunakan klasifikasi yang

dirumuskan oleh Oana (2009) yakni pembagian tingkat formalitas dalam ujaran

bahasa Jepang dengan urutan dari derajat formalitas tertinggi hingga terendah :

Hyper-polite, Formal, Semi-formal, dan Informal (familiar).

** adverbia bahasa Jepang dianalisis menggunakan klasifikasi yang dirumuskan oleh

Tadashi (1976, 8 - 19) yang membagi adverbia bahasa Jepang menjadi 3 bagian

yaitu adverbs of manner and circumstance, adverbs of degree, dan adverbs of

predication.

*** bentuk kalimat imperatif berdasarkan gender dirumuskan berdasarkan

beberapa pendapat ahli yakni Abe (1998), Hasegawa (2010), dan O’Neill

(2008).

**** interjeksi dianalisis menggunakan klasifikasi interjeksi bahasa Jepang berdasarkan

sikap pembicara terhadap situasi tertentu yang dibagi menjadi 6 yaitu express

surprise, channeling expressions, reactive expressions, positive & negative

responses, fillers, dan vocative expressions oleh Iwasaki (2013).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

46

2.2 Konsep

Untuk memberikan informasi konseptual, maka perlu penyatuan persepsi atau

pandangan dan pemahaman terkait dalam penelitian ini. Oleh karena itu, ada

beberapa konsep yang dipaparkan pada sub-bab 2.2. Pada intinya, konsep adalah

penjelasan secara ringkas mengenai istilah teknis yang merupakan komponen dari

landasan teori. Ada tiga konsep yang dipaparkan, yaitu: 1) Pergeseran bahasa 2)

Gender, dan 3) Joseigo

2.2.1 Pergeseran Bahasa

Ibrahim (2003) menyebutkan bahwa pergeseran bahasa (language shifting)

adalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok tutur yang

terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang

lain. Sedangkan Hornberger (2012) berpendapat bahwa pergeseran bahasa adalah

penggantian bertahap satu bahasa oleh bahasa lainnya dalam kehidupan anggota

komunitas yang dimanifestasikan dalam berkurangnya jumlah penutur, tingkat

kemahiran, atau rentang penggunaan fungsional dari suatu bahasa. Yang agak

berbeda, bisa disimak pada pendapat Sumarsono dan Partana (2002) yang

mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa berarti suatu komunitas meninggalkan

suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain.

Definisi pergeseran bahasa yang digunakan dalam penelitian ini lebih

mengacu pada definisi kedua, yang merupakan pendapat dari Hornberger.

Alasannya karena definisi Hornberger menjelaskan bahwa pergeseran bahasa

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

47

terjadi secara bertahap dan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, salah satunya

adalah berkurangnya jumlah penutur bahasa.

2.2.2 Gender

Hill dan Mays (2013) mendefinisikan gender sebagai bagian dari identitas

seseorang, ditandai dari atribut-atribut khusus yang oleh masyarakat bisa dianggap

maskulin, feminin, androgini, ambigu, netral, atau kombinasi semuanya.

UNESCO (2003) menyebutkan bahwa gender adalah peran dan tanggung-jawab

pria dan wanita yang diciptakan di dalam keluarga, masyarakat, atau budaya,

meliputi ekspektasi mengenai karakteristik, kemampuan, serta sikap wanita dan

pria (femininitas dan maskulinitas). Zevallos (2014) mendefinisikan gender

sebagai konsep yang menggambarkan bagaimana masyarakat menentukan dan

mengatur kategori jenis kelamin, arti budaya yang disematkan pada peran pria dan

wanita, dan bagaimana individu memahami identitas mereka, meliputi namun

tidak terbatas pada, menjadi seorang pria, wanita, transgender, dan lain lain.

Definisi gender yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut

Zevallos karena mengacu kepada penentuan kategori jenis kelamin oleh

masyarakat dan bagaimana individu memahami identitas mereka.

2.2.3 Joseigo

Menurut Ngan (1981) joseigo merujuk pada karakteristik bahasa ujaran

wanita Jepang dengan menggunakan kata-kata khusus, mencakup istilah-istilah,

aksen, intonasi, pengucapan, dan tata bahasa yang secara eksklusif hanya

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

48

digunakan wanita Jepang. Jorden (1989) mendeskripsikan joseigo sebagai sebuah

variasi bahasa Jepang yang secara khusus dipakai oleh kaum wanita sebagai suatu

refleksi feminitas mereka. Sementara Inoue (2006) mendefinisikan joseigo

sebagai satu perangkat keyakinan linguistik mengenai bentuk-bentuk dan fungsi-

fungsi bahasa yang digunakan dan diasosiasikan dengan wanita Jepang.

Berdasarkan kajian-kajian di atas, definisi joseigo yang dirumuskan dalam

kajian ini adalah definisi oleh Inoue karena tidak mendefinisikan sebagai ragam

bahasa yang khusus digunakan wanita Jepang namun lebih merujuk pada ragam

bahasa yang diasosiasikan dengan wanita Jepang.

2.3. Landasan Teori

Secara umum, teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori sosiolinguistik. Selain teori utama terdapat teori-teori lain yang digunakan

untuk mendukung analisis, yaitu: teori sosiolinguistik khususnya mengenai bahasa

dan gender, teori feminisme liberal dan teori ideologi. Alasan pemilihannya

adalah karena teori-teori tersebut sesuai untuk menjawab rumusan masalah

penelitian yang diajukan.

Dengan teori sosiolinguistik, perhatian diberikan pada bahasa dalam

penggunaannya, dengan tujuan untuk meneliti bagaimana konvensi pemakaian

bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial. Ragam

bahasa wanita Jepang dianalisis sebagai indikator identitas sosial dari penutur dan

bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

49

Teori sosiolinguistik yang digunakan khususnya yang membahas mengenai

bahasa dan gender. Teori ini digunakan untuk menganalisis bagaimana bahasa

wanita, memengaruhi posisi sosial wanita di masyarakat ataupun bagaimana

perasaan penutur terhadap dirinya sendiri. Teori Sosiolinguistik (bahasa dan

gender) digunakan dalam membedah rumusan masalah penelitian pertama, kedua,

dan ketiga.

Teori feminisme liberal, digunakan untuk membahas perjuangan kesetaraan

gender dan perlawanan terhadap budaya patriarki. Ide-ide dan pemikiran dari para

aktivis feminis dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti, walaupun tidak

semua ide-ide tersebut dapat digunakan. Teori ideologi digunakan untuk

merumuskan pengaturan praktik individu yang merupakan anggota suatu

kelompok. Di dalamnya terbentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam

bertindak dan bersikap, terutama pada wanita Jepang dalam kaitannya dengan

penggunaan bahasa wanita. Kedua teori ini digunakan untuk menganalisis

masalah penelitian terakhir, yaitu mengenai ideologi yang ada di balik pergeseran

penggunaan joseigo pada wanita Jepang di Ubud.

2.3.1 Teori Sosiolinguistik

Teori sosiolinguistik adalah teori yang menyelidiki mengenai hubungan

bahasa dengan masyarakat dengan tujuan untuk lebih memahami struktur bahasa

dan bagaimana bahasa berfungsi dalam komunikasi (Wardhaugh, 2006). Sebagai

objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa,

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

50

sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati

sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap

kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upaya pemberian nama bayi yang

baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tidak terlepas dari persoalan

hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan

(Chaer dan Agustina, 2004:3).

Menurut Dittmar (1976) istilah sosiolinguistik muncul tahun 1952 dalam

karya Haver C. Currie yang menyarankan perlu adanya penelitian mengenai

hubungan antara perilaku ujaran dan status sosial. Sosiolinguistik berhubungan

dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi

pola-pola pemakaian bahasa / dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian

bahasa / dialek tertentu yang dilakukan penutur dan latar pembicaraan.

Bright (1966) menyebutkan bahwa konferensi sosiolinguistik pertama yang

berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun 1964, telah

merumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh

dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah sebagai

berikut.

1) Identitas sosial dari penutur adalah, antara lain, dapat diketahui dari

pertanyaan apa dan siapa pentutur tersebut dan bagaimana hubungannya

dengan lawan tuturnya

2) Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.

3) Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi.

4) Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

51

5) Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk

ujaran.

6) Tingkatan variasi dan ragam linguistik.

7) Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Meyerhoff (2006) menyebutkan bahwa semua orang bisa memodifikasi cara

bicara mereka, tergantung dari siapa yang mereka ajak bicara dan bagaimana

situasinya. Ketika mereka melakukan ini, mereka melakukan pendekatan terhadap

pengetahuan sosiolinguistik. Setiap mereka mengubah cara bicara mereka,

tergantung orang yang diajak bicara ataupun situasi. Mereka menyediakan lebih

banyak informasi sosiolinguistik, yang membangun pengetahuan sosiolinguistik

dalam suatu komunitas.

Sosiolinguistik tidak hanya ingin mendokumentasikan bentuk berbeda dalam

suatu bahasa (bagaimana bentuk dan strukturnya), namun juga ingin menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut.

1) Siapa yang menggunakan bentuk berbeda atau variasi bahasa tersebut?

2) Kepada siapa mereka menggunakannya?

3) Apakah mereka sadar akan pilihan mereka tersebut?

4) Kenapa suatu bentuk bahasa bisa dianggap lebih dari bentuk yang lain?

5) Bagaimana bentuk informasi sosial yang diberikan kepada bentuk-bentuk

berbeda dalam sebuah bahasa atau variasi bahasa yang berbeda?

6) Seberapa besar bahasa yang digunakan bisa diubah atau dikendalikan?

(Meyerhoff, 2006 : 3).

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

52

Dari pertanyaan-pertanyaan di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguis

tertarik dengan baik pertanyaan-pertanyaan sosial maupun pertanyaan-pertanyaan

linguistik. Tanpa bisa dielakkan, ada sosiolinguis yang lebih banyak menekankan

pada bidang sosial. Ada juga sosiolinguis yang lebih banyak menekankan pada

bidang linguistik. Namun, yang membedakan tulisan mengenai sosiolinguistik

dengan tulisan lain, lepas dari bidang mana yang lebih ditekankan, adalah tulisan

tersebut akan membahas baik struktur sosial maupun struktur linguistik.

Selanjutnya, penelitian ini dikaji dengan bertolak dari teori Meyerhoff mengenai

pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian sosiolinguistik.

Teori Sosiolinguistik yang digunakan dalam penelitian ini khususnya adalah

yang mengkaji mengenai bahasa dan gender. Tahun 1975 adalah saat bidang

bahasa dan gender muncul. Pada tahun tersebut diluncurkan tiga buku yang

terbukti penting dalam perkembangan bidang studi ini, yakni :

a. Language and Woman’s Place oleh Robin Lakoff

b. Male/Female Language oleh Marry Ritchie Key, dan

c. Language and Sex : Difference and Dominance oleh Barrie Thorne

dan Nancy Henley.

Karya-karya ini bermunculan di tengah gerakan feminis tahun 1970-an. Para

ilmuwan mulai mempertanyakan baik identifikasi norma-norma pria sebagai

norma-norma manusia, maupun penentuan biologis dari perilaku pria dan wanita.

Ada pembedaan konseptual antara “jenis kelamin” yang dibedakan secara biologis

dan “gender” yang dikonstruksikan secara sosial budaya.

Studi bahasa dan gender awalnya membahas tiga poin penting berikut ini.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

53

1) Perbedaan empiris antara ujaran pria dan wanita, dalam interaksi

antar jenis kelamin.

2) Menjelaskan ujaran wanita secara khusus

3) Mengidentifikasi kaidah bahasa dalam membuat dan menjaga

ketidakadilan sosial antara pria dan wanita (Kendall, 2008).

Di antara ketiga tokoh di atas, bisa disebut bahwa yang paling berpengaruh

adalah Lakoff. Lakoff (1975) mendefinisikan bahasa wanita (women’s language)

sebagai dua hal yakni bahasa yang dibatasi hanya digunakan oleh wanita dan

penggambaran bahasa khusus mengenai wanita. Dua tahun sebelumnya, Lakoff

(1973) juga menyebutkan bahwa bahasa wanita memiliki dasar bahwa wanita

adalah kaum marjinal sampai ke bagian penting dari kehidupan, yaitu bahasa.

Marjinalitas dan ketidakberdayaan wanita direfleksikan baik dalam cara wanita

diharapkan untuk berbicara maupun cara wanita dibicarakan.

Aspek-aspek tersebut bisa dieksplorasi dari aspek leksikon dan sintaksis.

Seorang wanita akan dicela jika dia tidak berbicara seperti seorang "lady" (wanita

yang anggun) karena dianggap tidak feminin. Namun, jika ia berbicara seperti

seorang lady, dia dianggap tidak bisa berpikir dengan jelas dan tidak bisa turut

serta dalam diskusi serius. Masyarakat cenderung memaklumi luapan emosi /

amarah dari pria dalam bentuk makian, namun tidak memaklumi hal yang sama

dari wanita. Wanita boleh mengeluh, namun tidak boleh mengungkapkan

kegusaran dalam bentuk makian.

Lakoff (1973) mengungkapkan bahwa wanita menggunakan gaya bahasa

yang tidak memaksa, karena ketidakasertifan itu adalah norma sosial akan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

54

“kewanitaan” atau “womanhood” dengan cara melemahkan atau mengurangi

penekanan dalam ujaran. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada 10 fitur

berikut.

1) Hedge (terkungkung / terbatasi)

Pendapat diutarakan dengan bahasa yang tidak absolut / mutlak,

contohnya sort of, kind of, it seems like, dan sebagainya.

2) Menggunakan ragam bahasa yang (sangat) sopan

Sebagai contohnya, menggunakan kata-kata seperti would you

mind..., I’d appreciate it if...., ...if you don’t mind, dan sebagainya.

3) Menggunakan tag questions untuk mengekspresikan pendapat

Contohnya; “You are going to dinner, aren’t you?”

4) Menggunakan intensifier

Contohnya : “You are so very kind”

5) Menggunakan “empty” adjectives

Yakni kata sifat yang tidak signifikan, seperti divine, charming, cute

6) Menggunakan tata bahasa dan pengucapan yang benar

Jarang menggunakan slang (ragam bahasa tidak resmi) dibandingkan

dengan pria, contohnya: “I would be very appreciative if you could

show me the way”.

7) Menghindari kata-kata makian

8) Menaikkan intonasi dalam pernyataan

Contohnya: what’s for dinner? roast beef?

9) Penggunakan kosakata warna yang sangat tepat

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

55

Contohnya : Magenta, Aquamarine

10) Menggunakan penekanan empatik

Contohnya : It was a BRILLIANT performance

Tannen (1990) menjelaskan bahwa ritual pembicaraan antara

wanita, ”menunjukkan kesamaan dan pengalaman yang senada”. Tannen

menekankan bahwa ikatan yang dibangun dengan membicarakan permasalahan-

permasalahan adalah aktivitas yang umum bagi wanita di berbagai belahan dunia.

Pendapat Tannen mengenai perbandingan antara bahasa yang digunakan pria dan

wanita, dapat diringkas menjadi 6 fitur sebagai berikut.

Tabel 2.13 Perbandingan Bahasa Wanita dan Pria Menurut Tannen

NO. BAHASA PRIA BAHASA WANITA

1 Status Dukungan

2 Kemandirian Kedekatan

3 Saran Pengertian

4 Informasi Perasaan

5 Suruhan Usul / Tawaran

6 Konflik Kompromi

Sejalan dengan pernyataan Tannen, Coates (1996) mengatakan bahwa

penyingkapan diri sendiri secara resiprokal (reciprocal self-disclosure)

membentuk pembicaraan antara sesama wanita. Lebih jauh lagi, pembicaraan

antara sesama wanita ini secara berkala melibatkan beberapa hal yang senada,

yang dapat dirangkum sebagai berikut.

1) Pembicaraan rumah tangga. Pertukaran informasi yang berhubungan

sebagai peran wanita dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

56

2) Skandal. Menilai perilaku orang lain, terutama wanita. Umumnya

berkaitan dengan moral.

3) Menggerutu. Ekspresi kekesalan wanita terhadap status mereka yang

dibatasi dan juga inferior. Mereka mengekspresikan ini kepada sesama

wanita. Wanita yang menggerutu tidak mengharapkan perubahan, yang

mereka inginkan adalah untuk dimengerti.

4) Mengobrol. Saling menceritakan tentang diri sendiri, lingkungan sekitar,

dan topik lainnya.

Mizokami (2001) memaparkan pemikirannya mengenai bahasa wanita

sebagai bahasa yang memiliki fitur-fitur berikut. Pertama, penutur wanita

menginterupsi lebih jarang dibanding dengan penutur pria dalam percakapan

antara pria dan wanita. Kedua, penutur wanita menggunakan lebih banyak ujaran

tidak langsung dibanding penutur pria. Ketiga, penutur wanita menggunakan lebih

banyak conversational support (pendukung pembicaraan) dibandingkan dengan

pria. Keempat, penutur wanita menggunakan fitur yang mengindikasikan sesuatu

yang bersifat tentatif.

Jespersen (1922) menyebutkan bahwa bahasa wanita adalah bahasa yang

deficient (kurang sempurna, kurang baik) dibandingkan dengan bahasa pria yang

dianggap sebagai bahasa standar. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat

Inoue (2006) yang menjelaskan bahasa wanita sebagai sebuah jaringan praktik-

praktik budaya yang menjadikan kewanitaan atau femininitas sebagai objek dan

memetakan pasangan gender yang dikonkritkan pada suara, penggambaran, etika,

dan pengaturan dalam berbicara. Berdasarkan kajian-kajian di atas, teori yang

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

57

digunakan dalam penelitian ini mengarah pada karakteristik yang ditulis oleh

Lakoff, karena cukup detail dan merangkum berbagai macam aspek penting yang

diperlukan dalam teori bahasa dan gender.

2.3.2 Teori Feminisme Liberal

Teori Feminisme liberal adalah teori yang berasumsi bahwa pada dasarnya

tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan. Oleh karena itu

perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Meskipun

demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara

laki-laki dan perempuan (Megawangi, 1999).

Feminisme liberal sering disebut sebagai feminisme moderat. Feminisme tipe

ini berkonsentrasi pada lobi pemerintah demi reformasi pro perempuan dan

berusaha memengaruhi para pengambil kebijakan (Watkins, 2007). Para feminis

liberal menginginkan akses terhadap kesempatan yang sama dengan pria.

Kesetaraan dengan pria di sektor publik adalah inti dari feminisme liberal. Tidak

mengagetkan bahwa paham ini lebih menekankan reformasi masyarakat daripada

perubahan revolusioner karena para feminis liberal tidak menganggap perkara

perbedaan jenis kelamin ini sebagai perang terhadap pria (Beasley, 1999).

Feminisme liberal berbeda dengan paham feminis sayap kiri yaitu feminisme

radikal. Paham feminisme radikal merasa bahwa setiap pria bertanggungjawab

dan mengambil keuntungan dari supremasi pria dan eksploitasi wanita. Pokok

permasalahan dari semua permasalahan adalah patriarki, yaitu seluruh sistem

kekuasaan laki-laki atas perempuan. Penguasa, tatanan militer, industri, politik,

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

58

agama, serikat-serikat buruh, dan kelompok kiri yang didominasi laki-laki

semuanya merupakan bagian dari patriarki. Perempuan adalah satu kelas, dan

laki-laki adalah kelas yang lain (Watkins, 2007)

Encyclopedia Britannica, menyebutkan bahwa feminis liberal berfokus pada

perubahan yang konkrit dan pragmatis pada tingkat kelembagaan dan

pemerintahan. Tujuannya untuk mengintegrasikan lebih banyak perempuan secara

menyeluruh ke dalam struktur kekuasaan dan untuk memberi perempuan akses

pada posisi-posisi yang secara tradisional didominasi pria. Sambil mengusahakan

kesetaraan (contohnya berjuang untuk jumlah perempuan dan laki-laki yang sama

dalam posisi kekuasaan), kelompok-kelompok feminis liberal tetap mendukung

undang-undang perlindungan seperti manfaat tempat kerja khusus untuk ibu.

Teori feminisme liberal yang selanjutnya dikaitkan dengan penelitian ini

adalah karakteristik feminisme liberal menurut Ritzer sebagai berikut.

1) Semua manusia mempunyai ciri esensial tertentu (kapasitas sebagai agen

moral dan nalar dan aktualisasi diri).

2) Pelaksanaan kapasitas ini dapat dijamin melalui pengakuan legal atas hak-

hak universal.

3) Ketimpangan antara laki-laki dan perempuan adalah diciptakan secara

sosial, dan

4) Perubahan sosial untuk kesetaraan dapat dicapai dengan mengajak publik

yang rasional dan dengan menggunakan negara (Ritzer, 2003: 421)

Teori Ritzer digunakan karena meliputi ketimpangan antara laki-laki dan

perempuan yang diciptakan secara sosial.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

59

2.3.3 Teori Ideologi

Sebelum menganalisis mengenai teori ideologi, maka perlu dibahas

pandangan para ahli mengenai ideologi itu sendiri. Teori ideologi menurut Van

Dijk (1998) adalah teori yang dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan

praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari

suatu kelompok akan bertindak sama dalam situasi yang sama, dapat

menghubungkan masalah mereka dan memberinya kontribusi dalam membentuk

solidaritas di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai

beberapa implikasi penting.

Van Dijk (2000) mendefinisikan ideologi dengan beberapa poin penting

berikut.

1) Ideologi sebagai ide yang samar dan kontroversial

2) Ideologi sebagai sistem kepercayaan

3) Ideologi sebagai kesadaran yang salah atau kepercayaan yang salah arah

4) Ideologi sebagai ide umum, dan

5) Ideologi sebagai dasar praktek sosial

Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual.

Hal yang dibagi antara anggota kelompok tersebut digunakan membentuk

solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi

meskipun bersifat sosial, namun digunakan secara internal di antara anggota

kelompok. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif

dan kohesi, tetapi juga membentuk identitas diri kelompok.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

60

Sementara Eagleton (1991) membuat daftar beberapa definisi ideologi yang

tidak semuanya definisi tersebut bisa dicocokkan antara satu sama lain.

1) Proses produksi dari arti-arti, tanda-tanda, dan nilai-nilai dalam kehidupan

sosial

2) Kumpulan karakteristik ide dari kelompok sosial atau kelas sosial tertentu.

3) Ide-ide yang membantu mengesahkan kekuatan politik yang dominan

4) Ide-ide yang salah, yang membantu mengesahkan kekuasaan politik yang

dominan.

5) Komunikasi yang bersimpangan secara sistematik.

6) Sesuatu yang menawarkan posisi kepada subjeknya

7) Bentuk pemikiran-pemikiran yang dimotivasi oleh kepentingan-

kepentingan sosial.

8) Pemikiran identitas

9) Ilusi yang diperlukan secara sosial

10) Penghubung antara wacana dan kekuasaan

11) Media dimana aktor sosial yang sadar membuat dunianya masuk akal

12) Seperangkat kepercayaan yang berorientasi pada aksi

13) Kebingungan akan kenyataan linguistik dan fenomenal

14) Penutupan semiotik

15) Media yang sangat diperlukan dimana individu menjalani hubungan

mereka pada struktur sosial

16) Proses dimana kehidupan sosial diubah ke kenyataan alami.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

61

Alfian (1988) menyebutkan bahwa teori ideologi adalah teori mengenai suatu

pandangan atau sistem nilai menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan

dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yang

secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama

dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka.

Teori ideologi menurut Magnis-Suseno (1992) memaparkan tiga prinsip

pokok ideologi yakni: ideologi sebagai kesadaran palsu, ideologi dalam arti netral,

dan ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah. Ideologi sebagai kesadaran

palsu biasanya digunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi

adalah teori-teori yang tidak berorientasi kepada kebenaran, melainkan kepada

kepentingan pihak yang mempropagandakan. Ideologi dalam arti netral berarti

keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial

atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara

yang menganggap penting adanya suatu ”ideologi negara”. Disebut netral karena

baik buruknya tergantung isi ideologi tersebut.

Arti ketiga, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial

positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis

atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi

normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.

Dari berbagai pengertian-pengertian dasar mengenai ideologi di atas, dapat

dirumuskan beberapa karakteristik ideologi antara lain sebagai berikut.

1) Ideologi Tidak Universal. Ideologi merupakan suatu keyakinan atau

doktrin yang mempunyai nilai subyektif bagi suatu kelompok ataupun

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

62

individu sebagai penganutnya. Ideologi juga hanya diyakini, dipraktekkan,

dan berfungsi dalam suatu masyarakat / kelas tertentu, dan belum tentu

dapat dipraktekkan pada masyarakat / kelas yang berbeda kondisinya.

2) Ideologi Tidak Komprehensif. Sekalipun ideologi mengikutsertakan

program, aturan, dan pedoman dalam kehidupan masyarakat, namun

ideologi tidak dapat mendeteksi seluruh kebutuhan hajat hidup manusia.

Dengan demikian, ideologi tidak bisa memberikan langkah-langkah yang

menyeluruh, baik mengenai pelaksanaan sesuatu hal maupun masalah-

masalah yang timbul.

3) Berubah-ubah Tata Aturannya. Ideologi sebagai suatu pranata sosial dan

aturan dalam kehidupan individu dan kelompok, dalam perjalanan

sejarahnya hampir tidak ada yang konsisten. Setiap memasuki wilayah

atau zaman tertentu, selalu berubah dan berinteraksi dengan kondisi sosial

yang ada. Sebagai contoh : ideologi komunis ala Karl Marx akan berbeda

dengan versi Lenini, Mao Tse Tung, maupun Gorbachev.

Magnis-Suseno kemudian membagi ideologi menjadi dua yakni ideologi

terbuka dan tertutup yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

Ideologi terbuka

1) Merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat

2) Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri

3) Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat

4) Bersifat dinamis dan reformis

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

63

5) Ciri khas ideologi terbuka adalah cita-cita dasar yang ingin diwujudkan

masyarakat bukan berasal dari luar masyarakat atau dipaksakan dari elit

penguasa tertentu.

6) Terbuka kepada perubahan-perubahan yang datang dari luar, tetapi

memiliki kebebasan dan integritas untuk menentukan mana nilai-nilai dari

luar yang memengaruhi dan mengubah nilai-nilai dasar yang selama ini

sudah ada dan mana yang tidak boleh berubah.

Ideologi tertutup.

1) Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan

memperbarui masyarakat

2) Atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang

dibebankan kepada masyarakat

3) Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan terdiri dari

tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, diajukan dengan

mutlak.

Fairclough (1995) menghubungkan antara teks dengan konteks yang ada di

masyarakat. Fokus Fairclough adalah bahasa sebagai praktik kekuasaan yang

kemudian dihubungkan dengan ideologi. Wacana dianggap sebagai praktik sosial.

Hal ini memberikan beberapa implikasi. Pertama, wacana merupakan bentuk

tindakan. Bahasa digunakan sebagai alat untuk melakukan ”tindakan” kepada

dunia dan sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia. Implikasi kedua

adalah adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial.

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

64

Hubungan antara bahasa dan realitas sosial disadari melalui teks, praktik wacana

(discourse practice) dan praktik sosiokultural (sociocultural practice).

Fairclough juga menegaskan bahwa dalam masyarakat modern, pelaksanaan

kuasa (exercise of power) semakin meningkat dicapai melalui ideologi, dan secara

khusus melalui bahasa. Melalui bahasa, manusia boleh mengatur dan memimpin

organisasi, masyarakat, dan negara, mengelakkan atau menyebabkan peperangan,

menghukum, bekerjasama, dan sebagainya. Pada penelitian ini, teori ideologi

yang digunakan adalah teori ideologi menurut Fairclough karena merumuskan

pelaksanaan kuasa melalui ideologi, khususnya melalui bahasa.

2.4 Model Penelitian

Untuk menunjukkan relevansi antara teori yang dijelaskan di depan dengan

rumusan masalah penelitian ini, berikut ini disajikan diagram model penelitian.

Diagram ini menggambarkan tentang hubungan antara pendekatan, masalah

penelitian, dan teori yang digunakan.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

65

Gambar 2.4 Model Penelitian

Masalah dan Teori

Masalah Teori yang Digunakan

1. Bagaimanakah penggunaan joseigo

pada wanita Jepang di Ubud?

Teori Sosiolinguistik (bahasa dan

gender) (Lakoff, 1973)

2. Apakah ada pergeseran penggunaan

joseigo pada wanita Jepang di Ubud?

Teori Sosiolinguistik (bahasa dan

gender) (Lakoff, 1973)

3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi

pergeseran penggunaan joseigo pada

wanita Jepang di Ubud?

Teori Sosiolinguistik (bahasa dan

gender) (Lakoff, 1973)

4. Apakah ideologi yang ada di balik

pergeseran penggunaan joseigo pada

wanita Jepang di Ubud

1.Teori Feminisme Liberal (Ritzer,

2003)

2.Teori Ideologi (Fairclough, 1995)

JOSEIGO DAN PERGESERANNYA

PADA WANITA JEPANG DI UBUD

Pendekatan Penelitian: Kualitatif

Analisis

Landasan Teori

Teori

Ideologi

Teori

Feminisme

Liberal

Teori Sosiolinguistik

(bahasa dan gender)

Temuan Baru Hasil:

1. Penggunaan joseigo

2. Bentuk Pergeseran Penggunaan joseigo

3. Faktor-faktor yang memengaruhi

pergeseran penggunaan joseigo

4. Ideologi di balik pergeseran

penggunaan joseigo

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · mengarah ke netralisasi bahasa. Pada penelitian Trudgill (1972) disimpulkan mengenai perbedaan tingkat kesopanan yang digunakan

66

Penelitian tentang joseigo dan pergeserannya pada wanita Jepang di Ubud

dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Digunakan 1 teori utama, yaitu teori

sosiolinguistik khususnya bahasa dan gender. Selain itu, digunakan juga teori

feminisme liberal dan teori ideologi sebagai teori pendukung. Teori-teori tersebut

digunakan untuk proses analisis data penelitian yang bertujuan untuk menjawab

rumusan masalah. Berdasarkan hasil analisis data penelitian selanjutnya

dirumuskan hasil dan temuan.