BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · Pengembangan Daya Tarik Wisata...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN … II.pdf · Pengembangan Daya Tarik Wisata...
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berguna
untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi pengembangan daya
tarik wisata telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan 7 (tujuh)
penelitian sebelumnya yang relevan sebagai referensi penelitian ini yaitu, Budiarta
(2010), Antara (2011), Darsana (2011), Rero (2011), Annisa (2013), Tafaewasi
(2013), dan Wija Antara (2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Budiarta (2010) dengan judul “Strategi
Pengembangan Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan,
Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng - Bali” Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa strategi pengembangan yang perlu dilakukan meliputi: 1) strategi
pengembangan produk wisata budaya, diimplementasikan melalui program-
program seperti mengembangkan dan menciptakan berbagai macam atraksi wisata
budaya dan melestarikan keaslian daya tarik wisata budaya yang ada; 2) strategi
peningkatan keamanan dan kenyamanan melalui program menjaga keamanan
daya tarik wisata budaya yang ada oleh masyarakat dan petugas dari kepolisian; 3)
strategi pengembangan prasarana dan sarana pokok maupun penunjang pariwisata.
Strategi ini diimplementasikan dengan program menyediakan dan memelihara
fasilitas kamar mandi/toilet, fasilitas parkir, memperbaiki jalan alterrnatif dari
11
Desa Sawan menuju Desa Pegayaman, menyediakan fasilitas akomodasi,
menyediakan fasilitas rumah makan, dan membangun pasar seni; 4) strategi
promosi dilakukan dengan memperluas pangsa pasar ke Asia, Australia, Amerika
Serikat dan Afrika. Mendirikan tourist information services (TIS) di sekitar Pura
Beji. Bekerja sama dan melakukan promosi ke BPW agar daya tarik wisata
tersebut dimasukkan dalam program wisata (tour itinerary). 5) Strategi
pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, dilakukan lewat program
memberikan pelatihan dan penyuluhan pariwisata kepada masyarakat.
Penelitian Budiarta adalah strategi pengembangan pariwisata budaya yang
dimiliki Desa Sangsit. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Putu
Budiarta dilakukan pada objek wisata yang luas, dan berfokus pada keberagaman
potensi yang dimiliki berupa pura. Sementara itu, penelitian ini berlokasi pada
objek yang akan dikembangkan, membahas strategi ditinjau dari aspek 4A dari
pariwisata, dan mengetahui upaya pemerintah dalam pengembangan Gamelan
Jegog sebagai daya tarik wisata di Kelurahan Sangkaragung.
Antara (2011) mengangkat permasalahan penelitian yaitu: potensi-potensi
apakah yang mendukung Desa Pelaga untuk dikembangkan sebagai daya tarik
wisata?; bagaimana dukungan masyarakat Desa Pelaga terhadap rencana
pengembangan desa tersebut sebagai daya tarik wisata?; Bagaimanakah strategi
pengembangan pariwisata alternatif di Desa Pelaga?; dan data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif yang sampelnya diambil
12
secara purposive. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif
dan analisis SWOT.
Hasil penelitian ini menunjukkan, DTW Desa Pelaga memiliki berbagai
potensi wisata yang layak untuk dikembangkan dan telah memenuhi empat (4)
komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat
4A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accessibility (akses untuk mencapai daerah
wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan
sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Masyarakat lokal sudah terlibat
langsung dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan. Pengembangan
daerah tujuan wisata Desa Pelaga ke depan dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan beberapa strategi SWOT seperti strategi SO, ST, WO, dan
strategi WT.
Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian pengembangan Gamelan
Jegog adalah sama-sama meneliti strategi pengembangan wisata, dengan
memfokuskan penelitian pada kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam
komponen 4A serta peluang dan acamannya. Melalui penelitian ini dapat
dirumuskan suatu strategi yang tepat dalam upaya pengembangan daya tarik
wisata tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Pelaga, juga
diperhatikan dalam penelitian. Penelitian ini juga memperhatikan hal yang sama
yaitu, bagaimana keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan
jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
13
Penelitian Darsana (2011) tentang “Kepariwisataan Pulau Nusa Penida”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi daya tarik wisata, kondisi
lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan strategi dan program
pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis matriks IFAS (Internal Factor Analysis
Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary) serta analisis matriks
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata kawasan barat Pulau
Nusa Penida yang dapat dikembangkan adalah potensi keindahan alam seperti,
pantai dengan hamparan pasir putih dan pemandangan bawah laut, wisata religi
dan spritual, serta pembudidayaan rumput laut. Pengembangan daya tarik wisata
kawasan barat Pulau Nusa Penida berada pada posisi pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pariwisata
kawasan barat Pulau Nusa Penida menggunakan Strategi SO (Strength
Opportunity) adalah strategi pengembangan daya tarik wisata (melalui program
penataan kawasan pariwisata, inventarisasi daya tarik wisata, serta kenyamanan
dan keamanan berwisata), Strategi ST (Strength Threat) adalah strategi
pengembangan pariwisata berkelanjutan (melalui program peningkatan kualitas
lingkungan, kualitas kehidupan sosial budaya, peningkatan perekonomian
masyarakat). Strategi WO (Weakness Opportunity) adalah strategi pengembangan
promosi (melalui program promosi dan pengadaan tourist information center) dan
strategi WT (Weakness Weakness Threat) dengan strategi pengembangan sumber
daya manusia dan pembentukan lembaga pengelola pariwisata.
14
Pengembangan sarana dan prasarana, penataan pariwisata, promosi di
kawasan barat Pulau Nusa Penida sangat diperlukan. Pemerintah dan masyarakat
bekerja sama menjaga keamanan, kebersihan, kelestarian alam, dan budaya.
Penelitian Darsana memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu menggunakan
metode SWOT dalam mengenalisis data. Menggali potensi daya tarik wisata
dengan metode SWOT akan didapatkan strategi yang tepat dalam pengembangan
daya tarik di Kabupaten Jembrana.
Penelitian Rero (2011) tentang pengembangan daya tarik wisata spiritual
di Kota Larantuka. Pengembangan wisata spiritual merupakan suatu peluang
untuk menambah khasanah daya tarik wisata di Kota Larantuka, demi
pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Larantuka, menganalisis
lingkungan internal dan eksternal, dan menentukan strategi pengembangan Kota
Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode observasi partisipatif,
penyebaran kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis IFAS, EFAS yang
menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi
alternative. Penelitian ini bersifat eksploratif, merumuskan program-program
berdasarkan kondisi internal dan kondisi eksternal dikombinasikan dengan teori
perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi.
Hasil penelitian Rero (2011) menunjukan bahwa kekuatan Kota Larantuka
meliputi keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, terletak di ibu kota
15
Kabupaten, kedekatan dengan pelabuhan, kualitas jalan yang baik, posisi objek
wisata yang sangat strategis, kualitas pelayanan dan aturan (Code of Conduct).
Kelemahan kota Larantuka meliputi kurangnya kebersihan dan kelestarian
lingkungan, kurang ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana pariwisata,
kurang tersedianya lahan parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum,
kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya
pengelola daya tarik, belum maksimalnya upaya promosi, belum tersedianya
Tourist Information Center (TIC). Berdasarkan matrik Internal Eksternal (IE)
diketahui bahwa posisi lingkungan internal dan eksternal kota Larantuka adalah
pada sel V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan adalah
pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah). Berdasarkan analisis SWOT
diketahui bahwa empat strategi alternative yang relevan diterapkan adalah strategi
pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata
berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesamaan penelitian Rero dengan penelitian ini adalah teknik yang
digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui
startegi yang cocok untuk dapat diterapkan di suatu destinasi yang dikembangkan.
Kekurangan penelitian Rero adalah komponen ekternal hal yang diteliti terlalu
jauh dari kegiatan yang terdapat di Flores, jadi kurang dirasakan secara langsung
dari kota Larantuka. Pembahasan yang jelas dengan penentuan sel dalam startegi
SWOT dapat menjadi pertimbangan strategi yang tepat, merupakan kekuatan
penelitian Rero.
16
Annisa (2013) dalam tesis “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan
Budaya Tak benda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo,
Bandung”. Secara umum penelitian bertujuan untuk memahami upaya pelestarian
angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus
tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata
berkelanjutan terhadap Saung Angklung Udjo; (2) untuk mengetahui
implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk
mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya tak benda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo
menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas
pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat
wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan
optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2)
untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan
kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat
dan ekonomi, untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) identitas
budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi
dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai
budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya.
Keterkaitan penelitian Annisa dengan penelitian ini adalah sama-sama
membahas tentang benda budaya sebagai objek penelitian, dengan lebih
menekankan aspek daya dukung di Saung Angklung Ujo. Pembahasan yang
17
mendalam tentang daya dukung di Saung Angklung Ujo memberikan hasil
rencana ke depan yang tepat untuk diterapkan di Saung Angklung Ujo sehingga
menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini belum menjelaskan apa
yang menjadi kendala dalam pelestarian angklung sebagai warisan budaya, dan
cara untuk mengantisipasi hal tersebut. Sementara itu, dalam penelitian tentang
gamelan jegog ini lebih menekankan bagaimana potensi yang dimiliki jegog untuk
dikembangkan, strategi yang tepat yang dapat digunakan untuk mengembangkan
gamelan jegog sebagai daya tarik wisata, upaya pemerintah Kabupaten Jembrana
dalam pengembangan gamelan jegog.
Penelitian Tafaewasi (2013) mengenai “Pertunjukan Hombo Batu Sebagai
Daya Tarik Wisata Di Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama.” Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bentuk,
fungsi, dan makna hombo batu serta proses terjadinya komodifikasi terhadap
hombo batu. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi
komponen-komponen pariwisata yang terkait dengan komodifikasi hombo batu di
Desa Bawömataluo dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan sosial
budaya pada masyarakat setempat.
Hasil penelitian ini adalah pergeseran bentuk hombo batu dari bambu
runcing, beralih ke tanah liat, dan disempurnakan menjadi batu bersusun yang
berbentuk piramid dengan ketinggian sekitar 2,5 meter. Fungsi hombo batu juga
mengalami pergeseran. Awalnya sebagai sarana uji ketangkasan atau kemampuan
dalam mempersiapkan diri menjadi prajurit di medan perang, bergeser menjadi
ajang perlombaan antardesa di daerah Teluk Dalam, Nias Selatan. Dewasa ini
18
atraksi hombo batu lebih banyak ditampilkan ketika ada permintaan dari
wisatawan yang berkunjung ke Desa Bawömataluo.
Daya tarik wisata di Desa Bawömataluo belum disertai oleh komponen-
komponen pendukung pariwisata lainnya. Selain atraksi hombo batu yang menjadi
ikon pariwisata di Nias Selatan, omo sebua yang menjadi salah satu daya tarik di
Desa Bawömataluo ini, keadaan fisik bangunan justru semakin menuju ke ambang
musnah. Apabila tidak dilakukan perawatan dan perbaikan segera, sangat terbuka
kemungkinan bahwa omo ni folasara ini akan menjadi tinggal kenangan saja.
Aksesibilitas juga kurang diperhatikan. Beberapa ruas jalan menuju Desa
Bawömataluo rusak dan terdapat beberapa lubang yang sangat membahayakan
pengguna jalan. Fasilitas lain seperti ammenities masih sangat minim bahkan
belum terdapat akomodasi, rumah makan atau restoran maupun fasilitas
penunjang lainnya di desa wisata ini.
Keterkaitan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti suatu
pertunjukan kesenian daerah yang dapat dijual kepada wisatawan. Tafaewasi
menekankan adanya pergeseran budaya dari pertunjukan Hombo Batu, dari uji
ketangkasan menjadi suatu pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan.
Penelitian ini membahas tentang komponen-komponen yang harus diperbaiki
dalam pengembangan daya tarik Hombo Batu.
Penelitian Wija Antara, dkk (2014) mengenai Pengembangan Gamelan
Jegog Berbasis Android. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan Gamelan
Jegog ke khalayak ramai sehingga informasi tentang keberadaan serta penggunaan
Gamelan Jegog dapat diketahui oleh masyarakat pada khususnya dan wisatawan
19
pada umumnya. Aplikasi gamelan jegog berbasis android membantu masyarakat
yang merasa sulit untuk belajar jegog untuk lebih mudah mempelajarainya dalam
suatu aplikasi di telepon genggam. Dengan demikian maka promosi gamelan
jegog dapat dilakukan jauh lebih baik dibandingkan membeli satu set jegog untuk
dipelajari.
Keterkaitan dengan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan.
Perbedaannya adalah media yang digunakan. Penelitian ini dilakukan melalui
media dan teknologi sedangkan penulis melakukan penelitian mendalam dengan
melibatkan informan-informan yang mampu memberikan keterangan tentang
gamelan jegog.
2.2 Konsep
Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, akan dijelaskan
pengertian judul dan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan
untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu
yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan
diperlukan, agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
(credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah.
Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah daya tarik wisata, destinasi
pariwisata, komponen destinasi pariwisata, dan strategi.
2.2.1 Daya Tarik Wisata
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa daya tarik wisata
adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
20
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata merupakan suatu tempat yang menarik yang menjadi
tempat kunjungan wisatawan. Tempat tersebut mempunyai sumber daya, baik
alamiah maupun buatan manusia, seperti keindahan alam, pegunungan, pantai
flora dan fauna, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi,
tarian, atraksi, dan kebudayaan khas lainnya. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya
tarik wisata dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.
1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai,
dan pemantangan alam lainnya.
2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur
bersejarah dan modern, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan
tempat-tempat perbelanjaan lainnya.
3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni,
teater, hiburan, dan museum.
4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat,
bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas, dan pelayanan masyarakat.
Daya tarik wisata alam yaitu daya tarik wisata berupa keanekaragaman
dan keunikan lingkungan alam yang meliputi: 1) lingkungan perairan laut berupa
bentang darat pantai, bentang laut, kolam air, dan dasar laut, 2) lingkungan
perairan darat; dan 3) lingkungan hutan pegunungan dengan flora dan fauna yang
terdapat di dalamnya. Daya tarik wisata alam yaitu, gua, pantai, danau, gunung,
taman laut, taman nasional, taman wisata alam, hutan raya, air terjun, dan lain
21
sebagainya. Daya tarik wisata budaya adalah hasil olah cipta, rasa, dan karsa
manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya meliputi peninggalan
sejarah berupa bangunan atau artefak yang memiliki nilai sejarah dan keunikan
tertentu, maupun daya tarik wisata budaya etnik dan tradisi masyarakat, yang
merupakan aktivitas, adat dan tradisi khas yang tumbuh dan berkembang di dalam
suatu entitas masyarakat. Daya tarik wisata budaya antara lain, situs purbakala,
candi, perkampungan tradisional yang memiliki adat dan tradisi budaya
masyarakat yang khas. Daya tarik wisata buatan manusia adalah daya tarik wisata
khusus yang merupakan kreasi artificial dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di
luar ranah wisata alam dan budaya. Daya tarik wisata buatan antara lain taman
hiburan dan rekreasi, kawasan pariwisata/resort terpadu, spa dan wellness centre,
dan pemandian air panas.
Daya tarik wisata juga memiliki beberapa komponen. Menurut Damanik
dan Weber (2006:13), daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal
yakni, memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan
diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu
daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni
seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang
berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan
orisinalitas adalah otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau
eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai
yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja.
22
2.2.2 Destinasi Pariwisata
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyatakan
bahwa destinasi pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata kawasan
geografis berada dalam satu atau lebih wilayah administrative. Di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Suwena dalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Dasar Pariwisata
mendefinisikan destinasi pariwisata merupakan tempat dimana segala kegiatan
pariwisata bisa dilakukan, dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata
untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata, perlu ada
unsur pokok yang harus mendapat perhatian, agar wisatawan bisa tenang, aman,
dan nyaman pada saat berkunjung. Unsur pokok penting dalam meningkatkan
pelayanan bagi wisatawan sehingga wisatawan bisa lebih lama tinggal di daerah
yang dikunjungi. Adapaun unsur pokok tersebut antara lain daya tarik wisata,
prasarana wisata, sarana wisata, tata laksana/infrastruktur, dan masyarakat/
lingkungan.
Suatu destinasi pariwisata hendaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu (a)
ketersediaan sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (b) sesuatu yang dapat
dilakukan (something to do); dan (c) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy)
(Suwena, 2010:85). Perkembangan spektrum pariwisata yang makin luas,
menyebabkan syarat tersebut perlu ditambah, yaitu: (d) sesuatu yang dinikmati,
yakni hal-hal yang memenuhi selera dan cita rasa wisatawan; dan (e) sesuatu yang
23
berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan dalam waktu yang lebih lama
atau merangsang kunjungan ulang.
2.2.3 Komponen Destinasi Pariwisata
Wisatawan yang melakukan perjalanan ke destinasi pariwisata
memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai
kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan
kehidupan kita sehari-hari. Wisatawan membutuhkan makan dan minum, tempat
menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari suatu tempat ke
tempat lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, daerah
tujuan wisata harus didukung oleh empat komponen utama atau yang dikenal
dengan istilah “4A” sebagai berikut.
1. Atraksi (attraction)
Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah.
Beberapa yang paling umum adalah untuk melihat keseharian penduduk
setempat, menikmati keindahan alam, menyaksikan budaya yang unik,
atau mempelajari sejarah daerah tersebut.
Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau
menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi
wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan (tourism
resources). Ada tiga modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan
itu ada tiga, yaitu: 1) Natural Resources (alami) seperti: iklim, gunung,
danau, pantai, hutan, dan bukit; 2) atraksi wisata budaya seperti: arsitektur
rumah tradisional di desa, situs arkeologi, benda-benda seni dan kerajinan,
24
ritual atau upacara budaya, festival budaya, kegiatan dan kehidupan
masyarakat sehari-hari, keramahtamahan, makanan; dan 3) atraksi wisata
buatan seperti: acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, dan
festival musik.
2. Fasilitas (amenities)
Secara umum pengertian fasilitas adalah segala macam prasarana
dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan
wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah:
a) usaha penginapan (accommodation) seperti: hotel, losmen, guest
house, homestay, dan vila;
b) usaha makanan dan minuman seperti: restoran, warung, bar dan café;
c) transportasi dan infrastruktur.
3. Aksesibilitas (access)
Aksesibilitas berhubungan dengan mudah atau sulitnya wisatawan
menjangkau daerah tujuan wisata yang diinginkannya. Akses berkaitan
dengan infrastruktur transportasi seperti lapangan udara, terminal bus,
kereta api, jalan tol, rel kereta api, termasuk di dalamnya teknologi
transportasi yang mampu menghemat waktu dan biaya untuk menjangkau
daerah tujuan wisata. Di sisi lain akses, diidentikkan dengan
transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke
daerah yang lain. Tanpa adanya kemudahan transferabilitas tidak akan ada
pariwisata.
25
4. Pelayanan tambahan (ancillary service)
Pelayanan tambahan (ancillary service) disebut juga pelengkap
yang harus disediakan oleh pemerintah di daerah tujuan wisata, baik untuk
wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan tambahan yang
disediakan adalah pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta,
air minum, listrik, dan telepon), serta mengkoordinir segala macam
aktivitas dengan peraturan perundang-undangan, baik di daerah tujuan
wisata maupun di jalan raya.
Keempat komponen tersebut, merupakan daya tawar untuk menarik minat
wisatawan melakukan suatu kunjungan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwena,
2010:85)
Selain ke empat komponen dari destinasi pariwisata terdapat juga satu
prinsip dari komponen pariwisata yaitu CBT (Comunitty Based Tourism).
Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan
prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang
cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal, sangat menekankan pada
keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan
dengan istilah perencanaan partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan
pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan
terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan
alam dan dampak pembangunan ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan
pariwisata adalah penerapan Community Based Tourism (CBT) sebagai
26
pendekatan pembangunan. Definisi CBT yaitu: 1) bentuk pariwisata yang
memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat
dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat
langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut
pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada
komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Suansri (2003:14) dalam jurnal
Nurhidayati (2007) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya. CBT
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan, Atau alat
untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Berdasarkan konsep tersebut, dapat ditemukan benang merah konsep suatu
daya tarik wisata yang memiliki potensi. Potensi tersebut dapat di lihat dari
komponen destinasi pariwisata.
2.2.4 Konsep Strategi
Rangkuti (2001:3-4) telah menghimpun beberapa pengertian strategi, di
antaranya sebagai berikut.
1. Chandler (1962) menyatakan strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan perusahaan atau instansi dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.
2. Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) mengatakan bahwa
strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Salah
satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada
atau tidak ada
27
3. Hamel dan Prahalad (1995) menyatakan strategi adalah tindakan yang
bersifat incremental (bersifat meningkat), terus-menerus, dan dilakukan
berdasarkan sudat pandang, tentang apa yang diharapkan oleh para
pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir
selalu dimulai dari ‘apa yang dapat terjadi’, bukan dimulai dari ‘apa yang
terjadi’.
2.3 Landasan Teori
Dalam menganalisis pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik
wisata di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana terdapat beberapa teori
yang digunakan sebagai landasan dalam penentuan strategi pengembangan yang
sesuai. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori yang memiliki relevansi dalam
penelitian ini.
2.3.1 Teori Partisipasi
Keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik wisata sangat tergantung
dari berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya dukungan atau partisipasi
masyarakat lokal dimana daya tarik wisata tersebut dikembangkan. Keterlibatan
masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung pengertian bahwa
pengembangan sebuah daya tarik wisata dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Partisipasi sebagai proses aktif mengandung arti orang atau kelompok
yang terkait, mengambil inisiatif, dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan suatu hal. Mardikanto (2003:237) menyatakan bahwa partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan
dengan pembagian kewenangan. tanggung jawab, dan manfaat.
28
Pitana (2002:56) mendefinisikan partisipasi tidak hanya kontribusi tenaga,
waktu, dan materi Lokal secara cuma-cuma, untuk mendukung berbagai program
dan proyek pembangunan, melainkan keterlibatan secara aktif dalam setiap
proses. Peran aktif yang dimaksudkan mulai dari perencanaan, penentuan
rancangan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, dan penikmatan hasil bagi
masyarakat lokal sebagai pelaku pariwisata. Partisipasi dari masyarakat lokal
digambarkan sebagai peluang masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif
dalam kegiatan pembangunan. Hal ini berarti memberi wewenang pada
masyarakat untuk memobilisasi kemampuan, mengelola sumber daya, membuat
keputusan, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi
hidupnya.
Pendekatan partisipatif adalah semua metode yang dapat mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dan berkontribusi dengan adil
terhadap kemampuan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini
melibatkan masyarakat dalam proses pengembangan dirinya, agar masyarakat
lebih memahami apa yang harus dilakukan dan kemampuan apa yang dimiliki.
Partisipasi masyarakat lokal mutlak diperlukan dalam rangka menentukan
arah pengembangan sebuah daerah tujuan wisata, membantu memberdayakan
sumber daya masyarakat, dengan memberikan pekerjaan atau lapangan kerja, dan
sebagai lembaga kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam dan budaya
masyarakat lokal secara berlebihan.
Menurut Apsari (2005), konsep partisipasi dalam pengelolaan
berkelanjutan, masyarakat dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhannya.
29
Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk pariwisata harus dapat
memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk: 1).
peningkatan kesempatan kerja; 2). diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat
setempat; 3). meningkatkan pasar untuk produk-produk mereka; dan 4).
memperbaiki infrastruktur.
Pretty’s Typology of Participation Scheyvens (dalam Kusuma Dewi
2012:25) secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi antara lain
sebagai berikut.
1). Partisipasi Pasif (passive participation). Masayarakat dilibatkan dalam
tindakan yang telah dipikirkan, dirancang, dan dikontrol oleh orang lain atau
pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam aspek pariwisata,
partisipasi ini ditandai dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam
proses kegiatan pariwisata di daerah pembangunan pariwisata, serta
kurangnya kontrol masyarakat atas perkembangan pariwiwisata di daerah
tersebut. Keterlibatan masyarakat terbatas hanya sebagai pelaku kegiatan
pariwisata, bukan sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol.
2). Partisipasi aktif (active participation) yaitu proses pembentukan kekuatan
untuk keluar dari pemasalahan yang dihadapi dengan melakukan suatu
perencanaan, pengelolaan, sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek
pariwisata, ditunjukkan dengan mudahnya masyarakat lokal mendapat
informasi tentang pembangunan pariwisata di daerahnya, dilibatkan dalam
perencanaan dan pengelolaan pembangunan pariwisata, dengan
memperhatikan sumber daya yang mereka miliki.
30
Teori partisipasi digunakan untuk membedah rumusan masalah nomor
dua, mengenai partisipasi stakeholders dalam pengembangan gamelan jegog
sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
Melalui teori partisipasi, penelitian ini dapat menjelaskan peran
Pemerintah Kabupaten Jembrana dan partisipasi masyarakat Kelurahan
Sangkaragung. Fungsi manajemen yang telah dilakukan, mulai dari tahap
perencanaan sampai dengan tahap pengevaluasian. Oleh karena itu penelitian ini
dapat menemukan jenis peran pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata.
2.3.2 Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai
tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisi
perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara
rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara
efektif dan efesien.
Menurut Paturusi (2008), suatu perencanaan memiliki syarat-syarat
sebagai berikut. Logis yaitu bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang
berlaku, Luwes yaitu dapat mengikuti perkembangan. Obyektif yaitu didasarkan
pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah.
Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata.
Suatu proses yang dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara sistematis
mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan,
31
implementasi terhadap alternatif terpilih, dan evaluasi. Proses perencanaan
pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai
suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya
(Paturusi, 2008).
Orientasi perencanaan ada dua bentuk yaitu trend dan target. Perencanaan
berdasarkan pada kecenderungan yang ada (trend oriented planning) yaitu suatu
perencanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran pada masa yang akan datang,
dilandasi oleh pertimbangan dan tata laku yang ada dan berkembang saat ini. dan
Perencanaan berdasarkan pertimbangan target (target oriented planning) yaitu
suatu perencanaan yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada masa
yang akan datang merupakan faktor penentu.
Menurut Yoeti (2007) dalam Rero (2011) ada beberapa alasan mengapa
perencanaan diperlukan. a) Memberi Pengarahan, dengan adanya perencanaan
para pelaksana dalam suatu organisasi atau tim mengetahui apa yang hendak
dilakukannya dan ke arah mana tujuannya, dan apa yang akan dicapai. b)
Membimbing Kerjasama, perencanaan dapat membimbing para petugas untuk
tidak bekerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, akan
timbul rasa sebagai bagian dari suatu tim, di tempat tugas seorang banyak
tergantung dari tugas lainnya. c) Menciptakan Koordinasi, bila dalam suatu
proyek masing-masing keahlian berjalan terpisah, kemungkinan besar tidak akan
tercapai suatu inkrenisasi dalam pelaksanaan. Karena itu sangat diperlukan adanya
koordinasi antara beberapa aktifitas yang dilakukan. d) Menjamin Tercapainya
Kemajuan, suatu perencanaan pada umumnya telah menggariskan program yang
32
hendak dilakukan. Program itu meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung
jawab tiap individu atau tim dalam proyek. Bila ada penyimpangan antara yang
direncanakan dengan yang dilaksanakan, akan segera dilakukan koreksi, sehingga
sistem ini akan mempercepat penyelesaian suatu proyek. e) Untuk Memperkecil
Resiko, perencanaan mencakup mengumpulkan data yang relevan (baik yang
tersedia, maupun yang tidak tersedia) dan secara hati -hati menelaah segala
kemungkinan yang terjadi sebelum diambil suatu keputusan. Keputusan yang
diambil atas dasar intuisi, tanpa melakukan suatu penelitian pasar atau tanpa
melakukan perhitungan rates of return on investment, sangat dikhawatirkan akan
menghadapi resiko besar. Karena itu perencanaan lebih memperkecil resiko.
f) Mendorong dalam Pelaksanaan, perencanaan terjadi agar suatu organisasi dapat
memperoleh kemajuan secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan
melaui inisiatif sendiri. Untuk mencapai hasil diperlukan tindakan. Untuk
melakukan tindakan dibutuhkan suatu perencanaan dan program. Untuk membuat
suatu perencanaan diperlukan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Untuk
mengetahui data yang perlu dikumpulkan, diperlukan tujuan yang hendak dicapai,
sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives) diperlukan suatu pemikiran
(thought) yang khusus. Jadi perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai
yang esensial antara pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action), atau “thought
without action is merely philosophy, action without thought is merely stupidity”.
Pengembangan Gamelan Jegog sebagai daya tarik wista di Kelurahan
Sangkaragung Kabupaten Jembrana perlu dilakukan dengan perencanaan yang
baik sesuai dengan teori perencanaan. Perencanaan yang baik tentu akan
33
memberikan pengarahan ketujuan yang akan dicapai. Menjalin kerjasama,
menciptakan koordinasi, dan memperkecil dampak-dampak yang tidak
menguntungkan. Dengan demikian untuk melakukan pengembangan gamelan
jegog di Kelurahan Sangkaragung diperlukan perencanaan pengembangan agar
tercapai sasaran maupun tujuan yang telah direncanakan.
2.2.3 Teori Manajemen
Sukanto (1992:13) dijelaskan manajemen bisa berarti fungsi, peranan
maupun keterampilan. Manajemen sebagai fungsi meliputi usaha perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordisasian, dan pengawasan. Manajemen
sebagai peranan adalah antarpribadi pemberi informasi dan pengambil keputusan.
Manajemen dapat pula berarti pengembangan keterampilan yaitu teknis,
manusiawi, dan konseptual.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan segala sesuatu sebelum dilakukan
kegiatan-kegiatan. Fungsi perencanaan meliputi usaha pemilihan berbagai
alternatif tujuan, strategi, kebijaksanaan, serta taktik yang akan dijalankan.
Usaha tersebut merupakan pengambilan keputusan yang mempengaruhi
jalannya perusahaan pada waktu yang akan datang.
Proses pengambilan keputusan sifatnya ilmiah, yaitu menuruti
persyaratan tertentu. Rencana yang dibuat harus memenuhi sifat-sifat serta
tujuan tertentu. Orang yang membuat rencana perlu menghayati
pentingnya rencana serta sampai seberapa jauh orang membuat rencana
itu. Selanjutnya orang hendaknya mengetahui kaidah perencanaan. Setelah
34
rencana tercipta, strategi, kebijaksanaan, dan taktik perlu digariskan,
sedangkan pelaksanaan rencana itu haruslah konsekuen.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan proses menciptakan hubungan-
hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan faktor fisik, agar kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian
tujuan bersama.
Proses pengorganisasian menghasilkan organisasi formal, yaitu
lembaga atau kelompok fungsional yang menjadi wadah kegiatan anggota
organisasi. Di lain pihak, mungkin timbul organisasi tidak formal
(informal) yaitu yang menjadi wadah hubungan antara anggota tertentu
organisasi formal. Semuanya perlu diperhatikan oleh manajer organisasi
apabila berminat untuk memanfaatkannya bagi tercapainya tujuan-tujuan.
Organisasi mempunyai tiga komponen yaitu fungsi; personalia, dan
sarana prasarana fisik. Ketiga komponen tersebut harus dijalin sedemikian
rupa hingga tercapai tujuan organisasi. Untuk maksud ini biasanya
diciptakan struktur organisasi tertentu.
3. Pengarahan
Pengarahan merupakan usaha yang berhubungan dengan segala
sesuatu agar semuanya itu dapat dilakukan. Apa yang direncanakan dan
diorganisasikan mungkin tidak berjalan, kecuali jika bawahan diberitahu
tentang apa yang harus dilakukan. Orang yang mengarahkan harus
menghayati perasaan, sikap, perilaku, dan tindakan yang diarahkan.
Pengarahan harus berdasarkan motivasi, harapan akan hasil usaha serta
35
harapan kepuasan tertentu baik yang mengarahkan maupun yang
diarahkan.
Berbagai pendekatan pengarahan disarankan orang, tetapi yang
penting bagaimana caranya agar pengarahan yang digariskan itu secara
konsekuen dan sukarela diikuti oleh orang yang diarahkan sehingga
tercipta kepeminpinan yang dinamis dan kreatif di dalam organisasi.
Situasi dimana atasan membimbing serta mengamati bawahannya secara
baik perlu diciptakan, sehingga diperoleh kerja sama yang harmonis antara
atasan dan bawahan.
4. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian merupakan usaha mensinkronkan dan
menyatukan kegiatan dalam organisasi agar tercapai tujuan organisasi.
Pengkoordinasian merupakan tugas yang sulit dilakukan karena berbagai
perbedaan tujuan, waktu, hubungan perseorangan, formalita struktur, dan
lain-lain. Tujuan perorangan mungkin berbeda dengan tujuan organisasi.
Perlu adanya harmonisasi program-program dan kebijaksanaan dengan
mensinkronkan waktu untuk mencapai tujuan utama dari organisasi
tersebut.
5. Pengawasan
Pengawasan pada hakikatnya merupakan usaha memberikan
petunjuk kepada para pelaksana agar selalu bertindak sesuai dengan
rencana. Diharapkan agar para pelaksana membatasi tindakan-tindakannya
untuk mencapai tujuan sedemikian rupa, sehingga tidak begitu
menyimpang dari yang diperbolehkan. Pengawasan menjadikan siklus
fungsi manajemen lengkap dan membawa organisasi ke perencanaan yang
36
makin jelas, lengkap dan terkoordinir, makin lengkap pula
pengawasannya. Pengawasan itu terdiri dari penentuan standar-standar,
pengawasan/supervise kegiatan atau pemeriksaan, pembandingan hasil
dengan standar, serta kegiatan mengoreksi kegiatan atau standar.
2.4 Model Penelitian
Pengembangan suatu potensi untuk dijadikan daya tarik wisata dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat untuk menggali lagi potensi lain yang
dimiliki daerah tersebut. Penelitian pengembangan gamelan jegog sebagai daya
tarik wisata di Kabupaten Jembrana ditulis agar memberikan solusi bagi
pemecahan permasalahan terjadinya ketimpangan pengembangan daya tarik
wisata.
Untuk melakukan kajian terhadap masalah ini, aspek-aspek yang menjadi
kendala perlu dikaji yaitu aspek lingkungan eksternal dan internal terhadap
pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata. Sebuah kawasan,
memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dalam
yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan yang
disebut lingkungan eksternal. Lingkungan internal merupakan kekuatan (strength)
dan kelemahan (weakness), dan lingkungan eksternal merupakan peluang
(opportunity) dan ancaman (treath). Berikut bagan model penelitian yang dapat
dilihat pada Gambar 2.1
37
Kepariwisataan Kabupaten
Jembrana
Seni Budaya
Jegog
KONSEP
1. Daya Tarik Wisata
2. Destinasi Pariwisata
3. Komponen Destinasi
4. Konsep Strategi
TEORI
1. Teori Partisipasi
2. Teori Perencanaan
3. Teori Manajemen
Apa Potensi Gamelan
Jegog?
Bagaimana Partisipasi
Masyarakat dan Pemerintah
Kabupaten Jembrana?
Bagaimana Strategi
Pengembangan Gamelan
Jegog?
Simpulan dan Saran
Analisis SWOT
Gambar 2.1.
Model Penelitian