BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala...

34
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka Daya tarik kawasan yang bernama resmi Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (KCAGK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 2817 K/40/MEM/2006, terletak pada keunikan dan kelengkapan jenis batuan yang menyimpan informasi bernilai ilmiah tinggi dalam konteks geologis. Di kawasan ini dapat ditemukan jejak proses tumbukan antar lempeng yang terjadi mulai Zaman Kapur sekitar 117 juta tahun yang lalu dalam bentuk singkapan berbagai jenis batuan pada areal yang tidak terlalu luas (Ansori, 2012). Ibarat monumen atau taman batuan hasil evolusi bumi mulai Zaman Kapur sampai sekarang. Pada kawasan ini bisa dijumpai bukti-bukti batuan hasil tumbukan Lempeng Samudera Hindia Australia dengan Lempeng Benua Eurasia. zona tumbukan ini sekarang telah bergeser kurang lebih 312 km ke arah selatan di dasar Samudera Indonesia. Di taman geologi ini bisa kita jumpai beragam batuan, baik batuan beku, sedimen dan metamorf, yang terbentuk pada dasar samudera sampai tepi benua yang terbentuk, kesemuanya tercampur aduk dengan 'deformasi' yang kuat. 'Morfologi' nya merupakan hasil interaksi antara batuan, struktur geologi dan proses erosi, yang mencerminkan suatu 'pembalikan topografi', sehingga membentuk

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1. Kajian Pustaka

Daya tarik kawasan yang bernama resmi Kawasan Cagar Alam Geologi

Karangsambung (KCAGK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 2817 K/40/MEM/2006, terletak pada

keunikan dan kelengkapan jenis batuan yang menyimpan informasi bernilai ilmiah

tinggi dalam konteks geologis. Di kawasan ini dapat ditemukan jejak proses

tumbukan antar lempeng yang terjadi mulai Zaman Kapur sekitar 117 juta tahun yang

lalu dalam bentuk singkapan berbagai jenis batuan pada areal yang tidak terlalu luas

(Ansori, 2012).

Ibarat monumen atau taman batuan hasil evolusi bumi mulai Zaman Kapur

sampai sekarang. Pada kawasan ini bisa dijumpai bukti-bukti batuan hasil tumbukan

Lempeng Samudera Hindia Australia dengan Lempeng Benua Eurasia. zona

tumbukan ini sekarang telah bergeser kurang lebih 312 km ke arah selatan di dasar

Samudera Indonesia. Di taman geologi ini bisa kita jumpai beragam batuan, baik

batuan beku, sedimen dan metamorf, yang terbentuk pada dasar samudera sampai tepi

benua yang terbentuk, kesemuanya tercampur aduk dengan 'deformasi' yang kuat.

'Morfologi' nya merupakan hasil interaksi antara batuan, struktur geologi dan proses

erosi, yang mencerminkan suatu 'pembalikan topografi', sehingga membentuk

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

16

rangkaian gunung melingkar dengan lembah memanjang di tengahnya, menyerupai

tapak kuda.

Tak pelak, karena kondisi alamnya yang demikian, banyak memancing minat

para ahli geologi baik nasional maupun internasional untuk mengunjungi bahkan

melakukan penelitian akademis. Bahkan memancing kekaguman Profesor Hamulton,

ahli geologi terkemuka dunia yang berasal dari Amerika Serikat yang datang tahun

1970-an saat melihat melihat kawasan ini. Menurutnya, Karangsambung merupakan

bukti nyata dari 'New Global Tectonic Theory', salah satu teori kanonik dari disiplin

geologi. Penelitian yang dilakukan di Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung

lebih banyak bertemakan geologis, yang dilakukan para geolog. Menurut Husni

Ansori, peneliti senior LIPI yang bertugas di Balai Informasi dan Konservasi

Kebumian Karangsambung, relatif semua ahli geologi di Indonesia pasti melakukan

riset di kawasan ini dalam proses akademis yang ditempuh.

Penelusuran terhadap kajian akademis terhadap KCAGK yang bertemakan

pariwisata, sejauh yang dapat dilacak, dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian

yang dilakukan oleh Kurniawan dan Hermawati (2012) berfokus pada aspek strategi

komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Balai Informasi Konservasi Kebumian

(BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung dalam rangka

mencapai tujuan yang diinginkan, sebagai salah satu pelaksana wisata berbasis

edukasi. Dengan menggunakan strategi ini, BIKK-LIPI diharapkan dapat

mengembangkan dan memelihara para pemangku kepentingan yang masuk.

Pemasaran strategi komunikasi dari LIPI Karangsambung diwujudkan melalui alat

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

17

bauran promosi. Pemilihan alat bauran promosi yang dilaksanakan akan menentukan

keberhasilan tujuan yang diinginkan.

Penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Hermawati memiliki relevansi bagi

penelitian ini karena memberi informasi awal menyangkut kondisi umum praktek

pariwisata yang difasilitasi oleh BIKK-LIPI. Diperoleh informasi mengenai profil

lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan pariwisata berbasis

edukasi. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh keduanya belum memberikan

pemahaman mendalam mengenai praktek pariwisata yang dikelola BIKK-LIPI,

menyangkut keberjarakan yang terjadi antar pemangku kepentingan di ranah tersebut,

dan kenapa eksklusivisme tersebut berlangsung. Juga, belum memasukkan realitas

penambangan yang terjadi di sana. Penambang merupakan salah satu aktor yang

memiliki posisi penting bagi struktur pariwisata di Karangsambung, terkait dengan

aktivitas “kontraproduktif” yang dilakukan.

Posisi penelitian ini akan mencoba menutup celah yang belum dieksplorasi

dalam penelitian Kurniawan dan Herawati. Sehingga apa yang sudah

direkomendasikan oleh kedua peneliti tersebut mengenai aspek strategi komunikasi

pemasaran yang perlu dilakukan BIKK-LIPI akan memperoleh basis argumentasi

secara sosiologis. Penelitian ini berhutang pada keduanya, dan berikhtiar untuk

mengisi ruang kosong yang ada, yaitu dengan memberi landasan pemaknaan

sosiologis pada praktek geowisata yang dikreasi BIKK-LIPI, menyangkut posisi para

aktor berdasarkan cara menafsir mereka terhadap ranah Karangsambung, beserta

implikasinya bagi struktur pariwisata Karangsambung ke depan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

18

Penelitian berikutnya, yang dilakukan oleh Kusumahbrata dan Samodra

(2006), yang lalu disempurnakan oleh Ansori (2012) berikhtiar untuk memberikan

panduan geowisata yang berada di Kabupaten Kebumen dan area Pegunungan Serayu

dan Selatan Jawa. Di dalamnya dipaparkan lokasi-lokasi wisata dengan penekanan

pada pengetahuan mengenai proses terjadinya dari perspektif disiplin geologi.

Kedua penelitian tersebut relevan bagi penelitan ini, ketika memberikan

informasi mengenai profil KCAGK, beserta titik-titik lokasi yang bisa dijadikan

atraksi wisata berbasis geologi. Apa yang dihasilkan oleh dua penelitian tersebut

padat informasi mengenai sejarah singkapan geologi yang ada di Pegunungan Serayu

dan Selatan Jawa, serta kemungkinan pengembangan potensi alam tersebut bagi

aktivitas wisata.

Tetapi, kedua penelitian ini masih belum memberi fokus pada keterlibatan

masyarakat lokal dalam geowisata yang coba dikreasi pihak BIKK-LIPI. Sangat tidak

miskin informasi geologisnya, tapi belum kaya dimensi sosiologisnya. Tentu, hal ini

dapat dimaklumi mengingat latar belakang disiplin ilmu para peneliti tersebut. Tetapi

eksklusivitas disiplin geologi sebagai satu-satunya tafsir dalam mewadahi aktivitas

pariwisata di KCAGK tentu bukannya tanpa problem. Mengingat, struktur pariwisata

yang produktif adalah mampu mewadahi aspirasi kepentingan para aktor yang ada di

dalam ranah pariwisata, dengan memperhatikan aspek kelestarian dan

keberlanjutannya dari tiga dimensi: sumber daya alam, sosial budaya, dan ekonomi.

Seperti sebelumnya, penelitian ini berusaha mengisi celah yang sering

dilupakan oleh kegiatan penelitian pariwisata, yang umumnya berfokus pada aspek

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

19

pengembangan, tanpa memberi pondasi yang kuat dari argumentasi apa dan

bagaimana pengembangan berasal. Sering terjadi patahan dalam penelitian

pariwisata, jika ditinjau dari filosofi keilmuan yang dijalankan: langsung ke dimensi

aksiologis, tanpa memberi pemahaman yang dibangun dari dimensi ontologis dan

epistemologisnya.

Bagaimanapun, ketiga penelitian tersebut memberi kontribusi bagi

penambahan pustaka kajian tentang Geowisata Karangsambung, di tengah

kelangkaan kajian kawasan tersebut dari perspektif disiplin ilmu pariwisata. Dan,

berhutang pada ketiganya, penelitian ini mendapatkan urgensinya, guna berkontribusi

bagi pengayaan kajian mengenai KCAGK dari perspektif disiplin ilmu pariwisata,

secara khusus sub disiplin kajian sosiologi pariwisata.

Tilikan tentang geowisata Karangsambung akan dikaji dari perspektif

dualitas, di tingkatan agensi-struktur dengan dua teori utama sebagai payung, yaitu

teori strukturasi Giddens dan strukturalisme genetis Bourdieu, dan di level relasi

antara manusia dengan alam fisiknya. Cara pandang dualitas ini diharapkan dapat

mendekonstruksi serta merekonstruksi struktur pariwisata sebelumnya, dan

memproduksi struktur pariwisata baru di Karangsambung.

Selain itu, dalam penelitian ini juga mencoba meloloskan diri perangkap

pragmatisme penelitian, yang lebih mengutamakan manfaat dan fungsi penelitian

yang “harus” langsung bisa diterapkan secara aplikatif (aksiologi), memberi rumusan

baku bagi dikreasinya pariwisata di Karangsambung. Penelitian ini mencoba mencari

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

20

pemahaman menyangkut ontologi dan epistemologi praktek geowisata di

Karangsambung yang dikreasi BIKK-LIPI.

2.2. Konsep 2.2.1. Pariwisata Alternatif dan Geowisata

Seperti yang telah dipaparkan dalam bab pendahuluan, pariwisata alternatif

merupakan reaksi penolakan dari pariwisata massal. Secara epistemologis dapat

dikatakan cara pandang pariwisata alternatif berasal dari filsafat posmodern

(keterkaitan antara subyek yang mengetahui dengan subyek yang diketahui), yang

dalam bahasa fenomenologi yang dikembangkan oleh Heidegger dan Ponty disebut

intersubyektivitas (Hardiman, 2007). Sedangkan pariwisata massal ditopang oleh

dualisme subyek-obyek, berangkat dari filsafat modern yang dikembangkan oleh

Descartes dengan pemberian hak eksklusif pada subyek yang memiliki instalasi res

cogitans (rasionalitas).

Wearing dan Neil (2000) mendefinisikan pariwisata alternatif sebagai bentuk

pariwisata yang menaruh perhatian secara konsisten terhadap alam, sosial, dan nilai-

nilai kemasyarakatan, serta terbukanya kesempatan bagi wisatawan dan penduduk

lokal untuk berinteraksi dan menikmatinya secara positif dengan saling bertukar

pengalaman.

Geowisata merupakan salah satu jenis wisata minat khusus yang

memanfaatkan potensi sumber daya alam geologi, diantaranya adalah bentuk bentang

alam, batuan penyusun, struktur, dan sejarah bumi dengan titik berat kunjungan

adalah untuk memberi pengayaan wawasan dalam pemahaman proses pembentukan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

21

fisik alam (Ansori, 2012). Sedangkan menurut Hose (dalam Dowling dan Newsome,

2006) ;

“Geotourism is “recreational geology”- an essentially participatory field observational activity. Its potential for informal adult study is appropriate to modern environmental educational approaches in which there is no substitute for the experience of the authentic. Geotourism could extend the tourism season in suitable locations, especially rural coastal and upland areas.”

Dari kedua definisi di atas, dapat ditarik penafsiran geowisata merupakan suatu

rekreasi geologi, dengan basis atraksi utamanya adalah sumber daya alam geologi,

dan wisatawan melakukan aktivitas langsung secara partisipatif di lapangan guna

memperoleh pengalaman dan pembelajaran informal, dengan pendekatan studi

lingkungan modern (interaksi langsung guna mendapatkan pengalaman otentik).

Aktivitas geowisata bisa memperpanjang musim wisata di lokasi tertentu, terutama di

wilayah pedesaan yang memiliki karakter pesisir dan dataran tinggi, atau salah satu di

antaranya.

2.2.2. Praktek Geowisata

Yang dimaksud sebagai geowisata dalam penelitian inilah adalah aktivitas

pelayanan wisata yang diproduksi oleh Balai Informasi Konservasi Kebumian

(BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung. Istilah

praktek lebih dipilih dibandingkan aktivitas, karena praktek lebih merepresentasikan

perspektif dualitas agensi struktur yang digunakan sebagai payung teori dalam

penelitian ini.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

22

2.2.3. Karangsambung.

Merupakan ruang sosial sekaligus ruang fisik Desa Karangsambung yang

berada dalam Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (KCAGK).

2.2.4. Perspektif Dualitas. 2.2.4.1. Dualitas Agensi-Struktur.

Dualitas agensi struktur merupakan merupakan kontra wacana terhadap

paradigma dualisme yang lama mapan dalam maskapai ilmu sosial. Cara pandang

dualitas coba mengoreksi dua paradigma yang saling bertentangan dan sulit

didamaikan, yaitu antara fungsionalisme (yang berfokus pada kekuatan struktural

yang berada di luar individu dan memiliki kemampuan memaksa); dan fenomenologi

(bertitik tekan pada kemampuan aktor yang sadar dalam melakukan tindakan sosial).

Teladan terbaik, atau yang dinamakan dengan istilah eksemplar oleh Thomas

Kuhn (2000), dari paradigma fungsionalisme adalah teori fungsionalisme struktural.

Teori ini memberi keunggulan pada struktur seperti dianut oleh Merton (Ritzer dan

Goodman, 2007), memfokuskan teorinya pada determinasi struktur (norma, nilai)

terhadap aktor. Gagasan utamanya adalah aktor dikendalikan oleh kekuatan struktur

untuk terwujudnya stabilitas, harmonisasi, dan integrasi dalam masyarakat.

Implikasinya, sejauh agen ditentukan oleh struktur sosial, maka tidak ada ruang bagi

agen untuk memainkan peran dalam perubahan sosial. Dalam hal ini, teori struktural

menolak atau mengabaikan dinamika dan peran subyek dalam memahami realitas

sosial. Pandangan serupa juga dapat ditelusuri dari pemikiran Marx (Suseno, 2001)

dengan gagasan utamanya menempatkan struktur objektif (mode produksi)

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

23

menentukan struktur subyektif (kesadaran subyek), sehingga individu dikatakannya

tidak mempunyai kuasa untuk menafsirkan dan mengubah dunia sosial. Relasi

produksi dipahaminya sebagai pertentangan antara pengusaha (pemilik modal) dan

kelas pekerja yang berbasiskan kepentingan ekonomi (material).

Selanjutnya, yang menjadi eksemplar dari paradigma fenomenologi adalah

teori aksi dan fenomenologi, merupaka teori yang bersandarkan pada aktor seperti

dianut oleh Mead dan Alfred Schutz (Ritzer, 2007). Teori ini berpijak dari asumsi

dasar, bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dan cakap membangun realitas atau

melakukan tindakan reflextive monitoring sesuai dengan kemampuannya. Pandangan

ini menolak gagasan yang menempatkan tindakan manusia sepenuhnya ditentukan

oleh norma, nilai, kebiasaan, dan sebaliknya teori aktor mengerdilkan peran struktur

dalam memandang realitas sosial.

Polarisasi pemikiran yang memberi keunggulan terhadap determinisme

struktur maupun voluntaristik aktor, keduanya memiliki kelemahan. Pandangan yang

menekankan deterministik struktural dinilai bersifat mekanistik statik dan positivistik,

yang abai terhadap berkembangnya pengetahuan dan gagasan yang dimiliki oleh

aktor berdasarkan pengalaman kesehariannya. Di titik ini aktor diposisikan sebagai

“the foolen creature” (makhluk ciptaan yang malang). Sebaliknya, teori yang

memberi keunggulan terhadap kemampuan aktor (agen-kesadaran) juga memiliki

kelemahan karena cenderung bersifat subyektif, dan memposisikan individu sebagai

“superman”.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

24

Berbeda dengan paradigma fakta sosial yang menekankan realitas objektif

maupun paradigma definisi sosial yang memberi keunggulan realitas subyektif, dalam

hal ini Giddens melalui teori strukturasinya menganjurkan perlunya analisis sintetis

dalam memandang realitas subyektif dan realitas objektif, karena keduanya

merupakan pertalian yang saling mempengaruhi (linkage). Dengan pengetahuan dan

kesadaran yang dimilikinya, aktor melakukan interaksi dan menginternalisasi sifat-

sifat struktur ke dalam berbagai tindakan. Manifestasi dari tindakan aktor, di satu

pihak ada yang pasif, dalam arti menyetujui dan hanya mampu mereproduksi, di

pihak lain ada aktor yang memproduksi realitas sesuai dengan keinginannya

(Priyono, 2002).

Pemahaman relasional individu-struktur lainnya dapat dilacak pada

pemikiran Bourdieu dalam teori praktek sosial yang dibangunnya, yaitu teori

strukturalisme genetis. Asumsi yang diajukan olehnya adalah bahwa struktur objektif

tidak mungkin untuk dipisahkan dengan struktur subyektif, dan praktek merupakan

hasil relasi dialektika antara struktur dengan keagenan sebagai relasi kekuasaan

(Calhoun, 2003). Ia menolak fenomenologi yang dinilai mengabaikan adanya

hambatan struktural, dan dinilai memberi stressing pada tindakan voluntaris terhadap

individu dalam memproduksi dan mereproduksi dunia sosial. Sebaliknya pula,

Bourdieu juga melakukan kritik terhadap teori struktural (marxisme) yang dinilainya

memberikan pengakuan determinasi realitas objektif terhadap kesadaran, sehingga

mengabaikan kehadiran kemampuan agen. Bisa disimpulkan, ada sejenis

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

25

keterputusan dalam orientasi teoritiknya dengan Marx dan fenomenologi seperti yang

ditilik oleh Mahar, Harker, dan Wilkes (Harker,1990).

Selanjutnya, cara pandang relasional dualitas agensi-struktur seperti yang

disampaikan Giddens dan Bourdieu inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.2.4.2. Dualitas Manusia-Lingkungan.

Dalam konteks peneltian ini, dualitas manusia dengan alam berpijak dari

gagasan Merleau Ponty (Hardiman, 2007) tentang incorporealitas, yaitu relasi

kebertubuhan, intersubyektivitas. Incorporealitas merupakan kritik langsung dari

epistemologi subyek-obyek (dualisme cartesian) yang antroposentris. Konsep ini

berangkat dari gagasan fenomenologi Ponty yang memandang bahwa yang menjadi

instalasi sentral bagi manusia mengada bukanlah pada rasionalitasnya per se, tetapi

pada instalasi tubuh. Artinya, tubuhlah yang mengadakan relasi dengan segala

dimensi kehidupan, baik sosial maupun alam. Konsep ini menjadi penting bagi

wacana etika lingkungan, yang sebelumnya terjebak pada dualisme: ataukah

antroposentrisme (pemusatan pada manusia sebagai subyek), ataukah ekosentrisme

(alam sebagai sentralnya).

Jenis dualisme yang ada dalam wacana etika lingkungan telah membawa

masalah: penekanan pada antroposentrisme menjebak manusia yang merasa sebagai

pusat semesta dengan perangkat rasionalitasnya, berimplikasi terhadap cara pandang

manusia terhadap alam sebagai obyek. Artinya, alam bisa dieksploitasi guna

memenuhi “kebutuhan” manusia. Yang menjadi problem adalah, ketika rasionalitas

manusia melahirkan sistem kapitalisme sebagai salah satu produknya (Horkraimer

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

26

dan Adorno dalam Jay, 2005), yang terjadi dalam konteks memandang alam adalah

bukan sebagai pemenuh kebutuhan (need), akan tetapi pemuas hasrat (desire).

Artinya, dalam sistem kapitalisme, dalam istilah Jean Baudrillard: logika kebutuhan

diganti menjadi logika hasrat (Piliang, 1998). Dan kita tahu, dalam konteks hasrat,

tidak pernah ada titik puasnya. Cara pandang inilah yang menjadi basis legitimasi

bagi tindakan eksploitasi terhadap alam yang tidak terukur.

Di ujung pendulum satunya adalah ekosentrisme, yang merupakan kontra

wacana antroposentrisme. Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika

lingkungan biosentrisme, yang merupakan dekonstruksi cara pandang

antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.

Keduanya mengekstensi keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih

luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup

(biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian

etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ecosentrism).

Ekosentrisme berpijak dari aliran pemikiran yang dikenal sebagai green thought .

Menurut Erckersley dalam Burchill dan Linklater (1996), Green thought

memiliki beberapa ide sentral: pertama, berpijak dari klaim empiris yang

berpandangan bahwa secara ontologis dunia terdiri dari interelasi bukan entitas

individu semata, sehingga makhluk hidup sejatinya berinteraksi secara erat dengan

ekologi dan tidak mungkin untuk dilakukan pembedaan tegas antara keduanya.

Kedua, adalah adanya pembatasan terhadap apa yang disebut sebagai gagasan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

27

pertumbuhan (limits to growth). Berikutnya, adalah problem ketidaksetaraan dan

keadilan.

Kaum epistemik mengungkapkan terjadinya problem ketidakadilan yang

cenderung memposisikan negara berkembang (dunia ketiga) atau negara miskin

dalam posisi yang relatif dirugikan akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan

oleh massifikasi penggunaan perkakas industri negara maju, yang menghasilkan

emisi karbon terbesar di dunia. Oleh karena itu, isu-isu perkembangan yang meliputi

degradasi lingkungan harus ditinjau dalam konteks distribusi keadilan internasional

(Steans dan Pettiford 2005).

Tema terakhir menyangkut gagasan tentang identitas dan komunitas. Green

thought berpandangan bahwa bumi adalah kesatuan makhluk hidup, sebagai

nasionalitas setiap individu, serta satu tempat yang sama bagi semua manusia.

Karenanya, loyalitas terhadap komunitas global dan lokal menjadi sangat diperlukan,

dan masyarakat harus dapat berperan ganda dalam konteks problematika lingkungan

(Steans dan Pettiford, 2005).

Bagaimanapun, green thought tidak lepas dari kritik-kritik yang diajukan

terhadap argumen-argumennya seperti yang telah dipaparkan sebelumnya di atas. Isu-

isu lingkungan yang disampaikan oleh aliran ini, dianggap oleh sebagian pihak

lainnya hanyalah sebuah mitos yang dibesar-besarkan dan bagian pengulangan dari

masa lampau, sebuah romantisisme. Selain itu, terdapat beberapa problem praksis

bagi posisi ekosentris, dengan kata lain, mantra “deep ecology” secara reseptif

seringkali tidak realistis untuk saat ini (Steans dan Pettiford, 2005).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

28

Kedua cara pandang tersebut cukup problematis dalam melihat relasi antara

manusia dan alam. Antroposentrisme jelas telah membawa tindakan destruktif

terhadap alam, sementara ekosentrisme dipandang terlalu terjebak pada romantisisme

(memandang masa lampau dari kacamata era sekarang) yang menganggap alam harus

indah seperti dulu. Urgens diperlukan adalah suatu pendasaran bagi relasi manusia

dan alam yang terlepas dari segala kewajiban imperatif (antroposentris-eksploitatif vis

a vis ekosentrisme-normatif), tetapi secara ontologis: antara keduanya, manusia dan

alam, saling mengandaikan. Adanya yang satu merupakan syarat bagi satunya. Posisi

ini untuk memutus cara pandang dualisme, yang seolah manusia dan alam memiliki

rasionalitas dan tujuannya masing-masing.

Kedua cara pandang dualisme dalam wacana tentang etika lingkungan

tersebut dipandang belum mampu menjelaskan secara esensial dalam konteks relasi

manusia dengan alam. Di titik inilah pemikiran Ponty menjadi penting. Inti dari

pemikiran Merleau Ponty (Todes, 2001) adalah, fenomenologi bukan semata kajian

tentang bagaimana objek menampakkan diri ke dalam struktur kesadaran, tapi lebih

mengenai bagaimana objek itu secara perseptual berkembang seiring dengan

berkembangnya pengalaman kebertubuhan dengan dunia. Pengalaman perseptual

yang berkembang ini menjadi pondasi dari semua pengetahuan.

Menurut Merleau Ponty, tubuh merupakan bangunan / konstruksi dari

kesadaran dan pikiran yang terkumpul dalam pengalaman perseptual yang

berkembang. Lewat pengalaman sebagai proses, manusia mengkontitusi dunia

melalui persepsi. Artinya, semua pengetahuan, baik sains maupun kepercayaan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

29

berbasis pada dunia yang manusia serap. Melalui proses penyerapan terhadap

kenyataan seperti empiris inilah, terbentuk apa yang disebut sebagai persepsi

(Carman, 2008).

Merleau Ponty mengkritik cara pandang kaum empiris yang berargumen

bahwa kebenaran terbentuk lewat kesadaran berpikir (rasionalisme) atau persepsi

yang manusia dapat lewat pengalaman (empirisme). Argumen ini, menurut Ponty,

akan membawa pada apa yang diistilahkannya sebagai experience error. Manusia

tidak mengalami pengalaman kesan inderawi atomistik seperti yang disampaikan

kaum empiris, tetapi lebih pada pengalaman gestalt yang dialami dalam pengalaman

kesehariannya yang bersifat objektif bagi diri manusia itu sendiri. Manusia hanya

mengetahui objek dalam konteks permukaan saja. Manusia menangkap benda pada

dirinya sendiri lewat persepsi, tapi hal ini bukanlah representasi benda yang manusia

pikirkan, melainkan hanya sebatas apa yang manusia lihat dan kenali (Carman, 2008).

Untuk memahami pemikiran Merleau Ponty tentang fenomena persepsi dapat

dijelaskan lewat proses penginderaan. Ambilah analogi aktivitas wisata, taruhlah

praktek geowisata sebagai misal, sebagai sesuatu yang dapat dilihat manusia. Praktek

tersebut tidak mungkin dapat dilihat secara keseluruhan, karena ada sisi yang tidak

dapat terlihat (sisi persiapan atau titik lokasi mana saja telah dan akan dikunjungi).

Pertanyaannya, bagaimanakah manusia dapat menjelaskan bagian yang tidak terlihat

tersebut? Apabila ia tidak membuktikan seluruh bagian dan sisi praktek geowisata

tersebut dengan mengikuti keseluruhan prosesnya, maka ia hanya berasumsi tentang

bagian yang tak terlihat (persepsi). Maka dari itu, manusia memerlukan lebih banyak

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

30

pengalaman untuk mengembangkan persepsinya. Dalam analogi ini, manusia perlu

melihat keseluruhan sisi praktek geowisata untuk mendapatkan persepsi dan

gambaran yang lebih jelas dan nyata.

Hal ini tidak berarti bahwa persepsi selalu benar. Pengertian manusia terhadap

bagian sebuah objek yang tidak dapat manusia serap itulah yang merupakan dasar

dari persepsi. Dan hal ini berarti tidak ada asumsi dan pengertian persepsi yang

bersifat universal, karena yang ada hanyalah persepsi yang manusia alami dalam

kehidupan yang berkembang lewat pengalaman (Carman, 2008). Anjuran Merleau

Ponty adalah memberi penekanan pada keutamaan pengalaman hidup agar

pemikiran-pemikiran yang diserap dari pengalaman semakin berkembang. Kesadaran

dapat dimengerti sebagai konstruksi perseptual yang disusun atas dasar investigasi

fenomenologis melalui proses menyerap.

Fenomenologi Ponty memberi perangkat bagi pemahaman terhadap relasi

yang saling mengandaikan ini (Saraswati, 2013). Bagimana manusia dengan alam

bisa saling berinteraksi, dimungkinkan karena Ponty menyingkirkan instalasi cogito

sebagai satu-satunya cara mengada manusia, karena kecerdasan manusia punya

batasan. Ia memasukkan unsur empati, keterlibatan tubuh yang merasakan dan

pondasi bagi relasi dengan subyek lainnya. Di titik inilah manusia bisa berelasi

dengan alam dengan perangkat empatinya, sehingga berada pada situasi

intersubyektivitas. Gagasan menempatkan fenomenologi sebagai tafsir atas relasi

manusia dengan alamnya, diistilahkan oleh Luh Gede Saraswati Putri sebagai

ekofenomeologi (Saraswati, 2013).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

31

2.3. Landasan Teori. 2.3. 1. Perspektif Dualitas Agensi-Struktur.

Dalam upaya untuk menyingkap praktek geowisata yang berlangsung di

KCAGK, penelitian ini menggunakan teori strukturalisme genetis yang diperkenalkan

oleh Pierre Bourdieu dan teori strukturasi dari Anthony Giddens sebagai pisau

analisis. Pemikiran keduanya digunakan dalam penelitian ini karena dianggap

menyediakan perangkat konseptual dan teoritis yang cukup canggih dan memadai

dalam mencoba menggapai pemahaman terhadap praktek geowisata yang

berlangsung di Karangsambung. Kedua teori ini akan digunakan dalam rangka

menjawab pertanyaan penelitian pertama dalam penelitian ini, yaitu bagaimana

praktek geowisata yang berlangsung, terutama dalam konteks relasi antar aktor yang

berada dalam ranah pariwisata Karangsambung.

Pierre Bourdieu adalah salah seorang sosiolog sekaligus filsuf besar Prancis

kontemporer (Haryatmoko, 2003). Bourdieu menyatakan teori praktek sosial dengan

rumusan generatif: (Habitus x Modal) + Ranah = Praktek. Persamaan ini

dimaksudkan guna “menyederhanakan” kompleksitas fenomena sosial, dan

hendaknya tidak disamakan dengan cara baca disiplin eksakta berupa rumus deduktif

yang berlaku universal (lepas ruang dan waktu). Tetapi dijadikan semacam silent

partner (Berger, dalam Samuel, 2012), amunisi pemahaman peneliti ketika

melakukan penafsiran terhadap realitas sosial yang dikaji secara empiris. Artinya,

realitas sosial yang terjadi tetap menjadi patokan utama, tidak dipaksakan atau

dicocokkan dalam bingkai persamaan tersebut. Dalam penelitian sosial,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

32

sesungguhnya yang diikhtiarkan adalah penyingkapan fenomena berdasarkan fakta

empiris yang coba dikonstruksi peneliti, bukan menyingkatnya. Rumusan generatif

Bourdieu dalam konteks penelitian ini akan dibaca sebagai:

(Habitus para aktor x Modal yang diperjuangkan ) + Ranah Pariwisata

Karangsambung = Praktek Geowisata Karangsambung.

Konsep-konsep yang digunakan dalam membantu penyingkapan praktek

sosial berdasarkan perspektif ini adalah: habitus, modal, dan ranah. Praktek

merupakan gagasan pemikiran Bourdieu yang merupakan vektor dari relasi habitus

dan ranah sebagai produk sejarah. Di dalam ranah ada pertaruhan, kekuatan-kekuatan

para aktor dengan modal yang dimilkinya. Modal merupakan sesuatu yang

diperjuangkan, berupa konsentrasi dari kekuatan tertentu yang beroperasi dalam

ranah (Takwin, dalam Harker dkk.ed, 2009).

Menurut Bourdieu, habitus merupakan ketrampilan yang menjadi tindakan

praktis (tidak harus selalu disadari) yang kemudian diterjemahkannya menjadi suatu

kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial

tertentu (Haryatmoko, 2003). Habitus mengacu pada sekumpulan disposisi yang

tercipta dan terformulasi melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal.

Disposisi diperoleh dalam berbagai posisi sosial yang berada dalam suatu ranah, dan

mengimplikasikan suatu penyesuaian yang subyektif terhadap posisi itu (Mahar,

dalam Harker dkk. Ed, 2009). Habitus bisa diartikan secara mudah sebagai kebiasaan-

kebiasaan. Ini merupakan instalasi kognitif bagi individu yang berguna sebagai

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

33

perantara antara dirinya dengan realitas sosial. Habitus ini menjadi sarana bagi para

aktor yang bertindak dalam ranah pariwisata karangsambung.

Bagaimana para pihak BIKK-LIPI memberikan pelayanan aktivitas pariwisata

geowisata di Karangsambung dipandu oleh jenis kesadaran khas ini, yang merupakan

hasil dari sekumpulan disposisi berdasarkan pengalaman personal mereka di dalam

ranah dan struktur obyektif yang ada. Fakta bahwa mereka memiliki sejarah personal

untuk sampai pada posisi sekarang sebagai birokrat di BIKK-LIPI, dan status serta

perannya dalam menjalankan fungsinya di KCAGK yang dilegitimasi negara,

menciptakan struktur yang khas pula. Kaitan antara bingkai legitimasi struktural

(sebagai aparatus negara), dan kesadaran personal yang mereka terhadap karir,

menciptakan habitus tertentu, Pelayanan geowisata yang mereka kelola berangkat

dari kesadaran tersebut. Karena bersifat dualitas, pada akhirnya ketika praktek

geowisata ini rutin dijalankan, akan menciptakan habitus tertentu pula.

Konsep berikutnya adalah ranah. Antara ranah dan habitus saling berkaitan,

mengandaikan hubungan timbal-balik: struktur-struktur objektif (struktur-struktur

bidang sosial) dan struktur-struktur habitus yang terintegrasi pada aktor (Haryatmoko,

2003). Konsepsi ranah ini bukanlah dalam artian sebidang ruang yang memiliki

pagar pembatas di sekelilingnya, tetapi sebagai ranah kekuatan, sebuah ruang yang

dinamis tempat berbagai potensi eksis di dalamnya (Mahar, dalam Harker dkk. Ed,

2009). Definisi ranah merupakan suatu sistem relasi objektif kekuasaan yang terdapat

diantara posisi sosial yang berkorespondensi dengan sistem relasi objektif yang

terdapat diantara titik-titik simbolik. Struktur ranah, didefinisikan pada suatu momen

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

34

tertentu oleh keseimbangan antara titik-titik ini dan antara modal yang terbagi-bagi

(Mahar, dalam Harker dkk. Ed, 2009).

Konsep ranah ini menjadi sangat menentukan dikarenakan dalam masyarakat

sangat terdiferensiasi dalam lingkup-lingkup hubungan objektif mempunyai kekhasan

yang tidak bisa direduksi pada hubungan yang mengatur bidang lain. Namun pada

dasarnya dalam setiap masyarakat, ada yang menguasai dan dikuasai, dimana dalam

pembedaan ini, terletak prinsip dasar pengorganisasian sosial. Namun dominasi ini

tergantung pada situasi modal dan strategi pelaku (Haryatmoko, 2003).

Dalam pemahaman terhadap ranah yang seperti ini, praktek geowisata

Karangsambung berada dalam ranah pariwisata Karangsambung. Ranah pariwisata

Karangsambung mewadahi kepentingan para aktor yang berada di dalamnya untuk

memperjuangkan modal yang “disediakan”. Kata perjuangan dipilih untuk

menunjukkan bahwa dalam konteks mengakumulasi modal yang terdapat dalam

ranah, aktor yang belum memiliki modal akan berusaha merebutnya, dan bagi yang

sudah mempunyainya akan mempertahankan.

Modal menurut Bourdieu merupakan hubungan sosial yang artinya suatu

energi sosial hanya ada dan membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan dimana

ia memproduksi dan diproduksi. Setiap kepemilikan yang terkait dengan kelas

menerima nilainya dan efektivitasnya dari hukum-hukum khas setiap arena: dalam

praktek artinya dalam suatu arena khusus, semua disposisi dan kepemilikan objektif

(kekayaan ekonomi atau budaya) (Haryatmoko, 2003).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

35

Bourdieu menyatakan ada tiga macam modal, yaitu modal budaya, modal

sosial, dan modal simbolik. Modal budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh,

kode-kode budaya, etika, yang berperan dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-

kedudukan sosial. Modal simbolik tidak terlepas dari kekuasaan simbolik yaitu

kekuasaan yang memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang

diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi berkat akibat khusus mobilisasi.

Sedangkan modal sosial termasuk hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-

hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan

reproduksi kedudukan sosial (Haryatmoko, 2003).

Beragam jenis modal dapat dipertukarkan dengan modal lainnya (Mahar,

dalam Harker dkk. Ed, 2009). Pertukaran paling intens terjadi pada modal simbolik.

Agar dapat dipandang sebagai seseorang atau kelas yang memiliki status dan prestise,

berarti mereka harus diterima sebagai sesuatu yang legitimit, atau otoritas yang

legitimit. Posisi seperti itu membawa kekuasaan untuk memberi nama pada suatu

aktivitas atau kelompok, kekuasaan untuk mewakili pendapat umum, dan yang paling

penting adalah kekuasaan untuk membuat “versi dunia yang resmi” (Mahar, dalam

Harker dkk. Ed, 2009).

Modal harus ada dalam sebuah ranah agar ranah tersebut dapat memiliki arti.

Keterkaitan antara ranah, modal dan habitus bersifat langsung. Nilai yang diberikan

oleh modal dihubungkan dengan berbagai karakteristik sosial dan kultural habitus.

Ranah dikitari oleh relasi kekuasaan objektif yang memiliki basis material. Jenis-jenis

modal yang dikenali dalam ranah-ranah tertentu dan yang digabungkan kedalam

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

36

habitus sebagian juga dihasilkan oleh basis material tersebut. Lazimnya, jumlah

modal sebagaimana struktur modal tambahan juga merupakan dimensi penting dalam

ranah (Mahar, dalam Harker dkk. Ed, 2009).

Konsep modal dari Bourdieu ini akan dipakai dalam mengkaji fenomena

empirik praktek pariwisata yang ada di KCAGK. Sehingga diperoleh pemahaman

mengenai perjuangan antar aktor atau kelompok aktor (kelas) yang ada di sana dalam

rangka mengakumulasi modal, dan memberi tafsir resmi terhadap ranah, ketika

memiliki modal yang relatif lengkap.

Berikutnya adalah konsepsi praktek yang dikembangkan oleh Anthony

Giddens, seorang sosiolog yang berasal dari Inggris, yang bersama Pierre Bourdieu

dianggap memiliki pengaruh cukup besar di maskapai sosiologi kontemporer.

Konsepsi tentang praktek sosial diperkenalkan Giddens (1984) ketika melakukan

kritik terhadap kesalahan yang dilakukan para pemikir ilmu sosial dalam menentukan

obyek kajian ilmu sosial. Mereka terjebak pada perangkap dualisme: obyek kajian

tersebut: apakah struktur sosial ataukah tindakan individu/aktor. Seharusnya, menurut

Giddens, yang menjadi objek kajian ilmu-ilmu sosial adalah hubungan pelaku

(‘tindakan’) dan struktur sebagai hubungan dualitas dan bukannya dualisme. Dualitas

ini menurut Giddens selanjutnya, selalu terjadi pada praktek sosial yang berulang

dalam lintasan ruang dan waktu.

Giddens mengoreksi cara pandang dualisme dengan berupaya melakukan

sintesa antara struktur dan tindakan sebagai relasi dialektis, dengan menambahkan

konsepsinya tentang ruang dan waktu. Hubungan dualitas antara agen dan struktur

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

37

dan sentralitas ruang dan waktu dimulai ketika terjadi dualitas (hubungan timbal-

balik) antara agen dan struktur di dalam “praktek sosial (social practices) yang

berulang dan terpola dalam ruang dan waktu”. Praktek sosial yang terjadi secara

berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individu inilah yang mereproduksi struktur

tersebut (Priyono, 2002).

Giddens berpandangan dualisme yang terjadi antara agen-struktur terjadi

karena struktural-fungsional, yang menurutnya terperangkap pada pandangan

naturalistik. Pandangan ini mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah

dipandang secara mekanis, bukan merupakan suatu produk kontingensi dari aktivitas

agen. Sedangkan konstruksionisme-fenomenologis, menurutnya berakhir pada

imperialisme subyek. Proyek intelektual Giddens adalah berupaya menyudahi klaim-

klaim kedua pandangan tersebut.

Lewat teori strukturasi yang diperkenalkannya, Giddens mensintesakan dua

pendekatan yang berseberangan itu dengan melihat relasi dualitas antara agen dan

struktur serta sentralitas ruang dan waktu. Pertama, dualitas (hubungan timbal-

balik/resiprokal) antara agen dan struktur terjadi di dalam “praktek sosial” (social

practices) yang berulang dan terpola dalam ruang dan waktu, merupakan praktek

sosial repetitif dari agen-agen individu yang mereproduksi struktur tersebut. Misalnya

kebiasaan para aktor di Karangsambung menyebut BIKK-LIPI dengan sebutan

kampus.

Pelaku/aktor/agen dalam strukturasi adalah individu konkret dalam arus

kontinyu tindakan dan peristiwa di dunia, sedangkan struktur didefinisikan sebagai

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

38

aturan (rules) dan sumber daya (source) yang terbentuk dari dan membentuk

perulangan praktek sosial. Alur dualitas agen-struktur tersebut terletak pada struktur

sosial merupakan hasil (Outcome) dan sekaligus. Dualitas itu terdapat dalam fakta

struktur bagai panduan dalam menjalankan praktek-praktek sosial di berbagai tempat

dan waktu sebagai hasil tindakan kita. Sifat struktur adalah mengatasi waktu dan

ruang (timeless and spaceless) serta maya (virtual), sehingga bisa diterapkan pada

berbagai situasi dan kondisi (Priyono, 2002).

Sentralitas waktu dan ruang dipahami sebagai poros yang menggerakkan teori

strukturasi ketika konsep ini menjadi kritik terhadap yang statik melawan yang

dinamik, maupun stabilitas melawan perubahan. Waktu dan ruang merupakan unsur

konstitutif tindakan dan pengorganisasian masyarakat. Hubungan waktu dan ruang

bersifat kodrati dan menyangkut makna serta hakikat tindakan itu sendiri.

Teori strukturasi menunjukkan bahwa agen manusia secara terus menerus

mereproduksi struktur sosial. Artinya, individu dapat mereproduksi struktur sosial

baru jika diperlukan. Menurut Giddens, perubahan dimungkinkan jika agen dapat

mengetahui gugus mana dari struktur yang bisa dimasuki untuk diubah, apakah gugus

signifikansi, dominasi, ataukah legitimasi.

Berikut ilustrasi dari pengertian struktur sebagai sarana praktek sosial.

Misalnya kita ambil contoh sebuah perusahaan biro perjalanan. Tindakan untuk tidak

membuka membuka laci meja rekan kerja, berpenampilan ramah dan menjaga

kebersihan baik pribadi maupun ruang kerja dikendalikan oleh adanya struktur

penandaan tertentu, misalnya norma yang terdapat pada sebuah perusahaan tersebut.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

39

Diandaikan ada sebuah norma yang memandu praktek sang karyawan untuk

melakukan tindakan tenggang rasa tersebut. Berikutnya, tindakan supervisi yang

dilakukan direksi dalam praktek rapat evaluasi yang secara periodik dilakukan di

perusahaan tersebut, mengandaikan adanya skemata dominasi. Jika diputuskan

adanya promosi atau mutasi oleh dewan direksi terhadap karyawan tertentu, skemata

dominasi yang memandu adalah dominasi politik (penguasaan atas orang). Dan jika

diputuskan pembelian aset tertentu untuk perusahaan, maka skemata dominasi

ekonomi (penguasaan atas barang) yang memandu. Pola yang sama juga berlaku

ketika manajer memberi hukuman bagi karyawan yang melakukan kesalahan,

pemberian sanksi ini merupakan struktur legitimasi.

Tetapi praktek tersebut tidak akan menjadi sebuah struktur jika tanpa

didahului perulangan praktek sosial, misalnya dalam perusahaan biro perjalanan

tersebut, pembakuan peraturan perusahaan sebagai struktur signifikansi hanya

terbentuk melalui perulangan berbagai informasi mengenai wacana peraturan

perusahaan tersebut. Peraturan perusahaan sebagai struktur dominasi semakin baku

hanya terbentuk karena perulangan berbagai praktek penguasaan yang terjadi dalam

wadah-wadah tunggal tetentu misalnya adanya divisi personalia yang bertugas

mengecek penerapan peraturan perusahaan. Dan struktur legitimasi peraturan

perusahaan menjadi semakin kokoh, misalnya melalui keterulangan penerapan sanksi

terhadap para karyawan yang sering melakukan pelanggaran (Priyono, 2002).

Struktur dapat terwujud jika terdapat aturan dan sumber daya. Sehingga

konsep strukturasi menyatakan bahwa struktur hanya ada di dalam dan melalui

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

40

aktivitas agen manusia. Giddens tidak sepakat bahwa struktur berada “diluar” dan

“eksternal” terhadap aktivitas individu. Struktur-struktur di sini memfasilitasi

individu dengan aturan-aturan yang memandu aksi mereka, tetapi aksi mereka

menciptakan aturan-aturan baru dan mereproduksi yang lama.

Menurut Giddens, kesadaranlah yang merupakan instrumen guna menjelaskan

bagaimana struktur bisa terbentuk melalui perulangan praktek. Ada tiga dimensi

kesadaran, yaitu:

1. Motivasi tak sadar (unconsciousness motives),

menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan,

tetapi bukan tindakan itu sendiri.

2. Kesadaran praktis (practical consciousness),

menunjuk pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai, dan

dengannya, kita melaksanakan kehidupan sehari-hari tanpa harus terus-menerus

menanyakan apa yang harus dilakukan. Rutinitas hidup personal maupun sosial

terbentuk melalui kinerja gugus kesadaran praktis.

3. Kesadaran diskursif (discursive consciousness).

mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta

eksplisit atas tidakan kita.

Dari ketiga dimensi kesadaran tersebut, kesadaran praktislah yang merupakan

kunci untuk memahami proses tindakan dan praktek sosial kita yang lambat-laun

menjadi struktur, dan bagaimana struktur itu mengekang serta memampukan tindakan

praktek sosial kita. Reproduksi struktur sosial berlangsung lewat keterulangan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

41

praktek sosial yang jarang kita pertanyakan lagi. Proses strukturasi ini terjadi pada

tingkat kesadaran praktis dan pada tingkat ini pula struktur dibangun dan

dilanggengkan dalam rutinisasi dan direproduksi. Hal ini bisa berlangsung karena

pada tindakan sosial yang berulang-ulang, berakar suatu rasa aman ontologis

(Priyono, 2002).

Hal penting lainnya yang disampaikan Giddens, adalah konsepsinya tentang

perubahan. Menurutnya, perubahan menjadi hal yang selalu mengikuti reproduksi

sosial betapapun kecilnya perubahan yang terjadi. Adanya intropeksi dan mawas diri

(reflexive monitoring of conduct) dari pelaku memungkinkannya untuk dapat

memonitor tindakan yang dilakukan. Ketika terbentuk daya refleksivitas dalam diri

pelaku untuk mencari pemaknaan / nilai dari tindakannya tersebut, yang terjadi

adalah pengambilan jarak individu tersebut terhadap struktur, dan jika dilakukan

secara intensif dana meluas akan terjadi apa yang dinamakan Giddens sebagai ’de-

rutinisasi’.

Derutinisasi adalah fenomena yang terjadi ketika skemata yang selama ini

menjadi aturan dan sumberdaya tindakan serta praktek sosial yang dilakukan aktor

sudah tidak lagi relevan, dianggap tidak lagi dapat dipakai sebagai prinsip pemaknaan

dan pengorganisasian praktek sosial. Terjadilah tindakan yang “di luar rutin”. Lalu

muncul keusangan struktur, karena semakin banyaknya agen yang mengadopsi

kesadaran diskursif dan mengambil jarak terhadap struktur. Selanjutnya dibutuhkan

perubahan struktur agar lebih sesuai dengan praktek sosial yang terus berkembang

secara baru.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

42

Tilikan Giddens seperti dipaparkan secara singkat di atas, akan berguna bagi

pemahaman bagaimana suatu struktur bekerja, dan bagaimana suatu perubahan sosial

terjadi. Dalam konteks penelitian ini teori strukturasi Giddens akan memberi

pemahaman terhadap proses terbentuknya struktur pariwisata di KCAGK dan

kemungkinan dilakukannya perubahan ke arah yang diharapkan, dalam artian

mewadahi aspirasi / kepentingan bersama para aktor atau kelas (kelompok aktor)

yang berada di KCAGK.

2.3.2. Ekofenomenologi.

Pendasaran ekofenomenologi berangkat dari gagasan filsafat tubuh Merleau

Ponty. Tubuh dan dunia, menurut Merleau Ponty, berangkat dari konsep interweave

(saling menjalin), yaitu dilihat sebagai dua entitas yang menyatu, saling tumpang

tindih. Relasi diantara keduanya bukanlah relasi rangsangan dan reaksi, tetapi

sebagai sesuatu yang saling menjalin dalam satu kesatuan. Konsep dualitas ini

mendekonstruksi dualisme kesadaran yang ada dalam pemikiran Merleau-Ponty

sebelumnya. Upaya Ponty untuk lepas dari dualisme kesadaran-tubuh merupakan cara

untuk membebaskan diri dari filsafat idealisme (idea/roh merupakan yang utama).

Carman, menganalogikan filsafat Ponty sebagai daging, yang merupakan kesatuan

tubuh dan dunia (Hoffman, 2001).

Menurut Merleau Ponty, persepsi merupakan basis bagi pengalaman manusia,

baik yang subyektif maupun yang obyektif, baik perasaan-perasaan internal manusia

maupun perasaan yang muncul secara konkret yang muncul dari persentuhan dengan

dunia material. Lebih jauh persepsi bukanlah melulu fenomena mental, yang

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

43

kemudian dipertentangkan dengan segala sesuatu yang material dan fisik. Persepsi

adalah fenomena tubuh manusia. Pengalaman kita akan dunia bukanlah semata terkait

dengan pikiran dan kesadaran saja, tetapi juga dengan tubuh. Kita merasa sakit

pertama-tama dengan tubuh kita, baru pikiran kita kemudian mendefinisikannya.

Disini pikiran, tubuh, dan realitas, yakni rasa sakit, saling tumpang tindih dan tak

terpisahkan. Begitu pula ketika kita melihat sesuatu. Kita melihat dengan mata, tetapi

pikiranlah yang menangkap sensasi warna dan bentuk. Di titik ini pikiran, tubuh,

yakni organ mata, dan realitas saling jalin menjalin.

Merleau Ponty berpendapat, bahwa relasi antara tubuh dan persepsi bukanlah

relasi sebab akibat. Tubuh tidak mengakibatkan persepsi, ataupun sebaliknya. Setiap

orang memiliki pengetahuan pra-reflektif di dalam diri mereka. Pengetahuan pra-

reflektif adalah pengetahuan yang muncul dari pengalaman langsung, dan tidak

diolah terlebih dahulu menjadi sebuah konsep. Pengetahuan reflektif ini muncul

melalui persentuhan tubuh dengan dunia. Jadi pengetahuan ini tidak muncul sebagai

akibat dari persentuhan, tetapi bersamaan dengan persentuhan itu. Persepsi adalah

suatu fenomena menubuh manusia. Oleh karena itu persepsi tidaklah dapat

dimengerti terlepas dari tubuh manusia yang material dan bersentuhan langsung

dengan dunia. Dan sekali lagi persepsi tidaklah ditentukan oleh tubuh, melainkan

bersamaan dengan tubuh menyentuh dunia. Maka persepsi tidaklah bisa dilepaskan

dari tubuh.

Dari sudut pandang orang ketiga, tubuh itu bersifat kontingen. Artinya tubuh

itu penuh ketidakpastian dan perubahan yang berlangsung terus menerus. Tubuh

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

44

adalah sesuatu yang ambigu. Akan tetapi dari sudut pandang orang yang empunya

tubuh, tubuh bukanlah sesuatu yang kontingen, apalagi ambigu. Bahkan tubuh adalah

adalah medium kita menyentuh dan berhubungan dengan dunia. Tubuh adalah sudut

pandang kita dalam melihat dunia. Dari sudut pandang empunya tubuh, tubuh

bukanlah suatu obyek, melainkan subyek yang bertujuan. Tubuh dan dunia memang

tampak tidak terpisahkan, karena setiap orang mengalami dunia melalui tubuhnya.

Tubuh adalah jalan bagi manusia untuk bisa mendunia. Tubuh bukanlah

obyek yang kontingen, atau sekedar fakta kasar dari dunia. Tubuh adalah kondisi-

kondisi yang memungkinkan persepsi manusia. Tubuh adalah modus mengada

manusia di dunia. Dengan kata lain orang tidak dapat memahami persepsi dalam

abstraksinya yang terlepas dari tubuh, karena persepsi selalu terkait tubuh. Persepsi

sebagai fenomen menubuh manusia.

Pemikiran fenomenologi Ponty lepas dari dualisme idealisme

(pengarusutamaan pada pemikiran/ide) dan empirisme (yang melulu berfokus pada

pengalaman inderawi). Menurutnya, dengan menggunakan tubuh sebagai instalasi

dalam kegiatan penafsiran fenomena kongkret yang dialami manusia, akan membawa

pada relasi timbal balik (intersubyektif) antara manusia dengan alam, dan memupus

relasi subyek-obyek kaum antroposentrisme cartesian. Perangkat rasio diganti dengan

instalasi tubuh, yang memiliki kemampuan empati dalam berelasi dengan totalitas

dunia yang dialami.

Gagasan Ponty dijadikan dasar oleh Luh Gede Saraswati Putri dalam

upayanya memberikan perangkat konseptual yang baru dalam konteks relasi manusia

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

45

dengan alam. Ia membawa tafsir fenomenologi dalam konteks relasi manusia dan

alam. Menurutnya, bingkai relasi yang ada sebelumnya terjebak pada dualisme:

ataukah antroposentrisme ataukah ekosentrisme. Antroposentrisme membawa pada

perangkap keegoisan manusia yang merasa sebagai pihak yang menguasai alam

sehingga bebas mengeksploitasinya, dan ekosentrisme, terjebak pada romantisisme

ketika alam seperti yang ada pada kondisi di masa lalu yang diidealkan oleh paham

ini.

Dalam upayanya lepas dari dualisme tafsir yang demikian, dan tidak adanya

perangkat yang baru bagi pendasaran relasi manusia dengan alam, Saraswati

menyampaikan gagasan tentang ekofenomenologi (Saraswati, 2013). Dengan

fenomenologinya ini memberi kemungkinan bagi manusia dan alam untuk bisa saling

berinteraksi, membangun relasi timbal balik dengan memasukkan perangkat empati

sebagai sarana penafsiran. Hal ini mengatasi kelemahan perangkat rasio yang

digunakan kaum antroposentris sebagai sarana penafsiran, yang menganggap apa

yang di luar manusia (subyek penafsir) sebagai obyek semata yang tidak memiliki

kompetensi yang sama.

Cara pandang ekofenomenologis dirasa penting dalam upaya menafsirkan

relasi yang dibangun dengan alamnya oleh aktor atau kelompok (kelas) yang ada di

KCAGK. Ekofenomenologis menyediakan perangkat penafsiran yang memadai guna

mengidentifikasi aktor / kelompok aktor di KCAGK berdasarkan tafsir mereka

terhadap alam dan aktivitas yang mereka lakukan, sehingga operasi penafsiran jenis

apa yang ada di KCAGK, apakah masih terjebak di perangkap dualisme.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

46

Selain itu, ekofenomenologis memberi pendasaran ontologis dan

epistemologis dalam konteks relasi aktor dengan alamnya, sehingga memiliki makna

strategis ke depan guna membangun kerangka pemaknaan yang sinergis dalam

rangka mengkreasi struktur pariwisata yang baru. Struktur pariwisata yang mampu

mewadahi kepentingan seluruh komponen yang ada di KCAGK, baik para aktor

maupun alamnya.

2.4. Model Penelitian.

Yang menjadi isu pokok dalam penelitian ini adalah memperkenalkan

perspektif dualitas dalam mengkaji praktek pariwisata yang berlangsung dalam suatu

ranah pariwisata, dengan menggunakan teori strukturalisme genetis dan strukturasi

sebagai pisau analisis fenomena empiris agensi-struktur (dalam dimensi sosialnya),

dan relasi manusia dengan alam (dimensi lingkungan). Dengan perspektif ini, praktek

geowisata yang beroperasi dalam ranah Karangsambung akan dikaji guna

memperoleh pemahaman mendalam sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji proses terjadinya praktek

geowisata di Karangsambung, menyangkut latar belakang terjadinya, agen yang

memroduksi, aktivitas yang berlangsung, serta posisinya dalam bingkai relasi antar

aktor yang berada dalam ranah. Lalu, untuk mengetahui posisi para aktor konteks

relasinya dengan lingkungan alamiah Karangsambung, menyangkut cara pandang

masing-masing kelompok aktor terhadap alam fisik Karangsambung. Berikutnya

adalah untuk mengetahui implikasi dari relasi tersebut bagi keberlanjutan praktek

pariwisata di Karangsambung, menyangkut problem struktur yang ada saat ini, dan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

47

alternatif produksi struktur pariwisata yang diperlukan sehingga mampu mewadahi

aspirasi para aktor di ranah Karangsambung.

Melalui metode observasi langsung dan wawancara mendalam dengan pihak

pengelola, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal (penambang), selanjutnya

dilakukan pembahasan dengan mempertimbangkan konsep pembangunan pariwisata

berkelanjutan sehingga dihasilkan pengetahuan dan pemikiran sebagai bahan kajian

lebih lanjut bagi pariwisata Karangsambung ke depan.

Berikut model penelitian yang menunjukkan keterkaitan antara isu pokok dan

tujuan utama dari penelitian ini:

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … II.pdf · lembaga tersebut serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan ... informasi mengenai profil ... produksi dipahaminya

48

BIKKLIPI

(GEOWISATA)

AGENSI-STRUKTUR

Gambar 2.1. Model Penelitian.

DUALITAS

KONSERVASI-EKONOMI

KCAGK

PENAMBANG

(PENAMBANGAN)

STRUKTUR

PARIWISATA

BARU

PERSPEKTIFDUALISMEPRAKTIKPARIWISATA