BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.unpas.ac.id/33548/5/Bab II...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …repository.unpas.ac.id/33548/5/Bab II...
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Pada Bab ini Penulis memaparkan beberapa teori dan konsep dari para ahli
dan dari para peneliti sebelumnya tentang teori-teori yang berkaitan dengan
variabel-variabel dalam penelitian ini.
2.1.1 Pajak
Istilah pajak dari bahasa Jawa yaitu “ajeg’ yang berarti pungutan teratur
pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan, maka
seutan yang semula ajeg menjadi sebutan Pa-ajeg. Pa-ajeg memiliki arti sebagai
pungutan yang dibebankan kepada rakyat secara teratur, terhadap hasil bumi.
Pungutan tersebut sebesar 40% dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan
kepada raja dan pengurus desa. Penentuan besar kecilnya bagian yang diserahkan
tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat
itu.
Disetiap Negara memiliki istilah pajak yang berbeda tetapi dengan
pengertian sama. Pajak dalam istilah asing adalah tax (Inggris); import
contribution, tax, droit (Perancis); Steuer, Abgabe, Gebuhr (Jerman); Impuesto
contribution, tributo, gravamen, tasa (Spanyol); dan belasting (Belanda). Dalam
literatur Amerika selain istilah tax dikenal pula istilah tarif.
20
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Pajak (tax) memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan
suatu Negara agar terciptanya pembangunan yang merata di selurug Indonesia,
terutama untuk mengisi kas Negara. Kewenangan pemungutan pajak berada pada
pemerintah.
Pada hakekatnya pengertian pajak berbeda-beda tergantung dari sudut
pandang mana kita memandang masalah pajak ini, namun subtansi dan tujuan dari
pajak itu sama.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:22) pajak adalah:
“Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk
menutupi belanja pemerintah”.
Pengertian pajak menurut Erly Suandy (2014:105) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Definisi pajak dari PJA. Adriani dalam bukunya Waluyo (2012:2):
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditujuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan”.
Sedangkan Charles E. McLure Jr. (2013:1) berpendapat bahwa: … A tax
is a financial charge or other levy imposed upon a taxpayer (an individual
or legal entity) by a state such that failure to pay is punishable by law.
21
Pengertian pajak menurut para ahli yang dikutip oleh Siti Resmi (2014:1)
adalah sebagai berikut :
Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I Djajadiningrat:
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke
kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.”
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai public saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai public investment.”
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. P.J.A. Andriani yang dikutip
oleh Siti Kurnia Rahayu (2013:22) yaitu:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pajak dipungut secara paksa oleh pemerintah untuk menutupi belanja
pemerintah.
b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang untuk kemakmuran rakyat
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya imbalan
langsung oleh pemerintah.
22
d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi
budgetfair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
digunakan untuk membiayai investasi publik.
Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran wajib dari warga
Negara kepada pemerintah yang dapat dipaksakan untuk memenuhi kewajibannya
yang dibuat berdasarkan Undang-Undang serta digunakan untuk kepentingan
Negara.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Pengertian fungsi dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi sebagai
kegunaan suatu hal. Maka fungsi adalah kegunaan pokok, manfaat pokok pajak.
Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan
dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Suatu negara
dipastikan berharap kesejahteraan ekonomi masyarakatnya selalu meningkat.
Dengan pajak sebagai salah satu pos penerimaan negara diharapkan banyak
pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan negara.
Sebagaimana yang telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari
berbagai definisi, menurut Siti Resmi (2014:3) terdapat 2 (dua) fungsi pajak,
adalah sebagai berikut:
“1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik
rutin maupun pembangunan.Sebagai sumber keuangan negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan
berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
23
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi Regulerend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan”.
Menurut Diana Sari (2013:40), selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki
fungsi lain yaitu:
“1) Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga
inflasi dapat dikendalikan.
2) Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang
pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
3) Fungsi Demokrasi
Pajak yang sudah dipungut Negara merupakan wujud sistem gotong
royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah
kepada mesyarakat pembayar pajak”.
2.1.1.3 Jenis - Jenis Pajak
Menurut Siti Resmi (2014:7) jenis-jenis pajak dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut:
“1. Menurut Golongan
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain, misalnya Pajak
Penghasilan (PPh).
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak,
misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contohnya yaitu
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
24
2. Menurut Sifat
a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang
memerhatikan keadaan subjeknya. Contohnya yaitu Pajak
Penghasilan (PPh).
b. Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak)
maupun tempat tinggal, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak negara (Pajak pusat) adalah jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umumnya. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II
(pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing.”
2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2014:11) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu:
“1. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang
setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan aparatur
perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan
pemungutan pajak bergantung pada aparatur perpajakan (peranan
dominan ada pada aparatur perpajakan).
2. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib Pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut
pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap
25
mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang
perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,
serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu,
Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
a) Menghitung sendiri pajak terutang;
b) Memperhitungkan sendiri pajak terutang;
c) Membayar sendiri pajak terutang;
d) Melaporkan sendiri pajak terutang;
e) Mempertanggungawabkan pajak yang terutang.
Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan
ada pada Wajib Pajak).
3. Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden,
dan peraturan lainnya untuk memotong serta memungut pajak,
menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan
yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk
2.1.1.5 Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-undang
untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun
Pajak, yang menjadi Subjek Pajak dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Pajak Penghasilan adalah:
1. Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia maupun di luar Indonesia.
26
2. Warisan
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan untuk menggantikan
yang berhak, warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek
Pajak pengganti yang menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
Masalah penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak
pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tetap dapat dilakukan.
1. Badan
Pengertian Badan mengacu pada Undang-undang KUP, bahwa Badan
adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif bentuk usaha tetap.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan
bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah misalnya
lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.
27
2. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.1.2 Akuntansi Pajak
2.1.2.1 Pengertian Akuntansi Pajak
Menurut Sukrisno Agoes, (2014:10) menjelaskan akuntansi pajak sebagai
berikut:
“Akuntansi yang diterapkan sesuai dengan peraturan perpajakan disebut
akuntansi pajak. Akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi
komersial yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Akuntansi pajak hanya digunakan untuk mencatat transaksi yang
berhubungan dengan perpajakan. Dengan dadanya akuntansi pajak WP
dapat dengan lebih mudah menyusun SPT. Sedangkan akuntansi komersial
disusun dan disajikan berdasarkan SAK. Namun, untuk kepentingan
perpajakan, akuntansi komersial harus disesuikan dengan aturan
perpajakan yang berlaku di Indonesia”.
Adapun Akuntansi Pajak menurut Waluyo (2012:35) adalah sebagai
berikut:
“Dalam menetapkan besarnya pajak terhutang tetap mendasarkan laporan
keuangan yang disusun oleh perusahaan, mengingat tentang perundang-
undangan perpajakan terdapat aturan-aturan khusus yang berkaitan dengan
akuntansi, yaitu masalah konsep transaksi dan peristiwa keuangan, metode
pengukurannya, serta pelaporan yang ditetapkan dengan undnag-undang”.
28
Menurut Mursyidi (2010:17) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi
Dasar adalah sebagai berikut :
“Akuntansi adalah proses pengidentifikasian data keuangan, memproses
pengolahan dan penganalisisan data yang relevan untuk diubah menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan.”
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi pajak adalah
pencatatan transaksi yang hanya berhubungan dengan pajak unyuk mempermudah
penyusunan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) masa dan tahunan pajak
penghasilan.
2.1.2.2 Konsep Dasar Akuntansi Perpajakan
Konsep dasar Akuntansi Perpajakan menurut Sukrisno Agoes (2014:11)
adalah sebagai berikut:
“1. Pengukuran dalam Mata Uang, satuan mata uang adalah pengukur
yang sangat penting dalam dunia usaha.
2. Kesatuan Akuntansi, suatu usaha dinyatakan terpisah dari
pemiliknya apabila transaksi yang terjadi dengan pemiliknya.
3. Konsep Kesinambungan, dalam konsep diatur bahwa tujuan
pendirian suatu perusahaan adalah untuk berkembang dan
mempunyai kelangsungan hidup seterusnya.
4. Konsep Nilai Historis, transaksi bisnis dicatat berdasarkan harga
pada saat terjadinya transaksi tersebut.
5. Periode Akuntansi, periode akuntansi tersebut sesuai dengan
konsep kesinambungan dimana hal ini mengacu pada Pasal 28 Ayat
6 UU KUP Nomor 16 Tahun 2009.
6. Konsep Taat Asas, dalam konsep ini penggunaan metode akuntansi
dari satu periode ke periode berikutnya haruslah sama.
7. Konsep Materialitas, konsep ini diatur dalam Pasal 9 Ayat 2 UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008.
8. Konsep Konservatisme, dalam konsep ini penghasilan hanya
diakui melalui transaksi, tetapi sebaliknya kerugian dapat dicatat
walaupun belum terjadi.
29
9. Konsep Realisasi, menurut konsep ini penghasilan hanya
dilaporkan apabila telah terjadi transaksi penjualan.
10. Konsep Mempertemukan Biaya dan Penghasilan, laba neto diukur
dengan perbedaan antara penghasilan dan beban pada periode yang
sama”.
2.1.3 Pemeriksaan Pajak
Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan
sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada
Wajib Pajak. Oleh karena itu selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus
dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum
(tax enforcement). Diwujudkan dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai
tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak.
Penegakan hukum dalam self assessment system merupakan hal yang
penting. Seperti diketahui bahwa dalam sistem perpajakan ini dipentingkan adanya
voluntary compliance dari Wajib Pajak. Karena tuntutan peran aktif dari Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannnya, maka kepatuhan dari Wajib
Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, maka kepatuhan dari Wajib
Pajak sangatlah penting. Sedangkan kepatuhan Wajib Pajak perlu ditegakkan salah
satu caranya adalah dengan tax enforcement.Pilar-pilar penegakan hukum pajak
(tax enforcement) diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), penyidikan
pajak (tax investigation), dan penagihan pajak (tax collection). Pemeriksaan pajak
adalah salah satu upaya pencegahan tax evasion. Pemeriksaan pajak yang dilakukan
secara profesional oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system
merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan.
30
2.1.3.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Definisi Pemeriksaan Pajak menurut Erly Suandy (2014:203) adalah
sebagai berikut :
“Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan
atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuntuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Definisi Pemeriksaan Pajak menurut Agus Sambodo (2014:62) adalah
sebagai berikut :
“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Menurut CCH Australia (2012:867) pengertian pemeriksaan pajak adalah :
“Tax audit means an examination by the commissioner of an entity’s
financial affairs for the purpose of a taxation law”.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:245) menyatakan bahwa :
“Pemeriksaan Pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan system Self
Assessment System yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegang teguh
padaa Undang-undang perpajakan”
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang merupakan hak kantor
yang dilengkapi dengan tanda pengenal pemeriksa dan surat pemeriksaan dalam
mencakup kegiatan mencari, mengumpulkan dan mengolah data, keterangan
sumber lainnya untuk menguji kepatuhan wajib pajak.
31
2.1.3.2 Standar Pemeriksaan Pajak
Adapun standar pemeriksaan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-9/PJ/2010 adalah sebagai berikut:
1. Standar Umum Pemeriksaan Pajak
Standar umum pemeriksaan adalah standar yang bersifat pribadi yang
berkaitan dengan persyaratan pemeriksaan pajak dan mutu pekerjaan.
Standar umum sebagaimana dimaksud meliputi :
a) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis
b) Jujur dan bersih
c) Taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk taat terhadap batas waktu yang ditentukan.
2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik
sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasaan yang
seksama. Standar pelaksanaan yang dimaksud meliputi :
a) Mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak
• Mempelajari profil Wajib Pajak
• Menganalisis data keuangan Wajib Pajak
• Mempelajari data lain yang relevan
b) Menyusun rencana pemeriksaan
Setelah mempelajari data Wajib Pajak, Supervisor harus
menyusun rencana pemeriksaan, rencana pemeriksaan harus
disusun sebelum diterbitkan dan harus disetujui oleh kepala
32
UP2. Rencana pemeriksaan meliputi:
• Penentuan kriteria pemeriksaan
• Jenis pemeriksaan
• Ruang lingkup pemeriksaan
• Identitas masalah
• Sarana pendukung
• Menentukan pos-pos yang akan diperiksa
c) Menyusun program pemeriksaan
Penyusunan program pemeriksaan dilakukan secara mandiri
objektif, profesional serta memperhatikan rencana pemeriksaan
yang telah di telaah.
d) Menyiapkan sarana pemeriksaan
Untuk kelancaraan dan kelengkapan dalam menjalankan
pemeriksaan. Tim pemeriksa harus menyiapkan tanda pengenal
pemeriksa pajak, SP2 dan sarana pemeriksaan lainnya.
3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Kegiatan pemeriksaan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang
disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan sehingga LHP
dapat dipahami dengan baik oleh Wajib Pajak.
2.1.3.3 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:262), mengemukakan pemeriksaan
dapat dibedakan berdasarkan pada ruang lingkup cakupannya, yaitu terdiri dari
33
pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Dirinci lebih jelas lagi sebagai
berikut:
“1. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap
wajib pajak di tempat kedudukan/kantor, tempat usaha (pabrik), atau
pun pekerjaan bebas, domisili atau tempat tinggal. Pemeriksaan
lapangan dapat meliputi 1 jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk
tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya.
Pemeriksaan Lapangan dibedakan :
a. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
1) Pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap WP untuk 1
atau lebih jenis pajak secara terkordinasi antar seksi.
2) Terkordinasi antara fungsional dan AR dikantor unit
pelaksana pemeriksa.
3) Dalam tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya.
4) Menggunakan teknik pemeriksaan yang dianggap perlu
menurut keadaan tujuan pemeriksaan.
b. Pemerikasaan Lengkap
1) Dilakukan satu atau lebih jenis pemeriksaan
2) KSO (kerja sama opersi)
3) Konsorium
4) Teknik yang lazim dalam pemeriksaan
Jangka waktu pemeriksaan dalam pemeriksaan lapangan:
1) 4 bulan
Sejak terbit SP2 (Surat Perintah Pemeriksaan) sampai dengan
tanggal LHP (Lapangan Hasil Pemeriksaan)
2) Dapat diperpanjang menjadi 8 bulan.
2. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib
pajak dikantor unit pemeriksaan (DJP).
Jangka waktu pemeriksaan kantor:
1) 3 bulan
2) Sejak wajib pajak harus datang memenuhi panggilan sampai
dengan tanggal lapangan hasil pemeriksaan (LHP)
3) Dapat diperpanjang menjadi 6 bulan.
Mekanisme perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dalam hal
kondisi regular dan adanya indikasi transfer pricing:
1) Perpanjangan hanya bisa dilakukan 1 kali.
2) Dilakukan dengan surat pemberitahuan perpanjangan
pemeriksaan.
3) Surat pemberitahuan tersebut dapat disampaikan secara
manual atau surat biasa atau melalui elektronik (email).
4) Memperhatikan jangka waktu SPT LB (Lebih Bayar).
5) Surat pemberitahuan maksimal disampaikan 1 minggu
sebelum berakhirnya jangka waktu.
34
6) Disampaikan kepada yang menerbitkan persetujuan (kepala
kantor)”.
Pemeriksaan Pajak (Tax audit) yang dilakukan secara profesional oleh aparat
pajak dalam kerangka Self assessment system merupakan bentuk penegakan hukum
perpajakan. Dalam pelaksanaan Undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan
sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada
Wajib Pajak.
Oleh karena itu, selain fungsi pengawasan dan pembinaan yang harus
dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum
(tax enforcement). Diwujudkan dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk mencapai
tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak.
2.1.3.4 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK 03/2007 Pasal 2, tujuan
pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 199/PMK03/2007
tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, menetapkan
bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak sebagai berikut :
a. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian
pendahuluan pajak;
b. SPT rugi;
35
c. SPT tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang ditetapkan
dalam Surat Teguran) disampaikan;
d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,
pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
atau
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil
analisis (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban
perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Tujuan lain dari Pemeriksaan adalah dalam rangka :
a. Pemberian NPWP secara jabatan;
b. Penghapusan NPWP;
c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto.
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan
dan/ atau;
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
36
Penghindaran Pajak Berganda
2.1.3.5 Kendala Pemeriksaan Pajak
Adapun beberapa kendala yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak menurut
Siti Kurnia Rahayu (2013:261), antara lain :
“ 1. Psikologis
Persepsi wajib pajak tentang pemeriksaan pajak dan persepsi
pemeriksa pajak mengenai kepatuhan wajib pajak. Persepsi yang
terbentuk pada wajib pajak maupun pemeriksa pajak sangat
tergantung pada penguasaan informasi. Apabila timbul ketimpangan
informasi (assymetric information), maka akan timbul masalah
psikologis antara kedua belah pihak. Wajib Pajak timbul penolakan,
pemeriksa timbul kecurigaan.
1. Komunikasi
Terdiri dari komitmen wajib pajak untuk membantu kelancaran
pemeriksaan pajak dan frekuensi pembahasan serta temuan hasil
pemeriksaan. Komitmen wajib pajak timbul apabila wajib pajak
memahami tujuan pemeriksaan dan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya, serta hak dan kewajiban pemeriksa.
3. Teknis
Terdiri dari ukuran (size) perusahaan, pemanfaatan teknologi
informasi, kepemilikan modal (structure of ownership), cakupan
transaksi. Semakin kompleks variable teknis akan berdampak
terhadap pelaksanaan pemeriksaan pajak.
4. Regulasi
Terdiri dari kelengkapan ketentuan yang berlaku yang mengatur
perlakuan atas setiap transaksi yang timbul dan sejauh mana
jangkauan hak pemajakan undang-undang domestic atas transaksi
internasional”.
2.1.3.6 Prosedur Pemeriksaan Pajak
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011:54)
adalah sebagai berikut :
“1. Petugas pemeriksaan harus dilengkapi dengan surat perintah
pemeriksaan dan harus memperhatikan kepada Wajib Pajak yang
diperiksa.
37
2. Wajib Pajak yang diperiksa harus
a) Memperhatikan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat dan ruangan yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
c) Memberi keterangan yang diperlukan.
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen
serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan
itu ditiadakan.
4. Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu bila objek pajak tidak memenuhi kewajiban pada butir
dua diatas.”
2.1.3.7 Metode Pemeriksaan Pajak
Metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan menurut Siti Kurnia
Rahayu (2013:306) adalah sebagai berikut:
“1. Metode Langsung
Metode Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan
melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT yang
dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku, catatan-
catatan, serta dokumen–dokumen pendukungnya sesuai dengan urutan
proses pemeriksaan.
Teknik yang digunakan dalam metode pemeriksaan langsung yaitu:
a. Mengevaluasi, menilai kebenaran formal dan kelengkapan SPT serta
sistem pengendalian intern.
b. Menganalisis, mengalisis angka-angka meliputi kegiatan pengecekan
dan penghitungan kembali secara matematis terhadap angka-angka
SPT, Neraca, dan Daftar Rugi Laba.
c. Mentrasis angka dan memeriksa dokumen, dilakukan dengan cara
pengurutan pemeriksaan sesuai dengan jejak bukti pemeriksaan
(audit trail).
d. Menguji keterkaitan, meliputi pengujian kelengkapan dan keabsahan
dokumen dasar yang disebut dengan istilah source control.
2. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan pajak
dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT.
Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu dengan
38
perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang meliputi :
a. Metode transaksi tunai
b. Metode transaksi bank
c. Metode sumber dan pengadaan dana
d. Metode perbandingan kekayaan bersih
e. Metode perhitungan persentase
f. Metode satuan dan volume
g. Pendekatan produksi
h. Pendekatan laba kotor
i. Pendekatan biaya hidup
3. Metode Pemeriksaan Transaksi Afiliasi
Diperlukan karena transaksi antar perusahaan afiliasi (hubungan
istimewa) memiliki potensi tidak menggunakan harga wajar. Caranya
dengan menguji angka-angka dalam SPT melalui suatu pendekatan
perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode yang
bisa digunakan yaitu:
a. Metode harga pasar sebanding
b. Metode harga jual minus
c. Metode harga pokok plus
d. Metode lainnya yang dapat diterima”.
2.1.3.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan
Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2012:374)
ditetapkan sebagai berikut:
“1. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam
bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat
panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal
laporan hasil pemeriksaan.
2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama
empat bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama delapan bulan
yang dihitung sejak tanggal surat pemeriksaan sampai dengan tanggal
hasil laporan pemeriksaan.
3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi
yang terkait dengan transfer pricing dan/atau trasnsaksi khusus yang
berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan
pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih
lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling
lama dua tahun.
4. Dalam pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan pajak
mengenai pengajuan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak oleh Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana
39
dimaksud pada butir 1, 2, dan 3 diatas, harus memperhatikan jangka
waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak”.
Jangka waktu pemeriksaan menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:268) adalah
sebagai berikut:
“Untuk pemeriksaan sederhana lapangan selama 4 bulan, sejak tanggal
disampaikannya Surat Pemberitahuan Pajak kepada WP:
a. Untuk pemeriksaan sederhana kantor diperpanjang 5 minggu, untuk
PKP Eksportir 6 bulan.
b. Untuk pemeriksaan sederhana lapangan diperpanjang 8 bulan.”
2.1.3.9 Tahap Pemeriksaan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:286) tahapan pemeriksaan pajak sebagai
berikut :
“ 1. Persiapan Pemeriksa Pajak
Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan
meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Mempelajari berkas wajib pajak/ berkas data
b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak
c. Mengidentifikasi masalah
d. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak
e. Menentukan ruang lingkup pemeriksa
f. Menyusun program pemeriksaan
g. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam
h. Menyediakan sarana pemeriksaan
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
pemeriksa meliputi:
a. Memeriksa di tempat wajib pajak
b. Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern
c. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan
d. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak
g. Melakukan sidang penutup (Closing Conference)
40
3. Teknik dan Metode Pemeriksaan
Program pemeriksaan adalah pernyataan pilihan dan urutan metode,
teknik dan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh
pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu
a. Metode langsung
b. Metode tidak langsung
c. Metode pemeriksaan transaksi afiliasi
4. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan
a. Kertas kerja pemeriksaan
b. Laporan hasil pemeriksaan.”
2.3.1.10 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak
UU KUP menegaskan mengenai sanksi perpajakan yang terkait dengan
pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Apabila Hasil Pemeriksaan Terdapat Pajak Kurang Bayar
a. Jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
b. PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih
lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen)
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen) atas pajak yang tidak atau kurang bayar.
2. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Kewajiban Pemeriksaan.
• Sanksi Administrasi
Apabila kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atas
41
jumlah pajak tidak dapat diketahui besarnya pajak dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan yaitu :
1. 50% untuk PPh Badan dan/atau Orang Pribadi
2. 100% untuk pemotongan dan/atau pemugutan PPh dan PPN, dan
PPnBM.
• Sanksi Pidana
Pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta
denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang
bayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang
bayar apabila termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai
Pasal 39 UU KUP
2.3.1.11 Pedoman Pemeriksaan Pajak
Pelaksanaan pedoman dilaksanakan berdasarkan pada pedoman
pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Pelaporan Pemeriksaan Pajak yang
dijelaskan dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:255) sebagai berikut :
“1. Pedoman Umum Pemeriksaan
Pemeriksaan pajak dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:
a. Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki
keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.
b. Bekerja jujur, bertanggungjawab, penuh pengabdian, bersikap
terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindari diri dari perbuatan
tercela.
c. Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta
memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya
tentang Wajib Pajak. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam
kertas kerja pemeriksaan sebagai badan untuk menyusun Laporan
Pemeriksaan Pajak.
42
2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang
baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat
pengawasan yang seksama.
b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh
yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan,
tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.
c. Pendapat dan kesimpulan pemeriksaan pajak harus didasarkan
pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3. Pedoman Pelaporan Pemeriksaan
a. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas, jelas, memuat
ruang lingkup sesuai dengan tujan pemeriksaan, memuat
kesimpulan pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat
tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan
informasi lain yang terkait.
b. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan SPT harus memperhatikan Kertas Kerja
Pemeriksaan antara lain mengenai :
a) Berbagai faktor perbandingan
b) Nilai absolut dari penyimpangan
c) Sifat dari penyimpangan
d) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan
e) Pengaruh penyimpangan
f) Hubungan dengan permasalahan lainnya.
c. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yang
lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan
2.3.1.12 Laporan Hasil Pemeriksaan
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:323) definisi dari laporan pemeriksaan
pajak adalah sebagai berikut:
“Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa
pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksanaan yang merupakan ikhtisar dan
penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.”
Laporan Pemeriksaan Pajak merupakan sarana bagi pihak-pihak lain untuk
43
mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan
dengan pencairan informasi-informasi tertentu, maupun dalam rangka
penguji kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan.
Oleh karena itu Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.
2.3.1.13 Sistematika Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak
Dalam Siti Kurnia Rahayu (2013:324) Laporan Pemeriksaan Pajak
disusun dengan sistematika sebagai berikut:
“1. Umum
Membuat keterangan-keterangan mengenai:
a. Identitas Wajib Pajak
b. Pemenuhan kewajiban perpajakan
c. Gambaran kegiatan Wajib Pajak
d. Penugasan dan alasan pemeriksaan
e. Data/informasi yang tersedia
f. Daftar lampiran
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Membuat penjelasan secara lengkap mengenai:
a. Pos-pos yang diperiksa
b. Penilaian pemeriksaan atas pos-pos yang diperiksa
c. Temuan-temuan pemeriksaan.
3. Hasil pemeriksaan
Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara
laporan Wajib Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan
mengenai besarnya pajak-pajak yang terhutang
4. Kesimpulan dan Usul Pemeriksaan”.
2.1.4 Tarif Pajak
2.1.4.1 Pengertian Tarif Pajak
Tarif harus didasarkan atas pemahaman setiap orang mempunyai hak yang
sama, sehingga tercapai tarif-tarif pajak yang proposional atau sebanding (Siti
Kurnia Rahayu, 2013:86).
44
Definisi Keadilan tarif pajak menurut Erly Suandy (2011:67) sebagai
berikut:
“Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam
prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan,
pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting
untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pajak
merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan.”
Menurut Supramono dan Theresia Woro Damayanti (2010:7) pengertian
tarif pajak adalah sebagai berikut:
“Tarif pajak adalah tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak
yang harus dibayar”.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tarif
pajak adalah tarif yang diberikan atas beban pajak yang harus dibayar oleh Wajib
Pajak.
2.1.4.2 Jenis Tarif Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu
tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau
persentase tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tarif
proporsional (sebanding), tarif progresif (meningkat), dan tarif degresif (menurun).
Seperti yang dipaparkan oleh Siti Resmi (2014:14) berikut ini:
“1. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap,
berapapun besarnya dasar pengenaan pajak. Di Indonesia, tarif tetap
diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek
atau bilyet giro untuk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar
45
Rp. 6.000. Bea materai juga dikenakan atas dokumen-dokumen atau
surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam peraturan tentang
Bea Materai.
2. Tarif Proporsional (Sebanding)
Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang
sifatnya tetap terhadap berapapun dasar pengenaan pajaknya. Makin
besar dasar pengenaan pajak, makin besar pula jumlah pajak yang
terutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding.
3. Tarif Progresif (Meningkat)
Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang makin
meningkat dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Tarif progresif dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Tarif Progresif-Proporsional, tarif berupa persentase tertentu
yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar
pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut adalah
tetap.
b. Tarif Progresif-Progresif, tarif berupa persentase tertentu
yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar
pengenaan pajak dan kenaikan persentase tersebut juga
makin meningkat.
c. Tarif Progresif-Degresif, tarif berupa persentase tertentu
yang makin meningkat dengan meningkatnya dasar
pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut makin
menurun.
d. Tarif Degresif (Menurun), tarif berupa persentase tertentu
yang makin menurun dengan makin meningkatnya dasar
pengenaan pajak.”
2.1.4.3 Indikator Tarif Pajak
Indikator tarif pajak menurut Liberti Pandiangan (2011) yaitu:
“1.Pajak Penghasilan
2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
4.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
5. Bea Materai”.
46
2.1.5 Tax Evasion
Tax Evasion (Penggelapan Pajak) terjadi sebelum Surat Ketetapan Pajak
(SKP) dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang
dengan maksud melepaskan diri dari pajak/ mengurangi dasar penetapan pajak
dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib Pajak di setiap
negara terdiri dari Wajib Pajak besar (berasal dari multinational corporation yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan Wajib Pajak kecil (berasal
dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri,
pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Penyelundupan pajak merupakan perbuatan tercela yang dilakukan oleh
Wajib Pajak atau penasihat ahlinya yang bertujuan dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
2.1.5.1 Pengertian Tax Evasion
Tax Evasion merupakan tindakan yang ilegal yang memperkecil ataupun
meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sesuai dengan besarnya pajak yang
harus dibayarkan.
Tax Evasion menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:147), yaitu:
“Penggelapan Pajak (tax evasion) merupakan usaha aktif Wajib Pajak
dalam hal mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap utang
pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang
telah terutang menurut aturan perundang-undangan.”
Menurut Erly Suandy (2014:21), menjelaskan tax evasion sebagai berikut:
47
“Penggelapan pajak (tax evasion) adalah merupakan pengurangan pajak
yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan seperti memberi
data-data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian,
penggelapan pajak dapat dikenakan sanksi pidana.”
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:147), berikut definisi-definisi
mengenai Tax Evasion berdasarkan pendapat para pakar, yaitu sebagai berikut:
“1. Harry Graham Balter mengatakan penyelundupan pajak yaitu usaha
yang dilakukan oleh Wajib Pajak apakah berhasil atau tidak untuk
mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan
ketentuan yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-
undangan perpajakan
2. Robert H. Anderson mengatakan bahwa penyelundupan pajak adalah
penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang.”
Menurut Oliver Camp (2016:3) menyatakan bahwa: ...Tax evasion is a
criminal activity done by a manager of a firm or taxpayer who
intentionally manipulates tax data to deprive the tax authorities or the
government of money for his own benefit.
Menurut Kaushal Kumar Agrawal (2007:6) yaitu:
“Tax evasion is the general terms for efforts by individuals, firms,
and other entities to evade tax by illegal means. Tax evasion usually
entails taxpayer's deliberately misrepresenting or concealing the true
state of their affairs to the tax authorities to reduce their tax
liability, and includes, in particular, dishonest tax reporting (such as
declaring less income, profits or gains that actually earned or overstating
deductions.”
Pada umumnya tax avoidance dan tax evasion mempunyai tujuan yang
sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penggelapan pajak dalam
mengurangi beban pajaknya jelas-jelas merupakan perbuatan illegal atau perbuatan
melanggar hukum.
Penyebab Wajib Pajak melakukan tax evasion diantaranya adalah fitrahnya
penghasilan yang diperoleh wajib pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pada saat telah memenuhi ketentuan perpajakan timbul
48
kewajiban pembayaran pajak kepada negara. Timbul konflik antara kepentingan
diri sendiri dan kepentingan negara. Sebab yang lain adalah wajib pajak kurang
sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh terhadap peraturan, kurang
menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan
pemerintah dan penghamburan keuangan negara yang berasal dari pajak.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa tax evasion merupakan cara illegal (usaha yang tidak
dibenarkan) yang dilakukan oleh wajib pajak untuk lari atau menghindarkan diri
dari pengenaan pajak dengan melakukan tindakan yang menyimpang (irregular
acts), yaitu meminimalkan pembayaran pajak, tidak melaporkan pajak secara utuh
atau memanipulasi jumlah pajak yang terutang serta berbagai bentuk kecurangan
(frauds) lainnya yang dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar. Hal ini
merupakan tindak pidana karena sebagai pelanggaran terhadap undang-undang
perpajakan.
2.1.5.2 Faktor-Faktor Tax Evasion
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:149):
“Sebab Wajib Pajak melakukan tax evasion adalah Wajib Pajak kurang
sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh pada peraturan, kurang
menghargai hukum, tingginya tarif pajak, dan kondisi lingkungan seperti
kestabilan pemerintahan, dan penghamburan keuangan negara yang
berasal dari pajak.”
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tindakan tax
evasion:
1. Kondisi lingkungan
49
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan dari
manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu saling bergantung
satu sama lain. Hampir tidak ditemukan manusia di dunia ini yang
hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa memperdulikan
keberadaan orang lain.
Begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan melihat
lingkungan sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka
saling mengamati terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi
lingkungannya baik (taat aturan), masing-masing individu akan
termotivasi untuk mematuhi peraturan perpajakan dengan membayar pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebaliknya jika lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan,
Masyarakat menjadi saling meniru untuk tidak mematuhi peraturan karena
dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah membayarnya
sementara yang lain tidak.
2. Pelayanan fiskus yang mengecewakan
Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup
menentukan dalam pengambilan keputusan wajib pajak untuk membayar
pajak. Hal tersebut disebabkan oleh perasaan wajib pajak yang merasa
dirinya telah memberikan kontribusi pada negara dengan membayar pajak.
Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan wajib pajak, mereka
tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka menganggap bahwa
kontribusinya telah dihargai meskipun hanya sekedar dengan pelayanan
50
yang ramah saja. Tapi jika yang dilakukan tidak menunjukkan
penghormatan atas usaha wajib pajak, masyarakat merasa malas untuk
membayar pajak kembali.
3. Tingginya tarif pajak
Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal
pembayaran pajak. Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat
tidak terlalu keberatan untuk memenuhi kewajibannya. Meskipun masih
ingin berkelit dari pajak, mereka tidak akan terlalu membangkang terhadap
aturan perpajakan karena harta yang berkurang hanyalah sebagian
kecilnya.
Dengan pembebanan tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius
berusaha untuk terlepas dari jeratan pajak yang menghantuinya. Wajib
pajak ingin mengamankan hartanya sebanyak mungkin dengan berbagai
cara karena mereka tengah berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan
hidupnya. Masyarakat tidak ingin apa yang telah diperoleh dengan kerja
keras harus hilang begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.
4. Sistem administrasi perpajakan yang buruk
Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting
dalam proses pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi
yang bagus, pengelolaan perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan
terlalu banyak menemui hambatan yang berarti. Sistem yang baik akan
menciptakan manajemen pajak yang profesional, prosedur berlangsung
51
sistematis dan tidak semrawut. Ini membuat masyarakat menjadi terbantu
karena pengelolaan pajak yang tidak membingungkan dan transparan.
Seandainya sistem yang diterapkan berjalan jauh dari harapan, mayarakat
menjadi berkeinginan untuk menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya
apakah pajak yang telah dibayarnya akan dikelola dengan baik atau tidak.
Setelah timbul pemikiran yang menyangsikan kinerja fiskus seperti itu,
kemungkinan besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari
kewajiban membayar pajak.
Menurut Oliver Oldman dalam Moh. Zain yang dikutip oleh Siti Kurnia
Rahayu (2013:148) tax evasion tidak hanya terbatas pada kecurangan dan
penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi
kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh:
“a. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu Wajib Pajak tidak sadar atau tidak
tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
tersebut.
b. Kesalahan (error), yaitu Wajib Pajak paham dan mengerti mengenai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tetapi salah
hitung datanya.
c. Kesalahpahaman (missunderstanding), yaitu Wajib Pajak salah
menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d. Kealpaan (negligence), yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku
beserta bukti-buktinya secara lengkap.”
2.1.5.3 Bentuk Tindakan Tax Evasion
Tax evasion merupakan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-
undang perpajakan. Bentuk pelanggaran tersebut sesuai dengan pasal 38 dan Pasal
39 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983.
52
Menurut Moh. Zain (2008:52), bentuk tindakan tax evasion yaitu sebagai
berikut:
“ 1. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tidak benar.
3.Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP atau
pengukuhan Pengusahan Kena Pajak (PKP).
4. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong
5. Berusaha menyuap fiskus.”
2.1.6 Penerimaan Pajak
2.1.6.1 Pengertian Penerimaan Pajak
H. Simanjuntak Timbul dan Muklis Imam (2012:30) menyatakan bahwa:
“Penerimaan Negara dari pajak merupakan salah satu komponen penting
dalam rangka kemandirian pembiyaan pembangunan Maka optimalisasi
penerimaan pajak merupakan salah satu cara untuk menandai
pembangunan yang bersumber dari dalam negeri.”
Sedangkan dalam Kamus Besar Akuntansi pengertian Penerimaan pajak
adalah:
“Uang tunai yang diterima oleh negara dari iuran rakyat yang dipaksakan
berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tidak mendapat jasa timbal
balik (kontraprestasi) secara langsung”
Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia (kemenkeu.go.id),
menyatakan bahwa :
“Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona
penerimaan negara yang paling potensial, sebab peningkatan penerimaan
dalam negri dari sektor pajak adalah suatu yang wajar karena secara logis
jumlah pembayar pajak dari tahun ke tahun akan semakin besar berbanding
lurus dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan
masyarakat.Sedangkan penerimaan dalam negeri dari sektor migas,
cenderung menunjukan penurunan akibat cadangan sumber daya alam yang
semakin lama semakin terbatas”
53
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2014
Penerimaan Perpajakan adalah:
“Semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negri
dan pendapatan pajak perdagangan internasional”.
Menurut
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak adalah
sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus menerusoleh negara dari
iuran rakyat untuk menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah.
2.1.6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013: 27-29) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak adalah:
“1. Kejelasan, kepastian dan kesederhanaan peraturan perundang-
undangan perpajakan
Undang-undang yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti akan
memberikan penafsiran yang sama bagi wajib pajak dan fiskus. Dengan
adanya kepastian hukum dan kejelasan undang-undang tidak akan
menimbulkan salah interprestasi, selanjutnya akan menimbulkan
motivasi pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.
Ketentuan perpajakan yang dibuat sempurna mudah dipahami tentunya
hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat dilaksankan secara
efektif dan efisien. Dengan demikian hal ini akan memperlancar
penerimaan negara dari sektor pajak. Kesadaran dan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan akan 26 terbentuk dengan peraturan
yang tidak berbelit-belit. Prosedur yang tidak rumit dengan formulir
yang mudah dimengerti pengisiannya oleh wajib pajak
2. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam implementasi undang-undang perpajakan
merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan yang
memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan
tertentu di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan dalam hal ini adalah
dengan adanya keputusan menteri keuangan maupun surat edaran dari
DJP untuk hal-hal tertentu dalam perpajakan yang tidak dijelaskan
secara rinci dalam undangundang. Pemerintah diberikan asas Freies
54
Ermessen (kebebasan bertindak) dalam bentuk tertulis yang berupa
peraturan kebijaksanaan, berupa peraturan lain yang menjelaskan
petunjuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
3. Sistem administrasi
Sistem administrasi hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena
kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif
bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui
pemungutan pajak. Sistem administrasi memegang peran penting.
Kantor pelayanan pajak harus memiliki system administrasi yang tepat.
Sistem administrasi diharapkan tidak rumit tetapi ditekankan pada
kesederhanaan prosedur. Kerumitan sistem akan membuat wajib pajak
semakin enggan membayar pajak.
2. Pelayanan
Kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah beserta aparat
perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
optimalisasi penerimaan pajak. Kualitas pelayanan yang dimaksud
adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam
mengoptimalkan penerimaan Negara.
3. Kesadaran dan pemahaman warga negara
Rasa nasionalisme tinggi, kepedulian kepada bangsa dan negara serta
tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka
secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada
peraturan perpajakan.
4. Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral
tinggi)
Kualitas petugas sangat menentukan efektivitas undang-undang dan
peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik
sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien dan efektif
dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil. Petugas pajak yang
berhubungan dengan masyarakat pembayar pajak harus memiliki
intelektualitas tinggi, terlatih baik, digaji baik dan bermoral tinggi”.
2.1.6.3 Jenis Penerimaan Pajak
Menurut Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2003 penerimaan perpajakan
terbagi atas dua yaitu:
1. Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara yang
berasalah dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang
55
dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan
bangunan,cukai dan pajak lainnya
2. Pajak Perdagangan Internasional adalah semua penerimaan negara
yang berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Menurut undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Pasal 1 ayat (9) penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas
Negara. Di dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2003 mengelompokan penerimaan
Negara ke dalam tiga kelompok besar, yaitu penerimaan pajak, penerimaan Negara
bukan pajak, dan penerimaan hibah. Dalam Penelitian ini, penulis membatasi
pembahasan pada penerimaan Pajak Dalam Negeri khususnya Pajak Penghasilan.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No Nama dan
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Eriska
Wulandari
(2012)
Pengaruh
Pemeriksaan Pajak
Terhadap Tax
Evasion dan
Dampaknya
Terhadap
Penerimaan Pajak
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa
pemeriksaan pajak berpengaruh
terhadap tax evasion dan
pemeriksaan pajak berpengaruh
terhadap penerimaan pajak,
Selain itu secara parsial maupun
simultan pemeriksaan pajak dan
tax evasion berpengaruh
terhadap penerimaan pajak.
56
2 Andy Wijayanto
(2012)
Pengaruh
Pemeriksaan Pajak
Terhadap
Penerimaan Pajak
Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa baik secara
simultan maupun secara parsial
terdapat pengaruh yang
signifikan antara sanksi pajak,
administrasi pajak dan
pemeriksaan pajak terhadap
penggelapan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama
Garut,Tasikmalaya dan
Sumedang.
3 Theo Kusuma
Ardyaksa
(2014)
Pengaruh Keadilan,
Tarif Pajak,
Ketepatan
Pengalokasian,
Kecurangan,
Teknologi Dan
Informasi
Perpajakan Terhadap
Tax Evasion
Berdasarkan hasil dan simpulan
penelitian menunjukkan bahwa
ketepatan pengalokasian
pengeluaran, dan teknologi
informasi perpajakan secara
parsial berpengaruh negatif
terhadap penggelapan pajak.
Keadilan sistem perpajakan, tarif
pajak, dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan secara
parsial tidak berpengaruh
terhadap penggelapan pajak.
Secara keseluruhan kelima
variabel berpengaruh secara
simultan terhadap penggelapan
pajak.
4 Meiliana
Kurniawati
(2014)
Analisis Keadilan
Pajak, Biaya
Kepatuhan, Dan
Tarif Pajak Terhadap
Persepsi Wajib Pajak
Mengenai
Penggelapan Pajak
Di Surabaya Barat
Hasil analisis menunjukkan
keadilan pajak berpengaruh
negatif signifikan; biaya
kepatuhan berpengaruh positif
signifikan; tarif pajak
berpengaruh positif signifikan;
dan keadilan pajak, biaya
kepatuhan, dan tarif pajak secara
bersama-sama berpengaruh
terhadap persepsi penggelapan
pajak. Variabel yang paling
dominan mempengaruhi persepsi
penggelapan pajak adalah tarif
pajak karena memiliki nilai
standard coeficient beta 0,616.
5 Laura Evalina
Paranoan
(2015)
Pengaruh
Pemeriksaan Pajak
Terhadap
Penerimaan Pajak
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemeriksaan pajak
terbukti berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan
57
pajak. Namun, dalam hal ini
pengaruh pemeriksaan pajak atas
SPTLB akan mengurangi
penerimaan pajak di KPP Madya
Malang, karena adanya restitusi
yaitu pengembalian kelebihan
pembayaran pajak oleh Wajib
Pajak.
6 Rizky Oktaviani
(2016)
Pengaruh Keadilan
Tarif Pajak dan
Pemeriksaan Pajak
terhadap Tax
Evasion dan
dampaknya terhadap
penerimaan pajak
Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa adanya pengaruh keadilan
tarif pajak terhadap tax evasion
secara signifikan sebesar
23,79%, dan kualitas
pemeriksaan pajak berpengaruh
secara signifikan terhadap tax
evasion sebesar 41%
7 Ansyarif Khalid
(2016)
Pengaruh Self
Assesment System
Dan Pemeriksaan
Terhadap Tax
Evasion Dengan
Moralitas Pajak
Sebagai Variabel
Moderat pada Kpp
Pratama Makassar
Utara
Hasil pengujian hipotesis secara
simultan menunjukkan bahwa
secara serempak Pengaruh Self
Assessment system ,
Pemeriksaan Pajak serta Moral
Pajak sebagai variabel
moderating berpengaruh
signifikan terhadap tax evasion
dan secara parsial ditemukan
bahwa Self Assessment system
(X1) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tax evasion ,
Pemeriksaan Pajak (X2)
berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap tax evasion,
dan Moral Pajak (X3)
memoderasi Self Assessment
system terhadap tax evasion ,
sedangkan moral pajak tidak
memoderasi pemeriksaan pajak
terhadap tax evasion Pada KPP
Pratama Makassar Utara.
8 Pertiwi Dessi
Utami
(2016)
Pengaruh Tarif
Pajak, Teknologi
Informasi
Perpajakan, dan
Keadilan Sistem
Terhadap
Penggelapan Pajak:
Studi Empiris pada
Hasil dari penelitian ini tarif
pajak berpengaruh signifikan
terhadap Penggelapan Pajak di
KPP Pratama Kota Padang.
sedangkan pemanfaatan
teknologi dan informasi
perpajakan berpengaruh
signifikan positif terhadap
58
WPOP yang
Melakukan Usaha di
Kota Padang
penggelapan pajak di KPP
Pratama Kota Padang.
9 Muhammad
Faiza Azhari
(2017)
Pengaruh Self
Assesment System
dan Pemeriksaan
Pajak (Survey pada
KPP Madya
Bandung, KPP
Pratama Bandung
Cibeunying, KPP
Pratama Bandung
Cicadas, KPP
Pratama Bandung
Tegallega, dan KPP
Pratama Bandung
Bojonagara.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial self
assessment system berpengaruh
signifikan negatif sebesar
36,31% terhadap tax evasion, dan
pemeriksaan pajak berpengaruh
signifikan negatif sebesar
21,41% terhadap tax evasion.
Sedangkan secara simultan
bahwa self assessment system
dan pemeriksaan pajak
memberikan kontribusi sebesar
57,8% terhadap tax evasion.
Tabel 2.2
Perbedaan Penelitian
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Tempat
Penelitian
Populasi
Rizky
Oktavian
1. Keadilan
Tarif Pajak
2. Kualitas
Pemeriksaan
Pajak
1. Upaya
Meminimali
sasi
terjadinya
Tax Evasion
KPP Pratama
Soreang
Wajib Pajak
yang
terdaftar di
KPP
Soreang
Rancangan
Penelitian
1. Pemeriksaan
Pajak
2. Tarif Pajak
1. Tax Evasion
2. Penerimaan
Pajak
1. KPP Madya
Bandung
2. KPP
Pratama
Bandung
Cicadas
3. KPP
Pratama
Bandung
Tegallega
4. KPP
Pratama
Sumedang
52 orang
Fungsional
59
5. KPP
Pratama
Bandung
Bojonegara
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tax Evasion
Teori yang menghubungkan antara pengaruh pemeriksaan pajak terhadap
Tax Evasion adalah sebagai berikut:
Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya (2013:245), mengungkapkan bahwa:
“Salah satu upaya pencegahan Tax Evasion adalah menggunakan
pemeriksaan pajak (Tax Audit), tax audit yang dilakukan secara professional
oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk
penegakan hukum. Pemeriksaan merupakan hal pengawasan pelaksanaan
system Self Assesment yang dilakukan oleh wajib pajak dan harus berpegang
teguh pada undang-undang perpajakan”.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Stephana Dyah Ayu (2011) dalam
jurnalnya, mengungkapkan bahwa:
“Pemeriksaan Pajak dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib
pajak”.
Masih menurut Stephana Dyah Ayu (2011), presentase kemungkinan suatu
pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi
kecurangan yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion,
ketika seseorang menganggap bahwa presentase kemungkinan terdeteksinya
kecurangan melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan tinggi maka dia akan
cenderung untuk patuh terhadap atran perpajakan dalam hal ini berarti tidak
melakukan penggelapan pajak (tax evasion), karena dia takut jika ketika diperiksa
dan ternyata dia melakukan kecurangan maka dana yang akan dikeluarkan untuk
60
membayar denda akan jauh lebih besar daripada pajak yang sebenarnya harus dia
bayar.
Teori ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Stephana Dyah Ayu
(2011), Ansyarif Khalid (2016), Rizky Oktaviani (2016) menunjukan pemeriksaan
pajak berpengaruh negatif terhadap tax evasion (penggelapan pajak).
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh mencegah wajib pajak melakukan tax
evasion dan wajib pajak berusaha patuh terhadap peraturan undang-undang
perpajakan.
Hipotesis 1 : Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tax Evasion
2.2.2 Pengaruh Tarif Pajak terhadap Tax Evasion
Teori yang menghubungkan antara pengaruh tarif pajak terhadap tax
evasion diantaranya adalah:
Menurut Raymond Fisman dan Shang-Jin Wei (2001) dikutip Siri Kurnia
Rahayu (2013:149) yang menjelaskan bahwa:
“Tax rate dan tax evasion (pengauditan yang intensif atas berkas pajak untuk
memperoleh true taxable income sehingga korelasi antara tax rates (tarif
pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak) bisa ditentukan). Dalam
penelitian tersebut jumlah dan nilai impor cina dari Hongkong dan ekspor
Hongkong ke Can atas produk yang sama yang diperoleh dari World Bank’s
World Integrated Trede Solution data base, data yang dicocokan dengan
product specific tax rate di Cina (bea cukai ditambah value added tax rates)
terungkap bahwa evasion gap yang terjadi berkorelasi secara signifikan
dengan tax rate Cina. Besarnya gap merupakan indikasi besarnya evasion.
Fakta yang ada menunjukan bahwa banyak nilai produk yang hilang karena
tax rate yang tinggi”.
Masih menurut Siti Kurnia rahayu (2013:149)
61
“Salah satu penyebab terjadinya tax evasion adalah tarif pajak, sebab yang
lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak
patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum. Tingginya tarif pajak dan
kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintah, dan penghamburan
keuangan Negara yang berasal dari pajak”.
Teori ini didukung penelitian yang dilakukan Meiliana Kurniawati dan
Agus Arianto Toly (2014), Theo Kusuma Ardyaksa (2014) dan Pertiwi Dessi Utami
(2016) menujukan tarif pajak berpengaruh signifikan terhadap tax evasion.
Berdasarkan teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
pemeriksaan pajak berpengaruh mencegah wajib pajak melakukan tax evasion dan
wajib pajak berusaha patuh terhadap peraturan undang-undang perpajakan.
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tarif
pajak yang tinggi memungkinkan wajib pajak unruk melakukan kecurangan pajak
seperti penggelapan pajak karena tarif pajak yang tinggi diangggap memberatkan
wajib pajak.
Hipotesis 2 : Terdapat Pengaruh Tarif Pajak terhadap Tax Evasion
2.2.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Tarif Pajak terhadap Tax Evasion
Teori yang menghubungkan antara Pemeriksaan Pajak dan Tarif Pakak
terhadap Tax Evasion adalah sebagai berikut:
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:140) menyatakan bahwa:
“Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi
sitem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan kepada Wajib Pajak,
penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak”.
62
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:140) Tax evasion termasuk kedalam faktor
penegakan hukum perpajakan, dalam penegakan hukum perpajakan terdapat sanksi
pajak akibat tindakan illegal menggelapkan pajak.
Masih menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:140) menyatkan bahwa:
“Wajib pajak akan patuh (karena tertekan) karena mereka berfikir adanya
sanski berat akibat tindakan illegal dalam usahanya untuk menggelapkan
pajak.”
Teori ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Rizky Oktaviani (2016)
yang menunjukan Keadilan Tarif Pajak dan Kualitas Pemeriksaan Pajak
berpengaruh signifikan terhadap Tax Evasion.
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa Pemeriksaan Pajak dan Tarif pajak berpengaruh terhadap Tax Evasion.
Hipotesis 3 : Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Tarif Pajak
Terhadap Tax Evasion
2.2.4 Pengaruh Tax Evasion Terhadap Penerimaan Pajak
Teori yang menghubungkan antara Tax Evasion terhadap Penerimaan
Pajak adalah sebagai berikut:
Menurut Siti Kurnia dalam bukunya (2013:144-146) menyatakan bahwa:
“Usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak
merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak. Usaha tidak
membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun
meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi
hambatan dalam pemungutan pajak. Perlawanan terhadap pajak ini akan
mempengaruhi jumlah penerimaan Negara dari sektor pajak”.
63
Menurut Borck (2004) dikutip Simanjuntak H. Timbul dan Imam Mukhlis
(2012:89) menjelaskan bahwa:
“Dalam penelitiannya menentukan bahwa dampak pengenaan sanksi penalti
terhadap penggelapan pajak (tax evasion), berakibat menurunnya
penerimaan pajak yang diharapkan (expected rax revenue), tetapi
meningkatkan kesejahteraan wajib pajak (tax payer welfare). Menurutnya
apabila pengenaan sanksi denda diterapkan terhadap penggelapan pajak,
mala penghindaran pajak justru menjadi besar, penerimaan pajak menjadi
kecil”.
Teori ini didukung oleh penelitian dari Laura Evalina Paranoan (2015)
dengan hasil penelitian tax evasion berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
pajak.
Untuk mencapai penerimaan pajak sesuai target perlu ditumbuhkan
kesadaran wajib pajak untuk usaha membayar pajak. Jika belum adanya kesadaran
dari wajib pajak untuk membayar pajak maka wajib pajak akan berusaha melakukan
penggelapan pajak pajak sehingga pada akhirnya akan berimbas pada penurunan
penerimaan pajak Negara.
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa Tax Evasion berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak.
Hipotesis 4 : Terdapat Pengaruh Tax Evasion Terhadap Penerimaan Pajak
2.2.5 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak melalui
Tax Evasion Sebagai Variabel Intervening
Teori yang menghubungkan Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak melalui Tax Evasion adalah:
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2013:245) menyatakan bahwa:
64
“salah satu upaya pencegahan tax evasion adalah menggunakan
pemeriksaan pajak.
Menurut Erly Suandy (2011:93) menyatakan bahwa:
“Pemeriksaan Pajak adalah untuk meningkatkan kepatuhan (tax
compliance), melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement),
sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Tujuan pemeriksaan
pajak adalah melakukan pengujian terhadap kepatuhan wajib pajak atau
untuk tujuan lain. Pemeriksaan pajak memberikan deterrent effect terhadap
peningkatan kepatuhan wajib pajak yang secara langsung berpengaruh atas
peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan”.
Teori ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Eriska Wulandari
(2012) yang berjudul Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tax Evasion dan
Implikasinya pada Penerimaan Pajak yang menyatakan bahwa secara bersama-
sama variabel pemeriksaan pajak dan tax evasion memberikan kontribusi
(pengaruh) sebesar 80,0% terhadap penerimaan pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Andy Wijayanto (2012) yang berjudul
Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Study Kasus Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta) dengan hasil yang menyatakan bahwa
pemeriksaan pajak yang diukur melalui jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang
diterbitkan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama
Surakarta. Sedangkan, dari analisis efektivitas yang dilakukan diperoleh hasil
bahwa tingkat efektivitas penerimaan pajak pada tahun 2009 mempunyai efektivitas
sebesar 91,75% yang termasuk dalam kriteria efektif. Sedangkan penerimaan pajak
pada tahun 2010 dan 2011 termasuk dalam kriteria cukup efektif.
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa terdapat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak melalui tax
65
evasion. Ketika pemeriksaan pajak telag dilaksanakan dengan baik makan akan
dapat mencegah tindakan penggelapan pajak dan akan berdampak pula pada
penerimaan pajak yang akan semakin tinggi.
Hipotesis 5 : Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan
Pajak melalui Tax Evasion sebagai variabel Intervening
2.2.6 Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Melalui Tax
Evasion Sebagai Variabel Intervening
Teori yang menghubungkan Pengaruh Tarif Pajak terhadap Penerimaan
Pajak melalui Tax Evasion adalah sebagai berikut:
Menurut Edlund dan Aberg (2002) yang dikutip dari Simanjuntak . Timbul
dan Imam Mukhlis (2012:94-95) menyatakan bahwa:
“Bahwa the general tax level has a slightly negative impact on tax norm
support. Tinggi rendahnya tarif pajak berpengaruh negatif terhadap
dukungan kepatuhan wajib pajak. Secara teoritis pajak yang dikenakan
atas penghasilan akan mengurangi penghasilan sebesar pajak yang
dikenakan. Karena besarnya pajak yang dikenakan adalah ditentukan oleh
besarnya tarif dan besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, maka
apabila terjadi perubahan tarif akan berdampak pada perubahan besarnya
pajak yang dikenakan. Dalam hal ini apabila kebijakan pajak yang
dilakukan adalah menaikan tarif pajak, maka sebagai imbasnya
berdasarkan temuan ini bahwa kepatuhan pajak akan menurun sehingga
penerimaan pajak pun akan berkurang. Pemahaman pajak sebagai beban,
maka bila pajak tinggi diartikan sebagai beban tinggi tentu wajib pajak
akan menghindari. Namun demikian, apakah fenomena ini terkait dengan
penggelapan pajak secara empiric belum dapat dibuktikan, (social tax
norm influence the significance of tax evasion do not receive empirial
support)”.
Teori ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Windy Widiastuti
(2012) yang berjudul Pengaruh Tarif Pajak terhadap Tax Evasion dan
Implikasinya pada penerimaan pajak hasil penelitian menunjukan bahwa tarif
66
pajak berpengaruh terhadap tax evasion sebesar 59,9%. Selain itu secara parsial
maupun simultan tarif pajak dan tax evasion berpengaruh terhadap penerimaan
pajak sebesar 79,7%.
Berdasarkan uraian teori tersebut, dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa terdapat pengaruh tarif pajak terhadap penerimaan pajak melalui tax evasion,
ketika tarif pajak rendah maka akan mengurangi keinginan penggelapan pajak oleh
wajib pajak dan akan berdampak pula pada penerimaan pajak yang semakin tinggi,
Hipotesis 6 : Terdapat Pengaruh Tarif Pajak terhadap Penerimaan Pajak
melalui Tax Evasion sebagai Variabel Intervening
2.2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran dan keterkaitan antara variabel
pemeriksaan pajak dan tarif pajak terhadap tax evasion serta dampaknya
terhadap penerimaan pajak, maka dapat dirumuskan sebagai berikut
67
Pemeriksaan Pajak
1. Erly Suandy (2014)
2. Agus Sambodo (2014)
3. Siti Kurnia R (2013)
4. CCH Australia (2012)
Landasan Teori
Tarif Pajak
1. Siti Resmi (2014)
2. Siti Kurnia R (2013)
3. Erly Suandy (2011)
4. Supramono (2010)
Tax Evasion
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Erly Suandy (2014)
3. Oliver Camp (2016)
4. Kaushal Kumar (2007)
Penerimaan Pajak
1. UU No.27 Tahun 2014
2. Siti Kurnia R (2013)
3. H. Simanjuntak (2012)
Referensi
1. Stephana Dyah (2011)
2. Eriska Wulandari (2012)
3. Windy Widiastuti (2012)
4. Andy Wijayanto (2012)
6. Theo Kusuma A (2014)
7. Meiliana K (2014)
8. Laura Evalina P (2015)
9. Rizky Oktaviani (2016)
10. Ansyarif Khalidi (2016)
11. Pertiwi Desi U (2016)
12. M Faiza A (2017)
Data Penelitian
1. Fungsional di KPP Madya Bandung, KPP Pratama Bandung Cicadas, KPP
Pratama Bandung Tegallega, KPP Pratama Sumedang dan KPP Pratama Bandung
Bojonegara.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tax Evasion
3. Kuesioner dari 52 responden
Premis
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Stephana Dyah (2011)
3. Ansyarif Khalid (2016)
5. Rizky Oktaviani (2016)
Pemeriksaan Pajak Tax Evasion
Hipotesis 1
Premis
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Meiliana K (2014)
3. Theo Kusuma A (2014)
4. Pertiwi D U (2016)
Tarif Pajak Tax Evasion
Hipotesis 2
Premis
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Rizky Oktaviani (2016)
- Pemeriksaan Pajak
- Tarif PajakTax Evasion
Hipotesis 3
Premis
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Simanjuntak H (2012)
3. Laura E P (2015)
Tax Evasion Penerimaan Pajak
Hipotesis 4
Premis
1. Siti Kurnia R (2013)
2. Erly Suandy (2011)
3. Eriska W (2012)
4. Andy W (2012)
Pemeriksaan Pajak Penerimaan Pajak
Hipotesis 5
Tax Evasion
Premis
1. Simanjutak (2012)
2.Windy W (2012)Tarif Pajak Tax Evasion Penerimaan Pajak
Hipotesis 6
- Deskriptif
- Verifikatif
- Uji Validitas & Reliabilitas
- Uji Normalitas
- Path Analysis
- Uji Korelasi
- Uji Koefisien Determinasi
Analisis Data
Premis
1. Sugiyono (2017)
2. Moh Nazir (2011)
3. Arikunto (2012)
4. Juliansyah (2014)
68
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2016:93) Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka perlu dilakukannya
pengujian hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel
independent terhadap variabel dependent. Penulis mengasumsikan jawaban
sementara (hipotesis) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 = Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tax Evasion
H2 = Terdapat Pengaruh Tarif Pajak terhadap Tax Evasion
H3 = Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Tarif Pajak terhadap Tax Evasion
H4 = Terdapat Pengaruh Tax Evasion terhadap Penerimana Pajak
H5 = Terdapat Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak melalui Tax
Evasion sebagai variabel Intervening
H6 = Terdapat Pengaruh Tarif Pajak terhadap Penerimaan Pajak melalui Tax
Evasion sebagai variabel Intervening