BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud)...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud)...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
Belajar menurut Fontana dalam Eman Suherman (2003:8)
menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku
individu yang relatif tetap. Menurut Sugihartono, dkk (2012: 74)
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, dkk., 2012: 74)
mendefinisakn belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena
adanya pengalaman. Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang relatif
permanen karena adanya pengalaman.
Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan
potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil
dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga
dan masyarakat. Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai upaya
penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar
9
tumbuh dan berkembang secara optimal (Eman Suherman, dkk., 2003:
8). Menurut Nasution (Sugihartono, dkk., 2012: 80) mendefinisikan
pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar.
Berdasarkan definisi-definis di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan agar memberi
nuansa belajar sehingga terjadi proses pengembangan potensi dan
pembangunan karakter peserta didik .
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah
matematika. Ruseffendi (Eman Suherman, dkk., 2003:18) menyatakan
bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Menurut Herman
Hudojo (2005: 35) matematika tidak hanya berhubungan dengan
bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur
ruang sebagai sasarannya. Begle (Herman Hudojo, 2005: 36)
menyatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan matematika adalah
fakta, konsep, operasi dan prinsip.
Menurut Ebbutt, S dan Straker, A.(1995) dalam Marsigit
(2011:8) mendefinisikan matematika di sekolah sebagai berikut
a. Kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan
hubungan.
b. Kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan
penemuan.
10
c. Kegiatan dan hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan.
d. Kegiatan problem solving adalah bagian dari kegiatan matematika.
e. Algoritma merupakan prosedur untuk memperoleh jawaban-jawaban
persoalan matematika.
f. Interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan aktifitas, pola berpikir, pola
mengorganisasikan, prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah yang berhubungan dengan ide, proses dan
penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi, dan prinsip.
Berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran dan matematika,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses
pengembangan potensi dan karakter peserta didik melalui aktivitas,
pola berpikir, pola mengorganisasikan, prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan
ide, proses dan penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi dan
prinsip.
2. Pembelajaran Matematika SMP
Dalam lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang
Kurikulum SMP dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika
bertujuan agar siswa mendapatkan beberapa hal sebagai berikut.
11
a. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep
maupun algoritma, secara luwes akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.
b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah,
dan maupun membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau
data yang ada.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi
matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa
komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks
matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu,
dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah,
membangun model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun
bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingi tahu, perhatian, dan minat
dalam pemecahan masalah.
12
f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,
menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat
orang lain, santun, demolrasi, ulet, tangguh, kreatif, memghargai
kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti,
cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi
rasa dengan orang lain.
g. Melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang menggunakan
pengetahuan matematika.
h. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi
untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau
kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu
memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain.
Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut proses
pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa. Oleh karena itu
perlu diketahui karakteristik siswa SMP.
Menurut Hurlock (Rita, dkk., 2008: 124) menyatakan awal
masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam
belas tahun atau tujuh belas tahun. Siswa SMP kelas VIII dapat
dikategorikan sebagai remaja. Menurut Piaget, mereka berada dalam
tahap operasi formal. Pada tahap ini remaja mengalami transisi dari
penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal berpikir.
13
Pada usia ini yang berkembang pada peserta didik adalah
kemampuan berpikir secara simbolis serta dapat memahami sesuatu
secara bermakna tanpa memerlukan objek yang konkret bahkan objek
visual (Wiyani, 2013). Namun, meskipun menurut teori Piaget bahwa
siswa usia SMP telah berada dalam tahap operasional formal, tidak
ada salahnya guru masih menggunakan media dan alat peraga dalam
proses pembelajaran untuk memperjelas konsep. Hal ini dapat
dilakukan karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan
mental dari Piaget itu relatif tergantung pada individu.
3. Volume Bangun Ruang
Menurut Djoko (2001: 1) geometri ruang merupakan benda-
benda pikiran yang sifatnya abstrak, misalnya balok, kubus, prisma,
limas dan sebagainya. Benda pikiran dapat diperoleh dari benda nyata
dengan melaksanakan abstraksi dan idealisasi. Untuk mempermudah
pembahasan tentang bangun-bangun geometri ruang dalam
pembelajaran matematika di sekolah, guru dapat menggunakan
gambar atau model dari bangun itu. Model-model bangun geometri
ruang dapat digunakan sebagai alat peraga dalam pembelajaran.
Pada pembelajaran geometri ruang di SMP/MTs, salah satu
materi yang dipelajari adalah volume bangun ruang. Berdasarkan
Permendikbud nomor 68 tahun 2013, KI dan KD mata pelajaran
matematika kelas VIII tentang materi geometri dijelaskan pada Tabel
1.
14
Tabel 1 KI dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII
tentang Materi Geometri
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghargai dan
menghayati ajaran agama
yang dianutnya
2. Menghargai dan
menghayati perilaku jujur,
disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya
diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan
lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan
pergaulan dan
keberadaannya
3. Memahami dan
menerapkan pengetahuan
(faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya
terkait fenomena dan
kejadian tampak mata
3.9 Menentukan luas
permukaan dan volume
kubus, balok, prisma, dan
limas
4. Mengolah, menyaji, dan
menalar dalam ranah
konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan
membuat) dan ranah
abstrak (menulis,
membaca, menghitung,
menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori
15
Dalam materi volume bangun ruang kelas VIII terdapat 4 buah
bangun ruang yang akan dipelajari yaitu balok, kubus, prisma dan
limas.
a. Volume balok
Rumus volume balok adalah 𝑉 = 𝑝 × 𝑙 × 𝑡.
Dengan 𝑝 = panjang, 𝑙 = lebar dan 𝑡 = tinggi.
b. Volume kubus
Kubus mempunyai 12 rusuk sama panjang. Semua sisinya
mempunyai luas yang sama. Luas alas kubus dengan panjang
rusuk 𝑠 = 𝑠2
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑢𝑏𝑢𝑠 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑠2 × 𝑠 = 𝑠3
c. Volume prisma
Volume prisma dapat dihitung dengan rumus
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
d. Volume limas
Volume limas dapat dihitung dengan rumus
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠 =1
3× 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
4. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran (Nazarudin, 2007: 103) merupakan suatu
persiapan yang disusun guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran
dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil yang sesuai
dengan harapan. Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang
standar proses dan Permendikbud 103 tahun 2014 tentang pembelajaran
16
pada pendidikan dasar dan menengah mengisyaratkan bagi pendidik untuk
mengembangkan perencanaan dan persiapan mengajar meliputi
penyusunan silabus, rencana pelaksanaan pembelajara (RPP) dan media
pembelajaran yang mengacu pada Standar Isi.
Silabus dikembangkan berdasarkan SKL dan SI untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya silabus digunakan sebagai
acuan pengembangan RPP. Salah satu komponen dari RPP adalah bahan
ajar. Menurut Depdiknas (2008:7) bahan ajar adalah segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan
kegiatan belajar di kelas. Bahan ajar dapat berupa modul, buku teks,
handout, CD interaktif, dan lembar kerja siswa. Selanjutnya dalam
penelitian ini akan dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran
berupa RPP dan LKS.
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1) Pengertian RPP
Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar
proses dan Permendikbud nomor 103 tahun 2014 tentang
pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran
yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema
tertentu yang mengacu pada silabus. Sedangkan M. Hosnan (2004:
99) menyatakan bahwa RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Dalam setiap kegiatan
17
pembelajaran, seorang guru berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis guna mengarahkan siswa untuk mencapai
kompetensi dasar (KD).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa RPP
adalah rencana kegiatan pembelajaran untuk satu pertemuan atau
lebih yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau
tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan siswa
dalam mencapai kompetensi dasar.
2) Komponen RPP
Berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013, komponen RPP
terdiri atas:
a) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
b) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
c) kelas/semester;
d) materi pokok;
e) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan
mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
f) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD,
dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
18
g) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
h) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
i) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
j) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran;
k) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang
relevan;
l) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
m) penilaian hasil pembelajaran.
3) Langkah Pengembangan RPP
Langkah-langkah mengembangkan RPP berdasarkan
Permendikbud Nomor 103 Thaun 2013 dijabarkan sebagai berikut.
a) Pengkajian silabus meliputi
(1) KI dan KD;
(2) materi pembelajaran;
(3) proses pembelajaran;
19
(4) penilaian pembelajaran;
(5) alokasi waktu; dan
(6) sumber belajar.
b) Perumusan indikator pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3,
dan KI-4.
c) Materi pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran
dan bukupanduan guru, sumber belajar lain berupa muatan
lokal, materi kekinian, konteks pembelajarandari lingkungan
sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk
pembelajaran reguler, pengayaan dan remdial.
d) Penjabaran kegiatan pembelajaran yang ada pada silabus
dalam bentuk yang lebih operasional berupa pendekatan
saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan
pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan
sumber belajar.
e) Penentuan alokasi waktu untuk setiap pertemuan
berdasarkan alokasi waktu pada silabus, selanjutnya dibagi
ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
f) Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara
menentukan lingkup, teknik, dan instrumen penilaian, serta
membuat pedoman penskoran.
g) Menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah
dilakukan penilaian.
20
h) Menentukan media, alat, bahan dan sumber belajar
disesuaikan dengan yang telah ditetapkan dalam langkah
penjabaran proses pembelajaran.
b. Lembar Kerja Siswa
1) Pengertian LKS
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan panduan siswa yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan
masalah. Lembar kerja siswa dapat berupa panduan untuk latihan
pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan
semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau
demostrasi. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus
dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya
pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil
belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2012: 111).
Adapun tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36)
adalah sebagai berikut.
1) LKS membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.
2) LKS membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah
ditemukan.
3) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar.
4) LKS berfungsi sebagai penguatan.
5) LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.
21
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS
merupakan panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penyelidikan, pemecahan masalah, latihan pengembangan aspek
kognitif, dan eksperimen yang memuat sekumpulan kegiatan
mendasar yang harus dilakukan siswa untuk menemukan, memahami,
memaknai, dan menerapkan konsep.
2) Komponen LKS
Beberapa hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah
sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23-24).
a) Judul.
b) Petunjuk belajar (petunjuk siswa).
c) Kompetensi yang akan dicapai.
d) Informasi pendukung.
e) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja.
f) Penilaian.
3) Pengembangan LKS
Dalam menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS), dapat dilakukan
beberapa langkah-langkah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23).
1) Analisis kurikulum
2) Menyusun peta kebutuhan lembar kerja siswa (LKS).
3) Menentukan judul lembar kerja siswa (LKS).
4) Penulisan lembar kerja siswa (LKS).
22
Selanjutnya dalam Depdiknas (2008: 23) dijelaskan langkah-
langkah penulisan LKS adalah sebagai berikut.
1) Perumusan KD dari standar isi.
2) Menentukan bentuk penilaian.
3) Penyusunan materi.
4) Struktur lembar kerja siswa.
Setelah selesai menulis LKS, selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah evaluasi terhadap LKS tersebut. Evaluasi ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah LKS telah baik atau masih ada hal yang
perlu diperbaiki. Dalam evaluasi LKS harus memperhatikan syarat-
syarat pengembangan LKS. Hendro Darmojo dan Jenry Kaligis (1992:
41) menyampaikan bahwa LKS yang baik haruslah memenuhi
berbagai persyaratan misalnya didaktik, syarat konstruksi dan syarat
teknis.
1) Syarat-syarat didaktik
LKS dapat dikatakan memenuhi syarat didaktik apabila
mampu mengikuti asas-asas belajar mengajar yang efektif,
yaitu:
a) LKS yang baik mempehatikan adanya perbedaan
individual, sehingga dapat mengakomodasi kemampuan
siswa yang heterogen.
23
b) LKS menekankan pada proses untuk menemukan konsep-
konsep bukan pada materi.
c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan
kegiatan siswa.
d) LKS tidak hanya ditunjukan untuk mengenal fakta-fakta
dan konsep-konsep materi, tetapi juga dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi sosial,
emosional, moral, dan estetika pada diri siswa.
e) LKS memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh
tujuan pengembangan pribadi siswa dan bukan ditentukan
oleh materi bahan pelajaran.
2) Syarat-syarat konstruksi
Syarat konstruksi dapat dartikan sebagai syarat-syarat yang
berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa
kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya
haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh siswa.
3) Syarat-syarat teknis
Syarat-syarat teknis dalam penyusunan LKS yaitu.
a) Tulisan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
sebagai berikut.
(1) Penggunaan huruf yang jelas dibaca meliputi jenis
dan ukuran huruf.
24
(2) Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat
perintah dengan jawaban siswa bila perlu.
(3) Memperhatikan perbandingan ukuran huruf dengan
ukuran gambar.
b) Gambar
Gambar yang baik adalah gambar yang dapat
menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut
secara efektif kepada pengguna LKS untuk mendukung
kejelasan konsep.
c) Penampilan
Penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu
meliputi ukuran LKS, desain tampilan baik isi maupun
kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.
5. Pendekatan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan
salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan RME
pertama kali dikembangkan di Belanda. Teori RME diperkenalkan oleh
Freudenthal Institute (FI) pada awal tahun tujuh puluhan (Heuvel-
Panhuizen, 2003: 9). Menurut Freudhental (Atmini Dhoruri, dkk.,. 2011:
513) matematika merupakan aktivitas manusia, tidak hanya sebuah objek
yang harus ditransfer dari guru ke siswa.
Marsigit (2010: 1) menyatakan matematika realistik menekankan
kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal
25
bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Sedangkan menurut
Heuvel-Panhuizen (2003: 10) istilah realistik lebih mengacu kepada tujuan
bahwa siswa harus diberikan situasi masalah yang dapat mereka
bayangkan daripada mengacu kepada realitas suatu masalah. Akan tetapi
bukan berarti hubungan permasalahan dengan kehidupan sehari-hari
menjadi tidak penting, hal ini menyiratkan bahwa konteks dalam
pendidikan matematika realistik tidak selalu terbatas pada dunia nyata.
Dunia fantasi atau dongeng dan bahkan dunia matematika formal dapat
menjadi konteks permasalahan yang sesuai selama mereka “nyata” dalam
pikiran siswa.
Treffers (Wijaya, 2012: 21) merumuskan lima karakteristik
Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:
a. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Melalui penggunaan konteks, siswa
dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi
permasalahan.
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam
melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat
konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
26
Matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang
siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa.
d. Interaktivitas
Proses belajar bukan hanya suatu proses individu melainkan juga
secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.
e. Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak
konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,
konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara
terpisah satu sama lain.
Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam Atmini Dhoruri (2010:
3) dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan RME
terdapat tiga prinsip utama yaitu:
a. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi
progresif (progressive mathematization)
Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran
matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman
dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur,
dengan bimbingan guru. Seperti yang dikemukakan oleh Hans
Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus
dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan
kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses
matematisasi.
27
b. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)
Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam
mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang
terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual
yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari
masalahmasalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah
nyata.
c. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)
Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam
mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang
terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah
konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau
cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model atau cara-
cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan
proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa,
ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran
guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara
penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan
penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.
Matematika merupakan kegiatan pemecahan dan pencarian
masalah serta aktivitas mengorganisasikan permasalahan ke dalam dunia
nyata, yang kemudian disebut sebagai matematisasi. Freudenthal
menyatakan bahwa tidak ada matematika tanpa matematisasi. Sedangkan
28
matematisasi adalah tujuan inti dari pendidikan matematika (Heuvel-
Panhuizen, 2013: 11).
Treffers (Heuvel-Panhuizen, 2013: 12) mengemukakan gagasan
bahwa ada dua cara untuk melakukan matematisasi dalam konteks
pendidikan, yaitu dengan matematisasi secara horisontal dan matematisasi
secara vertikal. Dalam matematisasi horisontal, siswa menggunakan
pengetahuan yang mereka miliki untuk mengorganisasi dan memecahkan
masalah nyata yangada dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
matematisasi vertikal, adalah proses re-organisasi dan operasi yang
dilakukan oleh siswa dalam sistem matematika itu sendiri.
Menurut Wijaya (2012: 45) proses matematisasi untuk
menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut.
a. Diawali dengan masalah dunia nyata.
b. Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan
masalah, lalu mengorganisasi masalah sesuai dengan konsep
matematika.
c. Secara bertahap meninggalkan situasi dunia nyata melalui
proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses
tersebut bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata
ke dalam masalah matematika yang representatif.
d. Menyelesaikan masalah matematika (proses ini terjadi di dalam
dunia matematika).
e. Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam situasi
nyata, termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.
Frans Moerland (Atmini Dhoruri, 2010: 6) menyatakan dalam
prinsip-prinsip pembelajaran matematika realistik, matematisasi horizontal
terdiri tiga tingkatan, yaitu : (1) mathematical world orientation; (2) model
material; (3) building stone number relation. Sedangkan matematisasi
vertikal adalah kegiatan yang menggunakan notasi matematika formal.
29
Ketiga prinsip di atas oleh de Lang (Atmini Dhoruri, 2010: 6)
dijabarkan dalam karakteristik sebagai berikut.
a. Digunakannya konteks nyata untuk dieksplorasi oleh siswa.
b. Digunakannya instrumen-instrumen vertikal, seperti model-
model, skema-skema, diagram-diagram, dan simbol-simbol.
c. Digunakannya proses konstruktif dalam pembelajaran.
d. Adanya interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain serta antara siswa dengan guru.
e. Terdapat keterkaitan (intertwining) di antara berbagai materi
pelajaran untuk mendapatkan struktur materi secara matematis.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan Realistic Mathematics Education merupakan pendekatan
pembelajaran yang dimulai dari masalah realistik sebagai titik awal.
Masalah realistik yang dimaksud dapat berupa benda-benda konkrit,
pengalaman nyata siswa atau bahkan dari dunia fantasi seperti dongeng
namun nyata dalam pikiran siswa. Siswa menggunakan masalah realistik
tersebut untuk membangun pengetahuan matematikanya. Siswa akan
mengkosntruksi pengetahuan matematikanya menggunakan pengetahuan
yang telah dimiliki untuk menemukan pemahaman tentang sebuah konsep.
Kemudian pemahaman tersebut dibawa ke dalam bentuk matematika
formal.
30
6. Metode Saintifik
Metode saintifik pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan
Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode
laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson,
1996: Rudolph, 2005). Metode saintifik memiliki karakteristik “doing
science”. Metode ini mempermudah guru atau pengembang kurikulum
untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke
dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang
memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran
(Maria Varelas and Michael Ford, 2008: 31).
Menurut M. Hosnan (2014: 36) pembelajaran dengan metode
saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Berpusat pada siswa.
b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip.
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
d. Dapat mengembangkan karakter siswa.
Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan metode saintifik
dalam M. Hosnan (2014: 37) adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Pembelajaran membentuk students self concept.
c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan
prinsip.
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan
berpikir siswa.
f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan
motivasi mengajar guru.
31
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kemampuan dalam komunikasi.
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip
yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah
menetapkan Kurikulum 2013 pada sekolah atau madrasah secara bertahap.
Pada implementasi kurikulum 2013 yang diterapkan pada sekolah atau
madrasah menggunakan metode saintifik. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 a tahun 2013
proses pembelajaran pada kurikulum 2013 terdiri atas lima pengalaman
belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Penerapan metode saintifik
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi serta mengetahui bahwa informasi
bisa datang dari mana saja, kapan saja dan tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Berikut adalah langkah-langkah metode
saintifik menurut Permendikbud nomor 81 a tahun 2013.
a. Mengamati
Dalam langkah pembelajaran mengamati, siswa akan
melakukan kegiatan seperti membaca, mendengar, menyimak atau
melihat tanpa atau dengan media yang disajikan oleh guru. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah, seperti berikut ini.
a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi.
32
b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek
yang akan diobservasi.
c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu
diobservasi, baik primer maupun sekunder.
d) Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi.
e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan
untuk mengumpulkan data agar berjalan dengan mudah dan
lancar.
f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil
observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape
recorder, dan alat-alat tulis lainnya.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah
melatih kesungguhan, ketelitian dan mencari informasi.
b. Menanya
Dalam langkah pembelajaran menanya, siswa diharapkan
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari
apa yang telah diamati. Selain itu pertanyaan juga dapat diajukan
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
33
c. Mengumpulkan Informasi
Setelah melakukan langkah pembelajaran mengamati dan
menanya, siswa akan melakukan kegiatan untuk mengumpulkan
informasi lanjutan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.
Siswa dapat melakukan eksperimen, membaca buku teks atau sumber
lain, mengamati objek atau kejadian serta melakukan wawancara
dengan nara sumber.
Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang
lain, mengasah kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi nmelalui berbagai cara serta
mengembangkan kebiasaan belajar.
d. Mengasosiasi
Sebagai tidak lanjut dari kegiatan mengamati, menanya dan
mengumpulkan informasi maka dalam langkah pembelajaran ini siswa
akan melakukan kegiatan mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan infromasi yang
dikumpulkan bersifat menambah keluasaan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber.
34
Kompetensi yang ingin dikembangkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja
keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir
induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
e. Mengkomunikasikan
Bagian terakhir dari proses pembelajaran menggunakan
metode saintifik adalah mengkomunikasikan. Dalam langkah
pembelajaran ini peserta didik akan menyampaikan hasil pengamatan
sebelumnya. Peserta didik akan menarik kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya secara bersama-sama
dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang
dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan
klarifikasi oleh guru agar peserta didik akan mengetahui secara benar
apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang
harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi
sebagaimana pada standar proses.
Kompetensi yang ingin dikembangkan dalam langkah
pembelajaran ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
singkat dan jelas serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang
baik dan benar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
saintifik merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.
35
Proses pembelajaran melibatkan keterampilan dalam mengonstruksi
konsep. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk melatih
kemampuannya dalam mengkomunikasikan ide-ide atau konsep yang
telah didapat. Langkah-langkah dalam metode saintifik meliputi
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan
mengkomunikasikan.
7. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Pendekatan RME
dengan Metode Saintifik
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berbasis pada
pendekatan RME dengan metode Saintifik memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a. Berpusat pada siswa.
b. Menggunakan konteks atau permasalahan realistik sebagai titik
awal pembelajaran matematika.
c. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip.
d. Menggunakan model yang berfungsi sebagai jembatan dari
matematika tingkat konkrit menuju matematika formal.
e. Memuat langkah-langkah mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan
mengkomunikasikan.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan mampu
memfasilitasi dan mendorong siswa untuk menemukan, memahami dan
menerapkan serta mengembangkan pola berpikir yang kritis dan rasional.
36
Siswa diharapkan mampu membangun dan memahami konsep pada
pembelajaran matematika melalui hal-hal konkrit serta fakta-fakta yang
ada disekitarnya dengan langkah pembelajaran sesuai pendekatan RME
dan metode saintifik. Pembelajaran yang berlangsung diharapkan lebih
bermakna bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
8. Model dan Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Model dan prosedur pengembangan perangangkat pembelajaran ini
menggunakan model penelitian pengembangan atau Research and
Development (R&D) yang dikembangkan dengan model ADDIE.
Pengembangan dengan model ADDIE terdiri dari lima tahap yaitu
Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Model
pengembangan ini begitu sederhana dan sistematik sehingga sangat sesuai
dengan karakteristik pengembangan perangkat pembelajaran. Selain itu
model ADDIE lebih lengkap dari pada model pengembangan lain
(Endang, 2012:183). Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan
model ADDIE adalah sebagai berikut.
1. Analysis
Pada tahap ini melakukan identifikasi produk yang sesuai dengan
siswa, tujuan belajar, materi pembelajaran, lingkungan belajar serta
strategi penyampaian dalam pembelajaran.
2. Design
Pada tahap design hal yang dilakukan adalah merancang konsep
produk. Rancangan ditulis untuk masing-masing unit pembelajaran.
37
3. Development
Mengembangkan perangkat atau produk berbasis pada hasil
rancangan produk. Pada tahap ini mulai dibuat produknya yang sesuai
dengan struktur model.
4. Implementation
Memulai penggunaan produk dalam pembelajaran atau lingkungan
yang nyata.
5. Evaluation
Mengukur ketercapaian tujuan pengembangan produk serta
mencari informasi apa saja yang dapat membuat siswa mencapai hasil
dengan baik.
9. Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran
Menurut Nieveen (1999: 126), suatu produk pengembangan
material pembelajaran harus memenuhi kreiteria kevalidan, kepraktisan,
dan keefektifan. Berikut merupakan penjelasan dari setiap aspek dalam
pengembangan perangkat pembelajaran.
a. Kevalidan
Suatu produk dikatakan memiliki kualitas yang bagus menurut
Nieveen (1999: 127) jika dikembangkan sesuai dengan materinya
(content validity) dan semua komponen saling terhubung dengan
konsisten (construct validity). Perangkat pembelajaran dikatakan valid
jika dinyatakan layak digunakam dengan revisi atau tanpa revisi oleh
validator. Kelayakan dinilai dari empat aspek kelayakan oleh
38
Depdiknas (2008: 28) yaitu meliputi kelayakan isi, kelayakan
kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan.
b. Kepraktisan
Menurut Nieveen (1999: 127) aspek kepraktisan dari suatu
perangkat pembelajaran merujuk pada dua hal, yaitu (1) praktisi atau
ahli dapat menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang
dikembangkan bermanfaat bagi pengguna dan (2) perangkat
pembelajaran tersebut mudah diterapkan dilapangan. Perangkat
pembelajaran dikatakan praktis jika siswa dan guru memberikan respon
baik terhadap kebermanfaatn dan kemudahan perangkat pembelajaran.
Jika memenuhi kriteria tersebut maka perangkat pembelajaran tersebut
dapat dikatakan praktis.
c. Keefektifan
Menurut Nieveen (1999: 127-128) perangkat pembelajaran
dikatakan efektif jika peserta didik dapat memahami perangkat
pembelajaran tersebut dan secara nyata dapat mempengaruhi hasil
evaluasi formatif sesuai dengan harapan. Menurut Oemar Hamalik
(2005: 170) evaluasi formatif adalah suatu bentuj pelaksanaan evaluasi
yang dilakukan selama berlangsungnya program dan kegiatan
pembelajaran. Dalam hal ini, perangkat pembelajaran dikatakan efektif
jika siswa dapat mencapai KKM setelah menggunakannya.
39
B. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisa Rara Tyaningsih
(2015), yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan
Pendekatan Saintifik Pada Materi Trigonometri Untuk Peserta Didik Kelas
XI SMA” diperoleh hasil bahwa perangkat pembelajaran yang
dikembangkan valid dan memenuhi kriteria minimal baik. Penilaian RPP
oleh satu dosen ahli materi mendapatkan skor 4,42 dengan kualifikasi
sangat valid, sedangkan penilaian LKS oleh dosen ahli materi, ahli media
dan satu guru matematika mendapatkan skor rata-rata 4,01 dengan
kualifikasi valid.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmo Purwo Diharto
(2015), yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis
Realistic Mathematics Education (RME) Untuk Siswa SMP Kelas VIII
Pada Materi Teorema Pythagoras”. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan berupa RPP dan LKS. Hasil penilaian RPP yang
dikembangkan menunjukan sangat valid dengan skor 73,5. Sedangkan
hasil yang diperoleh untuk penilaian LKS dari ahli materi adalah valid
dengan skor 44 dan dari ahli media adalah sangat valid dengan skor 70.
Hasil proses kepraktisan pada RPP dan LKS menurut angket respon guru
dan siswa adalah praktis dengan skor 74,906.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Sebagai upaya peningkatan daya saing dari sumber daya manusia
di era globalisasi, pemerintah terus memperbaiki kualitas pendidikan di
40
Indonesia. Salah satu upaya yang dilakuakn oleh pemerintah adalah
dengan menerapkan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. Kurikulum
2013 dalam penerapannya menggunakan metode Saintifik dengan
langkah-langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
Matematika menjadi salah satu pelajaran wajib dan memiliki peran
penting dalam mendukung pendidikan. Namun, pelajaran matematika
dianggap sulit sehingga mengakibatkan rendahnya minat belajar siswa.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah pendekatan Realistic Mathematics Education.
Pendekatan ini menekankan pada masalah-masalah realistik sebagai titik
awal pembelajaran. Masalah realistik ini kemudian dibawa ke model
matematika yang lebih abstrak dengan mengaitkan dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa sesuai materi guna memperoleh konsep.
Selanjutnya konsep dikembangkan menjadi matematika bentuk formalnya.
Hal tersebut dapat membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Untuk memfasilitasi proses pembelajaran tersebut, dibutuhkan
perangkat pembelajaran. Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 dan
Permendikbud nomor 103 tahun 2014, mengisyaratkan bahwa guru harus
mengembangkan perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan media pembelajaran. Salah satu media
pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah lembar kerja siswa (LKS).
41
Perangkat pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk
mengatasi masalah di atas adalah RPP dan LKS yang berbasis pada
Pendekatan Realistic Mathematics Education yang sesuai dengan
Kurikulum 2013 yaitu menggunakan metode Saintifik. Perangkat yang
dikembangkan harus layak dengan memenuhi kriteria kevalidan,
kepraktisan dan keefektifan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
disajikan dalam Gambar 1 berikut ini.
42
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Kualitas pendidikan
di Indonesia
Peningkatan kualitas
pendidikan
Menggunakan
metode Saintifik
Penerapan
Kurikulum 2013
Matematika
dianggap sebagai
mata pelajaran yang
sulit.
Rendahnya minat
belajar
Diatasi dengan
pendekatan RME
Perlunya perangkat
pembelajaran untuk
memfasilitasi proses
pembelajaran
RPP berbasis
pendekatan RME
dengan metode
Saintifik
LKS berbasis
pendekatan RME
dengan metode
Saintifik
RPP dan LKS yang
valid, praktis dan efektif
43
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran berbasis
pendekatan Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik
untuk materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?
2. Bagaimana kevalidan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk
materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?
3. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk
materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?
4. Bagaimana keefektifan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk
materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?