BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud)...

36
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar menurut Fontana dalam Eman Suherman (2003:8) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap. Menurut Sugihartono, dkk (2012: 74) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, dkk., 2012: 74) mendefinisakn belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud)...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Belajar menurut Fontana dalam Eman Suherman (2003:8)

menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku

individu yang relatif tetap. Menurut Sugihartono, dkk (2012: 74)

belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Santrock dan Yussen (Sugihartono, dkk., 2012: 74)

mendefinisakn belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena

adanya pengalaman. Berdasarkan pengertian di atas, dapat

disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku

individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang relatif

permanen karena adanya pengalaman.

Pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan belajar.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

(Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pembelajaran, pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan

potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil

dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga

dan masyarakat. Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai upaya

penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

9

tumbuh dan berkembang secara optimal (Eman Suherman, dkk., 2003:

8). Menurut Nasution (Sugihartono, dkk., 2012: 80) mendefinisikan

pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur

lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik

sehingga terjadi proses belajar.

Berdasarkan definisi-definis di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan agar memberi

nuansa belajar sehingga terjadi proses pengembangan potensi dan

pembangunan karakter peserta didik .

Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah

matematika. Ruseffendi (Eman Suherman, dkk., 2003:18) menyatakan

bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang

berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Menurut Herman

Hudojo (2005: 35) matematika tidak hanya berhubungan dengan

bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur

ruang sebagai sasarannya. Begle (Herman Hudojo, 2005: 36)

menyatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan matematika adalah

fakta, konsep, operasi dan prinsip.

Menurut Ebbutt, S dan Straker, A.(1995) dalam Marsigit

(2011:8) mendefinisikan matematika di sekolah sebagai berikut

a. Kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan

hubungan.

b. Kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan

penemuan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

10

c. Kegiatan dan hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan.

d. Kegiatan problem solving adalah bagian dari kegiatan matematika.

e. Algoritma merupakan prosedur untuk memperoleh jawaban-jawaban

persoalan matematika.

f. Interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa matematika merupakan aktifitas, pola berpikir, pola

mengorganisasikan, prosedur operasional yang digunakan dalam

penyelesaian masalah yang berhubungan dengan ide, proses dan

penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi, dan prinsip.

Berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran dan matematika,

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses

pengembangan potensi dan karakter peserta didik melalui aktivitas,

pola berpikir, pola mengorganisasikan, prosedur operasional yang

digunakan dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan

ide, proses dan penalaran yang berkaitan dengan fakta, operasi dan

prinsip.

2. Pembelajaran Matematika SMP

Dalam lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang

Kurikulum SMP dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika

bertujuan agar siswa mendapatkan beberapa hal sebagai berikut.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

11

a. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam

menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep

maupun algoritma, secara luwes akurat, efisien, dan tepat, dalam

pemecahan masalah.

b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah,

dan maupun membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau

data yang ada.

c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi

matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa

komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks

matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu,

dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah,

membangun model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

d. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun

bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingi tahu, perhatian, dan minat

dalam pemecahan masalah.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

12

f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam

matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten,

menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat

orang lain, santun, demolrasi, ulet, tangguh, kreatif, memghargai

kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti,

cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi

rasa dengan orang lain.

g. Melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang menggunakan

pengetahuan matematika.

h. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi

untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau

kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu

memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain.

Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut proses

pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa. Oleh karena itu

perlu diketahui karakteristik siswa SMP.

Menurut Hurlock (Rita, dkk., 2008: 124) menyatakan awal

masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam

belas tahun atau tujuh belas tahun. Siswa SMP kelas VIII dapat

dikategorikan sebagai remaja. Menurut Piaget, mereka berada dalam

tahap operasi formal. Pada tahap ini remaja mengalami transisi dari

penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal berpikir.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

13

Pada usia ini yang berkembang pada peserta didik adalah

kemampuan berpikir secara simbolis serta dapat memahami sesuatu

secara bermakna tanpa memerlukan objek yang konkret bahkan objek

visual (Wiyani, 2013). Namun, meskipun menurut teori Piaget bahwa

siswa usia SMP telah berada dalam tahap operasional formal, tidak

ada salahnya guru masih menggunakan media dan alat peraga dalam

proses pembelajaran untuk memperjelas konsep. Hal ini dapat

dilakukan karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan

mental dari Piaget itu relatif tergantung pada individu.

3. Volume Bangun Ruang

Menurut Djoko (2001: 1) geometri ruang merupakan benda-

benda pikiran yang sifatnya abstrak, misalnya balok, kubus, prisma,

limas dan sebagainya. Benda pikiran dapat diperoleh dari benda nyata

dengan melaksanakan abstraksi dan idealisasi. Untuk mempermudah

pembahasan tentang bangun-bangun geometri ruang dalam

pembelajaran matematika di sekolah, guru dapat menggunakan

gambar atau model dari bangun itu. Model-model bangun geometri

ruang dapat digunakan sebagai alat peraga dalam pembelajaran.

Pada pembelajaran geometri ruang di SMP/MTs, salah satu

materi yang dipelajari adalah volume bangun ruang. Berdasarkan

Permendikbud nomor 68 tahun 2013, KI dan KD mata pelajaran

matematika kelas VIII tentang materi geometri dijelaskan pada Tabel

1.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

14

Tabel 1 KI dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII

tentang Materi Geometri

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menghargai dan

menghayati ajaran agama

yang dianutnya

2. Menghargai dan

menghayati perilaku jujur,

disiplin, tanggungjawab,

peduli (toleransi, gotong

royong), santun, percaya

diri, dalam berinteraksi

secara efektif dengan

lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan

pergaulan dan

keberadaannya

3. Memahami dan

menerapkan pengetahuan

(faktual, konseptual, dan

prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya tentang

ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya

terkait fenomena dan

kejadian tampak mata

3.9 Menentukan luas

permukaan dan volume

kubus, balok, prisma, dan

limas

4. Mengolah, menyaji, dan

menalar dalam ranah

konkret (menggunakan,

mengurai, merangkai,

memodifikasi, dan

membuat) dan ranah

abstrak (menulis,

membaca, menghitung,

menggambar, dan

mengarang) sesuai dengan

yang dipelajari di sekolah

dan sumber lain yang

sama dalam sudut

pandang/teori

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

15

Dalam materi volume bangun ruang kelas VIII terdapat 4 buah

bangun ruang yang akan dipelajari yaitu balok, kubus, prisma dan

limas.

a. Volume balok

Rumus volume balok adalah 𝑉 = 𝑝 × 𝑙 × 𝑡.

Dengan 𝑝 = panjang, 𝑙 = lebar dan 𝑡 = tinggi.

b. Volume kubus

Kubus mempunyai 12 rusuk sama panjang. Semua sisinya

mempunyai luas yang sama. Luas alas kubus dengan panjang

rusuk 𝑠 = 𝑠2

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑢𝑏𝑢𝑠 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑠2 × 𝑠 = 𝑠3

c. Volume prisma

Volume prisma dapat dihitung dengan rumus

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

d. Volume limas

Volume limas dapat dihitung dengan rumus

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠 =1

3× 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

4. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran (Nazarudin, 2007: 103) merupakan suatu

persiapan yang disusun guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran

dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil yang sesuai

dengan harapan. Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang

standar proses dan Permendikbud 103 tahun 2014 tentang pembelajaran

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

16

pada pendidikan dasar dan menengah mengisyaratkan bagi pendidik untuk

mengembangkan perencanaan dan persiapan mengajar meliputi

penyusunan silabus, rencana pelaksanaan pembelajara (RPP) dan media

pembelajaran yang mengacu pada Standar Isi.

Silabus dikembangkan berdasarkan SKL dan SI untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya silabus digunakan sebagai

acuan pengembangan RPP. Salah satu komponen dari RPP adalah bahan

ajar. Menurut Depdiknas (2008:7) bahan ajar adalah segala bentuk bahan

yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan

kegiatan belajar di kelas. Bahan ajar dapat berupa modul, buku teks,

handout, CD interaktif, dan lembar kerja siswa. Selanjutnya dalam

penelitian ini akan dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran

berupa RPP dan LKS.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

1) Pengertian RPP

Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar

proses dan Permendikbud nomor 103 tahun 2014 tentang

pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran

yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema

tertentu yang mengacu pada silabus. Sedangkan M. Hosnan (2004:

99) menyatakan bahwa RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran

tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Dalam setiap kegiatan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

17

pembelajaran, seorang guru berkewajiban menyusun RPP secara

lengkap dan sistematis guna mengarahkan siswa untuk mencapai

kompetensi dasar (KD).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa RPP

adalah rencana kegiatan pembelajaran untuk satu pertemuan atau

lebih yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau

tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan siswa

dalam mencapai kompetensi dasar.

2) Komponen RPP

Berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013, komponen RPP

terdiri atas:

a) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;

b) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;

c) kelas/semester;

d) materi pokok;

e) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk

pencapaian KD dan beban belajar dengan

mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia

dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

f) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD,

dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat

diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan;

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

18

g) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;

h) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan

prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir

sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;

i) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

j) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran

untuk menyampaikan materi pelajaran;

k) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan

elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang

relevan;

l) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan

pendahuluan, inti, dan penutup; dan

m) penilaian hasil pembelajaran.

3) Langkah Pengembangan RPP

Langkah-langkah mengembangkan RPP berdasarkan

Permendikbud Nomor 103 Thaun 2013 dijabarkan sebagai berikut.

a) Pengkajian silabus meliputi

(1) KI dan KD;

(2) materi pembelajaran;

(3) proses pembelajaran;

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

19

(4) penilaian pembelajaran;

(5) alokasi waktu; dan

(6) sumber belajar.

b) Perumusan indikator pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3,

dan KI-4.

c) Materi pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran

dan bukupanduan guru, sumber belajar lain berupa muatan

lokal, materi kekinian, konteks pembelajarandari lingkungan

sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk

pembelajaran reguler, pengayaan dan remdial.

d) Penjabaran kegiatan pembelajaran yang ada pada silabus

dalam bentuk yang lebih operasional berupa pendekatan

saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan

pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan

sumber belajar.

e) Penentuan alokasi waktu untuk setiap pertemuan

berdasarkan alokasi waktu pada silabus, selanjutnya dibagi

ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

f) Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara

menentukan lingkup, teknik, dan instrumen penilaian, serta

membuat pedoman penskoran.

g) Menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah

dilakukan penilaian.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

20

h) Menentukan media, alat, bahan dan sumber belajar

disesuaikan dengan yang telah ditetapkan dalam langkah

penjabaran proses pembelajaran.

b. Lembar Kerja Siswa

1) Pengertian LKS

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan panduan siswa yang

digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan

masalah. Lembar kerja siswa dapat berupa panduan untuk latihan

pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan

semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau

demostrasi. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus

dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya

pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil

belajar yang harus ditempuh (Trianto, 2012: 111).

Adapun tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36)

adalah sebagai berikut.

1) LKS membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.

2) LKS membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah

ditemukan.

3) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar.

4) LKS berfungsi sebagai penguatan.

5) LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

21

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS

merupakan panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan

penyelidikan, pemecahan masalah, latihan pengembangan aspek

kognitif, dan eksperimen yang memuat sekumpulan kegiatan

mendasar yang harus dilakukan siswa untuk menemukan, memahami,

memaknai, dan menerapkan konsep.

2) Komponen LKS

Beberapa hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah

sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23-24).

a) Judul.

b) Petunjuk belajar (petunjuk siswa).

c) Kompetensi yang akan dicapai.

d) Informasi pendukung.

e) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja.

f) Penilaian.

3) Pengembangan LKS

Dalam menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS), dapat dilakukan

beberapa langkah-langkah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23).

1) Analisis kurikulum

2) Menyusun peta kebutuhan lembar kerja siswa (LKS).

3) Menentukan judul lembar kerja siswa (LKS).

4) Penulisan lembar kerja siswa (LKS).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

22

Selanjutnya dalam Depdiknas (2008: 23) dijelaskan langkah-

langkah penulisan LKS adalah sebagai berikut.

1) Perumusan KD dari standar isi.

2) Menentukan bentuk penilaian.

3) Penyusunan materi.

4) Struktur lembar kerja siswa.

Setelah selesai menulis LKS, selanjutnya yang perlu dilakukan

adalah evaluasi terhadap LKS tersebut. Evaluasi ini dimaksudkan

untuk mengetahui apakah LKS telah baik atau masih ada hal yang

perlu diperbaiki. Dalam evaluasi LKS harus memperhatikan syarat-

syarat pengembangan LKS. Hendro Darmojo dan Jenry Kaligis (1992:

41) menyampaikan bahwa LKS yang baik haruslah memenuhi

berbagai persyaratan misalnya didaktik, syarat konstruksi dan syarat

teknis.

1) Syarat-syarat didaktik

LKS dapat dikatakan memenuhi syarat didaktik apabila

mampu mengikuti asas-asas belajar mengajar yang efektif,

yaitu:

a) LKS yang baik mempehatikan adanya perbedaan

individual, sehingga dapat mengakomodasi kemampuan

siswa yang heterogen.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

23

b) LKS menekankan pada proses untuk menemukan konsep-

konsep bukan pada materi.

c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan

kegiatan siswa.

d) LKS tidak hanya ditunjukan untuk mengenal fakta-fakta

dan konsep-konsep materi, tetapi juga dapat

mengembangkan kemampuan komunikasi sosial,

emosional, moral, dan estetika pada diri siswa.

e) LKS memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh

tujuan pengembangan pribadi siswa dan bukan ditentukan

oleh materi bahan pelajaran.

2) Syarat-syarat konstruksi

Syarat konstruksi dapat dartikan sebagai syarat-syarat yang

berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa

kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya

haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh siswa.

3) Syarat-syarat teknis

Syarat-syarat teknis dalam penyusunan LKS yaitu.

a) Tulisan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain

sebagai berikut.

(1) Penggunaan huruf yang jelas dibaca meliputi jenis

dan ukuran huruf.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

24

(2) Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat

perintah dengan jawaban siswa bila perlu.

(3) Memperhatikan perbandingan ukuran huruf dengan

ukuran gambar.

b) Gambar

Gambar yang baik adalah gambar yang dapat

menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut

secara efektif kepada pengguna LKS untuk mendukung

kejelasan konsep.

c) Penampilan

Penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu

meliputi ukuran LKS, desain tampilan baik isi maupun

kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.

5. Pendekatan Realistic Mathematics Education

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan

salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika. Pendekatan RME

pertama kali dikembangkan di Belanda. Teori RME diperkenalkan oleh

Freudenthal Institute (FI) pada awal tahun tujuh puluhan (Heuvel-

Panhuizen, 2003: 9). Menurut Freudhental (Atmini Dhoruri, dkk.,. 2011:

513) matematika merupakan aktivitas manusia, tidak hanya sebuah objek

yang harus ditransfer dari guru ke siswa.

Marsigit (2010: 1) menyatakan matematika realistik menekankan

kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkrit sebagai titik awal

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

25

bagi siswa guna memperoleh konsep matematika. Sedangkan menurut

Heuvel-Panhuizen (2003: 10) istilah realistik lebih mengacu kepada tujuan

bahwa siswa harus diberikan situasi masalah yang dapat mereka

bayangkan daripada mengacu kepada realitas suatu masalah. Akan tetapi

bukan berarti hubungan permasalahan dengan kehidupan sehari-hari

menjadi tidak penting, hal ini menyiratkan bahwa konteks dalam

pendidikan matematika realistik tidak selalu terbatas pada dunia nyata.

Dunia fantasi atau dongeng dan bahkan dunia matematika formal dapat

menjadi konteks permasalahan yang sesuai selama mereka “nyata” dalam

pikiran siswa.

Treffers (Wijaya, 2012: 21) merumuskan lima karakteristik

Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:

a. Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal

pembelajaran matematika. Melalui penggunaan konteks, siswa

dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi

permasalahan.

b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam

melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model

berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika tingkat

konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

26

Matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang

siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa.

d. Interaktivitas

Proses belajar bukan hanya suatu proses individu melainkan juga

secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

e. Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak

konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,

konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara

terpisah satu sama lain.

Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam Atmini Dhoruri (2010:

3) dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan RME

terdapat tiga prinsip utama yaitu:

a. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi

progresif (progressive mathematization)

Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran

matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman

dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur,

dengan bimbingan guru. Seperti yang dikemukakan oleh Hans

Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus

dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan

kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses

matematisasi.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

27

b. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology)

Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam

mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang

terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual

yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari

masalahmasalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah

nyata.

c. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model)

Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam

mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang

terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah

konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau

cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model atau cara-

cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan

proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa,

ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran

guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara

penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan

penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.

Matematika merupakan kegiatan pemecahan dan pencarian

masalah serta aktivitas mengorganisasikan permasalahan ke dalam dunia

nyata, yang kemudian disebut sebagai matematisasi. Freudenthal

menyatakan bahwa tidak ada matematika tanpa matematisasi. Sedangkan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

28

matematisasi adalah tujuan inti dari pendidikan matematika (Heuvel-

Panhuizen, 2013: 11).

Treffers (Heuvel-Panhuizen, 2013: 12) mengemukakan gagasan

bahwa ada dua cara untuk melakukan matematisasi dalam konteks

pendidikan, yaitu dengan matematisasi secara horisontal dan matematisasi

secara vertikal. Dalam matematisasi horisontal, siswa menggunakan

pengetahuan yang mereka miliki untuk mengorganisasi dan memecahkan

masalah nyata yangada dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan

matematisasi vertikal, adalah proses re-organisasi dan operasi yang

dilakukan oleh siswa dalam sistem matematika itu sendiri.

Menurut Wijaya (2012: 45) proses matematisasi untuk

menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut.

a. Diawali dengan masalah dunia nyata.

b. Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan dengan

masalah, lalu mengorganisasi masalah sesuai dengan konsep

matematika.

c. Secara bertahap meninggalkan situasi dunia nyata melalui

proses perumusan asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses

tersebut bertujuan untuk menerjemahkan masalah dunia nyata

ke dalam masalah matematika yang representatif.

d. Menyelesaikan masalah matematika (proses ini terjadi di dalam

dunia matematika).

e. Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam situasi

nyata, termasuk mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.

Frans Moerland (Atmini Dhoruri, 2010: 6) menyatakan dalam

prinsip-prinsip pembelajaran matematika realistik, matematisasi horizontal

terdiri tiga tingkatan, yaitu : (1) mathematical world orientation; (2) model

material; (3) building stone number relation. Sedangkan matematisasi

vertikal adalah kegiatan yang menggunakan notasi matematika formal.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

29

Ketiga prinsip di atas oleh de Lang (Atmini Dhoruri, 2010: 6)

dijabarkan dalam karakteristik sebagai berikut.

a. Digunakannya konteks nyata untuk dieksplorasi oleh siswa.

b. Digunakannya instrumen-instrumen vertikal, seperti model-

model, skema-skema, diagram-diagram, dan simbol-simbol.

c. Digunakannya proses konstruktif dalam pembelajaran.

d. Adanya interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa yang

satu dengan siswa yang lain serta antara siswa dengan guru.

e. Terdapat keterkaitan (intertwining) di antara berbagai materi

pelajaran untuk mendapatkan struktur materi secara matematis.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendekatan Realistic Mathematics Education merupakan pendekatan

pembelajaran yang dimulai dari masalah realistik sebagai titik awal.

Masalah realistik yang dimaksud dapat berupa benda-benda konkrit,

pengalaman nyata siswa atau bahkan dari dunia fantasi seperti dongeng

namun nyata dalam pikiran siswa. Siswa menggunakan masalah realistik

tersebut untuk membangun pengetahuan matematikanya. Siswa akan

mengkosntruksi pengetahuan matematikanya menggunakan pengetahuan

yang telah dimiliki untuk menemukan pemahaman tentang sebuah konsep.

Kemudian pemahaman tersebut dibawa ke dalam bentuk matematika

formal.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

30

6. Metode Saintifik

Metode saintifik pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan

Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode

laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson,

1996: Rudolph, 2005). Metode saintifik memiliki karakteristik “doing

science”. Metode ini mempermudah guru atau pengembang kurikulum

untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke

dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang

memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran

(Maria Varelas and Michael Ford, 2008: 31).

Menurut M. Hosnan (2014: 36) pembelajaran dengan metode

saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Berpusat pada siswa.

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi

konsep, hukum atau prinsip.

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa.

d. Dapat mengembangkan karakter siswa.

Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran dengan metode saintifik

dalam M. Hosnan (2014: 37) adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran berpusat pada siswa.

b. Pembelajaran membentuk students self concept.

c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan

prinsip.

e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan

berpikir siswa.

f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan

motivasi mengajar guru.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

31

g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih

kemampuan dalam komunikasi.

h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip

yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah

menetapkan Kurikulum 2013 pada sekolah atau madrasah secara bertahap.

Pada implementasi kurikulum 2013 yang diterapkan pada sekolah atau

madrasah menggunakan metode saintifik. Menurut Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 a tahun 2013

proses pembelajaran pada kurikulum 2013 terdiri atas lima pengalaman

belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Penerapan metode saintifik

dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam

mengenal, memahami berbagai materi serta mengetahui bahwa informasi

bisa datang dari mana saja, kapan saja dan tidak bergantung pada

informasi searah dari guru. Berikut adalah langkah-langkah metode

saintifik menurut Permendikbud nomor 81 a tahun 2013.

a. Mengamati

Dalam langkah pembelajaran mengamati, siswa akan

melakukan kegiatan seperti membaca, mendengar, menyimak atau

melihat tanpa atau dengan media yang disajikan oleh guru. Kegiatan

mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh

langkah-langkah, seperti berikut ini.

a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

32

b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek

yang akan diobservasi.

c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu

diobservasi, baik primer maupun sekunder.

d) Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi.

e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan

untuk mengumpulkan data agar berjalan dengan mudah dan

lancar.

f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil

observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape

recorder, dan alat-alat tulis lainnya.

Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah

melatih kesungguhan, ketelitian dan mencari informasi.

b. Menanya

Dalam langkah pembelajaran menanya, siswa diharapkan

mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari

apa yang telah diamati. Selain itu pertanyaan juga dapat diajukan

untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.

Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah

mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan

merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu

untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

33

c. Mengumpulkan Informasi

Setelah melakukan langkah pembelajaran mengamati dan

menanya, siswa akan melakukan kegiatan untuk mengumpulkan

informasi lanjutan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.

Siswa dapat melakukan eksperimen, membaca buku teks atau sumber

lain, mengamati objek atau kejadian serta melakukan wawancara

dengan nara sumber.

Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan ini adalah

mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang

lain, mengasah kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan

mengumpulkan informasi nmelalui berbagai cara serta

mengembangkan kebiasaan belajar.

d. Mengasosiasi

Sebagai tidak lanjut dari kegiatan mengamati, menanya dan

mengumpulkan informasi maka dalam langkah pembelajaran ini siswa

akan melakukan kegiatan mengolah informasi yang sudah

dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati

dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan infromasi yang

dikumpulkan bersifat menambah keluasaan dan kedalaman sampai

kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari

berbagai sumber.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

34

Kompetensi yang ingin dikembangkan dalam kegiatan ini

adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja

keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir

induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

e. Mengkomunikasikan

Bagian terakhir dari proses pembelajaran menggunakan

metode saintifik adalah mengkomunikasikan. Dalam langkah

pembelajaran ini peserta didik akan menyampaikan hasil pengamatan

sebelumnya. Peserta didik akan menarik kesimpulan berdasarkan hasil

analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya secara bersama-sama

dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang

dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan

klarifikasi oleh guru agar peserta didik akan mengetahui secara benar

apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang

harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi

sebagaimana pada standar proses.

Kompetensi yang ingin dikembangkan dalam langkah

pembelajaran ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,

kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan

singkat dan jelas serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang

baik dan benar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode

saintifik merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

35

Proses pembelajaran melibatkan keterampilan dalam mengonstruksi

konsep. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk melatih

kemampuannya dalam mengkomunikasikan ide-ide atau konsep yang

telah didapat. Langkah-langkah dalam metode saintifik meliputi

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan

mengkomunikasikan.

7. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Pendekatan RME

dengan Metode Saintifik

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berbasis pada

pendekatan RME dengan metode Saintifik memiliki karakteristik sebagai

berikut.

a. Berpusat pada siswa.

b. Menggunakan konteks atau permasalahan realistik sebagai titik

awal pembelajaran matematika.

c. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi

konsep, hukum atau prinsip.

d. Menggunakan model yang berfungsi sebagai jembatan dari

matematika tingkat konkrit menuju matematika formal.

e. Memuat langkah-langkah mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan

mengkomunikasikan.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan mampu

memfasilitasi dan mendorong siswa untuk menemukan, memahami dan

menerapkan serta mengembangkan pola berpikir yang kritis dan rasional.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

36

Siswa diharapkan mampu membangun dan memahami konsep pada

pembelajaran matematika melalui hal-hal konkrit serta fakta-fakta yang

ada disekitarnya dengan langkah pembelajaran sesuai pendekatan RME

dan metode saintifik. Pembelajaran yang berlangsung diharapkan lebih

bermakna bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.

8. Model dan Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Model dan prosedur pengembangan perangangkat pembelajaran ini

menggunakan model penelitian pengembangan atau Research and

Development (R&D) yang dikembangkan dengan model ADDIE.

Pengembangan dengan model ADDIE terdiri dari lima tahap yaitu

Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Model

pengembangan ini begitu sederhana dan sistematik sehingga sangat sesuai

dengan karakteristik pengembangan perangkat pembelajaran. Selain itu

model ADDIE lebih lengkap dari pada model pengembangan lain

(Endang, 2012:183). Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan

model ADDIE adalah sebagai berikut.

1. Analysis

Pada tahap ini melakukan identifikasi produk yang sesuai dengan

siswa, tujuan belajar, materi pembelajaran, lingkungan belajar serta

strategi penyampaian dalam pembelajaran.

2. Design

Pada tahap design hal yang dilakukan adalah merancang konsep

produk. Rancangan ditulis untuk masing-masing unit pembelajaran.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

37

3. Development

Mengembangkan perangkat atau produk berbasis pada hasil

rancangan produk. Pada tahap ini mulai dibuat produknya yang sesuai

dengan struktur model.

4. Implementation

Memulai penggunaan produk dalam pembelajaran atau lingkungan

yang nyata.

5. Evaluation

Mengukur ketercapaian tujuan pengembangan produk serta

mencari informasi apa saja yang dapat membuat siswa mencapai hasil

dengan baik.

9. Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran

Menurut Nieveen (1999: 126), suatu produk pengembangan

material pembelajaran harus memenuhi kreiteria kevalidan, kepraktisan,

dan keefektifan. Berikut merupakan penjelasan dari setiap aspek dalam

pengembangan perangkat pembelajaran.

a. Kevalidan

Suatu produk dikatakan memiliki kualitas yang bagus menurut

Nieveen (1999: 127) jika dikembangkan sesuai dengan materinya

(content validity) dan semua komponen saling terhubung dengan

konsisten (construct validity). Perangkat pembelajaran dikatakan valid

jika dinyatakan layak digunakam dengan revisi atau tanpa revisi oleh

validator. Kelayakan dinilai dari empat aspek kelayakan oleh

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

38

Depdiknas (2008: 28) yaitu meliputi kelayakan isi, kelayakan

kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikan.

b. Kepraktisan

Menurut Nieveen (1999: 127) aspek kepraktisan dari suatu

perangkat pembelajaran merujuk pada dua hal, yaitu (1) praktisi atau

ahli dapat menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang

dikembangkan bermanfaat bagi pengguna dan (2) perangkat

pembelajaran tersebut mudah diterapkan dilapangan. Perangkat

pembelajaran dikatakan praktis jika siswa dan guru memberikan respon

baik terhadap kebermanfaatn dan kemudahan perangkat pembelajaran.

Jika memenuhi kriteria tersebut maka perangkat pembelajaran tersebut

dapat dikatakan praktis.

c. Keefektifan

Menurut Nieveen (1999: 127-128) perangkat pembelajaran

dikatakan efektif jika peserta didik dapat memahami perangkat

pembelajaran tersebut dan secara nyata dapat mempengaruhi hasil

evaluasi formatif sesuai dengan harapan. Menurut Oemar Hamalik

(2005: 170) evaluasi formatif adalah suatu bentuj pelaksanaan evaluasi

yang dilakukan selama berlangsungnya program dan kegiatan

pembelajaran. Dalam hal ini, perangkat pembelajaran dikatakan efektif

jika siswa dapat mencapai KKM setelah menggunakannya.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

39

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisa Rara Tyaningsih

(2015), yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan

Pendekatan Saintifik Pada Materi Trigonometri Untuk Peserta Didik Kelas

XI SMA” diperoleh hasil bahwa perangkat pembelajaran yang

dikembangkan valid dan memenuhi kriteria minimal baik. Penilaian RPP

oleh satu dosen ahli materi mendapatkan skor 4,42 dengan kualifikasi

sangat valid, sedangkan penilaian LKS oleh dosen ahli materi, ahli media

dan satu guru matematika mendapatkan skor rata-rata 4,01 dengan

kualifikasi valid.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmo Purwo Diharto

(2015), yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis

Realistic Mathematics Education (RME) Untuk Siswa SMP Kelas VIII

Pada Materi Teorema Pythagoras”. Perangkat pembelajaran yang

dikembangkan berupa RPP dan LKS. Hasil penilaian RPP yang

dikembangkan menunjukan sangat valid dengan skor 73,5. Sedangkan

hasil yang diperoleh untuk penilaian LKS dari ahli materi adalah valid

dengan skor 44 dan dari ahli media adalah sangat valid dengan skor 70.

Hasil proses kepraktisan pada RPP dan LKS menurut angket respon guru

dan siswa adalah praktis dengan skor 74,906.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Sebagai upaya peningkatan daya saing dari sumber daya manusia

di era globalisasi, pemerintah terus memperbaiki kualitas pendidikan di

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

40

Indonesia. Salah satu upaya yang dilakuakn oleh pemerintah adalah

dengan menerapkan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. Kurikulum

2013 dalam penerapannya menggunakan metode Saintifik dengan

langkah-langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Matematika menjadi salah satu pelajaran wajib dan memiliki peran

penting dalam mendukung pendidikan. Namun, pelajaran matematika

dianggap sulit sehingga mengakibatkan rendahnya minat belajar siswa.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi

masalah tersebut adalah pendekatan Realistic Mathematics Education.

Pendekatan ini menekankan pada masalah-masalah realistik sebagai titik

awal pembelajaran. Masalah realistik ini kemudian dibawa ke model

matematika yang lebih abstrak dengan mengaitkan dengan pengetahuan

yang telah dimiliki siswa sesuai materi guna memperoleh konsep.

Selanjutnya konsep dikembangkan menjadi matematika bentuk formalnya.

Hal tersebut dapat membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Untuk memfasilitasi proses pembelajaran tersebut, dibutuhkan

perangkat pembelajaran. Dalam Permendikbud nomor 65 tahun 2013 dan

Permendikbud nomor 103 tahun 2014, mengisyaratkan bahwa guru harus

mengembangkan perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan media pembelajaran. Salah satu media

pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah lembar kerja siswa (LKS).

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

41

Perangkat pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk

mengatasi masalah di atas adalah RPP dan LKS yang berbasis pada

Pendekatan Realistic Mathematics Education yang sesuai dengan

Kurikulum 2013 yaitu menggunakan metode Saintifik. Perangkat yang

dikembangkan harus layak dengan memenuhi kriteria kevalidan,

kepraktisan dan keefektifan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat

disajikan dalam Gambar 1 berikut ini.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

42

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Kualitas pendidikan

di Indonesia

Peningkatan kualitas

pendidikan

Menggunakan

metode Saintifik

Penerapan

Kurikulum 2013

Matematika

dianggap sebagai

mata pelajaran yang

sulit.

Rendahnya minat

belajar

Diatasi dengan

pendekatan RME

Perlunya perangkat

pembelajaran untuk

memfasilitasi proses

pembelajaran

RPP berbasis

pendekatan RME

dengan metode

Saintifik

LKS berbasis

pendekatan RME

dengan metode

Saintifik

RPP dan LKS yang

valid, praktis dan efektif

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/44291/3/BAB II.pdf · (Permendikbud) nomor 103 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan ... membuat pedoman penskoran. g)

43

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran berbasis

pendekatan Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik

untuk materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?

2. Bagaimana kevalidan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan

Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk

materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?

3. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan

Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk

materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?

4. Bagaimana keefektifan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan

Realistic Mathematics Education dengan metode Saintifik untuk

materi volume bangun ruang siswa SMP kelas VIII?