BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

19
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang akan diungkapkan oleh para ahli dengan berbagai sumber yang ada. Landasan teori terdiri atas berbagai pustaka. Masing-masing dari pustaka memiliki ciri yang berbeda-beda. Perbedaan timbul karena latar belakang pandangan oleh masing- masing ahli. Dari masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori yang berkaitan dengan (1) Media Gambar; (2) Make a Match berbantuan gambar; (3) Pembelajaran Konvensional berbantuan Gambar; dan (4) Hasil belajar siswa. 2.1.1 Media Gambar 2.1.1.1 Pengertian Media Gambar Media gambar merupakan media yang paling umum digunakan dalam proses belajar mengajar, karena merupakan bahasa yang umum dan dapat mudah dimengerti oleh peserta didikdikemukakan oleh Sarwono dan Relmasira (2011:74). Edgar Dale dalam Hamalik (1980:57), gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau pikiran. Macam-macamnya : lukisan, gambar seri, potret, slide, filmstrip, opaque projection. Susiana (2008:15), mengemukakan media gambar diam adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi. Biasanya sama dengan bentuk foto yaitu gambar diam. Foto-foto yang menampilkan gambar bentuk dan wujud yang sesuai dengan aslinya. Menurut Hermawan (2010:11.19), Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan”. Gambar merupakan alat visual yang penting dan mudah didapat. Gambar membuat orang dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, baik yang ditulis maupun yang diucapkan” dikemukakan oleh Hamzah (1981:27).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam kajian teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang akan

diungkapkan oleh para ahli dengan berbagai sumber yang ada. Landasan teori

terdiri atas berbagai pustaka. Masing-masing dari pustaka memiliki ciri yang

berbeda-beda. Perbedaan timbul karena latar belakang pandangan oleh masing-

masing ahli.

Dari masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori yang

berkaitan dengan (1) Media Gambar; (2) Make a Match berbantuan gambar; (3)

Pembelajaran Konvensional berbantuan Gambar; dan (4) Hasil belajar siswa.

2.1.1 Media Gambar

2.1.1.1 Pengertian Media Gambar

“Media gambar merupakan media yang paling umum digunakan dalam

proses belajar mengajar, karena merupakan bahasa yang umum dan dapat mudah

dimengerti oleh peserta didik” dikemukakan oleh Sarwono dan Relmasira

(2011:74).

Edgar Dale dalam Hamalik (1980:57), “gambar adalah segala sesuatu yang

diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan

atau pikiran. Macam-macamnya : lukisan, gambar seri, potret, slide, filmstrip,

opaque projection.

Susiana (2008:15), mengemukakan “media gambar diam adalah media

visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi”. Biasanya

sama dengan bentuk foto yaitu gambar diam. Foto-foto yang menampilkan

gambar bentuk dan wujud yang sesuai dengan aslinya.

Menurut Hermawan (2010:11.19), “Media visual adalah media yang hanya

dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan”. Gambar merupakan alat

visual yang penting dan mudah didapat. “Gambar membuat orang dapat

menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, baik

yang ditulis maupun yang diucapkan” dikemukakan oleh Hamzah (1981:27).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

7

Hamalik (1980:81), mengatakan bahwa “gambar ilustrasi fotografi adalah

gambar yang tidak diproyeksikan, terdapat dimana-mana, baik dilingkungan anak-

anak maupun dilingkungan orang dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan

kepada anak-anak”.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gambar adalah media visual yang

berupa gambar atau foto yang mudah diperoleh dan dapat ditunjukkan kepada

peserta didik.

2.1.1.2 Kelebihan Media Gambar

Hamzah (1981:29-30), menyebutkan kelebihan dari gambar yaitu:

a. gambar mudah diperoleh, bisa digunting dari majalah atau dibuat

sendiri. Mudah menggunakannya. Tidak memerlukan alat tambahan.

b. penggunaan gambar merupakan hal yang wajar dalam proses belajar

tanpa memberi kesan “show” seperti yang sering dituduhkan kepada

penggunaan slaid atau film.

c. koleksi gambar dapat diperbesar terus.

d. mudah mengatur pilihan untuk suatu pelajaran. Untuk penyajian jumlah

gambar dapat disesuaikan dengan besarnya koleksi.

Kelebihan dari gambar menurut Ridha Sarwono dan Relmasira (2011:74),

meliputi (a) sifatnya konkrit, lebih realistrik dibandingkan dengan media verbal;

(b) dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda

maupun tua; dan (c) murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus

dalam penyampaiannya.

Beberapa kelebihan media gambar menurut Sadiman (2008:29) adalah

sebagai berikut:

a. Sifatnya konkrit. Gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok

masalah dibanding dengan media verbal semata

b. Gambar dapat mengatasai masalah batasan ruang dan waktu. Tidak

semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas , dan tidak

selalu bisa, anak-anak dibawa ke objek tersebut. Untuk itu gambar atau

foto dapat mengatasinya

c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau

penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang

dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar

d. Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk

tingkat usia beberapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan

kesalah pahaman

e. Murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan, tanpa memerlukan

peralatan yang khusus.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

8

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa kelebihan dari media gambar adalah (a)

bersifat konkrit; (b) mudah di dapat dan diperoleh; (c) mudah digunakan; (d) dan

mengatasi batas waktu dan ruang.

2.1.1.3 Kelemahan Media Gambar

Menurut Ridha Sarwono dan Stefanus (2011: 75) kelemahan dari media

gambar adalah gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata dan

ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Dan menurut Sadiman

(2008:31), “gambar atau foto hanya menekankan presepsi indra mata, gambar atau

foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, dan

ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar”.

2.1.2 Make a Match Berbantuan Gambar

Banyak sekali model pembelajaran yang diterapkan dan digunakan oleh

guru dalam waktu sekarang ini. Salah satu diantaranya adalah Make a Match

(mencari pasangan). Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari

pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenangkan. Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas,

guru menerapkan model pembelajaran Make a Match. Model pembelajaran Make

a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat

diterapkan kepada siswa.

Model pembelajaran Make a Match mengajak siswa mencari jawaban

terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan yang

dikemukakan oleh Komalasari (2010:85). Dan menurut Suprijono, (2012:94) hal-

hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a

Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan

dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Model pembelajaran Make a Match pada mulanya dikembangkan oleh

Lorna Curran (1994) dalam Rusman (2012:223), “salah satu keunggulan model

ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik, dalam suasana yang menyenangkan”. Model ini dapat membangkitkan

semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam model ini ada pembagian kelompok yaitu kelompok

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

9

pemegang kartu masalah dan kelompok pemegang kartu jawaban. Model Make a

Match dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

Make a Match merupakan model pembelajaran yang membuat siswa dapat aktif

mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan kartu jawaban sehingga suasana

dalam pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa dapat berfikir mencari

informasi sendiri tentang materi yang sudah diajarkan. Unsur yang ada yaitu aktif,

menyenangkan dan berfikir kritis. Make a Match dikolaborasikan dengan gambar

maka akan menambah keaktifan dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran.

2.1.2.1 Tujuan dari Model Pembelajaran Make a Match

Tujuan kooperatif tipe Make a Match meliputi pendalaman materi,

menggali materi, dan untuk selingan. Dengan adanya model pembelajaran Make a

Match siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran serta siswa tidak

merasa bosan dengan metode ceramah yang diberikan guru sebelumnya. Dan

suasana pembelajaran akan lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match

Kelebihan dari model pembelajaran Make a Match adalah (1) mampu

menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan; (2) materi pembelajaran

yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian; (3) mampu

meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara

klasikal.

Kekurangan dari model pembelajaran Make a Match adalah (1) diperlukan

bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan; (2) waktu yang tersedia perlu

dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran; (3) guru perlu

persiapan alat dan bahan yang memadai.

2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match Berbantuan

Gambar

Langkah-langkah pembelajaran Make a Match Lorna Curran dalam

Komalasari (2010:85-86), adalah sebagi berikut :

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

10

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau

topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal

dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.

3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal/jawaban).

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin.

6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu

yang berbeda dari sebelumnya.

7) Demikian seterusnya.

8) Kesimpulan/penutup.

Model pembelajaran kooperatif Make a Match atau mencari pasangan

dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) dalam Rusman (2012:223-224),

langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan

beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi

review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu

jawaban). (2) Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau

soal dari kartu yang dipegang. (3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu

yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban). (4) Siswa yang dapat

mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. (5) Setelah satu babak,

kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,

demikian seterusnya. (6) Kesimpulan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran

Make a Match adalah (1) guru mengkondisikan siswa untuk mempersiapkan diri

mengikuti pembelajaran dengan mencari pasangan (Make a Match); (2) guru

menyampaikan tujuan pembelajaran; (3) guru menyiapkan kartu soal dan kartu

jawaban kemudian dibagikan kepada siswa; (4) kemudian siswa memikirkan

soal/jawaban yang ada dikartu yang telah dibawa siswa; (5) siswa mencari

pasangan melalui kartu soal/jawaban yang cocok dengan kartu yang dibawa siswa

dengan batas waktu yang telah ditentukan guru; (6) setelah menemukan pasangan,

siswa mencocokkan soal dan jawaban, bagi yang menjawab benar akan mendapat

point dan menjawab salah tidak mendapat poin; (7) setelah permainan selesai di

babak pertama, kartu dapat diacak kembali dan permainan dapat dimulai lagi; (8)

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

11

setelah dapat dilakukan secara berulang-ulang, maka siswa dan guru bersama-

sama mencocokkan jawaban dan mengambil kesimpulan bersama.

Berikut adalah sintak pembelajaran Make a Match dengan berbantuan

gambar serta sintak pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 1

Sintak Make A Match Berbantuan Gambar

LANGKAH-LANGKAH TINGKAH LAKU GURU

LANGKAH 1

Guru mengkondisikan

siswa untuk

mempersiapkan diri

mengikuti pembelajaran

dengan Make a Match

Guru masuk ke kelas menanyakan keadaan/kabar

siswa, mengkondisikan siswa dengan menyiapkan

peralatan tulis yang harus disiapkan. Tapi

sebelumnya memberikan salam dan berdoa terlebih

dahulu. Guru menyampaikan model pembelajaran

Make a Match berbantuan gambar yang akan

digunakan dalam pembelajaran dan cara

bermainnya.

LANGKAH 2

Guru menyampaikan

tujuan pembelajaran

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, agar

siswa dapat memahami tentang proses pembentukan

tanah dan jenis-jenis batuan dengan memperhatikan

gambar. Serta apersepsi sebelum pelajaran dimulai.

LANGKAH 3

Guru menyiapkan kartu

soal dan kartu jawaban

kemudian dibagikan

kepada siswa

Guru sudah terlebih dahulu menyiapkan kartu soal

dan jawaban. Kemudian guru membagikan kepada

siswa satu per satu.

LANGKAH 4

Siswa memikirkan

soal/jawaban yang ada

dikartu yang telah dibawa

siswa

Guru membimbing siswa dalam memikirkan

soal/jawaban dengan memberi petunjuk cara

bermain kartu pada awal pelajaran.

LANGKAH 5

Siswa mencari pasangan

melalui kartu soal/jawaban

yang cocok dengan kartu

yang dibawa siswa dengan

batas waktu yang telah

ditentukan guru;

Guru memberikan batasan waktu kepada siswa.

Agar siswa dengan cepat dan tepat dalam

melakukan kegiatan mencari pasangan kartu siswa.

LANGKAH 6

Setelah menemukan

pasangan, siswa

mencocokkan soal dan

jawaban, bagi yang

Guru mengoreksi hasil pasangan yang diperoleh

siswa. Antara kartu soal dengan kartu jawaban

sudah betul atau belum. Guru akan memberi poin

bagi yang menjawab benar.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

12

menjawab benar akan

mendapat point dan

menjawab salah tidak

mendapat poin;

LANGKAH 7

Setelah permainan selesai

di babak pertama, kartu

dapat diacak kembali dan

permainan dapat dimulai

lagi

Guru mengumpulkan dan mengacak kartu kembali

agar siswa mendapat kartu yang berbeda. Kemudian

guru mengintruksikan permainan akan dimulai lagi.

LANGKAH 8

Setelah dapat dilakukan

secara berulang-ulang,

maka siswa dan guru

bersama-sama

mencocokkan jawaban dan

mengambil kesimpulan

bersama.

Kemudian guru mengevaluasi siswa dengan

menanyakan jawaban atau soal yang di dapat siswa.

Sudah sesuai dengan pasangannya atau tidak?

Siswa harus sampai paham dengan konsep/topik

dari permainan Make a Match. Kemudian guru dan

siswa mengambil kesimpulan bersama-sama.

2.1.3 Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar

Pembelajaran konvensional biasanya disebut juga dengan ceramah.

Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada guru dan siswa

bersifat pasif. Menurut Djamarah (2010:97), “metode ceramah adalah metode

yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam

proses belajar mengajar”.

Menurut Roestiyah (1989:136), “pembelajaran konvensional adalah cara

mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah

Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah”. Sukandi dalam Kholik (2011)

mendefinisikan bahwa “pembelajaran konvensional ditandai dengan guru

mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,

tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan

sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan”.

Sagala (2009:201) dalam Taniredja (2011:45) ceramah juga sebagai kegiatan

memberikan informasi dengan kata-kata yang sering mengaburkan dan kadang-

kadang ditafsirkan salah.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

13

Sedangkan menurut Taniredja (2011:45), “metode kuliah mimbar atau

ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses belajar

mengajar. Biasanya sebelum menggunakan metode lain dalam pembelajaran, guru

menggunakan metode ceramah terlebih dahulu sebagai pengantar”.

Jadi pembelajaran konvensional itu pembelajaran yang berpusat pada

guru. Dengan cara ceramah, siswa lebih banyak mendengarkan dan siswa bersifat

pasif. Pembelajaran konvensional berbantuan gambar setiap pembelajaran

berlangsung menggunakan bantuan gambar yang dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Sehingga siswa tidak jenuh dan bosan dengan pembelajaran ceramah.

2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran Konvensional

Menurut Brooks dan Brooks dalam Juliantara (2009), “penyelenggaraan

pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa

penambahan pengetahuan, sehingga belajar dapat dilihat sebagai proses „meniru‟

dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah

dipelajari melalui kuis atau tes standar”. Guru berasumsi bahwa keberhasilan

pembelajaran dilihat dari ketuntasan siswa dalam mencapai materi dalam

kurikulum. Guru sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan

materi dalam kurikulum. Sehingga penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada

buku teks dan kemampuan siswa mengungkapkan kembali isi buku teks daripada

keterampilan proses siswa itu sendiri.

Jadi, tujuan pembelajaran konvensional adalah untuk menambah

pengetahuan belajar, siswa dituntut untuk mengungkapkan kembali materi atau

pengetahuan yang telah disampaikan guru. Siswa sebagai objek yang bersifat

pasif. Sehingga pembelajaran konvensional masih berpusat pada guru.

2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Konvensional

Semua pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Berikut akan disajikan kelebihan dari pembelajaran konvensional ceramah

menurut Djamarah (2010:97) antara lain (1) guru mudah menguasai kelas; (2)

mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas; (3) dapat diikuti oleh jumlah

siswa yang besar; (4) mudah mempersiapkan dan melaksanakannya; dan (5) guru

mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Dan kelemahannya menurut

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

14

Djamarah (2010:97-98) antara lain (1) mudah menjadi verbalisme (pengertian

kata-kata); (2) yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) yang besar

menerimanya; (3) bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan; (4) guru

menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar

sekali; dan (5) menyebabkan siswa menjadi pasif.

Menurut Roestiyah (1989:138-139), pengajaran dengan model ini

dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama (a) guru akan lebih

mudah mengawasi ketertiban siswa dalam mendengarkan pelajaran; (b) bila ada

murid tidak mendengarkan atau mempunyai kesibukan segera akan diketahui,

kemudian diberikan teguran/peringatan; (c) bagi guru juga ringan, karena

perhatiannya tidak terbagi-bagi atau terpecah-pecah, kegiatan siswa yang sejenis

itu tidak perlu guru membagi-bagi perhatian; (d) anak-anak serempak

mendengarkan guru dan guru sepenuh perhatian dapat memusatkan pada kelas.

Sedangkan adapula kelemahan dari pembelajaran ini, menurut Roestiyah

(1989:138) yaitu (a) guru tidak mampu untuk mengontrol sejauh mana siswa telah

memahami uraiannya; (b) apakah ketenangan/kediaman mereka dalam

mendengarkan pelajaran itu berarti bahwa mereka telah memahami pelajaran yang

diberikan oleh guru? Hal itu masih perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut;

(c) apakah dengan sikap diam itu berarti siswa disiplin patuh mendengarkan

pelajaran dengan baik?; (d) ataukah tidak ada kemungkinan bahwa siswa asyik

mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian itu, dalam menangkap

pengertian pelajaran dapat memberi pengertian yang berbeda mengenai kata-kata

maupun istilahnya, sehingga kesimpulan yang diperoleh juga lain dengan apa

yang dimaksudkan oleh guru.

Menurut Taniredja (2011:45-46), keunggulan dari metode ceramah adalah

(1) cepat untuk menyampaikan informasi; (2) dapat menyampaikan informasi

dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi siswa akan menurun dengan

cepat setelah ia mendengarkan ceramah lebih dari 20 menit secara terus menerus

yang dikemukakan oleh Taniredja, 2011:46 (E.J. Thomas (1970) dalam Budiarjo,

L.. (1997:8-15)). Disamping itu masih ada beberapa kelemahan metode ceramah

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

15

seperti : (a) komunikasi yang terjadi hanya satu arah; (b) dosen mengalami

kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual pendengar yang heterogen; dan

(c) mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk berpikir dan berperilaku kreatif.

2.1.3.3 Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar

Berikut terdapat 3 fase atau langkah di dalam pembelajaran yang

menggunakan model konvensional atau model ceramah menurut Djamarah

(2010:99) sebagai berikut :

Tabel 2

Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional

LANGKAH

JENIS KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Tahap Persiapan 1. Menciptakan kondisi belajar siswa

Tahap Pelaksanaan 2. Penyajian, guru menyampaikan bahan pelajaran

(metode ceramah)

3. Asosiasi/komparasi, artinya memberi kesempatan

pada siswa untuk menghubungkan dan

membandingkan materi ceramah yang telah

diterimanya melalui tanya jawab (metode tanya

jawab)

4. Generalisasi/kesimpulan, memberikan tugas kepada

siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil

ceramah (metode/tugas)

Evaluasi/Tindak

Lanjut

5. Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa

mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes

lisan dan tulisan atau tugas lain.

Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah

pembelajaran konvensional ada 3 fase atau tahap yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan evaluasi/tindak lanjut. Dalam tahap persiapan guru menciptakan

kondisi belajar siswa sebelum melakukan pembelajaran, seperti menyiapkan

peralatan tulis, buku dan sikap siswa sebelum belajar dimulai. Kemudian dalam

tahap pelaksanaan guru menyanjikan pelajaran dengan ceramah (memberi

penjelasan), memberi kesempatan siswa untuk bertanya jawab dan kesimpulan

(memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan). Dan dalam

evaluasi atau tindak lanjut guru mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

16

melalui tes lisan atau tertulis. Pembelajaran konvensional diterapkan dengan

bantuan gambar maka sintak pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 3

Sintak Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar

Tahap-tahap Kegiatan Guru

Tahap Persiapan

Guru masuk ke kelas, berdo‟a dan mengucapkan salam

Guru menyiapkan kondisi belajar siswa

Guru merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

Guru menentukan pokok materi yang akan disampaikan

Guru mempersiapkan alat bantu media gambar yaitu

gambar jenis batuan

Tahap

Pelaksanaan

Guru meyakinkan siswa untuk memahami tujuan

pembelajaran yang akan dicapai

Guru melakukan apersepsi : dengan membuka bingkisan

yang di dalamnya adalah batu

Guru menjaga kontak dengan siswa secara terus menerus

Guru menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah

dicerna siswa

Guru menyajikan materi pembelajaran secara sistematis

dengan menjelaskan secara ceramah dan menyajikan

gambar jenis batuan

Guru menanggapi respon siswa dengan segera

Guru menjaga kondisi kelas agar kelas tetap kondusif dan

menggairahkan untuk belajar

Evaluasi

Guru membimbing siswa dengan menarik kesimpulan

Guru merangsang siswa untuk dapat menanggapi tentang

materi pelajaran yang disampaikan

Guru melakukan evaluasi dengan mengerjakan LKS

Dari Tabel 3, tahap yang dipersiapkan guru ada 3 tahap yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dimana tahap persiapan meliputi

saat guru masuk ke kelas kemudian berdo‟a dan siswa memberi salam kepada

guru serta menyiapkan kondisi siswa. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan

pembelajaran dan materi yang akan dibahas dengan ceramah berbantuan gambar.

Dalam tahap pelaksanaan, guru memberikan apersepsi dengan membawa

bingkisan contoh batu yang akan dibuka oleh siswa dan siswa mendeskripsikan

batu yang sudah dibuka dari bingkisan. Selanjutnya guru menyampaikan materi

dengan ceramah dan dikombinasikan dengan menunjukkan sebuah gambar jenis

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

17

batuan. Tahap terakhir evaluasi guru membimbing siswa untuk mengerjakan LKS

serta bertanya jawab kembali dan menarik kesimpulan dari materi yang sudah

disampaikan menggunakan ceramah.

2.1.4 Hasil Belajar

Setiap orang yang melakukan kegiatan proses belajar tentunya ada hasil

yang ingin dicapai, yaitu hasil belajar. Hasil belajar mencakup proses dan

pengalaman secara individu maupun kelompok yang berlangsung di sekolah

maupun luar sekolah. Menurut Sudjana (1990:22), “hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya”.

Menurut Gagne dalam Suprijono (2012:2), “belajar adalah perubahan

disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas”. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang

secara alamiah. Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan

latihan. “Learning is any relatively permanent change in behavior that is result of

past experience. Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen

sebagai hasil dari pengalaman” yang dikemukakan Morgan dalam Suprijono

(2012:3). Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah

belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari

tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Drs. Slameto

(Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta;1999), “belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22-

23) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif,

afektif, dan ranah psikomotoris. Perinciannya adalah sebagai berikut : (1) Ranah

Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. (2) Ranah

Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. (3)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

18

Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu. Ada 6 aspek dalam ranah ini yaitu (a) gerakan

refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)

keharmonisan/ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan

ekspresif dan interpretatif.

Ketiga objek diatas menjadi objek penilaian hasil belajar. Ranah

kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan

dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne dalam

Suprijono (2012:5-6), hasil belajar berupa : (a) Informasi verbal yaitu kapabilitas

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah

maupun penerapan aturan. (b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan

mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan

kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. (c) Strategi kognitif yaitu

kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan

masalah. (d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani. (e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi

dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai

sebagai standar perilaku.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang

diperoleh dari proses belajar yang awalnya tidak tahu menjadi tahu dan terjadi

perubahan tingkah laku dalam ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotorik.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

19

2.1.4.1 Hakekat Hasil Belajar

Pada hakekatnya hasil belajar diperoleh dari kegiatan anak atau siswa

dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu

menjadi tahu merupakan hasil dari proses belajar. Dalam setiap kegiatannya anak

selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Atau anak dapat belajar dari apa yang

mereka lihat, merasakan apa yang mereka pegang dan mengerti apa yang mereka

maksud. Artinya, anak belajar dari pengalaman atau kegiatan yang dilakukan

sendiri oleh anak.

Jadi, pada dasarnya hasil belajar anak diperoleh dari proses belajar yang

berupa kegiatan atau pengalaman yang dilakukan anak dalam kehidupan sehari-

hari. Dan perubahan yang didapat adalah kemampuan baru dalam jangka waktu

yang lama serta karena ada usaha dari dalam diri setiap individu.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Djaali (2008:99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut : 1) Faktor internal

(yang berasal dari dalam diri) : (a) kesehatan, (b) intelegensi, (c) minat dan

motivasi, (d) cara belajar. 2) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) : (a)

keluarga, (b) sekolah, (c) masyarakat, dan (d) lingkungan.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari

dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor

lingkungan. Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar adalah : (a) faktor-faktor intern : jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),

psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan

kelelahan. (b) faktor-faktor eksternal : keluarga (cara orang tua mendidik, relasi

antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian

orang tua, latar belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum,

relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,

metode belajar, tugas rumah), dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat,

mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

20

Jadi, dalam belajar atau proses belajar selalu ada faktor yang

mengikutinya. Atau faktor-faktor itu dapat dibutuhkan dan sangat mempengaruhi

siswa dalam hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

adalah : a) Faktor Internal faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri.

Seperti : kesehatan, minat dan bakat, motivasi dan cara belajar siswa. b) Faktor

Eksternal faktor yang datangnya/berasal dari siswa itu sendiri. Seperti :

keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.

2.1.4.3 Dimensi Hasil Belajar

Menurut Bloom dalam Dahar (2006) yang mengemukakan bahwa ada 3

dimensi hasil belajar yaitu : (a) dimensi kognitif adalah kemampuan yang

berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah seperti

pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis dan pengetahuan

evaluative. (b) dimensi efektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan

sikap, nilai, minat dan apresiasi. (c) dimensi psikomotorik adalah kemampuan

yang berhubungan dengan keterampilan motorik.

2.1.4.4 IPA di Sekolah Dasar

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

21

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

2.1.4.5 Hasil Belajar IPA

Penggunaan Make a Match kepada siswa kelas 5 ini dikarenakan nilai

rata-rata siswa pada pembelajaran masih ada di bawah rata-rata. Pada dasarnya

penggunaan Make a Match yang diberikan karena pembelajaran masih berpusat

kepada guru, siswa tidak fokus terhadap materi karena kesulitan dan motivasi

belajar anak masih kurang. Dan dengan adanya Make a Match berbantuan gambar

diharapkan dapat menghilangkan kebiasaan siswa yang masih kurang fokus

terhadap pembelajaran dan adanya perbedaan yang signifikan terhadap hasil

belajar siswa.

Dengan penggunaan Make a Match yang merupakan salah satu tipe model

pembelajaran yang membuat siswa aktif dan peran siswa dalam pembelajaran

serta mengandung unsur permainan yang membuat suasana menjadi

menyenangkan. Aktivitas atau kegiatan siswa yang dirancang ke dalam Make a

Match, memungkinkan siswa menjadi tertarik dan tanggung jawab sehingga dapat

mengatasi kesulitan dan menjadi semangat dalam mengikuti pembelajaran.

Melalui Make a Match berbantuan gambar ini diharapkan dapat diketahui

perbedaan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Susukan 1

Kabupaten Semarang sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Esti Parwanti (2012) dengan judul Pengaruh

Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media Gambar Terhadap

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

22

Hasil Belajar IPA Materi Sumber Daya Alam Siswa Kelas IV SD Negeri 2

Kertosari Kabupaten Temanggung menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa

pada kelompok eksperimen sebesar 65.28 lebih besar daripada rata-rata skor hasil

belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55.28. Maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar

untuk pembelajaran yang di awal proses belajar mengajar menggunakan model

pembelajaran Make a Match dengan media gambar, dengan pembelajaran yang

konvensional (ceramah).

Penelitian Heni Kusumawati (2012) dengan judul Efektifitas Penggunaan

Benda Kongkret pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang

Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terdapat efektifitas

penggunaan benda kongkret membuat siswa dapat belajar secara kontekstual ke

taraf berpikir tingkat tinggi sehingga hasil belajar siswa yang diperoleh

meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai

nilai rata-rata sebesar 78,4992 dan kelas kontrol menunjukkan nilai rata-rata

sebesar 69,4993. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan pada

hasil belajarnya.

Menurut Ningrum Urbangatun Fitria (2012) dengan judul Pengaruh Model

Cooperative Learning Teknik Make a Match Terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV

SD Negeri Limbasari Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah

Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan

yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan rata-rata hasil belajar kelompok

eksperimen yaitu 90,69 dan kelompok kontrol yaitu 72.

Dari beberapa hasil penelitian sebagaimana dijelaskan di atas,

menunjukkan bahwa pemberian tindakan pembelajaran yang efektif dan

penggunaan model pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan keberhasilan

siswa dalam belajar. Pada penelitian ini menekankan pada pembelajaran IPA

melalui model pembelajaran kooperatif Make a Match berbantuan gambar sebagai

upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

23

Adapun persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis sebagai berikut :

Tabel 4

Hasil Perbandingan dengan Penelitian Lain yang Relevan

N

o Nama

Ta

hun

Komponen Penelitian

Keaktif

an

Siswa

Hasil

Bela

jar

Pembelaja

ran

kooperatif

(Make a

Match)

Kualitas

Pembela

Jaran

Pembela

jaran

Terpadu

1. Esti

Parwanti

2012 √ √ √ √ √

2. Heni

Kusumawati

2012 √ √ √ √ √

3. Ningrum

Urbangatun

Fitria

2012 √ √ √ √ √

4. Peneliti 2013 √ √

Dari Tabel 4, terdapat persamaan yaitu menggunakan model pembelajaran

kooperatif Make a Match dan perbedaan terdapat pada hasil belajar siswa. Dan

untuk variabel lain yaitu keaktifan siswa, kualitas pembelajaran dan pembelajaan

terpadu.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran Make a Match sangatlah menarik dalam proses

pembelajaran. Suasana kelas yang awalnya pasif menjadi aktif dan menyenangkan

sehingga materi pembelajaran dapat sampai kepada siswa dengan lebih menarik

perhatian. Dalam pelajaran IPA untuk kelas 5 SD tidak hanya untuk dihafal

melainkan untuk dipahami dan dimengerti siswa.

Penggunaan Make a Match diberikan juga dapat membantu siswa

mengatasi kesulitan-kesulitan atau permasalahan dalam menjawab soal materi

pelajaran dengan cara permainan dan mencocokkan soal/jawaban agar siswa aktif,

fokus dalam pembelajaran dan meningkatnya motivasi siswa dalam kegiatan

belajar mengajar serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. jadi, dengan

menggunakan Make a Match berbantuan gambar yang diharapkan dapat

mengetahui perbedaan terhadap hasil belajar siswa.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3811/3/T1_292009171_BAB II.pdf · mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan

24

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan kerangka pikir maka hipotesis

tindakan dapat dirumuskan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan dalam

penggunaan Make a Match berbantuan gambar dengan pembelajaran

konvensional berbantuan gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5

Gugus Wisanggeni Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester 2 Tahun

Pelajaran 2012/2013.