BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang akan
diungkapkan oleh para ahli dengan berbagai sumber yang ada. Landasan teori
terdiri atas berbagai pustaka. Masing-masing dari pustaka memiliki ciri yang
berbeda-beda. Perbedaan timbul karena latar belakang pandangan oleh masing-
masing ahli.
Dari masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori yang
berkaitan dengan (1) Media Gambar; (2) Make a Match berbantuan gambar; (3)
Pembelajaran Konvensional berbantuan Gambar; dan (4) Hasil belajar siswa.
2.1.1 Media Gambar
2.1.1.1 Pengertian Media Gambar
“Media gambar merupakan media yang paling umum digunakan dalam
proses belajar mengajar, karena merupakan bahasa yang umum dan dapat mudah
dimengerti oleh peserta didik” dikemukakan oleh Sarwono dan Relmasira
(2011:74).
Edgar Dale dalam Hamalik (1980:57), “gambar adalah segala sesuatu yang
diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan
atau pikiran. Macam-macamnya : lukisan, gambar seri, potret, slide, filmstrip,
opaque projection.
Susiana (2008:15), mengemukakan “media gambar diam adalah media
visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi”. Biasanya
sama dengan bentuk foto yaitu gambar diam. Foto-foto yang menampilkan
gambar bentuk dan wujud yang sesuai dengan aslinya.
Menurut Hermawan (2010:11.19), “Media visual adalah media yang hanya
dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan”. Gambar merupakan alat
visual yang penting dan mudah didapat. “Gambar membuat orang dapat
menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, baik
yang ditulis maupun yang diucapkan” dikemukakan oleh Hamzah (1981:27).
7
Hamalik (1980:81), mengatakan bahwa “gambar ilustrasi fotografi adalah
gambar yang tidak diproyeksikan, terdapat dimana-mana, baik dilingkungan anak-
anak maupun dilingkungan orang dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan
kepada anak-anak”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gambar adalah media visual yang
berupa gambar atau foto yang mudah diperoleh dan dapat ditunjukkan kepada
peserta didik.
2.1.1.2 Kelebihan Media Gambar
Hamzah (1981:29-30), menyebutkan kelebihan dari gambar yaitu:
a. gambar mudah diperoleh, bisa digunting dari majalah atau dibuat
sendiri. Mudah menggunakannya. Tidak memerlukan alat tambahan.
b. penggunaan gambar merupakan hal yang wajar dalam proses belajar
tanpa memberi kesan “show” seperti yang sering dituduhkan kepada
penggunaan slaid atau film.
c. koleksi gambar dapat diperbesar terus.
d. mudah mengatur pilihan untuk suatu pelajaran. Untuk penyajian jumlah
gambar dapat disesuaikan dengan besarnya koleksi.
Kelebihan dari gambar menurut Ridha Sarwono dan Relmasira (2011:74),
meliputi (a) sifatnya konkrit, lebih realistrik dibandingkan dengan media verbal;
(b) dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda
maupun tua; dan (c) murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus
dalam penyampaiannya.
Beberapa kelebihan media gambar menurut Sadiman (2008:29) adalah
sebagai berikut:
a. Sifatnya konkrit. Gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok
masalah dibanding dengan media verbal semata
b. Gambar dapat mengatasai masalah batasan ruang dan waktu. Tidak
semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas , dan tidak
selalu bisa, anak-anak dibawa ke objek tersebut. Untuk itu gambar atau
foto dapat mengatasinya
c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang
dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar
d. Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usia beberapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan
kesalah pahaman
e. Murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan, tanpa memerlukan
peralatan yang khusus.
8
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa kelebihan dari media gambar adalah (a)
bersifat konkrit; (b) mudah di dapat dan diperoleh; (c) mudah digunakan; (d) dan
mengatasi batas waktu dan ruang.
2.1.1.3 Kelemahan Media Gambar
Menurut Ridha Sarwono dan Stefanus (2011: 75) kelemahan dari media
gambar adalah gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata dan
ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Dan menurut Sadiman
(2008:31), “gambar atau foto hanya menekankan presepsi indra mata, gambar atau
foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, dan
ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar”.
2.1.2 Make a Match Berbantuan Gambar
Banyak sekali model pembelajaran yang diterapkan dan digunakan oleh
guru dalam waktu sekarang ini. Salah satu diantaranya adalah Make a Match
(mencari pasangan). Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas,
guru menerapkan model pembelajaran Make a Match. Model pembelajaran Make
a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat
diterapkan kepada siswa.
Model pembelajaran Make a Match mengajak siswa mencari jawaban
terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan yang
dikemukakan oleh Komalasari (2010:85). Dan menurut Suprijono, (2012:94) hal-
hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make a
Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan
dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Model pembelajaran Make a Match pada mulanya dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994) dalam Rusman (2012:223), “salah satu keunggulan model
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik, dalam suasana yang menyenangkan”. Model ini dapat membangkitkan
semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam model ini ada pembagian kelompok yaitu kelompok
9
pemegang kartu masalah dan kelompok pemegang kartu jawaban. Model Make a
Match dapat dilakukan pada semua mata pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Make a Match merupakan model pembelajaran yang membuat siswa dapat aktif
mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan kartu jawaban sehingga suasana
dalam pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa dapat berfikir mencari
informasi sendiri tentang materi yang sudah diajarkan. Unsur yang ada yaitu aktif,
menyenangkan dan berfikir kritis. Make a Match dikolaborasikan dengan gambar
maka akan menambah keaktifan dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran.
2.1.2.1 Tujuan dari Model Pembelajaran Make a Match
Tujuan kooperatif tipe Make a Match meliputi pendalaman materi,
menggali materi, dan untuk selingan. Dengan adanya model pembelajaran Make a
Match siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran serta siswa tidak
merasa bosan dengan metode ceramah yang diberikan guru sebelumnya. Dan
suasana pembelajaran akan lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match
Kelebihan dari model pembelajaran Make a Match adalah (1) mampu
menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan; (2) materi pembelajaran
yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian; (3) mampu
meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara
klasikal.
Kekurangan dari model pembelajaran Make a Match adalah (1) diperlukan
bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan; (2) waktu yang tersedia perlu
dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran; (3) guru perlu
persiapan alat dan bahan yang memadai.
2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make a Match Berbantuan
Gambar
Langkah-langkah pembelajaran Make a Match Lorna Curran dalam
Komalasari (2010:85-86), adalah sebagi berikut :
10
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban.
2) Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal/jawaban).
5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin.
6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya.
7) Demikian seterusnya.
8) Kesimpulan/penutup.
Model pembelajaran kooperatif Make a Match atau mencari pasangan
dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) dalam Rusman (2012:223-224),
langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Guru menyiapkan
beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu
jawaban). (2) Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau
soal dari kartu yang dipegang. (3) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu
yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban). (4) Siswa yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. (5) Setelah satu babak,
kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,
demikian seterusnya. (6) Kesimpulan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran
Make a Match adalah (1) guru mengkondisikan siswa untuk mempersiapkan diri
mengikuti pembelajaran dengan mencari pasangan (Make a Match); (2) guru
menyampaikan tujuan pembelajaran; (3) guru menyiapkan kartu soal dan kartu
jawaban kemudian dibagikan kepada siswa; (4) kemudian siswa memikirkan
soal/jawaban yang ada dikartu yang telah dibawa siswa; (5) siswa mencari
pasangan melalui kartu soal/jawaban yang cocok dengan kartu yang dibawa siswa
dengan batas waktu yang telah ditentukan guru; (6) setelah menemukan pasangan,
siswa mencocokkan soal dan jawaban, bagi yang menjawab benar akan mendapat
point dan menjawab salah tidak mendapat poin; (7) setelah permainan selesai di
babak pertama, kartu dapat diacak kembali dan permainan dapat dimulai lagi; (8)
11
setelah dapat dilakukan secara berulang-ulang, maka siswa dan guru bersama-
sama mencocokkan jawaban dan mengambil kesimpulan bersama.
Berikut adalah sintak pembelajaran Make a Match dengan berbantuan
gambar serta sintak pembelajaran sebagai berikut :
Tabel 1
Sintak Make A Match Berbantuan Gambar
LANGKAH-LANGKAH TINGKAH LAKU GURU
LANGKAH 1
Guru mengkondisikan
siswa untuk
mempersiapkan diri
mengikuti pembelajaran
dengan Make a Match
Guru masuk ke kelas menanyakan keadaan/kabar
siswa, mengkondisikan siswa dengan menyiapkan
peralatan tulis yang harus disiapkan. Tapi
sebelumnya memberikan salam dan berdoa terlebih
dahulu. Guru menyampaikan model pembelajaran
Make a Match berbantuan gambar yang akan
digunakan dalam pembelajaran dan cara
bermainnya.
LANGKAH 2
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, agar
siswa dapat memahami tentang proses pembentukan
tanah dan jenis-jenis batuan dengan memperhatikan
gambar. Serta apersepsi sebelum pelajaran dimulai.
LANGKAH 3
Guru menyiapkan kartu
soal dan kartu jawaban
kemudian dibagikan
kepada siswa
Guru sudah terlebih dahulu menyiapkan kartu soal
dan jawaban. Kemudian guru membagikan kepada
siswa satu per satu.
LANGKAH 4
Siswa memikirkan
soal/jawaban yang ada
dikartu yang telah dibawa
siswa
Guru membimbing siswa dalam memikirkan
soal/jawaban dengan memberi petunjuk cara
bermain kartu pada awal pelajaran.
LANGKAH 5
Siswa mencari pasangan
melalui kartu soal/jawaban
yang cocok dengan kartu
yang dibawa siswa dengan
batas waktu yang telah
ditentukan guru;
Guru memberikan batasan waktu kepada siswa.
Agar siswa dengan cepat dan tepat dalam
melakukan kegiatan mencari pasangan kartu siswa.
LANGKAH 6
Setelah menemukan
pasangan, siswa
mencocokkan soal dan
jawaban, bagi yang
Guru mengoreksi hasil pasangan yang diperoleh
siswa. Antara kartu soal dengan kartu jawaban
sudah betul atau belum. Guru akan memberi poin
bagi yang menjawab benar.
12
menjawab benar akan
mendapat point dan
menjawab salah tidak
mendapat poin;
LANGKAH 7
Setelah permainan selesai
di babak pertama, kartu
dapat diacak kembali dan
permainan dapat dimulai
lagi
Guru mengumpulkan dan mengacak kartu kembali
agar siswa mendapat kartu yang berbeda. Kemudian
guru mengintruksikan permainan akan dimulai lagi.
LANGKAH 8
Setelah dapat dilakukan
secara berulang-ulang,
maka siswa dan guru
bersama-sama
mencocokkan jawaban dan
mengambil kesimpulan
bersama.
Kemudian guru mengevaluasi siswa dengan
menanyakan jawaban atau soal yang di dapat siswa.
Sudah sesuai dengan pasangannya atau tidak?
Siswa harus sampai paham dengan konsep/topik
dari permainan Make a Match. Kemudian guru dan
siswa mengambil kesimpulan bersama-sama.
2.1.3 Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar
Pembelajaran konvensional biasanya disebut juga dengan ceramah.
Komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada guru dan siswa
bersifat pasif. Menurut Djamarah (2010:97), “metode ceramah adalah metode
yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar mengajar”.
Menurut Roestiyah (1989:136), “pembelajaran konvensional adalah cara
mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah
Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah”. Sukandi dalam Kholik (2011)
mendefinisikan bahwa “pembelajaran konvensional ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan
sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan”.
Sagala (2009:201) dalam Taniredja (2011:45) ceramah juga sebagai kegiatan
memberikan informasi dengan kata-kata yang sering mengaburkan dan kadang-
kadang ditafsirkan salah.
13
Sedangkan menurut Taniredja (2011:45), “metode kuliah mimbar atau
ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses belajar
mengajar. Biasanya sebelum menggunakan metode lain dalam pembelajaran, guru
menggunakan metode ceramah terlebih dahulu sebagai pengantar”.
Jadi pembelajaran konvensional itu pembelajaran yang berpusat pada
guru. Dengan cara ceramah, siswa lebih banyak mendengarkan dan siswa bersifat
pasif. Pembelajaran konvensional berbantuan gambar setiap pembelajaran
berlangsung menggunakan bantuan gambar yang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Sehingga siswa tidak jenuh dan bosan dengan pembelajaran ceramah.
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran Konvensional
Menurut Brooks dan Brooks dalam Juliantara (2009), “penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa
penambahan pengetahuan, sehingga belajar dapat dilihat sebagai proses „meniru‟
dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari melalui kuis atau tes standar”. Guru berasumsi bahwa keberhasilan
pembelajaran dilihat dari ketuntasan siswa dalam mencapai materi dalam
kurikulum. Guru sering menggunakan metode ceramah dengan mengikuti urutan
materi dalam kurikulum. Sehingga penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada
buku teks dan kemampuan siswa mengungkapkan kembali isi buku teks daripada
keterampilan proses siswa itu sendiri.
Jadi, tujuan pembelajaran konvensional adalah untuk menambah
pengetahuan belajar, siswa dituntut untuk mengungkapkan kembali materi atau
pengetahuan yang telah disampaikan guru. Siswa sebagai objek yang bersifat
pasif. Sehingga pembelajaran konvensional masih berpusat pada guru.
2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Konvensional
Semua pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Berikut akan disajikan kelebihan dari pembelajaran konvensional ceramah
menurut Djamarah (2010:97) antara lain (1) guru mudah menguasai kelas; (2)
mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas; (3) dapat diikuti oleh jumlah
siswa yang besar; (4) mudah mempersiapkan dan melaksanakannya; dan (5) guru
mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Dan kelemahannya menurut
14
Djamarah (2010:97-98) antara lain (1) mudah menjadi verbalisme (pengertian
kata-kata); (2) yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) yang besar
menerimanya; (3) bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan; (4) guru
menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar
sekali; dan (5) menyebabkan siswa menjadi pasif.
Menurut Roestiyah (1989:138-139), pengajaran dengan model ini
dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama (a) guru akan lebih
mudah mengawasi ketertiban siswa dalam mendengarkan pelajaran; (b) bila ada
murid tidak mendengarkan atau mempunyai kesibukan segera akan diketahui,
kemudian diberikan teguran/peringatan; (c) bagi guru juga ringan, karena
perhatiannya tidak terbagi-bagi atau terpecah-pecah, kegiatan siswa yang sejenis
itu tidak perlu guru membagi-bagi perhatian; (d) anak-anak serempak
mendengarkan guru dan guru sepenuh perhatian dapat memusatkan pada kelas.
Sedangkan adapula kelemahan dari pembelajaran ini, menurut Roestiyah
(1989:138) yaitu (a) guru tidak mampu untuk mengontrol sejauh mana siswa telah
memahami uraiannya; (b) apakah ketenangan/kediaman mereka dalam
mendengarkan pelajaran itu berarti bahwa mereka telah memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru? Hal itu masih perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut;
(c) apakah dengan sikap diam itu berarti siswa disiplin patuh mendengarkan
pelajaran dengan baik?; (d) ataukah tidak ada kemungkinan bahwa siswa asyik
mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian itu, dalam menangkap
pengertian pelajaran dapat memberi pengertian yang berbeda mengenai kata-kata
maupun istilahnya, sehingga kesimpulan yang diperoleh juga lain dengan apa
yang dimaksudkan oleh guru.
Menurut Taniredja (2011:45-46), keunggulan dari metode ceramah adalah
(1) cepat untuk menyampaikan informasi; (2) dapat menyampaikan informasi
dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi siswa akan menurun dengan
cepat setelah ia mendengarkan ceramah lebih dari 20 menit secara terus menerus
yang dikemukakan oleh Taniredja, 2011:46 (E.J. Thomas (1970) dalam Budiarjo,
L.. (1997:8-15)). Disamping itu masih ada beberapa kelemahan metode ceramah
15
seperti : (a) komunikasi yang terjadi hanya satu arah; (b) dosen mengalami
kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual pendengar yang heterogen; dan
(c) mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk berpikir dan berperilaku kreatif.
2.1.3.3 Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar
Berikut terdapat 3 fase atau langkah di dalam pembelajaran yang
menggunakan model konvensional atau model ceramah menurut Djamarah
(2010:99) sebagai berikut :
Tabel 2
Langkah-langkah Pembelajaran Konvensional
LANGKAH
JENIS KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Tahap Persiapan 1. Menciptakan kondisi belajar siswa
Tahap Pelaksanaan 2. Penyajian, guru menyampaikan bahan pelajaran
(metode ceramah)
3. Asosiasi/komparasi, artinya memberi kesempatan
pada siswa untuk menghubungkan dan
membandingkan materi ceramah yang telah
diterimanya melalui tanya jawab (metode tanya
jawab)
4. Generalisasi/kesimpulan, memberikan tugas kepada
siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil
ceramah (metode/tugas)
Evaluasi/Tindak
Lanjut
5. Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa
mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes
lisan dan tulisan atau tugas lain.
Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
pembelajaran konvensional ada 3 fase atau tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan evaluasi/tindak lanjut. Dalam tahap persiapan guru menciptakan
kondisi belajar siswa sebelum melakukan pembelajaran, seperti menyiapkan
peralatan tulis, buku dan sikap siswa sebelum belajar dimulai. Kemudian dalam
tahap pelaksanaan guru menyanjikan pelajaran dengan ceramah (memberi
penjelasan), memberi kesempatan siswa untuk bertanya jawab dan kesimpulan
(memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan). Dan dalam
evaluasi atau tindak lanjut guru mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa
16
melalui tes lisan atau tertulis. Pembelajaran konvensional diterapkan dengan
bantuan gambar maka sintak pembelajaran sebagai berikut :
Tabel 3
Sintak Pembelajaran Konvensional Berbantuan Gambar
Tahap-tahap Kegiatan Guru
Tahap Persiapan
Guru masuk ke kelas, berdo‟a dan mengucapkan salam
Guru menyiapkan kondisi belajar siswa
Guru merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
Guru menentukan pokok materi yang akan disampaikan
Guru mempersiapkan alat bantu media gambar yaitu
gambar jenis batuan
Tahap
Pelaksanaan
Guru meyakinkan siswa untuk memahami tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
Guru melakukan apersepsi : dengan membuka bingkisan
yang di dalamnya adalah batu
Guru menjaga kontak dengan siswa secara terus menerus
Guru menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah
dicerna siswa
Guru menyajikan materi pembelajaran secara sistematis
dengan menjelaskan secara ceramah dan menyajikan
gambar jenis batuan
Guru menanggapi respon siswa dengan segera
Guru menjaga kondisi kelas agar kelas tetap kondusif dan
menggairahkan untuk belajar
Evaluasi
Guru membimbing siswa dengan menarik kesimpulan
Guru merangsang siswa untuk dapat menanggapi tentang
materi pelajaran yang disampaikan
Guru melakukan evaluasi dengan mengerjakan LKS
Dari Tabel 3, tahap yang dipersiapkan guru ada 3 tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dimana tahap persiapan meliputi
saat guru masuk ke kelas kemudian berdo‟a dan siswa memberi salam kepada
guru serta menyiapkan kondisi siswa. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan materi yang akan dibahas dengan ceramah berbantuan gambar.
Dalam tahap pelaksanaan, guru memberikan apersepsi dengan membawa
bingkisan contoh batu yang akan dibuka oleh siswa dan siswa mendeskripsikan
batu yang sudah dibuka dari bingkisan. Selanjutnya guru menyampaikan materi
dengan ceramah dan dikombinasikan dengan menunjukkan sebuah gambar jenis
17
batuan. Tahap terakhir evaluasi guru membimbing siswa untuk mengerjakan LKS
serta bertanya jawab kembali dan menarik kesimpulan dari materi yang sudah
disampaikan menggunakan ceramah.
2.1.4 Hasil Belajar
Setiap orang yang melakukan kegiatan proses belajar tentunya ada hasil
yang ingin dicapai, yaitu hasil belajar. Hasil belajar mencakup proses dan
pengalaman secara individu maupun kelompok yang berlangsung di sekolah
maupun luar sekolah. Menurut Sudjana (1990:22), “hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”.
Menurut Gagne dalam Suprijono (2012:2), “belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas”. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang
secara alamiah. Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. “Learning is any relatively permanent change in behavior that is result of
past experience. Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen
sebagai hasil dari pengalaman” yang dikemukakan Morgan dalam Suprijono
(2012:3). Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Drs. Slameto
(Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta;1999), “belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22-
23) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif,
afektif, dan ranah psikomotoris. Perinciannya adalah sebagai berikut : (1) Ranah
Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. (2) Ranah
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. (3)
18
Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada 6 aspek dalam ranah ini yaitu (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan/ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan
ekspresif dan interpretatif.
Ketiga objek diatas menjadi objek penilaian hasil belajar. Ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan
dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne dalam
Suprijono (2012:5-6), hasil belajar berupa : (a) Informasi verbal yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan. (b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan
mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan
kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. (c) Strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah. (d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani. (e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi
dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai
sebagai standar perilaku.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang
diperoleh dari proses belajar yang awalnya tidak tahu menjadi tahu dan terjadi
perubahan tingkah laku dalam ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
19
2.1.4.1 Hakekat Hasil Belajar
Pada hakekatnya hasil belajar diperoleh dari kegiatan anak atau siswa
dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu
menjadi tahu merupakan hasil dari proses belajar. Dalam setiap kegiatannya anak
selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Atau anak dapat belajar dari apa yang
mereka lihat, merasakan apa yang mereka pegang dan mengerti apa yang mereka
maksud. Artinya, anak belajar dari pengalaman atau kegiatan yang dilakukan
sendiri oleh anak.
Jadi, pada dasarnya hasil belajar anak diperoleh dari proses belajar yang
berupa kegiatan atau pengalaman yang dilakukan anak dalam kehidupan sehari-
hari. Dan perubahan yang didapat adalah kemampuan baru dalam jangka waktu
yang lama serta karena ada usaha dari dalam diri setiap individu.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Djaali (2008:99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut : 1) Faktor internal
(yang berasal dari dalam diri) : (a) kesehatan, (b) intelegensi, (c) minat dan
motivasi, (d) cara belajar. 2) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) : (a)
keluarga, (b) sekolah, (c) masyarakat, dan (d) lingkungan.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari
dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah : (a) faktor-faktor intern : jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),
psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan
kelelahan. (b) faktor-faktor eksternal : keluarga (cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, latar belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, tugas rumah), dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).
20
Jadi, dalam belajar atau proses belajar selalu ada faktor yang
mengikutinya. Atau faktor-faktor itu dapat dibutuhkan dan sangat mempengaruhi
siswa dalam hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
adalah : a) Faktor Internal faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri.
Seperti : kesehatan, minat dan bakat, motivasi dan cara belajar siswa. b) Faktor
Eksternal faktor yang datangnya/berasal dari siswa itu sendiri. Seperti :
keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.
2.1.4.3 Dimensi Hasil Belajar
Menurut Bloom dalam Dahar (2006) yang mengemukakan bahwa ada 3
dimensi hasil belajar yaitu : (a) dimensi kognitif adalah kemampuan yang
berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah seperti
pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis dan pengetahuan
evaluative. (b) dimensi efektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan
sikap, nilai, minat dan apresiasi. (c) dimensi psikomotorik adalah kemampuan
yang berhubungan dengan keterampilan motorik.
2.1.4.4 IPA di Sekolah Dasar
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
21
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
2.1.4.5 Hasil Belajar IPA
Penggunaan Make a Match kepada siswa kelas 5 ini dikarenakan nilai
rata-rata siswa pada pembelajaran masih ada di bawah rata-rata. Pada dasarnya
penggunaan Make a Match yang diberikan karena pembelajaran masih berpusat
kepada guru, siswa tidak fokus terhadap materi karena kesulitan dan motivasi
belajar anak masih kurang. Dan dengan adanya Make a Match berbantuan gambar
diharapkan dapat menghilangkan kebiasaan siswa yang masih kurang fokus
terhadap pembelajaran dan adanya perbedaan yang signifikan terhadap hasil
belajar siswa.
Dengan penggunaan Make a Match yang merupakan salah satu tipe model
pembelajaran yang membuat siswa aktif dan peran siswa dalam pembelajaran
serta mengandung unsur permainan yang membuat suasana menjadi
menyenangkan. Aktivitas atau kegiatan siswa yang dirancang ke dalam Make a
Match, memungkinkan siswa menjadi tertarik dan tanggung jawab sehingga dapat
mengatasi kesulitan dan menjadi semangat dalam mengikuti pembelajaran.
Melalui Make a Match berbantuan gambar ini diharapkan dapat diketahui
perbedaan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Susukan 1
Kabupaten Semarang sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian Esti Parwanti (2012) dengan judul Pengaruh
Penggunaan Model Pembelajaran Make a Match dengan Media Gambar Terhadap
22
Hasil Belajar IPA Materi Sumber Daya Alam Siswa Kelas IV SD Negeri 2
Kertosari Kabupaten Temanggung menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa
pada kelompok eksperimen sebesar 65.28 lebih besar daripada rata-rata skor hasil
belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55.28. Maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar
untuk pembelajaran yang di awal proses belajar mengajar menggunakan model
pembelajaran Make a Match dengan media gambar, dengan pembelajaran yang
konvensional (ceramah).
Penelitian Heni Kusumawati (2012) dengan judul Efektifitas Penggunaan
Benda Kongkret pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terdapat efektifitas
penggunaan benda kongkret membuat siswa dapat belajar secara kontekstual ke
taraf berpikir tingkat tinggi sehingga hasil belajar siswa yang diperoleh
meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai
nilai rata-rata sebesar 78,4992 dan kelas kontrol menunjukkan nilai rata-rata
sebesar 69,4993. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
hasil belajarnya.
Menurut Ningrum Urbangatun Fitria (2012) dengan judul Pengaruh Model
Cooperative Learning Teknik Make a Match Terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV
SD Negeri Limbasari Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah
Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan
yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan rata-rata hasil belajar kelompok
eksperimen yaitu 90,69 dan kelompok kontrol yaitu 72.
Dari beberapa hasil penelitian sebagaimana dijelaskan di atas,
menunjukkan bahwa pemberian tindakan pembelajaran yang efektif dan
penggunaan model pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan keberhasilan
siswa dalam belajar. Pada penelitian ini menekankan pada pembelajaran IPA
melalui model pembelajaran kooperatif Make a Match berbantuan gambar sebagai
upaya peningkatan hasil belajar siswa.
23
Adapun persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis sebagai berikut :
Tabel 4
Hasil Perbandingan dengan Penelitian Lain yang Relevan
N
o Nama
Ta
hun
Komponen Penelitian
Keaktif
an
Siswa
Hasil
Bela
jar
Pembelaja
ran
kooperatif
(Make a
Match)
Kualitas
Pembela
Jaran
Pembela
jaran
Terpadu
1. Esti
Parwanti
2012 √ √ √ √ √
2. Heni
Kusumawati
2012 √ √ √ √ √
3. Ningrum
Urbangatun
Fitria
2012 √ √ √ √ √
4. Peneliti 2013 √ √
Dari Tabel 4, terdapat persamaan yaitu menggunakan model pembelajaran
kooperatif Make a Match dan perbedaan terdapat pada hasil belajar siswa. Dan
untuk variabel lain yaitu keaktifan siswa, kualitas pembelajaran dan pembelajaan
terpadu.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran Make a Match sangatlah menarik dalam proses
pembelajaran. Suasana kelas yang awalnya pasif menjadi aktif dan menyenangkan
sehingga materi pembelajaran dapat sampai kepada siswa dengan lebih menarik
perhatian. Dalam pelajaran IPA untuk kelas 5 SD tidak hanya untuk dihafal
melainkan untuk dipahami dan dimengerti siswa.
Penggunaan Make a Match diberikan juga dapat membantu siswa
mengatasi kesulitan-kesulitan atau permasalahan dalam menjawab soal materi
pelajaran dengan cara permainan dan mencocokkan soal/jawaban agar siswa aktif,
fokus dalam pembelajaran dan meningkatnya motivasi siswa dalam kegiatan
belajar mengajar serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. jadi, dengan
menggunakan Make a Match berbantuan gambar yang diharapkan dapat
mengetahui perbedaan terhadap hasil belajar siswa.
24
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan kerangka pikir maka hipotesis
tindakan dapat dirumuskan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan dalam
penggunaan Make a Match berbantuan gambar dengan pembelajaran
konvensional berbantuan gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5
Gugus Wisanggeni Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester 2 Tahun
Pelajaran 2012/2013.