BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 …eprints.umm.ac.id/56602/3/2. BAB II.pdf2. Dampak...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 …eprints.umm.ac.id/56602/3/2. BAB II.pdf2. Dampak...
27
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi sebuah penelitian pembanding dengan
penelitian yang sedang dikaji, bentuk – bentuk penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai acuan peneliti dalam penelitian adalah sebagai berikut :
2.1.1 Akhmad Fauzi (2007)
Penelitian yang dilakukan Akhmad Fauzi (2007) yang berjudul
“Pelaksanaan Pemberian Bantuan Langsung Tunai Kepada
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) di Desa Andonosari
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan”. Penelitian ini
menjelaskan tentang pelaksanaan pemberian program pemerintah
yaitu Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk kategori
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) di Desa Andonosari
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini fokus pada
bagaimana proses pemberian bantuan tersebut berjalan, kendala
apa saja yang dihadapi pemerintah dalam pemberian Bantuan
Langsung Tunai (BLT).
2.1.2 Bayu Trianggara Permana (2008)
Penelitian yang dilakukan Bayu Trianggara (2008) yang
berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Dalam
Pengentasan Kemiskinan Di Kelurahan Jrebeng Lor Kecamatan
28
Kedopok Kota Probolinggo”. Penelitian ini menjelaskan tentang
Tujuan dari penelitian untuk mengetahui (1) Bagaimana bentuk
Program Nasional Upaya Masyarakat (PNPM) Mandiri yang
dilakukan pemerintah Probolinggo untuk mengatasi kemiskinan,
(2) Bagaimana proses pelaksanaan Program Nasional Upaya
Masyarakat (PNPM) kebijakan Mandiri. Penelitian ini dilakukan di
Desa Jrebeng Lor Kabupaten Kedopok kota Probolinggo karena
ada masyarakat yang masuk dalam keluarga miskin, dan hal itu
memberikan masalah bahwa banyak keluarga miskin di kota
Probolinggo.
2.1.3 Sitti Asnaeni (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Sitti Asnaeni (2011) yang
berujudul “Perubahan Perilaku Sosial Budaya Akibat BLT
(Studi Pada Masyarakat Batangkaluku Gowa Sulawesi
Selatan)”. Penelitian ini menjelaskan tentang perubahan perilaku
sosial budaya yang ada di masyarakat Batangkaluku akibat adanya
pemberian bantuan program pemerintah yaitu Bantuan Langsung
Tunai (BLT).
Penelitian ini fokus pada perilaku sosial budaya masyarakat
yang ada di Batangkaluku Kabupaten Gowa, melihat bagaimana
masyarakat menyikapi adanya program Bantuan Langsung Tunai
(BLT) yang diberikan pemerintah.
29
2.1.4 Desi Ayu Wulandari (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Desi Ayu Wulandari (2012)
yang berjudul “Analisis Dampak Perubahan Sosial Budaya
Masyarakat Desa Sumberberas Kabupaten Banyuwangi”.
Penelitian ini menjelaskan tentang faktor – faktor apa saja yang
menyebabkan perubahan – perubahan sosial budaya masyarakat
desa Sumberberas, meliputi apa saja bentuk perubahan sosial
budaya yang ada di desa Sumbersari dan dampak perubahan sosial
budaya masyarakat, serta solusi mengatasi perubahan sosial
budaya masyarakat di desa Sumbersari.
Tabel 1 : Penelitian Terdahulu dan Relevansinya
No
Nama Peneliti/Judul
Hasil
Relevansi Penelitian
1. Akhmad Fauzi (2007)
“Pelaksanaan
Pemberian Bantuan
Langsung Tunai
Kepada Rumah
Tangga Sangat
Miskin (RTSM) di
Berdasarkan penjelasan data
hasil skripsi Akhmad Fauzi,
ditemukan fakta penelitian
seperti :
1. Pelaksanaan Bantuan
Langsung Tunai
(BLT) secara
Dalam penelitian Akhmad
Fauzi tentang Pelaksanaan
Pemberian Bantuan
Langsung Tunai Kepada
Rumah Tangga Sangat
Miskin (RTSM) di Desa
Andonosari Kecamatan
30
Desa Andonosari
Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan
keseluruhan berjalan
lancar, yang dilihat
dari beberapa proses
yaitu :
a. Proses Pendataan
pada pencarian
data warga yang
berhak
mendapatkan
bantuan.
b. Keterlibatan
Aparatur
Pemeintah baik di
Kecamatan
maupun di Desa,
yang berusaha
berpartisipasi
menyukseskan
kelancaran
jalannya program
Bantuan Langsung
Tunai (BLT)
Tutur Kabupaten Pasuruan,
memiliki fokus kesamaan
penelitian tentang prroses
pelaksanaan sebuah
program bantuan yang
diberikan pemerintah
kepada warga kategori
Rumah Tangga Sangat
Miskin (RTSM) atau bisa
disebut masyarakat pra
sejahtera. Letak perbedaan
penelitian Akhmad Fauzi
dengan penelitian yang
sedang berjalan saat ini
adalah program bantuan
yang diberikan pemerintah,
dimana penelitian Akhmad
fauzi membahas tentang
pelaksanaan Program
Bantuan Langsung Tunai
(BLT) dan penelitian yang
sedang berjalan saat ini
31
c. Adanya kesadaran
warga
d. Pelaksanaan
pengambilan dana
Bantuan Langsung
Tunai yang
berjalan dengan
lancar dan tertib.
2. Dampak dari Program
Bantuan Langsung
Tunai (BLT) terhadap
Rumah Tangga Sangat
Miskin (RTSM) dalam
upaya mengatasi
kemiskinan sudah
sangat membantu.
3. Hambatan-hambatan
dalam pelaksanaan
pemberian Bantuan
Langsung Tunai
(BLT) di Desa
Andonosari
adalah bantuan Program
Keluarga Harapan (PKH).
32
Kecamatan Tutur
Kabupaten Pasuruan :
a. Alokasi waktu
pendataan pada
pencarian dana
dari pemerintah
pusat relatif
singkat.
b. Kelemahan Badan
Pusat Statistik
dalam poses
pendataan tidak
melibatkan unsur
pemerintah.
c. Melahirkan
kesenjangan sosial.
d. Tidak adanya Tim
Monitoring yang
mengawasi
pelaksanaan
Bantuan Langsung
Tunai (BLT) di
33
lapangan.
2. Bayu Trianggara
Permana (2008)
“Efektivitas
Pelaksanaan Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM)
Mandiri Dalam
Pengentasan
Kemiskinan Di
Kelurahan Jrebeng
Lor Kecamatan
Kedopok Kota
Probolinggo.
Tujuan awal program PNPM
Mandiri telah dilakukan oleh
BKM Desa Jrebeng Lor,
meskipun masih adanya
penyimpangan di tingkat
Keluarga Sangat Mikin KSM
penrima manfaat. Oleh karena
itu, perlu ditingkatkan seperti
: (1) pelaksanaan PNPM
Program Mandiri di desa
Jrebeng Lor masih
ditingkatkan lagi. Terutama
yang memiliki relevansi
dengan perencanaan, karena
perencanaan yang lulus
bantuan dari program ini tidak
selektif, sehingga muncul
masalah. Yang kurang
mengendalikan di sisi
aplikator, sehingga beberapa
KSM tidak mencapai target
Penelitian yang dilakukan
Bayu Trianggara Permana
meneliti tentang Efektivitas
Pelaksanaan Program
Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM)
Mandiri Dalam Pengentasan
Kemiskinan Di Kelurahan
Jrebeng Lor Kecamatan
Kedopok Kota Probolinggo.
Kesamaan penelitian ini
adalah sama-sama
membahas tentang
pelaksanaan suatu program
bantuan yang diberikan
pemerintah kepada
masyarakat miskin.
Bedanya terletak pada
bantuan program yang
diberikan yaitu Bayu
Trianggara Permana
34
dalam tujuan program, (2) ada
banyak kendala dalam
aplikasi ini. Masalah besar
adalah kurang sosialisasi
program yang dilakukan
aplikator program, yang
sosialisasi program hanya
menyebarkan informasi
proyek, dan itu bukan proses
masyarakat sadar akan realitas
dan tujuan Program PNPM
Mandiri untuk meningkatkan
keberadaan masyarakat untuk
memecahkan masalah yang
dihadapi berdiri sendiri dan
berlanjut dan (3) upaya yang
dilakukan pemerintah dan
aplikator program kurang
maksimal tetapi ada beberapa
pencapaian yang baik dalam
penerapannya. Upaya tersebut
adalah untuk meningkatkan
membahas tentang Program
Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM)
Mandiri sedangkan
penelitian yang sedang
dilakukan adalah mengenai
bantuan Program Keluarga
Harapan (PKH).
35
pengelolaan aplikasi PNPM
Mandiri Program, kemudian
mensosialisasikan program
kepada masyarakat sehingga
masyarakat memahami
realitas dan tujuan program.
3. Sitti Asnaeni (2011) “
Perubahan Perilaku
Sosial Budaya Akibat
BLT (Studi Pada
Masyarakat
Batangkaluku Gowa
Sulawesi Selatan).
Berdasarkan paparan data
hasil penelitian Sitti Asnaeni,
maka kesimpulan penelitian
adalah :
1. Perilaku sosial budaya
masyarakat Batangkaluku
memiliki etos kerja yang
tinggi, tidak menyerah pada
nasib, tetapi berubah seiring
adanya program Bantuan
Langsung Tunai (BLT),
menjadi salah satu sumber
penghasilan keluarga
menyebabkan adanya
kebergantungan karena
Dalam penelitian Sitti
Asnaeni di kelurahan
Batangkaluku Kabupaten
Gowa ini memiliki
kesamaan fokus penelitian
tentang perilaku sosial
masyarakat perbedaanya
terlihat dari program
bantuan pemerintah yang
diberikan bagi masyarakat
miskin yakni berbentuk
Bantuan Langsung Tunai
(BLT) dan Subjek penerima
bantuan rogram tersebut.
Sedangkan dalam penelitian
36
dianggap sebagai pemberian
uang seacara Cuma – Cuma.
2. Penghayatan nilai – nilai
Siri’ ( konsep kepribadian
yang menjadi falsafah hidup
masyarakat Bugis) terhadap
sebagian warga kelurahan
Batangkaluku yang semakin
kurang, kurang kreatif
merespon keadaan atau
perbaikan ekonomi,
admisnistrasi pendapatan
calon penerima bantuan yang
tidak tertib, kenaikan harga
Sembilan bahan kebutuhan
pokok sebagai imbas dan
kenaikan harga bahan bakar
minyak.
ini program bantuan yang
menjadi fokus penelitian
yakni Program Keluarga
Harapan (PKH) yang
difokuskan pada masyarakat
sub urban di desa
Ampeldento yang bertujuan
untuk mensejahterahkan
masyarakat miskin dan
merubah pola pikir mereka
dalam kehidupan sosial dari
berpikir negatif menjadi
positif untuk meningkatkan
kehidupan sosial mereka.
4. Desi Ayu Wulandari
(2012) “ Perubahan
Perilaku Sosial
Penerima Program
Hasil penelitian ;
1. Tujuan dari Program
Keluarga Harapan
(PKH). Dimana
Penelitian yang dilakukan
Desi Ayu Wulandari di
Desa Menyarik Kecamatan
Winongan Kabupaten
37
Keluarga Harapan
(PKH) ( Studi pada
Masyarakat Desa
Menyarik Kecamatan
Winongan Kabupaten
Pasuruan).
pemerintah telah
membuat program
tersebut untuk
membantu masyarakat
miskin merubah pola
pikir yang dari negatif
menjadi positif dalam
meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia
(SDM). Terbukti
dengan adanya
bantuan program
tersebut masyarakat
desa Menyarik
Kecamatan Winongan
Kabupaten Pasuruan
mulai merubah pola
pikir mereka terutama
peduli terhadap
pendidikan dan
kesehatan.
2. Perubahan –
Pasuruan tersebut meneliti
tentang perubahan perilaku
sosial terhadap pemberian
bantuan Program Keluarga
Harapan tetapi perbedaanya
adalah subjek yang diteliti
dimana penelitian yang
dilakukan saat ini yang
sedang berjalan memilih
subjek masyarakat sub
urban yaitu masyarakat
pinggiran kota di Desa
Ampeldento Kecamatan
Karangploso Kabupaten
Malang dimana
masyarakatnya sebagian
mencari nafkah di kota,
sehingga banyak yang
terpengaruh gaya ke kota –
kota an.
38
perubahan perilaku di
desa Menyarik
penerima Program
Keluarga Harapan,
Bidang Pendidikan :
Orang tua dulu kurang
memotivasi anaknya
untuk bersekolah
tetapi setelah adanya
bantuan Program
Keluarga Harapan
didesa tersebut orang
tua mulai termotivasi
mendukung anaknya
untuk selalu rajin
dating ke sekolah.
Orang tua yang dulu
tidak sanggup untuk
membelikan
perlengkapan sekolah
anak., namun sekarang
bisa membelikan.
39
Dulu kesadaran orang
tua akan pendidikan
rendah, sekarang lebih
meningkat.
Dulu orang tua
kesulitan untuk
membiayai sekolah
dan membayar buku –
buku sekolah tetapi
sekarang sudah bisa
membiayai.
Dulu masyarakat
miskin hanya dapat
menghidupi kebutuhan
sehari hari saja
sekarang sudah dapat
memenuhi kebutuhan
anak untuk bersekolah.
3. Perubahan Bidang
Kesehatan :
Masyarakat yang ada
di desa Menyarik yang
40
dulunya kurang
memperdulikan
kesehatan diri
sekarang lebih
memperhatikan
kesehatan mereka. Ibu
hamil yang dulu tidak
pernah memeriksakan
kandungannya,
sekarang lebih sering
memeriksakan
kandungannya ke
puskesmas setempat.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Masyarakat Sub Urban
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk yang akan mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Fenomena pertumbuhan penduduk yang
terjadi setiap tahunnya akan menjadi salah satu faktor munculnya
daerah sub urban (Voluntir, 2014 : 294). Daerah sub urban merupakan
daerah yang terletak diantara desa dan kota serta adanya proses
41
pengkotaan. Penduduk didaerah ini kurang mempunyai akses terhadap
lahan sawah sehingga penduduknya menjalankan ekonomi campuran
(Voluntir, 2014 : 295).
Desa Ampeldento Kecamatan Karangploso memiliki kondisi
geografis wilayah yang terletak diantara jalur menuju kota – kota besar
seperti kota malang dan batu. Masyarakat desa Ampeldento terutama
ibu –ibu, sebagian besar melakukan aktifitasnya atau bekerja
diperkotaan. Mata pencarian tertinggi adalah sebagai buruh pabrik,
petani, dan buruh tani. Sehingga masyarakat desa Ameldento dapat
dikatakan sebagai masyarakat sub urban.
2.2.2 Perilaku Sosial Masyarakat Sub Urban
Wilayah perkotaan, terdapat wilayah sub urban yang sering
diartikan sebagai wilayah peralihan. Wilayah ini sering disebut
menjadi wilayah desa-kota. Jika dilihat dari lingkungan, maka wilayah
ini merupakan daerah yang berada pada wilayah perkotaan (urban) dan
juga pedesaan (rural), serta bila dilihat dari sebuah komunitas maka
wilayah sub urban merupakan komunitas yang memiliki sifat rural dan
juga sifat urban. Berdasarkan karakteristiknya, wilayah sub urban
merupakan wilayah bagian dari kota namun menampakkan
kenampakan desa dan juga kota secara bersamaan. Jadi di satu sisi
wilayah ini menampakkan sifat urban dan di sisi lain juga
menampakkan sifat rural (Firla & Sugeng, 2017).
42
Gaya hidup adalah cara untuk mendefinisikan sikap, nilai, dan
menunjukkan kekayaan serta posisi sosial seseorang. Secara umum,
gaya hidup sebagai suatu yang dikenali dengan bagaimana individu
akan menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting bagi
individu untuk dipertimbangkan pada lingkungan (minat), dan juga
apa yang individu pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar
(opini).
Pengertian umum, gaya hidup dapat diartikan sebagai
karakteristik seseorang yang dapat diamati dan memadai sistem nilai
serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya, karakteristik
tersebut berkaitan dengan beberapa aspek, misalnya dengan aspek cara
berpakaian, cara berbelanja, kebiasaan berbelanja, dan lain-lain.
Pemenuhan gaya hidup akan dilakukan oleh masyarakat karena akan
menjadikan kepuasan tersendiri bagi individu. Konsumsi menjadi
salah satu bentuk pemenuhan dari gaya hidup seseorang.
Menurut Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana
manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya
berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini material, barang simbolik,
jasa atau pengalaman) dan dapat memuaskan mereka (Damsar,
2009:113).
Sub urban adalah wilayah pinggiran kotayang tidak jauh dari
pusat kota dan memiliki beragam cirinya. Munculnya daerah ini
adalah karena pemekaran kota, yaitu ditandai dengan bertambahnya
43
jaringan jalan-jalan baru sehingga menyebabkan perluasan lahan.
Fenomena ini terjadi disebabkan semakin bertambahnya penduduk, ini
bisa disebabkan karena adanya warga pendatang juga yang
menyebabkan kota menjadi sesak dan harga tanah pun semakin mahal.
Fenomena ini memunculkan niatan masyarakat ataupun
industri untuk bermukim di wilayah sub urban ini. Ciri selanjutnya
adalah karakteristik daerah ini yang bersifat campuran antara desa dan
kota. Beberapa daerah akan menunjukkan bentuk kota, tetapi disisi
lain juga masih menunjukkan karakteristik pedesaannya. Ini karena
awalnya daerah ini adalah daerah pedesaan yang mengalami transisi
menjadi daerah perkotaan. Sesuatu yang mencolok dari kehidupan
masyarakat sub urban ini adalah nyaris kosongnya perumahan mereka
di siang hari, karena sebagian besar orang-orangnya bekerja di kota,
tetapi ada juga penduduk yang bekerja di sector informal maupun
pertanian.
Salah satu dari teori klasik dan neo klasik tentang urbanisasi
adalah Teori-teori demografis tentang urbanisasi dan migrasi. Teori-
teori ini didominasi oleh model faktor pendorong-penarik, yang
memandang kota sebagai faktor penarik sedangkan desa sebagai faktor
pendorong. Teori-teori ini cenderung berifat deskriptif-analitis, yang
terbatas pada framework demografis.
Ditinjau dari model faktor pendorong-penarik suburbanisasi
merupakan kontra urbanisasi bila tinjauan terbatas hanya pada masalah
44
ketersediaan lahan, terutama lahan untuk pemukiman dan industri.
Fenomena suburbanisasi di Indonesia salah satu ciri dari globalisasi
pada kawasan suburban.
Faktor-faktor pendorongnya merupakan kombinasi dari
kekuatan politik ekonomi yang bergerak yang bergerak pada tataran
makro hingga mikro. Hal ini kemudian berdampak pada
perkembangan penggunaan lahan kota dan pola interaksi dari aktivitas
yang belangsung di atasnya dan pada sisi lain terjadi peningkatan
eksploitasi lahan terutama konversi lahan pertanian produktif maupun
kawasan konservasi dan perluasan kerusakan ekosistim lokal.
Karakteristik suburbanisasi kota-kota di Indonesia umumnya
sama yaitu dicirikan oleh faktor tingkat pertumbuhan dan kepadatan
penduduk pada kota utama sehingga mengakibatkan adanya
perkembangan perumahan di wilayah suburban baik skala kecil,
menengah atau besar yang biasanya sangat tergantung pada jumlah
penduduk kota utama dan perkembangan kawasan industri di wilayah
suburban (Irfan,2016).
Dampak suburbanisasi bagi kota utama adalah dapat
membantu pengendalian jumlah penduduk walaupun hasilnya tidak
signifikan, sedangkan bagi wilayah suburban sendiri adalah sangat
menunjang bagi usaha percepatan perkembangan wilayah. Karena
pembangunan suatu wilayah tetap mengacu pada penduduk atau
masyarakat sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Hal tersebut
45
dapat dilihat dengan adanya keterkaitan timbal balik antara aktivitas
ekonomi dengan konsentrasi penduduk.
Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah
yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki
sarana dan prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka
dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya distribusi barang
dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat
kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah
memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan .
Suburbanisasi seperti halnya urbanisasi merupakan suatu
proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk atau masyarakat. Namun demikian
mekanisme perkembangan kota/wilayah yang terjadi selama ini sering
tanpa kendali terutama perkembangan kawasan perkotaan di kawasan
pinggiran (sub urban) yang ditujukkan melalui fenomena urban sprawl
yaitu fenomena perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi di
kawasan pinggiran secara tidak teratur dan meloncat-loncat.
Urban sprawl terjadi karena lahan di perkotaan semakin langka
dan mahal sehingga terjadi kecenderungan penduduk perkotaan
memilih bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota (sub urban),
tetapi konversi lahan yang terjadi tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang sehingga perkembangan perumahan di wilayah pinggiran
cenderung mengikuti jaringan jalan yang sudah ada sehingga tidak
46
tersebar secara merata dan bersifat meloncat. Akibatnya terjadilah
kantong-kantong permukiman yang mengindikasikan gejala urban
sprawl, sehingga terjadi peningkatan kebutuhan akan sarana dan
prasarana serta ketidakefisienan penyediaan sarana dan prasarana.
Lebih jauh lagi adalah terjadinya kemacetan lalu lintas karena pola
arus pergerakan periodik antara daerah pinggiran dan pusat kota
(Hornby & Jones, 1991).
2.2.3 Konsep Sub Urban
Konsep sub urban atau rurban sering diberi arti atau
diterjemahkan dengan “pinggiran kota”. Yang lebih tepat, sub urban
adalah merupakan bentuk antara (in-between): antara rural dan urban.
Dilihat sebagai suatu lingkungan daerah, maka daerah sub urban
merupakan daerah yang berada di antara atau di tengah – tengah
daerah rural dan urban. Jika dilihat sebagai suatu komunitas, maka sub
urban merupakan kelompok komunitas yang memiliki sifat tengah-
tengah antara rural dan urban (Indrizal, 2011:2).
Sub urban merupakan proses yang sangat penting dalam
menentukan perubahan sosio – spasial pada kawasan perkotaan,
terutama metropolitan. Suburbanisasi ini terjadi karena adanya
aktivitas penduduk yang mendorong untuk pindah ke pinggiran kota.
Menurut Bounce (1999, dalam Kontuly, 2006), sub urban terjadi
karena adanya perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur
ekonomi ini mendorong terjadinya perubahan pada komposisi
47
pekerjaan penduduk antara pertanian dan industry dimana sector
industri menjadi sangat berkembang dan mendorong penduduk beralih
mata pencaharian. Kawasan industri yeng terletak di perkotaan ini
menarik penduduk pedesaan melakukan migrasi ke perkotaan.
Urbanisasi pada masing – masing memilki karakteristik yang
berbeda-beda. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa
suburbanisasi di kawasan yang terencana lebih kecil dibandingkan
pada kawasan yang tidak terencana. Dan pada umumnya pada
kawasan yang tidak terencana, suburbanisasi terjadi sebagai implikasi
kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rendah yang sulit untuk
bertempat tinggal di pusat kota (Ladanyi dan Szelenyi, 1998 dalam
Kahrik, 2007).
2.2.4 Perubahan Sosial Masyarakat Sub Urban
Kepadatan penduduk mempengaruhi perilaku perjalanan
melalui beberapa cara seperti akses guna lahan, pilihan angkutan dan
pengurangan akses kendaraan bermotor. Akses guna lahan terjadi
bersamaan dengan proses aglomerasi di mana jumlah kegiatan yang
bisa menjadi daya tarik dan bangkitan perjalanan di suatu kawasan
cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk
kawasan tersebut. (Purboyo, 2007).
2.2.5 Program Keluarga Harapan (PKH)
Berdasarkan Undang-undang nomor 40 tahun 2004 Pemerintah
Indonesia sejak tahun 2007 berusaha mengurangi angka kemiskinan
48
masyarakat dengan mengimplementasikan sebuah Program Sosial
yakni Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini merupakan
program yang memberikan bantuan kepada keluarga miskin (KPM)
berupa bantuan uang tunai langsung dan tahun ini pemerintah
memberikan bantuan tersebut dengan non tunai melalui bank yang
telah ditunjuk.
Bantuan tersebut dengan ketentuan syarat/kriteria dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh peserta PKH. Kriteria yang
menjadi dasar kepesertaan PKH ini diantaranya sbb; Keluarga benar-
benar termasuk keluarga kurang mampu, memiliki ibu
hamil/nifas/menyusui, anak usia balita/anak pra sekolah, anak usia
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Atas, serta memiliki anak usia dibawah delapan belas tahun yang
belum menyelesaikan pendidikan dasar 12 tahun, lansia<70 th dan
disabilitas berat.
Berdasarkan ketentuan program ini, peserta PKH tidak hanya
semata-mata menerima bantuan tunai saja, namun setiap keluarga
peserta PKH mempunyai kewajiban yang harus dilakukan, diantaranya
jika dalam keluarga tersebut memiliki ibu hamil/nifas/menyusui maka
wajib memeriksakan kesehatannya pada fasilitas kesehatan terdekat,
jika memiliki anak balita maka wajib membawanya ke Posyandu, serta
jika memiliki anak usia sekolah dasar,semenengah pertama wajib
mendaftarkan ke fasilitas pendidikan.
49
Bantuan tunai bersyarat ini diharapkan untuk jangka panjang
dapat memutus mata rantai kemiskinan melalui peningkatan dan
kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan dan pelayanan
pendidikan serta pemberdayaan masyarakat. Dalam jangka pendek
diharapkan dapat memberikan income effect melalui pengurangan
beban pengeluaran keluarga.
Melalui Program Keluarga Harapan ini Pemerintah
mengimplementasikan percepatan penanggulangan kemiskinan
sekaligus memberikan jaminan dan perlindungan sosial bagi
warganya. Angka kemiskinan yang sangat besar di Indonesia perlu
segera ditekan agar pencapaian menuju negara yang sejahtera dan
berkeadilan sosial dapat tercapai, mengingat sebagian besar wilayah
indonesia yang berupa kepulauan menjadikan pemerataan
pembangunan tidak merata. Akses transportasi, jumlah penduduk yang
besar dan luasnya wilayah juga sangat berpengaruh terhadap
lambatnya penanggulangan kemiskinan.
Program Keluarga Harapan merupakan program lintas instansi
yang dalam pelaksanaannya memerlukan kerjasama yang baik dari
berbagai pihak guna tercapainya tujuan mensejahterakan masyarakat
Indonesia, baik dari pihak pusat, pemerintah daerah, maupun dari
seluruh lapisan masyarakat.
Ujung tombak dari pemutusan mata rantai kemiskinan
dilapisan terbawah berada dipundak para pendamping PKH degan
50
tugas mendampingi KPM menuju keluarga sejahtera sebagaimana
diamanahkan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2004.
(pkh.kemsos.go.id diakses pada 18 Juli 2018)
2.3 Landasan Teori
a. Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons (AGIL)
Menurut teori fungsionalis ini masyarakat adalah “suatu sistem
sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling
berkaitan dan saling menyatu dalam kesimbangan. Perubahan yang
terjadi satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian
lain. ( George Ritzer, 21).
Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh
struktur sosialnya terintegrasi menjadi satu, masing-masing memiliki
fungsi yang berbeda-beda tapi saling berkaitan dan menciptakan
konsensus dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen akan saling
beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari
masyarakat. (George Ritzer dan Gouglas J. Goodman, 2007:118)
Menurut George Ritzer, asumsi dasar teori fungsionalisme
struktural adalah “setiap struktur dalam sistem sosial, juga berlaku
fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional
maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinnya. Teori
ini cenderung melihat sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap
sistem lain. Karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu
peristiwa atau suatu sistem dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi
51
lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini
beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah
fungsional bagi masyarakat.
Fungsionalisme struktural, terutama dalam karya Talcott
Parsons, Robert K Merton, serta pengikut mereka mendominasi teori
sosiologi selama beberapa tahun. Kemunculan teori struktural
fungsional, baik di dalam maupun diluar Amerika Serikat, berkolerasi
dengan dominasi Amerika Serikat dalam segenap aspek kehidupan.
Talcott Parsons mengembangkan sebuah taksonomi komperhensif
tentang masyarakat melalui beberapa karyanya, seperti Towards a
General Theory of Action (1951, editor bersama Edward Shils) dan
The Social System (1951). Dengan menggunakan beberapa konsep
seperti status, peran, norma, nilai dan kebutuhan. (Sindung Haryanto,
2012:11)
Dia mengembangkan sebuah alat analitis terhadap properti-
properti mendasar masyarakat yang dipandang sebagai sistem sosial,
termasuk hubungan-hubungannya dengan kepibadian dan kebudayaan
yang juga dilihat sebagai sebuah sistem. Fokusnya pada aspek
struktural dari masyaraka dan prasyarat-prasyarat fungsional dari
sistem sosial untuk memeliharannya keberlangsungannya. Oleh karena
itu, teorinya dinamakan “Struktural Fungsional” yang kemudian
dirumuskan secara lebih sederhana menjadi “Fungsionalisme”.
52
Teori Fungsionalisme Struktural merupakan bagian dari
paradigma fakta sosial, yang meneliti barang sesuatu dan fakta sosial
yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Teori ini juga menjelaskan
bahwa masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari atas
bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan, saling
menyatu dalam keteraturan dan keseimbangan. Perubahan yang terjadi
pada satu bagian akan menyebabkan perubahan terhadap bagian yang
lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial dan sistem
sosial terdapat bagian atau elemen bersifat fungsional terhadap bagian
atau elemen yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka strutur
itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. (George Ritzer,
2010:21)
Teori ini mempunyai beberapa tokoh besar didalamnya, sebut
saja Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kinsley Davis, Wilbert
Moore, dan bberapa tokoh lain. Teori ini pada intinya memandang
masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur sistem
yang saling terkait dan bekerja sesuai dengan fungsinya masing-
masing. Dengan begitu, setiap sistem yang ada memberikan
sumbangan agar terjadi equilibrium (keseimbangan).
Teori ini juga menjelaskan bahwa struktur sosial dan institusi
sosial berhubungan dengan fungsi dari fakta-fakta sosial. Fungsi
dalam teori ini berkaitan dengan akibat-akibatnya yang dapat diamati
dalam proses adaptasi atau penyesuaian suatu sistem. Menurut Robert
53
K. Merton penganut teori ini berpendapat bahwa obyek analisa
sosiologi adalah fakta sosial seperti : peranan sosial, pola-pola
institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial
dan lain-lain. (Ibid, George Ritzer, Sosiologi…,hlm. 22)
Struktur Fungsionalisme berjalan melalui individu-individu
sebagai aktor dengan menjalankan fungsi dan perannya masing-
masing melaui bentuk adaptasi terhadap sub sistem struktural
fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan (unit aksi). Dari
unit aksi inilah kemudian terjadi sistem aksi (Act System) dimana
masyarakat telah menemukan tujuan dari aksi tersebut. Sehingga
terbentuklah sebuah tatanan masyarakat dengan keunikannya
tersendiri. Nantnya, akan mengalami perubahan yang lebih kompleks.
(Bernard Raho SVD, 2007:90)
Talcott Parsons telah banyak menghasilkan sebuah karya
teoritis. Ada beberapa perbedaan penting antara karya awal dengan
karya akhirnya. Pada bagian ini membahas karya akhirnya yaitu Teori
Fungsionalisme Struktural. Talcott Parsons terkenal dengan empat
imperatif fungsional bagi sistem “tindakan“ yaitu skema AGIL. AGIL,
fungsi adalah suatu gugusan aktivitas yang di arahkan untuk
memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem. Parsons menyakini
bahwa perkembangan masyarakat berkaitan erat dengan
perkembangan keempat unsur subsistem utama yaitu kultural
(pendidikan), kehakiman (integrasi), pemerintahan (pencapaian tujuan)
54
dan ekonomi (adaptasi). (J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto,
2004:350)
Menggunakan definisi ini, Parsons percaya bahwa ada empat
imperatif fungsional yang diperlukan atau menjadi ciri seluruh sistem
– adaptasi (A/adaptation), (Goal attainment/pencapaian tujuan),
(integrasi) dan (Latency) atau pemeliharaan pola. Secara bersama–
sama, keempat imperatif fungsional tersebut di sebut dengan skema
AGIL. Agar bertahan hidup maka sistem harus menjalankan keempat
fungsi tersebut (George Ritzer, 2004:256)
a) Adaptasi, sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang
datang dari luar. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan–kebutuhannya.
b) Pencapaian tujuan, sistem harus mendefinisikan dan mencapai
tujuan–tujuan utamannya.
c) Integrasi, sistem harus mengatur hubungan bagian–bagian yang
menjadi komponennya. Ia pun harus mengatur hubungan antar
ketiga imperatif fungsional tersebut (A,G,L).
d) Latency (pemeliharaan pola), sistem harus melengkapi,
memelihara dan memperbaharui motivasi individu dan pola–pola
budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Parsons mendesain skema AGIL agar dapat digunakan pada
semua level sistem teoritsnya. Dalam pembahasan ini tentang keempat
sistem tindakan maka akan menjabarkan cara parsons menggunakan
55
AGIL. Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menangani
fungsi adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar.
Sistem kepribadian menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan
mendefinisikan tujuan sistem dan memobilitasi sumber daya yang
digunakan untuk mencapainnya. Sistem sosial menangani fungsi
integrasi dengan mengontrol bagian- bagian yang menjadi
komponennya, akhirnya , sistem kultur menjalankan fungsi latency
dengan membekali aktor dengan norma dan nilai- nilai yang
memotivasi mereka untuk bertindak. (Ibid., 257)
Desain skema AGIL parsons di gunakan semua tingkat dalam
sistem teorinya. Dalam bahasa tentang empat sistem tindakan parsons
menggunakan skema AGIL.
Organisme perilaku :Adalah sistem tindakan yang
melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan
mengibah lingkungan eksternal.
Sistem kepribadian :Melaksanakan fungsi pencapain tujuan
dengan
menetapkan tujuan sistem dan mobilisasi sumber daya yang ada untuk
mencapainya.
Sistem sosial :Menanggulangi fungsi integrasi dengan
mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponenya.
56
Sistem structural :Melaksanakan fungsi pemeliharaan pola
dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang
memotifasi mereka untuk bertindak.
Teori structural menjelaskan bagaimana berfungsinya suatu
struktur. Setiap struktur menjelaskan bagaimana berfungsinya suatu
struktur (mikro seperti persahabatan, organisasi dan makro seperti
masyarakat) akan tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi. Konsep
Pemikiran Teori Fungsionalisme Struktural dipengaruhi oleh adanya
asumsi kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan
struktur sosial tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam
masyarakat.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu
bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para
anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat
tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat
merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain
berhubungan dan saling ketergantungan.
Asumsi teori structural fungsional
a. Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang tersetruktur
secara relatif mantab dan stabil.
b. Elemen- elemen tersetruktur tersebut terintegrasi dengan baik.
57
c. Setiap elemen dan truktur memiliki fungsi, yaitu memberikan
sumbangan pada bertahanya struktur itu sebagai suatu sistem.
d. Setiap struktur yang fungsional di landaskan pada suatu konsensus
nilai diantara para anggotanya.
Bedasarkan pandangan teori structural fungsional dapat di lihat
sebagai elemen dalam masyarakat seperti juga orang lain sebagai
elemen dalam masyarakat: seperti juga orang lain sebagai elemen
masyarakat. Jaringan hubungan antara anda dan orang-orang lain yang
terpola dilihat sebagai masyarakat. Jaringan hubungan yang terola
tersebut mencerminkan struktur elemen- elemen yang relatife mantap
dan stabil. (Damsar dan indrayani, 2009:49-54)
Teori AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan
Latency), yang diperkenalkan oleh Talcott Parsons, jika di korelasikan
dengan fenomena yang di teliti bahwa adanya sebuah keluarga yang
dapat dianggap sebagai contoh dari kelompok kecil dalam sistem
sosial, di mana Keluarga memiliki berbagai fungsi penting yang
menentukan kualitas kehidupan baik kehidupan individu, keluarga,
maka ini sesuai dengan kesejahteraan ekonomi dalam keluarga
Penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa
Ampeldento Kecamata Karangploso Kabupaten Malang, karena di
dalam Keluarga Penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH)
juga mempunyai anggota di mana setiap anggota mempunyai peran
58
dan fungsi berbeda dalam mencapai sebuah tujuan di dalam
keluarganya.
Talcott Parsons telah banyak menghasilkan sebuah karya
teoritis. Ada beberapa perbedaan penting antara karya awal dengan
karya akhirnya. Pada bagian ini membahas karya akhirnya yaitu Teori
Fungsionalisme Struktural. Talcott Parsons terkenal dengan empat
imperatif fungsional bagi sistem “tindakan“ yaitu skema AGIL. AGIL,
fungsi adalah suatu gugusan aktivitas yang di arahkan untuk
memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem. Menggunakan
definisi ini, Parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional
yang diperlukan atau menjadi ciri seluruh sistem – adaptasi
(A/adaptation), (Goal attainment/pencapaian tujuan), (integrasi) dan
(Latency) atau pemeliharaan pola. Secara bersama–sama, keempat
imperatif fungsional tersebut di sebut dengan skema AGIL. Agar
bertahan hidup maka sistem harus menjalankan keempat fungsi
tersebut. (George Ritzer, 2004:256)
a. Adaptation (adaptasi):
Sebuah sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang
datang dari luar. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan– kebutuhannya.
Adaptasi dapat diwawas secara aktif dan secara pasif. Adaptasi
aktif adalah berusaha memasukkan semua yang asing (bukan
lokal) dalam suatu sistem kerja yang dibentuknya. Usaha ini
59
menjadi terasing dengan masyarakat disekelilingnya, bahkan
seringkali menimbulkan masalah etnis dan sosial budaya.
Adaptasi pasif, terjadi dengan cara lembaga yang ada
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sosial/budaya, dan
alam lingkungan yang ada.
b. Goal Attainment (pencapaian tujuan):
Sebuah sistem harus mendefinisikan dan harus mencapai
tujuan utamanya.
Secara estafet ia mengambil hal-hal yang diserap oleh daya
adaptasi, diambil oleh Goal untuk dimanage sehingga tujuan dapat
tercapai. Goal dengan demikian cukup beragam, sesuai dengan
strategi atau langkah yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Menurut E. Durkheim, goal attainment dibagi menjadi bagian
yang paling kecil supaya kegiatan dapat dilaksanakan lebih
terpusat (the man patron of the same).
c. Integration (Integrasi):
Sebuah sistem harus mengatur hubungan bagian–bagian yang
menjadi komponennya. Ia pun harus mengatur hubungan antar
ketiga imperatif fungsional tersebut (A,G,L).
Integrasi memiliki dua model kompetisi, yaitu:
1. Kompetisi individual (personal integration) merupakan
model kompetisi yang sangat produktif. Individual
Competition atau kompetisi antar individu adalah khas
60
pada masyarakat barat, karena individu adalah segala-
galanya.
2. Kompetisi antar kelompok (group competition) merupakan
model kompetisi pada masyarakat timur. Dalam
perusahaan khas timur, seperti yang terjadi di Jepang,
China, Korea,dll kepentingan bersama menjadi acuan
utama dibandingkan kepentingan pribadi (kepentingan
bersama diatas kepentingan individual). Perusahaan yang
hidup dalam kebudayaan timur, memiliki kehidupan
kolektivitas yang tinggi.
Integrasi diwawas secara konseptual memiliki empat
pengertian yang dapat dijelaskan dengan pendekatan tertentu.
a) Integrasi Normatif: persamaan nilai dan norma yang diacu oleh
bagian-bagian tertentu dalam masyarakat. Integrasi normatif
disebut juga cultural integration, yaitu suatu model integrasi
yang mengandalkan kepada kehidupan normatif, yang
bersumber dari filosofi masyarakat. Apabila individual
competition dan group integration berkembang, maka akan
berkembang dengan meniadakan norma atau justru
menciptakan nilai baru yang belum ada sebelumnya.
b) Integrasi komunikasi: terjadi apabila ada persamaan bahasa
yang digunakan atau persamaan persepsi (cara berpikir).
61
c) Integrasi sosial: tinggi atau rendahnya integrasi sosial
tergantung kepada kesediaan masing-masing orang yang
berbeda duduk dan bergaul bersama.
d) Integrasi politis: biasanya diukur dari angka partisipsi
masyarakat dalam kegiatan politik tertentu. Sehingga dapat
diperkirakan mobilitas sosial yang terjadi berdasarkan aliran
politik tertentu.
d. Latency (Pemeliharaan Pola):
Sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan
memperbaharui motivasi individu dan pola – pola budaya yang
menciptkan dan mempertahankan motivasi tersebut. (Agus Salim,
2002:102-105)
Fungsi dan tujuan dari lembaga tidak berubah, sehingga ada
peluang untuk menjaga kestabilan dalam sistem yang sedang
berjalan.
Parsons mendesain skema AGIL ini untuk digunakan disemua
tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat
mata sistem tindakan ini, akan dicontohkan bagaimana cara
Parsons menggunakan skema AGIL.
a) Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan
fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan mengubah
lingkungan eksternal.
62
b) Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan
dengan menetapkan tujuan sistem dan mobilitas sumber daya
yang ada untuk mencapainya.
c) Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan
mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
d) Terakhir sistem kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan
pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai
yang memotivasi mereka untuk bertindak. (George Ritzer,
2004:257)
Perspektif ini, suatu masyarakat dapat dilihat sebagai suatu
jaringan kelompok yang bekerja secara terorganisasi yang bekerja
dalam suatu cara yang agak teratur menurut seperangakat aturan dan
nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut. Masyarakat
sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak
lembaga, dimana masing-masing lembaga memiliki fungsi sendiri-
sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda,
ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun
masyarakat primitive.
Pemerintah Kementrian Sosial melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) memberikan bantuan kepada masyarakat pra sejahtera dengan
melakukan pendekatan dan penyuluhan program yang dilakukan oleh
pendamping atau Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan
(UPPKH) kepada masyarakat penerima Program Keluarga Harapan
63
(PKH), dalam perjalanan ke depan, banyak terjadi perubahan
masyarakat dari sebelum mendapatkan program bantuan dan sesudah
mendapatkan bantuan program Keluarga Harapan (PKH), usaha yang
relative maju, mereka dihadapkan kepada tuntutan diferensiasi yang
menangani aktivitas untuk memperbaiki kehidupannya.
Perubahan masyarakat tersebut dilihat dari segi pendapatan, pola
perilaku, pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills), Makin
berkembangnya perubahan masyarakat makin berkembang struktur,
makin kompleks tugas-tugas fungsional, makin membutuhkan unit-
unit fungsional bagi dirinya sendiri. Proses diferensiasi pada saat yang
sama membutuhkan unit-unit yang baru, tiap-tiap unit terspesialisasi
dalam fungsinya yang khusus, namun antara mereka tetap ada ikatan
hubungan satu dengan yang lain, bahwa diferensiasi membutuhkan
integrasi kembali.
Seperti halnya Kementrian sosial sebagai pemerintah juga
mempunyai fungsi diantara dapat memberikan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat termasuk juga masyarakat di Desa Ampeldento
Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang melalui pemberian
bantuan dan pelatihan yang diadakan oleh Unit Pelaksana Progra
Keluarga Harapan (PKH). Dengan adanya bantuan tersebut, orang-
orang yang terlibat di dalamnya harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Termasuk juga Unit Pelaksana Program Keluarga
Harapan (UPPKH) dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
64
masyarakat yang ada didesa Ampeldento, dan bagi masyarakat yang
menerima bantuan program tersebut harus menyesuaikan diri dengan
kegiatan yang diberikan oleh pemerintah, sehingga masyarakat bisa
terkumpul bekerja sama dengan pemerintah agar dapat sama-sama
membantu dan menyumbang kreatifitas untuk mengembangkan
kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Program keluarga Harapan (PKH) bertujuan untuk
mengimplementasikan percepatan penanggulangan kemiskinan
sekaligus memberikan jaminan dan perlindungan sosial bagi
warganya. Angka kemiskinan yang sangat besar di Indonesia perlu
segera ditekan agar pencapaian menuju negara yang sejahtera dan
berkeadilan sosial dapat tercapai, mengingat sebagian besar wilayah
indonesia yang berupa kepulauan menjadikan pemerataan
pembangunan tidak merata. Akses transportasi, jumlah penduduk yang
besar dan luasnya wilayah juga sangat berpengaruh terhadap
lambatnya penanggulangan kemiskinan.
Adanya Pemberian bantuan Program Keluarga Harapan (PKH)
harus mampu menyatukan orang-orang yang terlibat di dalamnya,
antara pemerintah yang memberikan bantuan dan masyarakat
penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) harus dapat
bersatu demi pencapaian tujuan dan sama-sama saling
menguntungkan, dan juga saling memperbaiki adanya ketidak
seimbangan antara pelaksanaan program dan dalam lingkungan
65
sekitar, agar masing-masing dapat saling memberi motivasi dan tetap
dengan budaya-budaya yang ada sehingga dapat mempertahankan
sistem tersebut.
Pendekatan teori struktural fungsional membaha perilaku manusia
dalam kompleks organisasi (masyarakat) dan bagaimana perilaku
tersebut berada dalam (dapat mempertahankan) kondisi keseimbangan
dalam organisasi/masyarakat. Persoalan mendasar yang dihadapi
setiap organisme sosial adalah bagaimana agar tetap dapat bertahan
dan pola interaksi antara sub sistem yang terjadi di dalamnya dapat
mempertahankan keutuhan sistem tersebut. Masyarakat sebagai sistem
sosial menurut Talcott Parsons paling tidak harus memiliki empat
fungsi imperative yang sekaligus merupakan karakteristik suatu
sistem. Keempatnya berhubungan dengan sistem tindakan (action
system), terkenal dengan skema AGIL. AGIL suatu fungsi adalah
sekumpulan kegiatan yang ditunjukan kearah pemenuhan kebutuhan
tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defisi ini,
Talcott Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting yang
diperlukan untuk semua sistem.
66
Gambar 2. Kerangka Konsep Fungsional
Sumber : Hasil Interpretasi Peneliti
Alur skema di atas penjelasannya mulai dari aktor yang
mempunyai tujuan akhir yang ingin dicapai. Disini dapat diartikan
bahwa Kementrian sosial sebagai Pemerintah berperan sebagi actor.
Dikeluarkan segala tindakan atau kebijakannya disebut dengan
political action sebagai alat untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya yaitu memberikan bantuan Program Keluarga Harapan
kepada masyarakat. Tindakan-tindakan tersebut merupakan wujud dan
fungsional system Pemerintah sebagai actor yang mempunyai
wewenang terhadap masyarakat.
Menimbulkan fase Adaptasi (Adaptation), Kementrian Sosial
sebagai Pemerintah melalui Pogram Keluarga Harapan (PKH)
ACTOR POLITICAL
ACTION
FUNCTIONAL
SYSTEM
ADAPTATION,
GOAL ATTAIMENT,
INTEGRASI,
LATENCY
Kepribadian, Sistem
Kebudayaan, Sistem
Sosial, Organisasi
67
melakukan pendekatan dan penyuluhan program bantuan tersebut
kepada masyarakat penerima bantuan Program Keluarga Harapan
(PKH), dimana ada tahapan-tahapan pendekatan yang dilakukan
sehingga terjadinya perubahan (Goal Attaiment) kepada masyarakat
penerima bantuan dari segi pendapatan, pola perilaku, pengetahuan,
ketrampilan dan lain-lain. Dimana Integrasi (Integration) masyrakat
penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) bisa terkumpul
bekerja sama dengan pemerintah, sehingga fungsi pemeliharaan
(Latency) dapat mempertahankan suatu sistem yang ada di Program
Keluarga Harapan (PKH).