BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian ... II.pdftertulis dalam bentuk laporan...

21
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents. Pihak principals adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Mecklng, 1976). Menurut contacting theory (Watt & Zimmerman, 1983) menyatakan bahwa hubungan antara pihak-pihak dalam perusahaan, pengelola, pemegang saham, kreditur, pemerintah dan masyarakat akan sulit tercipta karena kepentingan yang saling bertentangan. Timbulnya konflik antara manajemen dengan pemilik disebabkan karena pihak manajemen bertindak memaksimumkan kesejahteraan mereka dan mengamankan posisi mereka tanpa memperhatikan risiko yang akan terjadi pada stakeholder lainnya. Penelitian ini menyebutkan bahwa pemerintah sebagai agent dan masyarakat bertindak sebagai principal. Pemerintah sebagai pihak yang menjalankan pelayanan publik memiliki informasi yang lebih banyak sehingga dapat membuat keputusan atau kebijakan yang hanya mementingkan pemerintah serta mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangi masalah ini, peran auditor sebagai pihak ketiga sangat diperlukan untuk membuktikan bahwa laporan keuangan yang dibuat pemerintah telah disajikan secara akuntabel dan transparan.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian ... II.pdftertulis dalam bentuk laporan...

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual

antara principals dan agents. Pihak principals adalah pihak yang memberikan

mandat kepada pihak lain yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas

nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan

Mecklng, 1976).

Menurut contacting theory (Watt & Zimmerman, 1983) menyatakan

bahwa hubungan antara pihak-pihak dalam perusahaan, pengelola, pemegang

saham, kreditur, pemerintah dan masyarakat akan sulit tercipta karena

kepentingan yang saling bertentangan. Timbulnya konflik antara manajemen

dengan pemilik disebabkan karena pihak manajemen bertindak memaksimumkan

kesejahteraan mereka dan mengamankan posisi mereka tanpa memperhatikan

risiko yang akan terjadi pada stakeholder lainnya.

Penelitian ini menyebutkan bahwa pemerintah sebagai agent dan

masyarakat bertindak sebagai principal. Pemerintah sebagai pihak yang

menjalankan pelayanan publik memiliki informasi yang lebih banyak sehingga

dapat membuat keputusan atau kebijakan yang hanya mementingkan pemerintah

serta mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangi

masalah ini, peran auditor sebagai pihak ketiga sangat diperlukan untuk

membuktikan bahwa laporan keuangan yang dibuat pemerintah telah disajikan

secara akuntabel dan transparan.

13

Laporan yang disajikan agent berupa laporan keuangan, maka auditor

mempunyai posisi penting yaitu bahwa: (1) dia mempunyai akses terhadap

informasi keuangan, (2) dia mempunyai akses terhadap informasi manajemen, (3)

dia bersifat independen, (4) dia telah mendapat pelatihan profesional, dan (5) dia

bisa didapatkan (ada) (Jones and Bates, 1990). Adanya independensi ini akan

menciptakan suasana yang netral yang tidak memihak pihak tertentu, sehingga

hasil audit laporan keuangan dapat dipercaya.

2.1.2 Pengertian Audit

Menurut Agoes (2004:1), audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang

dilakukan secara sistematis dan kritis oleh pihak independen terhadap laporan

keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan

dan memberikan pendapat mengenai kewajaran terhadap laporan keuangan.

Menurut Mulyadi (2002: 11), menyatakan bahwa audit merupakan proses

pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu organisasi dengan tujuan

untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam

semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau

organisasi tersebut.

Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007), audit adalah suatu proses

sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai

asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat

kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Menurut Committe of Auditing Concept (2005) pengertian

auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi

14

bukti-bukti secara objektif mengenai suatu pernyataan tentang kegiatan atau

kejadian ekonomis untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan

tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan, serta mengkomunikasikan hasilnya

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut Mulyadi (2002), audit mengandung beberapa unsur-unsur

berikut:

1) Proses yang sistematis

Audit adalah rangkaian langkah dan prosedur yang bersifat logis,

berkerangka dan terorganisir.

2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

Suatu proses sistematik yang dilakukan untuk memperoleh bukti-

bukti yang mendasari pernyataan atau asersi-asersi yang dibuat oleh

individu maupun badan usaha. Obyektif berarti mengungkapkan fakta

apa adanya yang sesungguhnya, tidak bias tanpa memihak dan tidak

berprasangka buruk terhadap individu atau badan usaha terhadap

nukti-bukti tersebut.

3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi

Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan

secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas

pernyataan tersebut. Pernyataan mengenai kegiatan ekonomi

merupakan hasil proses akuntansi.

4) Menentukan tingkat kesesuaian

Penghimpunan bukti dan pengevaluasian hasil pengumpulan bukti

tersebut dimaksudkan untuk menentukan kesusuaian pernyataan atau

15

asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat

kesesuaian tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan,

kemungkinan pulan dapat bersifat kualitatif.

5) Kriteria yang ditentukan

Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur yang

digunakan untuk mempertimbangkan (judgement) asersi-asersi atau

representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa peraturan

yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran atau ukuran

prestasi yang ditetapkan oleh manajeman, prinsip akuntansi berterima

umum (PABU) diindonesia.

6) Menyampaikan hasil-hasilnya (atestasi)

Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan

tertulis dalam bentuk laporan audit yang mengindikasikan tingkat

kesesuaian antara asersi-asersi dengan kriteria yang telah ditentukan.

Komunikasi hasil audit tersebut dapat memperkuat ataupun

memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat.

7) Para pemakai yang berkepentingan

Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil

keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan

yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya.Para

pemakai tersebut meliputi investor maupun calon investor di pasar

modal, pemegang saham, kreditor maupun calon kreditor, badan

pemerintahan, manajemen, dan publik pada umumnya.

16

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 dan SPKN menyebutkan, audit adalah proses

identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara

independen, objektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai

kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi

pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Secara umum, berdasarkan penjelasan mengenai audit diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses yang sistematis yang dijalankan

oleh seorang yang berkompeten dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-

bukti mengenai kejadian atau asersi-asersi yang terjadi dan menentukan

kesesuaian asersi dengan kejadian berdasarkan kriteria kemudian melaporkan

dalam bentuk laporan audit kepada pihak yang berkepentingan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu, dalam melakukan

audit:

1) Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria

(standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi

informasi.

2) Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus

jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.

3) Bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk

memenuhi tujuan audit.

4) Kemampuan auditor dalam memahami kriteria yang digunakan serta

sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan

untuk memdukung kesimpulan yang akan diambil.

17

Audit sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang

informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan

seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan

kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. SPKN

menguraikan 3 (tiga) jenit audit yang dilakukan, yaitu:

1) Audit Keuangan

Audit keuangan adalah auit atas laporan keuangan. Audit keuangan

bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable

assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,

dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Audit Kinerja

Audit adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas

audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas. Dalam

melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern.

Audit kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap

berbagai macam bukti, untuk dapat melaukan penilaian secara

independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa.

3) Audit dengan tujuan tertentu

Audit dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan

atas suatu hal yang diperiksa. Audit dengan tujuan tertentu bersifat

eksaminasi, revie, atau prosedur yang disepakati. Audit ini meliputi

18

audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, investigasi, dan audit atas

sistem pengendalian intern.

2.1.3 Jenis Auditor

Menurut Jusuf (2001: 17) auditor dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1) Auditor Independen

Adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada

masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan

keuangan yang dibuat oleh kliennya. Syarat berpraktik, seseorang

harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja

tertentu (lulus jurusan ekonomi atau mempunyai ijazah yang

disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli

Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat izin praktik

dari Menteri Keuangan). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan

terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan

besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak

bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan

melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).

2) Auditor Intern

Adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara maupun

swasta), tugasnya menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang

ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik

atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan

efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta

19

menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai

bagian organisasi.

3) Auditor Pemerintah

Adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang

tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan

yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemeintah atau

pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

Auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu:

(1) Auditor yang bekerja di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan), dan BPK (Badan Pengawas Keuangan). BPKP

adalah instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung

kepada presiden RI dalam bidang pengawasan keuangan dan

pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Tugasnya

melakukan audit atas laporan keuangan instansi pemerintah,

projek-projek pemerintah, BUMN,BUMD, projek pemerintah dan

peruahaan-perusahaan swasta yang pemerintah mempunyai

penyertaan modal yang besar didalamnya. BPK adalah lembaga

tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas

pertanggungjwaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya

kepada DPR.

(2) Auditor yang bekerja di instansi pajak adalah unit organisasi

dibawah Departemen Keuangan yang tugas pokoknya adalah

mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh

pemerintah.

20

2.1.4 Kompetensi

Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional

dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan

pengguna jasa. Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh

auditor untuk melaksanakan audit dengan benar (Rai, 2008). Kompetensi

berkaitan dengan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil

dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan,

seminar, dan simposium (Suraida, 2005).

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara

No. Per/05/M.PAN/03/2008 menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan,

keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan

tanggungjawabnya. Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan

dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan

dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang

memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di

lingkungan APIP.

Peraturan pemerintah nomor: kep-005/aaipudpn/2014 tentang

pemberlakuan kode etik auditor intern pemerintah Indonesia, standar audit intern

pemerintah Indonesia, dan pedoman telah sejawat auditor intern pemerintah

indonesia dewan pengurus nasional (DPN) asosiasi auditor intern pemerintah

indonesia (AAIPI) menyebutkan, APIP harus memiliki kriteria tertentu dari

kualifikasi pendidikan formal auditor, kriteria tersebut harus dievaluasi secara

periodic guna menyesuaikan dengan situasi kondisi auditi, auditor harus memiliki

kompetensi umum, kompetensi teknis audit intern, dan kompetensi kumulatif,

21

auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan/atau

sertifikasi lain dibidang pengawasan intern pemerintah, auditor mengikuti

pendidikan dan pelatihan professional berkelanjutan, pimpinan APIP dapat

menggunakan tenaga ahli apabila Auditor tidak mempunyai keahlian yang

diharapkan untuk melaksanakan penugasan audit intern, dalam hal tenaga ahli

tanggung jawab auditor terbatas kepada simpulan dan fakta atas hasil audit intern.

Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah pemeriksa secara kolektif

harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas

pemeriksaan. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi

pemeriksa bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan

dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan,

keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksankan tugas tersebut.

Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen,

pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk

membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang

memiliki kompetensi yang memadai.

2.1.5 Skeptisme Profesional

Skeptisme Professional adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh

auditor profesional. Hurrt (2007) dalam Januarti, Fasisal (2010) mendefinisikan

skeptisme sebagai kecenderungan individu untuk menunda memberikan

kesimpulan hingga bukti audit cukup untuk memberikan dukungan maupun

penjelasan. Semakin skeptis seorang auditor maka semakin mengurangi tingkat

kesalahan dalam melakukan audit Bell et al (2005).

22

SPKN dalam pernyataan standar umum ketiga menyatakan bahwa “Dalam

pelaksanaan audit serta penyusunan laporan hasil audit, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”. Pernyataan

standar ini mewajibkan auditor untuk menggunkan kemahirannya secara

professional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas

kepentingan public serta memelihara integritas, obyektifitas, dan independensi

dalam menerapkan kemahiran profeisonal terhadap setiap aspek auditnya.

Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa

yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Audit untuk mematuhi

Standar Audit.

2.1.6 Motivasi

Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan

ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan teori hierarki

kebutuhan Maslow (1987), teori X dan Y McGregor (1960) maupun teori

motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah

perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki

motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat

untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang

sekarang.

Puspitasari (2005) dalam Albar (2010) menyatakan motivasi sebagai salah

satu faktor yang mendorong sumber daya manusia dalam sebuah organisasi dalam

membentuk goal congruence. Motivasi yang membuat sumber daya manusia

23

melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Kebanggan atas apa yang telah dicapai

sehingga menimbulkan rasa puas, dapat pula disebut sebagai motivasi.

Luthans (2006: 270) dalam rosnidah, dkk (2011) motivasi merupakan

proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang

menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau

insentif. Motivasi dianggap sangat penting karena motivasi adalah hal yang

menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau

bekerja giat dan antusias untuk mencapai tujuan atau hasil yang optimal.

Motivasi seorang aparat inspektorat dalam melaksanakan tugasnya dalam

penelitian Efendy (2010) dicerminkan dalam empat hal, yaitu :

1) Tingkat Aspirasi: Urgensi audit yang berkualitas. Keikutsertaan

seorang aparat Inspektorat untuk melakukan audit yang berkualitas

dikenal dengan tingkat aspirasi.

2) Ketangguhan: seorang auditor yang tangguh akan melaporkan temuan

sekecil apapun dan akan selalu mempertahankan pendapat yang

menurut dia benar.

3) Merupakan sikap dari seorang yang tabah, tahan, dan tangguh dalam

menjalankan tugasnya. Keuletan adalah kemampuan bertahan,

pantang menyerah dan tidak mudah putus asa.

4) Konsistensi: merupakan keteguhan sikap seseorang dalam

mempertahankan sesuatu. Konsistensi dalam hal audit, dengan

melaksanakan tugas pemeriksaan sesuai dengan standar, kesungguhan

dalam melaksanakan tugas, dan mempertahankan hasil audit,

24

meskipun hasil audit yang dihasilkan berbeda dengan hasil audit yang

dihasilkan auditor lain dalam tim.

Menurut Nuraeni (2014) motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi

yang mendorong atau menjadi penyebab seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan/kegiatan ataupun tindakan yang akan berlangsung secara sadar atau

disengaja karena adanya keinginan yang muncul dari dalam hati seseorang. Salah

satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja seseorang disebabkan oleh

motivasi karena kepuasan kerja dapat diukur dari motivasi orang yang selalu

bekerja dengan giat dan ikhlas dengan daya upaya yang dimilikinya.

2.1.7 Disiplin

Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-

peraturan organisasi. Menurut Syadam (1997:54) disiplin adalah kemapuan untuk

menguasai diri sendiri dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam

kehidupan bersama. Disiplin juga merupakan prosedur yang mengoreksi atau

menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Sedangkan

menurut Simamora (1999:746) disiplin merupakan bentuk pengendalian diri

pegawai dan pelaksanaan sebuah organisasi.

Definisi para ahli diatas dapat dijelaskan bahwa disiplin berkaitan erat

dengan external action yang harus dilakukan oleh pimpinan dan internal action

yang dilakukan oleh masing-masing pegawai. Action ini berhubungan dengan

aturan organisasi yang harus ditaati oleh pegawai dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi. Disiplin juga merupakan prosedur yang mengingatkan pegawai atas

adanya rambu-rambu organisasi. Dalam menjalankan prosedur ini tentunya tidak

25

serta merta pegawai tersebut mengerti aturan organisasi, sehingga disiplin juga

memiliki unsur pembelajaran. Sehingga disiplin tidak akan lepas dengan aturan

organisasi yang harus ditaati dengan penuh kesadaran maupun adanya unsur

paksaan.

Selanjutnya menurut Hasibuan (2011), kedisiplinan adalah kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial

yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati

semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, seseorang

akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.

Menurut Beach dalam Siagian, (2002) disiplin mempunyai dua pengertian.

Pengertian pertama, melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan

menerapkan imbalan atau hukuman. Pengertian kedua merupakan pengertian yang

lebih sempit, yaitu disiplin hanya berkaitan dengan tindakan hukuman terhadap

pelaku kesalahan.

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri

pegawai terhadap peraturan dan ketetapan organisasi. Dengan demikian bila

peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi itu diabaikan, atau sering

dilanggar, maka pegawai mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila

pegawai tunduk pada ketetapan pegawai, menggambarkan adanya kondisi disiplin

yang baik. Menurut Siagian dalam Sutrisno (2010), disiplin berarti tindakan yang

diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada

pegawai.

26

2.1.8 Kualitas Audit

Kualitas audit tidak ada yang pasti, hal ini disebabkan tidak adanya

pemahaman umum mengenai faktor-faktor penyusunan kualitas audit dan sering

terjadi konflik peran antar pengguna laporan audit. Hal ini dikarenakan kualitas

audit merupakan sebuah konsep yang kompleks dan sulit dipahami, sehingga

sering kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya. Hal ini

terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas audit yang

berbeda-beda. (Efendy,2010).

Menurut Ashari (2011) kualitas audit merupakan segala kemungkinan

(probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat

menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan

melaporkannya dalam lapran keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan

tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik

akuntan publik yang relevan. Sehingga dalam definisi tersebut terlihat bahwa

auditor dituntu oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk

memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh

manajemen.

Menurut Riyatno (2007) dalam Yuniarti (2011) kualitas audit adalah

sesuatu yang abstrak, sulit diukur dan hanya dapat dirasakan oleh pengguna jasa

audit. DeAngelo (1981) dalam Sari (2014) mendefinisikan kualitas audit sebagai

kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran

dalam sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Pelaporan

pelanggaran tergantung pada dorongan auditor untuk mengungkapkan

27

pelanggaran tersebut. Dorongan ini akan tergantung pada independensi yang

dimiliki oleh auditor tersebut.

Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO)

mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan

kontrak selama melakdisanakan audit (Lowenshon et al, 2005). Standar audit

menjadi bimbingan dan ukuran kualitas kinerja aditor (Messier et al, 2005).

Efendy (2010) menyatakan kualitas audit yang dilaksanakan seorang aparat

Inspektorat dicerminkan dalam tiga hal yaitu, kualitas proses, kualitas hasil, dan

tindak lanut hasil audit.

Kualitas proses mengenai apakah audit dilakukan dengan cermat, sesuai

prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptis (Effendy, 2010). Kualitas

hasil, dalam pernyataan standar pelaporan ketiga SPKN dinyatakan bahwa laporan

hasil audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas,

dan seringkas mungkin. Tindak lanjut hasil audit, auditor harus memantau dan

mendorong tindak lanjut atas simpulan, fakta, dan rekomendasi audit (Peraturan

Pemerintah nomor: kep-005/aaipudpn/2014).

Kualitas audit menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Apartur

Negara No.Per/05/M.PAN/03/2008 adalah auditor yang melaksanakan tupoksi

dengan efektif, dengan cara mempersiapkan kertas kerja pemeriksaan,

melaksanakan perencanaan, kordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit,

serta konsistensi laporan audit. Peraturan ini menyatakan bahwa pengukuran

kualitas audit atas laporan keuangan, yang dilakukan oleh Aparat Pengawas

Internal Pemerintah (APIP), wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

28

Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. SPKN atau disebut Standar

Pemeriksaan merupakan patokan untuk melaksanakan pemeriksaa pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara. Tujuan Standar Pemeriksaan ini adalah

untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam

melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara. Lampiran 3 SPKN disebutkan bahwa: “Besarnya manfaat yang diperoleh

dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang

dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas

penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang

diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta

menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau

status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak

memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen

memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus

menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya

dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan

yang dilakukan” (paragraf 17).

2.2 Hipotesis Penelitian

2.1.1 Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit.

Kompetensi auditor merupakan kemampuan auditor untuk

mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam

melakukan audit sehingga auditor dapat melakuan audit dengan teliti, cermat,

intuitif, dan obyektif. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pedayagunaan

29

Aparatur Negara No.Per/05/M.PAN/03/2008 menyatakan auditor harus

mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan

untuk melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik. Pimpinan APIP harus yakin

bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk

pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Kompetensi seorang auditor diukur dari

seberapa tinggi pendidikan seorang auditor, karena dengan demikian auditor akan

mempunyai semakin banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya

sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu

auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin

kompleks.

Teori ini mendukung penelitian tentang kompetensi yang dilakukan oleh

Ramadhanis (2012). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi

auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditnya. Penelitian Efendy

(2010) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit

aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan

Anugerah dan Akbar (2014) menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif

terhadap kualitas audit. Apabila seorang auditor mempunyai kompetensi baik dari

segi pengetahuan audit dan akuntansi maupun pengalaman, maka akan

meningkatkan kualitas auditnya. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat

ditarik hipotesis sebagai berikut:

H1: Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

30

2.2.2 Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit.

Skeptisme Professional adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh

auditor profesional. Sikap yang mencakup pikiran selalu mempertanyakan dan

melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Sikap skeptis auditor

mengharuskan seorang auditor untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya

kecurangan atau penyalahgunaan wewenang yang material yang terjadi di dalam

organisasi. Hurrt (2007) dalam Januarti, Faisal (2010) mendefinisikan skeptisme

sebagai kecenderungan individu untuk menunda memberikan kesimpulan hingga

bukti audit cukup untuk memberikan dukungan maupun penjelasan. Semakin

skeptis seorang auditor maka semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam

melakukan audit Bell et al (2005). Auditor yang kurang memiliki sikap skeptisme

profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit.

Penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Faial (2010) yang berjudul

“Pengaruh Moral Reasoning dan Skeptisme Profesional Auditor Pemerintah

terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah” menunjukkan

hasil bahwa skeptisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif

terhdap kualitas hasil audit. Queena dan Rohman (2012), menunjukkan bahwa

skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit,

sehingga semakin skeptis seorang auditor semakin baik kualitas audit yang

dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) menunjukkan hasil

bahwa skeptisme profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kualitas audit. Adanya sikap skeptisme auditor maka auditor dapat lebih teliti

dalam mengevaluasi bukti audit sehingga mampu menemukan pelanggaran-

pelanggaran yang ada pada laporan keuangan klien. Adanya evaluasi bukti audit

31

secara terus-menerus maka akan menghasilkan laporan audit yang berkualitas.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

H2: Skeptisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

2.2.3 Pengaruh Motivasi terhadap Kualitas Audit.

Luthans (2006:270) dalam rosnidah, dkk (2011) motivasi merupakan

proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang

menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau

insentif. Motivasi dianggap sangat penting karena motivasi adalah hal yang

menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau

bekerja giat dan antusias untuk mencapai tujuan atau hasil yang optimal. Seorang

auditor yang memiliki motivasi yang baik dalam dirinya akan menghasil kualitas

audit yang baik (Efendy,2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Rosnidah dkk (2011) bahwa secara parsial

maupun simultan menunjukan terdapat dampak positif motivasi dan

profesionalisme terhadap kualitas audit. Penelitian wirasuasti dkk (2014)

menunjukan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil secara

simultan dan parsial variabel independensi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh

positif terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan

daerah. Goleman (2001) dalam Refdi dkk (2011) hanya motivasi yang akan

membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan

dan memenuhi standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong

seseorang, termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok

serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Respon atau tindak lanjut yang

32

tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat

menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Berdasarkan hasil

penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

H3: Motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

2.2.4 Pengaruh Disiplin terhadap Kualitas Audit.

Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan

melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama (Saydam,

1997: 54). Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan

sebuah organisasi (Simamora, 1999: 746). Menurut Thoriq (2010) Disiplin

berkaitan erat dengan external action yang harus dilakukan oleh pimpinan dan

internal action yang dilakukan oleh masing-masing pegawai. Action ini

berhubungan dengan aturan organisasi yang harus ditaati oleh pegawai dalam

rangka pencapaian tujuan organisasi. Dalam menjalankan prosedur ini tentunya

tidak serta merta pegawai tersebut secara simultan mengerti aturan organisasi,

sehingga disiplin juga memiliki unsur pembelajaran. Sehingga disiplin tidak akan

lepas dengan aturan organisasi yang harus ditaati dengan penuh kesadaran

maupun adanya unsur paksaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat

ditarik hipotesis:

H4: Disiplin berpengaruh positif terhadap kualitas audit.