BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian ... II.pdftertulis dalam bentuk laporan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian ... II.pdftertulis dalam bentuk laporan...
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual
antara principals dan agents. Pihak principals adalah pihak yang memberikan
mandat kepada pihak lain yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas
nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan
Mecklng, 1976).
Menurut contacting theory (Watt & Zimmerman, 1983) menyatakan
bahwa hubungan antara pihak-pihak dalam perusahaan, pengelola, pemegang
saham, kreditur, pemerintah dan masyarakat akan sulit tercipta karena
kepentingan yang saling bertentangan. Timbulnya konflik antara manajemen
dengan pemilik disebabkan karena pihak manajemen bertindak memaksimumkan
kesejahteraan mereka dan mengamankan posisi mereka tanpa memperhatikan
risiko yang akan terjadi pada stakeholder lainnya.
Penelitian ini menyebutkan bahwa pemerintah sebagai agent dan
masyarakat bertindak sebagai principal. Pemerintah sebagai pihak yang
menjalankan pelayanan publik memiliki informasi yang lebih banyak sehingga
dapat membuat keputusan atau kebijakan yang hanya mementingkan pemerintah
serta mengabaikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangi
masalah ini, peran auditor sebagai pihak ketiga sangat diperlukan untuk
membuktikan bahwa laporan keuangan yang dibuat pemerintah telah disajikan
secara akuntabel dan transparan.
13
Laporan yang disajikan agent berupa laporan keuangan, maka auditor
mempunyai posisi penting yaitu bahwa: (1) dia mempunyai akses terhadap
informasi keuangan, (2) dia mempunyai akses terhadap informasi manajemen, (3)
dia bersifat independen, (4) dia telah mendapat pelatihan profesional, dan (5) dia
bisa didapatkan (ada) (Jones and Bates, 1990). Adanya independensi ini akan
menciptakan suasana yang netral yang tidak memihak pihak tertentu, sehingga
hasil audit laporan keuangan dapat dipercaya.
2.1.2 Pengertian Audit
Menurut Agoes (2004:1), audit merupakan suatu proses pemeriksaan yang
dilakukan secara sistematis dan kritis oleh pihak independen terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan
dan memberikan pendapat mengenai kewajaran terhadap laporan keuangan.
Menurut Mulyadi (2002: 11), menyatakan bahwa audit merupakan proses
pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu organisasi dengan tujuan
untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut.
Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007), audit adalah suatu proses
sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat
kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Menurut Committe of Auditing Concept (2005) pengertian
auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
14
bukti-bukti secara objektif mengenai suatu pernyataan tentang kegiatan atau
kejadian ekonomis untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan, serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Mulyadi (2002), audit mengandung beberapa unsur-unsur
berikut:
1) Proses yang sistematis
Audit adalah rangkaian langkah dan prosedur yang bersifat logis,
berkerangka dan terorganisir.
2) Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Suatu proses sistematik yang dilakukan untuk memperoleh bukti-
bukti yang mendasari pernyataan atau asersi-asersi yang dibuat oleh
individu maupun badan usaha. Obyektif berarti mengungkapkan fakta
apa adanya yang sesungguhnya, tidak bias tanpa memihak dan tidak
berprasangka buruk terhadap individu atau badan usaha terhadap
nukti-bukti tersebut.
3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan
secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas
pernyataan tersebut. Pernyataan mengenai kegiatan ekonomi
merupakan hasil proses akuntansi.
4) Menentukan tingkat kesesuaian
Penghimpunan bukti dan pengevaluasian hasil pengumpulan bukti
tersebut dimaksudkan untuk menentukan kesusuaian pernyataan atau
15
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat
kesesuaian tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan,
kemungkinan pulan dapat bersifat kualitatif.
5) Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur yang
digunakan untuk mempertimbangkan (judgement) asersi-asersi atau
representasi-representasi. Kriteria tersebut dapat berupa peraturan
yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran atau ukuran
prestasi yang ditetapkan oleh manajeman, prinsip akuntansi berterima
umum (PABU) diindonesia.
6) Menyampaikan hasil-hasilnya (atestasi)
Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan
tertulis dalam bentuk laporan audit yang mengindikasikan tingkat
kesesuaian antara asersi-asersi dengan kriteria yang telah ditentukan.
Komunikasi hasil audit tersebut dapat memperkuat ataupun
memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat.
7) Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil
keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan
yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya.Para
pemakai tersebut meliputi investor maupun calon investor di pasar
modal, pemegang saham, kreditor maupun calon kreditor, badan
pemerintahan, manajemen, dan publik pada umumnya.
16
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 dan SPKN menyebutkan, audit adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara
independen, objektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
Secara umum, berdasarkan penjelasan mengenai audit diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses yang sistematis yang dijalankan
oleh seorang yang berkompeten dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-
bukti mengenai kejadian atau asersi-asersi yang terjadi dan menentukan
kesesuaian asersi dengan kejadian berdasarkan kriteria kemudian melaporkan
dalam bentuk laporan audit kepada pihak yang berkepentingan.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu, dalam melakukan
audit:
1) Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria
(standar) yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi
informasi.
2) Penetapan intetitas ekonomi dan periode waktu yang di audit harus
jelas untuk menentukan lingkup tanggung jawab auditor.
3) Bukti harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk
memenuhi tujuan audit.
4) Kemampuan auditor dalam memahami kriteria yang digunakan serta
sikap independen dalam mengumpulkan bahan bukti yang diperlukan
untuk memdukung kesimpulan yang akan diambil.
17
Audit sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan
seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. SPKN
menguraikan 3 (tiga) jenit audit yang dilakukan, yaitu:
1) Audit Keuangan
Audit keuangan adalah auit atas laporan keuangan. Audit keuangan
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2) Audit Kinerja
Audit adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
audit aspek ekonomi dan efisiensi serta audit aspek efektivitas. Dalam
melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern.
Audit kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap
berbagai macam bukti, untuk dapat melaukan penilaian secara
independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa.
3) Audit dengan tujuan tertentu
Audit dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan
atas suatu hal yang diperiksa. Audit dengan tujuan tertentu bersifat
eksaminasi, revie, atau prosedur yang disepakati. Audit ini meliputi
18
audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, investigasi, dan audit atas
sistem pengendalian intern.
2.1.3 Jenis Auditor
Menurut Jusuf (2001: 17) auditor dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1) Auditor Independen
Adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada
masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya. Syarat berpraktik, seseorang
harus memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja
tertentu (lulus jurusan ekonomi atau mempunyai ijazah yang
disamakan, telah mendapat gelar akuntan dari Panitia Ahli
Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat izin praktik
dari Menteri Keuangan). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan
terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan
besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak
bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan
melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP).
2) Auditor Intern
Adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara maupun
swasta), tugasnya menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik
atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan
efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta
19
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai
bagian organisasi.
3) Auditor Pemerintah
Adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang
tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan
yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemeintah atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
Auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Auditor yang bekerja di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan), dan BPK (Badan Pengawas Keuangan). BPKP
adalah instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung
kepada presiden RI dalam bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Tugasnya
melakukan audit atas laporan keuangan instansi pemerintah,
projek-projek pemerintah, BUMN,BUMD, projek pemerintah dan
peruahaan-perusahaan swasta yang pemerintah mempunyai
penyertaan modal yang besar didalamnya. BPK adalah lembaga
tinggi Negara yang tugasnya melakukan audit atas
pertanggungjwaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya
kepada DPR.
(2) Auditor yang bekerja di instansi pajak adalah unit organisasi
dibawah Departemen Keuangan yang tugas pokoknya adalah
mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah.
20
2.1.4 Kompetensi
Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa. Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh
auditor untuk melaksanakan audit dengan benar (Rai, 2008). Kompetensi
berkaitan dengan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil
dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan,
seminar, dan simposium (Suraida, 2005).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pedayagunaan Aparatur Negara
No. Per/05/M.PAN/03/2008 menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan
tanggungjawabnya. Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan
dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan
dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan APIP wajib menciptakan kriteria yang
memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di
lingkungan APIP.
Peraturan pemerintah nomor: kep-005/aaipudpn/2014 tentang
pemberlakuan kode etik auditor intern pemerintah Indonesia, standar audit intern
pemerintah Indonesia, dan pedoman telah sejawat auditor intern pemerintah
indonesia dewan pengurus nasional (DPN) asosiasi auditor intern pemerintah
indonesia (AAIPI) menyebutkan, APIP harus memiliki kriteria tertentu dari
kualifikasi pendidikan formal auditor, kriteria tersebut harus dievaluasi secara
periodic guna menyesuaikan dengan situasi kondisi auditi, auditor harus memiliki
kompetensi umum, kompetensi teknis audit intern, dan kompetensi kumulatif,
21
auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan/atau
sertifikasi lain dibidang pengawasan intern pemerintah, auditor mengikuti
pendidikan dan pelatihan professional berkelanjutan, pimpinan APIP dapat
menggunakan tenaga ahli apabila Auditor tidak mempunyai keahlian yang
diharapkan untuk melaksanakan penugasan audit intern, dalam hal tenaga ahli
tanggung jawab auditor terbatas kepada simpulan dan fakta atas hasil audit intern.
Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah pemeriksa secara kolektif
harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas
pemeriksaan. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi
pemeriksa bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan
dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan,
keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksankan tugas tersebut.
Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen,
pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk
membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang
memiliki kompetensi yang memadai.
2.1.5 Skeptisme Profesional
Skeptisme Professional adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh
auditor profesional. Hurrt (2007) dalam Januarti, Fasisal (2010) mendefinisikan
skeptisme sebagai kecenderungan individu untuk menunda memberikan
kesimpulan hingga bukti audit cukup untuk memberikan dukungan maupun
penjelasan. Semakin skeptis seorang auditor maka semakin mengurangi tingkat
kesalahan dalam melakukan audit Bell et al (2005).
22
SPKN dalam pernyataan standar umum ketiga menyatakan bahwa “Dalam
pelaksanaan audit serta penyusunan laporan hasil audit, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”. Pernyataan
standar ini mewajibkan auditor untuk menggunkan kemahirannya secara
professional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas
kepentingan public serta memelihara integritas, obyektifitas, dan independensi
dalam menerapkan kemahiran profeisonal terhadap setiap aspek auditnya.
Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa
yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Audit untuk mematuhi
Standar Audit.
2.1.6 Motivasi
Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan teori hierarki
kebutuhan Maslow (1987), teori X dan Y McGregor (1960) maupun teori
motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah
perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki
motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat
untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang
sekarang.
Puspitasari (2005) dalam Albar (2010) menyatakan motivasi sebagai salah
satu faktor yang mendorong sumber daya manusia dalam sebuah organisasi dalam
membentuk goal congruence. Motivasi yang membuat sumber daya manusia
23
melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Kebanggan atas apa yang telah dicapai
sehingga menimbulkan rasa puas, dapat pula disebut sebagai motivasi.
Luthans (2006: 270) dalam rosnidah, dkk (2011) motivasi merupakan
proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau
insentif. Motivasi dianggap sangat penting karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau
bekerja giat dan antusias untuk mencapai tujuan atau hasil yang optimal.
Motivasi seorang aparat inspektorat dalam melaksanakan tugasnya dalam
penelitian Efendy (2010) dicerminkan dalam empat hal, yaitu :
1) Tingkat Aspirasi: Urgensi audit yang berkualitas. Keikutsertaan
seorang aparat Inspektorat untuk melakukan audit yang berkualitas
dikenal dengan tingkat aspirasi.
2) Ketangguhan: seorang auditor yang tangguh akan melaporkan temuan
sekecil apapun dan akan selalu mempertahankan pendapat yang
menurut dia benar.
3) Merupakan sikap dari seorang yang tabah, tahan, dan tangguh dalam
menjalankan tugasnya. Keuletan adalah kemampuan bertahan,
pantang menyerah dan tidak mudah putus asa.
4) Konsistensi: merupakan keteguhan sikap seseorang dalam
mempertahankan sesuatu. Konsistensi dalam hal audit, dengan
melaksanakan tugas pemeriksaan sesuai dengan standar, kesungguhan
dalam melaksanakan tugas, dan mempertahankan hasil audit,
24
meskipun hasil audit yang dihasilkan berbeda dengan hasil audit yang
dihasilkan auditor lain dalam tim.
Menurut Nuraeni (2014) motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi
yang mendorong atau menjadi penyebab seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan/kegiatan ataupun tindakan yang akan berlangsung secara sadar atau
disengaja karena adanya keinginan yang muncul dari dalam hati seseorang. Salah
satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja seseorang disebabkan oleh
motivasi karena kepuasan kerja dapat diukur dari motivasi orang yang selalu
bekerja dengan giat dan ikhlas dengan daya upaya yang dimilikinya.
2.1.7 Disiplin
Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-
peraturan organisasi. Menurut Syadam (1997:54) disiplin adalah kemapuan untuk
menguasai diri sendiri dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bersama. Disiplin juga merupakan prosedur yang mengoreksi atau
menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Sedangkan
menurut Simamora (1999:746) disiplin merupakan bentuk pengendalian diri
pegawai dan pelaksanaan sebuah organisasi.
Definisi para ahli diatas dapat dijelaskan bahwa disiplin berkaitan erat
dengan external action yang harus dilakukan oleh pimpinan dan internal action
yang dilakukan oleh masing-masing pegawai. Action ini berhubungan dengan
aturan organisasi yang harus ditaati oleh pegawai dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Disiplin juga merupakan prosedur yang mengingatkan pegawai atas
adanya rambu-rambu organisasi. Dalam menjalankan prosedur ini tentunya tidak
25
serta merta pegawai tersebut mengerti aturan organisasi, sehingga disiplin juga
memiliki unsur pembelajaran. Sehingga disiplin tidak akan lepas dengan aturan
organisasi yang harus ditaati dengan penuh kesadaran maupun adanya unsur
paksaan.
Selanjutnya menurut Hasibuan (2011), kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati
semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, seseorang
akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.
Menurut Beach dalam Siagian, (2002) disiplin mempunyai dua pengertian.
Pengertian pertama, melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan
menerapkan imbalan atau hukuman. Pengertian kedua merupakan pengertian yang
lebih sempit, yaitu disiplin hanya berkaitan dengan tindakan hukuman terhadap
pelaku kesalahan.
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
pegawai terhadap peraturan dan ketetapan organisasi. Dengan demikian bila
peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi itu diabaikan, atau sering
dilanggar, maka pegawai mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila
pegawai tunduk pada ketetapan pegawai, menggambarkan adanya kondisi disiplin
yang baik. Menurut Siagian dalam Sutrisno (2010), disiplin berarti tindakan yang
diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada
pegawai.
26
2.1.8 Kualitas Audit
Kualitas audit tidak ada yang pasti, hal ini disebabkan tidak adanya
pemahaman umum mengenai faktor-faktor penyusunan kualitas audit dan sering
terjadi konflik peran antar pengguna laporan audit. Hal ini dikarenakan kualitas
audit merupakan sebuah konsep yang kompleks dan sulit dipahami, sehingga
sering kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya. Hal ini
terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas audit yang
berbeda-beda. (Efendy,2010).
Menurut Ashari (2011) kualitas audit merupakan segala kemungkinan
(probability) dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat
menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan
melaporkannya dalam lapran keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan
tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik
akuntan publik yang relevan. Sehingga dalam definisi tersebut terlihat bahwa
auditor dituntu oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk
memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen.
Menurut Riyatno (2007) dalam Yuniarti (2011) kualitas audit adalah
sesuatu yang abstrak, sulit diukur dan hanya dapat dirasakan oleh pengguna jasa
audit. DeAngelo (1981) dalam Sari (2014) mendefinisikan kualitas audit sebagai
kemungkinan bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran
dalam sistem akuntansi dengan pengetahuan dan keahlian auditor. Pelaporan
pelanggaran tergantung pada dorongan auditor untuk mengungkapkan
27
pelanggaran tersebut. Dorongan ini akan tergantung pada independensi yang
dimiliki oleh auditor tersebut.
Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO)
mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan
kontrak selama melakdisanakan audit (Lowenshon et al, 2005). Standar audit
menjadi bimbingan dan ukuran kualitas kinerja aditor (Messier et al, 2005).
Efendy (2010) menyatakan kualitas audit yang dilaksanakan seorang aparat
Inspektorat dicerminkan dalam tiga hal yaitu, kualitas proses, kualitas hasil, dan
tindak lanut hasil audit.
Kualitas proses mengenai apakah audit dilakukan dengan cermat, sesuai
prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptis (Effendy, 2010). Kualitas
hasil, dalam pernyataan standar pelaporan ketiga SPKN dinyatakan bahwa laporan
hasil audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas,
dan seringkas mungkin. Tindak lanjut hasil audit, auditor harus memantau dan
mendorong tindak lanjut atas simpulan, fakta, dan rekomendasi audit (Peraturan
Pemerintah nomor: kep-005/aaipudpn/2014).
Kualitas audit menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Apartur
Negara No.Per/05/M.PAN/03/2008 adalah auditor yang melaksanakan tupoksi
dengan efektif, dengan cara mempersiapkan kertas kerja pemeriksaan,
melaksanakan perencanaan, kordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit,
serta konsistensi laporan audit. Peraturan ini menyatakan bahwa pengukuran
kualitas audit atas laporan keuangan, yang dilakukan oleh Aparat Pengawas
Internal Pemerintah (APIP), wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
28
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. SPKN atau disebut Standar
Pemeriksaan merupakan patokan untuk melaksanakan pemeriksaa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Tujuan Standar Pemeriksaan ini adalah
untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Lampiran 3 SPKN disebutkan bahwa: “Besarnya manfaat yang diperoleh
dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang
dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas
penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang
diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta
menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau
status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak
memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen
memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus
menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya
dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan
yang dilakukan” (paragraf 17).
2.2 Hipotesis Penelitian
2.1.1 Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit.
Kompetensi auditor merupakan kemampuan auditor untuk
mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam
melakukan audit sehingga auditor dapat melakuan audit dengan teliti, cermat,
intuitif, dan obyektif. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pedayagunaan
29
Aparatur Negara No.Per/05/M.PAN/03/2008 menyatakan auditor harus
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lain yang diperlukan
untuk melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik. Pimpinan APIP harus yakin
bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk
pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Kompetensi seorang auditor diukur dari
seberapa tinggi pendidikan seorang auditor, karena dengan demikian auditor akan
mempunyai semakin banyak pengetahuan mengenai bidang yang digelutinya
sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu
auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin
kompleks.
Teori ini mendukung penelitian tentang kompetensi yang dilakukan oleh
Ramadhanis (2012). Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi
auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditnya. Penelitian Efendy
(2010) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit
aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan
Anugerah dan Akbar (2014) menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Apabila seorang auditor mempunyai kompetensi baik dari
segi pengetahuan audit dan akuntansi maupun pengalaman, maka akan
meningkatkan kualitas auditnya. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat
ditarik hipotesis sebagai berikut:
H1: Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
30
2.2.2 Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit.
Skeptisme Professional adalah sebuah sikap yang harus dimiliki oleh
auditor profesional. Sikap yang mencakup pikiran selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Sikap skeptis auditor
mengharuskan seorang auditor untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya
kecurangan atau penyalahgunaan wewenang yang material yang terjadi di dalam
organisasi. Hurrt (2007) dalam Januarti, Faisal (2010) mendefinisikan skeptisme
sebagai kecenderungan individu untuk menunda memberikan kesimpulan hingga
bukti audit cukup untuk memberikan dukungan maupun penjelasan. Semakin
skeptis seorang auditor maka semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam
melakukan audit Bell et al (2005). Auditor yang kurang memiliki sikap skeptisme
profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit.
Penelitian yang dilakukan oleh Januarti dan Faial (2010) yang berjudul
“Pengaruh Moral Reasoning dan Skeptisme Profesional Auditor Pemerintah
terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah” menunjukkan
hasil bahwa skeptisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif
terhdap kualitas hasil audit. Queena dan Rohman (2012), menunjukkan bahwa
skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit,
sehingga semakin skeptis seorang auditor semakin baik kualitas audit yang
dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) menunjukkan hasil
bahwa skeptisme profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas audit. Adanya sikap skeptisme auditor maka auditor dapat lebih teliti
dalam mengevaluasi bukti audit sehingga mampu menemukan pelanggaran-
pelanggaran yang ada pada laporan keuangan klien. Adanya evaluasi bukti audit
31
secara terus-menerus maka akan menghasilkan laporan audit yang berkualitas.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H2: Skeptisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
2.2.3 Pengaruh Motivasi terhadap Kualitas Audit.
Luthans (2006:270) dalam rosnidah, dkk (2011) motivasi merupakan
proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang
menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditunjukkan untuk tujuan atau
insentif. Motivasi dianggap sangat penting karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau
bekerja giat dan antusias untuk mencapai tujuan atau hasil yang optimal. Seorang
auditor yang memiliki motivasi yang baik dalam dirinya akan menghasil kualitas
audit yang baik (Efendy,2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Rosnidah dkk (2011) bahwa secara parsial
maupun simultan menunjukan terdapat dampak positif motivasi dan
profesionalisme terhadap kualitas audit. Penelitian wirasuasti dkk (2014)
menunjukan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil secara
simultan dan parsial variabel independensi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh
positif terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan
daerah. Goleman (2001) dalam Refdi dkk (2011) hanya motivasi yang akan
membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan
dan memenuhi standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong
seseorang, termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok
serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Respon atau tindak lanjut yang
32
tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat
menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Berdasarkan hasil
penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H3: Motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
2.2.4 Pengaruh Disiplin terhadap Kualitas Audit.
Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan
melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama (Saydam,
1997: 54). Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan
sebuah organisasi (Simamora, 1999: 746). Menurut Thoriq (2010) Disiplin
berkaitan erat dengan external action yang harus dilakukan oleh pimpinan dan
internal action yang dilakukan oleh masing-masing pegawai. Action ini
berhubungan dengan aturan organisasi yang harus ditaati oleh pegawai dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Dalam menjalankan prosedur ini tentunya
tidak serta merta pegawai tersebut secara simultan mengerti aturan organisasi,
sehingga disiplin juga memiliki unsur pembelajaran. Sehingga disiplin tidak akan
lepas dengan aturan organisasi yang harus ditaati dengan penuh kesadaran
maupun adanya unsur paksaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat
ditarik hipotesis:
H4: Disiplin berpengaruh positif terhadap kualitas audit.