BAB II KAJIAN PUSTAKA CLIS -...

13
3 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model pembelajaran Children Learning In Scinces (CLIS) 2.1.1.1 Pengertian Model Children Learning In Science (CLIS) Model Children Learning In Science (CLIS) yaitu model pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan. Model CLIS dikemukakan oleh Driver dalam Pramita Novi Dewi Children’s Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa indonesia ditulis sains atau IPA, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sitematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Model pembelajaran CLIS dikembangkan oleh kelompok Children Learning In Science di ingris yang dipimpin oleh Driver (1988) dalam Pramita Novi Devi dan diberi nama general structure of a costruktivist teaching sequance. Selanjutnya siswa diberi kesempatan merekonstruksi gagasan setelah membandingkan gagasan tersebut dengan hasil percobaan, observasi atau hasil mencermati buku teks. Disamping itu, siswa juga mengaplikasikan hasil rekonstruksi gagasan dalam situasi baru. Model pembeajaran Children Learning In Science (CLIS) mempunyai kelebihan sbb: 1. Gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat 2. Reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka. 3. Partisipasi siswa menjadi lebih baik 4. Memudahkan guru merencanakan pengajaran

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA CLIS -...

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model pembelajaran Children Learning In Scinces (CLIS)

2.1.1.1 Pengertian Model Children Learning In Science (CLIS)

Model Children Learning In Science (CLIS) yaitu model pembelajaran yang

berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu

dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil

pengamatan dan percobaan.

Model CLIS dikemukakan oleh Driver dalam Pramita Novi Dewi Children’s

Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa

indonesia ditulis sains atau IPA, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan

tersusun secara sitematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada

gejala-gejala alam. Model pembelajaran CLIS dikembangkan oleh kelompok

Children Learning In Science di ingris yang dipimpin oleh Driver (1988) dalam

Pramita Novi Devi dan diberi nama general structure of a costruktivist teaching

sequance.

Selanjutnya siswa diberi kesempatan merekonstruksi gagasan setelah

membandingkan gagasan tersebut dengan hasil percobaan, observasi atau hasil

mencermati buku teks. Disamping itu, siswa juga mengaplikasikan hasil rekonstruksi

gagasan dalam situasi baru. Model pembeajaran Children Learning In Science (CLIS)

mempunyai kelebihan sbb:

1. Gagasan awal siswa dapat dimunculkan dengan cepat

2. Reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar terbuka.

3. Partisipasi siswa menjadi lebih baik

4. Memudahkan guru merencanakan pengajaran

4

2.1.1.2 Tujuan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

Tujuan dari model pembelajaran ini diantaranya yaitu siswa diberi

kesempatan untuk menggungkapkan berbagai gagasan tentang topik yang dibahas

dalam pembelajaran, serta membandingkan gagasan dengan gagasan siswa lainnya

dan didiskusikan untuk menyamakan persepsi.

1. Tahap-tahap model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

Model pembelajaran ini terdiri atas 5 tahap menurut Priver (1988) dalam Pramita

Novi Devi, yaitu :

a. Tahap Orientasi (Orientation) merupakan tahapan yang dilakukan guru

dengan tujuan untuk memusatkan perhatian siswa. Orientasi dapat dilakukan

dengan cara menunjukan berbagai fenomena yang terjadi di alam, kejadian

yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari atau demonstrasi.

Selanjutnya menghubungkannya dengan topik yang akan dibahas.

b. Tahap Pemunculan Gagasan (Elicitation Of Ideas)

Kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh guru untuk memunculkan

gagasan siswa tentang topik yang akan di bahas dalam pembelajaran. Cara

yang dilakukan bisa dengan meminta siswa untuk menuliskan tentang apa saja

yang mereka ketahui tentang topik yang akan dibahas atau bisa dengan cara

menjawab pertanyaan uraian terbuka yang diajukkan oleh guru. Bagi guru

tahapan ini merupakan upaya eksplorasi pengetahuan awal siswa. Oleh karena

itu, tahapan ini dapat juga dilakukan melalui wancara internal.

c. Tahap Penyusunan Ulang Gagasan (Restrukturing Of Ideas) Tahap ini dibagi

menjadi tiga bagian yaitu: pengungkapan dan pertukaran gagasan

(clarification and exchange), pembukaan pada situasi konflik (eksporsure to

conflict situation), serta konstruksi gagasan baru dan evaluasi (construktion of

newideas and evaluation).

d. Tahap Penerapan Gagasan (Application Of Ideas) Pada tahap ini siswa

dibimbing untuk menerapkan gagasan baru yang dikembangkan melalui

percobaan atau observasi kedalam situasi baru. Gagasan baru yang sudah

5

direkonstruksi dalam aplikasinya dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu

dan memecahkan masalah yang ada di lingkungan.

e. Tahap Pemantapan Gagasan (Reviuw Change In Ideas) Konsep yang telah

diperoleh siswa perlu di beri umpan balik oleh guru untuk memperkuat

konsep ilmiah tersebut. Dengan demikian, siswa yang konsepsi awalnya tidak

konsisten dengan konsep ilmiah akan dengan sadar mengubahnya menjadi

konsep ilmiah.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CLIS

merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kreatifitas anak dan

memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan ide atau gagasan yang

dimilikinya secara menyeluruh, dan dapat mengembangkan gagasannya melalui

percobaan sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan sebagai pembimbing.

2.1.1.3 Penerapan CLIS Dalam Pembelajaran

Pada dasarnya pembelajaran CLIS merupakan salah satu model pembelajaran

yang bagus diterapkan di sekolah dasar karena selain adanya aktivitas dan interaksi

diantara siswa dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran juga siswa

menjadi kreatif dan berani mengungkapkan pendapat ataupun gagasan yang dimiliki

oleh siswa. Tahap-tahap dalam pembelajara CLIS yang runtut dan sistematis, yaitu 1)

tahap orientasi, 2) tahap pemunculan gagasan, 3) tahap penyusunan ulang gagasan, 4)

tahap penerapan gagasan, 5) tahap pemantapan gagasan.

Penerapan atau pelaksanaan proses pembelajaran dengan CLIS adalah sebagai

berikut:

1. Tahap orientasi

tahap ini dimulai dengan guru memberi apersepsi kepada siswa tentang materi

yang akan diajarkan.

2. Tahap pemunculan gagasan

Siswa memberikan jawaban atau pendapat juga gagasan tentang materi yang

diajarkan dan diungkapkan.

6

3. Tahap penyusunan ulang gagasan

Membagi siswa dalam beberapa kelompok yang sudah ditentukan dan siswa

melakukan praktikum atau percobaan tentang materi yang dipelajari. Setelah itu

siswa melaporkan hasil kerja kelompok dan ditangapi oleh kelompok lain.

4. Tahap penerapan gagasan

Siswa memperhatikan guru saat menjelaskan tentang penerapan-penerapan materi

yang dipelajari yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Tahap pemantapan gagasan

Menyimpulkan bersama-sama tentang apa yang telah dipelajari dan diberikan

tindak lanjut kepada siswa dengan cara memberikan pekerjaan rumah untuk

dikerjakan.

Dapat disimpulkan bahwa pada model pembelajaran Children Learning In

Science (CLIS) siswa dituntut untuk aktif dan berani untuk mengemukakan ide-ide

dalam proses pembelajaran, aktif dan terbuka dalam kelompok dalam pembelajaran.

2.2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut H.W Folwer (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3), IPA adalah

pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-

gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Adapun

Wahyana dalam Trianto (1986) mengatakan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan

tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada

gejala-gejala alam.

Dari penjelasan diatas dapatdisimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang

tersusun secara sistematik dan berhubungan dengan gejala alam.

2.2.1 Tujuan IPA

Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum

sebagaimana termasuk dalam taksonomi bloom bahwa:

7

Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan

utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan

dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.

Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat

memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta

keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran sain diharapkan pula memberikan

keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman,

kebiasaan, dan apersiasi. Didalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan.

Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya. (Prihantoro

Laksmi, 1986).

Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat

memberikan antara lain sebagai berikut:

1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan

terhadp Tuhan Yang Maha Esa.

2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang

ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan

teknologi.

3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah

atau melakukan observasi.

4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur, terbuka, benar,

dan dapat bekerja sama.

5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif

dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai

peristiwa alam.

6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan

prilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas, 2003:2) dalam

Trianto.

8

2.2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA

Menurut John S. Richardson (1957) dalam buku Trianto dari universitas Ohio

dalam bukunya Science Teaching in Secondary Schools menyarankan digunakannya

tujuh prinsip dalam proses belajar mengajar agar suatu pengajaran IPA dapat berhasil.

Ketujuh prinsip itu adalah :

1. Prinsip keterlibatan siswa secara aktif

Yang dimaksud dengan keterlibatan siswa secara aktif menurut Richardson adalah

“ learning by doing’. Siswa harus berbuat sesuatu untuk memperoleh ilmu yang

mereka cari.

2. Prinsip belajar berkesinambungan

Proses belajar yang selalu dimulai dari apa yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam

hal ini pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa itu seolah-olah merupakan

jembatan yang sanggat esensial bagi siswa untuk dapat meraih pengetahuannya

yang baru. Untuk mengetahui prinsip ini tentu saja harus mengetahui sejauh mana

pengetahuan yang telah dimiliki siswanya.

3. Prinsip motivasi

Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seorang mau

berbuat sesautu.

4. Prinsip multi saluran

Adalah suatu kenyataan bahwa daya penerimaan masing-masing siswa tidak sama.

Maksudnya, ada siswa yang mudah belajar melalui membaca, ada siswa yang

mudah mengerti apabila diberi ceramah oleh guru, ada pula yang baru mengerti

kalau ia ikut aktif melakukan percobaan. Oleh karena itu penggunaan multi saluran

dalam proses belajar IPA sanggat diperlukan agar semua siswa dengan berbagai

kemampuan daya tanggap dapat menerima pelajaran dengan baik. Tugas guru

adalah untuk mengorganisasikan belajar sedemikian rupa sehingga terjadi proses

belajar melalui berbagai saluran, misalnya ada ceramahnya, ada pemutaran film,

ada diskusi kelompok, ada ekslorasi, ada eksperimen dan sebagainya.

5. Prinsip penemuan

9

Prinsip penemuan disini adalah bahwa untuk memahami sesuatu konsep atau

simbol-simbol, siswa tidak diberi tahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang

agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian itu, melalui

pengalamannya.

6. Prinsip totalitas

Prinsip totalitas bertolak dari suatu paham bahwa siswa belajar dengan segenap

kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu pancainderannya,

perasaan, serta pikirannya.

7. Guru yang baik adalah yang dapat memberikan kondisi belajar yang menunjang

tercapainya tujuan belajar, yaitu dengan melibatkan siswa secara total yang

melipui segenap pancaindera, emosio, fisik, maupun pikirannya.

8. Prinsip perbedaan individu

Perbedaan individu ini terutama ditunjukan kepada adanya perbedaan kemampuan

(termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar), dan perbedaan minat termasuk

motivasi belajar. Prinsip perbedaan individu dimaksudkan agar siswa mendapatkan

kesempatan belajar agar siswa mendapatkan kesempatan belajar sesuai dengan

kapasitas dan minatnya. Untuk melaksanakan prinsip tersebut yang perlu

diupayakan antara lain adalah :

a. Memberikan kesempatan belajar IPA melalui pengalaman lapangan. Alam

sekitar dapat menyajikan berbagai variasi sasaran belajar, baik variasi dari segi

jenis yang dipelajari maupun variasi dalam segi tingkat kesukarannya. Oleh

karena itu pengalaman lapangan di alam sekitar memungkinkan siswa memilih

sasaran belajar yang sesuai dengan minat dan kapasitasnya.

b. Memberikan media belajar yang bervariasi, misalnya film, gambar, buku, alat-

alat peraga seperti model, benda-benda nyata (realita), pameran, video,

komputer dan sebagainya yang pada hakikatnya untuk memberikan kesempatan

kepada semua siswa dari berbagai minat dan kemampuan untuk memperoleh

bahan pelajaran yang sesuai.

10

2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah

aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan

sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto).

Menurut DR. Purwanto (2009) Menyatakan hasil belajar dapat dijelaskan

dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.

Pengertian hasil (product) menunjukan pada suatu perolehan akibat dilakukannya

suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan perubahan input secara fungsioal.

Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah

bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). Belajar dilakukan untuk

mengusahakan adanya perubahan prilaku pada individu yang belajar. Perubahan

perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya

(Winkel, 1996 :51 ). Menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,

informasi, pengertian, dan sikap.

Berdasarkan teori diatas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar merupakan

perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi pada diri

siswa yang belajar.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Belajar terdiri dari input kemudian proses (belajar) dan menghasilkan output

(hasil belajar) sepeti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa proses (belajar) yang

biasa akan menghasilkan output atau hasil belajar yang biasa pula, Jadi faktor-faktor

yang mempengaruhi belajar juga akan mempengaruhi atau berdampak pada hasil

belajar. Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar :

Menurut Sudjana (1989), Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan

menjadi 2 macam yaitu:

11

1. Faktor internal

Adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik, minat, dan perhatian kebiasaan,

usaha dan motivasi.

a) Aspek fisiologis, tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat,

juga mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi dan

pengetahuan yang disajikan di kelas.

b) Aspek psikologis, yaitu faktor dari dalam yang dapat mempengaruhi kuantitas

dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, misalnya tingkat

kecerdasan, sikap, bakat minat dan motivasi peserta didik.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menjadi

tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat. Diantara ketiga lingkungan itu yang paling besar pengaruhnya

terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah

lingkungan sekolah seperti guru, pembelajaran, sarana sekolah, kurikulum, teman-

teman sekelas, disiplin dan peraturan sekolah.

Sedangkan Menurut Slameto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

juga digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor

intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor

ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor

jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang

meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang

terakhir adalah faktor kelelahan. Selain Faktor Intern juga terdapat faktor ekstern

diantaranya adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,

latar belakang kebudayaan. Kemudian faktor sekolah yang meliputi metode mengajar,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode

belajar, tugas rumah. Dan yang terakhir adalah faktor masyarakat yang meliputi

12

kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan

masyarakat.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dari

dalam atau dari luar diri siswa sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil –hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan

substansi yang diteliti. Fungsinya untuk memposisiskan penelitian yang sudah ada

dengan penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian diantaranya :

Pengaruh Children Learning in Science (CLIS) terhadap hasil belajar IPA

siswa kelas IV SDN Blotongan 01 Salatiga kecamatan Sidorejo kota Salatiga

semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Novi Pramita Devi (2011) jenis penelitian

dalam skripsi ini adalah penelitian eksperimen. Jumlah subyek sebanyak 29 siswa

kelas IV di SDN Blotongan 01 Salatiga. Pengumpuan data hasil belajar diperoleh dari

tes yang dilakukan pada kelas tersebut. Analisis data yang digunakan untuk melihat

peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunakan model

pembelajaran Children Learning in Science (CLIS). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang yang

menggunakan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) di SDN

Blotongan 01 Kecamata Sidorejo kota Salatiga. Hasil analisis diperoleh dari

prosentase hasil belajar pretes dan postes siswa yang sudah tuntas dan tidak tuntas

dan hasilnya dari pretes terdapat 41% siswa yang sudah tuntas dan 59% yang tidak

tuntas. Sedangkan pada postes seluruh siswa 100% dinyatakan tuntas sehingga hasil

belajar siswa meningkat signifikan sebesar 59%. Pembelajaran menggunakan

Children Learning in Science (CLIS) terbukti efektif meningkatkan hasil belajar

siswa. Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan adalah peningkatan yang

signifikan hasil belajar mata pelajaran IPA sekolah yang menggunkan model

13

pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) di SDN Blotongan 01 Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga.

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Clis (Children Learning In Science) Di SMP N 1 Tanjungraja Semester

Genap Tahun Ajaran 2010/2011 Merita Diana SMPN 1 Tanjungraja. Penelitian

bertujuan untuk mengetahui hasil dari penerapan Model Pembelajaran CLIS

(Children Learning In Science) dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa..

Hasil penelitian penerapan Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In Science)

pada pelajaran IPA kelas VII a dapat meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar

yang di buktikan dengan bertambahnya minat belajar dari siklus I sebesar 68 %,

siklus II sebesar 82 % dan pada siklus III sebesar 98%.sedangkan prestasi belajar

siswa bertambahnya tingkat ketuntasan belajar siswa setiap siklusnya selama tiga

siklus yaitu siklus I sebesar 62,3%, siklus II sebesar 73,95% dan siklus III sebesar

100 %. Key word: Minat belajar, prestasi belajar, CLIS (Children Learning In

Science), IPA

Yunita E.A., Mifta A (2011) dalam penelitiannya berjudul implementasi

model CLIS (Children Learning in Science) untuk meningkatkan pembelajaran IPA

siswa kelas V SDN dukuh II Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Penelitian ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan model CLIS, aktivitas

siswa ketika diterapkan model CLIS, dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model

CLIS. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK)

dilakukan dengan dua siklus masing-masing dua kali pertemuan.Pengumpulan data

penerapan model dan aktivitas siswa dilakukan dengan teknik observasi, dokumentasi

dan catatan lapangan. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil evaluasi siswa yang

meningkat yaitu dari nilai rata-rata pra tindakan 68,3 sedangkan nilai rata-rata pada

siklus I 75,4 dan 80,8 pada siklus II. Berdasarkan paparan data dan pembahasan

terhadap temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulan

sebagai berikut. Pertama, penerapan model CLIS pada mata pelajaran IPA siswa

kelas V SDN Dukuh II Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri dapat

14

meningkatkan pembelajaran IPA materi “Gaya” selama proses pembelajaran. Kedua,

aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menerapkan model CLIS, terlibat secara

penuh karena pembel-ajaran berpusat pada siswa, siswa aktif secara mental dan

membangun pengetahuan, melakukan aktivitas hands on dan minds on. Ketiga, hasil

belajar siswa kelas V SDN Dukuh II mengalami peningkatan setelah diterapkan

model CLIS karena dengan model CLIS, siswa terlibat langsung dalam pembelajaran.

2.5 Kerangka Berfikir

Model pembelajaran CLIS memberikan kesempatan kepada siswa bekerja

dalam kelompok dan siswa dapat mengungkapkan ide dan gagasan tentang topik

yang dibahas. Model ini berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang

suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekontruksi ide atau gagasan

berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan.

Dengan mengguanakan model pembelajaran CLIS , diharapkan gagasan awal

siswa dapat dimunculkan dengan cepat, reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan

belajar terbuka, partisipasi siswa menjadi lebih baik, dan guru lebih mudah

merencanakan pengajaran. Dengan upaya-upaya dalam model pembelajaran CLIS,

diharapkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD N Mangunsari 05 dapat meningkat.

Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Kelas kontrol Kelas eksperimen

pretes Pretes

Konvensional Model

pembelajaran

Postes Postes

15

Memberikan pretes kepada dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen

sebelum masuk pada proses belajar mengajar dengan soal yang sama. Pada kelas

kontrol diberikan pembelajaran yang biasa dan pada kelas eksperimen diberikan

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Children Learning in

Science (CLIS). Untuk mengetahui apakah hasil dari kelas kontrol dan kelas

eksperimen, maka kedua kelas tersebut diberikan evaluasi.

2.6 Hipotesis Penelitian

Diduga model pembelajaran Children Leanrning In Sciences (CLIS) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas

V SD N Mangunsari 05 Salatiga Tahun Ajaran 2011/2012.