BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus...

37
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kekhususan dibandingkan dengan anak normal lainnya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini dianggap berbeda oleh masyarakat pada umumnya. ABK dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau penyandang ketunaan ataupun juga anak yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa (Mulyono, 2003:26). Ilahi (2013:138) menjelaskan ABK sebagai berikut. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang. Disebut berkebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya. Dijelaskan lebih lanjut oleh Ramadhan (2013:10) bahwa ABK adalah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak pada umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa hal, yaitu proses pertumbuhan dan perkembangnnya yang mengalami kelainan atau penyimpangan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional. Sedangkan menurut penjelasan Suharlina dan Hidayat (2010:5) ABK merupakan anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kekhususan

dibandingkan dengan anak normal lainnya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

ini dianggap berbeda oleh masyarakat pada umumnya. ABK dapat dimaknai

dengan anak-anak yang tergolong cacat atau penyandang ketunaan ataupun juga

anak yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa (Mulyono, 2003:26).

Ilahi (2013:138) menjelaskan ABK sebagai berikut.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus

sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang

lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan

dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan

perilaku yang menyimpang. Disebut berkebutuhan khusus karena anak tersebut

memiliki kelainan dan keberbedaan dengan anak normal pada umumnya.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Ramadhan (2013:10) bahwa ABK adalah

mereka yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-anak

pada umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa hal, yaitu

proses pertumbuhan dan perkembangnnya yang mengalami kelainan atau

penyimpangan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional.

Sedangkan menurut penjelasan Suharlina dan Hidayat (2010:5) ABK merupakan

anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan

perkembangan dan kelainan yang dialami anak.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

9

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa ABK adalah

anak-anak yang memiliki kekhususan dan kebutuhan yang berbeda dengan anak

normal lainya. Kekhususan yang berbeda tersebut meliputi kekhususan fisik,

mental, intelektual, sosial ataupun emosional. Sehingga setiap kekhususan

tersebut membutuhkan penangan yang berbeda pula.

Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori

yaitu anak yang memiliki kekhususan permanen dan temporer (Ilahi, 2013:139).

Anak berkebutuhan khusus yang memiliki kekhususan permanen yaitu akibat dari

kelainan tertentu seperti anak tunanetra. Sedangkan anak yang memiliki

kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan

perkembangan karena kondisi dan situasi lingkungan misalnya anak yang

mengalami kedwibahasaan atau perbedaan bahasa yang digunakan dalam dan di

sekolah.

ABK seperti yang telah dijelaskan di atas memerlukan modifikasi dari

tugas, metode atau pelayanannya. Hal ini dikarenakan keadaan mereka yang

memiliki kekhususan dan berbeda dari anak lainnya. Untuk mengembangkan

potensinya maka diperlukan modifikasi tersebut. Meskipun berbeda mereka

mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak.

Setiap anak yang memiliki kekhusususan tentunya memiliki ciri yang berbeda

pula. Siswa memiliki kebutuhan untuk kepentingan belajarnya, oleh karena itu

penting untuk fleksibel dalam melakukan pembelajarannya sesuai dengan

kebutuhan khusus yang dimiliki anak berkebutuhan khusus.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

10

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

ABK sangatlah beragam, keberagaman tersebut dikarenakan ABK

memiliki kekhususannya masing-masing. Disebutkan melalui Peraturan

Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3) klasifikasi ABK adalah “ABK

terdiri dari: a) tunanetra; b) tunarungu; c) tunawicara; d) tunagrahita; e) tunadaksa;

f) tunalaras; g) berkesulitan belajar; h) lamban belajar; i) autis; j) memiliki

gangguan motorik; k) menjadi kerban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang,

dan zat adiktif lain; l) memiliki kelainan lain”. Maka dapat diketahui bahwa ABK

bukan hanya anak yang mengalami cacat fisik saja, anak yang memiliki

kelemahan pada intelektual dan sosialnya juga termasuk ABK.

Menurut Garnida (2015:3-4) ABK dikelompokkan menjadi sembilan

diantaranya, yaitu (1) Tunanetra, (2) Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa,

(5) Tunalaras, (6) Anak gangguan belajar spesifik, (7) Lamban Belajar, (8) Cerdas

istimewa dan bakat istimewa, dan (9) Autis. Secara singkat klasifikasi ABK

menurut Garnida dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tunanetra

Tunanetra adalah salah satu klasifikasi bagi anak yang memiliki kebutuhan

khusus dengan ciri adanya hambatan pada indra penglihatan (Pratiwi dan Afin,

2013:18). Sedangkan Garnida (2015:5) berpendapat bahwa anak tunanetra

merupakan anak yang memiliki gangguan penglihatannya sedemikian rupa,

sehingga dibutuhkan pelayanan khusus dalam pendidikan ataupun kehidupannya.

Berdasarkan penjelaskan di atas dapat diketahui bahwa anak tunanetra

adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa ketidak

mampuan melihat secara menyeluruh atau sebagian sehingga membutuhkan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

11

layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Berdasarkan

kemampuan daya melihatnya, anak tunanetra diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Anak kurang awas (low vision)

Penyandang low vision masih mampu melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan penglihatan. Namun penyandang low vision memiliki persepsi yang

berbeda.

2) Anak tunanetra total (totally blind)

Penyandang tunanetra blind atau buta total adalah tunanetra yang sama sekali

tidak memiliki persepsi visual.

b. Tunarungu

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya

pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal.

Anak tunarungu memilki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak mampu

mendengarkan bunyi secara menyeluruh atau sebagian. Meskipun telah diberikan

alat bantu dengar, mereka tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi,

ketunarunguan dibagi ke dalam empat kategori sebagai berikut:

1) Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment)

Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment) adalah kondisi seseorang

masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB. Seseorang dengan

ketunarunguan ringan sering tidak menyadari saat sedang diajak berbicara,

sehingga mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

12

2) Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment)

Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), dalam kondisi ini

seseorang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB dan

mengalami kesulitan dalam percakapan jika tidak memperhatikan wajah

pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi

dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

3) Ketunarunguan berat (severe hearing impairment)

Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi dimana

seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB, seedikit

memahami percakapan pembicara meskipun sudah memperhatikan wajah

pembicara dan dengan suara keras, akan tetapi masih dapat terbantu dengan

alat bantu dengar.

4) Ketunarunguan berat sekali (profour hearing impairment)

Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi

dimana seseorang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 atau

lebih keras. Tidak memungkinkan untuk mendengar percakapan normal,

sehingga sangat tergantung pada komunikasi visual.

c. Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan

keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Seseorang dikatakan

tunagrahita apabila memiliki tiga indikator, yaitu: (1) keterhambatan fungsi

kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) Ketidakmampuan dalam

perilaku sosial/adaptif, dan (3) Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

13

perkembangan yaitu sampai dengan usia 18 tahun. Berdasarkan tingkat

kecerdasannya, anak tunagrahita dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1) Tunagrahita ringan, yaitu seseorang yang memiliki IQ 55-70

2) Tunagrahita sedang, seseorang dengan IQ 40-55

3) Tunagrahita berat, seseorang yang memiliki IQ 25-40

4) Tunagrahita berat sekali, yaitu seseorang yang memiliki IQ < 25

d. Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras)

Anak tunalaras adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf

sedang, berat dan sangat berat sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi

dan sosial atau keduanya sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan

(Direktorat PSLB dalam Gunahardi dan Esti, 2011). Sedangkan Kauffman dan

Hallahan (2006) dalam Pratiwi dan Afin (2013:58) berpendapat mengenai anak

tunalaras sebagai berikut.

Anak tunalaras dikatakan sebagai anak-anak yang sulit untuk diterima dalam

berhubungan secara pribadi maupun sosial karena memiliki perilaku ekstrem

yang sangat bertentangan dengan norma sekitar. Perilaku ini bias dating secara

tidak langsung dan disertai dengan gangguan emosi yang tidak menyenangkan

bagi orang-orang di sekitarnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anak tunalaras

merupakan anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat

maupun sangat berat. Keadaan tersebut seringkali terjadi pada usia anak-anak dan

remaja, sehingga akibatnya perkembangan emosi sosial ataupun keduanya akan

terganggu. Sehingga perlu adanya layanan khusus pengembangan potensi yang

dimiliki anak tunalaras. Berdasarkan kadar ketunalarasannya, Garinda

memenggolongkan anak tunalaras menjadi tiga, diantaranya: (1) tunalaras ringan,

(2) tunalaras sedang, (3) tunalaras berat.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

14

e. Tunadaksa

Tunadaksa merupakan suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu

sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga

mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan ataupun untuk

berdiri sendiri (Rahman, 2014:170). Sedangkan menurut (Garnida, 2015:10)

tunadaksa didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot,

tulang, persendian dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus dan kecelakaan

baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Gangguan ini

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitas dan

gangguan perkembangan pribadi.

Rachmayana (2013) dalam Pratiwi dan Afin (2013:27) mendefinisikan

tunadaksa sebagai berikut.

Tunadaksa/cacat fisik adalah sebutan bagi orang yang mengalami kesulitan

mengoptimalkan fungsi anggota tubuhnya karena faktor bawaan sejak lahir.

Gangguan yang dialami menyerang kemampuan motorik mereka. Gangguan yang

terjadi mulai dari gangguan otot, tulang, sendi dan atau sistem saraf yang

mengakibatkan kurang optimalnya fungsi komunikasi, mobilitas, sosialisasi dan

perkembangan keutuhan pribadi.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

penyandang tunadaksa mengalami kesultan dalam mengoptimalkan fungsi

anggota tubuhnya. Hal tersebut dikarenakan adanya gangguan pada otot, tulang

maupun sitem saraf. Oleh karena itu maka penyandang tunadaksa perlu

mendapatkan pelayanan khusus untuk mengoptimalkan kemampuan yang

dimiliki. Adapun klasifikasi tunadaksa menurut Garnida (2015:3), yaitu (1) Anak

layu anggota gerak tubuh, dan (2) Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak

(celebral palcy).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

15

f. Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI)

Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi),

kreativitas, dan tanggungjawab di atas anak-anak normal seusianya, sehingga

untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan

khusus. Anak CIBI dibagi menjadi tiga golongan sesuai dengan tingkat

intelegensi dan kekhasan masing-masing, diantaranya (1) Superior, (2) Gifted

(Anak Berbakat), dan (3) Genius. (Pratiwi dan Afin, 2013:70)

g. Lamban belajar (slow learner)

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi

intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam

beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon

rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding

dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal,

mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat

menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik. Anak lamban belajar

memiliki kemampuan berpikir abstrak yang rendah dibandingkan dengan anak

pada umumnya. Dengan kondisi tersebut maka anak lamban belajar membutuhkan

pembelajaran khusus untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya.

h. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata

mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal

kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika. Hal tersebut

disebabka karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor

inteligensi. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

16

membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar

berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami

kesulitan yang berarti.

i. Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi

gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai

tampak sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme

infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir. Wing dalam Jenny Thompson

(2010:86) mendefinisikan autisme sebagai ganguan perkembangan yang

mengkombinasikan gangguan komunikasi sosial, gangguan interaksi sosial dan

angguan imajinasi sosial. Tanpa tiga gangguan di atas, seseorang tidak akan

didagnosis memiliki autisme. Gangguan-gangguan tersebut cenderung parah dan

menyebabkan kesulitan belajar pada anak.

Dapat dikatakan bahwa penyandang autisme mengalami gangguan yang

kompleks. Penyandang autisme mengalami kendala dalam komunikasi, sosialisasi

dan imajinasi. Sehingga hal tersebut dapat mengganggu mereka dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran di sekolah, perlu adanya pelayanan khusus untuk anak

autisme yang tidak dapat disamakan dengan anak normal lainnya.

3. Karakteristik dan Kebutuhan Pembelajaran ABK

Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik atau ciri khas.

Karakteristik tersebut merupakan implikasi dari kekhususan yang dimiliki

masih-masing. Karakteristik setiap jenis ABK juga berbeda-beda pula. Berikut

adalah karakteristik serta kebutuhan pembelajaran dari anak berkebutuhan khusus

menurut Garnida (2015:5):

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

17

a. Tunanetra

Anak dengan gangguan pengihatan adalah anak yang mengalami gangguan

daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam

pendidikan maupun kehidupannya. Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak

tunanetra, yaitu dalam membaca, menulis, dan berhitung diperlukan huruf braille

bagi yang tunanetra total, dan bagi mereka yang masih memiliki sisa penglihatan

diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak besar, media yang dapat diraba dan

didengar atau diperbesar. Selain itu diperlukan latihan orientasi dan mobilitas.

Untuk mengenali anak tunanetra dapat dilihat ciri-ciri sebagai berikut:

1) Tidak mampu melihat

2) Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali pada jarak enam meter.

3) Kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya.

4) Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.

5) Bagian bola yang hitam berwarna keruh/bersisik kering

6) Peradangan hebat pada kedua bola mata

7) Mata selalu bergoyang

b. Tunarungu

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran menyebabkan anak

tunarungu memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan anak normal lainnya.

Adapun ciri-ciri anak tunarungu sebagai berikut:

1) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.

2) Banyak perhatian terhadap getaran.

3) Terlambat dalam perkembangan bahasa.

4) Tidak ada reaksi terhadap bunyi dan suara.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

18

5) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.

6) Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara,

7) Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton.

Kebutuhan anak tunarungu secara umum tidak berbeda dengan anak pada

umumnya, tetapi mereka memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran,

anatara lain:

1) Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya.

2) Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk

mudah membaca bibir guru.

3) Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk

mendengarkan.

4) Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, berbicara dengan anak

dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan

kepala anak.

5) Guru berbicara dengan suara biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus

jelas.

c. Tunadaksa

Karakteristik fisik anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh,

juga mengalami gangguan lain, seperti berkurangnya daya pendengaran,

penglihatan dan gangguan motorik lainnya. Ciri-ciri anak tunadaksa dapat

digambarkan sebagai berikut:

1) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.

2) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil

dari biasa.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

19

3) Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali,

bergetar).

4) Terdapat cacat pada anggota gerak.

5) Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh.

Sebelum memberikan pelayanan dan pembelajaran bagi anak tunadaksa

harus memperhatikan hal-hal berikut:

1) Segi kesehatan anak

Kelainan khusus seperti kencing manis atau pernah dioperasi, sakit sendi, dan

masalah lain seperti harus meminum obat dan sebagainya.

2) Kemampuan gerak dan mobilitas

Penggunaan transportasi untuk pergi ke sekolah, alat bantu gerak, dan

sebagainya. Hal ini berhubungan dengan lingkungan yang harus dipersiapkan.

3) Kemampuan komunikasi

Ada tidaknya kelainan dalam berkomunikasi, dan alat komunikasi yang

digunakan seperti lisan, tulisan, isyarat dan sebagainya.

4) Kemampuan dalam merawat diri

Mampu tidaknya melakukan perawatan diri dalam aktivitas sehari-hari.

Misalnya; dalam berpakaian, makan, mandi dan lain-lain.

5) Posisi

Posisi anak pada waktu menggunakan alat bantu, duduk pada saat menerima

pembelajaran, wakt istirahat, di kamar kecil (toilet), saat makan dan

sebagainya, sehingga physical therapis sangat diperlukan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

20

d. Berbakat

Anak cerdas dan berbakat istimewa atau disebut juga sebagai gifted and

talented children memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat dan memiliki perbendaharaan

kata yang luas.

2) Memiliki rasa ingi tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.

3) Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam emnunjukkan gagasan.

4) Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sistematis dan

kritis.

5) Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan.

6) Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap

tugas atau bidang yang diminati.

7) Senang mencoba hal-hal baru.

8) Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi dan sintesis yang tinggi.

9) Mempunyai daya ingatan yang kuat.

10) Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah.

11) Cepat menangkap hubungan sebab akibat.

12) Tidak cepat puas atas prestasi yang dicapai.

13) Dapat menguasai dengan cepat materi pelajaran.

Kebutuhan pembelajaran anak cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah

sebagai berikut:

1) Program pengayaan horisontal, yaitu:

a) Mengembangkan kemampuan eksplorasi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

21

b) Mengembangkan pengayan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-

hal yang ada di luar kurikulum biasa.

c) Executive intensive dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti

programintensif bidang tertentu yang diminaati secara tuntas dan

mendalam dalam waktu tertentu.

2) Program pengayaan vertikal, yaitu:

a) Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program

yang seseuai dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah

waktu atau tingkatan kelas.

b) Independent study, membeeikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar

dan menjelajahi sendiri bidang yang diminati.

c) Mentorship, memadukan antara yang diminati anak cerdas dan berbakat

istimewa dengan para ahli yang ada di masyarakat.

e. Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki IQ (intelligence quotient) di bawah rata-rata

yaitu memiliki IQ ≤ 70. Sedangkan ciri-ciri fisik dan penampilan anak tunagrahita

sebagai berikut:

1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.

2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.

3) Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan.

4) Koordinasi gerakan kurang (gerakan serig tidak terkendali).

Kebutuhan pembelajaran anak tunagrahita, yaitu:

1) Perbedaan tunagrahita dengan anak normal dalam proses belajar adalah

terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

22

2) Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita dengan anak sebayanya

adalah anak tunagrahita mengalami masalah dalam hal, yaitu: (1) Tingkat

kemahirannya dalam memecahkan masalah; (2) Melakukan generalisasi dan

mentransfer sesuatu yang baru; dan (3) Minat dan perhatian terhadap

penyelesaian tugas.

f. Tunalaras

Tunalaras atau anak yang memiliki gangguan emosi dan perilaku memiliki

ciri-ciri, yaitu:

1) Cenderung membangkang.

2) Mudah terangsang emosinya/mudah marah.

3) Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.

4) Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.

5) Prestasi belajar dan motivasi belajar cenderung rendah, sering membolos atau

jarang masuk sekolah.

Kebutuhan pembelajaran anak tunalaras yang harus diperhatikan guru

antara lain adalah:

1) Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap

anak.

2) Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang

dihadapi oleh setiap anak.

3) Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat minat

anak.

4) Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-hari

dan contoh dari lingkungan fisik.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

23

g. Lamban Belajar

Slow learner atau lamban belajar adalah anak yang memiliki prestasi

belajar rendah, skor tes IQ mereka berada di antara 70 dan 90. Kemampuan

belajarnya lebih lambat dibandingkan teman sebayanya. Kemampuan-kemampuan

lainnya yang terbatas dari anak lamban belajar, di antaranya adalah kemampuan

koordinasi seperti kesulitan menggunakan alat tulis, olah raga atau mengenakan

pakaian. Dari sisi perilaku anak lamban belajar cenderung pendiam dan pemalu,

sehingga mereka kesulitan untuk berteman. Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak

lamban belajar, yaitu:

1) Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6).

2) Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-

teman seusianya.

3) Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.

4) Pernah tidak naik kelas.

Anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus, antara lain:

1) Waktu yang lebih lama dibanding anak pada umumnya.

2) Ketelatenan dan kesabaran guru utuk tidak terlalu cepat dalam memberikan

penjelasan.

3) Memperbanyak latihan dari pada hapalan dan pemahaman.

4) Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif.

5) Diperlukan adanya pengajaran remidial.

h. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak berkesulitan belajar spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu

disleksia, disgrafia dan diskalkulia. Masing-masing memiliki ciri yang berbeda.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

24

1) Ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia), yaitu:

a) Kesulitan membedakan bentuk.

b) Kemampuan memahami isi bacaan rendah.

c) Sering melakukan kesalahan dalam membaca.

2) Ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia), yaitu:

a) Sangat lamban dalam menyalin tulisan.

b) Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan

5, 6 dengan 9, dan sebagainya.

c) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

d) Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b).

3) Ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia), yaitu:

a) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

b) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan.

c) Sering salah membilang secara berurutan.

d) Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3

dengan 8, dan sebagainya.

e) Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

i. Autis

Banyak sekali variasi gejala yang diperlihatkan oleh anak autis. Selain

gejalanya yang bervariasi, tingkat keparahan juga sangat bervariasi. Ciri-ciri anak

autis, yaitu:

1) Mengalami hambatan di dalam bahasa.

2) Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial.

3) Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

25

4) Kurang memiiki perasaan dan empati.

5) Sering berperilaku di luar kontrol dan meledak-ledak.

6) Secara menyeluruh mengalami maslah dalam perilaku.

7) Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri.

8) Keterbatasan dalam mengekspresikan diri.

9) Beperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan

lingkungan.

Anak autis membutuhkan pembelajaran khusus antara lain sebagai berikut:

1) Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting

kelompok.

2) Perlu menggunakan beberapa teknik, di dalam menghilangkan perilaku-

perilaku negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar

secara keseluruhan (stereotip).

3) Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai

bantuan.

4) Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenagkan

sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang diharapkan.

Karakteristik yang berbeda pada setiap ABK membuat ABK perlu

mendapatkan pelayanan pembelajaran yang berbeda pula. Pelayanan tersebut

haruslah mengacu pada kekhususan yang dimiliki ABK. Dalam hal ini sekolah

inklusif tentunya dituntut untuk bekerja lebih keras dibandingkan sekolah pada

umumnya agar anak mampu terlayani dengan baik dan potensi yang dimiliki

mampu dikembangkan dengan baik. Lebih khususnya guru haruslah memiliki

kompetensi yang baik, karena gurulah yang lebih bertanggung jawab dalam

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

26

memberian pelayanan baik pelayanan pembelajaran di kelas reguler maupun di

kelas khusus.

B. Konsep Pendidikan Inklusif

1. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari suatu sistem

pendidikan. Pada sekolah inklusif semua anak diusahakan untuk dapat dilayani

secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian.

Direktorat Pembinaan SLB (2007) dalam Garnida (2015:48) menjelaskan bahwa

pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan untuk anak-

anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak-anak lainnya tanpa

menghiraukan keterbatasan masing-masing.

Alfian (2013:70) menyimpulkan pendidikan inklusif sebagai berikut.

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mempersatukan layanan PLB dengan

pendidikan reguler dalam satu sistem pendidikan atau penempatan semua anak

luar biasa di sekolah biasa. Dengan pendidikan inklusif semua anak luar biasa

dapat bersekolah di sekolah terdekat dan sekolah yang menampung semua anak.

Dalam konsep pendidikan luar biasa, pendidikan inklusif diartikan sebagai

penggabungan penyelenggaraan pendidikan luar biasa dan pendidikan reguler

dalam satu sistem pendidikan yang dipersatukan.

Pendidikan inklusif tidak melihat dari sudut ketidakmampuannya,

kecacatannya, serta tidak pula dari segi penyebab kecacatannya, tetapi lebih pada

kebutuhan –kebutuhan khusus mereka (Purwanta, 2002:3). Kebutuhan mereka

jelas berbeda dari satu dengan yang lain. Inti dari pendidikan inklusif itu sendiri

yaitu sistem pemberian layanan pendidikan dalam keberagaman, serta menghargai

perbedaan semua anak (Kustawan, 2012:7). Semua anak tanpa terkecuali ABK

memperoleh pendidikan yang bermutu serta mendapatkan pelayanan yang sesuai

dengan kebutuhannya masing-masing.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

27

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pendidikan inklusif

merupakan pendidikan yang menjadikan keberagaman menjadi satu kesatuan.

Semua anak terlepas dari mampu atau tidaknya, status sosial, ekonomi dan latar

belakang yang berbeda menjadi satu dalam ranah pendidikan dengan sekolah yang

sama. Pendidikan inklusif melihat suatu perbedaan adalah tantangan dan sangat

menghargai keberagaman tanpa melihatnya sebagai suatu masalah yang harus

dihindari.

2. Prinsip Pendidikan Inklusif

Prinsip pendidikan inklusif erat kaitannya dengan kesempatan ABK untuk

mendapatkan pendidikan tanpa memandang latar belakang dan perbedaan yang

ada. Farrell (2008) dalam Ilahi (2013:50) mengidentifikasi prinsip dasar dari

pendidikan inklusif adalah memberikan keterbukaan dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada ABK.

Florian (2008:123) menyatakan pendapatnya mengenai prinsip pendidikan

inklusif sebagai berikut.

Prinsip pendidikan inklusif memang harus sejalan dengan Deklarasi Hak Asasi

Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis utama

dalam membela anak berkelainan jatau penyandang cacat. Ini dikarenakan

pendidikan inklusif lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya

diperuntukkan utnuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik

siswa dengan kondisi berkebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural,

maupun Bahasa.

Alfian (2013:77) mengungkapakan ada dua prinsip pendidikan inklusif,

yaitu 1) Prinsip Persamaan Hak dalam Pendidikan, dan 2) Peningkatan Kualitas

Sekolah. Berikut penjelasan mengenai prinsip pendidikan inklusif menurut Alfian:

a. Prinsip Persamaan Hak dalam Pendidikan (Equality in Education)

Pendidikan inklusif mengakomodasi semua anak mendapatkan pendidikan.

Memperoleh pendidikan yang bermutu, menghargai keragaman, dan

mengakuiperbedaan individual. Setiap anak berhak untuk memasuki sekolah

yang terdekat dengan tempat tinggalnya; semua anak bisa belajar dan menghadapi

hambatan dalam belajar; semua anak membutuhkan dukungan dalam proses

belajar; dan pembelajaran memfokuskan pada kebutuhan setiap individu anak.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

28

b. Peningkatan Kualitas Sekolah (School Improvement)

Konsep sekolah dan pendidikan bukan hanya terfokus pada sekolah formal,

namun institusi-institusi non formal lainnya; sebuah institusi pendidikan atau

sekolah merupakan institusi yang ramah dan responsif terhadap perubahan; selalu

berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas sekolah baik dalam penyediaan

sarana dan prasarana, kemampuan guru dan yang paling mendasar adalah

merubah pandangan sekolah tentang kebutuhan anak, melakukan kerjasama

dengan institusi terkait sebagai rekan untuk meningkatkan kualitas sekolah, dan

mewujudkan sebuah sekolah yang ramah terhadap anak sehingga anak merasa

aman dan nyaman untuk belajar dan berinteraksi dengan teman sebayanya. Sistem

Sekolah Ramah Anak (SRA) menekankan pada pengajaran yang sesuai dengan

kebutuhan, kemampuan dan gaya belajar setiap anak; mengajar anak bagaimana

belajar kooperatif, aktif, dan demokratis. Isi materi yang terstruktur dengan

sumber daya yang berkualitas baik dan melindungi anak dari pelecehan dan

bahaya kekerasan. Dengan demikian pendidikan inklusif dapat meningkatkan

kualitas sekolah, baik dari segi layanan, materi, dan siswa, karena dapat

mengakomodasi kepentingan setiap siswa sesuai dengan kebutuhan masing-

masing.

Beberapa pendapat di atas menjelaskan mengenai prinsip pendidikan

inklusif sehingga dapat diketahui bahwa sebenarnya pendidikan inklusif berusaha

memberikan pelayanan pendidikan dengan mengakomodasi berbagai jenis

perbedaan dari siswa. Pendidikan inklusif memberikan kesempatan yang sama

kepada setiap anak untuk mendapatkan suatu layanan pendidikan yang

berkualitas.

3. Komponen Keberhasilan Pendidikan Inklusif

Keberhasilan pendidikan inklusif tidak serta merta terjadi begitu saja. Ada

komponen-komonen yang mendukug keberhasilan pendidikan inklusif tersebut.

Setiap komponen saling berkaitan serta menunjang keberhasilan keberhasilan

penyelengaraan dan keberhasilan belajar ABK. Komponen Keberhasilan

Pendidikan Inklusif menurut Ilahi (2013:167-189), yaitu:

a. Fleksibilitas Kurikulum

Kurikulum sebaiknya dikembangkan sesuai dengan karakteristik dan

tingkat kebutuhan anak dalam mengikuti proses pembelajarn. Kurikulum

sangatlah penting untuk menata arah dan tujuan kependidikan yang sesuai

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

29

kebutuhan siswa tanpa mengabaikan hak-hak anak. Kurikulum memberikan

gambaran tentang kegiatan belajar dalam suatu lembaga pendidikan. Kurikulum

pendidikan inklusif menggunakan kurikulum sekolah reuler yang dimodifikasi

dengan tahap perkembangan dan kebutuhan ABK. Pengembangan kurikulum

pendidikan khusus menurut Garnida (2015:83) harus berpedoman pada prinsip-

prinsip sebagai berikut.

1) Relevansi, terdapat dua relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi

eksternal. Internal berupa kebutuhan mengembangkan potensi anak dan

mengatasi hambatan anak, dan eksternal berupa kecakapan-kecakapan yang

dibutuhkan untuk hidup di masyarakat di masa kin dan masa yang akan

datang.Praktis dan Fungsional; 2) Praktis, maksudnya dapat dikerjakan oleh anak

dengan latihan, dan fungsional dapat digunakan untuk keterampilan di daerah

lingkungan keluarga, sebagai rekreasi, keterampilan masyarakat, dan

keterampilan bekerja; 3) Fleksibilitas, dalam implementasi, setiap pencapaian

kompetensi dasar dibutuhkan waktu belajar, metode dan evaluasi yang

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi; 4) Berorientasi pada siswa, setiap

penetapan kompetensi inti dan kompetensi dasar memerhatikan kebutuhan anak

akan kecakapan-kecakapan aktivitas kehidupan sehari-hari, dan pada

implementasi berdasarkan deskripsi kondisi anak yang telah dimiliki dalam setiap

aspek kecakapan; 5) Kontinuitas, bersambungan mulai kecakapan inti yang paling

dasar dari kehidupan awal anak sampai kemandirian dalam keluarga dan

masyarakat; 6) Integratif, mengintegrasikan berbagai substansi dasar membaca,

menulis, berhitung dan domain karakter, pengetahuan, sikap dan keterampilan ke

dalam penggunaan belajar aspek kecakapan aktivitas kehidupan sehari-hari; 7)

Program kompensatoris, misalnya hambatan yang ada pada anak tunagrahita

memerlukan program kompensatoris untuk mengatasi hambatan itu, sehingga

upaya yang dilakukan harus mendukung pencapaian kompetensi yang telah

ditetapkan; 8) Efektivitas dan efisien, semua penggunaan sumber daya pendukung

pembeajaran yang digunakan untuk mencapai kompetensi inti dan dasar

dilakukan secara efektif dan efisien. Ada beberapa komponen kurikulum yang

disesuaikan dengan ABK, berikut penjelasannya.

Ilahi (2013:172) menyebutkan ada lima komponen kurikulum yang

dimodifikasi agar sesuai kebutuhan anak. Komponen-komponen tesebut dapat

dijelaskan seperti di bawah ini.

1) Tujuan

Tujuan memegang peranan penting dalam mengarahkan semua kegiatan

pembelajaran. Tujuan kurikulum dimaksudkan utnuk perkembangan tuntutan,

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

30

kondisi, dan kebutuhan masyarakat dan didasari pemikiran yang sesuai

dengan nilai filosofis.

2) Materi atau Bahan Ajar

Materi untuk ABK yang memiliki intelegensi di atas normal dapat diperluas

dan diperdalam ataupun ditambah dengan materi baru. Sedangkan untuk

ABK yang memiliki intelegensi relatif normal materi dalam kurikulum

sekolah reguler dapat tetap digunakan atau tingkat kesulitannya diturunkan

sedikit. Begitu pula untuk ABK yang memiliki intelegensi di bawah normal,

materi dapat diturunkan ataupun dikurangi seperlunya, namun jika memang

perlu dapat dihilangkan.

3) Strategi Pembelajaran

Ketika guru menyusun bahan ajar, hendaknya guru memikirkan strategi

pembelajaran. Strategi pembelajaran ini digunakan guru dalam proses

pembelajaran. Sehingga strategi pembelajaran tersebut hendaknya memang

disesuaikan dengan kebutuhan anak.

4) Media Pembelajaran

Penggunaan media dalam proses pembelajaran memiliki fungsi yang sangat

berharga. Melalui penggunaan media, anak dilatih untuk melatih kepekaan

dan keterampilan anak secara optimal.

5) Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik mengenai tujuan kurikulum,

apakah tujuan kurikulum sudah tercapai secara maksimal atau belum. Jika

ternyata belum tercapai, maka perlu untuk melakukan evalusi terhadap bahan

ajar yang telah diberikan utnuk mengetahui indikator keberhasilan siswa.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

31

b. Tenaga Pendidik

Seorang guru memiliki peran yang sangat vital dalam mengatur segala

proses dan perencanaan pembelajaran hingga pada tahap evaluasi. Selain itu guru

berperan penting dalam menerapkan metode yang tepat agar poteni anak dapat

berkembang. Guru dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan profesionalisme. Pendidik atau guru yang

terlibat di sekolah inklusif yaitu guru kelas/guru mata pelajaran dan guru

pembimbing khusus. Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai

latar belakang pendidikan khusus atau guru yang pernah mendapat pelatihan

tentang pendidikan khusus yang ditugaskan di sekolah inklusif (Garnida,

2015:86).

Ilahi (2013:180) menjelaskan lebih lanjut mengenai kompetensi yang

seharusnya dimiliki guru tersebut.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa

meliputi pemahaman siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi

hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasi berbagai potensi

yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang

mantab, stabil, dewasa, arif, dan berwibaw, menjadi teladan bagi siswa, dan

berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan siswa sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan siswa, dan

masyarakat sekitar. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan

materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan mampu

membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar

Nasional Pendidikan.

Dengan demikian maka tugas dari seorang guru tidaklah mudah. Guru

memiliki tanggung jawab terhadap siswanya. Ditambah lagi dengan tanggung

jawabnya untuk memberikan pelayan yang sesuai dengan kebutuhan ABK. Selain

itu guru merupakan penentu arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

32

c. Input Siswa

Siswa atau siswa menjadi komponen penting dalam pelaksanaan

pendidikan inklusif. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif

memiliki siswa yang berbeda dengan sekolah reguler pada umumnya karena

adanya siswa ABK. Apabila ditinjau dari segi kecerdasannya, siswa yang

memebutuhkan pendidikan khusus dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecerdasan

di bawah normal, kecerdasan normal, dan kecerdasan di atas normal (Direktorat

PLB dalam Ilahi, 2013:183)

Menurut Garnida (2015:82) perlu adanya upaya untuk mencermati lebih

jauh tentang latar belakang, potensi dan kondisi khusus pada siswa. Maka sekolah

perlu mengadakan asesmen. Ada dua jenis asesmen yang bisa dilakukan, yaitu:

1) Asesmen fungsional, digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

dan hambatan yang dialami anak dalam melakukan aktivitas tertentu.

Asesmen ini dapat dilakukan oeh guru dan atau guru pembimbing khusus di

sekolah.

2) Asesmen klinis, dilakukan oleh tenaga profesional sesuai dengan

kebutuhannya.

Sebelum melakukan asesmen, ada hal yang perlu dilakukan untuk

mengetahui apakah anak termasuk ABK atau bukan. Hal tersebut adalah

identifikasi. Gunawan (2013:19) mengemukakan bahwa:

Identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun

tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami

kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris

neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-

anak lain seusianya (anak-anak normal).

Kegiatan identifikasi ini merupakan kegiatan yang sederhana yang dan

bertujuan untuk mengetahui apakah seorang anak termasuk ABK atau tidak. Hasil

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

33

identifikasi ini belum mengetahui secara pasti kekhususan apa yang ada pada

anak. Sehingga perlu adanya tindak lanjut setelah identifikasi yaitu asesmen

tersebut, yang kemudian hasil dari asesmen tersbut dapat dijadikan dasar untuk

menyusun program pembelajaran individual.

d. Lingkungan dan Penyelenggara Sekolah Inklusif

Ada banyak faktor pendukung pendidikan inklusif yang berasal dari

lingkungan diantaranya, yaitu peran orang tua, sekolah dan pemerintah. Bebrapa

komponene terkait tersebut sangat menentukan keberhasilan ABK dalam

menjalankan aktivitas pembelajaran sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai

(Ilahi, 2013:185).

Orang tua berperan dalam memberikan motivasi kepada anak, selain itu

orang tua juga dituntut untuk dapar berpatisipasi aktif dalam pembuatan rencana

pembelajaran. Pemerintah juga berperan penting dalam menentkan pelaksanaan

pendidikan inklusif, yaitu dalam merumuskan kebijakan-kebijakan internal

sekolah, meningkatkan kualitas tenaga kependidikan melaui berbagai pelatihan,

memberikan subsidi berupa anggaran khusus, dan lain-lan. Sedangkan sekolah

diharapkan dapat memberikan pelayanan khusus sesuai dengan kebutuhan anak,

pengadaan guru khusus, pembelajaran yang sesuai dengan memperhatikan

kekhasan individu.

e. Sarana dan Prasarana

Sebagaimana layaknya sekolah umum, sekolah inklusif memiliki sarana

dan prasarana yang sama dengan sekolah lainnya, misalnya ruang kelas, guru dan

ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, laboratorium, perpustakaan, ruang

bimbingan konseling, UKS, tempat ibadah, lapangan, dan lain-lain. Di sekolah

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

34

inklusif terdapat prasarana khusus yang berupa ruangan khusus bagi pembinaan

anak berkebutuhan khusus. Semestinya kebradaan ruangan khusus ini adalah yang

membedakan antara sekoalh umum dengan sekolah inklusif. Ruangan khusus ini

adalah ruangan yang diperuntukkan bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus

(Garnida, 2015:89).

C. Konsep Pembelajaran ABK di Sekolah Inklusif

a. Proses Pembelajaran di Sekolah Inklusif

Pembelajaran adalah kegiatan terencana yang dilakukan untuk

mengkondisikan atau merangsang seseorang agar dapat belajar dan mencapai

tujuan dari pembelajaran tersebut. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran merupakan

inti dari pelaksanaan kurikulum, tak terkecuali pembelajaran di sekolah inklusif.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran. Oleh

karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik,

disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak. Garnida

(2015:84) menyatakan pendapatnya mengenai proses pembelajaran di sekolah

inklusif sebagai berikut.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan

dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu siswa dan didukung oleh

kompetensi guru, media, sumber dan strategi pebelajaran yang memadai, sesuai

dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Proses pembelajaran pada sekolah

inklusif tidak berbeda dengan proses pembelajaran pada sekolah-sekolah lainnya.

Proses pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil

belajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya

proses pembelajaran inklusif juga sama dengan pembelajaran yang terjadi seperti

di sekolah regular pada umumnya. Proses pembelajaran inklusif bagi anak

berkebutuhan khusus tersebut terdiri atas proses yang dimulai dari perencanaan,

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

35

pelaksanaan, dan penilaian untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan

efisien. Berikut adalah proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusif:

a. Perencanaan Pembelajaran

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pembelajaran ABK di

sekolah inklusif telah dijelaskan oleh Direktorat PSLB dan disebutkan kembali

oleh Garinda (2015:122-123) sebagai berikut, “1) Merencanakan pengelolaan

kelas; 2) Merencanakan pengorganisasian bahan; 3) Merencanakan strategi

pendekatan kegiatan belajar mengajar; 4) Merencanakan prosedur kegiatan belajar

mengajar; 5) Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar; 6)

Merencanakan penilaian”.

Komponen yang terdapat pada perecanaan pembelajaran adalah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Program Pembelajaran Individual. Berikut

penjelasannya:

1) Rencana Pelakasanaan Pembelajaran Modifikasi.

Wulan dalam Erhaerista (2014:18) mengemukakan bahwa kurikulum

reguler dengan modifikasi, merupakan yang dimodifikasi oleh pendidik pada

strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya

dengan tetap mengacu pada kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Di dalam

model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI. Pada

sekolah inklusif RPP yang digunakan untuk ABK haruslah dimodifikasi

disesuaiakan dengan tingkat perkembangan belajar siswa.

Komponen RPP (Amri dalam Tyas, 2015:19 50) yaitu: (a) Identitas mata

pelajaran; (b) Alokasi waktu; (c) Kompetensi Inti; (d) Kompetensi dasar; (e)

Indikator; (f) Tujuan pembelajaran; (g) Materi ajar; (h) Metode pembelajaran; (i)

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

36

Kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

kegiatan penutup; (j) Sumber belajar dan media pembelajaran; dan (k) Penilaian

hasil belajar.

2) Program Pembelajaran Individual (PPI)

Program Pembelajaran Individual (PPI) disusun oleh pihak-pihak yang

terkait dalam proses pembelajaran. Pihak-pihak tersebut diantaranya yaitu kepala

sekolah, guru kelas atau guru mata pelajaran, guru pembimbing khusus, psikolog

atau psikiatris,orang tua, dan pihak-pihak lain yang menunjang program belajar

mengajar. Garnida (2013:111) mengungkapkan bahwa PPI di lakukan di awal

semester dan dievaluasi pada saat program berakhir, waktu evaluasi disesuaikan

dengan kebutuhan siswa, sehingga dapat dilakukan setiap satu bulan sekali atau

tiga bulan sekali. PPI ini bersifat fleksibel dengan memperhatikan tingkat

perkembangan dan kebutuhan setiap siswa. Sehingga PPI ini akan berbeda setiap

individunya. Berikut adalah komponen utama yang ada pada PPI menurut Delphie

(2007:6):

a) Tingkat kemampuan atau prestasi (performance level), yang diketahui setelah

dilakukan asesmen melalui pengamatan dan tes-tes tertentu. Melalui informasi

berkaitan dengan tingkat kemampuan atau prestasi, maka diharapkan para

guru kelas dapat mengetahui secara pasti kebutuhan pembelajaran yang sesuai

untuk siswa yang bersangkutan.

b) Sasaran program tahunan (annual goals). Komponen ini merupakan kunci

komponen pembelajaran karena dapat memperkirakan program jangka-

panjang selama kegiatan sekolah, dan dapat dipecah-pecah menjadi beberapa

sasaran antara (terminal goals) yang dituangkan ke dalam program semester.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

37

c) Sasaran jangka-pendek atau Short-Term Objective. Sasaran jangka-pendek ini

bersifat sasaran antara yang diterapkan setiap semester dalam tahun yang

berjalan.

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan karakteristik belajar

siswa. Pelaksanaan pembelajaran ini merupakan transfer ilmu yang dilakukan

guru dengan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ataupun

PPI yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan pembelajaran inklusif akan berbeda,

baik dalam kegiatan, media maupun metode. Pada kelas reguler bahan belajar

untuk ABK dengan siswa reguler tidak berbeda secara signifikan, namun lain

halnya dengan pembelajaran di kelas khusus (Garnida, 2015:122). Berikut ini

pelaksanakan kegiatan pembelajaran:

1) Berkomunikasi dengan siswa

2) Mengimplementasikan metode, sumber belajar dan bahan latihan yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran.

3) Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif.

4) Mendemonstrasikan penguasaan materi dan relevansinya dalam kehidupan.

5) Mengelola waktu, ruang, bahan dan perlengkapan pengajaran.

6) Mengelola pembelajaran kelompok yang kooperatif.

7) Melakukan evaluasi

c. Penilaian

Penilaian dilakukan untuk memperoeh informasi atau data yang tepat

mengenai kinerja atau prestasi siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Hasil penilaian yang diperoleh digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

38

ketuntasan belajar siswa. Hasil penilaian juga digunakan untuk mengetahui

efektivitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai umpan balik

atas rencana pembelajaran yang telah disusun. (Kustawan, 2013:82)

Data yang diperoleh dari penilaian tersebut dapat digunakan guru dan

sekolah untuk menilai apakah siswa tersebut mampu naik kelas ataupun

menentukan kelulusan siswa dari sekolah. Dari data yang didapatkan tersebut guru

mampu menganalisis apakah strategi yang digunakan memberikan makna untuk

siswa atau tidak. Jika dirasa kurang memberikan makna maka sebaiknya guru

berinovasi lebih untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai.

Adapun teknik penilaian yang digunakan SD penyelenggara inklusif

menurut Kustawan (2013:86-88) adalah sebagai berikut:

1) Tes tertulis, teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik

berupa tes objektif maupun uraian.

2) Observasi, teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil

pengamatan terhadap objek tertentu.

3) Tes kinerja, teknik penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan

kemahirannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

4) Penugasan, suatu teknik penilaian yang menuntut siswa menyelesaikan tugas

di luar kegiatan pembelajaran di kelas atau di laboratorium. Penugasan dapat

diberikan dapat berupa tgas rumah ataupun projek.

5) Tes lisan, dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara siswa

dengan seorang guru.

6) Penilaian portofolio, penilaian yang dilakukan dengan caara menilai hasil

karya siswa.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

39

7) Jurnal, merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi

informasi kekuatan dan kelemahan siswa yang terkait dengan aspek kognitif,

afektif dan psikomotor yang dipaparkan secaara deskriptif.

8) Inventori, skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat,

emosi, motiivasi, hubungan antar pribadi dan persepsi siswa terhadap suatu

objek psikologis yang dapat dilakukan melalui wawancara dan pemberian

angket.

9) Penilaian diri, merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk

mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam berbagai hal.b

10) Penilaian antar teman, merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa

untuk mengemukakan kekurangan dan kelebihan temannya dalam hal tertentu.

2. Prinsip Pembelajaran Inklusif

Pembelajaran pada pendidikan inklusif haruslah mempertimbangkan

prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa.

Seperti yang dijelaskan oleh Direktorat PLB (2004) dalam Rahman (2014:170).

Terdapat delapan prinsip umum pembelajaran pada kelas inklusif, yaitu a) prinsip

motivasi; b) prinsip latar/konteks; c) prinsip keterarahan; d) prinsip hubungan

sosial; e) prinsip belajar sambil bekerja; f) prinsip individualisasi; g) prinsip

menemukan; dan h) prinsip pemecahan masalah.

Tercantum pula pada Permendiknas No 70 tahun 2009 bahwa dalam

kegiatan pembelajaran pada sekolah inklusif terdapat prinsip-prinsip umum yang

harus diterapkan guru dalam pembelajaran.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

40

a. Prinsip motivasi, guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa

agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti

kegiatan belajar mengajar.

b. Prinsip latar/konteks, guru perlu mengenal siswa secara mendalam,

menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan

sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan

materi pembelajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi siswa.

c. Prinsip keterarahan, setiap akan melakukan kegiatan pembelajar guru harus

merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai,

serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.

d. Prinsip hubungan sosial, dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu

mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan

interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa

dan lingkungan serta interaksi banyak arah.

e. Prinsip belajar sambil bekerja, dalam kegiatan pembelajaran guru harus

banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan praktik atau

percobaan, atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan

sebagainya.

f. Prinsip individulisasi, guru perlu mengenal kemampuan awal dan

karakteristik setiap anak secara mendalam, baik tingkat kemapuan dalam

menyerap materi pembelajaran, kecepatan dalam belajar, serta perilaku

penting lainnya, sehingga kegiatan pembelajaran masing-masing siswa

mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sesuai

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

41

g. Prinsip menemukan, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang

mampu memncing siswa untuk terlibat secara aktif, baik fisik,mental, sosial,

dan emosional.

h. Prinsip pemecahan masalah, guru hendaknya sering mengajukan berbagai

persoalan atau problem yang ada di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk

merumuskan, mencari data,menganalisis dan memecahkannya sesuai dengan

kemampuannya.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Rindi Lelly Anggraini (2014) dengan judul “Proses

Pembelajaran Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Kelas V SD

Negeri Giwangan Yogyakarta”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses

pembelajaran inklusif di kelas V-A dilaksanakan dalam kelas penuh, siswa ABK

disatukan dengan siswa normal lainnya di bawah pengawasan guru kelas atau

guru mata pelajaran dan guru pendamping khusus. Proses pendampingan

pembelajaran yang dilakukan guru pendamping khusus menggunakan model

pembelajaran individual.

Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Rindi Lelly Anggraini

(2014) dengan penelitian ini adalah pendekatan dan jenis penelitian yang sama

yaitu kualitatif deskriptif, selain itu juga sama-sama mengkaji tentang proses

pembelajaran yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus. Sedangkan

perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan Rindi Lelly Anggraini hanya

menggunakan ABK di kelas lima yang menjadi subjek penelitian, sedangkan

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

42

penelitian ini melibatkan ABK kelas bawah yaitu dari kelas 2 hingga kelas 3.

Fokus penelitian yang dilakukan Rindi Lelly Anggraini juga hanya pada

pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, sedangkan penelitian ini berfokus pada

keseluruhan proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

penilaian atau evaluasi.

Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Nur Diana Kholidah Erhaerista (2014) dengan judul “Pelaksanaan

Manajemen Proses Pembelajaran Sekolah Inklusif di SDN 2 Semambung

Kabupaten Situbondo Tahun Ajaran 2013-2014”. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa Pelaksanaan Manajemen sekolah inklusif di SDN 2

Semambung meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan.

Perencanaan yang dirancang sekolah diantaranya adalah renaca pengunaan model

kelas inklusif, RPP, dan PPI. Perbedaan karakteristik yang dimiliki ABK

membuat pihak sekolah menggunakan pengorganisasian kelas dengan 2 model

yaitu kelas reguler dengan pull out dan kelas khusus penuh. Penggunaan 2 model

kelas tersebut menuntut penyesuaian dalam pembelajaran mulai dariperencanaan

acuan pembelajaran yang digunakan, penerapan prinsip pembelajaran khusus,

sampai pada evaluasi pembelajaran. Keterlaksanaan proses tersebut memerlukan

monitoring dan evalusi yang rutin dari kepala sekolah.

Persamaan penelitian yang dilakukan Nur Diana Kholidah Erhaerista

(2014) dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan sekolah inklusif

untuk tempat penelitian, selain itu subjek dari kedua penelitian juga sama yaitu

siswa ABK. Namun yang menjadi perbedaaanya adalah subjek pada penelitian

Nur Diana Kholidah Erhaerista (2014) adalah siswa ABK kelas 1, kelas 5 dan

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

43

kelas khusus dan penelitian yang dilakukan mengenai manajemen pembelajaran di

sekolah inklusif yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan

pengawasan. Sedangkan subjek penelitian ini pada ABK kelas bawah dan

penelitian ini mengenai proses pembelajaran yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Anak Berkebutuhan Khusus …eprints.umm.ac.id/35541/3/jiptummpp-gdl-lutfiavili-48155-3-babii.pdf · kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami

44

E. Kerangka Pikir

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Proses Pembelajaran ABK

Proses pembelajaran mencakup perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran dan penilaian pembelajaran.

Proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan ABK

Riset Pendahuluan:

Tidak adanya guru pembimbing khusus yang memiliki latar belakang

Pendidikan Luar Biasa (PLB), guru belum siap untuk memberikan

pelayanan khusus untuk ABK. Sehingga sering kali para guru

mengalami kesulitan jika dihadapkan dengan ABK.

Proses

pembelajaran

ABK

Kendala yang

dihadapi dalam

proses pembelajaran

ABK

Upaya mengatasi

kendala dalam

proses

pembelajaran ABK

Teknik Pengumpulan Data:

1. Observasi

2. Wawancara

3. Dokumentasi

Analisis Data:

1. Reduksi data

2. Proses penyajian data

3. Penarikan kesimpulan dan

verifikasi data

Hasil Penelitian mengenai deskripsi

Proses Pembelajaran ABK di SD

Muhammadiyah 4 Batu