BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif...

16
8 Adzni Nurul Fajriani, 2019 PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Istilah penalaran sebagai terjemahan dari reasoning didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Shurter dan Pierce dalam Aulia, 2016). menurut Copi (dalam Putri, 2016) “Reasoning is special kind of thingking ini which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises”. Penalaran adalah jenis berfikir khusus dimana terjadi kesimpulan yang diambil dari premis-premis. menurut Kusumah (dalam Aulia, 2016) penalaran dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan langkah-langkah tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan. kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Aulia, 2016). Gardner (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015) mengungkapkan bahwa penalaran matematis adalah kemampuan menganallisis, menggeneralisasi, mensintesis/ mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan masalah tidak rutin. Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan penalaran adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta dan sumber yang telah diketahui sebelumnya dan mampu untuk merumuskan langkah-langkah yang terarah dan sistematis untuk memperoleh kesimpulan tersebut. Penalaran erat kaitannya dengan matematika, hal ini sesuai penyataan Depdiknas(dalam Putri, 2016) bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipaham dengan penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih dengan belajar matematika. oleh karena itu, untuk dapat memahami matematika secara utuh, haruslah siswa memiliki kemampuan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

8

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

Istilah penalaran sebagai terjemahan dari reasoning didefinisikan sebagai proses

pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Shurter

dan Pierce dalam Aulia, 2016). menurut Copi (dalam Putri, 2016) “Reasoning is

special kind of thingking ini which inference takes place, in which conclusions are

drawn from premises”. Penalaran adalah jenis berfikir khusus dimana terjadi

kesimpulan yang diambil dari premis-premis. menurut Kusumah (dalam Aulia,

2016) penalaran dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan dalam sebuah

argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan dalam upaya

memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-sifat atau

hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan langkah-langkah

tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan. kesimpulan yang bersifat umum

dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya

dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Aulia, 2016).

Gardner (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015) mengungkapkan bahwa penalaran

matematis adalah kemampuan menganallisis, menggeneralisasi, mensintesis/

mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan masalah tidak

rutin.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

penalaran adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai

suatu kesimpulan yang logis berdasarkan fakta dan sumber yang telah diketahui

sebelumnya dan mampu untuk merumuskan langkah-langkah yang terarah dan

sistematis untuk memperoleh kesimpulan tersebut. Penalaran erat kaitannya dengan

matematika, hal ini sesuai penyataan Depdiknas(dalam Putri, 2016) bahwa materi

matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan, yaitu materi matematika dipaham dengan penalaran dan penalaran

dipahami dan dilatih dengan belajar matematika. oleh karena itu, untuk dapat

memahami matematika secara utuh, haruslah siswa memiliki kemampuan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

9

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penalaran yang baik . Suria Sumantri (dalam Aulia, 2016) menyatakan bahwa ciri-

ciri penalaran adalah:

1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebuk logika , hal ini berarti

dalam penalaran memiliki logika tersendiri. Oleh karena itu, penalaran bisa

disebut dengan proses berpikir logis, yang berarti kegiatan berpikir menurut

pola atau logika tertentu.

2. Penalaran dilihat dari proses berpikirnya bersifat analitik, yang merupkan suatu

konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu

Indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo (dalam Lestari

& Yudhanegara, 2015), yaitu:

1. Menarik kesimpulan logis

2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.

3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.

4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat

analogi dan generalisasi.

5. Menyusun dan menguji konjektur.

6. Menbuat counter example (kontran contoh).

7. Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa valisitas argumen.

8. Menyusun argumen yang valid.

9. Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan menggunakan induksi

matematika.

Menurut Hurley (dalam Putri,2016) penalaran dibagi menjadi dua macam yaitu

penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran induktif merupakan proses

penarikan kesimpulan yang berdasarkan pada beberapa kemungkinan yang

dimunculkan dari premis-premis, sedangkan penalaran deduktif adalah proses

penarikkan kesimulan yang konklusinya diturunkn secara mutlak menurut premis-

premis dan tidak dipengaruhii faktor lain.

Hamers (dalam Putri, 2016) menyatakan bahwa seseorang yang menggunakan

kemampuan penalaran induktifnya untuk membangun pengetahuan yang koheren

akan menyebabkan pengetahuan itu lebih mudah diaplikasikan dan lebih meluas,

sehingga penalaran induktif ini perlu dimiliki oleh siswa.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

10

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam penelitian ini kemampuan yang akan dibahas adalah kemampuan

penalara induktif matematis siswa. Indikator kemampuan penalaran induktif

matematis yang digunakan adalah(Putri, 2016):

1. Analogi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data/ proses.

2. Generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data

yang teramati.

3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.

4. Memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang

ada.

5. Menghubungkan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun

konjektur.

B. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu

pendekatan pembelajaran khusus dalam matematika sebagai hasil adaptasi dari

Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan pertama kali di

negeri Belanda, tepatnya di the Freudenthal Institute, Utrecht University, sejak

tahun 1970an (Freudenthal dalam Jupri, 2017). PMRI merupakan versi dari RME

untuk konteks yang telah diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan

kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Zulkardi dan Ilma (dalam Wanto, 2017),

PMRI adalah teori pembelajaran yang titik awal pembelajarannya berasal dari

konteks kehidupan nyata yang pernah dialami siswa, menekankan keterampilan

“proces of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi

dengan teman sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya

menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu

maupun kelompok. Selaras dengan yang dikemukakan oleh Gravemeijer bahwa

dalam teori RME/PMRI pelajaran diawali dari bahan yang kontekstual yang real

dari segi pengalaman siswa (Sembiring, 2010).

Kata ‘real’ dalam ‘realistik’ maksudnya real dalam arti bermakna bagi siswa,

pada hakikatnya kata ‘realistik’ dapat bermakna tiga hal: (1) konteks nyata dalam

kehidupan sehari-hari; (2) konteks matematis formal dalam matematika; atau (3)

konteks hayalan yang dapat dibayangkan oleh pikiran.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

11

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Freudenthal (dalam Jupri, 2017) matematika itu hendaknya dikenalkan

sebagai pengetahuan yang bermakna bagi siswa, dan matematika itu merupakan

aktivitas manusia. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, matematika bukan

dipelajari sebagai sistem tertutup, melainkan harus dipelajari sebagai suatu aktivitas

mematematisasi realitas dan mematematisasi matematika itu sendiri. Dasar filosofi

yang digunakan dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu

konsep matematika siswa membangun sendiri pengertian dan pemahamannya.

Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pengertian dan pemahaman

tentang konsep yang baru dipelajarinya.

Gravemeijer (dalam Herlawan, 2016) mengungkapkan ada tiga prinsip yang

merupakan dasar teoretis PMRI/RME, yaitu: Guided Reinvention and Progressive

Mathematization, Didactical Phenomenology, dan Self-Developed Model.

1. Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Kembali

secara Terbimbing dan Matematisasi Progresif)

Prinsip Guided Reinvention ialah penekanan pada “penemuan kembali” secara

terbimbing. Jadi pembelajaran tidak diawali dengan pemberitahuan tentang

“ketentuan” atau “pengertian”, atau “nama objek matematis” (definisi), atau

“sifat”(teorema), atau “aturan”, yang diikuti dengan contoh-contoh serta

penerapannya, tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual yang realistik

(dapat dipahami atau dibayangkan oleh siswa, karena diambil dari dunia siswa atau

dari pengalaman siswa). Selanjutnya melalui aktivitas diharapkan siswa dapat

menemukan kembali pengertian (definisi), sifat-sifat matematis (teorema), dll.

Meskipun dalam pengungkapannya masih dalam bahasa informal (nonmatematis).

Prinsip Progressive Mathematization menekankan “matematisasi” atau

“pematematikaan”, yang dapat diartikan sebagai upaya mengarah ke pemikiran

matematis. Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan,

yaitu (1) matematisasi horizontal yaitu penalaran matematika yang berawal dari

masalah kontekstual dan berakhir pada matematika yang formal, dan (2)

matematisasi vertikal yaitu proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu

sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-

konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

12

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Didactical Phenomenology (Fenomenoligi Didaktis)

Prinsip ini menekankan pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan

pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika

kepada siswa. Tujuan utama pembelajaran dalam PMR bukanlah diketahuinya

beberapa konsep atau rumus, atau dikerjakannya banyak soal oleh siswa, melainkan

pengalaman belajar yang bermakna atau proses belajar yang bermakna, dan sikap

positif terhadap matematika sebagai dampak dari matematisasi, kebiasaan

berdiskusi dan merefleksi.

3. Self-Developed Model (Membangun sendiri model)

Prinsip ini menunjukkan adanya “jembatan” yang berupa model karena

berpangkal pada masalah kontekstual dan akan menuju ke matematika formal.

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan model sendiri. Dalam

pembelajaran, proses yang diharapkan terjadi adalah: pertama siswa dapat membuat

model situasi yang dekat dengan siswa, kemudian dengan proses generalisasi dan

formalisasi model situasi diubah kedalam model tentang masalah (model of).

Selanjutnya, dengan proses matematisasi horizontal model tentang masalah

berubah menjadi model untuk (model for). Setelah itu, dengan proses matematisasi

vertikal model untuk berubah menjadi model pengetahuan matematika formal.

Menurut Turmudi (dalam Herlawan, 2016) terdapat lima karakteristik

pendidikan matematika realistik yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) menggunakan

konteks; (2) menggunakan simbol, situasi, skema, dan model-model; (3)

Melibatkan kontribusi siwa; (4)menggunakan model interaktif dalam pembelajaran

matematika; (5) mengaitkan sesama topik dalam matematika.

1. Menggunakan Konteks

Dalam pendekatan PMR haruslah menggunkan konteks atau permasalahan

realistik sebagai titik awal pembelajarannya. Secara lebih rinci de Figueiredo

(dalam Herlawan, 2016) mengatakan bahwa konteks dalam RME haruslah

merupakan hal yang dapat dibayangkan dengan mudah, dapat dikenal, dan

situasinya menarik. Lalu konteks tersebut berhubungan dengan dunia siswa,

menghendaki pengorganisasian secara matematis yang dimulai dengan

pengetahuan informal siswa, dankonteks dalam RME harus bisa membantu siswa

untuk menyelesaikan persoalan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

13

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Menggunakan Simbol, Situasi, Skema, dan Model-Model

Penggunaan model, situasi, skema, dan simbol-simbol menekankan pad

penyelesaian masalah secara informal. Jadi siswa membentuk konsep matematika

diawali dengan menggunakan bahasa dan cara mereka sendirii yang setelah itu

menuju ke matematika formal.

3. Melibatkan Kontribusi Siwa

Guru harus bisa membuat siswa berkontribusi menyampaikan ide/ gagasannya

terhadap konsep matematika. menggunaan kontribusi siswa ini akan

mengakibatkan siswa membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif,

artinya siswa mengkonstruksi sendiri konsep matematika.

4. Menggunakan Model Interaktif dalam Pembelajaran Matematika (interactiviy)

Siswa dikondisikan agar bisa melakukan interaksi dengan lingungan sekitar,

baik itu dengan guru maupun dengan siswa lainnya. Proses belajar siswa di kelas

menjadi lebih bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan isi pikirannya

kepada siswa yang lain. Selain itu, dengan adanya interaksi siswa saling berbagi ide

dan strategi yang tentunya setiap orang memiliki ide dan strategi yang berbeda-

beda.

5. Mengaitkan Sesama Topik Dalam Matematika (intertwine)

Matematika harus dipandang sebagai suatu kesatuan, karena antar topik

matematika itu saling berkaitan satu sama lain. Hal ini sesuai dengan hirarki

matematika spiral, yaitu untuk memahami materi matematika yang lebih tinggi

tingkatannya siswa harus memahami materi sebelumnya. artinya pengalaman siswa

dalam matematika sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu,

intertwine menjadi ciri dari pembelajaran PMR. Dalam pembelajaran dengan

pendekatan PMR siswa diberi kesempatan untuk mengasah kemampuan mereka

dalam melihat keterkaitan antar konsep matematika yang telah mereka pelajari

sebelumnya.

Sedangkan menurut Treffers (dalam Jupri, 2017) terdapat enam prinsip atau

karakteristik dalam PMR, keenam prinsip pembelajaran dengan pendekatan RME

itu meliputi: Prinsip aktivitas(activity principle), prinsip realitas (reality principle),

prinsip tingkatan (level principle), prinsip keterkaitan (intertwinement principle),

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

14

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

prinsip interaktivitas (interactivity principle), dan prinsip pembimbingan (guidance

principle).

Melalui prinsip aktivitas siswa diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam

proses pembelajaran matematika. Artinya, matematika dipelajari dengan cara

melibatkan siswa secara langsung melalui pemecahan permasalahan matematika

(doing mathematics).

Melalui prinsip realitas pembelajaran matematika dimulai dengan situasi

realistik yang bermakna bagi siswa, dan bukan dimulai dari definisi atau teori,

kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun konsep

matematika dari situasi permasalahan yang bermakna. Prinsip ini pun bermakna

bahwa pengetahuan matematika yang dipelajari siswa diharapkan dapat diterapkan

dalam menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari.

Prinsip tingkatan bermakna bahwa dalam proses belajar matematika siswa

melewati tingkatan-tingkatan pemahaman matematis: dari pemahaman yang

bersifat informal, semiformal, hingga tahapan formal. Dalam hal ini model

matematis diperlukan untuk menjembatani antara matematika yang bersifat

informal dan matematika yang formal.

Menurut prinsip keterkaitan topik-topik matematika, seperti bilangan, aljabar,

dan geometri tidak dipandang sebagai topik-topik terpisah, melainkan sebagai

topik-topik yang saling terkait dan terintegrasi. Melalui prinsip ini, siswa difasilitasi

oleh permasalahan matematis yang kaya dan mengkaitkan antar topik-topik

matematika tersebut.

Prinsip interaktivitas memandang bahwa belajar matematika itu bukanlah

aktivitas individu semata, melainkan aktivitas sosial yang melibatkan individu-

individu lain. Melalui prinsip ini dalam proses pembelajaran siswa diharapkan aktif

berdiskusi, mengemukakan gagasan baik dalam aktivitas kelas ataupun aktivitas

berkelompok, sehingga terjadi interaksi antar siswa serta antara siswa dan guru.

Dalam prinsip pembimbingan guru dituntut berperan aktif membimbing siswa

dalam proses pembelajaran, sehingga para siswa dapat melewati tahap-tahap

pemahaman matematis dari yang bersifat informal hingga yang formal

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa prinsip realitas, prinsip tingkatan, dan

prinsip keterkaitan tercermin secara dominan pada bahan ajar yang digunakan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

15

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam proses pembelajaran. Sedangkan prinsip aktivitas, prinsip interaktivitas, dan

prinsip pembimbingan secara dominan tercermin dalam proses implementasi

pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik

(Jupri, 2017).

C. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah diterapkan di kurikulum 2013.

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu fenomena, untuk

memperoleh pengetahuan baru atau mereduksi dan memadukan dengan

pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method

of inquiry) harus bebasis pada bukti bukti dari obkek yang diobservasi, empiris, dan

terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik (Andary, 2016). Pendekatan

saintifik adalah pengorganisasian pengalaman belajar siswa dengan urutan logis

dan memuat proses pembelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi/ menalar, dan mengkomunikasikan (Permendikbud No. 103 Tahun

2014). Dalam penerapan pendekatan saintifik, peran guru adalah sebagai fasilitator.

Sehingga peran siswa menjadi lebih aktif dan lebih bisa bereksplorasi untuk

menggali berbagai potensi. Penbelajaran langsung dengan pendekatan saintifik

terditi dari beberapa fase, yaitu:

1. Mengamati

Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat,

menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat

2. Menanya

Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang

informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui atau

sebagai klarifikasi.

3. Mengumpulkan Informasi

Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru

bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber melalui angket,

wawancara, dan memodifikasi atau menambahi atau mengembangkan.

4. Mengasosiasi/ Menalar

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk

membuat kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena atau informasi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

16

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang terkait dalam rangka menemukan suatu pola dan menyimpulkan.

5. Mengkomunikasikan

Menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun

laporan tertulis dan menyajikan laporan.

D. Jenis Kesalahan

Kesalahan adalah tindakan yang tidak tepat atau menyimpang dari aturan yang

telah ditentukan (Sulistiyanto, 2018). Sedangkan Rosyidi (dalam Wijaya dan

Masriyah, 2013) mendefinisikan kesalahan sebagai suatu bentuk penyimpangan

terhadap hal yang dianggap benar atau prosedur yang ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan pengertin di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan merupakan

suatu tindakan penyimpangan dari hal yang telah ditetapkan suatu aturan terhadap

hal tersebut.

Wiyartimi (dalam Kanduli, Prayitno, & Khasanah, 2018) mengemukakan

bahwa terdapat 5 jenis kesalahan yang di lakukan siswa, yaitu: 1) Kesalahan

konsep, yaitu kesalahan siswa dalam menafsirkan dan menggunakan konsep

matematika. 2) Kesalahan prinsip, yaitu kesalahan siswa dalam menafsirkan dan

menggunakan rumus - rumus matematika. 3) Kesalahan operasi, yaitu kesalahan

siswa dalam menggunakan operasi dalam matematika. 4) Kesalahan karena

kecerobohan, yaitu kesalahan siswa karena salah dalam perhitungan. dan 5)

Kesalahan tanda atau notasi adalah kesalahan dalam memberikan atau menulis

tanda atau notasi matematika. Sedangkan Wijaya dan Masriyah (2013)

mengidentifikasi jenis kesalahan yang berkaitan demgan objek matematika yaitu

konsep, operasi, dan prinsip, yaitu sebagai berikut.

1. Indikator kesalahan konsep

Kesalahan konsep yaitu kesalahan yang dibuat siswa dalam menggunakan

konsep-konsep yang terkait dengan materi, sebagai berikut.

a. Salah dalam memahami makna soal.

b. Salah dalam menerjemahkan soal ke dalam model matematika.

c. Salah tentang konsep variabel yang digunakan untuk membuat model

matematika.

d. Salah konsep tentang metode eliminasi dan substitusi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

17

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Indikator kesalahan prinsip

Kesalahan prinsip yaitu kesalahan dalam menggunakan aturan-aturan atau

rumus-rumus matematika atau salah dalam menggunakan prinsip-prinsip yang

terkait dengan materi, seperti salah dalam penarikan kesimpulan dalam

menentukan jawab akhir soal.

3. Indikator kesalahan operasi

Kesalahan operasi yaitu kesalahan dalam melakukan operasi atau perhitungan.

Indikatornya yaitu siswa tidak dapat menggunakan aturan operasi atau perhitungan

dengan benar.

Berdasarkan uraian di atas, jenis kesalahan yag akan dibahas dalam penelitian

ini adalah:

1. Kesalahan memahami soal, yaitu meliputi kesalahan menentukan apa yang

diketahui dari soal dan kesalahan menentukan apa yang ditanyakan dalam soal.

2. Kesalahan Konsep, yaitu kesalahan yang berhubungan dengan konsep bangun

ruang sisi datar.

3. Kesalahan Prinsip, yaitu kesalahan dalam menggunakan aturan matematika

serta kesalahan dalam menyusun langkah-langkah yang hirarkis sistematis

untuk menjawab suatu masalah.

4. Kesalahan operasi, yaitu kesalahan dalam melakukan pengoperasian aljabar

atau dalam menghitung.

E. Aspek Sikap Siswa

Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.

Sikap juga dapat diartikan sebagai reaksi seseorang terhadap suatu stumulis yang

dating kepada dirinya (Sudjana, 2012). Sikap merupakan kecenderungan perasaan

terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain ataupun dirinya sendiri, akibat hasil

dari proses belajar ataupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka/

mendukung (sikap positif) atau rasa tidak suka/ tidak mendukung (sikap negative)

(Lestari & Yudhanegara, 2015).

Menurut Sujana (2012), ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan

konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek tau

stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

18

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

objek tersebt, sedangkan konasi berkenaan tentang kecenderungann berbuat

terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan

kepada objek tertentu, misalnya seperti sikap siswa terhadap materi pembelajaran,

sikap guru terhadap profesinya, dan lain-lain.

Sudaryono (2012) memaparkan mengenai objek sikap yang perlu dinilai dalam

proses pembelajaran di sekolah, yaitu:

1. Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif

terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan

tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan

akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang dijaarkan.

2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif

terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru

akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan guru tersebut. Dengan

demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar

akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

3. Sikap terhadap proses pembelajaran. peserta didik juga perlu memiliki sikap

positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran

mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran

yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan

menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga

dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

4. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi

pelajaran.

5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan

dengan mata pelajaran .

6. Sikap berhubungan skala penilaian yang mencakup skala Likert, skala semantic

diferensial, skala Thurstone, dan skala Guttman.

Adapun indikator sikap menurut Lestari dan Yudhanegara (2015) adalah:

1. Menerima/ tidak menerima stimulus yang diberikan

2. Menunjukkan kesenangan/ ketidaksenangan dalam pembelajaran

3. Merespon/ tidak merespon stimulus yang diberikan

4. menunjukkan kesungguhan/ ketidaksungguhan dalam belajar.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

19

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. menghargai/ tidak menghargai stimulus yang diberikan

6. bertanggung jawab/ tidak bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan.

F. Penelitian yang Relevan

1. Edi Saputra (2011) melakukan penelitin yang berjudul “Peningkatan

Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematika Siswa SMP dengan

PendekatanPMRI pada pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer”.

Kesimpulan dari penelitianny adalah pendekatan PMRIyang diterapkan pada

pembelajaran geometri berbantuan computer khususnya program cabri 3-D

(PG-PMRI) dapat meningkatkan kemampuan spasial siswa terutama pada

sekolah berkategori baik. pada sekolah dengan kategori baik peningkatan

kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran PG-PMRI dapat jauh

melampaui peningktan kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran

konvensional.

2. Kusumaningrum D. S. (2016) melakukan penelitian yang berjudul “Penigkatan

Kemampuan Penalaran dan Kemandirian Belajar Matematik Melalui

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Siswa SMP”.

Kesimpulan dari penelitiannya adalah peningkatan kemampuan penalaran

matematis dan kemandirian belajar makematik siswa siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada siswa yang

mendapatkan pembelajaran konvensional.

3. Widayanti Nurma Sa’adah (2010), melakukan penelitian yang berjudul

“Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa kelas VIII SMP Negeri

3 Banguntapan dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia(PMRI)”. Kesimpulan dari

penelitiannya adalah Setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMRI,terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

kelas VIII-A SMP Negeri 3 Banguntapan.

G. Paradigma Berfikir

Paradigma berfikir dalam penelitian ini didasari oleh masing-masing langkah

pembelajaran pada pendekatan PMRI dan pendekatan saintifik. Pendekatan

manakah yang lebih mendukung untuk pencapaian kemampuan penalaran induktif

matematis siswa. Terdapat beberapa perbedaan prisip pembelajaran antara

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

20

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penrsdekatan PMRI dan pendekatan saintifik yang dipaparkan pada Tabel 2.1

berikut ini:

Tabel 2. 1

Prinsip Pembelajaran dalam Pendekatan PMRI dan Pendekatan Saintifik

Pendekatan PMRI Pendekatan Saintifik

Menggunakan Konteks Realistik :

Menggunakan masalah kontekstual yang

berdasarkan kehidupan sehari-hari/nyata.

Mengamati : mengamati

permasalahan

Interactivity: Adanya interaksi antara siswa

dengan guru atau dengan siswa lainnya

Menanya : membuat dan

mengajukkan pertanyaan

Intertwine : Mengaitkan sesama topik

dalam pembelajaran matematika

Mengumpulkan informasi

Model of : Mengembangkan/ menciptakan

model-model simbolik secara informal

terhadap permasalahan yang diberikan.

Mengasosiasi/ menalar :

mengolah informasi yang sudah

dikumpulkan

Model for : Menarik kesimpulan berupa

model matematika/ rumus umum suatu

konsep

Mengkomunikasikan :

menyajikan laporan kinerja

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa pendekatan PMRI memiliki langkah

pembelajaran yang sedikit mirip dengan langkah pembelajaran dalam pendekatan

saintifik. Seperti: 1) Langkah “Menggunakan konteks realistik” dalam PMRI dan

langkah “Mengamati” dalam Saintifik, keduanya sama-sama merupakan kegiatan

dimana guru memberikan permasalahan/ kasus kemudian siswa mengamati

permasalahan tersebut. Bedanya dalam pendekatan PMRI permasalahan tersebut

harus sesuai dengan kehidupan nyata/ realistik, sedangkan dalam pendekatan

saintifik tidak harus sesuai dengan kehidupan nyata. 2) Langkah “Interactivity”

dalam PMRI dan langkah “Menanya” dalam Saintifik, Keduanya hampir sama

karena merupakan kegiatan yang membuat siswa berinteraksi dengan sekitarnya.

Cara interaksi siswa bisa dengan menanya atau berdiskusi dengan temannya.

Kemudian dalam pendekatan PMRI terdapat langkah-langkah/ kegiatan

pembelajaran yang mendukung tercapainya kemampuan penalaran induktif

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

21

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matematis siswa, yaitu pada kegiatan mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran

matematika (Intertwine), mengembangkan model (Model of), dan pada kegiatan

menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus umum suatu konsep (Model

for). Proses Intertwine memberi kesempatan kepada siswa untuk bisa

menghubugkan materi yang sedang dipelajari dengan materi yang telah ia pelajari.

Hal ini tentu saja mempertajam konsep dan ingatan siswa. Kemudian pada proses

Model for siswa diarahkan untuk menggeneralisasi atau menarik kesimpulan/

penetapan kesimpulan yang diambil dari premis-premis yang telah diketahui,

sehingga terjadilah proses reasoning/ penalaran yang bisa mendukung tercapainya

kemampuan penalaran induktif matematis.

Sedangkan langkah pembelajaran dalam pendekatan saintifik yang serupa

dengan kedua proses tersebut adalah langkah pembelajaran “Mengasosiasi/

Menalar”. Namun, menalar dalam pengertian ini adalah padanan dari istilah

“associating” dalam bahasa inggris, bukan kata “reasoning”. Associating lebih

merujuk pada teori belajar asosiasi (Yunus, 2015). Sebuah modul pelatihan

kurikulum 2013 menjelaskan bahwa esensi istilah asosiasi ini merujuk pada

kemampuan pengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam

peristiwa yang kemudian memasukkannya menjadi pengalaman memori

(Kemendikbud dalam Yunus, 2015). Sehingga, langkah pembelajaran

“Mengasosiasi/ menalar” dalam pendekatan saintifik belum cukup untuk

memfasilitasi tercapainya kemampuan penalaran induktif.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka kegiatan Intertwine dan Model Of

diharapkan bisa mendukung pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis,

karena penalaran induktif matematis dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan

secara logis dari beberapa argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan

dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-

sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya. Sehingga dalam

pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis siswa akan lebih condong

untuk menggunakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI

dibandingkan dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

22

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H. Hubungan Pendekatan PMRI dengan Penalaran Induktif Matematis

Penalaran induktif matematis dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan

secara logis dari beberapa argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan

dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-

sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan langkah-

langkah tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan yang bisa berupa konsep

matematika ataupun rumus umum dalam materi pembelajaran.

Pendekatan PMRI adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran

matematika yang diawali atau bertolak dari masalah kontekstual yang berasal dari

kehidupan sehari-hari. Adapun proses yang ada dalam pendekatan PMRI,

diantaranya adalah menggunakan masalah kontekstual yang berdasarkan kehidupan

sehari-hari (menggunakan konteks), adanya interaksi antara siswa dengan guru atau

dengan siswa lainnya (Interactivity), mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran

matematika (Intertwine), menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus

umum suatu konsep (Model Of), dan menggunakan rumus yang telah diperoleh

untuk mengerjakan soal lainnya (Model For).

Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI

memberi kesempatan pada siswa untuk mengaitkan beberapa konsep matematika

dan mengarahkan siswa untuk mengeneralisasi/ menyimpulkan suatu konsep

matematika dari suatu permasalahan, sehingga pelaksanaannya diharapkan untuk

bisa mencapai kemampuan penalaran induktif matematis siswa.

Dalam konsep pendekatan PMRI yang telah disebutkan di atas mengenai

menggunakan masalah kontekstual yang berdasarkan kehidupan sehari-hari

(menggunakan konteks), adanya interaksi antara siswa dengan guru atau dengan

siswa lainnya (Interactivity), mengaitkan sesama topik dalam pembelajaran

matematika (Intertwine), menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus

umum suatu konsep (Model Of), dan menggunakan rumus yang telah diperoleh

untuk mengerjakan soal lainnya (Model For), kiranya terdapat hubungan dengan

kemampuan penalaran induktif matematis yaitu melihat pola hubungkan beberapa

konsep ataupun materi matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan

generalisasi atau menarik kesimpulan berupa model matematika/ rumus umum

suatu konsep dari premis-premis yang telah diketahui sebelumnya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Induktif ...repository.upi.edu/39464/7/S_MAT_1507485_Chapter 2.pdf · kemudian contoh dan latihan soal. Melalui prinsip ini siswa membangun

23

Adzni Nurul Fajriani, 2019

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENCAPAIAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | respository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

I. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori dan paradigm berfikir yag telah dikemukakan

sebelumya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan

pencapaian kemampuan penalaran induktif matematis antara siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMRI dan siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan saintifik”.