BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara....
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara....
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai
perbandingan dan tolak ukur serta mempermudah penulis dalam menyusun
penelitian ini. Peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi
dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh
peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi
penulis dan memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini. Penulis telah
menganalisis penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam
penelitian ini. Berikut ini tabel perbedaan mengenai tinjauan penelitian terdahulu :
Tabel 2.1
Tabulasi dari Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Tujuan Hasil
1. Titi
Usikarani
Pangeswari
(2015)
Peran Pekerja
Sosial dalam
Intervensi
Mikro Eks
Gangguan
Jiwa di Panti
Sosial Bina
Karya
Sidomulyo
Yogyakarta
Untuk
mengetahui
peran pekerja
sosial dalam
upaya
perubahan yang
dilakukan
pekerja sosial
terhadap klien,
agar klien
berubah menjadi
lebih baik dari
sebelum
diadakannya
intervensi.
Pekerja sosial di
Panti Sosial Bina
Karya berperan
sebagai seorang
fasilitator, yang
memfasilitasi klien
dalam intervensi
mikro. Berperan
sebagai broker
yang
menghubungkan
klien dengan
lembaga-lembaga
sosial yang
dibutuhkan klien,
dan berperan juga
sebagai pelindung,
yang melindungi
identitas diri klien
dan keluarga klien.
7
No Peneliti Judul Tujuan Hasil
2. Ruswanto,
dkk (2016)
Peran Pekerja
Sosial dalam
Rehabilitasi
Sosial Kepada
Orang dengan
Disabilitas
Mental Eks
Psikotik di
PantiSosial
Bina Laras
Phala Martha
Sukabumi
Untuk
mengetahui
peran pekerja
sosial yang
bekerja di
lingkungan
PSBL Phala
Martha terutama
dalam
rehabilitasi
sosial kepada
orang dengan
disabilitas
mental eks
psikotik.
Orang dengan
disabilitas mental
eks psikotik
membutuhkan
suatu bentuk
pelayanan sosial
yang bertujuan
untuk
mengembalikan
fungsi sosialnya.
Pelayanan sosial
bagi penderita
gangguan jiwa
psikotik selama ini
dilaksanakan
melalui sistem
dalam panti, seperti
Panti Sosial Bina
Laras (PSBL)
Phala Martha
Sukabumi.
3. Widya
Ningsih
(2018)
Bentuk dan
Tahapan
Rehabilitasi
Gelandangan
Psikotik di
Lembaga
Kesejahteraan
Sosial Orang
Dengan
Kelaianan
(LKS ODK)
Eks Psikotik
Aulia Rahma
Kota Bandar
Lampung
Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui
bentuk dan
tahapan
rehabilitasi bagi
gelandangan
psikotik di
Lembaga
Kesejahteraan
Sosial Orang
Dengan
Kelainan Eks
Psikotik Aulia
Rahma Kota
Bandarlampung.
Gelandangan
psikotik memiliki
hak yang sama di
dalam masyarakat,
dengan segala
kekurangan
perilakunya.
Berdasarkan
instruksi
Kementrian Sosial
Republik
Indonesia,
gelandangan
psikotik harus
mendapatkan
rehabilitas di
lembaga
kesejahteraan
sosial. Hasil dari
penelitian ini
adalah proses
rehabilitasi terdiri
atas bentuk dan
tahapan
rehabilitasi.
8
No Peneliti Judul Tujuan Hasil
4. Eko
Radityo Adi
Nugroho
(2018)
Peran Pekerja
Sosial
Terhadap
Penyandang
Skizofrenia di
Panti Sosial
Bina Laras
Harapan
Sentosa 3
Untuk
mengetahui
peran pekerja
sosial terhadap
penyandang
skizofrenia di
Panti Sosial
Bina Laras
Harapan Sentosa
3.
Peran yang
dilakukan oleh
pekerja sosial
terhadap
penyandang
skizofrenia di Panti
Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3
diantaranya
meliputi :
fasilitator, broker,
enabler, dan
educator.
Fasilitator
merupakan peran
yang paling
dominan di Panti
Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3,
terutama pada
tahap pembinaan.
Sumber : data diolah tahun 2019
Pertama penelitian terdahulu dari Titi Usikarani Pangeswari (2015) yang
berjudul Peran Pekerja Sosial dalam Intervensi Mikro Eks Gangguan Jiwa di Panti
Sosial Bina Karya Sidomulyo Yogyakarta dengan hasil penelitian yaitu pekerja
sosial di Panti Sosial Bina Karya berperan sebagai seorang fasilitator, yang
memfasilitasi klien dalam intervensi mikro. Berperan sebagai broker yang
menghubungkan klien dengan lembaga-lembaga sosial yang dibutuhkan klien, dan
berperan juga sebagai pelindung, yang melindungi identitas diri klien dan
keluarga klien. Kedua dari Ruswanto, dkk (2016) yang berjudul Peran Pekerja
Sosial dalam Rehabilitasi Sosial Kepada Orang dengan Disabilitas Mental Eks
Psikotik di Panti Sosial Bina Laras Phala Martha Sukabumi dengan hasil
penelitian yaitu orang dengan disabilitas mental eks psikotik membutuhkan suatu
bentuk pelayanan sosial yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosialnya.
Pelayanan sosial bagi penderita gangguan jiwa psikotik selama ini dilaksanakan
9
melalui sistem dalam panti, seperti Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha
Sukabumi. Ketiga dari Widya Ningsih (2018) yang berjudul Bentuk dan Tahapan
Rehabilitasi Gelandangan Psikotik di Lembaga Kesejahteraan Sosial Orang
Dengan Kelaianan (LKS ODK) Eks Psikotik Aulia Rahma Kota Bandar Lampung
dengan hasil penelitian yaitu gelandangan psikotik memiliki hak yang sama di
dalam masyarakat, dengan segala kekurangan perilakunya. Berdasarkan instruksi
Kementrian Sosial Republik Indonesia, gelandangan psikotik harus mendapatkan
rehabilitas di lembaga kesejahteraan sosial. Hasil dari penelitian ini adalah proses
rehabilitasi terdiri atas bentuk dan tahapan rehabilitasi. Keempat dari Eko Radityo
Adi Nugroho (2018) yang berjudul Peran Pekerja Sosial Terhadap Penyandang
Skizofrenia di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 dengan hasil penelitian
yaitu peran yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap penyandang skizofrenia di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 diantaranya meliputi : fasilitator,
broker, enabler, dan educator. Fasilitator merupakan peran yang paling dominan
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, terutama pada tahap pembinaan.
Dari keempat penelitian terdahulu diatas dapat disimpulkan bahwa
memiliki topik penelitian yang sama dengan peneliti tetapi memiliki hasil yang
berbeda. Dalam persamaan penelitian diatas dengan peneliti yaitu sama-sama
meneliti tentang peran pekerja sosial dalam proses penyembuhan kepada orang
dengan gannguan jiwa (ODGJ). Adapun perbedaan hasil penelitian dari keempat
penelitian diatas dengan peneliti yaitu terletak pada lokasi penelitian. Jika peneliti
terdahulu sama-sama meneliti di lembaga, seperti Panti Sosial atau Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS). Sedangkan peneliti akan melaksanakan penelitian
yang berlokasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) lebih tepatnya di RSJ Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
10
B. Ruang Lingkup Pekerja Sosial
1. Konsep Pekerja Sosial
Pada dasarnya tidak ada definisi pekerjaan sosial (social work) yang baku
karena istilah pekerjaan sosial ini sangat berkaitan erat dengan waktu, tempat,
situasi, sudut pandang, atau perkembangan masyarakat yang selalu berubah.
Dengan kata lain, tidak ada definisi pekerjaan sosial yang dapat diterima oleh
berbagai masyarakat atau negara secara mutlak karena pengertian pekerjaan sosial
ini sangat ditentukan oleh keadaan, kebudayaan, maupun perkembangan
kehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati,
2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan pekerjaan sosial perlu
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Di dalam setiap situasi pertolongan, pekerjaan sosial berkepentingan untuk
memberikan fasilitas agar terjadi perubahan yang direncanakan.
b. Pekerjaan sosial berusaha membantu orang atau institusi sosial (keluarga,
kelompok, organisasi, dan komunitas), serta memperbaiki dan menangani
keberfungsian sosial (social functioning).
c. Konsep-konsep teori sistem dipergunakan oleh pekerja sosial untuk
membantu orang agar dapat berinteraksi secara lebih efektif dengan
lingkungan sosialnya.
d. Di dalam membantu orang mencapai tujuan dan memperbaiki fungsi
sosialnya, pekerja sosial harus mampu memberikan bantuan guna
memperoleh sumber-sumber yang dibutuhkannya
Keempat faktor di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
mendefinisikan pekerjaan sosial yang setidaknya mengandung pengertian bahwa
11
pekerjaan sosial merupakan aktivitas yang direncakan untuk menghasilkan suatu
perubahan; menyangkut interaksi orang dengan lingkungan sosialnya; bertujuan
membantu orang atau institusi sosial agar dengan interaksi sosial tersebut ia dapat
menjalankan tugas-tugas kehidupan dan fungsi sosialnya dengan lebih baik; dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi; serta mewujudkan aspirasi mereka.
Dalam pengertian ini termasuk menghubungkan orang dengan sumber-sumber
pekerjaan sosial. Di bawah dikemukakan pengertian pekerjaan sosial menurut
beberapa ahli, baik dari dalam maupun luar negeri agar dapat diperoleh pengertian
yang lebih jelas tentang pekerjaan social
Menurut Friedlander (Muhidin, 1997:7) mendefinisikan pekerjaan sosial
adalah suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan
dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik
secara perseorangan maupun didalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan
ketidaktergantungan pribadi dan sosial. Pelayanan ini biasanya dikerjakan oleh
suatu lembaga sosial atau suatu organisasi yang saling berhubungan.
Ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri dapat mengakibatkan orang
tersebut ditolak atau tidak bisa diterima dengan baik oleh lingkungan sosialnya.
Hal ini dapat menyebabkan orang tersebut mengalami tekanan, ketegangan,
kecemasan, atau bahkan bersikap antisosial sehingga ia tidak dapat menjalankan
tugas-tugas kehidupannya dengan baik dan mengalami hambatan dalam
mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai dalam kehidupannya. Dalam Social Work
Year Book tahun 1945 menyatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu
pelayanan professional kepada orang-orang dengan tujuan untuk membantu
mereka baik secara individu ataupun kelompok untuk mencapai relasi-relasi dan
12
standar hidup yang memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka
dengan masyarakat.
Melengkapi definisi pekerjaan sosial, sebelumnya pekerjaan sosial adalah
sebuah ilmu yang sudah puluhan tahun tumbuh di Indonesia, hingga kini
perkembangannya tidak sepesat ilmu-ilmu yang lain. Kecenderungan umum untuk
menyempitkan pengertian pekerjaan sosial, sebagai pekerjaan yang hanya
berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan disfungsi sosial, seperti
gelandangan, pengemis, anak cacat, anak terlantar dan lain-lain. Padahal pekerjaan
sosial lebih dari itu, seperti menyangkut kegiatan yang tertuju pada perencanaan,
pengembangan, yang juga tertuju pada lapangan sekunder (secondary setting) seperti
pelayanan di rumah sakit, penanganan pada kelompok dalam proses hukum,
menjalani proses pemasyarakatan hingga pada penanganan penyiapan kembalinya
mereka ke masyarakat, dan kasus-kasus lainnya. Rumusan perkerjaan sosial yang
lebih lengkap lagi diberikan oleh Pierson dan Thomas (Kartono, 2007:26-27) yang
menyatakan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu ketrampilan-ketrampilan personal
dengan maksud tertentu dan penerapan etika dalam hubungan interpersonal yang
diarahkan untuk meningkatkan fungsi personal dan fungsi sosial individu-individu,
keluarga, kelompok atau tetangga, dimana memerlukan penggunaan bukti atau fakta
yang didapat dari praktek untuk membantu menciptakan lingkungan sosial yang
kondusif untuk kesejahteraan bagi semuanya.
Dalam bidang kesehatan, kebutuhan pelayanan pekerjaan sosial di dorong
oleh adanya kesadaran bahwa persoalan penyakit dan kesehatan bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor biofisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor penting yang lainnya termasuk faktor ekonomi, sosial, budaya, dan emosional.
13
Pada awal perkembangannya profesi pelayanan sosial untuk membantu pasien dan
keluarganya di rumah sakit dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dan
emosional yang diderita pasien atau proses penyembuhannya. Hal tersebut sesuai
dengan pengertian pekerjaan sosial medis yang dikemukakan oleh Barker (1995)
mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial medis adalah sebagai berikut :
“the social work practice that occurs in hospital and others health care
setting to facilitate good health, prevent illness, and aid physically patients and
their families to resolve the social and psychological problems related to the
illness”(hal. 95).
Pengertian tersebut pada prinsipnya mengandung lima unsur pokok
sebagai berikut :
a. Pekerjaan sosial medis merupakan praktik pekerjaan sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa keterlibatan pekerjaan sosial di bidang medis terutama
untuk melaksanakan intervensi penyembuhan terhadap penyakit pasien
sesuai dengan domain pekerjaan sosial.
b. Setting pekerjaan sosial medis di rumah sakit maupun di tempat-tempat
pelayanan kesehatan yang lain. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
praktik pelayanan pekerjaan sosial medis tidak hanya dilakukan di rumah
sakit, tetapi juga di tempat-tempat lain, seperti keluarga, panti sosial, rumah
singgah, ketetanggaan dan sebagainya.
c. Intervensinya diarahkan untuk memberikan fasilitas pelayanan yang
memadai, mencegah penyakit dan memberikan bantuan.
d. Sasarannya adalah pasien, keluarga, dan lingkungan masyarakat.
e. Tujuannya untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, mencegah timbulnya
berbagai penyakit serta memecahkan masalah sosial dan psikologis yang
berkaitan dengan penyakit.
14
Sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa pekerjaan sosial medis bukan
hanya diperlukan di rumah sakit, tetapi juga diperlukan dalam program-program
pelayanan kesehatan lainnya, baik yang berhubungan dengan pencegahan
penyakit maupun pengembangan kesehatan masyarakat. Ilustrasi tersebut senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Skidmore, Trackery dan Farley (1994) yang
mendefinisikan pekerjaan sosial medis sebagai praktik kerjasama pekerja sosial
dalam bidang kesehatan dan dalam program-program pelayanan kesehatan
masyarakat. Praktik pekerjaan sosial dalam bidang pelayanan kesehatan mengarah
pada penyakit yang disebabkan atau berhubungan dengan tekanan-tekanan sosial
yang mengakibatkan kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan fungsi relasi-relasi
sosial (Fahrudin, 2009:1-3).
Mengenai definisi pekerjaan sosial di Indonesia, Ikatan Pekerja Sosial Nasional
Indonesia (IPSNI) merumuskan perkerjaan sosial sebagai aktivitas yang ditujukan
kepada usaha mempertahankan dan memperkuat kesanggupan manusia sebagai
perseorangan dalam kehidupan kelompok maupun antar kelompok agar manusia itu
tetap dapat berfungsi dalam tata kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat yang
sedang membangun guna mencapai kesejahteraan bersama. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, pekerjaan sosial didefinisikan sebagai semua keterampilan teknis
yang dijadikan sebagai wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial. Definisi
pekerjaan sosial sebagaimana yang dirumuskan dalam UU RI No. 6 Tahun 1974 di atas
sangat sederhana, tetapi mengandung arti yang luas dan memungkinkan adanya
perubahan-perubahan sejalan dengan pendapat dan definisi kerja pekerjaan sosial yang
sedang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
15
Jika beberapa definisi pekerjaan sosial di atas dikaji dengan saksama,
maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Pekerjaan sosial merupakan kegiatan yang profesional bukan merupakan
kegiatan sembarangan. Di setiap kegiatan berlandaskan pada ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai ilmiah.
b. Kegiatan pekerjaan sosial merupakan kegiatan pertolongan atau pelayanan
sosial, seperti kegiatan sukarelawan maupun amal, kegiatan menolong orang
yang mengalami disfungsi sosial dan orang yang ditolong dapat menolong
dirinya sendiri (to help people to help themselves) agar tidak tergantung
pada pertolongan orang lain secara terus-menerus.
c. Sasaran dari pekerjaan sosial adalah individu, kelompok, organisasi, dan
masyarakat yang mengalami permasalahan dalam menjalankan interaksi
sosial dengan lingkungan sekitarnya, mengalami hambatan dalam
menjalankan tugas kehidupan dan fungsi sosial.
2. Karakteristik Pekerja Sosial
Pekerjaan sosial yang dijalankan di berbagai negara mempunyai
karakteristik umum (general characteristic) sebagaimana dirumuskan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai hasil survei Internasional adalah
sebagai berikut :
a. Suatu aktivitas pertolongan agar seseorang, keluarga, dan kelompok dapat
mengatasi rintangan untuk mencapai tingkatan hidup yang minimum di
dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi.
b. Suatu aktivitas sosial yang dilaksanakan tidak untuk keuntungan
perseorangan. Pelaksananya berasal dari lembaga swasta, tetapi di bawah
16
tanggung jawab organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Pekerjaan
sosial ini diadakan untuk kepentingan anggota masyarakat yang dianggap
membutuhkan pertolongan.
c. Suatu aktivitas perhubungan yang mengusahakan agar seseorang, keluarga,
dan kelompok yang menderita dapat mempergunakan sumber-sumber yang
ada di dalam masyarakat untuk mengatasi kebutuhannya.
Dengan memperhatikan karakteristik pekerjaan sosial sebagaimana yang
disebutkan di atas, dapat dibedakan profesi pekerjaan sosial dengan profesi yang
lain. Pekerjaan sosial memiliki pandangan, pendapat, atau asumsi-asumsi dasar
tersendiri sebagai berikut :
a. Pekerjaan sosial sama seperti profesi lain yang mempunyai fungsi untuk
memecahkan masalah (problem solving function).
b. Praktik pekerjaan sosial merupakan suatu seni yang dilandasi oleh nilai,
keterampilan, dan pengetahuan ilmiah.
c. Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi yang muncul dan terus berkembang
karena mampu memenuhi kebutuhan orang dan aspirasinya diakui oleh
masyarakat.
d. Pelaksanakan praktik pekerjaan sosial harus disesuaikan dengan nilai-nilai
masyarakat di tempat praktik tersebut dilaksanakan.
e. Pengetahuan yang diperlukan untuk praktik pekerjaan sosial ditentukan oleh
tujuan, fungsi, dan permasalahan yang dihadapi (Hermawati, 2001:6-9).
3. Tujuan Pekerja Sosial
Pekerjaan sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tujuan dan
tanggung jawab untuk memperbaiki atau mengembangkan interaksi-interaksi
17
antara orang dengan lingkungan sosial sehingga orang tersebut dapat
menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain
secara terus-menerus. Menurut Skidmore (Kartono, 2007:36-37) pekerjaan sosial
mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Meningkatkan kemampuan seseorang untuk menghadapi tugas-tugas
kehidupan dan kemampuannya untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya.
b. Mengkaitkan seseorang dengan sistem-sistem yang dapat menyediakan
sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan yang
dibutuhkannya.
c. Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem-sistem tersebut secara
efektif dan berperikemanusiaan.
d. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan
kebijakan serta perundang-undangan sosial.
Pekerjaan sosial melihat sesuatu masalah bukannya dari atribut orang
tersebut, melainkan dari atribut situasi sosial orang tersebut yang terlibat
permasalahan. Termasuk karakteristik orang-orang dalam situasi sosial tersebut.
4. Fungsi Pekerja Sosial
Dengan adanya fungsi pekerjaan sosial dalam usaha mencapai tujuan-
tujuan pekerjaan sosial dengan mempelajari satu atau lebih fungsi, maka seorang
pekerja sosial akan lebih jelas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut
Skidmore (Kartono, 2007:37-54) pekerjaan sosial mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut :
18
a. Membantu klien untuk meningkatkan dan menggunakan secara lebih efektif
kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan memecahkan masalah yang dialaminya.
b. Menciptakan jalur-jalur hubungan pendahuluan antara klien dengan sistem
sumber.
c. Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan-hubungan
baru antara klien dengan sistem-sistem sumber kemasyarakatan.
d. Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan-hubungan
orang di dalam lingkungan sistem-sistem sumber.
e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, perkembangan
kebijakan, dan perundang-undangan sosial.
f. Memeratakan sumber-sumber material.
g. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.
Menurut Johnston (1988:48) ada enam fungsi pokok yang dilakukan oleh
pekerja sosial dalam setting rumah sakit adalah sebagai berikut :
a. Memberi bantuan kepada pasien dalam upaya menyelesaikan masalah-
masalah emosional dan sosial seorang pasien, yang timbul sebagai akibat
penyakit yang dideritanya.
b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik.
c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, penderita, dan keluarga.
d. Membantu proses penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan
sebaliknya.
19
e. Memantapkan pemahaman staf rumah sakit tentang pekerjaan sosial dan
berusaha mengintegrasikan bagian pekerjaan sosial secara integral dalam
tim rumah sakit.
f. Melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat.
Dengan kesibukan sehari-hari dalam rumah sakit, usaha-usaha seperti ini
sering diabaikan. Padahal justru usaha pencegahan dan promotif ini yang
memerlukan perhatian serius dari pekerja sosial dan anggota medis lainnya dalam
rangka mencapai masyarakat yang sehat sejahtera.
5. Peran Pekerja Sosial
Dalam praktek pekerjaan sosial memiliki peranan yang dilakukan pekerja
sosial untuk membantu dalam proses penyembuhan klien, agar dapat berfungsi
kembali menjadi orang yang melakukan tugas-tugas dan nilai-nilai sosial secara
optimal. Pada dasarnya pekerja sosial berfungsi untuk membantu proses
penyelesaian masalah-masalah emosional yang diakibatkan oleh lingkungan
sosialnya sebagai akibat timbulnya penyakit yang dideritanya, membantu
penyesuaian diri klien dengan masyarakat atau sebaliknya, memberikan kegiatan
yang memotivasi klien agar cepat pulih dan kembali menjalankan kegiatan sehari-
harinya dengan normal tanpa bantuan orang lain. Adapun penulis yang
menyebutkan sampai lebih dari 20 peran pekerja sosial. Tetapi menurut Johnston
(1988:46-47) sebenarnya daftar peran pekerja sosial dapat diringkas menjadi lima
peran pokok, yaitu sebagai berikut :
a. Pembimbing Perseorangan dan Kelompok
Pembimbingan secara perseorangan biasanya membantu seorang klien
dalam menyelesaikan persoalan karena tidak dapat menerima keterbatasan
20
yang disebabkan oleh penyakitnya. Kemudian untuk pembimbingan secara
kelompok dilakukan antara klien bersama dengan keluarganya dibantu
untuk membuat rencana pemulangan.
b. Pendorong
Peran pekerja sosial sebagai pendorong adalah membantu klien mengemukakan
persoalan masalah yang dihadapinya, serta pekerja sosial membantu klien
menemukan beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah.
c. Penghubung
Dalam setting rumah sakit pekerja sosial berperan sebagai penghubung,
yaitu pekerja sosial menghubungkan antara klien dengan keluarga, dokter,
psikolog, perawat atau profesi lain, dan lembaga lain. Pekerja sosial juga
membantu menjelaskan prosedur rumah sakit kepada kelarga klien. Selain
itu pekerja sosial merujuk klien ke lembaga di luar rumah sakit.
d. Konsultan
Dalam peran pekerja sosial sebagai konsultan, pekerja sosial memberikan
kesempatan dan waktunya kepada klien, agar klien dapat menceritakan
permasalahan yang sedang dihadapi. Kemudian pekerja sosial memberikan
nasehat dan bimbingan kepada klien. Selain itu konsultasi kepada keluarga
terhadap kondisi pasien saat dirawat inap atau sesudah dirawat inap.
e. Pendidik
Pekerja sosial sebagai pendidik biasanya membimbing praktek calon pekerja
sosial dan memberi kuliah dalam kursus perawat. Banyak juga mahasiswa yang
magang, berkunjung maupun melakukan penelitian tugas akhir. Pekerja sosial
diharapkan dapat memberikan informasi dengan baik dan jelas.
21
C. Ruang Lingkup Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial merupakan suatu kegiatan profesional dengan tujuan
untuk memecahkan masalah, memulihkan, dan meningkatkan kondisi fisik, psikis,
mental, dan sosial agar dapat menjalankan keberfungsian sosial di lingkungan
sekitarnya. Menurut Hawari (2001:132) rehabilitasi sosial adalah suatu upaya
untuk memulihkan dan mengembalikan kondisi seseorang agar dapat kembali
sehat dalam arti sehat fisik, mental, agama, dan sosial. Dengan kondisi sehat
tersebut diharapkan agar mereka dapat kembali melakukan keberfungsiannya
secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di sekolah, tempat kerja, dan
lingkungan sosialnya.
Secara umum dalam kamus psikologi, rehabilitasi sosial memiliki
pengertian yaitu pencapaian tingkat fungsi sosial yang lebih tinggi pada orang
dengan gangguan mental atau cacat fisik, layanan dan bantuan yang diberikan
untuk membantu para pelaku kejahatan agar membangun cara hidup yang baru.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 7
dijelaskan bahwa Rehabilitasi sosial bertujuan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dapat
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat
maupun panti sosial. Dalam Pasal 7 tersebut juga dijelaskan bahwa Rehabilitasi
sosial dapat diberikan dalam bentuk, seperti motivasi dan diagnosis psikososial;
perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling
psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial.
22
Definisi rehabilitasi sosial di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
rehabilitasi sosial merupakan proses untuk memulihkan dan mengembalikan
kondisi seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar mampu melaksanakan
kembali fungsi sosialnya secara wajar dan dapat diterima dalam masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan rehabilitasi sosial, yaitu adanya
sarana dan prasarana yang mendukung dalam unit rehabilitasi sosial, dengan
tersedianya ruangan dan fasilitas yang lengkap diharapkan seluruh kegiatan yang
telah diprogramkan oleh pihak rumah sakit jiwa berjalan dengan baik.
Keberhasilan rehabilitasisosial pasien gangguan jiwa bukan hanya dipengaruhi
oleh sumber daya manusia (SDM), namun sumber daya lainnya juga menentukan
berhasil atau tidaknya pelaksanaan rehabilitasi sosial. Beberapa sumber daya
lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses rehabilitasi sosial ini antara lain :
dana, material atau sarana fisik, metode, dan lainnya (Ertimawati, 2003:19-21).
D. Ruang Lingkup Gangguan Jiwa
1. Konsep Gangguan Jiwa
Dalam gangguan jiwa ada beberapa pendapat dari para ahli psikologi.
Menurut Frederick H. Kanfer dan Arnold P. Goldstein, gangguan jiwa adalah
kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang
lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap diri
sendiri. Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang
masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap
individu atau orang lain.
23
Gangguan jiwa menurut Darajat (Yosep, 2014) adalah suatu keabnormalan
yang terbagi dalam dua golongan, yakni gangguan jiwa neurosa dan gangguan
jiwa psikosa. Orang yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan
kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam
alam kenyataan pada umumnya, sedangkan orang yang terkena psikosa tidak
memahami kesukaran-kesukarannya, kepribadiannya (dari segi tanggapan,
perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas
dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang
mempengaruhi emosi, pikiran, atau tingkah lakunya. Dan gangguan jiwa ini
menimbulkan efek yang negative bagi kehidupan sekitarnya atau kehidupan di
dalam keluarga mereka. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa gejala-gejala
gangguan jiwa adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara unsur somatik,
psikologik, dan sosial budaya.
Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III (Maslim,
2001) :
“Sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik
cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment / disability) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan
bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau
biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan
antara orang itu dengan masyarakat” (hal. 7).
Dari konsep diatas menurutMaslim (2001:7)dapat dirumuskan bahwa di
dalam konsep gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
24
a. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :
1) Sindrom atau Pola Perilaku
2) Sindrom atau Pola Psikologik
b. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat
berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ
tubuh, dll.
c. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
keberlangsungan hidup.
2. Penyebab Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat
pada unsur kejiwaan yang terus-menerus saling mempengaruhi. Dalam Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, menurut Maramis (2010) manusia bereaksi secara
keseluruhan dari somato, psiko, dan sosial. Dalam mencari penyebab gangguan
jiwa, unsur tersebut harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol
adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia
seutuhnya. Berikut faktor penyebab gangguan jiwa :
a. Faktor Somatik (somatogenik), yaitu akibat gangguan pada neuroanatomi,
neurofisiologi, dan neurokimia. Termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
b. Faktor Psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,
pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat
perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan
25
mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan
ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu,
dan rasa bersalah yang berlebihan.
c. Faktor Sosial Budaya, faktor ini meliputi kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh sosial dan keagamaan.
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa
a. Gangguan Kesehatan Jiwa Umum (Depresi dan Kecemasan)
Depresi jika seseorang itu merasa rendah hati, sedih, marah atau sengsara.
Depresi merupakan suatu emosi dimana hampir setiap orang sudah pernah
mengalaminya seumur hidup. Berikut adalah beberapa tanda-tanda depresi :
1) Secara Fisik. Lelah, perasaan yang lemah dan tidak bertenaga. Sakit
dan nyeri diseluruh tubuh yang tidak jelas sebabnya.
2) Perasaan. Merasakan sedih dan sengsara, hilang rasa ketertarikan
dalam menjalankan kehidupan, interaksi sosial, pekerjaan, dan
terkadang merasa bersalah.
3) Pikiran. Berpikir tidak punya harapan akan masa depan yang baik,
sulit dalam mengambil keputusan, merasa dirinya tidak sebaik orang
lain (tidak percaya diri), merasa bahwa mungkin lebih baik jika tidak
hidup atau ingin mati saja dan mempunyai rencana untuk bunuh diri,
pikiran yang membuat sulit berkonsentrasi.
26
Kecemasan merupakan perasaan takut dan gelisah. Seperti halnya seseorang
yang sebelum naik panggung atau akan berhadapan dengan orang banyak
akan merasa gelisah. Tanda-tanda kecemasan diantaranya sebagai berikut :
1) Secara Fisik. Merasa jantungnya berdetak cepat, merasa tercekik,
pusing, gemetar seluruh tubuh.
2) Perasaan. Merasa seolah-olah sesuatu itu mengerikan dan akan
menimpanya serta merasa takut.
3) Pikiran. Merasakan kekhawatiran akan masalahnya atau kesehatannya,
pikiran seolah-olah akan mati, kehilangan kontrol atau bisa jadi gila,
terus-menerus memikirkan hal-hal yang membuatnya tertekan
meskipun sudah berusaha untuk menghentikannya.
4) Perilaku. Menghindari situasi yang dapat membuat ketakutan seperti
pasar atau kendaraan umum dan kurangnya tidur.
b. Gangguan Kejiwaan Berat (Psikosis)
Pada gangguan kejiwaan ini terdiri dari tiga jenis penyakit, yaitu :
Skizofrenia, Gangguan Bipolar, dan Psikosis.
1) Tanda-tanda Umum Skizofrenia
a) Secara Fisik. Merasakan seperti keluhan yang aneh, bahwa benda-
benda yang tidak biasa ada didalam tubuhnya.
b) Perasaan. Merasa depresi, seperti hilangnya minat dan motivasi
untuk hidup atau melakukan kegiatan sehari-hari, dan merasa
takut dicekali.
c) Pikiran. Sulit untuk berpikir dengan jelas dan merasa adanya
pikiran yang aneh, seperti percaya pada orang-orang yang sedang
27
mencoba untuk mencekalnya atau pikirannya yang sedang
dikelilingi oleh tekanan dari luar yang disebut dengan delusi
(waham).
d) Perilaku. Menarik diri dari aktivitas yang biasanya dilakukan,
merasa gelisah, tidak bisa diam, perilaku yang agresif, mengalami
perilaku yang aneh seperti kurang merawat diri dan menjaga
kebersihan diri, jika ditanya sesuatu jawabannya tidak
menyambung dengan pertanyaannya.
e) Khayalan. Mendengar suara-suara yang membicarakan dirinya,
seperti suara-suara kasar (halusinasi), dan melihat hal-hal yang
tidak dapat dilihat orang lain.
2) Tanda-tanda Umum Gangguan Bipolar
a) Perasaan. Seperti merasa berada di puncak dunia, merasa senang
tanpa alasan yang jelas, dan mudah tersinggung.
b) Pikiran. Percaya pada diri sendiri bahwa memiliki kekuatan
khusus atau dirinya adalah orang yang spesial, merasa bahwa
orang lain sedang mencoba mencelakainya, dan menyangkal
dirinya sedang jatuh sakit.
c) Perilaku. Cara berbicaranya yang cepat, tidak bertanggung jawab
secara sosial, seperti melakukan hal yang tidak pantas, tidak bisa
santai atau duduk diam, kurang tidur, mencoba melakukan banyak
hal tetapi tidak ada satupun yang mampu diselesaikan.
d) Khayalan. Mendengar suara-suara yang tidak dapat didengar oleh
orang lain, dan suara-suara itu seperti mengatakan kepadanya
28
bahwa ia adalah orang penting yang mampu melakukan hal-hal
yang hebat.
3) Tanda-tanda Umum Psikosis
Sama halnya dengan skizofrenia dan gangguan bipolar, pada psikosis
juga muncul secara tiba-tiba dan dapat sembuh dalam waktu kurang
dari sebulan.
a) Gangguan tingkah laku yang berat, seperti gelisah dan agresif.
b) Mendengar suara-suara atau melihat hal-hal yang tidak dapat
dilihat oleh orang lain.
c) Percaya pada hal-hal yang aneh.
d) Berbicara yang omong kosong
e) Emosional yang menakutkan dan tidak jelas seperti emosi yang
berubah dengan cepat dari menangis tiba-tiba tertawa.
c. Gangguan Psikotik
Menurut Lisa dan Sutrisna (2013:67-77) gangguan psikotik adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu dalam
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya merasakan halusinasi, waham atau
perilaku yang kacau dan aneh. Adapun tanda-tanda gangguan psikotik
antara lain :
1) Memiliki labilitas emosional
2) Menarik diri dari interaksi sosial.
3) Tidak mampu bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
4) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.
5) Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif yang parah.
29
6) Berpikir aneh, dangkal, dan berbicara yang tidak sesuai dengan
keadaan.
7) Mengalami kesulitan dalam mengorientasikan waktu, orang dan
tempat.
8) Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh
keluarganya, tetapi pasien merasa sulit atau tidak bisa tidur.
9) Merasa malas dalam melakukan segala hal dan aktivitas sehari-hari,
berusaha untuk tidak melakukan aktivitas apa-apa bahkan marah jika
diminta untuk melakukan apa-apa.
10) Perilakunya yang mulai aneh, misalnya mengurung diri di kamar,
berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah yang berlebihan dengan
stimulus ringan, tiba-tiba menangis, suka berjalan mondar-mandir, dan
berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
d. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian ini mencakup berbagai kondisi klinis yang bermakna
dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari
pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri
sendiri maupun orang lain. Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut
berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya
sebagai hasil interaksi faktor-faktor dan pengalaman hidup, sedangkan yang
lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.Gangguan kepribadian
menurut Maslim (2001:102-105) adalah suatu gangguan berat dalam
konstitusi karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang,
biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian, dan hampir selalu
30
berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Dan beberapa kriteria
yang memenuhi adanya gangguan kepribadian sebagai berikut :
1) Sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa
bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara
memandang dan berpikir, serta gaya berhubungan dengan orsng lain.
2) Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak
terbatas pada episode gangguan jiwa.
3) Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang berarti, tetapi
menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut.
Untuk budaya yang berbeda, mungkin penting untuk mengembangkan
seperangkat kriteria yang berhubungan dengan norma sosial, peraturan dan
kewajiban. Gangguan kepribadian memiliki beberapa jenis seperti gangguan
kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian
dissosial, gangguan kepribadian emosional tak stabil, gangguan kepribadian
histrionik, dan gangguan kepribadian anankastik.