BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara....

25
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur serta mempermudah penulis dalam menyusun penelitian ini. Peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi penulis dan memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini. Penulis telah menganalisis penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam penelitian ini. Berikut ini tabel perbedaan mengenai tinjauan penelitian terdahulu : Tabel 2.1 Tabulasi dari Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Tujuan Hasil 1. Titi Usikarani Pangeswari (2015) Peran Pekerja Sosial dalam Intervensi Mikro Eks Gangguan Jiwa di Panti Sosial Bina Karya Sidomulyo Yogyakarta Untuk mengetahui peran pekerja sosial dalam upaya perubahan yang dilakukan pekerja sosial terhadap klien, agar klien berubah menjadi lebih baik dari sebelum diadakannya intervensi. Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Karya berperan sebagai seorang fasilitator, yang memfasilitasi klien dalam intervensi mikro. Berperan sebagai broker yang menghubungkan klien dengan lembaga-lembaga sosial yang dibutuhkan klien, dan berperan juga sebagai pelindung, yang melindungi identitas diri klien dan keluarga klien.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara....

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai

perbandingan dan tolak ukur serta mempermudah penulis dalam menyusun

penelitian ini. Peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi

dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh

peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya dipakai sebagai acuan dan referensi

penulis dan memudahkan penulis dalam membuat penelitian ini. Penulis telah

menganalisis penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam

penelitian ini. Berikut ini tabel perbedaan mengenai tinjauan penelitian terdahulu :

Tabel 2.1

Tabulasi dari Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Tujuan Hasil

1. Titi

Usikarani

Pangeswari

(2015)

Peran Pekerja

Sosial dalam

Intervensi

Mikro Eks

Gangguan

Jiwa di Panti

Sosial Bina

Karya

Sidomulyo

Yogyakarta

Untuk

mengetahui

peran pekerja

sosial dalam

upaya

perubahan yang

dilakukan

pekerja sosial

terhadap klien,

agar klien

berubah menjadi

lebih baik dari

sebelum

diadakannya

intervensi.

Pekerja sosial di

Panti Sosial Bina

Karya berperan

sebagai seorang

fasilitator, yang

memfasilitasi klien

dalam intervensi

mikro. Berperan

sebagai broker

yang

menghubungkan

klien dengan

lembaga-lembaga

sosial yang

dibutuhkan klien,

dan berperan juga

sebagai pelindung,

yang melindungi

identitas diri klien

dan keluarga klien.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

7

No Peneliti Judul Tujuan Hasil

2. Ruswanto,

dkk (2016)

Peran Pekerja

Sosial dalam

Rehabilitasi

Sosial Kepada

Orang dengan

Disabilitas

Mental Eks

Psikotik di

PantiSosial

Bina Laras

Phala Martha

Sukabumi

Untuk

mengetahui

peran pekerja

sosial yang

bekerja di

lingkungan

PSBL Phala

Martha terutama

dalam

rehabilitasi

sosial kepada

orang dengan

disabilitas

mental eks

psikotik.

Orang dengan

disabilitas mental

eks psikotik

membutuhkan

suatu bentuk

pelayanan sosial

yang bertujuan

untuk

mengembalikan

fungsi sosialnya.

Pelayanan sosial

bagi penderita

gangguan jiwa

psikotik selama ini

dilaksanakan

melalui sistem

dalam panti, seperti

Panti Sosial Bina

Laras (PSBL)

Phala Martha

Sukabumi.

3. Widya

Ningsih

(2018)

Bentuk dan

Tahapan

Rehabilitasi

Gelandangan

Psikotik di

Lembaga

Kesejahteraan

Sosial Orang

Dengan

Kelaianan

(LKS ODK)

Eks Psikotik

Aulia Rahma

Kota Bandar

Lampung

Penelitian ini

bertujuan untuk

mengetahui

bentuk dan

tahapan

rehabilitasi bagi

gelandangan

psikotik di

Lembaga

Kesejahteraan

Sosial Orang

Dengan

Kelainan Eks

Psikotik Aulia

Rahma Kota

Bandarlampung.

Gelandangan

psikotik memiliki

hak yang sama di

dalam masyarakat,

dengan segala

kekurangan

perilakunya.

Berdasarkan

instruksi

Kementrian Sosial

Republik

Indonesia,

gelandangan

psikotik harus

mendapatkan

rehabilitas di

lembaga

kesejahteraan

sosial. Hasil dari

penelitian ini

adalah proses

rehabilitasi terdiri

atas bentuk dan

tahapan

rehabilitasi.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

8

No Peneliti Judul Tujuan Hasil

4. Eko

Radityo Adi

Nugroho

(2018)

Peran Pekerja

Sosial

Terhadap

Penyandang

Skizofrenia di

Panti Sosial

Bina Laras

Harapan

Sentosa 3

Untuk

mengetahui

peran pekerja

sosial terhadap

penyandang

skizofrenia di

Panti Sosial

Bina Laras

Harapan Sentosa

3.

Peran yang

dilakukan oleh

pekerja sosial

terhadap

penyandang

skizofrenia di Panti

Sosial Bina Laras

Harapan Sentosa 3

diantaranya

meliputi :

fasilitator, broker,

enabler, dan

educator.

Fasilitator

merupakan peran

yang paling

dominan di Panti

Sosial Bina Laras

Harapan Sentosa 3,

terutama pada

tahap pembinaan.

Sumber : data diolah tahun 2019

Pertama penelitian terdahulu dari Titi Usikarani Pangeswari (2015) yang

berjudul Peran Pekerja Sosial dalam Intervensi Mikro Eks Gangguan Jiwa di Panti

Sosial Bina Karya Sidomulyo Yogyakarta dengan hasil penelitian yaitu pekerja

sosial di Panti Sosial Bina Karya berperan sebagai seorang fasilitator, yang

memfasilitasi klien dalam intervensi mikro. Berperan sebagai broker yang

menghubungkan klien dengan lembaga-lembaga sosial yang dibutuhkan klien, dan

berperan juga sebagai pelindung, yang melindungi identitas diri klien dan

keluarga klien. Kedua dari Ruswanto, dkk (2016) yang berjudul Peran Pekerja

Sosial dalam Rehabilitasi Sosial Kepada Orang dengan Disabilitas Mental Eks

Psikotik di Panti Sosial Bina Laras Phala Martha Sukabumi dengan hasil

penelitian yaitu orang dengan disabilitas mental eks psikotik membutuhkan suatu

bentuk pelayanan sosial yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosialnya.

Pelayanan sosial bagi penderita gangguan jiwa psikotik selama ini dilaksanakan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

9

melalui sistem dalam panti, seperti Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Phala Martha

Sukabumi. Ketiga dari Widya Ningsih (2018) yang berjudul Bentuk dan Tahapan

Rehabilitasi Gelandangan Psikotik di Lembaga Kesejahteraan Sosial Orang

Dengan Kelaianan (LKS ODK) Eks Psikotik Aulia Rahma Kota Bandar Lampung

dengan hasil penelitian yaitu gelandangan psikotik memiliki hak yang sama di

dalam masyarakat, dengan segala kekurangan perilakunya. Berdasarkan instruksi

Kementrian Sosial Republik Indonesia, gelandangan psikotik harus mendapatkan

rehabilitas di lembaga kesejahteraan sosial. Hasil dari penelitian ini adalah proses

rehabilitasi terdiri atas bentuk dan tahapan rehabilitasi. Keempat dari Eko Radityo

Adi Nugroho (2018) yang berjudul Peran Pekerja Sosial Terhadap Penyandang

Skizofrenia di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 dengan hasil penelitian

yaitu peran yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap penyandang skizofrenia di

Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 diantaranya meliputi : fasilitator,

broker, enabler, dan educator. Fasilitator merupakan peran yang paling dominan

di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3, terutama pada tahap pembinaan.

Dari keempat penelitian terdahulu diatas dapat disimpulkan bahwa

memiliki topik penelitian yang sama dengan peneliti tetapi memiliki hasil yang

berbeda. Dalam persamaan penelitian diatas dengan peneliti yaitu sama-sama

meneliti tentang peran pekerja sosial dalam proses penyembuhan kepada orang

dengan gannguan jiwa (ODGJ). Adapun perbedaan hasil penelitian dari keempat

penelitian diatas dengan peneliti yaitu terletak pada lokasi penelitian. Jika peneliti

terdahulu sama-sama meneliti di lembaga, seperti Panti Sosial atau Lembaga

Kesejahteraan Sosial (LKS). Sedangkan peneliti akan melaksanakan penelitian

yang berlokasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) lebih tepatnya di RSJ Radjiman

Wediodiningrat Lawang.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

10

B. Ruang Lingkup Pekerja Sosial

1. Konsep Pekerja Sosial

Pada dasarnya tidak ada definisi pekerjaan sosial (social work) yang baku

karena istilah pekerjaan sosial ini sangat berkaitan erat dengan waktu, tempat,

situasi, sudut pandang, atau perkembangan masyarakat yang selalu berubah.

Dengan kata lain, tidak ada definisi pekerjaan sosial yang dapat diterima oleh

berbagai masyarakat atau negara secara mutlak karena pengertian pekerjaan sosial

ini sangat ditentukan oleh keadaan, kebudayaan, maupun perkembangan

kehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati,

2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan pekerjaan sosial perlu

memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Di dalam setiap situasi pertolongan, pekerjaan sosial berkepentingan untuk

memberikan fasilitas agar terjadi perubahan yang direncanakan.

b. Pekerjaan sosial berusaha membantu orang atau institusi sosial (keluarga,

kelompok, organisasi, dan komunitas), serta memperbaiki dan menangani

keberfungsian sosial (social functioning).

c. Konsep-konsep teori sistem dipergunakan oleh pekerja sosial untuk

membantu orang agar dapat berinteraksi secara lebih efektif dengan

lingkungan sosialnya.

d. Di dalam membantu orang mencapai tujuan dan memperbaiki fungsi

sosialnya, pekerja sosial harus mampu memberikan bantuan guna

memperoleh sumber-sumber yang dibutuhkannya

Keempat faktor di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

mendefinisikan pekerjaan sosial yang setidaknya mengandung pengertian bahwa

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

11

pekerjaan sosial merupakan aktivitas yang direncakan untuk menghasilkan suatu

perubahan; menyangkut interaksi orang dengan lingkungan sosialnya; bertujuan

membantu orang atau institusi sosial agar dengan interaksi sosial tersebut ia dapat

menjalankan tugas-tugas kehidupan dan fungsi sosialnya dengan lebih baik; dapat

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi; serta mewujudkan aspirasi mereka.

Dalam pengertian ini termasuk menghubungkan orang dengan sumber-sumber

pekerjaan sosial. Di bawah dikemukakan pengertian pekerjaan sosial menurut

beberapa ahli, baik dari dalam maupun luar negeri agar dapat diperoleh pengertian

yang lebih jelas tentang pekerjaan social

Menurut Friedlander (Muhidin, 1997:7) mendefinisikan pekerjaan sosial

adalah suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan

dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik

secara perseorangan maupun didalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan

ketidaktergantungan pribadi dan sosial. Pelayanan ini biasanya dikerjakan oleh

suatu lembaga sosial atau suatu organisasi yang saling berhubungan.

Ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri dapat mengakibatkan orang

tersebut ditolak atau tidak bisa diterima dengan baik oleh lingkungan sosialnya.

Hal ini dapat menyebabkan orang tersebut mengalami tekanan, ketegangan,

kecemasan, atau bahkan bersikap antisosial sehingga ia tidak dapat menjalankan

tugas-tugas kehidupannya dengan baik dan mengalami hambatan dalam

mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai dalam kehidupannya. Dalam Social Work

Year Book tahun 1945 menyatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu

pelayanan professional kepada orang-orang dengan tujuan untuk membantu

mereka baik secara individu ataupun kelompok untuk mencapai relasi-relasi dan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

12

standar hidup yang memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka

dengan masyarakat.

Melengkapi definisi pekerjaan sosial, sebelumnya pekerjaan sosial adalah

sebuah ilmu yang sudah puluhan tahun tumbuh di Indonesia, hingga kini

perkembangannya tidak sepesat ilmu-ilmu yang lain. Kecenderungan umum untuk

menyempitkan pengertian pekerjaan sosial, sebagai pekerjaan yang hanya

berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan disfungsi sosial, seperti

gelandangan, pengemis, anak cacat, anak terlantar dan lain-lain. Padahal pekerjaan

sosial lebih dari itu, seperti menyangkut kegiatan yang tertuju pada perencanaan,

pengembangan, yang juga tertuju pada lapangan sekunder (secondary setting) seperti

pelayanan di rumah sakit, penanganan pada kelompok dalam proses hukum,

menjalani proses pemasyarakatan hingga pada penanganan penyiapan kembalinya

mereka ke masyarakat, dan kasus-kasus lainnya. Rumusan perkerjaan sosial yang

lebih lengkap lagi diberikan oleh Pierson dan Thomas (Kartono, 2007:26-27) yang

menyatakan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu ketrampilan-ketrampilan personal

dengan maksud tertentu dan penerapan etika dalam hubungan interpersonal yang

diarahkan untuk meningkatkan fungsi personal dan fungsi sosial individu-individu,

keluarga, kelompok atau tetangga, dimana memerlukan penggunaan bukti atau fakta

yang didapat dari praktek untuk membantu menciptakan lingkungan sosial yang

kondusif untuk kesejahteraan bagi semuanya.

Dalam bidang kesehatan, kebutuhan pelayanan pekerjaan sosial di dorong

oleh adanya kesadaran bahwa persoalan penyakit dan kesehatan bukan hanya

dipengaruhi oleh faktor biofisik semata, melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai

faktor penting yang lainnya termasuk faktor ekonomi, sosial, budaya, dan emosional.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

13

Pada awal perkembangannya profesi pelayanan sosial untuk membantu pasien dan

keluarganya di rumah sakit dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dan

emosional yang diderita pasien atau proses penyembuhannya. Hal tersebut sesuai

dengan pengertian pekerjaan sosial medis yang dikemukakan oleh Barker (1995)

mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial medis adalah sebagai berikut :

“the social work practice that occurs in hospital and others health care

setting to facilitate good health, prevent illness, and aid physically patients and

their families to resolve the social and psychological problems related to the

illness”(hal. 95).

Pengertian tersebut pada prinsipnya mengandung lima unsur pokok

sebagai berikut :

a. Pekerjaan sosial medis merupakan praktik pekerjaan sosial. Hal ini

menunjukkan bahwa keterlibatan pekerjaan sosial di bidang medis terutama

untuk melaksanakan intervensi penyembuhan terhadap penyakit pasien

sesuai dengan domain pekerjaan sosial.

b. Setting pekerjaan sosial medis di rumah sakit maupun di tempat-tempat

pelayanan kesehatan yang lain. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa

praktik pelayanan pekerjaan sosial medis tidak hanya dilakukan di rumah

sakit, tetapi juga di tempat-tempat lain, seperti keluarga, panti sosial, rumah

singgah, ketetanggaan dan sebagainya.

c. Intervensinya diarahkan untuk memberikan fasilitas pelayanan yang

memadai, mencegah penyakit dan memberikan bantuan.

d. Sasarannya adalah pasien, keluarga, dan lingkungan masyarakat.

e. Tujuannya untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, mencegah timbulnya

berbagai penyakit serta memecahkan masalah sosial dan psikologis yang

berkaitan dengan penyakit.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

14

Sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa pekerjaan sosial medis bukan

hanya diperlukan di rumah sakit, tetapi juga diperlukan dalam program-program

pelayanan kesehatan lainnya, baik yang berhubungan dengan pencegahan

penyakit maupun pengembangan kesehatan masyarakat. Ilustrasi tersebut senada

dengan apa yang dikemukakan oleh Skidmore, Trackery dan Farley (1994) yang

mendefinisikan pekerjaan sosial medis sebagai praktik kerjasama pekerja sosial

dalam bidang kesehatan dan dalam program-program pelayanan kesehatan

masyarakat. Praktik pekerjaan sosial dalam bidang pelayanan kesehatan mengarah

pada penyakit yang disebabkan atau berhubungan dengan tekanan-tekanan sosial

yang mengakibatkan kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan fungsi relasi-relasi

sosial (Fahrudin, 2009:1-3).

Mengenai definisi pekerjaan sosial di Indonesia, Ikatan Pekerja Sosial Nasional

Indonesia (IPSNI) merumuskan perkerjaan sosial sebagai aktivitas yang ditujukan

kepada usaha mempertahankan dan memperkuat kesanggupan manusia sebagai

perseorangan dalam kehidupan kelompok maupun antar kelompok agar manusia itu

tetap dapat berfungsi dalam tata kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat yang

sedang membangun guna mencapai kesejahteraan bersama. Menurut Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial, pekerjaan sosial didefinisikan sebagai semua keterampilan teknis

yang dijadikan sebagai wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial. Definisi

pekerjaan sosial sebagaimana yang dirumuskan dalam UU RI No. 6 Tahun 1974 di atas

sangat sederhana, tetapi mengandung arti yang luas dan memungkinkan adanya

perubahan-perubahan sejalan dengan pendapat dan definisi kerja pekerjaan sosial yang

sedang tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

15

Jika beberapa definisi pekerjaan sosial di atas dikaji dengan saksama,

maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Pekerjaan sosial merupakan kegiatan yang profesional bukan merupakan

kegiatan sembarangan. Di setiap kegiatan berlandaskan pada ilmu

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai ilmiah.

b. Kegiatan pekerjaan sosial merupakan kegiatan pertolongan atau pelayanan

sosial, seperti kegiatan sukarelawan maupun amal, kegiatan menolong orang

yang mengalami disfungsi sosial dan orang yang ditolong dapat menolong

dirinya sendiri (to help people to help themselves) agar tidak tergantung

pada pertolongan orang lain secara terus-menerus.

c. Sasaran dari pekerjaan sosial adalah individu, kelompok, organisasi, dan

masyarakat yang mengalami permasalahan dalam menjalankan interaksi

sosial dengan lingkungan sekitarnya, mengalami hambatan dalam

menjalankan tugas kehidupan dan fungsi sosial.

2. Karakteristik Pekerja Sosial

Pekerjaan sosial yang dijalankan di berbagai negara mempunyai

karakteristik umum (general characteristic) sebagaimana dirumuskan oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai hasil survei Internasional adalah

sebagai berikut :

a. Suatu aktivitas pertolongan agar seseorang, keluarga, dan kelompok dapat

mengatasi rintangan untuk mencapai tingkatan hidup yang minimum di

dalam kesejahteraan sosial dan ekonomi.

b. Suatu aktivitas sosial yang dilaksanakan tidak untuk keuntungan

perseorangan. Pelaksananya berasal dari lembaga swasta, tetapi di bawah

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

16

tanggung jawab organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Pekerjaan

sosial ini diadakan untuk kepentingan anggota masyarakat yang dianggap

membutuhkan pertolongan.

c. Suatu aktivitas perhubungan yang mengusahakan agar seseorang, keluarga,

dan kelompok yang menderita dapat mempergunakan sumber-sumber yang

ada di dalam masyarakat untuk mengatasi kebutuhannya.

Dengan memperhatikan karakteristik pekerjaan sosial sebagaimana yang

disebutkan di atas, dapat dibedakan profesi pekerjaan sosial dengan profesi yang

lain. Pekerjaan sosial memiliki pandangan, pendapat, atau asumsi-asumsi dasar

tersendiri sebagai berikut :

a. Pekerjaan sosial sama seperti profesi lain yang mempunyai fungsi untuk

memecahkan masalah (problem solving function).

b. Praktik pekerjaan sosial merupakan suatu seni yang dilandasi oleh nilai,

keterampilan, dan pengetahuan ilmiah.

c. Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi yang muncul dan terus berkembang

karena mampu memenuhi kebutuhan orang dan aspirasinya diakui oleh

masyarakat.

d. Pelaksanakan praktik pekerjaan sosial harus disesuaikan dengan nilai-nilai

masyarakat di tempat praktik tersebut dilaksanakan.

e. Pengetahuan yang diperlukan untuk praktik pekerjaan sosial ditentukan oleh

tujuan, fungsi, dan permasalahan yang dihadapi (Hermawati, 2001:6-9).

3. Tujuan Pekerja Sosial

Pekerjaan sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tujuan dan

tanggung jawab untuk memperbaiki atau mengembangkan interaksi-interaksi

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

17

antara orang dengan lingkungan sosial sehingga orang tersebut dapat

menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain

secara terus-menerus. Menurut Skidmore (Kartono, 2007:36-37) pekerjaan sosial

mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Meningkatkan kemampuan seseorang untuk menghadapi tugas-tugas

kehidupan dan kemampuannya untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya.

b. Mengkaitkan seseorang dengan sistem-sistem yang dapat menyediakan

sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan yang

dibutuhkannya.

c. Meningkatkan kemampuan pelaksanaan sistem-sistem tersebut secara

efektif dan berperikemanusiaan.

d. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan dan perkembangan

kebijakan serta perundang-undangan sosial.

Pekerjaan sosial melihat sesuatu masalah bukannya dari atribut orang

tersebut, melainkan dari atribut situasi sosial orang tersebut yang terlibat

permasalahan. Termasuk karakteristik orang-orang dalam situasi sosial tersebut.

4. Fungsi Pekerja Sosial

Dengan adanya fungsi pekerjaan sosial dalam usaha mencapai tujuan-

tujuan pekerjaan sosial dengan mempelajari satu atau lebih fungsi, maka seorang

pekerja sosial akan lebih jelas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut

Skidmore (Kartono, 2007:37-54) pekerjaan sosial mempunyai beberapa fungsi

sebagai berikut :

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

18

a. Membantu klien untuk meningkatkan dan menggunakan secara lebih efektif

kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas

kehidupan dan memecahkan masalah yang dialaminya.

b. Menciptakan jalur-jalur hubungan pendahuluan antara klien dengan sistem

sumber.

c. Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan-hubungan

baru antara klien dengan sistem-sistem sumber kemasyarakatan.

d. Mempermudah interaksi, merubah dan menciptakan hubungan-hubungan

orang di dalam lingkungan sistem-sistem sumber.

e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, perkembangan

kebijakan, dan perundang-undangan sosial.

f. Memeratakan sumber-sumber material.

g. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial.

Menurut Johnston (1988:48) ada enam fungsi pokok yang dilakukan oleh

pekerja sosial dalam setting rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Memberi bantuan kepada pasien dalam upaya menyelesaikan masalah-

masalah emosional dan sosial seorang pasien, yang timbul sebagai akibat

penyakit yang dideritanya.

b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik.

c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, penderita, dan keluarga.

d. Membantu proses penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan

sebaliknya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

19

e. Memantapkan pemahaman staf rumah sakit tentang pekerjaan sosial dan

berusaha mengintegrasikan bagian pekerjaan sosial secara integral dalam

tim rumah sakit.

f. Melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat.

Dengan kesibukan sehari-hari dalam rumah sakit, usaha-usaha seperti ini

sering diabaikan. Padahal justru usaha pencegahan dan promotif ini yang

memerlukan perhatian serius dari pekerja sosial dan anggota medis lainnya dalam

rangka mencapai masyarakat yang sehat sejahtera.

5. Peran Pekerja Sosial

Dalam praktek pekerjaan sosial memiliki peranan yang dilakukan pekerja

sosial untuk membantu dalam proses penyembuhan klien, agar dapat berfungsi

kembali menjadi orang yang melakukan tugas-tugas dan nilai-nilai sosial secara

optimal. Pada dasarnya pekerja sosial berfungsi untuk membantu proses

penyelesaian masalah-masalah emosional yang diakibatkan oleh lingkungan

sosialnya sebagai akibat timbulnya penyakit yang dideritanya, membantu

penyesuaian diri klien dengan masyarakat atau sebaliknya, memberikan kegiatan

yang memotivasi klien agar cepat pulih dan kembali menjalankan kegiatan sehari-

harinya dengan normal tanpa bantuan orang lain. Adapun penulis yang

menyebutkan sampai lebih dari 20 peran pekerja sosial. Tetapi menurut Johnston

(1988:46-47) sebenarnya daftar peran pekerja sosial dapat diringkas menjadi lima

peran pokok, yaitu sebagai berikut :

a. Pembimbing Perseorangan dan Kelompok

Pembimbingan secara perseorangan biasanya membantu seorang klien

dalam menyelesaikan persoalan karena tidak dapat menerima keterbatasan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

20

yang disebabkan oleh penyakitnya. Kemudian untuk pembimbingan secara

kelompok dilakukan antara klien bersama dengan keluarganya dibantu

untuk membuat rencana pemulangan.

b. Pendorong

Peran pekerja sosial sebagai pendorong adalah membantu klien mengemukakan

persoalan masalah yang dihadapinya, serta pekerja sosial membantu klien

menemukan beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah.

c. Penghubung

Dalam setting rumah sakit pekerja sosial berperan sebagai penghubung,

yaitu pekerja sosial menghubungkan antara klien dengan keluarga, dokter,

psikolog, perawat atau profesi lain, dan lembaga lain. Pekerja sosial juga

membantu menjelaskan prosedur rumah sakit kepada kelarga klien. Selain

itu pekerja sosial merujuk klien ke lembaga di luar rumah sakit.

d. Konsultan

Dalam peran pekerja sosial sebagai konsultan, pekerja sosial memberikan

kesempatan dan waktunya kepada klien, agar klien dapat menceritakan

permasalahan yang sedang dihadapi. Kemudian pekerja sosial memberikan

nasehat dan bimbingan kepada klien. Selain itu konsultasi kepada keluarga

terhadap kondisi pasien saat dirawat inap atau sesudah dirawat inap.

e. Pendidik

Pekerja sosial sebagai pendidik biasanya membimbing praktek calon pekerja

sosial dan memberi kuliah dalam kursus perawat. Banyak juga mahasiswa yang

magang, berkunjung maupun melakukan penelitian tugas akhir. Pekerja sosial

diharapkan dapat memberikan informasi dengan baik dan jelas.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

21

C. Ruang Lingkup Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial merupakan suatu kegiatan profesional dengan tujuan

untuk memecahkan masalah, memulihkan, dan meningkatkan kondisi fisik, psikis,

mental, dan sosial agar dapat menjalankan keberfungsian sosial di lingkungan

sekitarnya. Menurut Hawari (2001:132) rehabilitasi sosial adalah suatu upaya

untuk memulihkan dan mengembalikan kondisi seseorang agar dapat kembali

sehat dalam arti sehat fisik, mental, agama, dan sosial. Dengan kondisi sehat

tersebut diharapkan agar mereka dapat kembali melakukan keberfungsiannya

secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di sekolah, tempat kerja, dan

lingkungan sosialnya.

Secara umum dalam kamus psikologi, rehabilitasi sosial memiliki

pengertian yaitu pencapaian tingkat fungsi sosial yang lebih tinggi pada orang

dengan gangguan mental atau cacat fisik, layanan dan bantuan yang diberikan

untuk membantu para pelaku kejahatan agar membangun cara hidup yang baru.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 7

dijelaskan bahwa Rehabilitasi sosial bertujuan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar

dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dapat

dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat

maupun panti sosial. Dalam Pasal 7 tersebut juga dijelaskan bahwa Rehabilitasi

sosial dapat diberikan dalam bentuk, seperti motivasi dan diagnosis psikososial;

perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling

psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

22

Definisi rehabilitasi sosial di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa

rehabilitasi sosial merupakan proses untuk memulihkan dan mengembalikan

kondisi seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar mampu melaksanakan

kembali fungsi sosialnya secara wajar dan dapat diterima dalam masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan rehabilitasi sosial, yaitu adanya

sarana dan prasarana yang mendukung dalam unit rehabilitasi sosial, dengan

tersedianya ruangan dan fasilitas yang lengkap diharapkan seluruh kegiatan yang

telah diprogramkan oleh pihak rumah sakit jiwa berjalan dengan baik.

Keberhasilan rehabilitasisosial pasien gangguan jiwa bukan hanya dipengaruhi

oleh sumber daya manusia (SDM), namun sumber daya lainnya juga menentukan

berhasil atau tidaknya pelaksanaan rehabilitasi sosial. Beberapa sumber daya

lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses rehabilitasi sosial ini antara lain :

dana, material atau sarana fisik, metode, dan lainnya (Ertimawati, 2003:19-21).

D. Ruang Lingkup Gangguan Jiwa

1. Konsep Gangguan Jiwa

Dalam gangguan jiwa ada beberapa pendapat dari para ahli psikologi.

Menurut Frederick H. Kanfer dan Arnold P. Goldstein, gangguan jiwa adalah

kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang

lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap diri

sendiri. Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang

masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap

individu atau orang lain.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

23

Gangguan jiwa menurut Darajat (Yosep, 2014) adalah suatu keabnormalan

yang terbagi dalam dua golongan, yakni gangguan jiwa neurosa dan gangguan

jiwa psikosa. Orang yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan

kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam

alam kenyataan pada umumnya, sedangkan orang yang terkena psikosa tidak

memahami kesukaran-kesukarannya, kepribadiannya (dari segi tanggapan,

perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya sangat terganggu), tidak ada integritas

dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.

Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang

mempengaruhi emosi, pikiran, atau tingkah lakunya. Dan gangguan jiwa ini

menimbulkan efek yang negative bagi kehidupan sekitarnya atau kehidupan di

dalam keluarga mereka. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa gejala-gejala

gangguan jiwa adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara unsur somatik,

psikologik, dan sosial budaya.

Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III (Maslim,

2001) :

“Sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik

cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala

penderitaan (distress) atau hendaya (impairment / disability) di dalam satu

atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan

bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi perilaku, psikologik, atau

biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan

antara orang itu dengan masyarakat” (hal. 7).

Dari konsep diatas menurutMaslim (2001:7)dapat dirumuskan bahwa di

dalam konsep gangguan jiwa adalah sebagai berikut :

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

24

a. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :

1) Sindrom atau Pola Perilaku

2) Sindrom atau Pola Psikologik

b. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), antara lain dapat

berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ

tubuh, dll.

c. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability) dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan

keberlangsungan hidup.

2. Penyebab Gangguan Jiwa

Penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat

pada unsur kejiwaan yang terus-menerus saling mempengaruhi. Dalam Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa, menurut Maramis (2010) manusia bereaksi secara

keseluruhan dari somato, psiko, dan sosial. Dalam mencari penyebab gangguan

jiwa, unsur tersebut harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol

adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia

seutuhnya. Berikut faktor penyebab gangguan jiwa :

a. Faktor Somatik (somatogenik), yaitu akibat gangguan pada neuroanatomi,

neurofisiologi, dan neurokimia. Termasuk tingkat kematangan dan

perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

b. Faktor Psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,

peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,

pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat

perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

25

mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan

ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu,

dan rasa bersalah yang berlebihan.

c. Faktor Sosial Budaya, faktor ini meliputi kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok

minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan

yang tidak memadai, serta pengaruh sosial dan keagamaan.

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa

a. Gangguan Kesehatan Jiwa Umum (Depresi dan Kecemasan)

Depresi jika seseorang itu merasa rendah hati, sedih, marah atau sengsara.

Depresi merupakan suatu emosi dimana hampir setiap orang sudah pernah

mengalaminya seumur hidup. Berikut adalah beberapa tanda-tanda depresi :

1) Secara Fisik. Lelah, perasaan yang lemah dan tidak bertenaga. Sakit

dan nyeri diseluruh tubuh yang tidak jelas sebabnya.

2) Perasaan. Merasakan sedih dan sengsara, hilang rasa ketertarikan

dalam menjalankan kehidupan, interaksi sosial, pekerjaan, dan

terkadang merasa bersalah.

3) Pikiran. Berpikir tidak punya harapan akan masa depan yang baik,

sulit dalam mengambil keputusan, merasa dirinya tidak sebaik orang

lain (tidak percaya diri), merasa bahwa mungkin lebih baik jika tidak

hidup atau ingin mati saja dan mempunyai rencana untuk bunuh diri,

pikiran yang membuat sulit berkonsentrasi.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

26

Kecemasan merupakan perasaan takut dan gelisah. Seperti halnya seseorang

yang sebelum naik panggung atau akan berhadapan dengan orang banyak

akan merasa gelisah. Tanda-tanda kecemasan diantaranya sebagai berikut :

1) Secara Fisik. Merasa jantungnya berdetak cepat, merasa tercekik,

pusing, gemetar seluruh tubuh.

2) Perasaan. Merasa seolah-olah sesuatu itu mengerikan dan akan

menimpanya serta merasa takut.

3) Pikiran. Merasakan kekhawatiran akan masalahnya atau kesehatannya,

pikiran seolah-olah akan mati, kehilangan kontrol atau bisa jadi gila,

terus-menerus memikirkan hal-hal yang membuatnya tertekan

meskipun sudah berusaha untuk menghentikannya.

4) Perilaku. Menghindari situasi yang dapat membuat ketakutan seperti

pasar atau kendaraan umum dan kurangnya tidur.

b. Gangguan Kejiwaan Berat (Psikosis)

Pada gangguan kejiwaan ini terdiri dari tiga jenis penyakit, yaitu :

Skizofrenia, Gangguan Bipolar, dan Psikosis.

1) Tanda-tanda Umum Skizofrenia

a) Secara Fisik. Merasakan seperti keluhan yang aneh, bahwa benda-

benda yang tidak biasa ada didalam tubuhnya.

b) Perasaan. Merasa depresi, seperti hilangnya minat dan motivasi

untuk hidup atau melakukan kegiatan sehari-hari, dan merasa

takut dicekali.

c) Pikiran. Sulit untuk berpikir dengan jelas dan merasa adanya

pikiran yang aneh, seperti percaya pada orang-orang yang sedang

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

27

mencoba untuk mencekalnya atau pikirannya yang sedang

dikelilingi oleh tekanan dari luar yang disebut dengan delusi

(waham).

d) Perilaku. Menarik diri dari aktivitas yang biasanya dilakukan,

merasa gelisah, tidak bisa diam, perilaku yang agresif, mengalami

perilaku yang aneh seperti kurang merawat diri dan menjaga

kebersihan diri, jika ditanya sesuatu jawabannya tidak

menyambung dengan pertanyaannya.

e) Khayalan. Mendengar suara-suara yang membicarakan dirinya,

seperti suara-suara kasar (halusinasi), dan melihat hal-hal yang

tidak dapat dilihat orang lain.

2) Tanda-tanda Umum Gangguan Bipolar

a) Perasaan. Seperti merasa berada di puncak dunia, merasa senang

tanpa alasan yang jelas, dan mudah tersinggung.

b) Pikiran. Percaya pada diri sendiri bahwa memiliki kekuatan

khusus atau dirinya adalah orang yang spesial, merasa bahwa

orang lain sedang mencoba mencelakainya, dan menyangkal

dirinya sedang jatuh sakit.

c) Perilaku. Cara berbicaranya yang cepat, tidak bertanggung jawab

secara sosial, seperti melakukan hal yang tidak pantas, tidak bisa

santai atau duduk diam, kurang tidur, mencoba melakukan banyak

hal tetapi tidak ada satupun yang mampu diselesaikan.

d) Khayalan. Mendengar suara-suara yang tidak dapat didengar oleh

orang lain, dan suara-suara itu seperti mengatakan kepadanya

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

28

bahwa ia adalah orang penting yang mampu melakukan hal-hal

yang hebat.

3) Tanda-tanda Umum Psikosis

Sama halnya dengan skizofrenia dan gangguan bipolar, pada psikosis

juga muncul secara tiba-tiba dan dapat sembuh dalam waktu kurang

dari sebulan.

a) Gangguan tingkah laku yang berat, seperti gelisah dan agresif.

b) Mendengar suara-suara atau melihat hal-hal yang tidak dapat

dilihat oleh orang lain.

c) Percaya pada hal-hal yang aneh.

d) Berbicara yang omong kosong

e) Emosional yang menakutkan dan tidak jelas seperti emosi yang

berubah dengan cepat dari menangis tiba-tiba tertawa.

c. Gangguan Psikotik

Menurut Lisa dan Sutrisna (2013:67-77) gangguan psikotik adalah

gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu dalam

menilai kenyataan yang terjadi, misalnya merasakan halusinasi, waham atau

perilaku yang kacau dan aneh. Adapun tanda-tanda gangguan psikotik

antara lain :

1) Memiliki labilitas emosional

2) Menarik diri dari interaksi sosial.

3) Tidak mampu bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

4) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.

5) Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif yang parah.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

29

6) Berpikir aneh, dangkal, dan berbicara yang tidak sesuai dengan

keadaan.

7) Mengalami kesulitan dalam mengorientasikan waktu, orang dan

tempat.

8) Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh

keluarganya, tetapi pasien merasa sulit atau tidak bisa tidur.

9) Merasa malas dalam melakukan segala hal dan aktivitas sehari-hari,

berusaha untuk tidak melakukan aktivitas apa-apa bahkan marah jika

diminta untuk melakukan apa-apa.

10) Perilakunya yang mulai aneh, misalnya mengurung diri di kamar,

berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah yang berlebihan dengan

stimulus ringan, tiba-tiba menangis, suka berjalan mondar-mandir, dan

berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.

d. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian ini mencakup berbagai kondisi klinis yang bermakna

dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan merupakan ekspresi dari

pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara berhubungan dengan diri

sendiri maupun orang lain. Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut

berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya

sebagai hasil interaksi faktor-faktor dan pengalaman hidup, sedangkan yang

lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.Gangguan kepribadian

menurut Maslim (2001:102-105) adalah suatu gangguan berat dalam

konstitusi karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang,

biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian, dan hampir selalu

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A.eprints.umm.ac.id/62372/3/BAB II.pdfkehidupan sosial di suatu negara. Menurut Morales dan Sheafor (Hermawati, 2001:1-2) menekankan bahwa dalam mendefinisikan

30

berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Dan beberapa kriteria

yang memenuhi adanya gangguan kepribadian sebagai berikut :

1) Sikap dan perilaku yang cukup berat, biasanya meliputi beberapa

bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara

memandang dan berpikir, serta gaya berhubungan dengan orsng lain.

2) Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak

terbatas pada episode gangguan jiwa.

3) Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang berarti, tetapi

menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut.

Untuk budaya yang berbeda, mungkin penting untuk mengembangkan

seperangkat kriteria yang berhubungan dengan norma sosial, peraturan dan

kewajiban. Gangguan kepribadian memiliki beberapa jenis seperti gangguan

kepribadian paranoid, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian

dissosial, gangguan kepribadian emosional tak stabil, gangguan kepribadian

histrionik, dan gangguan kepribadian anankastik.